Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN INFEKSI TORCH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas KMB II

dengan pembimbing Romadhoni Tri Purnomo., S.Kep,Ns

ANGGOTA KELOMPOK :

DHIAPRIVAL DZUHRI 1702095


EVITA CAHYA WARDANI 1702101
KUNTO WARDOYO
RINDA PUTRI PAMUNGKAS 1702116

PRODI D3 KEPERAWATAN 2018/2019

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN


Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Infeksi TORCH” tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan
dan dukungan baik dukungan moril dan materil dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua


2. Romadhoni Tri Purnomo.,S.Kep,Ns selaku koordinator mata ajar dan dosen
pembimbing
3. Dan pihak-pihak lain yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,maka kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan. Dan kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Klaten, 13 April 2019

Penulis
Daftar isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
TORCH merupakan suatu istilah jenis penyakit infeksi yang terdiri
dariToxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit ini sama
bahayanya bagi ibu hamil karena dapat menganggu janin yang dikandungnya. Bayi yang
dikandung tersebut mungkin akan terkena katarak mata, tuli, hypoplasia (gangguan
pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan limpa). Bisa juga mengakibatkan
berat bayi tidak normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris
mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya (Sarwono, 2007).

Toksoplasmosis pada manusia dijumpai di seluruh dunia dengan angka prevalensi


yang berbeda. Di Eropa Selatan prevalensi toksoplasmosis sebesar lebih dari 60%,
sedangkan di Eropa Utara prevalensi kurang dari 20%. Amerika Tengah mencapai 90%.
Penelitian di Denmark antara tahun 1999-2002 menunjukkan bahwa prevalensi
toksoplasmosis kongenital pada bayi baru lahir adalah 2,1/10000 kelahiran hidup
(Schimdt,et al.,2006). Di Amerika Serikat didapatkan sekitar 3-70% orang sehat telah
terinfeksi Toksoplasma gondii. Toksoplasma gondii juga menginfeksi 3500 bayi baru lahir
di Amerika Serikat (Herdiman, 2006). Di Amerika serikat, satu dari tiga orang yang
berumur 50tahun tercatat infeksi oleh ookista T.gondii (Kruszon-Moran,et al.,2005 dalam
Radke, et al.,2005). Di Indonesia walaupun belum ada penelitian epidemiologi secara luas,
didapatkan data sebagai berikut: tahun 1991 prevalensi toksoplasmosis pada manusia di
Indonesia mencapai 2-63% (Ganda husada,1991). Di Surabaya prevalensinya
58%(Konishi et al.,2000). Sedangkan di Jakarta mencpai 75% (Tereshawa, et al.,2003). Di
DIY prevalensinya 61,5%, dengan angka tertinggi didapatkan di kabupaten Kulonprogo
78,6% dan angka terendah di kabupaten Gunung kidul yaitu 29,5%(Sujono,2010).

Faktor resiko toksoplasmosis, yaitu faktor resiko pemeliharaan kucing, konsumsi


daging setengah matang, konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mentah yang tidak
dicuci, konsumsi susu yang tidak di pasteurisasi, tidak mencuci tangan sebelum makan
setelah melakukan aktivitas seperti berkebun, orang yang melakukan transfusi darah atau
transplantasi organ (Levine 1987; Mahmoodi et al, 2005.; ManouchehriNaeini et al,
2007;Mohammadi et al,2008; Hatam et al.,2005).

Salah satu faktor resiko toksoplasmosis adalah infeksi protozoa yang ditularkan
melalui tubuh kucing. Manusia berperan sebagai hospes perantara, sedangkan kucing dan
famili Felidae lainnya merupakan hospes definitif (Levine,1990). Penularannya dapat
melalui makan makanan yang tercemar ookista dari feses (kotoran) kucing yang menderita
toksoplasma. Feses kucing yang mengandung ookista akan mencemari tanah (lingkungan)
dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun hewan. Tingginya resiko
infeksi toksoplasma melalui tanah yang tercemar, disebabkan karena oosista bisa bertahan
di tanah sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian TORCHS?
2. Bagaimana penyebab TORCHS?
3. Bagaimana tanda dan gejala TORCHS?
4. Bagaimana patofisiologi TORCHS?
5. Bagaimana cara penularan TORCHS?
6. Bagaimana pemeriksaan TORCHS?
7. Bagaimana penatalaksanaan TORCHS?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian TORCH
TORCH adalah sebuah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yang menyebabkan kelainan bawaan, yaitu Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini sama-sama
berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil.
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik
taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya
benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM)
dan Imunoglobulin G (IgG).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan
yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria
maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
a. Toxoplasma
Toxoplasmosis penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat
ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan
nama Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii yaitu suatu parasit intraselluler yang
menginfeksi pada manusia dan hewan.
b. Rubella
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili
Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak
dengan sekret orang yang terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin secara
intrauterin.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili
betaherpesvirus, famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan,
sekresi maupun ekskresi tubuh yang terinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan
vagina, dan lain lain).
d. Herpes Simplek
Penyakit ini disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2 tipe HSV
yaitu tipe 1 dan 2. Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya terjadi pada
bayi karena adanya kontak dengan lesi genital yang infektif; sedangkan HSV tipe 2
merupakan herpes genitalis yang menular lewat hubungan seksual. HSV tipe 1 dan
2 dapat dibedakan secara imunologi.
e. Sifilis
Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh
bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki
masa laten, dapat menyerang hampir semua alat tubuh, menyerupai banyak penyakit,
dan ditularkan dari ibu ke janin (Djuanda, 2015).

B. Penyebab TORCH
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, dan
Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus,
merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung
sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan,
namun juga bisa disebabkan oleh karena perantara (tidak langsung) seperti memakan
sayuran, daging setengah matang dan lainnya.
a. Toxoplasma Gondii
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik.
Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan,
mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya
tidak menimbulkan masalah.
b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat
menyerang anak-anak dan dewasa muda.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan
virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat
tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab
infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila
infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.
d. Herpes Simplek
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar
melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.

C. Tanda Dan Gejala


a. Toxoplasma
Gejala yang diderita biasanya dengan mirip gejala influenza, bisa timbul rasa
lelah, malaise, demam disertai hepatomegali.
b. Rubella
Tanda dan gejala yang muncul biasanya bertahan dalam dua hingga tiga hari
dan mungkin melibatkan:
 Demam ringan 38,9 derajat Celcius atau lebih rendah,
 Sakit kepala
 Hidung tersumbat atau pilek
 Peradangan, mata merah
 Pembesaran, pelunakan kelenjar getah bening di dasar tengkorak, leher bagian
belakang dan di belakang telinga
 Muncul ruam warna merah muda/pink di wajah dan dengan cepat menyebar
ke pundak, lengan, kaki sebelum menghilang di sekuens yang sama.
 Nyeri pada persendian, khususnya pada perempuan muda.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
 Demam
 Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia)
 Letih Lesu
 Kulit berwarna kuning,
 Pembesaran hati dan limpa, Kerusakan atau hambatan pembentukan
organ tubuh seperti mata, otak gangguan mental, dan lain-lain tergantung
organ janin mana yang diserang.
 Umumnya janin yang terinfeksi cmv lahir prematur dan berat badan lahir
rendah

