Oleh kelompok 5 :
Adinda Triana S.P C10180060
Annisah C10180057
Anisa Qori N C10180061
Aqilah Salsabil C10180074
Rizwulan Sari C10180055
Salma Faisha N C10180058
S1 AKUNTANSI B
STIE EKUITAS
ii
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“ PERLINDUNGAN KONSUMEN dan PERSAINGAN CURANG ”.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah senantiasa meridhoi usaha kita.Amin.
Penyusun
ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia saat ini perlindungan konsumen mendapat perhatian yang cukup baik
karena menyangkut aturan untuk menciptakan kesejahteraan. Dengan adanya
keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen dapatmenciptakan rakyat yang
sejahtera dan makmur. Negeri-negeri yang sekarang ini disebut negara-negara maju telah
menempuh pembangunannya melalui tiga tingkat unifikasi, industrialisasi, dan negara
kesejahteraan. Pada tingkat yang pertama yang menjadi masalah berat adalah bagaimana
mencapai integritas politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat
kedua perjuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Akhirya pada
tingkat ketiga tugas negara yang utama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif
industrialisasi, membetulkan kesalahan-kesalahan pada tahap sebelumnya dengan
menekankan kesejahteraan masyarakat.
1
mereka mempunyai hak yang dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen
sehingga dapat melakukan sasial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan
pemerintah. Dengan lahirnya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen diharapkan upaya perlindungan konsumen di indonesia dapat lebih
diperhatikan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara besar di Asia
Tenggara dan juga negara Indonesia merupakan negara berkembang di kawasan Asia
Tenggara yang memiliki tingkat populasi penduduk yang tinggi sehingga perekonomian
di Indonesia harus selalu baik guna dapat meningkatkan taraf hidup penduduknya.
Semakin banyaknya bermunculan pelaku-pelaku bisnis baru maka dipastikan makin
ketatnya persaingan diantara pelaku bisnis tersebut, sehingga diharapkan terjadinya
pembangunan dalam bidang ekonomi yang mengarah terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Sejak dahulu juga masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat senang dan
mudah gotong-royong Terkadang tindakan bersaing atau berkompetisi secara tidak sehat
tidak memiliki tempat di masyarakat kita suka bergotong-royong. Namun pada
kenyataannya, pada era globalisasi dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi membuat semakin banyak pelaku usaha berlomba-lomba meningkatkan taraf
hidup masing-masing, semakin banyak timbul persaingan usaha yang tidak sehat. Salah
satu hal yang terjadi mengenai timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat contohnya
para pengusaha yang dekat dengan atau memiliki koneksi dengan elit kekuasaan
memiliki kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kesenjangan
sosial. Munculnya sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung dengan
semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan
perekonomian menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing secara sehat.
Melihat kondisi tersebut diatas, kita dituntut untuk mencermati dan menata
kembali kegiatan usaha di Indonesia yang sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan
perekonomian Indonesia yaitu yang tertera dalam Undang-undang no.5 tahun 1999 yaitu
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, agar dunia
usaha dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan benar sehingga terciptanya iklim
persaingan yang sehat sehingga terhindar dari bentuk praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
2
1.3 Tujuan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
ataupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada kosumen jasa dalam pengunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar banyak pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaran
perlindungan konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.
Sedangkan yang merupakan tujuan dari perlindungan konsumen yang diatur dalam
UU No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran , kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri .
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
akses negatif pemakaian barang dan jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Meciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan konsumen.
Dengan demikian, isi atau klausula perjanjian telah dibakukan atau dituangkan
terlebih dahulu secara sepihka oleh pengusaha yang dituangkan dalam bentuk formulir
(blanko). Konsumen tinggal membubuhkan tandatangan saja, apabila bersedia
menerima aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha, tidak memberikan
kesempatan kepada konsumen untuk membicarakan lebih lanjut klausa yang dimajukan
pihak pengusaha. Klausula baku tersebut mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Hal diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya praktis dan kolektif.
Saat seperti ini, kedudukan konsumen sangat lemah, sehingga menerima saja aturan
dan syarat-syarat yang disodorkan oleh pihak pengusaha, karena jika tidak demikian
tidak akan memperoleh barang dan/atau jasa dari pengusahanya. Ini menunjukan ketidak
5
seimbangan antara pengusaha dan konsumen didalam membuat perjanjian. Padahal
menurut Pasal 1338 KUH Perdata, setiap orang diberi kebebasan untuk membuat
perjanjian dengan siapapun juga. Asas tersebut tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya
dengan adanya perjanjian klausula baku.
Asas kebebasan berkontrak ini tidak lagi tampil dalam bentuk seutuhnya. Di Negara-
negara yang menganut system hukum Common Law, banyak dilakukan intervensi
terhadap asas kebebasan berkontrak , baik melalui perundang-undangan maupun
putusan-putusan hakim. Kecenderungan untuk melakukan intervensi dan retrikasi makin
lama makin menguat. Sedangkan Negara yang menganut system Civil Law, perundang-
undangan di bidang Consumer’s Protection justru tidak begitu banyak jumlahnya.
Saat ini dengan lahirnya UU No. 8 Tahun 1999, pecantuman klausula baku dalam
dokumen atau perjanjian dibatasi guna menempatkan kedudukan konsumen setara
berkontrak. Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tersebut menyatakan bahwa pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang mencantumkan klausala baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. Letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
b. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen.
d. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak pembayaran kembali uang
yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang diblei oleh konsumen.
e. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha secara
langsung atau tidak langsung untuk melakukan segala tindakan hukum sepihak
yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
f. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
g. Memberi hak kepada pelaku usaha yang untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
h. Menyatakan tunduknya konsumen terhadap aturan baru, tambahan, lanjutan dan
atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha.
i. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku
usaha pada dokumen ata perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
di atas dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu pelaku usaha diwajibkan untuk
menyesuaikan klausula baku ynag dibuatnya yang bertentangan dengan undang-
undang.
Dengan demikian sejak adanya Undang-undang No. 8 Tahun 1999, maka tidak
boleh ada lagi klausula baku dalam perjanjian yang merugikan konsumen. Bagi para
hakim sudah selayaknya membatalkan perjanjian yang memuat klausula baku yang
6
merugikan konsumennya, konsumen terpaksa menyetujui klausula perjanjian yang
telah ditetapkan sepihak oleh pengusaha. Saat konsumen dalam kedudukan posisi yang
lemah dibandingkan dengan pengusaha.
Terdapat 4 (empat) hak dasar konsumen yang sudah berlaku secara universal, yaitu
sebagai berikut :
1. Hak atas keamanan dan kesehatan.
2. Hak atas informasi yang jujur.
3. Hak pilih.
4. Hak untuk didengar.
Selain dari 4 (empat) hak dasar seperti tersebut di atas, dalam literatur hukum
terkadang keempat hak dasar tersebut digandeng dengan hak untuk mendapat
lingkungan hidup yang bersih sehingga kelima-limanya disebut dengan “Panca Hak
Konsumen”.
7
Sedangkan yang menjadi kewajiban sekaligus yang tanggung jawab pelaku usaha
adalah:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benara, jelas dan jujur tentang kondisi dan
pengunaan barang dan jasa.
3. Memberlakukan dan melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak
diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang/jasa sesuai standar mutu yang berlaku.
5. Memberi kesempatan yang masuk akal kepada konsumen untuk menguji atau
mencoba barang/jasa tertentu, serta memberikan garansi atas barang yang
diperdagangkan.
6. Memberikan ganti rugi manakala terjadi kerugian bagi konsumen dalam
hubungan dengan penggunaan barang/jasa.
7. Memberikan ganti rugi manakala terjadi kerugian bagi konsumen jika ternyata
barang/jasa tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
8. Menyediakan suku cadang dan atau fasilitas purna jual oleh produsen minimal
unutk jangka waktu 1 (satu) tahun.
9. Memberikan jaminan atau garansi atas barang yang diproduksinya.
Dengan demikian setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang
dihasilkannya atau diperdagangkannya. Tanggung jawab pelaku usaha dinamakan
tanggung gugat produk (“product (s) liability”.”product (en) aansprakelijkheid”, atau
“produduzenten-haftung”. Tanggung gugat produk ini timbul dikarenakan kerugian
yang dialami konsumen sebagai akibat dari “produk yang cacat”, bisa disebabkan
karena kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan/jaminan, atau kesalahan pelaku usaha yang ingkar janji atau melakukan
perbuatan melawan hukum.
Pasal 19 UU No.8 Tahun 1999 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha
terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Menurut pasal tersebut, pelaku
usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas:
* Kerusakan;
* Pencemaran;
* Kerusakan dan kerugian konsumen;
* Pencemaran dan kerugian konsumen;
* Kerugian konsumen;
Tanggung jawab pelaku usaha dalam memberikan ganti rugi di atas, tidak berlaku
8
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen. Ini kesalahan dalam gugatan ganti rugi merupakan beban dan
tanggung jawab pelaku usaha.
Jika pelaku usaha menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak
memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka menurut Pasal 23 UU No. 8 Tahun
1999 dapat digugat melalui Badan Peneyelasaian Sengketa Konsumen atau
mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Berikut ini penjelasannya bagi masing-masing kategori tersebut, yaitu sebagai berikut:
1) Larangan yang berhubungan dengan barang dan atau jasa yang diperdagangkan
9
f. Yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket atau
iklan atau promosi penjualan.
g. Yang tidak mencantumkan kadaluwarsa atas barang tertentu.
h. Yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal jika dalam label
dicantumkan kata “halal”.
i. Yang tidak memasang label atau memuat penjelasan tentang barang
tersebut.
j. Yang tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia.
k. Yang memperdagangkan barang yang rusak, cacat tercemar atau barang
bekas tanpa pemberian informasi yang lengkap.
l. Yang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat,
tercemar atau bekas tanpa pemeberian informasi yang lengkap.
1
0
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
3) Larangan yang berhubungan dengan penjualan barang secara obral atau lelang
yang menyesatkan
Dalam hubungan dengan penjualan barang secara obral atau lelang, pelaku
usaha dilarang menyesatkan konsumen dengan jalan sebagai berikut:
a. Menyesatkan barang dan atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi
standar mutu tersebut.
b. Menyatakan barang dan atau jasa tersebut seolah-olah tidak
mengandung cacat yang tersembunyi.
c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan, untuk menjual
barang yang lain.
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan atau jumlah yang
cukup dengan maksud untuk menjual barang yang lain
e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu dan atau jumlah yang
cukup dengan maksud untuk menjual jasa yang lain.
f. Menaikkan harga atau tariff barang dan atau jasa sebelum melakukan
obral.
4) Larangan yang berhubungan dengan waktu dan jumlah yang tidak diinginkan
1
1
diperjanjikan.
Dalam menawarkan barang dan atau jasa, pelaku usaha dilarang untuk
melakukannya dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan
gangguan, baik fisik maupun psikis dari konsumen.
1
2
Perlindungan konsumen Nasional yang berkedudukan di ibukota Negara,
dengan anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usuk menteri
setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Bila perlu, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk
perwakilan di daerah tingkat propinsi.
1
3
c. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
e. Penerapan Sanksi-sanksi
i. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dapat dijatuhkan oleh pengadilan (umum) setelah melalui
proses melalui pidana biasa, yaitu lewat proses penyidikan, penuntutan dan
pengadilan. Proses penyidikan dilakukan oleh Polisi Negara atau Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah. Sedangkan
yang melakukan proses penuntutan adalah badan penuntu umum (jaksa) dan
proses pengadilan dilakukan oleh badan peradilan umum yang berwenang.
Pengertian yuridis dari monopoli menurut Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1999 Undang-
undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah
suatu penguasaan atas produk dan atau pemasaran barang atau atas pengunaan jasa
tertentu oleh 1 (satu) pelaku usaha atau 1 (satu) kelompok pelaku usaha. Dengan
demikian, menurut Perundang-undangan tentang Anti Monopoli, dengan praktek
monopoli dimkasudkan adalah sebagai suatau pemusatan kekuatan ekonomi oleh 1
(satu) atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan
usaha secara tidak sehda dan dapat merugikan kepentingan umum.
Monopoli harus dilarang dan diatur oleh hukum karena tindakan monopoli dapat
17
memberikan dampak negatif terhadap:
Harga barang dan/atau jasa.
Kualitas barang dan/atau jasa.
Kuantitas barang dan/atau jasa.
Dengan pendekatan “Per Se” yang dimakusdkan adalah bahwa dengan hanya
melakukan tindakan yang dilarang, demi hukum tindakan tersebut dianggap
bertentangan dengan hukum yang berlaku. Sementara yang dimaksud dengan
pendekatan Rule of Reason, yang dimaksudkan adalah bahwa dengan telah terbukti
dilakukannya tindakan tersebut saja, tidak otomatis tindakan tersebut sudah
bertentangan dengan hukum, tetapi harus dilihat dulu sejauh mana akibat dari tindakan
tersebut menimbulkan monopoli atau akan mengakibatkan kepada persaingan curang.
3. Posisi dominan di pasar, yaitu posisi yang timbul dari kegiatan sebagai
18
berikut:
• Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang
bersaing.
• Pembebasan pasar dan pengembangan teknologi.
• Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar.
• Jabatan rangkap
• Pemilikan saham
• Merger, akusisi dan kososlidasi.
• Diskriminasi harga.
• Prosedur penegakan hukum.
• Badan penegakan hukum, yaitu komisi pengawas persaingan usaha.
• Sanksi administrasi, perdata dan pidana.
• Pengecualian-pengecualian.
• Pengiklanan merupakan bagian yang penting dari strategi pemasaran, oleh
karena itu dalam suatu perjanjian franchise untuk kebijaksanaan
pengiklanan ini biasanya ditetapkan secara terpusat oleh franchisor.
Sesuai dengan pengaturan perjanjian dalam KUH Perdata, maka hukum perdata
menyatakan bahwa suatu perjanjian haruslah:
Mempunyai kausa yang diperbolehkan.
Tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
Dilakuakn dengan itikad baik.
Sesuai dengan asas-asas kepatuhan.
Sesuai demham kebiasaan.
1. Oligopoli
Yang dimaksud oligopoly adalah penguasaan pangsa pasar yang besar yang
dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa pelaku pasar. Perundang-undangan
di bidang anti monopoli melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lainnya untuk secara bersama-sama melakaukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam hal ini
pelaku usaha patut diduga telah melakuakan praktek oligopoly manakala secara
bersama-sama oleh 2 (dua) atau lebih pelaku usaha melakuakan penguasaan
19
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebesar lebih dari 75% (tujuh
puluh lima persen) dari pangsa pasar terhadap I (satu) jenis barang dan atau jasa
tertentu.
2. Penetapan Harga
Perjanjian untuk menetapkan harga anatar 1 (satu) pelaku usaha dengan
pelaku usaha sainagnnya juga dapat mengakibatkan terjadinya suatu persaingan
tidak sehat, sehingga oleh hukum anti monopoli, perjanjian yang demikian
dilarang. Dalam hal ini hukum melarang kegiatan perjanjian yang menetapkan
harga sebagai berikut:
a. Penetapan harga yang sama diantara pelaku usaha (dengan pesaingnya),
kecuali:
Perjanjian dalam ramgka usaha patungan atau
Perjanjian yang didasarkan pada undang-undang.
b. Penetapan harga yang berbeda terhadap barang dan atau jasa yang
sama.
c. Penetepan harga di bawah harga pasar dengan pelaku usaha lain.
d. Peneteapan harga minimum harga jual kembali.
3. Pembagian Wilayah
Yang dimaksud dengan pembagian wilayah dalam hal ini adalah:
Membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok barang
dan/atau jasa; dan
Menetapkan dari siapa saja dapat memperoleh atau memasok
barang dan/atau jasa.
Tindakan pembagian wilayah tersebut jelas dapat menimbulkan praktek
monopoli dan persaingan tidak sehat. Karena itu, perjanjian untuk maksud tersebut
dilarang oleh hukum.
4. Pemboikotan
Perjanjian pemboikotan yang dilarang oleh hukum adalah perjanjian sebagai
berikut:
Perjanjian yang dapat menghalangi pelaku usaha yang lain (pihak
ketiga) untuk melakukan hal yang sama.
Perjanjian unutk menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari
pelaku usaha lain (pihak ketiga).
5. Kartel
Yang dimaksud dengan kartel adalah suatu kerja sama diantara
produsen/pedagang yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan
harga, dan untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.
Perjanjian untuk melakukan kartel tersebut dapat membatasi persaingan,
sehingga dilarang oleh hukum. Perjanjian kartel yang dilaang tersebut adalah
perjanjian dengan pelaku usaha pesaing dengan tujuan untuk mempengaruhi
20
harga dengan tujuan untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi
dan pemasaran.
6. Trust
Trust adalah suatu kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan
atau memebentuk perusahaan yang lebih besar, tetapi dengan tetap
mempertahankan eksistensi dari masing-masing perusahaan anggota tersebut,
dengan tujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atsa barang dan
atau jasa. Hukum mealrang trust yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan tidak sehat.
7. Oligopsoni
Jika dengan tindakan oligopsoni, hanya 2 (dua) atau 3 (tiga) penjual saja
yang menguasai pasar tertentu, maka dengan istilah oligopsoni, pasar hanya
dikuasai oleh 2 (dua) atau 3 (tiga) pembeli saja. Perjanjian oligopsoni yang
dilarang oleh hukum adalah perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
menguasai pembelian atau penerimaan pasokan barang dan/atau jasa dengan
tujuan agar dapat mengendalikan harga. Dalam hal oligopsoni ini adanya apa
yang dapat disebut dengan “presumsi monopsoni”, yaitu adanya dugaan hukum
(kecuali dapat dibuktikan sebaliknya) bahwa tindakan monopsoni telah terjadi
jika dengan perjanjian tersebut, pelaku usaha yang bersangkutan telah menguasai
lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar dari 1 (satu0 jenis produk
tertentu.
8. Integrasi Vertikal
Integrasi vertikal adalah penguasaan sengakaian proses produksi mulai dari
hulu sampai hilir, atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh
seorang pelaku usaha tertentu. Perjanjian yang bertujuan untuk menguasai
sejumlah produk yang termasuk ke dalam rangakaian produksi barang dan aatau
jasa tertentu dimana setiap rangkaian produksi tersebut merupakan hasil
pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam rangkaian langsung maupun tidak
langsung.
9. Perjanjian Tertutup
Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang dapat membatasi kebebasan
pelaku usaha tertentu untuk memilih sendiri pembeli, penjual atau pemasok.
Perjanjian tertutup yang dilarang adalh perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
klausulanya memuat salah satu diantara tindakan sebagai berikut:
• Monopsoni
Monopsoni adalah tindakan penguasaan pangsa pasar untuk membeli sesuatu
produk tertentu. Monopsoni yang dilarang adalah jika pelaku usaha:
- Sudah menguasai penerimaan pasokan tunggal.
- Sudah menjadi pembeli tunggal atas produk di pasar.
- Dapat menyebabkan timbulnya monopoli atau persaingan tidak sehat.
• Persekongkolan
Monopoli dan atau persaingan curang juga dapat terjadi karena tindakan
persekongkolan dengan pihak lain berupa:
- Untuk mengatur pemenang tender.
- Untuk memperoleh rahasia perusahaan.
- Untuk menghambat pasokan produk.
23
2.2.5 Posisi Dominan yang Dilarang
2. Jabatan Rangkap
Jabatan rangkap yang dapat menimbulkan monopoli dan atau persaingan
curang adalah jabatan direksi atau komisaris di 2 (dua) perusahaan dimana:
- Kedua perusahaan tersebut berada dalam pasar yang sama.
- Kedua perusahaan tersebut memiliki keterikatan usaha yang erat.
- Kedua perusahaan tersebut secara bersama-sama dapat menguasai
pansa pasar.
3. Pemilikan Saham
Monopoli dan atau persaingan tidak sehat juga dapat terjadi manakala terjadi
kepemilikan saham (secara mayoritas) di 2 (dua) perusahaan sejenis dengan
bidang kehiatan yang sama di pasar yang sama., jika dengan kepemilikan saham
tersebut mengakibatkan:
- Satu pelaku usaha atau kelompok usaha menguasai lebih 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar, atau
- Dua atau lebih pelaku usaha atau kelompok usaha yang menguasai
lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar.
24
hukum. Yaitu anatar lain perjanjian yang berkaitan dengan hak atas
kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merk, hak cipta, desain, produk
industry, dan lain-lain hak.
Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang
tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan mereka.
Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memeuat ketentuan
unutk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih
rendah dari harga yang telah diperjanjikan.
Perjanjian kerjasama penelitian untuk perbaikan standar kehidupan
masyarakat luas.
Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI.
Perjanjian yang bertujuan unutk ekspor yang tdak menggangu kebutuhan
pasokan pasar dalam negeri atau pelaku usaha tergolong kecil, atau
kegiatan koperasi yang khusus bertujuan melayani anggota.
- Keterangan saksi.
- Keterangan ahli.
- Surat dan atau dokumen.
- Petunjuk.
- Keterangan pelaku usaha.
26
BAB III
KASUS
Kasus ini berawal pada 1 September 2016, para pedagang ritel dan eceran wilayah
Jabodetabek melapor ke kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yaitu suatu
lembaga independen yang memiliki kewenangan besar meliputi kewenangan yang
dimiliki oleh lembaga peradilan untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha.1
Dengan mengaku dihalangi oleh pihak Terlapor2 I yaitu PT. Tirta Investama yang
merupakan produsen air minum dalam kemasan bermerek Aqua dan Terlapor II yaitu
PT. Balina Agung Perkasa yang merupakan salah satu distributor Aqua di wilayah
Jabodetabek, untuk menjual produk Le Mineral yang diproduksi PT. Tirta Fresindo Jaya
(Mayora Group).
Dibuktikan dengan adanya perjanjian ritel yang salah satu klausul perjanjian
menyebutkan, apabila pedagang menjual Le Mineral maka statusnya akan turun dari Star
Outlet3 menjadi Wholesaler4 (eceran).
Bukan hanya itu, pada laporan yang disampaikan para pedagang pun disebutkan
bahwasanya ada ancaman dari Terlapor I dan Terlapor II untuk tidak menjual produk air
minum dalam kemasan yang bermerek Le Mineral di toko yang menjual Aqua di wilayah
Jabodetebek. Hal ini membuat resah para pedagang ritel maupun eceran yang merasa
dijadikan korban dalam persaingan usaha yang tidak sehat antar air minum dalam
kemasan.
Pada 1 Oktober 2016 pihak PT. Tirta Fresindo Jaya melalui kuasa hukumnya
Suyanto Simalango Patria melayangkan somasi7 terhadap PT. Tirta Investama dan PT.
Balina Agung Perkasa. Somasi tersebut di muat dalam surat kabar (koran) regional
Jakarta. Hal ini dilakukan selain adanya aduan dari pedagang ritel dan eceran di wilayah
Karawang juga dikarenakan apabila dibiarkan berlarut-larut akan menyebabkan adanya
penurunaan penjualan Le Mineral. Lebih buruknya akan ada penutupan pabrik
pembuatan Le Mineral di wilayah Jabodetabek. Somasi yang dilakukan pihak PT. Tirta
Fresindo Jaya kepada Terlapor I dan Terlapor II kemudian ditanggapi oleh otoritas
persaingan usaha yaitu KPPU. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kemudian
melakukan proses lanjutan dalam menyelidiki somasi yang dilakukan oleh perusahaan
air minum Le Minerale yaitu PT. Tirta Fresindo Jaya terhadap pihak Aqua yaitu PT.
Tirta Investama dan PT. Balina Agung Perkasa.
Pada 7 Oktober 2016 PT. Tirta Fresindo Jaya memberikan keterangan kepada
KPPU, undangan tersebut ditandatangani oleh R. Frans Adiatma atas nama Plt. Deputi
Bidang Penegakkan Hukum Direktur Investigasi U.B Koordinator Satuan Tugas. Sesuai
dengan surat Pemberitahuan Klarifikasi Penelitian Inisiatif, pihak Le Minerale (TFJ)
bertemu degan tim investigasi KPPU.
Setelah KPPU menerima laporan dari para pedagang eceran wilayah Jabodetabek,
kemudian adanya langkah-langkah yang dilakukan pihak Terlapor I dan Terlapor 2 guna
27
menutupi kesalahan yang sudah dilakukan. Langkah-langkah yang dilakukan berupa
permintaan maaf dan janji-janji hadiah meski dirasa sudah terlambat oleh para pedagang.
Sesuai dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010
mengenai tata cara penangan perkara berdasarkan laporan Pelapor maka tahap
selanjutnya adalah klarifikasi. Setelah adanya klarifikasi maka Seketariat Komisi
merekomendasikan adanya penyelidikan. Penyelidikan dimaksudkan untuk menemukan
ada atau tidaknya bukti dugaan pelanggaran. Selanjutnya tahap pemberkasan dapat
dilangsungkan apabila ditemukannya bukti dugaan pelanggaran dan apabila laporan
hasil penyelidikan dinilai layak maka dapat dilakukan gelar laporan. Setelah
disetujuinya gelar laporan menjadi laporan dugaan pelanggaran maka berdasarkan
penetapan pemeriksaan pendahuluan Nomor 22/KPPU-I/2016 yang menetapkan
pembentukan majelis komisi melalui keputusan komisi Nomor 29/KPPU/Kep.3/V/2017
pada tanggal 2 Mei 2017.
Pada tanggal 9 Mei 2017 gelar perkara mulai bergulir, sidang pertama dengan
agenda pembacaan dan penyerahan salinan laporan dugaan pelanggaaran oleh
investigator.Kemudian sidang lanjutan yang digelar pada Senin, 10 Juli 2017 dengan
agenda sidang mendengar keterangan saksi dari pihak Le Mineral menghadirkan orang
yang telah diberikan kuasa oleh direktur PT. Inbisco Niagatama Semesta yaitu Carol
Mario Sampouw sebagai National Sales Manager. Pada sidang kali ini membahas tetang
akibat dari adanya perjanjian antara Terlapor I dan Terlapor II dengan toko ritel yang
menyebabkan penuruan penjual air minum dalam kemasaan yang bermerek Le Mineral.
Mario mengatakan adanya aduan dari Star Outlet (SO) ataupun pedagang grosir
menjadi awal ke khawatiran pertumbuhan kinerja perusahaannya akan terhambat,
sehingga melakukan survei acak di wilayah Jabodetabek terhadap 13 toko karena adanya
laporan dari Star Outlet (SO) daerah Karawang. Mario juga menjelaskan bahwa
kompetitor utama Le Mineral adalah Aqua, Nestle, Club, Ades dan Prima yang merujuk
pada data Nielsen. Survey AC Nielsen dalam periode Januari 2015 sampai dengan Mei
2017 pada produk kemasan 600 ML untuk wilayah Jakarta menunjukkan Aqua memiliki
pangsa pasar yang paling besar.
Pada tanggal 26 Oktober 2017 Majelis Komisi melaksanakan sidang majelis Komisi
dengan agenda pemeriksaan Terlapor I. Pada sidang kali ini ditemukan bahwasannya
Terlapor I sebagai principal dan Terlapor II sebagai distributor memiliki kontrak atau
perjanjian distributor. Pada hari berikutnya tanggal 27 Oktober 2017, Majelis Komisi
melaksanakan sidang Majelis Komisi dengan agenda pemeriksaan alat bukti dan
dokumen serta dilanjutkan dengan pemeriksaan Terlapor II. Pada persidangan kali ini
ditemukan adanya perilaku yang dilarang oleh Terlapor I dan Terlapor II yang
berhubungan dengan perjanjian tertutup dan hubungan bisnis antara Terlapor I dan
Terlapor II bukanlah hubungan jual-beli putus karena adanya perjanjian khusus yaitu
perjanjian kerjasama adanya penempatan pegawai Terlapor I dalam kantor Terlapor II
yang memang jabatan sebagau KAE, DR, dan Sales Manager.
Pada tanggal 19 September 2017 PT. Tirta Investama menganggap saksi yang
dihadirkan cukup yaitu dengan 3 orang saksi dari PT. Tirta Investama dan 9 orang saksi
dari PT. Balina Agung Perkasa. Pernyataan tersebut kemudian ditanggapi oleh salah satu
tim investigator KPPU yaitu Helmi Nurjamil, yang mengatakan hadir atau tidak
dihadirkannya saksi oleh Terlapor, diserahkan kepada Terlapor. Namun kewenangan itu
sepenuhnya berada di tangan Ketua Majelis Komisi yaitu Kurnia Syaranie.
Pada tanggal 19 Desember 2017 pada sidang yang digelar oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), Ketua Majelis Komisi Kurnia Syaranie menyatakan kedua
terlapor yaitu PT. Tirta Investama dan PT. Balina Agung Perkasa terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 15 Ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
Pihak Aqua (PT. Tirta Investama dan Balina Agung Perkasa) setelah menerima hasil
putusan, maka diberikan waktu selama 14 hari kerja untuk menentukan langkah
selanjutnya mengajukan keberatan. Terhadap putusan itu Rikrik Rizkiyana sebagai
Kuasa Hukum Terlapor I yaitu PT. Tirta Investama menanggapi bahwa putusan ini tidak
jauh dari apa yang dituduhkn oleh pihak investigator dan majelis sepertinya tidak
mempertimbangkan argumentasi, data, dan fakta-fakta yang diajukan oleh pihak Aqua
selama persidangan.
29
BAB IV
KAJIAN KASUS
Berdasarkan paparan kasus di atas dapat dinyatakan bahwa PT. Tirta Investama dan
PT. Balina Agung Perkasa melakukan berbagai persaingan usaha yang tidak sehat
diantaranya yaitu melakukan perjanjian tertutup dan penguasaan suatu pasar.
1. Perjanjian Tertutup
Diantara larangan yang dilakukan pelaku usaha seperti yang ada dalam Undang-
Undang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah larangan untuk
mengadakan perjanjian-perjanjian tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan persaingan udaha tidak sehat. Perjanjian tertutup merupakan
salah satu perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
Perjanjian tertutup juga dapat disebut sebagai excusive dealing yaitu suatu
perjanjian yang terjadi antara mereka yang berasa pada level yang berbeda pada
proses produksi atau jaringan distribusi suatu barang atau jasa. Ekslusif dealing ini
terdiri dari:
1. Exclusive Distribution Agreement
Exclusive Distribution Agreements yang dimaksud disini adalah opelaku usaha
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima produk hanya akan memasok atau tidak memasok kembali
produk kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu. Hal ini dapat
menyebabkan berkurang atau hilangnya persaingan pada tingkat distributor yang
membawa implikasi kepada harga produk lebih mahal sehingga konsumen harus
mengeluarkan biaya lebih mahal. Oleh karena itu, Pasal 15 ayat (1) Undang-
undang No. 5 Tahun 1999 dirumuskan secara per se illegal, sehingga ketika
30
pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan tertentu, tanpa harus menunggu akibat dari perbuatan tersebut
langsung dapat dikenakan pasal ini. Namun, karena perjanjian tertutup selain
mempunyai dampak negatif juga mempunyai dampak yang positif maka
sebaiknya dalam menangani kasus memakai prinsip rule of reason.
2. Trying Agreement
Trying Agreement terjadi apabila suatu perusahaan mengadakan perjanjian
dengan pelaku usaha lainnya yang berada pada level yang berbeda dengan
mensyaratkan penjualan ataupun penyewaan suatu barang atau jasa hanya akan
dilakukan apabila pembeli atau penyewa tersebut juga akan membeli atau
menyewa barang lainnya. Beberapa tujuan dari Trying Agreement yang pertama
untuk mempersulit masuk pasar. Kedua, untuk meningkatkan penghasilan
dengan menggunakan kekuatan monopoli pada salah satu barang atau jasa.
Ketiga, menjaga kualitas barang. Oleh karena itu, Pasal 15 ayat (2) Undang-
undang No. 5 Tahun 1999 bersikap cukup keras.
32
Untuk dapat membuktikan bahwa perjanjian tertutup tersebut melanggar atau
tidak melanggar ketentuan Pasal 15, maka pembuktian harus dilakukan sesuai
dengan Tata Cara Penanganan Perkara sebagaimana diatur dalam Bab VII dari
Undang-Undang Monopoli dan Persaingan Usaha. Setelah dilaksanakannya Tata
Cara Penanganan Perkara terbukti secara cukup dan patut bahwa perjanjian tertutup
memenuhi kriteria di bawah ini, maka tanpa memerlukan pembuktian lebih lanjut,
perjanjian tertutup harus dinyatakan telah memenuhi kriteria pelanggaran Pasal 15:
1. Perjanjian tertutup yang dilakukan harus menutup volume perdagangan secara
substansi atau mempunyai potensi untuk melakukan hal tersebut. Berdasarkan
Pasal 4, ukuran yang digunakan adalah apabila akibat dilakukannya perjanjian
tertutup ini, pengusaha memiliki pangsa 10% atau lebih.
2. Perjanjian tertutup dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki kekuatan pasar,
dan kekuatan tersebut dapat semakin bertambah karena strategi perjanjian
tertutup yang dilakukan. Ukuran kekuatan pasar adalah sesuai dengan Pasal 4
yaitu memiliki pangsa pasar 10% atau lebih.
3. Dalam perjanjian tying, produk yang dikaitkan dalam suatu perjanjian harus
berbeda dari produk utamanya. 4. Pelaku usaha yang melakukan perjanjian tying
harus memiliki kekuatan pasar yang signifikan sehingga dapat memaksa
pembeli untuk membeli juga produk yang diikat. Ukuran kekuatan pasar adalah
sesuai dengan Pasal 4 yaitu memiliki pangsa pasar 10% atau lebih.
2. Penguasaan Pasar
Undang-undang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur
mengenai kegiatan yang dilarang dan tidak diperbolehkan untuk dilakukan para
pelaku usaha, apabila kegiatan tersebut dilakukan dapat menyebabkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Salah satu kegiatan tersebut ialah,
Penguasaan Pasar yang tercantum dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 21 Undang-
Undang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut Pasal 19-21
Undang-Undang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat kegiatan penguasaan
pasar yang dilarang adalah yang meliputi:
1. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan (Pasal 19 huruf a)
2. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usah usaha pesaing untuk
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu (Pasal 19
huruf b)
3. Membatasi peredaran bahan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan (Pasal 19 huruf c)
4. Melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi
atau menetapkan harga yang rendah untuk mengingkirkan atau mematikan
usaha pesaing (Pasal 20)
5. Melakukan kecuranagan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya
yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 21)
33
Keingan semua pelaku usaha adalah menjadi penguasa pasar, karena akan
memiliki tingkat keuntungan yang mungkin lebih besar untuk diperoleh oleh pelaku
usaha. Tindakan maupun cara yang dilakukan pelaku usaha untuk mendapatkannya
tidak jarang akan bertentangan dengan hukum yang berlaku. Penguasaan Pasar
biasanya dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki market power di pasar.
Melalui penguasaan pasar maka dapat dipastikan keuntungan yang akan didapat
akan sangat besar. Untuk menguasai pasar, pelaku usaha bisa melakukan apa saja
termasuk kegiatan praktik curang yang merugikan pihak lain. Kegiatan penguasaan
pasar yang dilarang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Wujud
penguasaan pasar yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 dapat terjadi dalam
bentuk penjualan barang atau jasa dengan cara:
a. Jual rugi
b. Melalui praktek penetapan biaya produksi secara curang serta biaya lainnya
yang menjadi komponen harga barang
c. Perang harga maupun persaingan harga
2. Bukti Saksi
a. Menurut keterangan saksi para pedagang wilayah Jabodetabek adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Tirta Invesatama dan PT. Balina
Agung Perkasa terhadap PT. Tirta Fresindo Jaya mengenai pelarangan
penjualan produk Air Minum Dalam Kemasan yaitu Le Mineral.
b. Menurut keterangan saksi Sulistyo Pramono selaku pihak Terlapor 1 yang
berkedudukan sebagai Key Account Executive (KAE) tentang adanya
penurunan status dari Star Outlet menjadi Wholesaler kepada toko Chun-
chun yang telah disepakati oleh Didin Sirajuddin dan Sulistyo Pramono
dikarenakan toko Chun-chun telah menjual produk kompetitor yaitu Le
Mineral.
c. Menurut keterangan para pedagang Star Outlet bahwa ada pengancaman
yang dilakukan oleh PT. Tirta Investama bersama dengan PT. Balina
Agung Perkasa terhadap penjual dengan mengancam akan menurunkan
tingkatan dari Star Outlet (SO) menjadi Wholesaler (WS).
d. Menurut keterangan saksi Yatim Agus Prasetyo adanya penandatangan
bukti dokumen yaitu Form Sosialisasi Pelanggan Star Outlet yang
dilakukan oleh Terlapor I dan Terlapor II secara bersamasama ataupun
sendiri-sendiri.
e. Menurut keterangan Terlapor I dan Terlapor II bukti elektronik yang
didapat bukanlah merupakan tindakan pribadi karena menggunakan
fasilitas perusahaan dan setiap dalam jangka waktu tertentu dilaporkan
kepada perusahaan.
f. Menurut keterangan saksi Terlapor I adanya orang PT. Tirta Investama
yang ditempatkan di PT. Balina Agung Perkasa tepatnya dalam area sales
manager, DR, dan KAE yang jumlahnya 10 orang.
g. Menurut keterangan Terlapor I adanya perjanjian antara PT. Tirta
Investama dengan PT. Balina Agung Perkasa yaitu perjanjian distributor.
h. Menurut keterangan saksi ahli yaitu ahli hukum Prahasto menjelaskan
bahwa PT. Tirta Investama dan PT. Balina Agung Perkasa tidak
melakukan jual beli putus dikarenakan adanya perjanjian distributor.
i. Menurut keterangan saksi ahli yaitu ahli hukum Siti Anisah menjelaskan
tentang jual beli putus.
j. Menurut keterangan saksi ahli yaitu ahli hukum bisnis Siti Nindyo
menjelaskan tentang perjanjian yang mengandung ciri perjanjian
keagenan.
36
3. Bukti Elektonik
Bahwa ditemukannya bukti komunikasi elektronik berupa e-mail antara
pegawai PT. Tirta Investama yang bernama Sulistyo Pramono berkapasitas sebagai
Key Account Executive (KAE) dengan pegawai PT. Balina Agung Perkasa yang
bernama Denny Lasut selaku Senior Sales Manager pada 17 Mei 2016 dan kepada
M. Luthfi selaku Depo PT. Tirta Investama Karawang mengenai degradasi status
Star Outlet menjadi Wholesaler.
4. Pengakuan
a. Menurut pengakuan Sulistyo Pramono selaku pihak Terlapor 1 yang
berkedudukan sebagai Key Account Executive (KAE) tentang adanya
penurunan status dari Star Outlet menjadi Wholesaler kepada toko Chun-chun
yang telah disepakati oleh Didin Sirajuddin dan Sulistyo Pramono dikarenakan
toko Chun-chun telah menjual produk kompetitor yaitu Le Mineral.
b. Menurut pengakuan Terlapor I adanya orang PT. Tirta Investama yang
ditempatkan di PT. Balina Agung Perkasa tepatnya dalam area sales manager,
DR, dan KAE yang jumlahnya 10 orang
c. Menurut pengakuan Terlapor I adanya perjanjian antara PT. Tirta Investama
dengan PT. Balina Agung Perkasa yaitu perjanjian distributor.
Apa fakta-fakta hukum yang dijadikan dasar dilakukannya penguasaan pasar oleh
PT. Tirta Investama dan PT. Balina Agung Perkasa dengan PT. Fresindo Jaya?
1. Bukti Tulis
Diterimanya laporan mengenai adanya dugaan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat dalam produk Air Minum Dalam Kemasan di
wilayah Jabodetabek oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dari para
pedagang dan penjual.
Obyek dalam perkara ini merupakan produk Air Minum Dalam Kemasan
milik PT. Tirta Investama bermerek Aqua yang dipasarkan oleh PT. Balina
Agung Perkasa dengan produk Air Minum Dalam Kemasan PT. Fresindo
Jaya bermerek Le Mineral.
Akta pendirian yang menyatakan bahwa PT. Tirta Investama adalah sebuah
Badan Usaha Berbentuk Badan Hukum.
Akta pendirian yang menyatakan bahwa PT. Balina Agung Perkasa adalah
sebuah Badan Usaha Berbentuk Badan Hukum.
Data Survey AC Nielsen bersumber dari PT. Tirta Investama yang
dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai dengan Mei 2017 dengan
produk SPS 600 ML untuk wilayah survey Jakarta, yang menunjukan bahwa
Aqua memiliki pangsa pasar yang paling besar dibandingkan dengan produk
lainnya.
Data Survey AC Nielsen bersumber dari PT. Tirta Fresindo Jaya yang
dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai dengan Desember 2016
dengan produk SPS 600 ML untuk wilayah survey Jakarta, yang
menunjukan bahwa Aqua memiliki pangsa pasar yang paling besar
dibandingkan dengan produk lainnya.
37
2. Bukti Saksi
a. Menurut keterangan Sunaryo selaku pemilik toko Sabar Subur, Werdana
Tanzil selaku pemilik toko Chandra, Yapet Elisur Taebenu selaku pemilik
toko Pulomas Jaya, Parasian Sihite selaku pemilik toko Berkah, Yatim Agus
Prasetyo selaku pemilik toko Chun-chun, Edi Sopati selaku pemilik toko
Nouval, Irwan selaku pemilik toko Sinar Jaya, Julie selaku pemilik toko
Yania, dan Handi selaku pemilik toko Sumber Jaya. Dari keterangan saksi
membuktikan bahwa Aqua merupakan produk paling banyak di jual dan
lebih cepat laku diandingkan produk lainnya.
b. Menurut keterangan PT. Tirta Fresindo Jaya dengan adanya perbuatan yang
dilakukan PT. Tirta Investama dengan PT. Balina Agung Perkasa menutup
kesempatan Le Mineral untuk bersaing secara sehat di pasar bersangkutan
sehingga merugikan pihak Le Mineral dikarenakan tidak tersedianya Le
Mineral di pasaran yang mengakibatkan adanya penurunan pendapatan
didukung oleh data survey.
Apakah fakta-fakta tersebut cukup sebagai dasar pertimbangan hukum bagi majelis
untuk memutus perkara?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pertimbangan adalah pendapat mengenai
baik dan buruk.Sedangkan hukum adalah undang-undang atau peraturan untuk
mengatur pergaulan hidup masyarakat.Pertimbangan hukum adalah pertimbangan
mengenai baik dan buruk sesuai dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku
yang dilakukan oleh hakim sebagai landasan untuk memutus perkara.
Bagi hakim dalam mengadili suatu perkara terutama yang dipentingkan adalah
fakta atau peristiwa dan bukan hukumnya. Peraturan hukum hanyalah alat
sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Karena ada
kemungkinan terjadi peristiwa yang meskipun sudah ada peraturan hukumnya,
justru lain penyelesaiannya. Di dalam peristiwa itu sendiri tersimpul hukumnya.
38
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta
harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan
konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum. Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu suatu bentuk penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu
kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang-
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Adapun kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli, diantaranya:
Monopoli
Monopsoni
Penguasaan pasar
Persengkongkolan
Posisi dominan
Jabatan rangkap
Pemilikan saham
Penggabungan
Peleburan dan pengambilalihan.
Perjanjian yang dilarang dalam anti monopoli dan persaingan usaha, diantaranya:
oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni,
integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri. Komisi
39
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia
yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Rekomendasi Hukum
40
DAFTAR PUSTAKA
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/6764/MIKKY%20FRIKA%20W%20_%2
014410164.pdf?sequence=1
https://gustingurahblog.wordpress.com/2017/06/04/anti-monopoli-dan-persaingan-tidak-sehat/
https://silpiintansuseno7.wordpress.com/2017/07/06/makalah-perlindungan-konsumen/
Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, GTZ, Jakarta,
2009, hlm.311.
http://kabar24.bisnis.com/read/20170711/16/670224/persaingan-usaha-tidak-sehat-asalmula-
kasus-aqua-vs.-le-minerale
41