Anda di halaman 1dari 38

1

DAFTAR ISI

JUDUL....................................................................................................................3

BAB I......................................................................................................................4

PENDAHULUAN..................................................................................................4

1. LATAR BELAKANG.......................................................................................8

2. RUMUSAN MASALAH..................................................................................8

3. TUJUAN MASALAH........................................................................................8

4. BATASAN PENELITIAN................................................................................8

5. MANFAAT PENELITIAN..............................................................................9

6. TABEL ORISINALITAS..................................................................................9

BAB II...................................................................................................................12

KAJIAN PUSTAKA............................................................................................12

1. Kajian Umum Tentang Periklanan.........................................................12

1.1 Pengertian Periklanan..........................................................................12

1.2 Jenis – jenis Iklan.................................................................................13

1.3 Pihak – Pihak Yang terkait dengan iklan.............................................14

2. Kajian Umum Peraturan Yang Mengatur Tentang Periklanan.........17

2.1 UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.................... 17

2.2 UU No 32 Tahun 2022 tentang penyiaran...........................................23

2.3 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers....................................................25

3.3 Etika Pariwara Indonesia.....................................................................27

3. Kajian Umum Iklan Yang Menyesatkan...............................................27

BAB III..................................................................................................................31

METODE PENELITIAN....................................................................................31

2
1. Jenis Penelitian..........................................................................................31

2. Pendekatan Penelitian..............................................................................31

3. Jenis dan Bahan Hukum..........................................................................32

4. Teknik Penelusuran Bahan Hukum........................................................35

5. Teknik Analisis Bahan Hukum................................................................36

6. Sistematika Penulisan...............................................................................37

I. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................38

3
Praktek Menyimpang Praktik Bisnis Periklanan di Indonesia dalam persepektif
Hukum Pidana dan Penegakan Hukumnya

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia periklanan dewasa ini mengalami kemajuan yang


sangat cepat dan luar biasa. Banyak sekali karya-karya pelaku usaha periklanan,
baik di media elektronik maupun media cetak yang membuat tercengang dengan
kreativitas mereka. Akan tetapi jika dicermati lebih lanjut dari karya-karya
tersebut, sebagian kalanganyang berpendapat bahwa sebagian dari produk iklan
tersebut telah dianggap melanggar tata krama (kode etik) periklanan di Indonesia,
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Jelas terasa adanya pergulatan
antara etika di satu pihak dan kepentingan bisnis di pihak lain. Kondisi ini
merupakan konsekuensi dari akibat masih awamnya para pelaku usaha periklanan
maupun masyarakat sendiri dalam memandang iklan, dan diperparah lagi oleh
masih rendahnya tingkat pengetahuan kode etik periklanan dari kebanyakan
praktisi periklanan, sehingga sering terjadi pelanggaran.

Iklan dapat dikategorikan sebagai komunikasi komersil dan nonpersonal


tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu
khalayak target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran,
majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar ruang, atau kendaraan
umum.1 Bagi pelaku usaha, iklan dapat lebih mendekatkan diri kepada konsumen
dengan menawarkan aneka produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
konsumen. Pentingnya media iklan bagi pelaku usaha tergambar dari pendapat
David Oughnton dan John Lowry: ‘Advertising is the central symbol of consumer
society, advertising plays a central role in making available to consumers
information which the producers of the advertised product wishes the consumer to

4
have’.1 Senada dengan itu, Wright3 mengemukakan bahwa iklan merupakan suatu
proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sebagai alat pemasaran yang
membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide
melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif.

Iklan yang baik haruslah memuat informasi yang benar, jujur, apa adanya,
dan sesuai dengan kenyataan, karena mendapatkan informasi yang benar dan jujur
adalah hak konsumen.4 Dalam Tata Cara Periklanan Indonesia terdapat asas
umum yaitu iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku. Namun di sisi lain, dalam kenyataannya iklan tidak lagi
menampilkan sifat informatif yang berfungsi menerangkan karakteristik dari
barang/jasa yang ditawarkan, namun tidak sedikit iklan hanya berisi janji kosong,
tidak realistis, dan tidak proporsional yang bertujuan menyesatkan konsumen.

Contoh mengenai pemberian informasi tidak benar melalui periklanan


yang dapat merugikan konsumen adalah: ‘makanan ini mengandung zat yang
dapat mencerdaskan anak’, ‘aku tumbuh sehat dan menjadi nomor satu karena
minum susu X’. Sementara itu pemakaian opini yang berlebihan tanpa fakta
tertentu dapat diberikan contoh seperti pemakaian kata-kata ‘nomor satu”,
‘terbaik’, ‘terpilih’,‘menjadikan masakan lebih enak’, ‘mencuci lebih bersih’. Juga
ada iklan dengan ungkapan yang menyesatkan seperti penawaran harga ‘obral’,
‘paling murah’, ‘beli rumah dapat parabola’, dan lain-lain. Contoh lain adalah
iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, seperti obat maag yang
mempromosikan seolah-olah produk itu dapat mencegah agar tidak mengalami
gangguan lambung selama berpuasa. Padahal obat yang mengandung antisida itu
berfungsi hanya untuk mengurangi keluhan lambung, bukan untuk mencegah
menderita sakit maag karena berpuasa.

Sehubungan dengan hal tersebut, seorang ahli periklanan Marshall Mc


Luhan, jauh hari sebelumnya juga sudah mengatakan bahwa kemunculan industri
periklanan telah membangkitkan kekuatiran masyarakat tentang adanya unsur

1
Oughton, David, dan Jhon Lowry, The Text Book on Consumer Law, Black Stone Press Limited,
London,

5
ketidakjujuran atau pembohongan di bidang usaha ini. Selanjutnya dikatakan,
industri periklanan berusaha membuat masyarakat menjadi masyarakat yang
kolektif yang otomatis terprogram pada produk yang diiklankan. Pesan tersebut
mengandung beberapa aspek seperti image, gambar, dan juga suara yang secara
keseluruhan merupakan suatu konstruksi utuh yang mampu membujuk,
mempengaruhi, dan merubah persepsi. Karena kespesifikannya inilah maka
industri periklanan tidak mampu melepaskan diri dari rasa kecurigaan masyarakat
terhadap kejujurannya. Ditambah lagi semangat berkompetisi yang amat keras
dipacu sehingga menyebabkan terjadinya kreatifitas yang melanggar etika.2

