Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

SPINA BIFIDA

DISUSUN OLEH :

NAMA : Dhiaprifal Dzuhri

NIM : 1702095

KELAS : 2C D3 KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan
Keperawatan tentang Spina Bifida. Dan kami juga berterimakasih kepada Ibu Dosen
Suyami.,M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.An yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Spina Bifida. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini di masa yang akan datang.

Penyusun

Dhiaprifal Dzuhri
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Penyakit
spina bifida atau sering dikenal sebagai sumbing tulang belakang adalah salah satu
penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang medula spinalis
dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu
atau beberapa bagian dari vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh
dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari
penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas mengakibatkan gangguan pada sistem
saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki
peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika medula spinalis
mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula spinalis pasti juga
akan terpengaruh dan akan mengalami ganggusn pula. Hal ini akan semakin
memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem
tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di
Indonesia yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru
lahir terkena spina bifida.Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi
yang lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya.
Bayi-bayi tersebut butuh perawatan medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya
mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang
kali.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang
terkait dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan
harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat spina
bifida.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari spina bifida?


1. Bagaimana etilogi dari spina bifida?
2. Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?
3. Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?
4. Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida?
5. Bagaimana pengkajian pada klien dengan spina bifida?
6. Bagaimana diagnosa pada klien dengan spina bifida?
7. Bagaimana intervensi pada klien dengan spina bifida?
C. Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari spina bifida.


2. Mengidentifikasi etilogi spina bifida.
3. Mengidentifikasi manifestasi klinis spina bifida.
4. Menguraikan patofisiologi spina bifida
5. Mengidentifikasi penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida
6. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan spina bifida.
7. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan spina bifida.
8. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan spina bifida.

D. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit neurologis spina bifida serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi
pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek bervariasi, pada
keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih dari
satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada penyebab yang pasti
tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya
columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan
herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan fusi tuba neural terjadi
beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi, sedangkan
penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Spina bifida
(Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang
terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh.
(http:// www.medicasatore.com). Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk
berfusi di posterior (Rosa.M.Sacharin,1996).

B. Klasifikasi
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis
yaitu :

1. Spina Bifida Okulta

Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak
terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak
menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat arkus vertebra dengan kegagalan fusi
pascaerior lamina vertebralis dan seringkali tanpa prosesus spinosus, anomali ini
paling sering pada daerah antara L5-S1, tetapi dapat melibatkan bagian kolumna
vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit
dan jaringan subkutan diatasnya bisa normal atau dengan seberkas rambut abnormal,
telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida olkuta merupakan temuan terpisah
dan tidak bermakna pada sekitar 20% pemerikasaan radiografis tulang belakang.
Sejumlah kecil penderita bayi mengalami cacat perkembangan medula dan radiks
spinalis fungsional yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek
yang kecil pada arkus pascaerior.
2. Meningokel

Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk


menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen
mendorong melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang
membentuk tulang belakang), kantung disebut Meningokel. Meningokel memiliki
gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari
tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui vertebra
yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan
ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan cairan
serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdaoat
tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai
kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.

3. Myelomeningokel

Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana
korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan
merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf
dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yamg
mempersyarafi otot atau extremitas, maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan
ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah jenis yang paling sering
dtemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina
bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.

C. Etiologi

1. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
2. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian
tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
3. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra
di bagian ini terjadi paling akhir.
4. Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural
tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila
sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.

Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:

1. Hidrosefalus
2. Siringomielia
3. Dislokasi pinggul.
Manifestasi Klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan
yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis
maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:

1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
2. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
3. Penurunan sensasi.
4. Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja
5. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
6. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
7. Lekukan pada daerah sakrum.
8. Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas upper spine
(arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah koordinasi
9. Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan otot
dan fungsi
10. Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan secara
volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses pada
rectum.
11. Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat normal bila
hirosefalus di terapi dengan cepat.
12. Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal
cord. Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat bergerak naik
atau turun secara normal. Keadaan ini menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip
atau skoliosis. Masalah ini akan bertambah buruk seiring pertumbuhan anak dan
tethered cord akan terus teregang.
13. Obesitas oleh karena inaktivitas
14. Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena kelemahan
atau penyakit pada tulang.
15. Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue
16. Learning disorder
17. Masalah psikologis, sosial dan seksual
18. Alergi karet alami (latex)

D. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dapat
dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat dilakukan
pemeriksaan :

1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut
triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik,
riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan
bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas
muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan
asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang,
skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis
maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk
memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube,
akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini
memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG
yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan
amniosentesis (analisa cairan ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:

1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.


