Moderator :
dr. A.D. Pasaribu, Sp.A, Kol. (CKM)
Tutor :
dr. Huiny Tjokrohusada, Sp.A, MH.Kes
Disusun oleh :
Dian Andikawati
1410221053
2
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
PASIEN
Nama : An. F
Tempat/tanggal lahir : Lampung, 10 Maret 2009
Usia : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Pendidikan : Sekolah Dasar
Agama : Islam
Alamat : Jl. Mulyorejo I, Bunga Mayang, Lampung
Suku Bangsa : Lampung
No. Rekam Medik : 822179
Tanggal Masuk RS : 11 Januari 2016
ORANG TUA
Perkawinan ke 1 1
3
B. ANAMNESA
Alloanamnesa dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 01.00
WIB.
KELUHAN UTAMA
Lemas
KELUHAN TAMBAHAN
Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan lemas sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, lemas yang dirasakan muncul perlahan-lahan, lemas dirasakan diseluruh
tubuh, tidak didahului oleh aktivitas berat sebelumnya, lemas dirasakan terus menerus
sepanjang hari, 1 hari terakhir lemas semakin bertambah sehingga pasien dibawa ke rumah
sakit, lemas yang dirasakan juga disertai dada berdebar. Keluhan yang dirasakan memberat
saat beraktivitas pagi hari seperti sekolah dan berkurang bila berbaring. Pasien juga
mengeluh pusing, dada berdebar, mata kunang-kunang bila bangun dari tidur atau berdiri
dari jongkok, kelemahan anggota gerak tidak ada, sesak napas tidak ada, nyeri dada tidak
ada, perdarahan gusi tidak ada, mimisan tidak ada, bintik-bintik kemerahan pada kulit tidak
ada. Namun pasien mengeluh mudah bentol kemerahan dan lama hilangnya bila digigit
nyamuk serta pasien mengeluh kulitnya mudah memar kebiruan bila terbentur walaupun
tidak keras.
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit orang tua pasien mengatakan bahwa
anaknya terlihat pucat tidak seperti biasanya. Pasien juga mengeluh perutnya terasa
kembung dan penuh sehingga pasien meresa tidak nyaman. Nafsu makan menurun, tidak
ada penurunan berat badan, tidak ada mual muntah, tidak ada demam, batuk pilek tidak ada.
BAK normal tidak nyeri, berwarna kuning dan banyak. BAB normal, tidak keras, tidak cair,
berwarna kekuningan tidak ada darah tidak ada lendir.
Pasien datang dengan rujukan dari RS Abdul Moeloek Bandar Lampung dengan
diagnosis Leukemia.
4
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Sebelumnya pasien dirawat di RS Abdul Moeloek Bandar Lampung selama 3
minggu dengan diagnosis leukimia. Selama dalam perawatan telah dilakukan pemeriksaan
laboratorium darah dan transfusi PRC 2 kantung trombosit 35 kantung.
Pasien merupakan anak ketiga dari ibu P4A0 dengan usia kehamilan 38 minggu.
Ibu pasien mengatakan telah melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke dokter
kebidanan dan kandungan di RSPAD Gatot Soebroto dengan jumlah 1 kali sebulan saat
trimester pertama, 2 kali sebulan saat trimester kedua dan 4 kali sebulan saat trimester
ketiga.
Ibu pasien juga mengatakan telah melakukan pemeriksaan USG 1 kali pada trimester
ketiga di RSPAD Gatot Soebroto.
Selama kehamilan ibu mengaku dalam kondisi sehat, tidak mengonsumsi obat-obatan
selain vitamin kehamilan, tidak pernah minum minuman beralkohol, dan tidak merokok.
Riwayat abortus dan lahir mati tidak ada
RIWAYAT KELAHIRAN
5
Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis, bergerak aktif,warna kulit tubuh
tampak kemerahan
Nilai APGAR : Tidak diketahui
Kelainan bawaan : Tidak ada
RIWAYAT IMUNISASI
Jenis I II III IV V
Imunisasi
Hepatitis B Lahir 1 bulan 6 bulan - -
Polio Lahir 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
BCG 2 bulan - - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -
Campak 9 bulan - - - -
Kesan : imunisasi dasar lengkap dan imunisasi ulangan lengkap belum dilakukan
6
RIWAYAT MAKANAN
Usia (bulan) ASI/ PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
RIWAYAT KELUARGA
Usia ibu saat hamil adalah 35 tahun dengan jumlah kelahiran sekali. P4A0
7
No. Tanggal Lahir Jenis Hidup Lahir Abortus Keterangan
(umur) Kelamin Mati
1. 18 tahun Laki-laki √ - - Kakak pasien
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
Tanda vital
Frekuensi nadi : 120 kali per menit, reguler, isi cukup
Frekuensi nafas : 24 kali per menit,
Suhu tubuh : 36,7 oC di aksila
8
Data antropometri
Berat badan = 21 kg
Berat badan ideal menurut usia = 21 kg (CDC-NCHS)
Tinggi badan = 116 cm
Tinggi badan ideal menurut usia = 115 cm (CDC-NCHS)
Berat badan ideal menurut tinggi badan = 51 kg (CDC NCHS)
Status gizi :
- Berdasarkan BB/U = BB sekarang
x 100%
BB ideal menurut usia
= 21
x 100%
21
= 100 % (80-120% berat badan baik)
9
2. Status Generalis
Kepala
Bentuk dan ukuran : Normocephal
Ubun-ubun besar datar: Ubun-ubun besar tertutup
Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, tidak tampak adanya edema dan tidak terdapat
kelainan facies.
Mata : Palpebra superior dan inferior kanan dan kiri simetris dan
cekung, tidak ada edema, tidak terdapat perdarahan pada subkonjungtiva,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, kornea dan lensa jernih, pupil bulat dan
isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif,
bola mata normal. Terdapat air mata.
Telinga : Normotia, simetris kanan dan kiri, liang telinga lapang,
tidak ada serumen, tidak ada sekret, tidak ada darah, dan gendang telinga sulit
dinilai.
Hidung : Bentuk dan posisi normal, tidak ada napas cuping hidung,
tidak ada deviasi septum, mukosa tidak hiperemis, konka tidak edema tidak
hiperemis .
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis dan tonsil T1-T1 tenang.
Mulut : Tidak sianosis, mukosa bibir sedikit kering, lidah tidak
kotor dan tidak tremor, gusi tidak berdarah.
Leher
Bentuk normal, kulit normal, pergerakan bebas ke segala arah, terdapat
limpadenopati multipel regio auricula anterior posterior, submandibula, coli
posterior dextra sinistra dengan konsistensi kenyal, mobile, ukuran 1x1cm tidak
nyeri tekan, tidak ada deviasi trakea.
10
Thoraks
Normochest, tidak ada retraksi, dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak
ada sikatrik, tidak ada pelebaran vena, tulang-tulang iga intak dan sela iga dalam
batas normal.
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi
Palpasi : Tidak teraba massa, vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, tak ada ronkhi,
tidak ada wheezing.
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di sela iga IV linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Tidak dapat diperiksa
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, tidak ada murmur, tidak
ada gallop
Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen, tidak ada pelebaran
pembuluh darah, tidak tampak gambaran usus, pergerakan usus
maupun benjolan.
Auskultasi : Bising usus positif normal 6 kali/menit.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, tidak terdapat ascites.
Palpasi : Supel, turgor kulit baik, terdapat hepatomegali teraba 5 cm
dibawa arcus costae dan splenomegali teraba besar pada schuffner II.
Tulang Belakang
Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis.
Genitalia Eksterna
dalam batas normal
11
Anus
Tidak tampak hiperemis, tidak ada massa, tidak ada fissura
Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada sianosis, tonus otot baik, capillary refill
time <2 detik
Kulit
Tidak ikterik, sianosis tidak ada.
Pemeriksaan Neurologis
Refleks Fisiologis
- Refleks Biseps : ++/++
- Refleks Triseps : ++/++
- Refleks Patella : ++/++
- Refleks Achilles : ++/++
Refleks Patologis
- Refleks Hoffmann-Trommer : -/-
- Refleks Babinski : -/-
- Refleks Oppenheim : -/-
- Refleks Chaddock : -/-
12
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
13
11-01-2016 HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Eritrosit Normositik normokrom.
Leukosit Kesan jumlah sedikit meningkat, dominasi sel-selmononuclear dengan sitoplasma
sempit, blast/sel muda (+).
Trombosit Kesan jumlah kurang, tidak ada kelainan morfologi.
Lain-lain -
Kesan Anemia normositik normokrom.
Leukositosis dan trrombositophenia e.c. DD/ infeksi virus, leukemia akut.
Saran Periksa:
Pewarnaan sitokemia
BMP
Dengue IgG+M.
Limfo Blast 0
Limfosit 0
Sel Plasma 1
Sel Retikulum 0
Sel-sel Asing 0
14
Blas 98,0 0,2-1,5 %
Promielosit 0,0 2,1-4,1 %
Mielosit : -
Netrofil Mielosit 0,0 8,2-15,7 %
Eosinofil Mielosit 0,0 1,2-5,3 %
Metamielosit : -
Netrofil Metamielosit 0,0 0,4-4,6 %
Eosinofil Metamielosit 0
Batang : -
Netrofil Batang 0,0 9,5-15,3 %
Eosinofil Batang 0,0 1,2-5,3 %
Segmen : -
Netrofil Segmen 2,0 %
Eosinofil Segmen 0,0 1,2-5,3 %
Basofil 0,0 0-0,8 %
Rubriblas 0,0 0,2-1,3 %
Prorubrisit 0,0 0,5-2,4 %
Rubrisit 0,0 17,9-29,2 %
Metarubrisit 0,0 0,4-4,6 %
Sel Retikulum 0
Limfosit 0,0 11,1-23,2 %
Monosit 0,0 0-0,8 %
Sel Plasma 0,0 0-3 %
Sel-sel Asing 0
Rasio M : E -
Sediaan fragmen sumsum tulang cukup, selularitas tinggi, eritropoesis
Komentar/ Kesimpulan
tertekan,granulapoesis teretkan, atypical blast 98%, netropil 2%.
Kesan Suspec ALL, DD/ AML 0
Anjuran Imunnophenotyping
15
E. RESUME
Pasien seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dengan berat badan 21 kg datang ke
RSPAD Gatot Soebroto dengan rujukan dari Pasien datang dengan rujukan dari RS Abdul
Moeloek Bandar Lampung dengan Leukemia. 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluh lemas lemas yang dirasakan muncul perlahan-lahan, lemas dirasakan diseluruh
tubuh, tidak didahului oleh apa pun, lemas dirasakan terus menerus sepanjang hari, 1 hari
terakhir lemas semakin bertambah sehingga pasien dibawa ke rumah sakit, lemas yang
dirasakan juga disertai dada berdebar. Keluhan yang dirasakan memberat saat beraktivitas
pagi hari seperti sekolah dan berkurang bila berbaring. Pasien juga mengeluh pusing, dada
berdebar, mata kunang-kunang bila bangun dari tidur atau berdiri dari jongkok, pasien juga
mengeluh mudah bentol kemerahan dna lama hilangnya bila digigit nyamuk serta pasien
mengeluh kulitnya mudah memar kebiruan bila terbentur walaupun tidak keras. Sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya terlihat pucat
tidak seperti biasanya. Pasien juga mengeluh perutnya terasa kembung dan penuh sehingga
pasien meresa tidak nyaman, nafsu makan pasien menurun.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan nadi 120x per menit, konjungtiva anemis
kanan dan kiri, terdpat limpadenopati multipel regio auricula anterior posterior,
submandibula, coli posterior dextra sinistra dengan konsistensi kenyal, mobile, ukuran
1x1cm tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan abdomen di dapatkan hepar teraba besar 3 jari di
bawah arcus costae dan Lien teraba besar pada schuffner II.
Dari hasil laboratorium saat pertama kali masuk rumah sakit, ditemukan pasien
dalam keadaan Hb menurun, Ht menurun, eritrosit normositik normokrom, leukosit jumlah
meningkat dominasi sel-sel mononuclear dengan sitoplasma sempit, blast/sel muda (+),
trombosit jumlah kurang tidak ada kelainan morfologi. MCV, MCH, MCHC menurun. PT
APTT meningkat. SGOT SGPT meningkat. Pemeriksaan sumsum tulang didapatkan
kesimpulan sediaan fragmen sumsum tulang cukup, selularitas tinggi, eritropoesis
tertekan,granulapoesis teretkan, atypical blast 98%, netropil 2%, dengan kesan Suspec ALL,
DD/ AML.
16
F. DIAGNOSA BANDING
Bisitopenia e.c keganasan
Anemia defisiensi Fe
Anemia hemolitik
Anemia aplastik
Trombositopenia
Idiopatik Trombositopenia Purpura
Leukositosis
G. DIAGNOSA KERJA
Bisitopenia e.c keganasan
I. PENATALAKSANAAN
J. PROGNOSIS
17
FOLLOW UP HARIAN
18
Abdomen : distensi, bising usus positif Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”
5x/menit, Hepar dan Lien tidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”
A Diare akut dengan dehidrasi Diare akut dengan dehidrasi
ringansedang et causa suspek Rotavirus ringansedang et causa suspek Rotavirus
+Anemia mikrositik hipokrom et causa +Anemia mikrositik hipokrom et causa
suspek Defisiensi besi + Rhino- suspek Defisiensi besi + Rhino-
faringitis akut faringitis akut
19
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya terjadi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Diare akut adalah buang air
besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja
menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu.
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari,
keadaan ini masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat
normal maka tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat
belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.1
B. EPIDEMIOLOGI
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui
lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui “4F” yakni Ifinger (jari), flies (lalat), fluid (cairan),
dan field (lingkungan). Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
antara lain:
Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4–6 bulan pertama kehidupan
20
Tidak memadainya penyediaan air bersih
Pencemaran air oleh tinja
Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
Gizi buruk
Imunodefisiensi
Berkurangnya asam lambung menurunnya motilitas usus
menderita campak dalam 4 minggu terakhir
Faktor genetic
Faktor lainnya:
o Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI.Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodyibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
o Infeksi asimtomatik
Proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun
dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang
mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung
virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius.
o Faktor musim
Di daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus
dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
o Epidemi dan pandemic
Vivrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1dapatmenyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semuagolongan usia.
21
D. ETIOLOGI
Penyebab infeksi utama pada diare adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Pada
golongan virus, yang dapat menyebabkan diare akut adalah Astrovirus, Enteric Adenovirus,
Coronavirus, Rotavirus, Norwalk virus. Pada golongan bakteri, yang dapat menyebabkan
diare akut adalah Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium
perfringens, Clostidium defficile, Eschericia coli, Salmonella, Shigella, Staphylococcus
aureus, Vibrio cholera, Yersinia enterocolitica. Pada golongan parasit, yang dapat
menyebabkan diare akut adalah Balantidium coli, Entamoeba histolitica, Giardia lamblia,
Strongyloides Stercoralis, Trichuris trichiura. 2
Namun, telah diketahui bahwa penyebab utama diare pada anak adalah rotavirus.
Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare akut pada 20-8-% anak di dunia. Juga
merupakan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per tahunnya di seluruh
dunia. Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 55% kasus diare
akut pada balita disebabkan oleh rotavirus.2
E. PATOGENESIS
Patogenesis diare yang diakibatkan oleh virus diawali oleh hancurnya sel-sel ujung-
ujung villus pada usus halus. Kerusakan pada villus ini akan menyebabkan terjadinya
gangguan absorpsi usus halys. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan
dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna
akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus halus dan terjadi hiperperistaltik usus
sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus,
menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.Enterosit
villus bagian atas juga berfungsi untuk menghidrolisis disakarida. Dengan rusaknya villus
tersebut akibat virus, maka akan terjadi juga malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama
laktosa.2
Patogenesis diare yang diakibatkan oleh bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme
yang berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus, seperti cAMP, cGMP
dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella,
22
E coli agak berbeda dengan patogenesis diare akibat virus. Pada bakteri, terjadi invasi ke
dalam sel mukosa usus halus sehingga dapat mengakibatkan reaksi sistemik.2
F. PATOFISIOLOGI
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atausekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan
sekresi.
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau
kolon yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan
proses sekresi. Diare juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.2
Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena : a)
Konsumsi magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi
sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat adanya perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah,
maka pada segmen jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen
hehunum, dan air akan terkumpul di dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam
lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na
yang normal.2
Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang
secara normal akan menyerap Na dan air) daoat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman,
23
seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory
bowel disease idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit
yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi.2
Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena hiperplasia
kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya
akan menyebabkan atrofi villi. Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne
secretagogeus, diare umumnya disebabkan karena enterotoksin E. Coli atau Cholera.2
Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan
tight junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam
lumen. Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik
dan diare sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis
dan fungsi absorpsi dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003
menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan
barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular
cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh dari salah satu atau kedua hal tersebut
akan menyebabkan terjadinya hipersekresi klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air.2
Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III
dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.
Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat
24
pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari
respon imun akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan
jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.2
G. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi usus dapat memberikan gejala berupa gangguan pada sistem gastrointestinal
berupa diare, kram perut dan muntah. Apabila telah terjadi komplikasi ekstra intestinal,
maka dapat pula ditemukan manifestasi neurologik maupun sistemik yang akan berbeda-
beda sesuai dengan penyebabnya.2
Mual dan muntah merupakan tanda non-spesifik yang diakibatkan oleh infeksi
saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin,
Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada diare non inflammatory.2
25
Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Klinik
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Nyeri kepala - + + - - -
Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit
Sifat Tinja
Darah - ± Kadang - + -
Warna Kuning hijau Merah hijau kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air
cucian beras
Leukosit - + + - - -
26
H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah. Bila
disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau
tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek,
otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:
member oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-
obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-
tanda tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau
basah. Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic.
Bisingusus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
Pemeriksaanekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan
derajat dehidrasi yang terjadi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada
tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. 2
Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja adalah pada pemeriksaan
makroskopis dinilai konsistensi, warna, apakah terdapat lendir, apakah terdapat
darah, dan baunya. Pada pemeriksaan mikroskopis, dinilai hitung leukosit, eritrosit,
parasit dan bakteri. Pada pemeriksaan kimia, dinilai pH, clinitest, dan elektrolit (Na,
K, HCO3). Sedangkan pemeriksaan biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada
diare akut.2,3,4
Dapat pula dilakukan analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis
dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit..2
27
I. DERAJAT DEHIDRASI
Penilaian berat atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare dan subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan lainnya.
28
Mulut Normal kering Kering & Sianosis
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan table, kemudian
dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang dan 7-12 adalah berat.
Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar. *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering.
Air mata Ada Tidak ada Sangat kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bisa minum
Periksa :
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dengan dehidrasi Dehidrasi berat bila ada1
: ringan-sedang bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau
tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain.
lebih tanda lain
Terapi : Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C
J. PENATALAKSANAAN
29
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare
yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:
30
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya
diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak.1,2,4
Dosis Zinc
Umur Dosis
< 6 bulan 10 mg (1/2 tablet)/ hari
> 6 bulan 20 mg (1 tablet)/ hari.
Efek pemberian zinc terhadap diare adalah dengan menjaga integritas usus
melalui pengaktivan enzim superoxide dismutase (SOD) Zinc juga berperan sebagai
antioksidan yang merupakan stabilisator intramolekular, mencegah pembentukan ikatan
disulfida, dan berkompetisi dengan Cu dan Fe. Selain itu, Zinc juga mampu untuk
menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Zinc juga berperan dalam penguatan sistem
imun, yaitu dalam modulasi sel T dan sel B. Peranan zinc juga terlihat dalam aktivasi
limfosit T dan menjaga keutuhan epitel. Semua kegunaan inilah yang mendukung
dilakukannya pemberian zinc dalam tatalaksana diare akut.1,2,4
31
4. Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare
infeksi disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh
antibiotik.1,2 Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan
kolera.1,2,4
Pada disentri diberikan antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif
terhadap Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu semua kasus disentri pada
tahap awal diberi antibiotika kotrimoksazol dengan dosis 5-8mg/KgBB/hari. Namun saat
ini telah banyak strain Shigella yang resisten terhadap amplisilin, amoksisilin,
mentronidazol,tetrasiklin, golongan aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid, dan
kotromoksazol sehingga WHO tidak merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat
pilihan untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Quinolon
seperti siprofloksasin dengan dosis 30-50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5
hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan
tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses berkurang
dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan, maka amati adanya penyulit,
hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan berikan antibiotik yang sensitif terhadap
Shigella berdasarkan area.1
Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia
kurang dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan
disentri yang datang sudah dengan komplikasi.1
32
1. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare Tanpa Dehidrasi
33
2. Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
34
3. Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Berat
35
K. KOMPLIKASI
Komplikasi dari diare akut yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat atau muncul
pada saat dilakukan terapi rehidrasi diantaranya adalah gangguan elektrolit berupa
hipernatremia, hiponatremia, hiperkalsemia, dan hipokalemia. Apabila upaya rehidrasi oral
mengalami kegagalan, dapat terjadi kejang yang disebabkan karena hipoglikemi,
hiperpireksia, hipernatremi atau hiponatremi.2
L. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah penyebaran kuman
patogen penyebab diare, dengan cara : pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan
dan penyimpanan makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup,
membudayakan kebiasaan mecuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan
sebelum makan, penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga, dan membuang tinja bayi yang benar.2
Selain itu, upaya pencegahan diare juga dapat dilakukan dengan meningkatkan daya
tahan tubuh dengan cara pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun, meningkatkan nilai
gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk
memperbaiki status gizi anak, dan dilakukannya imunisasi campak.2
Salah satu upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik
dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Perbiotik adalah
mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan
melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pada sistematik
review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology
Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan
dengan peran probiotik untuk pencegahan diare.2
36
ANEMIA PADA ANAK
1. Klasifikasi
37
Anemia akibat penyakit kronis
Anemia sideroblastik
2. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)
Anemia pascaperdarahan akut
Anemia aplastik-hipoplastik
Anemia hemolitik- terutama didapat
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia mieloptisik
Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia pada mielofibrosis
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia pada leukemia akut
3. Anemia Makrositik
Anemia megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi vitamin B12
4. Nonmegaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroid
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anak didiagnosa menderita anemia, menurut WHO jika kadar Hb kurang dari 12
g/dL untuk usia lebih dari 6 tahun dan kurang dari 11 g/dL usia di bawah 6 tahun
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah,
diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat
atau syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan
konjungtiva). Selain itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti
jaundice, urin berwarna hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien.
38
Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan sel darah merah secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis
hemoglobin dan biopsi sumsum tulang.9
Untuk penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti jika
karena defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat
diberikan suplemen asam folat dan vitamion B12, dapat juga dilakukan transfusi darah,
splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang.9
2. Epidemiologi
Anemia defiseinsi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling banyak diderita oleh
penduduk di negara berkembang, termasuk di Indonesia.Sebanyak 16-50% laki-laki dewasa di
Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak yaitu infeksi cacing tambang (54%) dan
hemoroid (27%). 25-48% perempuan dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab
terbanyak menorragia (33%), hemoroid (17%), dan infeksi cacing tambang (17%).
3. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta
kehilangan besi akibat perdarahan kronik :
1. Faktor Nutrisi
Berkurangnya jumlah besi atau bioavailabilitas (kualitas) besi dalam asupan makanan,
misalnya : makanan banyak serat, rendah daging, dan rendah vitamin C.
2. Kebutuhan besi meningkat
Prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.
3. Gangguan absorbsi besi
39
Misalnya gastrektomi, kolitis kronis
4. Perdarahan kronik
a. Saluran cerna : tukak peptic, konsumsi NSAID, salisilat, kanker kolon, kanker
lambung, divertikulosis, infeksi cacing tambang, dan hemoroid.
b. Saluran genitalia wanita : menoragia, metroragia
c. Saluran kemih : hematuria
d. Saluran nafas : hemoptisis
4. Patofisiologi
Gejala Anemia Defisiensi Besi
Gejala umum anemia :
o Gejala yang akan timbul bila terjadi penurunan kadar hemoglobin hingga 7-8 gr/dl
o Lemah, lesu, lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga berdenging.
Gejala khas anemis defisiensi besi :
o Koillnichya (spoon nail) yaitu kuku yang cekung seperti sendok, memiliki garis-
garis vertikal dan rapuh.
o Atrofi papil lidah sehingga permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap.
o Stomatitis angularis (cheilosis) yaitu adanya radang pada sudut mulut berupa bercak
keputihan.
o Disfagia
o Atrofi mukosa gaster
o Pica : keinginan makan makanan yang tidak lazim seperti tanah liat, lem, dll.
Gejala penyakit dasar :
o Gejala bergantung pada penyebab dasar yang menimbulkan anemia
o Pada infeksi cacing tambang terdapat gejala dyspepsia, parotis yang membengkak,
dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
o Anemia akibat kanker kolon dapat disertai dengan gangguan BAB.
Diagnosis
Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi, yaitu :
Penentuan adanya anemia
Anemia secara klinis dapat memberikan beberapa gambaran, yang disebut sebagai sindroma
anemia yakni lemah, letih, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga sering
berdenging. Gejala simtomatis biasa ditemukan bila kadar Hb <7gram/dl.
40
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.
1. Terapi Kausal : terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera agar pemberian preparat besi
berefek maksimal.
2. Terapi dengan preparat besi : pemberian dapat diberikan secara :
a. Oral, yaitu terapi yang banyak disukai oleh kebanyakan pasien karena lebih efektif,
aman, dan murah.
- Ferro Sulfat : preparat yang terbaik dengan dosis 3 x 200mg, diberikan sebelum
makan.
- Ferro Glukonat : preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada Ferro
Sulfat.
- Ferro Fumarat, Ferro Laktat
Waktu pemberian preparat besi oral harus dalam waktu yang lama untuk
memulihkan cadangan besi tubuh. Terapi preparat besi oral yang berhasil akan
menunjukkan peningkatan hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu, dan
akan menunjukan perbaikan sempurna anemia dalam waktu 1-3 bulan.
b. Parenteral : terapi ini diberikan pada pasien dengan malabsorbsi berat, penderita Crohn
aktif, penderita yang tidak respon baik dengan preparat besi oral, dan penderita yang
tidak patuh dengan pemberian preparat besi oral.
- Besi sorbitol sitrat (Jectofer), diberikan secara intramuscular dalam, dan diberikan
berulang.
- Ferri hidroksida-sukrosa (Venofer), diberikan dengan intravena lambat atau infus.
3. Terapi lain :
a. Diet : perbaikan gizi sehari-hari, dengan makanan bergizi dan tinggi protein.
b. Vitamin C : diperlukan untuk penyerapan besi. Dosis 3x 100mg.
c. Transfusi darah
41
BAB III.
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini diagnosa Diare akut dengan dehidrasi ringansedang et causa Rotavirus,
Anemia mikrositik hipokrom et causa Defisiensi besi, Rhino-faringitis akutditegakkan
berdasarkan dari :
4. Anamnesa
Sejak 2 hari SMRS pasien mengalami BAB cair sebanyak lebih dari 5 kali
sehari.BAB cair tanpa ampas, berwarna kuning, tanpa darah, tanpa lendir, tanpa warna
kehitaman dan tidak berbau asam atau busuk dengan jumlah ½ gelas setiap kali
BAB.Sejak mengalami BAB cair, pasien tampak lemas, lebih rewel dan aktivitas
bermain berkurang.
Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami muntah sebanyak lebih dari 3 kali
sehari.Muntah berisi makanan dan minuman, tanpa lendir, tanpa darah dengan jumlah ¼
gelas aqua setiap kali muntah.Muntah terjadi setelah pasien minum dan makan.Sejak
mengalami muntah, pasien mengalami penurunan nafsu makan dan minum.Muntah
disertai demam tidak terlalu tinggi dan tidak diukur suhunya.Sejak 6 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien juga batuk dan hidung keluar lendir, sudah diobati namun
kambuh kembali.
5. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan rewel.Tanda
vital didapatkan tidak ada peningkatkan suhu tubuh.Pemeriksaan kepala, ubun-ubun
besar agak cekung.Mata tampak palpebral agak cekung, mukosa bibir kering.Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan turgor kulit menurun dan bising usus meningkat 8
kali/menit.Pada hidung mukosa tidak hiperemis, konka hiperemis danterdapat
sekretberwarnamucoid.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb menurun, kurang dari 11,
keadaan ini disebut anemia. Anemia adalah sebagai penurunan kadar Hb di bawah
normal : anak 6 bulan-6 tahun Hb normal > 11g%, anak di atas 6 tahun > 12g% sehingga
42
terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Untuk
menentukan klasifikasi anemia, didapatkan penurunan MCV, MCH dan MCHC,
sehingga dapat diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom. Anemia Defisiensi
Besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoiesis karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya asupan zat
besi.Selain itu, pasien dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhan zat besi
meningkat.Gangguan absorbsi zat besi seperti pada gastrektomi atau kolitis kronis dapat menjadi
salah satu faktor penyebab anemia defisiensi besi.Pengambilan suspek anemia defisiensi besi
dikarena pada pasien didapatkan factor risiko yaitu BAB cair dan muntah yang
berkepanjangan serta intek makanan dan minuman yang sulit pada pasien Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit ataudisebut juga
leukositosis.Leukositosis, yang mengindikasikan adanya proses peradangan di dalam tubuh
pasien.
7. Penatalaksanaan
Pasien dirawat selama 3 hari di rumah sakit. Menurut literatur yang ada, pasien
dengan dehidrasi ringan-sedang masuk ke dalam tatalaksana rencana Terapi B, di mana
pasien dapat dirawat di rumah setelah orang tua pasien mendapatkan edukasi tentang
cara pembuatan dan pemberian oralit atau dapat di rawat di rumah sakit, sesuai dengan
indikasi. Pemilihan perawatan pasien ini disebabkan karena intek makanan dan
minuman pasien sulit.
Selama perawatan pasien masih tetap mengalami dehidrasi ringan-sedang. Oleh
karena itu, di ruang rawat inap pasien masih tetap diberikan cairan KaEN 3B sebanyak
900 cc per hari. Pasien diberikan paracetamol 120mg peroral sesuai dosis terhadap berat
badan pasien, paracetamol digunakan jika pasien demam sehingga pada hari perawatan
pertama sudah tidak deberikan paracetamol. Simptomatik lainnya, pasien diberikan
domperidon 2x1,5 mg peroralbertujuan untuk mengatasi muntahnya dan pada pasien ini
sudah tidak digunakan lagi pada hari perawatan ke 2, karena pasien sudah tidak ada
muntah.
Pemberian tablet zink yang merupakansalah satu dari Lima Lintas Tatalaksana
diare, diberikan selama 10-14 hari berturut-turut dengan dosis 1x20 mg peroral. Oralit
43
juga diberikan setiap kali BAB cair yang bertujuan untukTerapi Rehidrasi
Oral.Pemberian preparat probiotik sebanyak 2 x 1 sach, bertujuan untuk menciptakan
keseimbangan mikroflora intestinal.
Pasien diberikan injeksi antibiotik cefotaksim 3x250mg.Menurut literatur,
antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian
besar diare infeksi disebabkan oleh rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada diare berdarah dan
kolera.
Terapi non-medikamentosa berupa tetap dilanjutkannya pemberian ASI dan susu
formula yang bertujuan untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi
yang hilang. Dilakukan diet makanan lunak dengan 1200 kcal, sebanyak 3 kali
sehari.Pada pasien ini diberikan makanan yang lunak dan makanan dengan rendah serat
bertujuan untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin
meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang
saluran cerna. Kebutuhan kalori pasien 1200, diet makanan lunak sebanyak 3 kali sehari.
Pada hari selanjutnya, tanda dehidrasi tidak ada pada pasien sehingga dapat
dikategorikan pasien berada pada keadaan tanpa dehidrasi sehingga pasien direncanakan
pulang. Dalam tata laksana diare, terdapat prinsip lintas diare yang meliputi rehidrasi,
pemberian tablet zinc, antibiotik yang sesuai, lanjutkan pemberian makanan, dan
edukasi pada pasien.
8. Diagnosis Banding
a. Diare akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri secara umum tidak memiliki
perbedaan gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi virus. Yang berbeda dari
gejalanya, diare yang disebabkan karena infeksi virus disertai dengan gelaja demam
yang tidak terlalu tinggi dan mual muntah, pada pemeriksaan darah tidak didapatkan
peningkatan leukosit. Sedangkan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri biasanya
disertai demam yang tinggi dan jarang ada mual muntah, serta pemeriksaan darah
didapatkan peningkatan leukosit dan limfosit. Diare yang disebabkan oleh infeksi
virus mempunyai karakter feses yang berbeda dengan diare yang disebabkan oleh
infeksi bakteri.Pada pasien ini didapatkan gejalan demam tidak terlalu tinggi, ada
keluhan mual muntah, dengan konsistensi feses yang cair tanpa ampashasil kadar
44
leukosit meningkat, namun tidak dilakukan pemeriksaan terhadap limfosit. Pada
pasien ini leukosit meningkat mungkin saja disebabkan oleh infeksi lain.
Leukosit - +
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien saat
ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ vital
pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat adanya manisfestasi perdarahan.
Untuk quo ad sanactionam bonam karena kekambuhan pada diare akut dapat terjadi jika
terdapat infeksi dari pathogen penyebab diare.
45
DAFTAR PUSTAKA
46
47