Ada dua gejala umum dari bentuk pelanggaran kode etik periklanan yang
paling sering terjadi, yaitu yang merendahkan produk pesaing, dan penggunaan
atribut profesi atau "setting" tertentu yang menyesatkan atau mengelabui
khalayak. Beberapa iklan mengolah temuan-temuan riset tanpa menyinggung
sumber, metode dan waktunya, sehingga seolah-olah mengesankan suatu
kebenaran. Dalam hal kategori produk, pelanggaran paling banyak ditemui pada
iklan-iklan obat-obatan dan makanan. Padahal, beberapa produk seperti obat-
obatan tradisional, makanan dan minuman sudah mempunyai aturan baku dalam
beriklan. Meskipun hal ini sering dianggap menghambat kreativitas, namun
sebenarnya di sinilah tantangannya. Karena menciptakan sebuah iklan yang dapat
diterima semua kalangan tanpa dianggap menyesatkan atau membodohi
masyarakat, memang tidak mudah.3

Deskripisi contoh dari sebagian bentuk pelanggaran kode etik periklanan


tersebut misalnya seperti yang ditunjukkan oleh temuan Lembaga Pembinaan dan
Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang, antara lain menyimpulkan kuatnya
pengaruh iklan terhadap perilaku konsumtif anak-anak. Ketua LP2K Novel Ali
menyebutkan banyaknya iklan yang masih mengeksploitasi anak-anak seperti
Nescafe, Toyota Kijang dan Baygon Glade Fresh. Pernyataan Novel Ali itu sesuai
dengan etika periklanan bahwa iklan tentang sebuah produk yang tak berkaitan
2
BPHN, “Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen
dalam Hal Makanan dan Minuman”, BPHN, Jakarta, hlm.31.
3
http: //www.pppi.or.id.

6
langsung dengannak-anak, tidak boleh menampilkan figur anak-anak. Menurut
beberapa pihak, alasan Novel mudah dipahami, karena sekuat apapun pendirian
orangtua, biasanya lemah jika berhadapan dengan rengekan anak-anaknya.
Mantan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
Ny Zumrotin KS, menemukan sejumlah iklan produk kecap dan brand sari pati
ayam yang kandungan gizinya tidak seperti standar yang ditetapkan. Lembaga
yang menguji kandungan tersebut di laboratorium milik pemerintah itu juga
menemukan bahwa iklan perumahan, kredit, perbankan, termasuk yang paling
banyak menyimpang dari kode etik periklanan.4

Terjadinya berbagai pelanggara kode etik periklan tersebut secara umum


tidak terlepas dari paradigma penyusunan materi iklan yang bersangkutan.
Menurut Elvinaro Ardianto, paradigma komunikasi linear iklan yang tergolong
klasik adalah konsep AIDDA (attention, interest, desire, decision, action), yakni
dengan membangkitkan perhatian, daya tarik, minat/hasrat, keputusan dan
tindakan. Konsep AIDDA ditinjau dari perspektif komunikasi cenderung satu arah
(linear), dengan pengertian produsen atau pengiklan sebagai komunikator terlihat
sangat perkasa dan calon atau konsumen (komunikan) seolah tidak berdaya,
dengan dicekoki pesan-pesan iklan yang notabene untuk kepentingan produsen,
bukan kepentingan konsumen.5

Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas dapat diperoleh gambaran bahwa


iklan yang menurut fungsinya sebagai alat komunikasi antara pelaku usaha yang
menyampaikan pesan-pesan khasnya berupa informasi persuasif sekitar barang
dan/atau jasa, namun dalam kenyataannya tidak sedikit iklan tersebut justru
menyesatkan masyarakat. Iklan yang disiarkan melalui media massa banyak yang
bersifat pemberian informasi yang tidak benar atau bohong untuk memperoleh
keuntungan yang bertentangan dengan hukum dan etika. Menghadapi fenomena
semacam ini perlu dilakukan penelitian terkait perilaku menyimpang praktik

4
Kompas, Selasa, 7 Maret 1995
5
Pikiran Rakyat, Senin, 23 Juni 2003

7
bisnis periklanan dan bagaimana perilaku menyimpang tersebut apabila ditinjau
dari aspek hukum pidana dan penegakan hukumnya.

Berdasarkan penejelasan yang telah peneliti jelaskan , maka melihat


banyaknya terjadi pelanggaran etika periklanan, peneliti ingit mengaitkan hal
tersebut dengan aturan yang ada di Hukum Positif Indonesia dan bagaimana
praktek penyimpangan itu terjadi dan bagaimana pula penegakan hukumnya, oleh
karena itu peneliti dalam rang menempuh tugas akhir ini mengangkat judul skripsi
dengan judul “Praktek Menyimpang Praktik Bisnis Periklanan di Indonesia
dalam persepektif Hukum Pidana dan Penegakan Hukumnya”

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, penelitian ini
difokuskan untuk menjawab dua pertanyaan berikut:

1. Apa kriteria dan bentuk perilaku menyimpang dalam praktik bisnis


periklanan?
2. Bagaimana perilaku menyimpang dalam praktik bisnis periklanan tersebut
ditinjau dari aspek hukum pidana dan penegakan hukumnya?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk :

1. Mengkaji dan menjelaskan kriteria dan bentuk perilaku menyimpag praktik


bisnis periklanan;

2. Untuk mengetahui bagaimana Perilaku menyimpang dalam praktik bisnis


periklanan tersebut ditinjau dari aspek hukum pidana dan penegakan
hukumnya.

4. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini meliputi, praktek periklanan di


indoensia yang melibatkan media siar seperti surat kabar, televisi, media digital

8
dan juga brosur offline, dan maslaah ini akan di abhas sesuai dengan kode etik
pelaku usaha periklanan dan akan di tinjau menurut Undang- Undang
Perlindungan Konsumen, Kita Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), serta
yurisprudensi putusan hakim terkait praktek menyimpang periklanan.

5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat Praktis
a. Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan jawaban dan
penjelasan terkait masalah yang akan diteliti yaitu Praktek Menyimpang
Praktik Bisnis Periklanan di Indonesia dalam persepektif Hukum Pidana
dan Penegakan Hukumnya.
b. Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat tentang bagaimana perilaku menyimpang dalam
praktik bisnis periklanan tersebut ditinjau dari aspek hukum pidana dan
penegakan hukumnya
2. Manfaat Teoritis Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi dan sebagai sumbangsih bagi dunia ilmiah dalam memperluas
kepustakaan mengenai kajian dalam studi Hukum dimana lebih khususnya
tentang praktik bsnis periklanan jika ditinjau dari hukum pidananya.
G. Penelitian Terdahulu

No Penulis Tahun Judul


1 Erma Rusdiana 2012 Aspek Pidana Iklan yang Menyesatkan
Pada Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen
2 SURYAT 2015 TANGGUNG JAWAB HUKUM
PELAKU USAHA ATAS IKLAN
YANG MENYESATKAN
KONSUMEN

9
3 Julieta Santi 2016 INDAK PIDANA PENIPUAN
Simorangkir TERKAIT DENGAN IKLAN
PENJUALAN BARANG YANG
MERUGIKAN KONSUMEN

H. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian deskriptif-kualitatif,


yaitu penggambaran secara mendalam tentang situasi atau proses yang diteliti.6
Penelitian deskriptif-kualitatif dalam konteks ini dimaksudkan untuk memberikan
deskripsi mengenai kondisi, siatuasi, dan fenomena praktik bisnis periklanan
ditinjau dari perspektif hukum pidana dan penegakan hukumnya. Dalam
penelitian ini digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang dan
pendekatan konseptual. Digunakannya pendekatan undang-undang karena objek
penelitian ini terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan
pendekatan konseptual digunakan untuk mengkaji dan menganalisis pandangan
pandangan dan doktrin-doktrin dalam ilmu hukum terkait dengan objek
penelitian. Metode pengumpulan data dilakukan dengan memusatkan perhatian
pada bahan-bahan tertulis berupa literatur hukum pidana dan peraturan
perundangan-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Disamping
itu juga dianalisis pendapat para pakar di media cetak baik majalah, koran, jurnal,
ataupun hasil penelitian yang relevan dengan pokok permasalahan. Setelah data
terkumpul dari hasil studi literer tersebut, kemudian diadakan reduksi data dengan
jalan membuat abstraksi, yakni usaha membuat rangkuman inti. Langkah
selanjutnya adalah menyusun satuan-satuan yang mengandung makna bulat dan
dapat berdiri sendiri. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan berdasarkan
pikiran, intuisi, pendapat atau kriteria tertentu dan kemudian diberi label sesuai
dengan pengelompokannya. Dari hasil pengelompokan tersebut kemudian
dicocokkan dengan permasalahan yang diteliti menurut kualitas kebenarannya
sehingga dapat digunakan untuk memberikan jawaban atas permasalahan
penelitian.

10
I. SISTEMATIK PENULISAN

BAB I : Berisi Pendahuluan dan tujuan penelitian serta urgentifitas


penelitian ini

BAB II : Berisi Landasan teori serta peraturan peraturan yang berkaitan


dengan variabel penelitian’’

BAB III : Berisikan Metodelogi Penelitian

BAB IV : Berisikan Pembahasan terkiat variabel dan fenomena penelitain

BAB V : berisikan Hasil Penelitian dan Kesimpulan

11
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Kajian Umum Tentang Periklanan

1.1 Pengertian Iklan

Iklan adalah salah satu bagian dari perusahan periklanan untuk melakukan
promosi kepada konsumen. Dalam hal ini iklan sangatlah penting untuk
memasarkan prodak yang diproduksi oleh pelaku usaha. Banyak pelaku usaha
yang berbondong-bondong untuk membuat iklan semenarik mungkin sehingga
membuat konsumen tertarik untuk membeli produk yang dijual oleh pelaku
usaha. Iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa Prancis, re-
clamare, yang berarti “meneriakan berulang-ulang”. Iklanmerupakan salah
satubentuk komunikasiyang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu
produk yang ditujukan kepada khalayak secara serempak agar memperoleh
sambutan baik. Iklan berusaha untuk memberikan informasi, membujuk, dan
menyakinkan.6

Iklan atau advertasing dapat didefinisikan sebagai “any paid form of


nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an
identified sponsor”7 (setiap bentuk komunikasinonpersonal mengenai
suatuorganisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang
diketahui).

Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) mendefinisikan iklan


sebagai segala bentuk pesan tentang produk yang disampaikan melalui suatu
media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian
atau seluruh masyarakat. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, siaran iklan didefinisikan sebagai

6
Dendi Sudiana, Komunikasi Periklanan Cetak, (Bandung: Remadja Karya CV
Bandung, 1986), h.1.
7
Raphl S.Alexander,ed. Marketing Definition, (Amerika Association, Chicago.
1965), h. 1.

12
siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang
tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak
dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Menurut kalangan ekonomi biasanya definisi standar periklanan mengandung 6
(enam)elemen, yaitu:

1. Periklanan adalah bentuk komunikasiyang dibayar walaupun beberapa


bentuk periklanan seperti layanan masyarakat,biasanya menggunakan
ruang khusus yang gratis atau walaupun harus membayar, tetapi dengan
jumlah yang sedikit.

2. Selain pesan yang harus disampaikan harus dibayar, dalam iklan juga
terjadi proses identifikasi sponsor. Iklan bukan hanya menampilkan
pesan mengenai kehebatan produk yang ditawarkan, melainkan juga
sekaligus menyampaikan pesan agar konsumen sadar mengenai
perusahaan yang memproduksi produk yang ditawarkan itu, sehingga
sering mendengar atau melihat iklan yang selain menawarkan
produknya juga menyampaikan siapa produsennya.

3. Maksud utama kebanyakan iklan adalah untuk membujuk atau


mempengaruhi konsumen untuk melakukan sesuatu. Didalam iklan,
pesan dirancang sedemikian rupa agar bisa membujuk dan
mempengaruhi konsumen.

4. Periklanan memerlukan elemen media massasebagai media


penyampaian pesan. Media massa merupakan sarana untuk
menyampaikan pesan kepada audiens sasaran.

5. Penggunaan media massa ini menjadikan periklanan dikategorikan


sebagai komunikasi masal, sehingga periklanan mempunyai sifat bukan
pribadi (nonpersonal).

13
6. Perancangan iklan harus secarajelas ditentukan kelompok konsumen
yang akan menjadi sasaran pesan. Tanpa identifikasi audiens yang
jelas, pesan yang disampaikan dalam iklan tidak akan efektif.8

Pada dasarnya definisi iklan adalah sarana komunikasi untuk pemasaran


yang meneriakan suatuproduk barang dan/atau jasa dibuat oleh pelaku usaha
untuk pemberitahuan tentang produk yang dijual dan dipercaya oleh
parakonsumen. Secara umum juga tujuan iklan adalah:9

1. Memberikan informasi kepada konsumen sasaran tentang produk dan


manfatnya. Sebagai contoh iklan kelompok ini adalah pemberitahuan
tentang kehadiran produk baru di pasar, perubahan harga, cara
penggunaan barang.

2. Menyakinkan konsumen sasaran untuk memilihproduk atau merek


daganga perusahaan saingan, Contohnya menghimbau kepada
konsumen sasaran untuk membeli produk, memilih produk atau merek
yang diiklankan atau menyakinkan konsumen tentang keunggulan
atribut produk yang diiklankan dibandingkan dengan produk saingan.

