Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ETIKA SEPUTAR KONSUMEN DAN PERIKLANAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis

Dosen : Mahfud Nugroho, S.E,Sy.,M.M

Disusun oleh :

1. M. Ullul Amri (60220130)


2. Ainal Qitri (60220200)

Kelas : MB5B

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SELAMAT SRI
2023
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Etika Bisnis,
dengan judul: "Etika Seputar Konsumen Dan Periklanan".

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Kendal, 03 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................. 3

BAB I ............................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ......................................................................................... 4

A. Latar Belakang .................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5

BAB II ........................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ............................................................................................ 6

A. Masalah Etis Seputar Konsumen ...................................................... 6

B. Periklanan dan Etika ....................................................................... 11

BAB III ........................................................................................................ 16

PENUTUP ................................................................................................... 16

A. KESIMPULAN ............................................................................... 16

B. SARAN ........................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern.
Bisnis tidak mungkin berjalan kalu tidak ada konsumen yang menggunakan produk
atau jasa yang dibuat dan ditawarkan oleh bisnis. Dalam hal ini tentu tidak cukup.
bila konsumen tampil satu kali saja pada saat bisnis dimulai.

Konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja


merupakan tuntunan etis, melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai
keberhasilan dalam bisnis. Sebagaimana halnya dengan banyak topik etika bisnis
lainya disini pun berlaku bahwa etika dalam praktek bisnis sejalan dengan
kesuksesan dalam berbisnis. Perhatian untuk etika dalam hubungan dengan
konsumen harus dianggap hakiki demi kepentingan bisnis itu sendiri. Karena itu
bisnis mempunyai kewajiban moral untuk melindungi konsumen dan menghindari
terjadinya kerugian bagi konsumen.

Selain etika konsumen, dalam periklanan juga memiliki etika. Iklan yang baik
harus memenuhi syarat-syarat tertentu karena iklan memberikan informasi atau
pesan kepada berbagai macam lapisan masyarakat. Keberhasilan sebuah iklan
tergantung dari cara penyamapaian, bahasa, dan etika yang ada di dalamnya. Selain
bahasa yang komunikatif, singkat, dan menarik, seorang pembuat iklan tidak boleh
mengesampingkan nilai etika dalam periklanan. Indonesia ialah negara yang
berbudaya dan menjunjung tinggi nilai etika dalam kehidupan sehari-hari. Namun
pada kenyataannya, banyak iklan yang tidak mengindahkan etika atau moral dan
hanya bersifat propaganda produk untuk mengeruk keuntungan sebanyak-
banyaknya.

Ketatnya persaingan dalam dunia bisnis juga menyebabkan adanya


persaingan yang tidak sehat bahkan terkesan saling menjatuhkan melalui perang
iklan yang menyinggung lawan produk sejenis. Adanya perang iklan yang semakin
tak terkendali menimbulkan pengacuhan terhadap dimensi etis dan aturan main
yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan mengenai periklanan
di Indonesia. Seharusnya pelanggaran dibawa ke ranah hukum, tetapi para
perusahaan pengiklan malah menganggap etika sebagai hal kuno dan tidak penting
karena karena mereka hanya mengejar keuntungan.

Hal itulah yang melatarbelakangi penulis untuk mengambil topik kurangnya


penerapan etika periklanan di Indonesia karena ingin mengetahui bagaimana etika
periklanan dan masalah penerapannya di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Masalah etika seputar konsumen?
2. Periklanan dan etika?
BAB II

PEMBAHASAN
A. Masalah Etis Seputar Konsumen
Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern.
Bisnis tidak mungkin berjalan, jika tidak ada konsumen yang menggunakan produk
atau jasa yang dibuat dan ditawarkan oleh bisnis. Dalam hal ini tentu tidak cukup.
bila konsumen tampil satu kali saja pada saat bisnis dimulai. Supaya bisnis
berkesinambungan, perlulah konsumen yang secara teratur memakai serta membeli
produk atau jasa tersebut dan dengan demikian menjadi pelanggan.
Bahwa konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja
merupakan tuntutan etis. melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai
keberhasilan dalam bisnis. Sebagaimana halnya dengan banyak topik etika bisnis
lainnya, disini pun berlaku bahwa etika dalam praktek bisnis sejalan dengan
kesuksesan bisnis. Perhatian untuk etika dalam hubungan dengan konsumen, harus
dianggap hakiki demi kepentingan bisnis itu sendiri.

