Anda di halaman 1dari 14

Kasus Pelangaran Etika Pariwara

Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Mata Kuliah Etika Bisnis yang Diampu
Oleh Sandryas Alief Kurniasanti, S.ST.,M.M

Penyusun :

Galuh Nur Amelinda Putri (361941311077)

Rahmat Agung Billi Santoso (361941311080)

Karina Salsabila Putri Yulivia (361941311082)

Pinky Syafifa Ananda (361941311089)

PROGRAM STUDI D-IV AGRIBISNIS

POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI

2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
2.1 Pengertian Pemasaran dan Periklanan.......................................................5
2.2 Prinsip Moral dalam Periklanan................................................................5
2.3 Pengontrolan Iklan....................................................................................7
2.4 Tata Krama Iklan.......................................................................................7
2.5 Sanksi Pelanggaran....................................................................................9
2.6 Kasus periklanan.....................................................................................10
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP..............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..............................................................................................13
3.1 Saran........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan dunia modern saat ini tidak bisa lepas atau sangat tergantung
pada iklan. Dalam pemasaran produsen dan distributor iklan dijadikan alat untuk
menjual produknya, sedangkan di sisi lain para pembeli akan memiliki informasi
yang memadai mengenai produk – produk barang dan jasa yang tersedia di pasar.
Dalam komunikasi pemasaran iklan menjadi alat interaksi antara pengiklan dan
pembeli. Dengan demikian Institut Praktisi Periklanan Inggris mendefinisikan
periklanan merupakan pesan – pesan penjualan yang paling persuasif yang
diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang
atau jasa tertentu.

Soal etika di advertising sudah menjadi pembahasan lama, sudah banyak


riset yang dilakukan terkait dengan pembahasan etika periklanan berdasarkan
survei yang luas, karena sebuah nilai bisa berubah seiring berjalannya waktu,
perbedaan tempat, dan banyak faktor lain. Contohnya di Indonesia. Seorang guru
dipandang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, mendidik dengan adil dan tidak
menhhiraukan latar belakang siswanya, juga sebagai seorang yang sangat terdidik
dan patut ditiru oleh generasi penerus. Hal ini sangat berpengaruh saat akan
membuat iklan yang menampilkan seorang guru didalamnya, karena dengan
menyelewengkan nilai tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi pelatuk bagi orang -orang yang menghormati nilai tersebut.

Kegiatan periklanan juga sebenarnya meliputi kegiatan perencanaan,


pelaksanaan dan pengawasan pembuatan iklan. Di negara-negara maju periklanan
diatur dengan syarat-syarat sah, jujur dan sopan. Iklan diawasi oleh badan
pengawas agar iklan tidak melanggar kode etik periklanan yang berlaku.
International Chambers of Commerce dengan International Advertising
Association pada tahun 1973 (dan terus diperbaiki) mengeluarkan kode etik
periklanan internasional (Rahmat, 2015:112).

Sementara itu kegiatan pengawasan periklanan di Indonesia adalah dengan


membentuk sebuah regulasi yang dalam Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia (2007) menjelaskan dalam aspek posisi EPI ini mengukuhkan adanya
kepedulian yang setara pada industri periklanan, antara keharusan untuk
melindungi konsumen atau masyarakat, dengan keharusan untuk dapat
melindungi para pelaku periklanan agar dapat berprofesi dan berusaha – dan
memperoleh imbalan dari profesi atau usaha tersebut – secara wajar. Selain itu,

3
periklanan juga memiliki batasan dalam EPI ini menjadi pedoman etika untuk
semua materi pesan periklanan, verbal maupun citra, yang terdapat pada suatu
iklan. Ia tidak memberi rujukan apa pun atas materi komunikasi yang secara jelas
tidak bermuatan periklanan, seperti editorial, maupun materi komersial atau
persuasif yang berada di luar ranah periklanan, misalnya kemasan produk, siaran
pers, atau komunikasi pribadi. Sepanjang yang menyangkut periklanan, EPI ini
menjadi induk yang memayungi semua standar etika periklanan yang terdapat
pada kode etik masing-masing asosiasi atau lembaga pengemban dan
pendukungnya. Meskipun demikian, penegakan etika dalam ranah periklanan
Indonesia yang juga masih belum menggembirakan. Ini bisa dilihat dari maraknya
pelanggaran Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang telah diratifikasi oleh Dewan
Periklanan Indonesia (DPI) sebagai standar etika dalam dunia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Pengertian Pemasaran dan Periklanan?
2. Bagaimana Prinsip Moral dalam Periklanan ?
3. Bagaimana Pengontrolan Iklan ?
4. Bagaimana Tata Krama Iklan ?
5. Bagaimana Sanksi Pelanggaran ?
6. Bagaimana Kasus periklanan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Pemasaran dan Periklanan.
2. Untuk mengetahui Prinsip Moral dalam Periklanan.
3. Untuk mengetahui Pengontrolan Iklan.
4. Untuk mengetahui Tata Krama Iklan.
5. Untuk mengetahui Sanksi Pelanggaran.
6. Untuk mengetahui Kasus periklanan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemasaran dan Periklanan

Definisi pemasaran menurut William J. Stanton adalah sistem keseluruhan


dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan
kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Sedangkan periklanan merupakan salah satu kegiatan promosi yang


banyak dilakukan oleh perusahaan maupun perseorangan. Pihak yang memasang
iklan harus mengeluarkan sejumlah biaya atas pemasangan iklan pada media. Jadi
periklanan adalah komunikasi non-individu, dengan sejumlah biaya, melalui
berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga non-laba, serta
individu-individu.

Iklan merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk


mendekatkan barang yang hendak dijual dengan konsumen. Dalam hal ini berarti
bahwa dalam iklan kita dituntut untuk selalu mengatakan hal yang benar kepada
konsumen tentang produk sambil membiarkan konsumen bebas menentukan
untuk membeli atau tidak membeli produk itu.

2.2 Prinsip Moral dalam Periklanan

1. Prinsip Kejujuran

Prinsip kejujuran berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa


penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan sehingga bukannya menyajikan
informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen,
tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru.

Maka ditekankan disini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan


haruslah bersungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi
barang dan jasa.

2. Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi

Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang


dalam memilih secara bertanggung jawab setiap orang dalam memilih secara
bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Hal ini berhubungan

5
dengan dimensi jasa yang ditawarkan, kebanggaan bahwa memiliki barang dan
jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarakat dan lain-lain.

3. Iklan dan tanggung jawab sosial

Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang tidak
etis. Ada dua cara untuk memanipulasi orang dengan periklanan:

A. Subliminal advertising

Subliminal advertising adalah eknik periklanan yang sekilas


menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan
dengan sadar, amun dibawah ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai dibidang
visual maupun audio.

B. Iklan yang ditujukan kepada anak

Iklan seperti ini dianggap kurang etis karena anak mudah dimanipulasi dan
dipermainkan. Iklan yang langsung ditujukan kepada anak tidak bisa dinilai
sebagai manipulasi saja. Hal tersebut harus ditolak karena tidak etis.

4. Tanggung Jawab terhadap Produk

a. Keamanan dan Tanggung Jawab

Bisnis memiliki tanggung jawab etis untuk merancang, memproduksi, dan


mempromosikan produknya dalam cara menghindarkan timbulnya bahaya bagi
konsumen. Misalnya, bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh
produk yang tidak aman sehingga membahayakan kosumen.

b. Periklanan dan Penjualan

Bersama dengan keamanan produk, wilayah etika periklanan juga


mendapat perhatian yang cukup signifikan dalam etika bisnis. Dalam
mengiklankan produk tentu saja ada unsur mempengaruhi khalayak umum agar
mau membeli produk yang di iklankan. Dalam hal ini tentu saja ada cara yang
baik dan ada pula cara yang buruk secara etis untuk mempengaruhi khalayak
tersebut. Diantara cara yang baik untuk mempengaruhi orang lain secara etis
adalah membujuk/persuasi, bertanya, memberitahu, menasehati. Sedangkan cara
mempengaruhi yang tidak etis mencakup ancaman, pemaksaan, penipuan,
manipulasi dan berbohong. Sayangnya begitu sering praktik penjualan dan
periklanan menggunakan cara-cara yang menipu atau manipulatif untuk
mempengaruhi atau diarahkan pada audiens yang dapat ditipu atau dimanipulasi.
Contoh: penjualan pada mobil bekas.

6
2.3 Pengontrolan Iklan

Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya


manipulasi merupakan hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, maka perlu adanya
kontrol yang tepat guna mengimbangi kerawanan tersebut.

a.       Kontrol oleh pemerintah

Disini terletak tugas penting bagi pemerintah yang harus melindungi


masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Indonesia iklan tentang
makanan dan obat diawasi secara langsung oleh BPPOM.

b.      Kontrol oleh para pengiklan

Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklan


adalah pengaturan diri (self-reganulation) oleh dunia periklanan. Hal tersebut
dilakukan dengan menyusun kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang
disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri. Di Indonesia kita memiliki tata krama
dan tata cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan
oleh AMLI (Asosiasi Perusahaan Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO
(Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia), PPPI (Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar).
Pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada KPI (Komisi Periklanan
Indonesia) yang terdiri dari semua nsur semua asosiasi pendukung dari tata krama
tersebut.

c.       Kontrol oleh masyarakat

Masyarakat harus ikut serta dalam mengawasi mutu etis periklanan yaitu
dengan mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen. Lembaga
tersebut adalah YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) di Jakarta
dan  Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di Semarang. Laporan-
laporan oleh lembaga-lembaga konsumen tentang suat produk atau jasa sangat
efektif sebagai kontrol atas kualitasnya dan srentak juga atas kebenaran
periklanan.

2.4 Tata Krama Iklan


Asas umum tatakrama periklanan Indonesia adalah sebagai berikut:

1.      Jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum negara

2.      Sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat

3.      Mendorong persaingan, namun dengan cara-cara yang adil dan sehat (dijiwai
persaingan sehat).

7
Implementasi dari tiga azas umum tata krama periklanan Indonesia tersebut
diantaranya adalah:

1) Dari segi bahasa, iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif


seperti “paling”, “nomor satu”, “top” atau kata-kata berawalan “ter-”,
dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan
keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan
tertulis dan otoritas terkait atau sumber otentik.
2) Penggunaan kata “100%”, “murni”, “asli” untuk menyatakan
kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya harus dibuktikan
dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber otentik.
3) Iklan tidak boleh menggunakan kata “satu-satunya” apabila tidak bisa
dipertanggung jawabkan.
4) Hiperbolisasi boleh dilakukan hanya sebatas untuk menarik perhatian
atau humor sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak
sasarannya.
5) Tidak melakukan peerbandingan langsung dengan dengan produk-
produk saingannya.
6) Perbandingan harga hanya dapat dilakukan pada efisiensi dan
kemanfaatan produk serta harus ada penjelasannya.
7) Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun
tidak langsung.
8) Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing
sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun
menyesatkan dan membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi
ide dasar, konsep, alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi
(model, kemasan, merk, logo, judul, subjudul, slogan, komposisi huruf
dan gambar, komposisi musik, serta atribut khas lainnya).
9) Tidak dibenarkan melakukan monopoli waktu, ruang dan lokasi iklan
untuk tujuan apapun yang merugikan pihak lain.
10) Klaim sebagai yang pertama, dalam hal apapun harus disertai penjelasan
bukti yang mendukung pernyataan yang dimaksud.
11) Iklan mengenai undian harus  harus secara jelas dan lengkap menyebut
syarat-syarat kesertaan, masa berlaku dan tanggal penarikan undian serta
jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan wajib mencantumkan izin yang
berlaku.
12) Iklan promosi penjualan yang menawarkan diskon harus memang benar
lebih rendah dari harga sebelumya.
13) Pemakaian kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh
dicantumkan dalam iklan bila ternyata konsumen harus membayar biaya
lain.

8
14) Iklan yang menjajikan pengembalian uang ganti rugi atas pembelian
produk yang mengecewakan konsumen, maka syarat-syarat
pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap.

2.5 Sanksi Pelanggaran

Sanksi hukum terhadap pelanggaran etika periklanan di Indonesia


tercantum dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 8/1999 tentang
perlindungan konsumen pasal 17 ayat 1.f yang berbunyi: “pelaku usaha
periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika dan atau ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai periklanan”. Sanksi pelanggaran
terhadap terhadap etika periklanan menurut undang-undang tersebut pada pasal 17
ayat 2 dinyatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran
iklan yang telah melanggar ketentuan ayat 1. Sedangkan pada pasal 62 ayat 3
undang undang yang sama menyebutkan bahwa pelanggar dapat dikenakan sanksi
berupa pidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00.

9
2.6 Kasus periklanan

Kasus pelangaran etika pariwara yang dilansir oleh Binus.ac.id iklan


merupakan komponen kunci dari marketing mix yang dipercaya menjadi faktor
paling penting dalam membangun sebuah brand dan image dari sebuah corporate
company. Karena itu sangatlah penting untuk sebuah iklan memperhatikan hal-hal
yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam proses pengiklanan. Hal ini erat
kaitannya dengan proses pembuatan iklan yang memakan budget yang banyak dan
waktu yang lama.

Debat soal etika di advertising sudah menjadi pembahasan lama, sudah


banyak riset yang dilakukan terkait dengan pembahasan etika periklanan
berdasarkan survei yang luas, karena sebuah nilai bisa berubah seiring berjalannya
waktu, perbedaan tempat, dan banyak faktor lain. Contohnya di Indonesia.
Seorang guru dipandang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, mendidik dengan adil
dan tidak menhhiraukan latar belakang siswanya, juga sebagai seorang yang
sangat terdidik dan patut ditiru oleh generasi penerus. Hal ini sangat berpengaruh
saat akan membuat iklan yang menampilkan seorang guru didalamnya, karena
dengan menyelewengkan nilai tersebut baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat menjadi pelatuk bagi orang -orang yang menghormati nilai
tersebut.

Contoh kasusnya adalah iklan Hago Indonesia yang menampilkan guru


pada tahun 2019 lalu. Dikutip dari https://news.detik.com “Iklan tersebut awalnya
memperlihatkan sosok seorang guru yang menghukum salah satu siswa dan
ditakuti siswa lain. Kemudian datang seorang siswa yang terlambat. Bukannya
marah, guru ini justru mempersilakan siswa yang telat untuk duduk, bahkan
membawakan tasnya.

Hal ini membuat banyak pihak mengajukan protes pada perusahaan game
Hago. Salah satunya datang dari IKA Alumni UNJ yang menganggap iklan

10
tersebut melecehkan profesi guru. Kembali dikutip dari https://news.detik.com
Ketua Umum IKA UNJ berpendapat bahwa “Melihat iklan Hago yang viral di
media sosial, Ikatan Alumni UNJ (IKA UNJ) menganggap dan patut menduga
iklan tersebut sudah melecehkan profesi guru. Karena sosok guru di video tersebut
menunjukkan bukan sosok guru yang dapat digugu dan ditiru,” “ada dua indikasi
iklan tersebut melecehkan profesi guru. Pertama, guru di iklan menunjukkan sikap
diskriminatif yang sangat bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan. Kedua,
guru di iklan tidak menunjukkan sikap yang membangun sikap rajin belajar para
siswa, bahkan sebaliknya, mengajarkan untuk asyik bermain game.” “Berdasarkan
dua hal pokok di atas, kami pengurus IKA UNJ menyatakan keberatan adanya
iklan Hago di media sosial karena dapat merusak citra guru dan membuat peserta
didik malas belajar. Kami meminta manajemen Hago atau siapa pun pembuat
iklan Hago untuk segera menarik dan menghapus iklan Hago tersebut serta
manajemen Hago meminta maaf kepada publik melalui media cetak dan daring,”
Dikutip dari https://nasional.kompas.com karena dua alasan tersebut diatas juga
Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) meminta lembaga penyiaran, terutama stasiun
televisi, untuk menghentikan penayangan iklan aplikasi permainan Hago.

Hal ini sempat menjadi trending topic dan menjadi pembahasan di


masyarakat. Karena efeknya tidak hanya mempengaruhi image dari brand Hago
sendiri, tapi juga berpengaruh pada pemikiran dan nilai yang ada di generasi muda
dan orang-orang yang melihatnya. Dan pembelajaran yang dapat diambil dari
kasus ini adalah harus berhati-hati dalam beriklan dan membuat iklan, karena
audience dari iklan akan terpengaruh oleh pesan yang disampaikan, sehingga
menjadi sangat penting untuk memikirkan pesan iklan yang ingin disampaikan
juga yang terpenting tidak melanggar nilai dan etika yang ada. Pihak Hago sendiri
sudah melakukan permintaan maaf pada salah satu netizen yang memprotes iklan
tersebut di Facebook. Dikutip dari https://news.detik.com manajemen dari Hago
memberi pernyataan maaf yang berisi seperti berikut :

PERNYATAAN RESMI BERKAITAN DENGAN KONTEN IKLAN HAGO


Pelajaran Berharga Untuk Melangkah ke Depan, 13 Mei 2019

11
Kami mendengar Anda, terima kasih untuk masukannya, dan kami
meminta maaf. Tidak ada niat dari kami beserta tim untuk menggambarkan suatu
profesi dengan tidak sepantasnya. Konten terkait sudah kami hapus dari seluruh
kanal resmi kami dan kami akan melakukan evaluasi proses internal sehingga hal
tersebut tidak terjadi lagi di masa mendatang. Ide dari iklan ini adalah
menggambarkan bahwa bermain game dapat membantu semua orang, dari
berbagai latar belakang untuk membangun hubungan dan interaksi sosial yang
menyenangkan. Kami sadar, pesan ini tidak tersampaikan secara baik. Seiring
dengan berkembangnya perusahaan, ada kalanya kami melakukan kesalahan dan
kami akan belajar dari pengalaman tersebut. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak terkait, terutama masukan dari publik, yang membantu kami
untuk terus belajar menjadi lebih baik guna mampu memberikan pengalaman
terbaik kepada pengguna.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Profesi guru merupakan profesi penting bagi kemajuan suatu bangsa. Menjadi
guru bukanlah hal yang mudah, karena seorang harus sedikitnya memilki 4
kompetensi dasar, yaitu kepribadian, sosial, pedagogik dan profesional.

Sosok guru merupakan sosok yang menjadi teladan bagi peserta didik
sehingga guru sering disebut sosok yang patut untuk “digugu dan di tiru”. Oleh
karena, itu seorang guru memiliki kewajiban untuk dapat berperilaku baik yang
dapat menjadi teladan dan diikuti oleh para peserta didiknya.

Masalah game online memang masih menjadi polemik yang kontroversial


di kalangan pendidik. Wacana untuk memasukkan e-sport dalam kurikulum,
sebagaimana yang pernah dilontarkan Menpora beberapa waktu lalu juga
ditentang banyak pihak. E-sport, khususnya game online dinilai tidak sejalan
dengan maksud dan tujuan pendidikan karakter yang menjadi pondasi kurikulum
pendidikan di Indonesia. Bahkan di banyak negara maju sekalipun, e-sport belum
diijinkan untuk masuk dalam kurikulum pendidikan mereka, baik di tingkat
menengah atas maupun tingkat pendidikan dasar.

3.1 Saran
Sebaiknya pihak perusahaan sebelum membuat promosi melalui media
online maupun cetak agar memperhatikan apakah iklan tersebut layak untuk
tayang dalam masyarakat dan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Hal
tersebut dilakukan agar kedepannya tidak ada iklan yang melecehkan profesi atau
pekerjaan seseorang. Yang menimbulkan permasalahan baru dalam masyarakat.
Perusahaan harus lebih bijak memilih dan mambuat iklan agar bisa diterima dalam
masyarakat tanpa menimbulkan permasalahan seperti iklan hago yang sudah
dibahas sebelumnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://binus.ac.id/malang/2020/03/kasus-pelanggaran-etika-pariwara/

https://www.youtube.com/watch?v=EDOLHykeIqI

14

Anda mungkin juga menyukai