3. Mengingatkan kembali konsumen akan keberadaan produk di pasar dan


berbagai macam manfaat yang dijanjikannya.

1.2 Jenis - Jenis Iklan

Ada beberapa jenis iklan yaitu:

1. Iklan nasional adala iklan yang berskala nasional atau sebagian


wilayah suatu negara. Sebagian besar iklan nasional pada
umumnya muncul pada jam tayang utama di televisi atau media
besar nasional serta media-media lainnya

8
.Taufik H. Simatupang, AspekHukum Periklanan dalam Persepektif Perlindungan
Konsumen, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h.6.
9
SiswantoSutojo, Stategi Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. DammarMulia
Pustaka, 2000), h.263-264.

14
2. Iklan lokal adalah iklan pada tingkat lokal. Iklan lokal bertujuan
untuk mendorong konsumen untuk berbelanja pada toko-toko
tertentu atau menggunakan jasa lokal atau mengunjungi suatu
tempat atau institusi tertentu.

3. Iklan Primer atau Selektif adalah iklan yang memusatkan


perhatian untuk menciptakan permintaan terhadap suatu merek
tertentu.

4. Iklan antar-Bisnis adalah iklan dengan target kepada satuatau


beberapa individu yang berperan mempengaruhi pembelian barang
dan jasaindustri untuk kepentingan perusahaan di mana
paraindividu itu bekerja.

5. Iklan profesional adalah iklan yang target kepada para pekerja


profesional seperti dokter,pengacara, dokter gigi, ahli teknik, dan
sebagainya.

6. Iklan Perdagangan adalah iklan y ang target pada anggota yang


mengelola saluran pemasaran, seperti pedagang besar, distributor
serta para pengecer.10

1.3 Pihak Pihak Yang Terkait Dengan Iklan

Periklanan terdapat pihak-pihak yang terkait dalam periklanan. Adapun


pihak-pihak yang terkaitdalam periklanan adalah :

1. Perusahaan Iklan

Suatu perusahaan iklan atau biro iklan adalah suatu organisasi jasa yang
mengkhususkan diri dalam merencanakan dan melaksanakan program
periklanan bagi klien, yaitu perusahaan yang menggunakan jasabiro atau
perusahaan iklan eksternal. Parastaf perusahaan iklan ini terdiri dariartis,
penulis,analis media, peneliti dan tenaga ahli lainnya yang memiliki
10
Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 146-147.

15
keterampilan khusus, pengetahuan dan pengalaman yang dapat menolong
klien memasarkan barang dan jasa.11

2. Pengiklan

Menurut Etika Pariwara Indonesia pengiklan adalah pemrakarsa,


penyandang dana dan pengguna jasa pengiklan. Maksudnya adalah pihak yang
mempemrakarsai kepada perusahaan periklanan untuk mempromosikan
produk hasil usahanya dengan memberikan informasi yang jelas, benar dan
jujur dari perusahaan pengiklan.12

3. Media Periklanan

Media periklanan adalah sarana komunikasi massa seperti, media cetak


(Koran, majalah, tabloid), media elektronik (televisi, radio dan internet) dan
ada pula medialain yaitu, spanduk, pamphlet, brosur dan billboard. Adapun
bentuk- bentuk media dibagi menjadi tiga:

a. Media Penyiaran

Pemasang iklan harus selalu mempertimbangkan media penyiaran apa


yang paling tepat untuk mempromosikan suatu produk (barang dan jasa).13

b. Media Cetak

Dalam perencanaan media, majalah dan surat kabar memiliki posisi


yang berbeda dengan media penyiaran. Hal ini disebabkan kedua media
cetak tersebut memungkinkan pemasang iklan untuk menyajikan
informasi secara lebih detail atau perinci yang dapat diolah menurut
tingkat kecepatan pemahaman pembacanya.14

11
Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 146-147.
12
William Wells, J. Burnett, danSandra Morianty, Advertising: Principles &
Practice, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1998), h.7.
13
Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 236.
14
Morissan, M.A., Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 281.

16
c. Media Internet

Internet dapat didefinisikan sebagai suatu metode yang mendunia untuk


saling menukar informasi dan berkomunikasi melalui komputer yang saling
terkoneksi. Perusahaan membangun dan menggunakan situs web atau web
site dengan tujuan tidak lebih sebagai katalog atau brosur elektronik yang
dapat diakses secara online yang bertujuan untuk menyediakan informasi.15

4. Vendors

Vendors merupakan kelompok dari organisasi jasa yang membantu


pengiklan, perusahaan periklanan, dan media. Sering pula disebut sebagai
freelancers atau consultants. Contoh adalah penulis naskah dan seniman
grafis,fotografer, pengarang lagu dan lainnya.16

5. Konsumen

Konsumen adalah setiap pemakai dan penikmat barang dan jasa yang sudah
diiklankan.

6. Pemerintah

Pemerintah adalah pengawas berjalannya aturan periklanan.

2. Kajian Umum Peraturan Yang Mengatur Tentang Periklanan

Mencari informasi tentang barang dan atau jasa sangatlah penting bagi
konsumen. Sehingga memang sudah seharusnya ada undang-undang yang

15
Morissan, M.A., Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada MediaGrup, 2010), h. 317-319.
16
William Wells, J. Burnett, danSandra Morianty, Advertising: Principles &
Practice, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1998), h.11

17
melindungi hal tersebut. Pembuatan undang-undang periklanan didasarkan oleh
adanya kebutuhan pelaku usaha untuk beriklan yang mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat. Bagi pelaku usaha, iklan merupakan suatu media yang sangat
efektif untuk menjangkau konsumen dalam rangka memasarkan barang dan atau
jasa yang diproduksi.17 Karena pula adanya sikap kristis pada kosumen Indonesia
dalam mencermati berbagai iklan maka ini hal yang sangat mendorong adanya
peraturan yang mengatur periklanan. Hal ini pula dilakukan untuk melindungi
konsumen dari tindakan-tindakan curang yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Berdasarkan hal tersebut, iklan memerlukan pengaturan dalam sistem hukum di
Indonesia.

2.1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen

Pengaturan kegiatan periklanan dalam Undang-Undang Perlindungan


Konsumen diawali dengan beberapa larangan yang ditujukan bagi pelaku usaha
dalam melaksanakan kegiatan penawaran, promosi, mengiklankan suatu barang
dan atau jasa, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yangmenjelaskan bahwa pelaku usaha dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang atau jasa secaratidak
benar,atau seolah-olah:

a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga,


harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik
tertentu, sejarah atau guna tertentu;

b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki


sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,
ciri•ciri kerja atau aksesori tertentu;

17
Lamtasim Dasustra, “Iklan Sumber Informasi yang Benar atau Menyesatkan”,
KoranTempo, 31 Agustus 2004.

18
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i.Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa


lain;

j.Menggunakan kata•kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,


tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang
lengkap;

k. Menawarkan sesuatuyang mengandung janji yang belum pasti.

Memperhatikansubstansi ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan


Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) ini, pada intin a merupakan bentuk
larangan yang tertuju pada perilaku pelaku usaha yang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan suatubarang dan atau jasa secara tidak benar atau
seolah-olah barang tersebut telah memiliki potongan harga, memenuhi standar
mutu tertentu, dalam keadaan baikatau baru, telah mendapatkan atau sponsor,
persetujuan atau afiliasi, barang tersebut tersedia, tidak mengandung cacat
tersembunyi, merupakan kelengkapan barang tertentu, seolah-olah berasal dari
suatu daerah tertentu, secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang
dan atau jasalain, mempergunakan kata-katayang berlebihan, menawarkan sesuatu
janji yang belum pasti. Larangan terhadap pelaku usaha tersebut dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen membawa akibat bahwa pelanggaran atas
larangan tersebut dikualifikasikan sebagai perbuatan melanggar hukum, sehingga
dapat dikenakan sanksi.18
18
Ahmadi Miru danSutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
PTRajaGrafindo Persada,2004), h.91

19
Bagi pelaku usaha yang terlanjur telah membuat iklan yang melanggar
ketentuan Pasal 9, harus menghentikan penawaran, promosi dan penanyangan
iklan tersebut. Pasal 9 ayat (1) huruf i melarang iklan secaralangsung atau tidak
langsung merendahkan barang dan atau jasa lain, karena tindakan ini dapat
merugikan pelaku usaha lain serta menyesatkan konsumen dengan memandang
rendah kualitas suatu produk bila dibandingkan dengan produk pengiklan.

Dalam Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimuat


ketentuan, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan
atau membuat pernyataan yangtidak benar atau menyesatkan mengenai:

a. Harga atau tarif suatu barangdan/atau jasa;

b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang

dan/atau jasa;

d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Keseluruhan informasi tersebut merupakan “fakta material”karena sangat


penting bagi konsumen untuk memilihatau membeliproduk sesuai dengan
kebutuhan. Apabila konsumen tidak berhati-hatidalam mencermati iklan-iklan
menyesatkan tersebut, maka konsumen akan salah dalam menjatuhkan pilihan
atau akan mengalami kerugian.19

Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini juga


menyangkut larangan yang tertuju kepada perilaku pelaku usaha, yang tujuannya
mengupayakan adanya perdagangan tertib dan iklim usaha yang sehat, guna

19
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.59.

20
memastikan produk yang diperjualbelikan dalam masyarakat dilakukan dengan
cara-cara tidak melanggar hukum.20

Pasal 12 Undang-UndangPerlindungan Konsumen dimuat ketentuan


bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan
suatu barang dan jasadengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah
tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya
sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Ketentuan Pasal 12 ini berkaitan dengan iklan-iklan potongan harga, atau tarif-
tarifkhusus yang marak ditawarkan pelaku usaha untuk menarik perhatian
konsumen untuk datang bertransaksi atau mempergunakan fasilitas tertentu
(angkutan darat,tempat hiburan). Tetapi, begitu konsumen menanyakan perihal
potongan harga atau tarif khusus tersebut, pelaku usaha berdalih potongan harga
atau tarif khusus hanya untuk produk-produk tertentu saja, atau hanya berlaku
untuk tegang waktu tertentu, tanpa memberikan informasi secara alurat kepada
konsumen. Konsumen dalam hal ini tentu merasa tertipu dan dirugikan ongkos,
waktu, dan tenagaakibat tindakan pelaku usaha.21

Konsumen hendaknya jangan terlalu tergiur dengan iklan potongan harga


atau tarif khusus yang ditawarkan oleh pelaku usaha, karena bisa saja produk yang
ditawarkan adalah produk lama atau produk yang tidak diminati oleh konsumen
karena sudah tidak modern atau ketinggalan zaman.22

Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen ditentukan


bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan
suatu barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa
barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya
atau memberikannya tidak sebagaimana dijanjikan. Sedangkan dalam ayat 2
berkaitan dengan larangan kegiatan penawaran, promosi, atau mengiklankan obat,
20
Ahmadi Miru danSutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
PTRajaGrafindo Persada,2004), h.92.
21
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.59.
22
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h, 60

21
obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain.

Tawaran hadiah yang menyertai setiap transaksi penjualan produk


merupakan salah satu kiat pelaku usaha guna mendongkrak omset penjualan
produknya. Kerap kaliditemukan adanya perubahan orientasi konsumen yang
lebih mengutamakan untuk memperoleh hadiah-hadiah sebagaimana dijanjikan
melalui iklan daripada mengutamakan manfaat membeli produk yang sebenarnya.
Pelaku usahapun tidak kurang akal untuk memanfaatkan keluguan konsumen
dengan alasan stok hadiah terbatas, masapengambilan hadiah sudah terlewati,
atau menukar hadiah yang dijanjikan dengan hadiah lain dengan harga yang lebih
murah.

Pasal 17 ayat (1) ditentukan bagi pelaku usaha periklanan dilarang


memproduksi iklan yang:

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan


harga barang dan/atau tarifj asa sertaketepatan waktu penerimaan barang dan/atau
jasa;

b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau
jasa;

d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau


persetujuan yang bersangkutan;

f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang•undangan mengenai


periklanan.

Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan tegas


disebutkan bahwa pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang
diproduksi dan segalaakibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Sebagai

22
konsekuensi tanggung jawab profesional pelaku usaha periklanan, maka pelaku
usaha periklanan dianggap turut bertanggung jawab terhadap setiap iklan hasil
karya dengan segala iklan akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Tetapi
diterangkan secara lebih lanjut darisegi mana dari iklan tersebut yang dapat
dimintakan pertanggung jawaban pelaku usaha periklanan. Perlindungan hukum
bagi konsumen atas iklan yang menyesatkan dalam UUPK diatur dalam Bab III
Pasal 4 sampai dengan pasal mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen dan
jugahak dan kewajiban pelaku usaha yang telah disebutkan pada bab sebelumnya.

Bentuk lainnya untuk melindungi konsumen, yaitu dengan dibentuknya


Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang diatur pada Bab VIII
UUPK mulai dari Pasal 31 sampai dengan Pasal 43. Tugas BPKN yaitu:

a. Memberikan saran dan rekomendasikepada pemerintah dalamrangka


penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.

b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang- undangan


yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.

c. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasayang menyangkut


keselamatan konsumen.

d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya


masyarakat,

e. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen


dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen.

f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat,


lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha.

g. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

2. 2 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

23
Ketentuan mengenai periklanan memiliki keterkaitan erat dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun tentang Penyiaran.Dalam proses lahirnya suatu iklan
tentu akan melibatkan banyak pihak sekali pihak yaitu pengusaha pengiklan
( produsen, distributor, supplier, retailer), pengusaha pengiklan, dan juga media
iklan (di antaranya melalui televisi, radio) sebagai media penyebarluasan
informasi, konsumen sebagai penerima informasiyang disajikan melalui iklan, dan
pemerintah.23 Undang-undang penyiaran mengklasifikasikan jenis iklan atas
siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat.Siaran iklan niaga
berdasarkan Pasal 1 angka 6 undang-undang penyiaran mendefinisikan sebagai:

1. Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan
masyarakat.

2. Siaran iklan wajib menaatiasas, tujuan, fungsi, dan arah peny iaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.

3. Siaran iklan niaga dilarangmelakukan:

a. Yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi


dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan
martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain;

b. Promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;

c. Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;

d. Hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai


agama; dan/atau

e. Eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.

4. Materisiaran iklan yang disiarkan melalui lembagapenyiaran wajib memenuhi


persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI.

5. Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran.
23
Yusuf Shofie, 21 Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen, (Jakarta:
PIRAC-PEG, 2001), h. 43

24
6. Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak- anak
wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak.

7. Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan layanan


masyarakat.

8. Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak 20%
(dua puluh per seratus), sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling
banyak 15% (lima belas per seratus) dari seluruh waktu siaran.

9. Waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk Lembaga Penyiaran Swasta


paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) darisiaran iklan niaga, sedangkan untuk
Lembaga Penyiaran Publik paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari siaran
iklannya.

10. Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibelioleh siapa pun untuk
kepentingan apa pun, kecualiuntuk siaran iklan.

11. Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri.

2.3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

Fungsi iklan sebagai sarana untuk penyebarluasan informasi produk telah


menempatkan perusahaan periklanan maupun media cetak dan elektronik sebagai
bentuk-bentuk perusahaan yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Hal tersebut
dijelaskan pada Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang
Pers,bahwa yang dimaksud dengan Pers adalah:

“Persadalah lembaga sosial dan wahana komunikasimassa yang melaksanakan


kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,
gambar,suara dan gambar,serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya
dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran
yang tersedia.”

25
Sebagai bentuk perusahaan yang menjalankan kegiatan jurnalistik
perusahaan periklanan maupun cetak dan elektronik dapat dikelompokan sebagai
perusahaan pers, penegasan hal tersebut dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers:

“Perusahaan persadalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha


persmeliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan,
atau menyalurkan informasi.”

Dari beberapa penjelasan dalam Undang-Undang Pers tersebut, maka


keberadaan perusahaan periklanan sebagai salah satu bentuk perusahaan pers
memang tidak secara tegas disebutkan, tetapi dengan melihat fungsi yang
dijalankan perusahaan periklanan untuk mengolah informasi produk yang
diperoleh dari pengiklan menjadi informasi yang menarik dan mampu
mengakomodir keingintahuan konsumen telah menempatkan perusahaan
periklanan sebagai perusahaan pers.

Kesimpulan tersebut didukung dengan ditemukannya pengaturan Pasal 13


Undang-Undang Pers mengenai beberapa larangan muatan iklan bagi perusahaan
periklanan yang dimasukkan dalam Bab IV mengenai perusahaan pers, sebagai
berikut. Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:

a. Yang berakibat merendahkan martabat suatuagamadan atau mengganggu


kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan
masyarakat;

b. Minuman keras,narkotika, psikotropika, dan zat aditiflainnya sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

2.4 Etika Pariwara Indonesia.

26
Undang-Undang mengatur pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan. Etika pada hakikatnya merupakan
pandangan hidup dan pedoman tentang bagaimana orang itu sey ogyanya
berperilaku, pelanggaran etika hukum bukanlah merupakan kaedah hukum
melainkan dirasakan bertentangan dengan hatinurani.24

Etika dalam periklanan diatur dalam kode etik periklanan yang tersusun
dalam etika pariwara Indonesia (EPI). EPI ini merupakan penyempurnaan kedua
atas kitab TataKarma dan TataCara Periklanan Indonesia (TKTCPI) yang
disahkan pada tahun 1981. EPI itu sifatnya adalah melengkapi hukum positifyang
telah ada karena dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 17 ayat
1.f. disebutkan bahwa "Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan
yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan". Dengan demikian EPI dapat menjadi rujukan dari banyak
pihak (termasuk praktisihukum pada umumnya) mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan etika periklanan. Disinilah posisi strategis dari EPI.

3. Kajian Umum Iklan yang Menyesatkan

Kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa sangatlah tinggi hingga


konsumenpun membutuhkan informasi produk yang akan dibeli. Karena dengan
ketersediaan informasi tersebut konsumen dengan mudah dapat memilihdan
membeli produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Jika konsumen salah
memperoleh informasi maka akan berakibat konsumen tersebut akan salah dalam
menjatuhkan pilihan sehingga dapat menimbulkan kerugian kepada konsumen.
Dan dapat pula merusak citra pelaku usaha dalam waktu yang lama dan
menghilangkan kepercayaan terhadap konsumen. Kamus Besar Bahasa Indonesia
mengatakan bahwa “iklan” mengandung arti :

1) berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang


benda dan jasayang ditawarkan

24
Sudikno Mertohadikusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta:Liberty, 2003),h.38.

27
2) pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang
dijual,dipasang di dalam media massa sepertisurat kabar atau majalah. Sedangkan
kata “menyesatkan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesiaberasal darikata
“sesat”artinya “salah jalan; tidak melalui jalan yang benar”. Namun apabila kata
“sesat”ditambah dengan awalan “me- “dan akhiran “kan”maka iaakan berubah
menjadi kata “menyesatkan” yang mengandung arti “membawake jalan yang
salah; menyebabkan sesat (salah jalan)”. Deceptive advertising yang merupakan
salah satu pelanggaran hak konsumen yang mungkin masih terjadi pada iklan di
Indonesia. Deceptive advertising bisa dikategorikan dalam tigatipe, yaitu:

1. Fraudulent advertising, iklan yang tidak dapat dipercaya. Iklan seperti ini
mungkin sudah jarang ditemui tapi juga tidak menutup kemungkinan iklan
yang masuk tipe ini masih ada.

2. False advertising, klaim terhadap manfaat produk atau jasa yang hanya dapat
dipenuhi berdasarkan ”syarat dan ketentuan berlaku”yang tidak provider
telekomunikasi terkenal, mengklaim dirinya paling murah dengan
menonjolkan sebuah pertanyaan “ada yang lebih murah dari Rp. 0 ?”tetapi hal
ini tidak pernah dijelaskan secaragamblang bahwa tarif Rp0 hanya berlaku
berdasarkan syarat dan ketentuan. Bahkan dalam iklannya pun tidak dituliskan
syarat dan ketentuan berlaku. Comparative advertising seperti ini berpotensi
menimbulkan masalah dari pihak konsumen atau pesaing. Contoh kasus yang
pernah terjadi antara pabrikan besar BMW dengan Volvo. Dalam sebuah
pesan komersialnya Volvo 850 Turbo Sportwagon mengklaim bahwa Volvo
850 Turbo Sportwagon mempunyai akselerasilebih cepat dibandingkan
BMW328i, pesan komersial kemudian direspon oleh BMW dengan
mengajukan keberatan kepada pihak berwenang di negara bersangkutan.
Akhirnya, kasus tersebut dimenangkan oleh BMWkarena Volvo tidak bisa
memberikan bukti yang memadai atas klaimnya.

3. Misleading advertising, iklan ini melibatkan antara klaim dan kepercayaan,


sebuah iklan menghubungkan dengan kepercayaan konsumen. Misalnya

28
konsumen Indonesia percaya bahwa memiliki kulit putih merupakan bagian
dari kecantikan. Kepercayaan konsumen ini dimanfaatkan produsen pemutih
kulit merek terkenal dengan menggunakan produk mereka, kulit akan
menjadi putih dalam waktu 7 hari. Hal serupa juga diungkapkan pada produk
lini lainnya dengan pesan yang agresif, hanya pada beberapa iklan lainnya
ditambahkan sebuah tulisan sangat kecildisudut kiri bawah (jika tidak
dipelototi tidak akan kelihatan).

Adapun cirri-ciri iklan yang menyesatkan menurut European Commision for


Consumer adalah sebagai berikut:

a. Deceiving the persons to whom it is addressed;

b. Distorting their economic behaviour; or

c. As a consequence, harming the interests of competitors. Maksudnya adalah :

a. Menipu orang-orang kepada siapa ditujukan;

b. Mendistorsi perilaku ekonomi mereka; atau

c. Sebagai konsekuensinya, merugikan kepentingan pesaing.

When determining whether advertising is misleading, severalfactors shall


be taken into account. Theseare:

a. The characteristics of the goods or services concerned;

b. The price;

c. The conditions of deliveryof the goods or provision of the services involved;

d. The nature, attributes and rights of the advertiser.

Ketika menentukan apakah iklan menyesatkan ada beberapa faktor

yang harus diperhitungkan, yaitu:

a. Karakteristik barang atau jasa yang bersangkutan;

29
b. Harga;

c. Kondisi pengiriman barang atau penyediaan jasa yang terlibat;

d. Alam, atribut dan hak-hak dari pengiklan.

Pelanggaran norma-norma dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen


terjadi pada praktek penawaran, promosi, dan periklanan namun harus diuji
melalui proses penegakan hukum apakah praktek penawaran, promosi, dan
periklanan benar terbukti melanggar norma dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen.25

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan yang


menyesatkan adalah pemberitahuan kepada khalayak tentang barang dan atau jasa
yang dijual oleh pelaku usaha untuk menarik perhatian konsumen tetapi
barangdan atau jasa tersebut tidaklah sesuai dengan apa yang telah disebarluaskan
atau diberitahukan di media massa dan tidak benar (sesat) sehingga dapat
merugikan konsumen.

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

25
Yusuf Shofie, 21 Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen,
(Jakarta: PIRAC-PEG, 2001), h. 44

30
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, penelitian
normatif adalah penelitian dilaksanakan dengan menggambarkan, menelaah,
menjelaskan serta menganalisis hukum positif berkaitan dengan penyediaan
fasilitas umum dan sosial di kota Palembang. Dalam penelitian hukum ini, hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law
in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.26

Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya Penelitian Hukum menjelaskan


bahwa : “Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan antara hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter prespektif ilmu hukum. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan di dalam keilmuan yang bersifat deskriftif yang
menguji kebenaran ada tidaknya sesuai dengan fakta disebabkan oleh faktor
tertentu, penelitian hukum untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep
baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi”27

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan pendekatan


terhadap permasalahan yang diteliti, untuk kemudian dikaji dari berbagai aspek
hukum yang ada hubungannya dengan isu hukum yang diteliti.

a. Pendekatan Perundang-Undangan

Menurut Johnny Ibrahim28, penelitian normatif harus menggunakan


perundang-undangan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum
yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian yang berkaitan dengan
konsepsi negara hukum dan teori hierarki peraturan perundang-undangan.

26
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2004, hlm.34.
27
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada, Media Group, Jakarta, 2005,
hlm.35.
28
Jonny Ibrahim, Teory dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayu Media, 2006,
hlm.47.

31
Pendekatan peraturan perundang-undangan dengan menelaah semua Undang
- Undang yang berkaitan hak-hak warga disabilitas mengenai fasilitas-fasilitas
umum dan fasilitas sosial. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan
undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari
konsistensi dan kesesuaian antara undang-undang dengan undang-undang atau
undang-undang dengan peraturan perundang-undangan dibawahnya. Hasil dari
telaah tersebut merupakan suatu argument untuk memecahkan isu yang dihadapi.

b. Pendekatan Sejarah

Perkembangan sejarah digunakan untuk mengetahui latar belakang dan


perkembangan mengenai peraturan perundang-undangan penyandang disabilitas
dan pemerintahan daerah agar dapat terwujud kesetaraan dan berkeadilan.

3. Pendekatan Filosofis

Secara etimologi kata filsafat atau falsafah berasal dari bahasa yunani yakni
dari kata philo yang berarti cinta dan shopia yang berarti pengetahuan dan
kebijaksanaan.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia Poerwardaminta mengartikan filsafat


sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab,
asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta
ataupun mengenai kebenaran dan arti “adanya” sesuatu. Pada intinya filsafat
berupaya untuk menjelaskan hakikat dan hikmah mengenai sesuatu. Filsafat
mencari sesuatu yang mendasar bersifat lahiriah guna memperoleh suatu
jawaban atas permasalahan yang ada.

4. Pendekatan Konseptual

Pendekatan konseptual ini dilakukan dengan merujuk pada prinsip-prinsip


hukum. Prinsip-prinsip hukum dapat ditemukan dalam perundang-undangan
sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum. Selain itu, konsep hukum dapat juga
ditemukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan terlebih

32
dahulu memahami konsep tersebut melalui pandangan-pandangan dan
doktrindoktrin yang ada.29

5. Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum ini penulis melakukan inventarisasi dan pengumpulan


bahan hukum primer, bahan sekunder dan bahan hukum tersier.

Bahan –bahan hukum tersebut meliputi :

a. Bahan Hukum Primer

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi


Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Cacat

5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Angkuta Udara

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

7. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 6 Tahun 2014

tentang Perlindungan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi

Penyandang Disabilitas

8. Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 1 Tahun 2017 tentang

Bangunan Gedung

b. Bahan Sekunder

29
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenda Media Group, Jakarta, 2013,
hlm.142.

33
Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk
dan penjelasan tentang bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari
buku-buku, literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, hasil penelitian hukum
dan hasil karya ilmiah dari kalangan ilmuan hukum

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk


maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
misalnya kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, dan lainnya.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan meliputi beberapa hal :

1) Inventarisasi, yaitu mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan


Penyandang Cacat dan peraturan daerah berkaitan dengan Fasilitas Umum dan
Fasilitas Sosial.

2) Klasifikasi, yaitu dengan cara mengolah dan memilih data yang dikumpulkan
tadi ke dalam bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

3) Sistematis, yaitu dengan menyusun data-data yang diperoleh dan telah


diklasifikasi menjadi uraian yang teratur dan sistematis

b. Studi Lapangan

Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan, meneliti dan merefleksikan data


primer yang diperoleh langsung melalui wawancara sebagai data serkunder.

34
7. Teknik Analisa Bahan-bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan dan diolah, dianalisis secara


deskritif kualitatif30 dengan melakukan analisis yang pada dasarnya dikembalikan
pada tiga aspek yaitu mengklasifikasi, membandingkan, dan menghubungkan.
Terhadap data yang telah terkumpul dari penelitian kepustakaan dan wawancara
selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan penelitian
sehingga ditemukan konsep hukum yang formulasikan sebagai dasar bagi penentu
kebijkan dan atau pihak yang berkompeten dalam pembentuk peraturan
perundang-undangan.

8. Teknik Penarikan Kesimpulan

Teknik penarikan kesimpulan isu hukum dalam penelitian ini menekankan


pada penalaran deduktif31. Penalaran deduktif adalah sebuah proses penalaran
untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus
berdasarkan atas fakta – fakta yang bersifat umum sebagai pegangan utama karena
proses penarikan kesimpulan pada proposal tesis ini adalah konkritisasi (hukum),
karena temuan-temuan hukum berupa nilai-nilai, asas-asas, konsep-konsep, dan
norma-norma hukum yang dirumuskan pada peraturan perundang-undangan pada
penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi disabilitas dengan melihat
peran serta Pemerintah pada umumnya serta peran Pemerintah Kota Palembang
khususnya dalam pelaksanaan penyediaan fasilitas umum dan sosial bagi
penyandang disabilitas guna memberikan keadilan dan persamaan hak bagi
penyandang disabilitas.

9. SISTEMATIKA PENULISAN

Hasil penulisan ini disusun dan disajikan dalam suatu karya ilmiah berupa tesis
yang terdiri dari 4 (empat) Bab dan tiap bab akan dirinci lagi menjadi

sub-sub bab.
30
Abdul Kadir MuhammadHukum dan Penelitian Hukum, Bandung ,Citra Aditya Bakti, ,
2004,hlm.122
31
Amirudin dan Zainal Asikin, Op Cit, hlm.166.

35
Bab I :

Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan


penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, kerangka teoritik dan
metode penelitian serta sistematika penelitian.

Bab II :

Tinjauan pustaka akan diuraikan tinjauan umum tentang pemerintah daerah,


kewenangan dan kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta
tinjauan umum tentang penyediaan fasilitas umum dan sosial bagi penyandang
disabilitas di kota palembang.

Bab III :

Hasil penelitian dan pembahasan akan dipaparkan mengenai implikasi hukum


atas berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas berkaitan dengan hak penggunaan fasilitas umum dan fasilitas sosial di
kota Palembang. Serta kendala yang timbul bagi pemerintah kota Palembang
sebagai implikasi atas berlakunya undang-undang tersebut serta konsep
pengaturan hukum yang akan datang dengan pengelolaan fasilitas umum dan
fasilitas sosial yang ramah bagi warga penyandang disabilitas tersebut.

Bab IV :

Penutup terdiri dari kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta saran-
saran yang dianggap perlu sebagai masukan bagi pihak yang berkepentingan.

DAFTAR PUSTAKA

Oughton, David, dan Jhon Lowry, The Text Book on Consumer Law, Black Stone
Press Limited, London,

BPHN, “Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan


Konsumen dalam Hal Makanan dan Minuman”, BPHN, Jakarta

36
Dendi Sudiana, Komunikasi Periklanan Cetak, (Bandung: Remadja Karya CV
Bandung, 1986)
Raphl S.Alexander,ed. Marketing Definition, (Amerika Association, Chicago.
1965)
Taufik H. Simatupang, AspekHukum Periklanan dalam Persepektif Perlindungan
Konsumen, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004)
SiswantoSutojo, Stategi Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. Dammar Mulia
Pustaka, 2000)
Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta: Kencana
Prenada MediaGrup, 2010)
William Wells, J. Burnett, danSandra Morianty, Advertising: Principles &
Practice, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1998),
Ahmadi Miru danSutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen,
(Jakarta:PTRajaGrafindo Persada,2004),
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010),
Yusuf Shofie, 21 Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen, (Jakarta:
PIRAC-PEG, 2001).
Sudikno Mertohadikusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta:Liberty, 2003),
http: //www.pppi.or.id. Kompas, Selasa, 7 Maret 1995 Pikiran Rakyat,
Senin, 23 Juni 2003

Lamtasim Dasustra, “Iklan Sumber Informasi yang Benar atau


Menyesatkan”,KoranTempo, 31 Agustus 2004
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja
GrafindoPersada, 2004, hlm.34.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada, Media Group,
Jakarta, 2005, hlm.35
Jonny Ibrahim, Teory dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayu
Media, 2006, hlm.47.

37
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenda Media Group,
Jakarta, 2013, hlm.142.
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung ,Citra Aditya
Bakti, 2004,hlm.122

38

Anda mungkin juga menyukai