2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis
maupun vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari
spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim
terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.
a. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :

1. Mengontrol inkotinensia
2. Mencegah dan mengontrol infeksi
3. Mempertahankan fungsi ginjal

Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak
umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan
mandiri. Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat
dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder
augmentation, atau suprapubic vesicostomy.
b. Ortopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik
dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi hip
dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis
dapat dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi
internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans
gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi
ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan
parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk
counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer
dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar
fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada
jaringan lunak tidak memberikan hasil yang memuaskan.

1. Rehabilitasi Medik
2. Sistem Muskuloskeletal

Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan
seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan
pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
c. Perkembangan motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit
neurologis.
d. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal brace
diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau
Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi
dengan aktif. HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai
gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi
berdiri tegak. Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak
yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.
e. Bowel Traning
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk
sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan
dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di
toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi
digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid.
Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.

f. Pembedahan

Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya
dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel
terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang
berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau
kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan
pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan
cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur
skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina bifida
digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka
terjadi kegagalan lamina vertebrata.

Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi
ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan
pemberian makanan menjadi masalah. Bayi biasyanya diletakkkan disalam incubatur
atau pemanas hengga temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaina atau penutup
yang dapat mengiritasi atau lesi yang rabuh.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan
meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi
hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil,
peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat
kecenderungan subluksasi.

Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan
ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan
kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya
ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap
kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.

F. Komplikasi
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara lain
adalah:
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi
5. Osteo porosis
6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.
Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme
campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa kasus,
filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur tulang
(diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada
pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut
atau coxae yang tak nyeri. Hidrosefalus karena malformasi Arnold-chiari sering
ditemukan.

G. Prognosis
Prognosis spina bifida tergantung pada berat ringannya abnormalitas. Prognosis terburuk
bila terdapat paralisis komplet, hidrosefalus dan defek kongenital lainnya. Dengan
penanganan yang baik, sebagian besar anak-anak dengan spina bifida dapat hidup sampai
usia dewasa.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Anammesa
a. Identitas Pasien
Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah,
pekerjaan ibu.
b. Keluhan Utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan.
c. Riwayat Penyakit Sekarng
d. Riwayat penyakit terdahulu
e. Riwayat keluarga
Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam
folat misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.
Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.
Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing) : normal
b. B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue
c. B3 (Brain) :
Peningkatan lingkar kepala
Adanya myelomeningocele sejak lahir
Pusing
d. B4 (Bladder) : Inkontinensia urin
e. B5 (Bowel) : Inkontinensia feses
f. B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawah

B. Diagnosa

1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi
2. Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan
positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
4. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
6. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses.
C. Intervensi

1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi

Tujuan :

a. Anak bebas dari infeksi


b. Anak menunjukan respon neurologik yang normal

Kriteria hasil :
Suhu dan TTV normal, Luka operasi, insisi bersih.

Intervensi Rasional
a. Monitor tanda-tanda vital. a. Untuk melihat tanda-tanda
Observasi tanda infeksi : perubahan terjadinya resiko infeksi
suhu, warna kulit, malas minum ,
irritability, perubahan warna pada b. Untuk melihat dan mencegah
myelomeingocele. terjadinya TIK dan hidrosepalus
b. Ukur lingkar kepala setiap 1
minggu sekali, observasi fontanel c. Untuk mencegah terjadinya luka
dari cembung dan palpasi sutura infeksi pada kepala (dekubitus)
kranial
c. Ubah posisi kepala setiap 3 jam d. Menghindari terjadinya luka
untuk mencegah dekubitus infeksi dan trauma terhadap
d. Observasi tanda-tanda infeksi dan pemasangan shunt
obstruksi jika terpasang shunt,
lakukan perawatan luka pada shunt
dan upayakan agar shunt tidak
tertekan
2. Berduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation

Tujuan :
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga

Kriteria hasil :

a. Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong, memberi


minum, dan ada kontak mata dengan anaknya
b. Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan
c. Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya

Intervensi Rasional
a. Dorong orangtua mengekspresikan a. meminimalkan rasa bersalah dan
perasaannya dan perhatiannya saling menyalahkan
terhadap bayinya, diskusikan
perasaan yang berhubungan b. berikan stimulasi terhadap orangtua
dengan pengobatan anaknya untuk mendapatkan keadaan
b. Bantu orangtua mengidentifikasi bayinya yang lebih baik
aspek normal dari bayinya c. berikan arahan/suport terhadap
terhadap pengobatan orangtua untuk lebih mengetahui
c. Berikan support orangtua untuk keadaan selanjutnya yang lebih baik
membuat keputusan tentang terhadap bayi
pengobatan pada anaknya

3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan


positioning, defisit stimulasi dan perpisahan

Tujuan :
Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :

a. Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan


b. Bayi / anak tidak menangis berlebihan
c. Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya
Intervensi Rasional
a. Ajarkan orangtua cara merawat a. angtua dapat mandiri dan
bayinya dengan memberikan menerima segala sesuatu
terapi pemijatan bayi yang sudah terjadi
b. Posisikan bayi prone atau miring b. Untuk mencegah terjadinya
kesalahasatu sisi luka infeksi dan tekanan
c. Lakukan stimulasi terhadap luka
taktil/pemijatan saat melakukan c. Untuk mencegah terjadinya
perawatan kulit luka memar dan infeksi yang
melebar disekitar luka

4. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal

Tujuan :
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:

a. Kantung meningeal tetap utuh


b. Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma

Intervensi Rasional
a. Rawat bayi dengan cermat a. Untuk mencegah kerusakan pada
b. Tempatkan bayi pada kantung meningeal atau sisi
posisi telungkup atau pembedahan Untuk
miring meminimalkan tegangan pada
c. Gunakan alat pelindung di kantong meningeal atau sisi
sekitar kantung ( mis : pembedahan
slimut plastik bedah)
d. Modifikasi aktifitas b. Untuk memberi lapisan pelindung
keperawatan rutin (mis : agar tidak terjadi iritasi serta
memberi makan, member infeksi
kenyamanan)
c. Mencegah terjadinya trauma

5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)

Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial


Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK

Intervensi Rasional
a. Observasi dengan cermat a. Untuk mencegah keterlambatan
adanya tanda-tanda tindakan
peningkatan TIK b. Sebagai pedoman untuk
b. Lakukan pengkajian pengkajian pascaoperasi dan
Neurologis dasar pada evaluasi fungsi firau
praoperasi c. Karena tingat kesadaran adalah
c. Hindari sedasi pirau penting dari peningkatan
d. Ajari keluarga tentang tanda- TIK
tanda peningkatan TIK dan d. Praktisi kesehatan untuk
kapan harus memberitahu mencegah keterlambatan tindakan

6. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses

Tujuan :
pasien tidak mengalami iritasi kulit dan gangguan eleminasi urin
Kriteria hasil :
kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan eleminasi.
Intervensi Rasional
a. Jaga agar area perineal tetap a. Untuk mengrangi tekanan pada
bersih dan kering dan lutut dan pergelangan kaki
tempatkan anak pada selama posisi telengkup
permukaan pengurang b. Untuk meningkatkan sirkulasi.
tekanan. c. Untuk memberikan kelancaran
b. Masase kulit dengan perlahan eleminasi
selama pembersihan dan
pemberian lotion.
c. Berikan terapi stimulant pada
bayi
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi
pada minggu ke empat masa embrio.
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis
yaitu : spina bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain: hidrosefalus,
siringomielia,dan dislokasi pinggul.
Tanda-tanda fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti kantung di
punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak
tembus cahaya dan kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan spina bifida
adalah pembedahan, bowel training, ambulasi, rehabilitasi medik, orthopedik, dan
urologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, Elizabeth J.2009.Buku saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.
2. Donna dan Shannon.1999.Maternal Child Nursing Care.USA: Mosby.
3. Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika.
4. Behrmen, Kligmen, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta : EGC
5. Carpenito, Lynda Jual. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
6. Hamilton, PM. 1987. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai