Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

PERILAKU KEKERASAN

Disusun oleh:
DHIAPRIFAL DZUHRI
1702095

DIII KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2019/2020

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi
oleh seseorang yang dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan orang sekitar (Keliat, 2010). Perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai oleh amuk dan gaduh gelisah
yang tidak terkontrol (Kusumawati & Hartono, 2010). Perilaku kekerasan adalah
menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman melukai disertai
melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara
sosial. (Keliat, 2010).

World Health Organization (WHO, 2012) menyatakan, bahwa jumlah penderita


gangguan jiwa didunia adalah 450 juta jiwa. Satu dari empat keluarga sedikitnya
mempunyai seorang dari anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Setiap empat orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan, seorang diantaranya
mengalami gangguan jiwa dan tidak terdiagnosa secara tepat sehingga kurang mendapat
pengobatan dan merawat secara tepat.

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi Daerah


Khusus Ibu Kota jakarta (24,3%), Nagroe Aceh Darusalam (18,5%), Sumatra Barat
(17,7%), NTB (10,9%), Sumatra Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI
2008). Data Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukan prevalensi gangguan jiwa
nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk. Berdasar data tersebut bisa disimpulkan
bahwa penderita gangguan jiwa di Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat
(Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Tengan tahun 2012, angka kejadian
penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah berkisar antara 3.300 orang sampai 9.300
orang. Angka ini merupakan penderita gangguan jiwa yang sudah terdiagnosa. Dilihat
dari angka kejadian diatas penyebab yang paling sering timbulnya gangguan jiwa adalah
dikarenakan himpitan masalah ekonomi, kemiskinan. Kemampuan dalam beradaptasi
tersebutberdampak pada kebingungan, kecemasan, frustasi, perilaku kekerasan, konflik

2
batin dan gangguan emosional menjadi faktor penyebab tumbuhnya penyakit mental
(Dinkes Jateng, 2012).

Keluarga merupakan sekumpulan orang (rumah tangga) yang memiliki hubungan


darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental
mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam
suatu jaringan. Keluarga adalah hubungan Antara laki – laki dan perempuan yang di ikat
oleh suatu pernikahan yang sah dan memiliki tujuan yang sama. Peran keluarga terhadap
proses penyembuhan pasien gangguan jiwa diantaranya memberikan bantuan utama
terhadap pasien gangguan jiwa, pengertian dan pemahaman tentang berbagai
maninfestasi gejala – gejala sakit jiwa yang terjadi pada penderita, membantu dalam
aspek administrasi dan finansial yang harus di keluarkan dalam selama proses
pengobatan penderita, untuk itu yang harus dilakukan keluarga adalah nilai dukungan
dan kesediaan menerima apa yang sedang dia alami oleh penderita dapat dipertahankan
setelah di klaim sehat oleh tenaga psikolog, psikiater, neurology, dokter, ahli gizi, terapis
dan kembali menjalani hidup bersama keluarga dan masyarakat seitar (Salahudin, 2009).
Peran keluarga dalam gangguan jiwa merupakan medan kontrol yang memberikan dan
berkontribusi terhadap derajat sehat terhadap anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Pentingnya peran keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa, tetapi
dalam jalanya proses perawatan gangguan jiwa ada beberapa masalah yang seringkali
dihadapi keluarga dalam merapat klien, diantaranya : hubungan interpersonal dengan
lingkungan, perubahan status kesehatan salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi
keluarga secara keseluruhan, pelayan kesehatan hanya berfungsi membantu klien dan
keluarga mengembangkan kemampuan dalam mencegah dan menyelesaikan masalah
secara adaptif, keluarga yang tidak tahu cara menangani klien (Keliat, 2010).

Keluarga dengan gangguan jiwa seringkali dipengaruhi oleh stigma yang terlontar
dari masyarakat tentang gangguan jiwa sehingga keluarga dengan didukung masyarakat
kerap melakukan tindakan yang tidak masuk akal dalam menangani pasien gangguan
jiwa, seperti tindakan pemasungan atau pengurungan terhadap klien gangguan jiwa dan
pengabaian terhadap hak – hak dan martabat mereka sebagai manusia. Tindakan ini tidak
serta mertamengurangi angka kekambuhan klien tetapi menimbulkan stressor baru bagi
klien sehingga dapat memperparah kondisi mereka.Pengetahuan keluarga dalam merawat
pasien gangguan jiwa juga sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan peran keluarga
dalam merawat pasien gangguan jiwa. Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti

3
bermaksud meneliti kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan risiko perilaku
kekerasan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas didapat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teori pada pasien dengan perilaku kekerasan?
2. Bagaimana proses keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan?

4
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep dan asuhan keperawatan jiwa dengan
masalah perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan perilaku kekerasan
b. Menentukan masalah keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
c. Membuat rencana keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Mengetahui tentang konsep dan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan
perilaku kekerasan berdasarkan referensi dan sumber
2. Manfaat Praktis
Dapat menjadi referensi dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan perilaku kekerasan.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain,di sertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (kusumawati
dsn hartono,2010)
Perilaku kekerasan adalah menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi
kata – kata ancaman melukai disertai melukai pada tingkat ringan. Dan yang paling
berat adalah melukai atau merusak secara social. (Keliat, Budi Anna 2010)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain (Yosep, 2009; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI,
2010).

B. Etiologi
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak
enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan
akan status dan prestise yang tidak terpenuhi. Penyebabnya antara lain :
1. Frustasi : sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan
yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan
cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2. Hilangnya harga diri : pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu

6
tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan status dan prestise : Manusia pada umumnya mempunyai
keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
C. Rentang respon

Gambar : Rentang Respon Perilaku Kekerasan ( Ermawati,2009 )

Perbandingan Perilaku Asertif, Frustasi, Pasif, Agresif, Mengamuk

1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan


orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang
adaptif-maladaptif.

7
Gambar : Karakteristik Mengamuk ( Ermawati,2009 )

8
D. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut


teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend
(Purba dkk, 2008) adalah:

1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila
ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan
potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku
tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak
atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls
agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan
oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik
dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

9
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan
arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka
selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang
tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

10
E. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap
F. Penilaian Terhadap Stressor
Penilaian stessor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi stres bagi
individu. itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respon sosial. Penilaian
adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitannya dengan
kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan makna, intensitas, dan pentingnya
sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang
yang berisiko (Stuart & Laraia, 2009).
Respon perilaku adalah hasil dari respons emosional dan fisiologis, serta analisis
kognitif seseorang tentang situasi stres. Caplan (1981, dalam Stuart & Laraia, 2009)
menggambarkan empat fase dari respon perilaku individu untuk menghadapi stress,
yaitu:
1. Perilaku yang mengubah lingkungan stres atau memungkinkan individu untuk
melarikan diri dari itu
2. Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan eksternal dan
setelah mereka
3. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan rangsangan emosional
yang tidak menyenangkan
11
4. Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan masalah dan gejala
sisa dengan penyesuaian internal
G. Psikodinamika
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi
atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum
dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan
akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya perubahan sensori
persepsi berupa halusinasi, baik dengar, visual maupun lainnya. Klien merasa diperintah
oleh suara-suara atau bayangan yang dilihatnya untuk melakukan kekerasan atau klien
merasa marah terhadap suara-suara atau bayangan yang mengejeknya.
Faktor presipitasi bisa bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab. Interaksi sosial yang
provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
H. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang individu dapat
mengatur emosinya dengan menggunakan sumber koping dilingkungan, sumber koping
tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah interaksi dengan orang lain dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan emosi dan
mengandopsi strategi koping yang berhasil
I. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 2009).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain : (Maramis, 2009)
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
12
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

J. Penatalaksanaan

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:

1. Medis

a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan


hiperaktivitas.

d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada
keadaan amuk.

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Psikoterapeutik
13
b. Lingkungan terapieutik

c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL),Pendidikan kesehatan

K. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan
lingkungan
effect

Ketidakefektifan
penatalaksanaan
program terapeutik Risiko Perilaku Core problem
kekerasan
Defisit perawatan diri
mandi dan berhias

Ketidakefektifan koping
keluarga Harga diri rendah cause
:ketidakmampuan
keluarga merawat pasien

L. Diagnosa ke perawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

14
M. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Resiko Setelah dilakukan tindakan SP Pasien
perilaku keperawatan selama …..x24 SP 1 :
kekerasan jam, pasien dapat mengontrol a. Identifikasi penyebab, tanda dan
perilaku kekerasan dengan gejala, perilaku kekerasan yang
kriteria hasil : dilakukan, akibat perilaku
a. Mengidentifikasi kekerasan.
penyebab, tanda dan b. Jelaskan cara mengontrol PK:
gejala, perilaku kekerasan fisik, obat, verbal, spiritual.
yang dilakukan akibat c. Latih cara mengontrol PK secara
perilaku kekerasan fisik : tarik nafas dalam, pukul
b. mengontrol bantal dan kasur
perilakukekerasan secara d. Masukkan pada jadwal kegiatan
fisik : tarik nafas dalam, untuk latihan fisik
pukul bantal dan kasur SP 2 :
c. Mengontrl perilaku a. Evaluasi kegiatan latihan fisik,
kekerasan dengan obat beri pujian
d. Mengontrol perilaku b. Latih cara mengontrol PK
kekerasan secara verbal dengan obat (jelaskan 6 benar:
(3 cara: mengungkapkan, jenis, guna, dosis, frekuensi,
meminta dan menoak cara, kontinuitas minum obat)
dengan benar) c. Masukkan pada jadwal kegiatan
e. Mengontrol perilaku untuk melatih fisik dan minum
kekerasan dengan obat
spiritual SP 3 :
a. Evaluasi kegiatan latihan fisik
dan minum, berikan pujian
b. Latih cara mengontrol PK secara
verbal (tiga cara :
mengungkapkan, meminta dan
menolak dengan benar)
c. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fisik, minum obat
dan verbal
SP 4 :
a. Evaluasi kegiatan latihan fisik,
obat dan verbal
b. Latihan cara mengontrol PK
dengan spiritual
c. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fisik, minum obat,
verbal dan spiritual
SP Keluarga
SP 1 :
a. Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat pasien
b. Jelaskan pengertian, tanda dan

15
gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan
c. Jelaskan cara merawat perilaku
kekerasan
d. Latih satu cara merawat perilaku
kekerasan dengan melakukan
kegiatan fisik : tarik nafas
dalam, pukul bantal dan kasur.
e. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian
SP 2 :
a. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam, merawat atau melatih
pasien secar fisik, beri pujian.
b. Jelaskan 6 benar cara
memberikan obat
c. Latih cara memberikan atau
membingbing minum obat
d. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan member
pujian
SP 3 :
a. Evaluasi kegiatn keluarga dalam
merawat atau melatih pasien
fisik dan memberikan
memberikan obat, beri pujian
b. Latih cara membimbing cara
bicara yang baik
c. Latih cara membimbing
kegiatan spiritual
d. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian.
SP 4 :
a. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien fisik, memberikan obat,
latihan bicara yang baik dan
kegiatan spiritual,berikan pujian.
b. Jelaskan follow up ke RSJ atau
PKM, tanda kambuh, rujukan.
c. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian.
Gangguan Setelah dilakukan tindakan SP Pasien
konsep diri : keperawatan selama …..x24 SP 1 :
harga diri jam, pasien dapat melakukan a. Identifikasi kemampuan
rendah kegiatan dengan criteria hasil melakukan kegiatan dan aspek
: positif pasien.
a. Mengidentifikasi b. Bnatu pasien menilai kegiatan
kemampuan melakukan yang dapat dilakukan saat ini
kegiatan dan aspek positif c. Bantu pasien memlih salah satu

16
pasien kegiatan yang dapat dilakukan
b. Menilai kegiatan yang saat ini untuk dipilih.
dapat dilakukan d. Latih kegiatan yang telah
c. Memilih salah satu dipilih.
kegiatan yang dapat e. Masukkan pada jadwal kegiatan
dilakukan untuk latihan untuk latihan.
SP 2 :
a. Evaluasi kegiatan pertama yang
telah dilakukan dan beri pujain
b. Bantu pasien dalam memilih
kegiatan ke dua yang akan
dilatih
c. Latih kegatan ke dua
d. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan
SP 3:
a. Evaluasi kegiatan pertama dan
kedua yang telah dilatih
danberiakn pujian
b. Bantu pasien memilih kegiatan
ketiga yang akan dilatih
c. Latihan kegiatan ketiga.
d. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan
SP 4 :
a. Evaluasi kegiatan pertama dan
kedua yang telah dilatih dan
berikan pujian.
b. Bantu pasien memilih kegiatan
yang kan dilakukan
c. Latih kegiatan ke emapat.
d. Masukkan pada jadwal untuk
latihan.
SP Keluarga
SP 1 :
a. Diskusiakn masalah yang
dirasakan dalam merawat
pasien.
b. Jelaskan pengertian tanda dan
gejala, dan proses terjadinya
harga diri rendah
c. Diskusikan kemampuan atau
aspek positif pasien yang pernah
dimiliki sebelumnya dan
setelahsakit.
d. Jelaskan cara merawat harga diri
rendah terutama memberikan
pujian semua hal yang positif
pada pasien
e. Latih keluarga member

17
tanggung jawab kegiatan
pertama yang dipilih pasien :
bimbingan dan beri pujian.
f. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian
SP 2 :
a. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan pertama
yang dipilih dan dilatih pasien,
beri pujian.
b. Bersama keluarga melatih
pasien dalam melakukan
kegiatan kedua yang dipilih
pasien.
c. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan berei pujian.
SP 3 :
a. Evaluasi kelaurga dalam
membimbing pasien
melaksanakan kegiatan pertama
dan kedua yang telah dilatih,
beri pujian.
b. Bersama keluarga melatih
pasien melakukan kegiatan
ketiga yang telah dipilih.
c. Anjurkan membantu pasien
sesuai dan berikan pujian.
SP 4 :
a. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan pertama,
kedau an ketiga, beri pujian
b. Bersama keluarga melatih
pasien melakukan kegiatan ke
empat yang pilih.
c. Jelaskan follow up ke RSJ tau
PKM, tanda kambuh, rujuakan
d. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberikan
pujian.

18
STRATEGI PELAKSANAAN
PERILAKU KEKERASAN

1. PROSES KEPERAWATAN
a. KONDISI KLIEN
DO : wajah agak memerah, nada suara tinggi dan keras, pandangan tajam
DS : Kien mengatakan benci dan kesal pada seseorang
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d perilaku
kekerasan.
c. TUJUAN KHUSUS
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mendefinisikan penyebab marah
d. TINDAKAN KEPERAWATAN
1) Membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prisip
komunikasi teurapetik
2) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
3) Pekenalkan diri dengan sopan sambil jabat tangan.
4) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
5) Jelaskan maksud hubungan interaksi.
6) beri rasa aman dan sikap empati.
7) lakukan kontak singkat dan sering.
8) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal

2. STRATEGI KOMUNIKASI
a. Fase orientasi
1. Salam terapeutik :
Selamat pagi, nama saya DHIAPRIFAL DZUHRI . Saya biasa dipanggil
PRIFAL, kamu namanya siapa ? Senang dipanggil siapa?
Saya akan menemani (nama pasien) disini.

2. Evaluasi/ validasi
Kenapa (nama pasien) sampai dibawa kemari?

19
3. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau kita bercakap- cakap tentang tentang hal- hal yang
menyebabkan (nama pasien) marah- marah.
Tempat : (nama pasien ) ingin bercakap- cakap dimana ? bagaimana kalau
disini saja?
Waktu : Mau berapa lama ? bagaimana kalau 10 menit.

b. Fase kerja
1) Apa yang membuat (nama pasien) marah- marah dan membanting barang-
barang ?
2) Apakah ada yang membuat (nama pasien) kesal atau punya masalah lain ?
coba ceritakan pada saya.
3) Apakah sebelumnya (nama pasien) pernah marah ? apakah penyebabnya?
Apakah sama dengan sebelumnya ?

c. Fase terminasi
1. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan (nama pasien) setelah kita bercakap- cakap ?
2. Evaluasi obyektif
Coba sebutkan lagi, apa yang membuat (nama pasien) marah- marah ? Bagus
kalau (nama pasien) tahu.
3. Rencana tindak lanjut
Baiklah waktu kita sudah habis. Nanti coba diingat- ingat lagi penyebab marah
yang lain.
4. Kontrak yang akan datang
Topik : Besuk kita akan bicara tentang tanda dan gejala orang yang marah-
marah, atau perasaan (nama pasien) saat marah dan cara marah yang biasa
(nama pasien) lakukan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Deden & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Kaliat, Budi A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course).
Jakarta: EGC.
Kaliat, Budi A. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN (Intermadiate course).
Jakarta: EGC
Nasir, Abdul & Abdul M. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa pengantar dan Teori. Jakarta:
SalembaMedika

21

Anda mungkin juga menyukai