Perhatian untuk segi etis dari relasi bisnis - konsumen itu mendesak, karena
posisi konsumen sering kali agak lemah. Walaupun konsumen digelari raja, pada
kenyataannya "kuasanya" sangat terbatas karena berbagai alasan. Dalam konteks
modern si konsumen justru mudah dipermainkan dan dijadikan korban manipulasi
produsen, karena bisnis itu mempunyai kewakjiban moral untuk melindungi
konsumen dan menghindari kerugian baginya.

1. Perhatian untuk konsumen

Secara spontan bisnis mulai dengan mencurahkan segala perhatiannya kepada


produknya, bukan kepada konsumen. Perkembangan itu juga terlihat dalam sejarah
bisnis amerika serikat yang dari banyak segi menjadi perintis dalam bisnis modern.
Di situ pun perhatian buat konsumen hal yang masih agak baru. Selangkah penting
dalam memutarkan fokus ke arah konsumen ditempuh oleh presiden John F.
Kenedy. Pada tahun 1962 ia mengirim kepada Kongres Amerika yang disebut
Special Message on Protecting The Consumer Interest, dimana ia mendapatkan
empat hak yang dimiliki setiap konsumen. Keempat hal tersebut ialah:

1) Hak atas keamanan

Konsumen berhak atas produk produk yang aman, artinya produk yang tidak
mempunyai kesalahan tekhnis atau kesalahan lainya yang bisa merugikan
kesehatanya atau bahkan mengancam jiwanya. Seperti adanya obat pengawet pada
makanan, mainan anak, dan sebagainya.

2) Hak atas informasi

Konsumen berhak mengetahui segala informasi yang relevan mengenai produk


yang dibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu maupun bagaimana cara
memakai yang benar dan maupun resiko yang ditimbulkan dari produk tersebut.

3) Hak untuk memilih

Konsumen berhak untuk memilih antara berbagai produk dan jasa yang ditawarkan,
kualitas dan harga produk bisa berbeda sehingga konsumen berhak
membandingkanya sebelum mengambil keputusan untuk membeli.

4) Hak untuk didengarkan

Konsumen berhak keinginanya tentang produk atau jasa didengarkan dan


dipertimbangkan, terutama keluhanya dan produsen harus menerima baik keluhan
tersebut. Hak ini merupakan hak legal yang dapat dituntut di pengadilan.

5) Hak lingkungan hidup

Melalui produk yang digunakannya, konsumen memanfaatkan sumber daya alam.


Ia berhak bahwa produk dibikin sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan
pencemaran lingkungan atau merugikan keberlanjutan proses-proses alam.

6) Hak konsumen atas pendidikan

Konsumen mempunyai hak untuk secara positif dididik ke arah yang baik terutama
di sekolah dan melalui media massa, masyarakat harus dipersiapkan menjadi
konsumen yang kritis dan sadar akan haknya.
2. Tanggung jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman

Disini produsen harus menjamin bahwa produknya pada saat pembelian dalam
keadaan prima sehingga bisa dipakai dengan aman. Jadi, terhadap suatuproduk
yang baru dibeli dan dipakai, produsen maupun konsumen masing-masing
mempunyai tanggung jawab. Untuk mendasarkan tanggung jawab produsen, telah
dikemukakan 3 teori, yaitu:

1) Teori kontrak

Menurut pandangan ini hubungan antara produsen dan konsumen sebaiknya dilihat
sebagai semacam kontrak dan kewajiban produsen terhadap konsumen didasarkan
atas kontrak itu. Jika konsumen membeli sebuah produk, ia seolah olah
mengadakan kontrak dengan perusahaan yang menjual produk tersebut. Transaksi
jual beli harus dijalankan sesuai dengan apa yang tertera dalam kontrak itu dan hak
pembeli maupun kewajiban penjual memperoleh dasarnya dari apa yang tertera.
Tetapi tidak bisa dikatakan juga bahwa hubungan produsen-konsumen, selalu dan
seluruhnya berlangsung dalam kerangka kontrak. Karena itu pandangan kontrak
dari beberapa segi tidak memuaskan juga. Terutama ada 3 keberatan berikut
terhadap pandangan ini:

a. Teori kontrak mengandalkan bahwa produsen dan konsumen berada pada


taraf yang sama. Tetapi pada kenyataannya tidak terdapat persamaan antara
produsen konsumen. Khususnya dalam konteks bisnis modern.
b. Kritik kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandalkan hubungan
langsung antara produsen dan konsumen, padahal konsumen pada
kenyataannya jarang sekali berhubungan langsung dengan produsen.
c. Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik.
Kalau perlindungan terhadap konsumen hanya tergantung pada ketentuan
dalam kontrak, maka bisa terjadi juga bahwa konsumen terlanjur
menyetujui kontrak jual beli. Padahal disitu tidak terjamin bahwa produk
bisa diandalkan, akan berumur lama, akan bersifat aman dan sebagainya.

2) Teori perhatian semetinya


Berbeda dengan pandangan kontrak, pandangan kedua ini tidak menyetarafkan
produsen dan konsumen, melainkan bertolak dari kenyataan bahwa konsumen
selalu dalam posisi lemah, dikarenakan produsen mempunyai jauh lebih banyak
pengetahuan dan pengalaman tentang produk yang tidak dimiliki oleh konsumen.
Produsen bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen dengan
memakai produk, walaupun tanggung jawab itu tidak tertera dalam kontrak jual beli
atau bahkan disangkal secara eksplisit.

3) Teori biaya sosial

Teori biaya sosial menegaskan bahwa produsen bertanggung jawab atas semua
kekurangan produk dan setiap kerugian yang dialami konsumen dalam memakai
produk tersebut. Hal itu juga berlaku jika produsen sudah mengambil semua
tindakan yang semestinya dalam merancang serta memproduksi produk
bersangkutan atau jika produsen sudah mengingatkan kepada konsumen tentang
resiko yang ditimbulkan dari produk tersebut. Teori ini terlalu berat sebelah dengan
membebankan segala tanggung jawab pada produsen.

3. Tanggung Jawab Lainnya Terhadap Konsumen

Terdapat tiga kewajiban moral lain yang masing masing berkaitan dengan kualitas
produk, harganya, dan pemberian label serta pengemasan:

1) Kualitas produk

Produk harus sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen (melalui iklan atau
informasi lainya) dan apa yang secara wajar boleh diharapkan oleh konsumen.
Konsumen berhak atas produk yang berkualitas, karena ia membayar untuk itu. Dan
bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas, misalnya
seperti produk yang tidak kadaluwarsa. Salah satu cara yang biasanya ditempuh
oleh produsen adalah dengan cara memberikan jaminan kulaitas produk berupa
garansi dari produk tersebut. Akhirnya bahwa kualitas produk tidak hanya
merupakan suatu tuntutan etis melainkan juga suatu syarat untuk mencapai sukses
dalam bisnis.
2) Harga

Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang sudah tua. Dalam zaman
yunani kuno, masalah etis sudah dibicarakan dengan cukup mendalam. Karena itu
masalah harga pun menjadi kenyataan ekonomis sangat kompleks yang ditentukan
oleh banyak faktor namun masalah ini tetap mempunyai implikasi etis yang
penting. Harga merupakan buah basil perhitungan faktor faktor seperti biaya
produksi, biaya investasi, promosi, pajak dan laba yang wajar. Dalam sistem
ekonomi pasar bebas, sepintas harga yang adil adalah hasil akhir dari
perkembangan daya pasar. Harga yang adil dihasilkan oleh tawar menawar
sebagaimana dilakukan di pasar tradisional, dimana si pembeli sampai pada
maksimum harga yang mau ia bayar dan sampai pada minimum harga yang mau
penjual pasang. Dalam situasi harga yang adil terutama merupakan hasil dari
penerapan dua prinsip yaitu pengaruh pasar dan stabilitas harga. Harga menjadi
tidak adil setidaknya karena 4 faktor yaitu:

• Penipuan : Terjadi bila beberapa produsen berkoalisi untuk menentukan


harga.
• Ketidaktahuan : Ketidaktahuan pada pihak konsumen juga mengakibatkan
harga menjadi tidak adil.
• Penyalahgunaan kuasa : Terjadi dengan banyak cara, salah satunya adalah
pengusaha besar yang merasa dirinya kuat memasang harga murah hingga
sainganya tergeser dari pasaran.
• Manipulasi emosi : Merupakan faktor lain yang bisa mengakibatkan harga
menjadi tidak adil. Memanipulasikan keadaan emosional seorang untuk
memperoleh untung besar melalui harga tinggi dan tak lain mempermainkan
konsumen itu sendiri.

3) Pengemasan dan pemberian label

Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada produk merupakan aspek
bisnis yang semakin penting. Selain bertujuan melindungi produk dan
memungkinkan mempergunakan produk dengan mudah. Pada produk yang
berbahaya harus disebut informasi yang dapat melindungi si pembeli dan orang
lain. Tuntutan etis lainya adalah bahwa pengemasan tidak boleh menyesatkan
konsumen.

B. Periklanan dan Etika


Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modem.
Iklan dianggap sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam
perkembangan periklanan, media komunikasi modem media cetak maupun
elektronis, khususnya televisi memegang peranan dominan Fenomena periklanan
ini menimbulkan perbagai masalah yang berbeda.

Periklanan dilatar belakang suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu
ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu Ada dua
persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut
kebenaran dalam iklan Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban
etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi public yang
menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya periklanan.

a) Fungsi Periklanan

Iklan dipandang sebagai upaya komunikasi Iklan dilukiskan sebagai komunikas


antara produsen dan pasaran, antara penjual dan calon pembeli Periklanan
dibedakan dalam dua fungsi fungsi informatif dan fungs persuauf Tetaps pada
kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang
semata-mata persuasif

b) Periklanan dan Kebenaran

Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau
pejuang kebenaran Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongs,
menyesatkan, dan bahkan menipu publik Iklan bukan saja menyesatkan dengan
berbohong, tapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya karena
mendiamkan sesuam yang sebenarnya penting untuk diketahui
c) Manipulasi dan Periklanan

Masalah manipulasi berkaitan dengan segi persuasif dari iklan (tapi tidak terlepas
juga dari segi informatifnya) Dengan manipulasi dimaksudkan mempengaruhi
kemauan orang lain sedemikian rupa sehingga ia menghendaki atau menginginkan
sesuatu yang sebenarnya tidak dipilih oleh orang itu sendiri. Karena dimanipulasi,
seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri tapi
ditanamkan dalam dirinya dari luar.

Publik cukup menyadari bahwa iklan itu namanya iklan dan karena itu selalu
harus didekati dengan sikap yang kritis Kebanyakan orang tahu membedakan
suasana yang ditampilkan periklanan dengan kenyataan Namun demikian, tidak
mustahil untuk termanipulasi. Berikut adalah 2 cara untuk sungguh-sungguh
memanipulasi orang dengan periklanan :

1. Subliminal Advertising
Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu
pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi
tinggal di bawah ambang kesadaran Teknik ini bisa dipakai di bidang visual
maupun audio.
Teknik sublimmal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di
New Jersey yang menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang
umya "Lapar Makan Popcorn". Dan konon waktu istirahat popcorn jauh
lebih laris dan biasa.
2. Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang et, Karena anak mudah
dimanipulast dan dipermainkan Iklan yang ditujukan langsung kepada anak
tidak bisa dimilar lain daripada manipulasi saja dan karena itu harus ditolak
sebagai tidak etis

d) Pengontrolan terhadap Iklan


Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut Pengontrolan im terutama harus dijalankan dengan tiga cara
berikut ini :

1. Kontrol oleh pemerintah


Tugas penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen
terhadap keganasan periklanan Di Amerika Serikat instansi-instansi
pemerintah mengawasi praktek periklanan dengan cukup efisien, antara lain
melalui Food and Drug Administration dan Federal Trade Commission Di
Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan (POM) dan Departemen Kesehatan.
2. Kontrol oleh para pengiklan
Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan
adalah pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya hal
itu dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan
pedoman yang disetujui oleh profeu periklanan mu sendiri, khususnya oleh
asosiasi buro biro periklanan Di Indonesia memiliki Tata krama dan tata
cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan
oleh AMLI (Asossau Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosas
Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia), GPBSI (Gabungan Perusahaan
Bioskop Seluruh Indoneual PPP! (Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Saaran Swasta Nasional Indonesia),
SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) dan Yayasan TVRI Veru pestama dan
kode etik ini telah diberlakukan 1981 Jika suatu kode etik disenu temanya
pelaksana harus diawasi juga Di Indonesia pengawasan kode enk
dipercayakan kepada Komi Periklanan Indonesia yang terdiri atas unsur
semua asosan pendukung dan Tata Krama tersebut.
3. Kontrol oleh masyarakat
Dalam hal ini cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam
menetralisasi efek- efek negatif dari periklanan adalah mendukung dan
menggalakan lembaga-lembaga konsumen, yang sudah lama dikenal di
negara negara maju dan sejak tahun 1970-an berada juga di Indonesia
(Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan kemudian Lembaga
Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di Semarang) Sebetulnya setiap
kota besar pantas memiliki Lembaga Swadaya Masyarakat yang bertujuan
advokası konsumen seperti lembaga-lembaga itu.
Selain menjaga agar periklanan tidak menyalalu batas-batas etika melalu
pengontrolan terhadap iklan iklan dalam media massa, ada juga cara lebih
positif untuk meningkatkan mutu etis dan iklan dengan memberikan
penghargaan kepada iklan yang dinilai paling baik Penghargaan untuk iklan
itu bisa diberikan oleh instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat,
sebuah majalah dll Di Indonesia memiliki Citra Adhi Pariwara yang setiap
tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.

e) Penilaian Etis terhadap Iklan

Refleksi tentang etika periklanan mengingatkan bahwa penalaran moral selalu


harus bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkrit Ada 4 faktor yang
selalu dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip untuk membentuk
penilaian etis yang seimbang tentang iklan :

1. Maksud si pengiklan

Jika maksud di pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi
tidak baik pula. Jika si pengiklan tahu bahwa produk yang diklankan merugikan
konsumen atau dengan sengaja ia menjelekkan produk dari pesaing iklan menjadi
tidak etis Begitupun jika membuat iklan yang menyesatkan tentu iklan menjadi
tidak etis Di smi sulit dibayangkan bahwa si pengiklan mempunyai maksud baik
Federal Trade Commision telah memaksa perusahaan bersangkutan untuk
mengoreksi iklan yang menyesatkan Sebaliknya, jika si pengiklan mengeluarkan
iklan yang menyesatkan tapi maksudnya tidak demikian, iklan itu barangkali
kurang profesional tetapi tidak bisa dinyatakan kurang etis.

2. Isı iklan

Menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang
menyesatkan Iklan tidak menjadi etis pula bila mendiamkan sesuatu yang
sebenarnya penting Bisa dibenarkan, jika sebuah produk dalam iklan
dipersentasikan dari segi yang paling menguntungkan Iklan tentang hal yang tidak
bermoral dengan sendirinya menjadi tidak etis Di sini kompleksitas moralitas
periklanan terkait dengan kompleksitas moralitas topik-topik bersangkutan.

3. Keadilan publik yang tertuju

Yang dimengerti dismi dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan
mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan Perlu diakui
bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda Dalam masyarakat
dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah
tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat danpada dalam masyarakat dimana
mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju

4. Kebiasaan di bidang periklanan

Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi Dalam tradisi itu orang
sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan Dimana ada tradisi periklanan
yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih
mudah di terima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada
skala besar.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari teori yang diterapkan, etika,
hokum dan undang-undang yang berlaku. Dimana didalam iklan itu sendiri
mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat
khususnya di Indonesia tentang sebuah iklan yang dapat dipandang sebagai kasus
etika dalam periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan etika dan estetika
dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak konsumen dan apa yang akan
didapat dengan adanya iklan tersebut.

Maka demikian menjaga etika dalam kegiatan periklanan ini sangatlah


penting karena dengan terciptanya iklan-iklan yang baik dan mendidik maka akan
baik pula citra periklanan khususnya di Negara Indonesia yang dengan
penduduknya berasal dari berbagai suku dan bahasa.

B. SARAN
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan
perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut
sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus memperhatikan
kepentingan dan hak-hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan
semata.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.studocu.com/id/document/universitas-nusa-cendana/etika-
pemasaran-persoalan-seputar-konsumen-dan-periklanan/

Anda mungkin juga menyukai