Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..

DAFTAR ISI ……………………………………………………..1

I. Bab I

a. Pendahuluan ……………………………………………………..2

b. Latar Belakang ……………………………………………………..2

II. Bab II

a. Pembahasan ……………………………………………………..4

b. Etika Produksi ……………………………………………………..4

c. Etika Pemasaran ……………………………………………………..6

III. Bab III

a. Penutup ……………………………………………………..11

b. Kesimpulan ……………………………………………………..11

c. Saran ……………………………………………………..11

d. Daftar Pustaka ……………………………………………………..12


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ketika para pebisnis membicarakan mengenai etika bisnis, maka maknanya adalah:

(1) Penghindaran terhadap pelanggaran hukum kriminal dalam aktivitas kerja seseorang;

(2) Tindakan penghindaran terhadap perlawanan hukum sipil yang dilakukan perusahaan;

(3) Penghindaran terhadap penciptaan imej buruk perusahaan.

Bisnis biasanya memperhatikan tiga hal tersebut jika sudah mengalami kerugian dan reputasi
perusahaan mulai menurun. Munculnya kasus-kasus yang melahirkan problematik etika bisnis bisa
beragam sifatnya, seperti adanya kepentingan pribadi yang berlawanan dengan kepentingan orang lain,
hadirnya tekanan persaingan dalam meraih keuntungan yang melahirkan konflik perusahaan dengan
pesaingnya, munculnya pertentangan antara tujuan perusahaan dengan nilai-nilai pribadi yang
melahirkan pertentangan antara kepentingan atasan dan bawahannya.

Terdapat 3 hal penting yang harus dimiliki oleh perusahaan dalam berbisnis:

(1) Transparansi

Masyarakat ingin mengetahui tentang operasi perusahaan. Posisi etis dari perusahaan harus jelas bagi
para pembeli agar mereka dapat menilai. Hal ini biasanya bisa dilakukan pada perusahaan yang sudah
menjadi perusahaan publik.

(2) Kejujuran

Ketidakjujuran adalah aspek kritis terbesar dalam etika bisnis. Pemberian label yang salah atau tidak
lengkap, harga yang membingungkan dapat merugikan konsumen. Kejujuran ini juga meliputi perilaku
perusahaan, staf dan personil lainnya yang berkaitan dengannya.

(3) Kerendahan Hati

Perusahaan harus mencegah untuk menggunakan kekuatan atau uangnya untuk mengamankan
posisinya.

Di Indonesia sendiri hak konsumen dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8
Tahun 1999. Pasal 2 UUPK yang menyebutkan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.

Sedangkan Hak konsumen menurut pasal 4 UUPK, adalah sebagai berikut:

(1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkon-sumsi barang dan/atau jasa;
(2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

(3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

(4) Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan jasa yang dia gunakan;

(5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyel saian sengketa perlindungan
konsumen secara patut.

(6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

(7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

(8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggam apabila barang dan/atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

(9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;

Namun demikian konsumen juga mempunyai kewajiban, sebagai berikut (pasal 5):

(1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemak; atau pemanfaatan barang dan
/atau jasa demi keamanan dan lamatan.

(2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan; jasa;

(3) Membayar dengan nilai tukar yang disepakati;

(4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut;

BAB II

PEMBAHASAN

Etika Produksi

Produksi berarti diciptakannya manfaat, produksi tidak diartikan sebagai menciptakan secara fisik
sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun dapat menciptakan benda. Kegiatan produksi
mempunyai fungsi mencipta-kan barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada
waktu, harga dan jumlah yang tepat.

Dalam proses produksi biasanya perusahaan menekankan agar produk yang dihasilkannya
mengeluarkan biaya yang termurah, melalui peng-kombinasian penggunaan sumber-sumber daya yang
dibutuhkan, tentu saja tanpa mengabaikan proses inovasi serta kreasi. Secara praktis, ini memerlukan
perubahan dalam cara membangun. Yakni dari cara produksi konvensional menjaai cara produksi
dengan menggunakan sumber daya alam semakin sedikit, membakar energi semakin rendah,
menggunakan ruang-tempat lebih kecil, membuang limbah dan sampah lebih sedikit dengan hasil
produk yang setelah dikonsumsi masih bisa didaur ulang.

Pola produksi ini dilaksanakan dalam ruang lingkup dunia usaha yang merangsang diterapkannya secara
lebih meluas ISO-9000 dan ISO-14000.

ISO-9000 bertujuan untuk peningkatan kualitas produksi. Sedangkan ISO-14000 bertujuan untuk
peningkatan pola produksi berwawasan ling-kungan, membangun pabrik atau perusahaan hijau (green
company) dengan sasaran "keselamatan kerja, kesehatan, dan lingkungan" yang maksimal dan pola
produksi dengan "limbah-nol" (zero waste), mendorong penjualan dengan pengepakan barang secara
minimal dan bisa dikembalikan untuk didaur-ulang kepada penjual, merangsang perusahaan asuransi
mengem-bangkan "risiko lingkungan" dan mendorong Bursa Jakarta mengembangkan semacam "Dow
Jones Sustainable Development Index".

Langkah-langkah tersebut memerlukan ditegakkannya kode etika "tanggung jawab dan akuntabilitas
korporasi" (corporate responsibility and accountability) yang diawasi ketat oleh asosiasi-asosiasi
perusahaan dan masyarakat umum. Kualitas produk pun bisa dikorbankan demi pemangkasan biaya
produksi.

Hukum harus menjadi langkah pencegahan (precautionary measures) yang ketat bagi perilaku ekonomi.
Perilaku ekonomi yang membahayakan keselamatan publik harus diganjar seberat-beratnya. Ini bukan
sekadar labelisasi "aman" atau "tidak aman" pada barang konsumsi. Karena, itu amat rentan terhadap
kolusi. Banyak pengusaha rela membayar miliaran rupiah bagi segala bentuk labelisasi. Seharusnya
pengusaha membayar miliaran rupiah atas perbuatannya yang membahayakan keselamatan publik.
Hukum harus menjadi pencegah dan bukan pemicu perilaku ekonomi tak etis.

Sebagai contoh kasus di luar negeri yang terjadi pada biskuit Arnotts di Australia. Pada suatu saat
perusahaan ditelpon oleh seseorang yang hendak memeras perusahaan tersebut bahwa salah satu
kemasan produknya berisi biskuit yang beracun tidak diketahui kecuali oleh si pemeras tersebut.
Perusahaan dihadapkan pada dua pilihan yaitu membayar orang yang memeras tersebut untuk
menunjukkan produk mana yang beracun, atau menarik seluruh peredaran biskuit tersebut.

Namun perusahaan lebih memilih untuk menanggung kerugian yang besar dengan menarik seluruh
produk-produknya dan memusnahkannya. Ternyata itu menanamkan kepercayaan konsumen kepada
perusahaan, walaupun pada saat itu perusahaan menanggung kerugian yang cukup besar, namun
ternyata enam bulan kemudian pendapatan perusahaan naik tiga kali lipat.

Contoh kasus yang ada di Indonesia terjadi pada kasus Ajinomoto, dimana saat dinyatakan oleh MUI
bahwa produknya tidak halal, Ajinomoto menarik semua produknya, dan perusahaan pun menanggung
banyak kerugian.
Namun dengan mengindahkan himbauan dari MUI dan dengan melakukan pendekatan dengan para
ulama, kinerja keuangan yang semula menurun tajam lama kelamaan naik. Juga kasus obat anti nyamuk
HIT, dimana PT Megahsari Makmur ketahuan memakai bahan pestisida yang bisa menyebabkan kanker
pada manusia di dalam produk barunya, walau zat tersebut sudah dilarang penggunaannya sejak tahun
2004 lalu.

Atau produsen makanan terutama untuk makanan anak-anak, mereka kebanyakan menggunakan
pemanis buatan untuk menekan ongkos produksinya, namun dalam kemasannya mereka tidak
mencantumkan batas penggunaan maksimal yang dapat dikonsumsi, mengingat efek yang
ditimbulkannya sangat berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit kanker dan keterbelakangan
mental.

Untuk produk kosmetik juga dengan maraknya penggunaan bahan mercury dengan khasiat untuk
memutihkan kulit dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, namun efek yang ditimbulkannya malah
sangat berbahaya.

3.3 Etika Pemasaran

Pemasaran adalah kegiatan menciptakan, mempromosikan dan menyampai-kan barang atau jasa ke
para konsumennya (Philip Kotler, 2003). Pemasaran berupaya untuk menciotakan nilai yano lebih dari
pandangan konsumen atau pelanggan terhadap suatu produk perusahaan dibandingkan dengan
harganya serta menampilkan nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan produk pesaingnya.

Pemasaran merupakan salah satu fungsi utama dalam menentukan bisnis perusahaan. Tenaga pemasar
merupakan sarana penghubung utama perusahaan dengan konsumen, atau dengan kata lain tenaga
pemasar adalah ujung tombak bisnis perusahaan, karena merekalah yang memotivasi para konsumen
untuk mernbeli produk perusahaan atau bertransaksi dengan perusahaan.

Pemasaran antara produk dan jasa juga sangat berbeda. Biasanya untuk produk manufaktur
diperbolehkan untuk diiklankan di media baik massa maupun elektronik.

Sernentara untuk jasa secara etis dan moral tidak diperbolehkan untuk diiklankan atau diungkapkan
secara terbuka kepada khalayak umurn. Apalagi untuk anggota profesi biasanya sudah ada kode etik
tersendiri yang harus dipatuhi dan dijunjung tinggi, sebagai contohnya Akuntan dan Pengacara.

Era globalisasi memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pemasaran dan tentunya hal ini
menimbulkan tantangan baru bagi profesi pemasar saat ini, dimana tentunya mereka dituntut untuk
dapat memahami peluang untuk mendapat terobosan baru.
Terdapat beberapa tantangan bagi profesi pemasaran pada abad 21 ini yaitu:

1) Tantangan Visi

Dimana tanggungjawab untuk melihat masa depan menjadi beban yang berat bagi para eksekutif
pemasaran, dimana pemasar harus mempunyai kebe-ranian untuk mendobrak kemapanan dan
kreativitas dalam menentukan strategi pemasaran.

2) Tantangan pada Power Marketing

Konsep ini merujuk pada konsep memanusiakan pelanggan, dimana ekspek-tasi pelanggan semaktn
tinggi, hal ini menyebabkan perusahaan perlu meningkatkan kepedulian pada pelanggan melalui
langkah-langkah inovasi di segala bidang.

3) Tantangan pada Transferable Marketing

Perusahaan menyusun pola pemasaran yang dapat dimanfaatkan pada beberapa lokasi dengan derajat
universalitas yang ditingkatkan.

4) Tantangan pada Manajemen Merk

Perusahaan perlu menumbuhkan adanya iklim kerja yang diwarnai dengan kebanggaan merek
mengingat banyaknya jumlah merek yang beredar di pasaran. Pemasaran di lmgkungan yang
mengglobal pun perlu mengadaptasi dengan budaya di negara yang bersangkutan, misalnya saja iklan
Coca Cola di bulan Suci Ramadhan.

Walaupun produk Coca Cola bukan berasal dari negara muslim, namun pemasaran produk tersebut
disesuaikan dengan negara yang menjadi sasarannya.

Dunia usaha sekarang ini menghadapi lingkungan yang dinamis dan bergejolak, dimana biasanya para
konsumen menuntut untuk mendapatkan produk/jasa dengan kualitas yang tinggi, namun dengan biaya
yang rendah. Karena bagi perusahaan konsumen adalah raja. Pada penelitian yang dilaku-kan oleh
Elizabeth H. Greyer and William T. Ross Jr. ditemukan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli:

(1) Keetisan dari perilaku perusahaan adalah pertimbangan yang penting selama pengambilan
keputusan untuk membeli barang.

(2) Diharapkan suatu perilaku perusahaan yang etis.

(3) Mereka akan memberi hadiah perilaku etis dalam bentuk harga yang

lebih tinggi bagi produk perusahaan tersebut.


(4) Meskipun mereka mungkin membeli dari perusahaan yang tidak etis, mereka ingin untuk
membayar dengan harga yang lebih rendah bagi perusahaan yang berlaku tidak etis.

Terdapat 3 (tiga) tanggungjawab moral perusahaan dalam memasarkan produknya yaitu:

(1) Kualitas produk, tentu saja perusahaan wajib menyediakan produk sesuai dengan yang
dijanjikannya baik melalui kontrak ataupun melalui iklan yang ditawarkannya.

(2) Harga, perusahaan menetapkan harga dengan selayaknya, sesuai dengan kualitas.

(3) Pemberian label serta pengemasan, hal ini dilakukan selayaknya oleh perusahaan agar konsumen
mengetahui informasi yang Iengkap mengenai produk yang bersangkutan, agar konsumen tidak
dirugikan karena kandungan yang terdapat dalam produk tersebut

Dalam pemasaran dan penjualan, yang harus kita perhatikan adalah:

(1) Dimana perbandingan diijinkan oleh undang-undang, bandingkan secara jujur produk, layanan
atau karyawan kita dengan kompetitor;

(2) Membuat semua estimasi harga dan rencana tanggal pengiriman secara jelas dan padat, yang mana
tergantung dari variasi pengiriman pemasok dan permintaan pelanggan;

(3) Tidak pernah memberikan atau menerima pembayaran atau hadiah yangtidak semestinya kepada
atau dari seseorang yang berhubungan dengan penjualan atau pembelian dari produk atau layanan,
biarpun untuk kesempatan bisnis di hari depan; dan

(4) Waspada pada kemungkinan ancaman hukum atas produk, dan bila diperlukan, memperingatkan
pelanggan kita untuk bahaya-bahaya yang berhubungan dengan produk kita yang terjual.

Etika pemasaran disini merupakan studi mengenai aspek-aspek moral dari kegiatan pemasaran, dalam
kegiatan ini dinilai dengan pedoman apakah perbuatan yang dilakukan tersebut adalah sesuai dengan
asas-asas meng-hormati manusia, dan adil atau tidak.

Seringkali para pemasar menghadapi dilema etik, suatu keadaan dimana seseorang harus memaksa
memutuskan sesuatu tindakan, yang meskipun akan memberikan keuntungan baik bagi pribadi maupun
organi-sasi, namun keputusan yang diambil itu dianggap tidak etis.

Perusahaan dalam memasarkan produknya hendaknya taat pada perjanjian kontrak dan perundangan
yang berlaku. Perusahaan perlu menyadari bahwa mereka tergantung pada konsumen. Pelanggaran
etika bukan hanya terjadi pada tahap proses produksi tapi juga terjadi pada tahap pemasaran.

Contoh utama terlihat pada susu formula untuk bayi. Studi yang dilakukan YLKI selama lima tahun
terakhir menunjukkan, berbagai cara ditempuh produsen untuk memasarkan produknya meskipun
dengan cara yang kurang etis, atau cara yang telah melanggar Kode Etik' pemasaran Susu Formula yang
telah ditetapkan Kode Etik Internasional.
Salah satu caranya adalah dengan melalui saran dari para medis. Terbukti dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa 40% ibu rumah tangga menjawab bahwa pemakaian susu formula tersebut adalah
merupakan saran dari tenaga medis (Indah Suksmaningsih, 2001).

Ada tiga faktor yang mempengaruhi manajer pemasaran untuk melakukan tindakan tidak etis
(Schermerhorn, 1999), yaitu:

(1) Manajer sebagai pribadi. Manajer secara pribadi ingin memaksimalkan keuntungan bagi dirinya
sendiri, faktor lain yang mendorong manajer melakukan perilaku tidak etis yaitu agama dan tingkat
pendidikan.

(2) Organisasi. Adanya aturan tertulis serta kebijakan resmi dari top manajemen akan mempengaruhi
tindakan etis para manajer, sehingga kadangkala mereka mengabaikan prinsip-prinsip pribadi mereka
untuk kepentingan organisasi.

(3) Lingkungan

Salah satu bentuk pemasaran yaitu melalui iklan. Iklan dikenal sebagai motor penggerak ekonomi dalam
dunia industri. Perusahaan membuat iklan dengan tujuan untuk meningkatkan profit dan keeksisan di
pasar, untuk merebut pengaruh dan perhatian konsumen.

Perusahaan akan berlomba-lomba menanamkan image produknya dengan kuat kepada konsumen
melalui iklan yang ditayangkan. Fenomena yang terjadi di Indonesia juga banyak iklan yang dibuat
semenarik mungkin dengan mengabaikan tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia, yang
tentunya melanggar juga etika dan moral.

Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi dunia periklanan khusus-nya dan pada perusahaan pada
umumnya untuk menciptakan iklan yang dapat diterima semua kalangan tanpa dianggap membodohi
masyarakat, karena faktanyapun banyak iklan di Indonesia melebih-lebihkan, menyesat-kan, saling
menjelekkan dengan produk pesaing atau bahkan dengan menggunakan keindahan tubuh seorang
wanita.

Sebenarnya dalam dunia periklanan sudah ada peraturan yang mengatur tata cara dalam periklanan
yang diantaranya tertuang dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia serta SK Menkes
Nomor 368.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Perusahaan akan berlomba-lomba menanamkan image produknya dengan kuat kepada konsumen
melalui iklan yang ditayangkan. Fenomena yang terjadi di Indonesia juga banyak iklan yang dibuat
semenarik mungkin dengan mengabaikan tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia, yang
tentunya melanggar juga etika dan moral.

2. Saran

Dengan adanya makalah ini supaya bisa membantu teman – teman untuk lebih mengetahui penjelasan
yang akan di pelajari
DAFTAR PUSTAKA

1. Keraf, Sony A, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta, Edisi Baru, 1998.

2. Muslich, Etika Bisnis Pendekatan Substantif dan Fungsional, 1998.

http://apriyantihusain.blogspot.com/2012/04/etika-produksi-dan-pemasaran.html

http://kmplnmakalah.blogspot.co.id/2012/10/makalah-etika-produksi-dan-
pemasaran.htmlhttp://kmplnmakalah.blogspot.co.id/2012/10/makalah-etika-produksi-dan-
pemasaran.html

Anda mungkin juga menyukai