d. Herpes Simpleks
Penderita biasanya mengalami demam, salivasi, mudah terangsang dan
menolak untuk makan,. Dengan dilakukan pemeriksaan menunjukan adanya
ulkus dangkal multiple yang nyeri pada mukusa lidah, gusi, dan bukal
denganvesikel pada bibir dan sekitarnya.
e. Sifilis
Gejala sifilis tergantung dari stadium/fasenya. Gejala akan timbul setelah
1-13 minggu setelah terinfeksi, dengan rata-rata 3-4 minggu setelah infeksi.
Gejalanya:
 Stadium 1: luka yang tidak nyeri pada tempat yang terinfeksi. Luka
tersebut sering kali tidak menimbulkan gejala sehinga dihiraukan dan akan
membaik dalam waktu 3-12 minggu. Setelah itu, penderita akan tampak
sehat secara keseluruhan.
 Stadium 2: Muncul ruam-ruam kulit dalam
waktu 6-12 minggu setelah infeksi. Meskipun
tidak diobati, ruam akan hilang dalam
beberapa minggu dan akan muncul kembali
ruam yang baru beberapa minggu kemudian.
Pada stadium ini, penderita akan mengalami
gejala malaise, mual, tidak nafsu makan, dan
lain-lain.
 Stadium 3: fase laten. Penderita memasuki fase tanpa gejala selama
beberapa tahun atau berpuluh-puluh tahun
 Stadium 4: Sifilis ini sudah tidak menular tetapi gejalanya sangat
bervariasi tergantung organ yang terkena.

D. Patofisiologi TORCH
a. Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu
penyebab kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan penyebab
lainnya yang tergolong dalam TORCH. Hospes primernya adalah kucing. Kucing
ini telah mempunyai imunitas, tetapi pada saat reinfeksi mereka dapat
menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista. Ookista ini dapat menginfeksi
manusia dengan cara memakan daging, buah-buahan, atau sayuran yang
terkontaminasi atau karena kontak dengan faeces kucing. Dalam sel–sel jaringan
tubuh manusia, akan terjadi proliferasi trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan
membesar. Trophozoit akan berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel, yang
di dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan otak, retina,
hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada organ-organ tersebut,
seperti microcephali, cerebral kalsifikasi, chorioretinitis, dll. Kista toksoplasma
ditemukan dalam daging babi atau daging kambing. Sementara itu, sangat jarang
pada daging sapi atau daging ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging
dapat dihancurkan dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya berubah
warna. Buah atau sayuran yang tidak dicuci juga dapat menstranmisikan parasit
yang dapat dihancurkan dengan pembekuan atau pendidihan. Infeksi T.gondii
biasanya tanpa gejala dan berlalu begitu saja. Setelah masa inkubasi selama lebih
kurang 9 hari, muncul gejala flu seperti lelah, sakit kepala, dan demam yang dapat
muncul hampir bersamaan dengan limpadenopati, terutama di daerah serviks
posterior.
b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis.
Pada infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian
akan menyebar ke kelenjar limfe sekitar dan mengalami multiplikasi serta
mengawali terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama
terjadinya viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta
terjadi pada 80% kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin
sangat tinggi pada trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia
kehamilan 12 minggu, 60% bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun
menjadi 17% pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah usia
kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi dan virus dapat
menjadi laten pada bayi yang terinfeksi kongenital selama bertahun-tahun.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara
kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat
menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia
dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi
kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan. Di
negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena
sebagian besar orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi
primer terjadi pada ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus
dengan pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat menyebabkan
retardasi mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena
terdapatnya CMV yang banyak dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV
aktif dapat mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva,
semen, dan serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular
melalui tranfusi.
d. Herpes Simpleks (HSV)
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1
dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan
HSV 2 dapat menyebabkan lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara
berhubungan seksual atau kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan
membran mukosa, HSV akan mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu
inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan
menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana
virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan mengadakan
replikasi yang diikuti penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang
lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan. Akan
tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000
sampai 1 dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung
dengan HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika
ibu yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir kehamilannya.

E. Cara Penularan TORCH


Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara aktif
(didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif disebabkan antara
lain sebagai berikut :
a) Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi (mengandung
sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi, ayam, kelinci dan lainnya.
Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke manusia adalah melalui jalur ini, yaitu
melalui masakan sati yang setengah matang atau masakan lain yang dagingnya
diamsak tidak sempurna, termasuk otak, hati dan lainnya.
b) Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang menderita
TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan mencemari tanah (lingkungan)
dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun hewan. Tingginya
resiko infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar, disebabkan karena oosista bisa
bertahan di tanah sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).
c) Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan (trozoid, sista),
kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH masuk ke dalam tubuh atau
tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981, dan Levine 1987).
d) Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan menularnya
TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH kemudian
melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita (padahal sang wanita
sebelumnya belum terjangkit) maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya akan
terkena penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan jenisnya.
e) Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika mengandung
maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena penyakit TORCH
melalui plasenta.
f) Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini
bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit salah satu
penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular kepada sang
bayi yang sedang disusuinya.
g) Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di kulit juga bisa
menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila seorang
yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun lewat baju yang baru saja dipakai si
penderita penyakit TORCH.
h) Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia, antara lain
adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan segar yang dicuci kurang
bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan dan
minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga kemungkinan terkontaminasi oosista
lebih besar.
i) Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara penularannya
juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.

Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular. Oleh karena itu
dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena penyakit tersebut
maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa kasus dalam satu keluarga
seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek, kakak - adik, bapak - ibu, anak - anak
semuanya terkena penyakit TORCH.
F. Pemeriksaan TORCH
1. Urinalisis,kulkur, dan sensitivitas : Bakteriuria asimtomatik mungkin muncul ;
ISK dapat disebabkan oleh GBS, gonore, atau IMS lain.
2. Toksoplasmosis : serum untuk titer antibody dengan riwayat pemajaan;
identifikasi mikroskopik protozoa.
3. Rubella : serum untuk titer antibody.
4. CMV : serologi: titer virus positif; adanya CMV didalam urin
5. HSV : pengkajian riwayat secara seksama tentang gejala atau lesi dimasalalu;
pemeriksaan fisik utuk limfadenopati dan lesi; diagnose ditegakkan oleh kultur
virus dari lesi aktif.
6. Sifilis : skrining ketika kunjungan prenatal pertama dan ulangi pada akhir
trimester ketiga ; VDRL atau RPR digunakn sebagai uji skrining, namun dapat
memberikan hasil positif-palsu; untuk memastikan hal yang positif: mikroskopi
medan gelap positif untuk Treponema pallidum dari eksudat syanker atau lesi
sekunder; absorbs antibody treponemal fluoresen (fluorescent treponemal
antibody absorbed, FTA-ABS) positif ; dan uji mikrohemaglutinasi untuk antiodi
T. pallidum (MHA-TP).

G. Penatalaksanaan TORCHS
BAB III

KESIMPULAN

TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit
infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Toxoplasmosis adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh toxoplasma gondii. Ibu dengan toxoplasma gondii
biasanya tidak menampakan gejala walaupun 10%-20% ibu yang terinfeksi . Penyebab dari
penyakit ini adalah parasit protozoa yaiti toxoplasma gondii yang hidupnya di dalam
kucing. Rubela suatu infeksi yang utama menyerang anak-anak dan dewasa yang khas
dengan adanya rasti demam dan lymphadenopaly suatu toga virus yang dalam
penyebabnya tidak membutuhkan vector. Citomegalo virus diklasifikasikan dalam
keluarga virus herpes,infeksi oportunistik yang menyerang saat system kekebalan tubuh
lemah. Herpes simplek adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin, kulit di
sekeliling rectum atau di daerah sekitarnya disebabkan oleh virus Herpes Simplek.
Penyebab herpes genetalis adalah herpes simplek (HSV) dan sebagian hasil HSV
(dimukosa mulut).
Daftar Pustaka

Abidin AN. 2014. Menghindari dan Mengatasi TORCH. Jakarta : Gramedia.

Juanda IR H A. 2013. TORCH (Toxo, Rubella, CMV, dan Herpes) Akibat dan Solusinya. Bogor :
Yayasan Aquatreat Therapy Indonesia.

https://www.academia.edu/38070767/MAKALAH_SIFILIS diakses pada tanggal 20 April 2019

https://www.academia.edu/15208803/MAKALAH_IMUN_1_1 diakses pada tanggal 20 April


2019

Reeder, S.J., Leonide, LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan
Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC

Zulkoni H A. 2011. Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat dan Teknik


Lingkungan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai