Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MASALAH ETIS SEPUTAR KONSUMEN, SERTA PERIKLANAN DAN


ETIKA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika dan Hukum Bisnis
Dosen Pengampu Bapak Dudu Risana, M.M

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Aldi 2202010001
Ananda Nurul Sholihah 2202010012
Ajeng Siva Wulan Sari 2202010014
Nazwa Nur Zannatul Firdaus 2202010018
Rida Nurulaida 2202010030
Egi Dia Safitri 2202010036

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PERJUANGAN TASIKMALAYA
2023
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kita kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya pada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Shalawat serta salam tak lupa pula kami haturkan kepada pada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju
alam yang penuh dengan cahaya, seperti yang kita rasakan sekarang.

Kami juga berterimakasih kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah Etika dan Hukum
Bisnis yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan bahkan jauh dari
kesempurnaan untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari segenap pembaca
pemakainya agar tercipta makalah yang lebih baik dari sebelumnya.

Tasikmalaya, 24 Maret 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................2
1.3 Tujuan .....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................3
2.1 Perhatian Untuk Konsumen ....................................................................................3
2.2 Tanggung Jawab Bisnis Untuk Menyediakan Produk yang Aman.........................5
2.3 Tanggung Jawab Bisnis Lainnya Terhadap Konsumen...........................................6
2.4 Pengertian Periklanan .............................................................................................7
2.5 Fungsi Periklanan ...................................................................................................8
2.6 Definisi etika periklanan .........................................................................................9
2.7 Fungsi etika periklanan ...........................................................................................10
2.8 Makna etika dan estetika dalam islam ....................................................................12
2.9 Pengontrolan terhadap iklan ...................................................................................12
2.10 Hukum dan UU Periklanan di Indonesia ...............................................................14

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................16


3.1 Simpulan ..................................................................................................................16
3.2 Saran ........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah Etika Seputar Konsumen, Serta Periklanan dan Etika. Dimana pengertian dari
Periklanan dan Etika merupakan suatu tema yang tidak mudah dan tentu tidak mungkin
diuraikan. Etika Bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada wilayah
perilaku manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Secara konkret teori etika
ini sering terfokuskan pada perbuatan.

Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern. Bisnis tidak
mungkin berjalan kalau tidak ada konsumen yang menggunakan produk atau jasa yang dibuat
dan ditawarkan oleh bisnis. Dalam hal ini tentu cukup, bila konsumen tampil satu kali saja
pada saat bisnis dimulai.

Konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja tuntutan etis,
melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis.

Iklan merupakan akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen.
Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksud untuk
mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan
produsen dan konsumen. Sasaran akhir seluruh kegiatan adalah agar barang yang telah
dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif iklan adalah suatu metode yang
digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual kepada konsumen.

Kegiatan periklanan ini juga tak lepas dari badan hukum dan etika yang harus ditaati oleh
para pelaku periklanan khususnya di Indonesia. Sebagaimana diketahui pemerintah sudah
mengatur tata cara beriklan di dalam undang-undang pers di Indonesia, jadi etika dalam
periklanan ini harus selalu dijaga segala batasan-batasan dalam kegiatan periklanan
hendaknya harus ditaati dan dipatuhi oleh para pelaku periklanan khususnya di Indonesia
jangan sampai melanggar etika dan undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja perhatian untuk konsumen ?
2. Bagaimana tanggung jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman ?
3. Bagaimana tanggungjawab bisnis lainnya terhadap konsumen ?
4. Apa pengertian periklanan ?
5. Apa fungsi periklanan ?
6. Apa definisi etika periklanan ?
7. Apa fungsi dari etika periklanan ?
8. Bagaimana makna etika dan estetika dalam iklan ?
9. Bagaimana pengontrolan terhadap iklan ?
10. Apa hukum dan UU periklanan di Indonesia ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui perhatian untuk konsumen


2. Untuk mengetahui tanggungjawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman
3. Untuk mengetahui tanggungjawab bisnis lainnya terhadap konsumen
4. Untuk mengetahui pengertian dari periklanan
5. Untuk mengetahui fungsi dari periklanan
6. Untuk mengetahui definisi dari etika periklanan
7. Untuk mengetahui fungsi-fungsi dari etika periklanan
8. Untuk mengetahui makna etika dan estetika dalam iklan
9. Untuk mengetahui pengontrolan terhadap iklan
10. Untuk mengetahui hukum dan UU periklanan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perhatian Untuk Konsumen

Perusahaan memulai dengan memberikan seluruh fokusnya pada produknya


daripada pelanggannya. Sejarah bisnis Amerika, yang dalam banyak hal menjadi cikal
bakal bisnis modern, juga menunjukkan bukti perkembangan ini. Kepedulian terhadap
konsumen masih merupakan konsep yang relatif baru di sana. Presiden John F.
Kennedy membuat langkah penting yang mengalihkan penekanan ke konsumen. Pada
tahun 1962, Kenedy Dot mengirim surat kepada Kongres Amerika berjudul "special
message on protecting the consumer interest", di mana ia mencantumkan empat hak
yang dimiliki setiap konsumen. Oleh karena itu sebaiknya kita memikirkan dengan
hati-hati tentang 4 hak ini.

a. Hak atas keamanan

Banyak produk mengandung resiko tertentu untuk konsumen, khususnya


resiko untuk kesehatan dan keselamatan. Sebagai contoh dapat disebut pestisida, obat-
obatan. makanan, mainan anak, kendaraan bermotor dan alat kerja. Konsumen berhak
atas produk yang aman, artinya produk yang tidak mempunyai kesalahan teknis atau
kesalahan lainnya yang bisa merugikan kesehatan atau bahkan membahayakan
kehidupan konsumen. Bila sebuah produk karena hakikatnya selalu mengandung
resiko, contohnya gergaji listrik: resiko itu harus dibatasi sampai tingkat seminimal
mungkin.
a. Hak atas informasi
Konsumen berhak memperoleh informasi yang relevan mengenai produk yang
dibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu (bahan bakunya, umpamanya), maupun
bagaimana cara memakainya, maupun juga resiko dari pemakaiannya. hak ini
meliputi segala aspek pemasaran dan periklanan. semua informasi yang disebut pada
label produk tersebut haruslah benar: isinya, beratnya, tanggal kadarluarsanya, ciri-
ciri khusus dan sebagainya. informasi yang relevan seperti “makanan ini halal untuk
umat islam “atau” makanan ini tidak mengandung kolestrol” harus sesuai kebenaran.
b. Hak untuk memilih

3
4

Dalam sistem ekonomi pasar bebas, dimana kompetisi merupakan unsur


hakiki, konsumen berhak untuk memilih antara berbagai produk / jasa yang
ditawarkan.
5

kualitas dan harga produk bisa berbeda. Konsumen berhak membandingkannya


sebelum mengambil keputusan untuk membeli.
c. Hak untuk didengarkan
Karena konsumen adalah orang menggunakan produk/jasa, ia berhak bahwa
keinginannya tentang produk/ jasa itu didengarkan dan dipertimbangkan, terutama
keluhannya. Hal itu juga berati bahwa para konsumen harus dikonsultasikan, jika
pemerintah ingin membuat peraturan atau undang-undang yang menyangkut produk/
jasa tersebut. Hak-hak konsumen ini tentu tidak boleh dimengerti sebagai hak dalam
arti sempit. Hak-hak ini tidak merupakan hak legal yang dapat dituntut di pengadilan,
umpamanya. Lebih baik hak-hak konsumen dipahami sebagai cita-cita atau tujuan
yang harus direalisasikan dalam masyarakat.
d. Hak konsumen atas Pendidikan
Melalui produk yang digunakannya, konsumen memanfaatkan sumber daya
alam. Ia berhak menyadari bahwa produk dibikin sedemikian rupa, sehingga tidak
mengakibatkan pencemaran lingkungan atau merugikan keberlanjutan proses-proses
alam tidak cukup, bila konsumen mempunyai hak, ia juga harus menyadari hak nya.
Bahkan menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan
kritik atau keluhannya, apabila haknya dilanggar. Karena itu konsumen mempunyai
hak juga untuk secara positif dididik ke arah itu. Terutama melalui sekolah dan media
massa, masyarakat juga harus dipersiapkan menjadi konsumen yang kritis dan sadar
akan haknya. Dengan itu ia sanggup memberikan sumbangan yang berarti kepada
mutu kehidupan ekonomi dan mutu bisnis pada umumnya.
Kini di negara maju gerakan konsumen merupakan faktor yang harus diperhitungkan
dalam duinia bisnis. Seperti banyak hal lain dalam bidang ekonomi dan bisnis,
gerakan konsumen pun berkembang dia Amerika Serikat. Sejak kira-kira tahun 1950-
an konsumen mulai memperdengarkan suaranya.
Kita di Indonesia bisa belajar dari gerakan konsumen di Amerika Serikat dan negara
maju lainnya. Sejauh ekonomi kita sudah tumbuh dan daya beli masyarakat semakin
tinggi, peranan gerakan konsumen harus semakin bertambah pula. Undang-undang
tentang perlindungan konsumen (1999) yang disebut diatas merupakan selangkah
maju yang menggembirakan. Pemerintah sepatutnya mendukung terus gerakan
konsumen itu, tapi inisiatif dan pelaksanaan mestinya berasal dari komsumen sendiri
yang mengorganisasikan dirinya dalam bentuk lembaga swadaya masyarakat.
6

2.2 Tanggung jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman


Disini produsen harus menjamin bahwa produknya pada saat pembelian dalam
keadaan prima sehingga bisa dipakai dengan aman. Jadi, terhadap suatu produk yang
baru dibeli dan dipakai, produsen maupun konsumen masing-masing mempunyai
tanggung jawab. Untuk mendasarkan tanggung jawab produsen, telah dikemukakan 3
teori yang mendukung nuansa yang berbeda: teori kontrak, teori perhatian semestinya
dan teori biaya sosial.
2.2.1 Teori Kontrak
Pandangan kontrak ini sejalan dengan pepatah romawi kuno yang
berbunyi “caveat emptor “ hendaknya si pembeli Behati-hati”. Sebagaimana
sebelum menandatangani sebuah kontrak, kita harus membaca dengan teliti
seluruh teksnya termasuk huruf-huruf terkecil sekalipun, demikian sipembeli
dengan hati-hati harus mempelajari keadaan produk serta ciri-cirinya. Sebelum
dengan membayar ia menjadi pemiliknya. transaksi jual beli harus dijalankan
sesuai dengan apa yang tertera dalam kontrak itu dan hak pembeli maupun
kewajiban penjual memperoleh dasarnya dari situ.
Tetapi tidak bisa dikatakan juga bahwa hubungan produsen konsumen selalu dan
seluruhnya berlangsung dalam kerangka kontrak. Karena itu pandangan kontrak
dari beberapa segi tidak memuaskan juga terutama ada 3 keberatan berikut
terhadap pandangan ini.
1) Teori kontrak mengandalkan bahwa produsen dan konsumen berada pada
taraf yang sama. Tetapi pada kenyataannya tidak terdapat persamaan antara
produsen konsumen. Khususnya dalam konteks bisnis modern.
2) Kritik kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandalkan hubungan
langsung antara produsen dan konsumen. Padahal konsumen pada
kenyataannya jarang sekali berhubungan langsung dengan produsen.
3) Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik.
Kalau perlindungan terhadap konsumen hanya tergantung pada ketentuan
dalam kontrak maka bisa terjadi juga bahwa konsumen terlanjur menyetujui
kontrak jual beli. Padahal disitu tidak terjamin bahwa produk bisa
diandalkan, akan berumur lama, akan bersifat aman dan sebagainya. Bila
konsumen dengan “bebas” mengadakan kontrak jual beli hal itu belum
berarti juga bahwa perlindungan konsumen terlaksana.
7

2.2.2 Teori perhatian semestinya


Pandangan “perhatian semestinya” ini tidak memfokuskan kontrak atau
persetujuan antara konsumen dan produsen, Melainkan terutama kualitas produk
serta tanggung jawab produsen. Karena itu tekanannya bukan dari segi hukum saja,
melainkan dalam etika dalam arti luas. Norma dasar yang melandasi pandangan ini
adalah bahwa seseorang tidak boleh merugikan orang lain dengan kegiatannya.

2.2.3 Teori biaya sosial


Teori biaya sosial merupakan versi yang paling ekstrim dari semboyan caveat
venditor. walaupun teori ini paling menguntungkan bagi konsumen, rupanya sulit
juga mempertahankan, kritik yang dikemukakan dalam teori ini, bisa
disingkatkan sebagai berikut: teori biaya sosial tampaknya kurang adil, karena
menganggap orang bertanggung jawab atas hal-hal yang tidak diketahui atau
tidak dihindarkan. Menurut keadaan kompensatoris orang yang bertanggung
jawab atas akibat perbuatan yang diketahui dapat terjadi dan bisa dicegah
olehnya.
2.3 Tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen
Selain harus menjamin keamanan produk, bisnis juga mempunyai kewajiban lain
terhadap konsumen. Disini kita menyoroti tiga kewajiban moral lain yang masing-
masing berkaitan dengan kualitas produk, harganya, dan pemberian label serta
pengemasan.
2.3.1 Kualitas produk
Dengan kualitas produk, disini dimaksudkan bahwa produk sesuai dengan apa
yang dijanjikan produsen dan apa yang secara wajar boleh diharapkan konsumen.
Konsumen berhak atas produk yang berkualitas, karena ia membayar untuk itu.
Bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas, misalknya
produk yang tidak kadarluarsa (bila ada batas waktu seperti obat obatan atau
makanan).
2.3.2 Harga
Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi,
biaya investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar. Dalam sistem
ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya harga yang adil adalah hasil akhir dari
perkembangan daya pasar. Kesan spontan adalah bahwa harga yang adil
8

dihasilkan oleh tawar menawar sebagaimana dilakukan dipasar tradisional,


dimana sipembeli sampai pada maksimum harga yang mau ia bayar dan sipenjual
sampai pada minimum harga yang mau dipasang. Transaksi itu terjadi bila
maksimum dan minimum itu bertemu.
2.3.3 Pengemasan dan pembelian label
Pengemasan dan label dapat menimbulkan masalah etis. Dalam konteks ini
tuntutan etis yang pertama ialah bahwa informasi yang disebut pada kemasan itu
benar. Informasi yang kurang benar atau tidak pasti bukan saja merugikan
konsumen tetapi pihak lain juga. Disini contoh yang jelas ialah diskusi beberapa
tahun lalu diamerika serikat tentang kemungkinan kelapa sawit bisa
meningkatkan kadar kolestrol dalam darah. Kalau hal itu disampaikan sebagai
informasi yang benar, sedangkan pada kenyataannya belum terbukti, negara
kelapa sawit sangat dirugikan dan penyiaran informasi itu merupakan cara
berbisnis yang tidak fair.
2.4 Pengertian Periklanan
Periklanan adalah kegiatan atau alat dalam mempertahankan dan melanjutkan
apa yang telah diupayakan oleh produsen dalam mengenalkan produk yang telah
dipresentasikan kepada konsumen yaitu berbagai media yang mendukung untuk
menarik minat konsumen, diantaranya adalah koran, radio, spanduk, leaflet, event dan
lain sebagainya. Sehingga konsumen akan menjadi yakin dengan produk yang telah di
tawarkan oleh produsen.
Menurut Arens (dalam Lubis, 2007) iklan dikatakan sebagai komunikasi
informasi yang terstuktur dan disusun bukan oleh perseorangan, biasanya dibayar
untuk dan secara alalmi umumnya membujuk tentang produk (barang, jasa dan ide)
yang diidentifikasikan sponsor lewat berbagai media. Sedangkan menurut Duncan
(dalam Lubis, 2007) iklan adalah hal yang tidak pribadi, pengumuman yang oleh
suatu sponsor yang diketahui.
Menurut (Blech & Blech) periklanan sudah didefinisikan sebagai bentuk
pembayaran dari komunikasi nonopersonal tentang sebuah organisasi, produk,
pelayanan atau ide melalui sponsor yang teridentifikasi. Ada juga pengertian
periklanan menurut para ahli:
9

a. Franks Jefkins, “Periklanan merupakan pesan penjualan paling persuasif dengan


biaya paling ekonomis, ditunjukan kepada (calon) konsumen yang paling potensial
atas produk, barang atau jasa tertentu.”
b. Fandy Tjiptono, “Periklanan adalah suatu bentuk komunikasi tidak langsung yang
didasarkan pada kelebihan serta kekurangan produk. Penataan bentuk komunikasi
tersebut ditunjukan untuk menciptakan perasaan senang, dan mampu membuat
orang berubah pikiran agar melakukan pembelian.”
c. Monly lee dan Carla Jonshon, “Periklanan adalah komunikasi komersial dan
nonpersonal yang berkaitan dengan sebuah organisasi yang produknya
ditransaksikan ke target khalayak, lewat media bersifat massal, seperti televisi,
radio, koran, majalah, direct mail, reklame luar ruangan, serta kendaraan umum.
2.4.1 Teori efek minimal
Anggapan yang beredar dimasyarakat umum kebanyakan bahwa ada korelasi positif
antara peningkatan biaya pemasangan iklan dengan banyaknya produk yang terjual
dalam satuan waktu tertentu. Kalau biaya pemasangan iklan makin besar akan makin
banyak pula penjualannya terhadap produk yang diiklankan, demikian juga bila
sebaliknya kalau biaya pemasangan iklan semakin kecil maka semakin kecil juga
volume penjualan atas barang-barang atau jasa tersebut.
Michael Scudson mengemukakan teorinya yang membantah anggapan ini.
Menurutnya yang terjadi malah sebaliknya, ada korelasi negatif antara biaya
pemasangan iklan dengan volume penjualan produksi. Artinya semakin besar biaya
pemasangan iklan akan mempengaruhi makin kecilnya volume penjualan dan
sebaliknya semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk memasang iklan
mengakibatkan semakin besar volume penjualan. Teori ini kemudian dia sebut dengan
“Teori Efek Minimal”.
Contoh ; Penjualan narkoba yang merupakan produk berbahaya bagi manusia tapi
tetap laris padahal produk-produk itu tidak pernah diiklankan melalui media massa
kepada khalayak.
Jadi menurut teori efek minimal ini, iklan memberikan efek yang sangat kecil atau
efek minimal yang pada saat sesuatu produk benar-benar sangat diperlukan oleh para
pembeli dalam kurun waktu tertentu. Demikian “Teori Efek Minimal” ini berasumsi
tentang pengaruh iklan terhadap kebutuhan konsumen.
10

2.5 Fungsi Periklanan


d. Informing, adanya iklan membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek
baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta
menfasilitasi penciptaan citra merek yang positif.
e. Persuading, iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan
untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan.
f. Reminding, iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para
konsumen.
g. Adding value, periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi
persepsi konsumen.

2.6 Definisi Etika Periklanan

Menurut Dewan Periklanan Indonesia (DPI), etika adalah sekumpulan norma/ azaz/
sistem perilaku yang dibuat oleh sekelompok tertentu yang harus ditaati oleh individu/
kelompok dividedu yang menjadi anggotanya atas dasar moralitas baik-buruk atau benar-
salah untuk hal/ aktivitas/ budaya tertentu. Etika adalah lini arahan atau aturan moral dari
sebuah situasi dimana seseorang bertindak dan mempengaruhi tindakan orang atau kelompok
lain. Definisi etika ini juga berlaku untuk kelompok media subjek etis yang ada. Pilihan-
pilihan etis juga harus berdasarkan kaidah norma atau nilai yang menjadi prinsip utama
tindakan etis.
Etika memiliki beberapa sifat yang bersifat universal, yaitu :
a. Punya nilai moral (benar-salah, baik-buruk)
b. Punya nilai relatif (melindi kepentingan orang yang lebih banyak)
c. Bersifat relatif (sesuatu yang dianggap baik/benar pada kelompok/era tertentu
belum tentu baik/benar pada kelompok/era lainnya)
d. Buatan manusia (dibuat oleh suatu kebutuhan untuk mengatur perilaku sesame
demi kepentingan masyarakat banyak.)
e. Melestarikan tujuan bersama.
f. Memiliki moral enforcement (yang tidak mengikuti/ menyimpang akan dikoreksi
bersama dan jika hasilnya negatif maka pelaku akan terkena public expose)
Etika periklanan adalah ukuran kewajaran nilai dan kejujuran dalam sebuah
iklan.Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), etika periklanan
adalah seperangka norma dan padan yang mesti diikuti oleh para politis periklanan
11

dalam mengemas dan menyebarluaskan pesan iklan kepada khalayak ramai baik
melalui media massa maupun media ruang.
Secara umum etika periklanan bisa diartikan sebagai kumpulan ketentuan
normatif yang berkaitan dengan profesi serta usaha di bidang periklanan yang telah
disepakati bersama, dan hendaknya diterapkan dalam menjalankan usaha periklanan.
Etika berbeda dengan hukum. Karena etika lebih mengarah pada kode etik yang
dibuat oleh suatu organisasi tertentu, dan harus diikuti oleh individu atau kelompok yang
tergabung didalamnya. Etika periklanan di Indonesia diatur dalam Etika Pariwara Indonesia
(EPI), versi terbaru amandemen 2020, yang di terbitkan oleh Dewan Periklanan Indonesia.
Etika Pariwara Indonesia disusun untuk mengatur sikap dan cara berperilaku para pengusaha
periklanan, terutama organisasi yang bergabung dalam Asosiasi Anggota Dewan Periklanan
Indonesia.
Pedoman EPI ini juga menjadi rujukan dalam segala upaya penengakan perilaku atau
peraturan yang berkaitan dengan periklanan, baik secara internal maupun eksternal. Berikut
gambaran isi Etika Pariwara Indonesia (EPI) Amandemen 2020 dijelaskan sebuah poin
mengenai periklanan. Berikut penjelasan singkatnya:
 Definisi iklan, iklan korporat, iklan layanan masyarakat, iklan produk pangan, iklan
nirkomersial, iklan komersial, iklan spot, iklan televisi waktu-blokiran, dan lain
sebagainya.
 Definisi tentang segala hal yang berkaitan dengan periklanan, seperti fotografer, anak,
balita, bayi, konsumen, khalayak, media, lembaga penegak etika dan lain-lain.
 Tata krama terkait isi iklan, Bahasa, tanda asteris, pencantuman harga, garansi, janji
pengembalian uang, agama serta budaya, rasa takut dan takhayul, kekerasan, dan
seterusnya.
 Pembagian ragam iklan, antara lain, minuman keras, rokok dan produk tembakau,
obat-obatan dan produk pangan, vitamin, mineral dan suplemen, produk peningkat
kemampuan seks, komestika serta produk perawatan tubuh, dan lain sebagainya.
 Kriteria pemeran iklan yang mencakup anak-anak, perempuan, jender, pejabat negara,
tokoh agama, anumerta, pemerai sebagi duta merek (brand ambassador) orang yang
berkebutuhan khusus (difabel), tenaga professional, pemeran yang mirip tokoh
nasional atau internasional, pemeran lainnya, hewan seta tokoh animasi.
 Ketentuan wahana iklan, yakni media cetak, elektronik, radio, bioskop, media luar
griya, media daring, layanan pesanan singkat, promosi penjualan, pemasaran atau
12

penjualan langsung, perusahaan berbasis data, penajaan (sponsorship), gelar wicara


(talk show), periklanan informatif, pemanduan produk, penggunaan data riset,
subliminimal, dan subvertrrnsi (subvertising).
2.7 Fungsi Etika Periklanan
Menurut Yuni Mogot Prahoro dalam buku manajemen surat kabar : panduan ilmu,
pengetahuan,seni,nurani, dan intuisi (2021), iklan tidak bisa dipisahkan dari etika, karena
iklan harus menyatakan kebenaran dan kejujuran. Dalam penerapannya, etika periklanan
tidak membenarkan kebohongan, karena tujuan utama iklan ialah sebagai media informasi.
Maka dari itu, diperlukan kontrol ketat untuk menghindari iklan yang tidak sesuai
dengan nilai etika dan moral. Inilah yang menjadi salah satu fungsi utama etika periklanan.
Penilaian etis terhadap periklanan :

1) Maknetis menipu dalam iklan


Fungsi iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk perusahaan di mata
masyarakat. Citra ini terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan produk yagn
diiklankan dengan informasi yang disampaikan dalam iklan. Prinsip etika bisnis
yang relefan dalam hal ini adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang
membuat pernyataan salah atau tidak benar dengan maksud memperdaya
konsumen adalah sebuah tipuan.
2) Unsur-unsur dalam penilaian etika periklanan
Terdapat 4 unsur yang harus diperhatikan dalam penilaian etis tidaknya suatu
iklan yaitu:
a. Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya nilai moralitas iklan
itu jadi tidak baik juga. Jika si pengiklan tahu bahwa produk yang
diiklankan merugikan konsumen/dengan sengaja ia menjelekan produk dari
pesaing, iklan menjadi tidak etis.
b. Isi Iklan
Menurut isinya iklan harus baik dan tidak memandang unsur yang
menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang
sebenernya penting. Namun, kita juga tidak boleh melupakan bahwa iklan
diadakan dalam rangka promosi. Karena itu isinya tidak perlu selengkap
dan seobjektif seperti laporan instansi netral.
c. Keadaan Publik yang Tertuju
13

Keganasan periklanan juga harus diimbangi dengan sikap kritis public.


Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak
orang bersahaja yang mudah tertipu, tentu harus memakai standar lebih
ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih
tinggi atau standart ekonomi lebih maju.
d. Kebiasaan di Bidang Periklanan
Periklanan selalu dipraktekan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu
orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada
tradisi periklanan yagn sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal
saja, bila beberapa iklan lebih mudah diterima darimana daripada praktek
perikanan baru dimulai pada skala besar. Dalam rekfleksi etika tentang
periklanan rupanya tidak mungkin dihindarkan suatu nada relavistis.
2.8 Makna Etika dan Estetika Dalam Iklan

Fungsi iklan yang  pada akhirnya membentuk citra sebuah produk dan perusahaan
di mata masyarakat. Citra ini terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah
produk yang diiklankan dengan informasi yang disampaikan dalam iklan tersebut,
Prinsip etika  dalam bisnis yang paling relevan dalam hal ini adalah nilai kejujuran
dalam menyampaikan iklan. Dengan demikian, iklan yang membuat pernyataan salah
atau tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen adalah sebuah tipuan semata.

Ciri-ciri iklan yang baik :


 Etis, yaitu berkaitan dengan kepantasan dalam menampilkan sebuah iklan kepda
masyarakat.
 Estetis, yaitu berkaitan dengan kelayakan seperti, target market, target audiennya, kapan
harus ditayangkan?.
 Artistik, yaitu bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak yang melihat iklan
tersebut.
Contoh Penerapan Etika dalam Periklanan :
 Iklan rokok, yaitu dengan tidak menampakkan secara eksplisit orang yang sedang
merokok.
 Iklan pembalut wanita, yaitu dengan tidak memperlihatkan secara realistis dengan
memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut.
 Iklan sabun mandi, yaitu dengan  tidak dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh.
Etika secara umum :
14

 Jujur, yaitu tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang
diiklankan.
 Tidak memicu konflik dan sara SARA.
 Tidak mengandung pornografi di dalamnya
 Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
 Tidak melanggar etika bisnis, contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan
sebagainya.
 Tidak plagiat atau meniru iklan produk lain.
2.9 Pengontrolan Terhadap Iklan

Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi


merupakan hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, perlulah adanya control yang tepat
mengimbangi kerawanan tersebut.

2.9.1 Kontrol oleh pemerintah

Seperti yang dilakukan oleh Mentri Kesetaraan Inggris pada produk kecantikan
yang beredar di Negaranya, dimana antara model yang digunakan pada iklan
tersebut kurang sesuai dengan wajah aslinya. Di Indonesia sendiri beberapa
Undang-undang telah ditetapkan untuk melindungi konsumen terhadap
beberapa produk yang menyalahi aturan, diantaranya telah terdapat iklan
tentang makanan dan obat yang diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.

2.9.2 Kontrol oleh para pengiklan


Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah
pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan yang biasanya hal
tersebut dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan
pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri, khususnya oleh
asosiasi biro-biro periklanan.
Di Indonesia sendiri terdapat Tata krama dan tata cara periklanan Indonesia
yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi Perusahaan
Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun
Iklan Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia),
GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia), PPPI (Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta
15

Nasional Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) dan Yayasan TVRI
(Yayasan Televisi Republik Indonesia).
Sedang di Amerika terdapat National Advertising Review Board (NARB) yang
disponsori oleh American Association of Advertising Agencies, American
Advertising Federation, Association of National Advertisers, dan Council of
Better Bussines Bureaus. Tujuannya adalah pengaturan diri oleh para pengiklan.
NARB ini menyelidiki semua keluhan tentang periklanan dan memberitahukan
hasilnya kepada instansi yang mengajukan keluhannya, dan kegiatan ini
diumumkan juga setiap bulan melalui sebuah press release.
2.9.3 Kontrol oleh masyarakat
Masyarakat luas tentu harus ikut serta dalam mengawasi mutu etis periklanan.
Dalam hal ini suatu cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam
menetralisasiefek-efek negatif dari periklanan adalah mendukung dan
menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, diantaranya yang terdapat di
Indonesia (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan kemudian
Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di Semarang).
Selain menjaga agar periklanan tidak menyalahi batas-batas etika melalui
pengontrolan terhadap iklan-iklan dalam media massa, ada juga cara lebih
positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan
penghargaan kepada iklan yang dinilai paling baik. Penghargaan untuk iklan
tersebut bisa diberikan oleh instansi pemerintah, Lembaga Swadaya
Masyarakat, sebuah majalah, atau lain-lain. Di Indonesia sendiri kita
mempunyai Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh “Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia”. Dan apresiasi tersebut dapat memberikan
pengaruh positif terhadap perusahaan lain untuk dapat berkreasi secara lebih
baik.

2.10 Hukum dan Undang-undang Periklanan di Indonesia


2.10.1 UUPK

UUPK adalah Undang-undang yang mengatur mengenai periklanan di Indonesia.


Tujuan dari suatu perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
16

 Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri.
 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negative pemakaian barang dan/atau Jasa.
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen daalm memilih menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
 Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan consume n.
2.10.2 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS

Pers berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999


tentang PERS (untuk selanju tnya disebut UU Pers) merupakan lembaga sosial
dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Dalam hal ini peran pers untuk memenuhi pengetahuan kebutuhan


konsumen salah satunya adalah melalui iklan. Namun iklan tersebut harus
diberikan kepada konsumen secara tepat, akurat dan benar.
Perusahaan iklan oleh UU Pers dilarang untuk :
 Memuat iklan yang dapat merendahkan martabat suatu agama dan/atau
kerukunan hidup antar umat beragama serta bertentangan dengan rasa
kesusilaan masyarakat.
 Memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat aditif lainnya
tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
 Memuat iklan dengan peragaan rokok dan/atau penggunaan rokok.
17

2.10.3 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran


Periklanan dapat dilakukan salah satunya melalui penyiaran, yang terorganisir
dalam suatu lembaga penyiaran. Penyiaran menurut Pasal 1 butir 1 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran (untuk selanjutnya disebut UU
Penyiaran) adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran
dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan
gelombang elektromagnetik, kabel, serat optik dan/atau media lainnya untuk daat
diterima oleh masyarakat dengan pesawat penerima siaran radio dan/atau pesawat
penerima siaran televisi atau perangkat elektronik lainnya dengan atau tanpa alat
bantu.
Sedangkan pengertian siaran menurut Pasal 1 butir 2 UU Penyiaran adalah
pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara dan gambar
atau yang berbentuk grafis dan karakter lainnya yang dapat diterima melalui
pesawat penerima siaran radio, televisi atau perangkat elektronik lainnya, baik
yang bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Dalam periklanan kita tidak bisa lepas asri teori yang diterapkan, etika, dan Undang-
undang yang berlaku. Dimana didalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan
yang menyangkut reaksi kritis masyarakat khususnya di Indonesia tentang sebuah iklan yang
dapat dipandang sebagai kasus etika dalam periklanan. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak
konsumen dan apa yang akan didapat dengan adanya iklan tersebut.

Maka demikian menjaga etika dalam kegiatan periklanan ini sangatlah penting karena
dengan terciptanya iklan-iklan yang baik dan mendidik maka akan baik pula citra periklanan
khususnya di Negara Indonesia yang dengan penduduknya berasal dari berbagai suku dan
Bahasa.

3.2 Saran

Dalam penulisan ini penyusun memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan
perlulah adanya control tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak
merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak-hak
konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan semata.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai