DAFTAR ISI
JUDUL....................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................4
1. LATAR BELAKANG.......................................................................................8
2. RUMUSAN MASALAH..................................................................................8
3. TUJUAN MASALAH........................................................................................8
4. BATASAN PENELITIAN................................................................................8
5. MANFAAT PENELITIAN..............................................................................9
6. TABEL ORISINALITAS..................................................................................9
BAB II...................................................................................................................12
KAJIAN PUSTAKA............................................................................................12
BAB III..................................................................................................................31
METODE PENELITIAN....................................................................................31
2
1. Jenis Penelitian..........................................................................................31
2. Pendekatan Penelitian..............................................................................31
6. Sistematika Penulisan...............................................................................37
I. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................38
3
Praktek Menyimpang Praktik Bisnis Periklanan di Indonesia dalam persepektif
Hukum Pidana dan Penegakan Hukumnya
BAB 1
PENDAHULUAN
4
have’.1 Senada dengan itu, Wright3 mengemukakan bahwa iklan merupakan suatu
proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sebagai alat pemasaran yang
membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide
melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif.
Iklan yang baik haruslah memuat informasi yang benar, jujur, apa adanya,
dan sesuai dengan kenyataan, karena mendapatkan informasi yang benar dan jujur
adalah hak konsumen.4 Dalam Tata Cara Periklanan Indonesia terdapat asas
umum yaitu iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku. Namun di sisi lain, dalam kenyataannya iklan tidak lagi
menampilkan sifat informatif yang berfungsi menerangkan karakteristik dari
barang/jasa yang ditawarkan, namun tidak sedikit iklan hanya berisi janji kosong,
tidak realistis, dan tidak proporsional yang bertujuan menyesatkan konsumen.
1
Oughton, David, dan Jhon Lowry, The Text Book on Consumer Law, Black Stone Press Limited,
London,
5
ketidakjujuran atau pembohongan di bidang usaha ini. Selanjutnya dikatakan,
industri periklanan berusaha membuat masyarakat menjadi masyarakat yang
kolektif yang otomatis terprogram pada produk yang diiklankan. Pesan tersebut
mengandung beberapa aspek seperti image, gambar, dan juga suara yang secara
keseluruhan merupakan suatu konstruksi utuh yang mampu membujuk,
mempengaruhi, dan merubah persepsi. Karena kespesifikannya inilah maka
industri periklanan tidak mampu melepaskan diri dari rasa kecurigaan masyarakat
terhadap kejujurannya. Ditambah lagi semangat berkompetisi yang amat keras
dipacu sehingga menyebabkan terjadinya kreatifitas yang melanggar etika.2
Ada dua gejala umum dari bentuk pelanggaran kode etik periklanan yang
paling sering terjadi, yaitu yang merendahkan produk pesaing, dan penggunaan
atribut profesi atau "setting" tertentu yang menyesatkan atau mengelabui
khalayak. Beberapa iklan mengolah temuan-temuan riset tanpa menyinggung
sumber, metode dan waktunya, sehingga seolah-olah mengesankan suatu
kebenaran. Dalam hal kategori produk, pelanggaran paling banyak ditemui pada
iklan-iklan obat-obatan dan makanan. Padahal, beberapa produk seperti obat-
obatan tradisional, makanan dan minuman sudah mempunyai aturan baku dalam
beriklan. Meskipun hal ini sering dianggap menghambat kreativitas, namun
sebenarnya di sinilah tantangannya. Karena menciptakan sebuah iklan yang dapat
diterima semua kalangan tanpa dianggap menyesatkan atau membodohi
masyarakat, memang tidak mudah.3
6
langsung dengannak-anak, tidak boleh menampilkan figur anak-anak. Menurut
beberapa pihak, alasan Novel mudah dipahami, karena sekuat apapun pendirian
orangtua, biasanya lemah jika berhadapan dengan rengekan anak-anaknya.
Mantan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
Ny Zumrotin KS, menemukan sejumlah iklan produk kecap dan brand sari pati
ayam yang kandungan gizinya tidak seperti standar yang ditetapkan. Lembaga
yang menguji kandungan tersebut di laboratorium milik pemerintah itu juga
menemukan bahwa iklan perumahan, kredit, perbankan, termasuk yang paling
banyak menyimpang dari kode etik periklanan.4
4
Kompas, Selasa, 7 Maret 1995
5
Pikiran Rakyat, Senin, 23 Juni 2003
7
bisnis periklanan dan bagaimana perilaku menyimpang tersebut apabila ditinjau
dari aspek hukum pidana dan penegakan hukumnya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, penelitian ini
difokuskan untuk menjawab dua pertanyaan berikut:
3. Tujuan Penelitian
4. Batasan Masalah
8
dan juga brosur offline, dan maslaah ini akan di abhas sesuai dengan kode etik
pelaku usaha periklanan dan akan di tinjau menurut Undang- Undang
Perlindungan Konsumen, Kita Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), serta
yurisprudensi putusan hakim terkait praktek menyimpang periklanan.
5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat Praktis
a. Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan jawaban dan
penjelasan terkait masalah yang akan diteliti yaitu Praktek Menyimpang
Praktik Bisnis Periklanan di Indonesia dalam persepektif Hukum Pidana
dan Penegakan Hukumnya.
b. Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat tentang bagaimana perilaku menyimpang dalam
praktik bisnis periklanan tersebut ditinjau dari aspek hukum pidana dan
penegakan hukumnya
2. Manfaat Teoritis Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi dan sebagai sumbangsih bagi dunia ilmiah dalam memperluas
kepustakaan mengenai kajian dalam studi Hukum dimana lebih khususnya
tentang praktik bsnis periklanan jika ditinjau dari hukum pidananya.
G. Penelitian Terdahulu
9
3 Julieta Santi 2016 INDAK PIDANA PENIPUAN
Simorangkir TERKAIT DENGAN IKLAN
PENJUALAN BARANG YANG
MERUGIKAN KONSUMEN
H. METODE PENELITIAN
10
I. SISTEMATIK PENULISAN
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Iklan adalah salah satu bagian dari perusahan periklanan untuk melakukan
promosi kepada konsumen. Dalam hal ini iklan sangatlah penting untuk
memasarkan prodak yang diproduksi oleh pelaku usaha. Banyak pelaku usaha
yang berbondong-bondong untuk membuat iklan semenarik mungkin sehingga
membuat konsumen tertarik untuk membeli produk yang dijual oleh pelaku
usaha. Iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa Prancis, re-
clamare, yang berarti “meneriakan berulang-ulang”. Iklanmerupakan salah
satubentuk komunikasiyang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu
produk yang ditujukan kepada khalayak secara serempak agar memperoleh
sambutan baik. Iklan berusaha untuk memberikan informasi, membujuk, dan
menyakinkan.6
6
Dendi Sudiana, Komunikasi Periklanan Cetak, (Bandung: Remadja Karya CV
Bandung, 1986), h.1.
7
Raphl S.Alexander,ed. Marketing Definition, (Amerika Association, Chicago.
1965), h. 1.
12
siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang
tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak
dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Menurut kalangan ekonomi biasanya definisi standar periklanan mengandung 6
(enam)elemen, yaitu:
2. Selain pesan yang harus disampaikan harus dibayar, dalam iklan juga
terjadi proses identifikasi sponsor. Iklan bukan hanya menampilkan
pesan mengenai kehebatan produk yang ditawarkan, melainkan juga
sekaligus menyampaikan pesan agar konsumen sadar mengenai
perusahaan yang memproduksi produk yang ditawarkan itu, sehingga
sering mendengar atau melihat iklan yang selain menawarkan
produknya juga menyampaikan siapa produsennya.
13
6. Perancangan iklan harus secarajelas ditentukan kelompok konsumen
yang akan menjadi sasaran pesan. Tanpa identifikasi audiens yang
jelas, pesan yang disampaikan dalam iklan tidak akan efektif.8
8
.Taufik H. Simatupang, AspekHukum Periklanan dalam Persepektif Perlindungan
Konsumen, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h.6.
9
SiswantoSutojo, Stategi Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. DammarMulia
Pustaka, 2000), h.263-264.
14
2. Iklan lokal adalah iklan pada tingkat lokal. Iklan lokal bertujuan
untuk mendorong konsumen untuk berbelanja pada toko-toko
tertentu atau menggunakan jasa lokal atau mengunjungi suatu
tempat atau institusi tertentu.
1. Perusahaan Iklan
Suatu perusahaan iklan atau biro iklan adalah suatu organisasi jasa yang
mengkhususkan diri dalam merencanakan dan melaksanakan program
periklanan bagi klien, yaitu perusahaan yang menggunakan jasabiro atau
perusahaan iklan eksternal. Parastaf perusahaan iklan ini terdiri dariartis,
penulis,analis media, peneliti dan tenaga ahli lainnya yang memiliki
10
Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 146-147.
15
keterampilan khusus, pengetahuan dan pengalaman yang dapat menolong
klien memasarkan barang dan jasa.11
2. Pengiklan
3. Media Periklanan
a. Media Penyiaran
b. Media Cetak
11
Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 146-147.
12
William Wells, J. Burnett, danSandra Morianty, Advertising: Principles &
Practice, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1998), h.7.
13
Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 236.
14
Morissan, M.A., Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 281.
16
c. Media Internet
4. Vendors
5. Konsumen
Konsumen adalah setiap pemakai dan penikmat barang dan jasa yang sudah
diiklankan.
6. Pemerintah
Mencari informasi tentang barang dan atau jasa sangatlah penting bagi
konsumen. Sehingga memang sudah seharusnya ada undang-undang yang
15
Morissan, M.A., Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 317-319.
16
William Wells, J. Burnett, danSandra Morianty, Advertising: Principles &
Practice, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1998), h.11
17
melindungi hal tersebut. Pembuatan undang-undang periklanan didasarkan oleh
adanya kebutuhan pelaku usaha untuk beriklan yang mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat. Bagi pelaku usaha, iklan merupakan suatu media yang sangat
efektif untuk menjangkau konsumen dalam rangka memasarkan barang dan atau
jasa yang diproduksi.17 Karena pula adanya sikap kristis pada kosumen Indonesia
dalam mencermati berbagai iklan maka ini hal yang sangat mendorong adanya
peraturan yang mengatur periklanan. Hal ini pula dilakukan untuk melindungi
konsumen dari tindakan-tindakan curang yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Berdasarkan hal tersebut, iklan memerlukan pengaturan dalam sistem hukum di
Indonesia.
17
Lamtasim Dasustra, “Iklan Sumber Informasi yang Benar atau Menyesatkan”,
KoranTempo, 31 Agustus 2004.
18
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi;
19
Bagi pelaku usaha yang terlanjur telah membuat iklan yang melanggar
ketentuan Pasal 9, harus menghentikan penawaran, promosi dan penanyangan
iklan tersebut. Pasal 9 ayat (1) huruf i melarang iklan secaralangsung atau tidak
langsung merendahkan barang dan atau jasa lain, karena tindakan ini dapat
merugikan pelaku usaha lain serta menyesatkan konsumen dengan memandang
rendah kualitas suatu produk bila dibandingkan dengan produk pengiklan.
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa;
19
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.59.
20
memastikan produk yang diperjualbelikan dalam masyarakat dilakukan dengan
cara-cara tidak melanggar hukum.20
21
obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain.
c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau
jasa;
22
konsekuensi tanggung jawab profesional pelaku usaha periklanan, maka pelaku
usaha periklanan dianggap turut bertanggung jawab terhadap setiap iklan hasil
karya dengan segala iklan akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Tetapi
diterangkan secara lebih lanjut darisegi mana dari iklan tersebut yang dapat
dimintakan pertanggung jawaban pelaku usaha periklanan. Perlindungan hukum
bagi konsumen atas iklan yang menyesatkan dalam UUPK diatur dalam Bab III
Pasal 4 sampai dengan pasal mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen dan
jugahak dan kewajiban pelaku usaha yang telah disebutkan pada bab sebelumnya.
23
Ketentuan mengenai periklanan memiliki keterkaitan erat dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun tentang Penyiaran.Dalam proses lahirnya suatu iklan
tentu akan melibatkan banyak pihak sekali pihak yaitu pengusaha pengiklan
( produsen, distributor, supplier, retailer), pengusaha pengiklan, dan juga media
iklan (di antaranya melalui televisi, radio) sebagai media penyebarluasan
informasi, konsumen sebagai penerima informasiyang disajikan melalui iklan, dan
pemerintah.23 Undang-undang penyiaran mengklasifikasikan jenis iklan atas
siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat.Siaran iklan niaga
berdasarkan Pasal 1 angka 6 undang-undang penyiaran mendefinisikan sebagai:
1. Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan
masyarakat.
2. Siaran iklan wajib menaatiasas, tujuan, fungsi, dan arah peny iaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
b. Promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
5. Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran.
23
Yusuf Shofie, 21 Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen, (Jakarta:
PIRAC-PEG, 2001), h. 43
24
6. Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak- anak
wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak.
8. Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak 20%
(dua puluh per seratus), sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling
banyak 15% (lima belas per seratus) dari seluruh waktu siaran.
10. Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibelioleh siapa pun untuk
kepentingan apa pun, kecualiuntuk siaran iklan.
11. Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri.
25
Sebagai bentuk perusahaan yang menjalankan kegiatan jurnalistik
perusahaan periklanan maupun cetak dan elektronik dapat dikelompokan sebagai
perusahaan pers, penegasan hal tersebut dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers:
26
Undang-Undang mengatur pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan. Etika pada hakikatnya merupakan
pandangan hidup dan pedoman tentang bagaimana orang itu sey ogyanya
berperilaku, pelanggaran etika hukum bukanlah merupakan kaedah hukum
melainkan dirasakan bertentangan dengan hatinurani.24
Etika dalam periklanan diatur dalam kode etik periklanan yang tersusun
dalam etika pariwara Indonesia (EPI). EPI ini merupakan penyempurnaan kedua
atas kitab TataKarma dan TataCara Periklanan Indonesia (TKTCPI) yang
disahkan pada tahun 1981. EPI itu sifatnya adalah melengkapi hukum positifyang
telah ada karena dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 17 ayat
1.f. disebutkan bahwa "Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan
yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan". Dengan demikian EPI dapat menjadi rujukan dari banyak
pihak (termasuk praktisihukum pada umumnya) mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan etika periklanan. Disinilah posisi strategis dari EPI.
24
Sudikno Mertohadikusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta:Liberty, 2003),h.38.
27
2) pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang
dijual,dipasang di dalam media massa sepertisurat kabar atau majalah. Sedangkan
kata “menyesatkan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesiaberasal darikata
“sesat”artinya “salah jalan; tidak melalui jalan yang benar”. Namun apabila kata
“sesat”ditambah dengan awalan “me- “dan akhiran “kan”maka iaakan berubah
menjadi kata “menyesatkan” yang mengandung arti “membawake jalan yang
salah; menyebabkan sesat (salah jalan)”. Deceptive advertising yang merupakan
salah satu pelanggaran hak konsumen yang mungkin masih terjadi pada iklan di
Indonesia. Deceptive advertising bisa dikategorikan dalam tigatipe, yaitu:
1. Fraudulent advertising, iklan yang tidak dapat dipercaya. Iklan seperti ini
mungkin sudah jarang ditemui tapi juga tidak menutup kemungkinan iklan
yang masuk tipe ini masih ada.
2. False advertising, klaim terhadap manfaat produk atau jasa yang hanya dapat
dipenuhi berdasarkan ”syarat dan ketentuan berlaku”yang tidak provider
telekomunikasi terkenal, mengklaim dirinya paling murah dengan
menonjolkan sebuah pertanyaan “ada yang lebih murah dari Rp. 0 ?”tetapi hal
ini tidak pernah dijelaskan secaragamblang bahwa tarif Rp0 hanya berlaku
berdasarkan syarat dan ketentuan. Bahkan dalam iklannya pun tidak dituliskan
syarat dan ketentuan berlaku. Comparative advertising seperti ini berpotensi
menimbulkan masalah dari pihak konsumen atau pesaing. Contoh kasus yang
pernah terjadi antara pabrikan besar BMW dengan Volvo. Dalam sebuah
pesan komersialnya Volvo 850 Turbo Sportwagon mengklaim bahwa Volvo
850 Turbo Sportwagon mempunyai akselerasilebih cepat dibandingkan
BMW328i, pesan komersial kemudian direspon oleh BMW dengan
mengajukan keberatan kepada pihak berwenang di negara bersangkutan.
Akhirnya, kasus tersebut dimenangkan oleh BMWkarena Volvo tidak bisa
memberikan bukti yang memadai atas klaimnya.
28
konsumen Indonesia percaya bahwa memiliki kulit putih merupakan bagian
dari kecantikan. Kepercayaan konsumen ini dimanfaatkan produsen pemutih
kulit merek terkenal dengan menggunakan produk mereka, kulit akan
menjadi putih dalam waktu 7 hari. Hal serupa juga diungkapkan pada produk
lini lainnya dengan pesan yang agresif, hanya pada beberapa iklan lainnya
ditambahkan sebuah tulisan sangat kecildisudut kiri bawah (jika tidak
dipelototi tidak akan kelihatan).
b. The price;
29
b. Harga;
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
25
Yusuf Shofie, 21 Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen,
(Jakarta: PIRAC-PEG, 2001), h. 44
30
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, penelitian
normatif adalah penelitian dilaksanakan dengan menggambarkan, menelaah,
menjelaskan serta menganalisis hukum positif berkaitan dengan penyediaan
fasilitas umum dan sosial di kota Palembang. Dalam penelitian hukum ini, hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law
in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.26
2. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan Perundang-Undangan
26
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2004, hlm.34.
27
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada, Media Group, Jakarta, 2005,
hlm.35.
28
Jonny Ibrahim, Teory dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayu Media, 2006,
hlm.47.
31
Pendekatan peraturan perundang-undangan dengan menelaah semua Undang
- Undang yang berkaitan hak-hak warga disabilitas mengenai fasilitas-fasilitas
umum dan fasilitas sosial. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan
undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari
konsistensi dan kesesuaian antara undang-undang dengan undang-undang atau
undang-undang dengan peraturan perundang-undangan dibawahnya. Hasil dari
telaah tersebut merupakan suatu argument untuk memecahkan isu yang dihadapi.
b. Pendekatan Sejarah
3. Pendekatan Filosofis
Secara etimologi kata filsafat atau falsafah berasal dari bahasa yunani yakni
dari kata philo yang berarti cinta dan shopia yang berarti pengetahuan dan
kebijaksanaan.
4. Pendekatan Konseptual
32
dahulu memahami konsep tersebut melalui pandangan-pandangan dan
doktrindoktrin yang ada.29
5. Bahan Hukum
Angkuta Udara
Penyandang Disabilitas
Bangunan Gedung
b. Bahan Sekunder
29
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenda Media Group, Jakarta, 2013,
hlm.142.
33
Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk
dan penjelasan tentang bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari
buku-buku, literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, hasil penelitian hukum
dan hasil karya ilmiah dari kalangan ilmuan hukum
a. Studi Kepustakaan
2) Klasifikasi, yaitu dengan cara mengolah dan memilih data yang dikumpulkan
tadi ke dalam bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
b. Studi Lapangan
34
7. Teknik Analisa Bahan-bahan Hukum
9. SISTEMATIKA PENULISAN
Hasil penulisan ini disusun dan disajikan dalam suatu karya ilmiah berupa tesis
yang terdiri dari 4 (empat) Bab dan tiap bab akan dirinci lagi menjadi
sub-sub bab.
30
Abdul Kadir MuhammadHukum dan Penelitian Hukum, Bandung ,Citra Aditya Bakti, ,
2004,hlm.122
31
Amirudin dan Zainal Asikin, Op Cit, hlm.166.
35
Bab I :
Bab II :
Bab III :
Bab IV :
Penutup terdiri dari kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta saran-
saran yang dianggap perlu sebagai masukan bagi pihak yang berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Oughton, David, dan Jhon Lowry, The Text Book on Consumer Law, Black Stone
Press Limited, London,
36
Dendi Sudiana, Komunikasi Periklanan Cetak, (Bandung: Remadja Karya CV
Bandung, 1986)
Raphl S.Alexander,ed. Marketing Definition, (Amerika Association, Chicago.
1965)
Taufik H. Simatupang, AspekHukum Periklanan dalam Persepektif Perlindungan
Konsumen, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004)
SiswantoSutojo, Stategi Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. Dammar Mulia
Pustaka, 2000)
Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta: Kencana
Prenada MediaGrup, 2010)
William Wells, J. Burnett, danSandra Morianty, Advertising: Principles &
Practice, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1998),
Ahmadi Miru danSutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen,
(Jakarta:PTRajaGrafindo Persada,2004),
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010),
Yusuf Shofie, 21 Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen, (Jakarta:
PIRAC-PEG, 2001).
Sudikno Mertohadikusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta:Liberty, 2003),
http: //www.pppi.or.id. Kompas, Selasa, 7 Maret 1995 Pikiran Rakyat,
Senin, 23 Juni 2003
37
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenda Media Group,
Jakarta, 2013, hlm.142.
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung ,Citra Aditya
Bakti, 2004,hlm.122
38