Salwa Amalya Sheloneta Gloria Biantong Etika Sakinah CH Kelian M.Ri’yan tanthowi.BN
(4522091019) (4522091015) (4522091016) (4522091006)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas Rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Iklan,
Pernyataan Publik, dan Biaya Layanan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini
di buat untuk memenuhi tugas mata kulish Kode Etik Psikologi.Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang iklan dalam layanan psikologi
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapakan terimakasih kepada Ibu Titin Florentina dan Ibu Sitti
Syawaliah Gismin Selaku Dosen pengampu mata kuliah Kode Etik Psikologi. Tidak
lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu di selesaikannya makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi komunikasi membuat penyebaran informasi dapat di
lakukan dengan mudah dan cepat. Saat ini, penyebaran informasi bisa dilakukann
dengan lebih efektif dari segi waktu dan biaya. Jika sebelumnya penyebaran
informasi lebih mengandalakan model konvensional , seperti memasukkan iklan
di media cetak atau membuat brosur dan poster , saat ini penyebaran iklan dan
informasi juga dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah dan lebih cepat,
seperti melalui media sosial.
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan iklan layanan psikologi dan iklan bisnis lainya ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
lanjut oleh kode etik profesi. Di Amerika Serikat, praktik beriklan mulai diawasi
Pemerintah sejak tahun 1960-an melalui Federal Trade Commission (FTC), yakni
lembaga pemerintah yang mengawas! praktik-praktik bisnis (Koocher nee
Spiegel, 2016). Melalui unit kerja Bureau of Competition, pada tahun 1970-an,
disepakati tiga poin penting mengenai kegiatan beriklan bagi praktisi kesehatan
3. Upaya untuk mencegah kegiatan beriklan yang akurat sama buruknya dengan
membuat iklan yangg salah dan menipu.
4
Tabel 1 Perbandingan Perbedaan Iklan Psikologi dan Kebanyakan Iklan di Bisnis
Lainnya
5
diberikan dinilai meningkatkan legitimasi dan mengonfirmasi pesan iklan yang
disampaikan. Hal ini dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk iklan di antaranya:
3. Menjadi narasumber dalam artikel atau ulasan di media tentang hal-hal yang
relevan dengan pengalaman praktiknya.
Pada intinya, beriklan dengan cara-cara di atas masih dapat dianggap etis
Meski demikian, batasan-batasannya tetap perlu diperhatikan dengan saksama
sehingga tidak memberikan informasi yang menipu dan berlebihan. Misalnya,
dalam meminta klien mengekspresikan pengalaman terapinya, seorang psikolog
harus memastikan kerahasiaan data klien dengan meminta klien menandatangani
surat kesediaan untuk dipublikasikan terlebih dahulu (atau dengan dibuat anonim).
Namun, penggunaan testimoni dapat menimbulkan isu etik mengenai akurasi pesan
karena studi-studi menunjukkan bahwa sesi psikoterapi memiliki efek idiosinkratik
(khas) pada individu, sekalipun memiliki gejala permasalahan psikologis yang
sama.
Pada intinya, beriklan dengan cara-cara di atas masih dapat dianggap etis
Meski demikian, batasan-batasannya tetap perlu diperhatikan dengan saksama
sehingga tidak memberikan informasi yang menipu dan berlebihan. Misalnya,
dalam meminta klien mengekspresikan pengalaman terapinya, seorang psikolog
harus memastikan kerahasiaan data klien dengan meminta klien menandatangani
surat kesediaan untuk dipublikasikan terlebih dahulu (atau dengan dibuat anonim).
Namun, penggunaan testimoni dapat menimbulkan isu etik mengenai akurasi pesan
karena studi-studi menunjukkan bahwa sesi psikoterapi memiliki efek idiosinkratik
(khas) pada individu, sekalipun memiliki gejala permasalahan psikologis yang
sama. Masih terkait dengan pelibatan pihak lain, psikolog juga harus menghindari
dan mencegah penipuan terkait jasa layanan psikologi atau pernyataan publik yang
6
dilakukan oleh orang atau lembaga yang dapat mereka kendalikan. Contohnya,
seorang mahasiswa psikologi diminta untuk memberikan pendapatnya oleh media
terkait sebuah fenomena. Media tersebut lalu menuliskan pendapat si mahasiswa,
dengan memberi keterangan psikolog kepada mahasiswa tersebut. Sekalipun akan
menjadi psikolog, statusnya saat ini belum psikolog sehingga harus mengklarifikasi
dan sebisa mungkin mencegah agar tidak memberikan informasi yang menipu
masyarakat.
Koocher (2006) menyimpulkan sejumlah hal penting terkait iklan dan pernyataan
publik dalam praktik psikologi.
4. Biaya layanan dapat disertakan dalam iklan, tetapi harus masuk akal dan
tetap memperhatikan kode etik psikologi.
7
5. Psikolog perlu memperhatikan caranya untuk mempresentasikan diri dan
membuat pernyataan publik dengan hati-hati, sekalipun bukan dalam rangka
beriklan.
(Stress dapat membunuhmu! Banyak orang meninggal setiap harinya karena stres.
Jika Anda merasa teitekan lebih dari sekali seminggu, jangan menunggu. Telepon
saya sekarang di: 555 5555,)
Cara paling etis untuk menulis gelar adalah dengan hanya menulis
gelar yang tah diperolch dan relevan dengan bidang profesinya. Beberapa
psikolog dapat tergoda untuk menulis gelar yang saat ini sedang ditempuh
guna meningkatkan kredibilitas. Bentuk praktik beriklan tidak etik terkait
hal ini antara lain scorang psikolog yang sedang menempuh gelar doktoral
menulis gelar “Ph.D (cand.)” dalam media iklannya. Penulisan gelar “Dr.”
8
di awal nama dan “Ph.D” di akhir nama tidak perlu dan berlebihan. Selain
itu, menggunakan gelar non-akademik tetapi terkait dengan praktik
profesionalnya dapat memberikan informasi yang lebih relevan. Misalnya,
di samping gclar akademik, seorang psikolog yang memperoleh keahlian
dan izin untuk menjadi terapis pernikahan dan keluarga dapat pula menulis
gelar L.M.F.T (Licensed Marital and Family Therapist) sehingga
memberikan informasi yang lebih relevan kepada klien. Gelar spesifik ini
belum populer di Indonesia. Namun, di Indonesia, bidang profesi psikologi
memiliki kekhususannya masing-masing. Misalnya, psikolog klinis dewasa,
psikolog klinis anak, psikolog perkembangan, psikolog industri-organisasi,
dan sejenisnya. Penulisan nama berikut merupakan bentuk paling etik untuk
memasarkan nama dan gelar dalam iklan.
9
2.4. Biaya Layanan
(Kode Etik Psikologi Indonesia (HIMPSI): Pasal 33-36 Code of Conduct (APA):
Pasal 6.04—6.07)
Salah satu isu terkait periklanan adalah pemasaran tarif profesional. Hal-hal
seputar finansial sering kali menjadi isu yang sensitif untuk dibicarakan, terutama
karena psikolog seolah-olah berorientasi pada motif sosial, sedangkan uang sangat
berkonotasi bisnis ketimbang sosial. Di sisi lain, biaya layanan juga rentan
dieksploitasi oleh psikolog guna mendapat keuntungan sebesar-besarnya dari klien
sehingga tidak lagi mengedepankan profesionalitas.
Uang sering kali dianggap sebagai sesuatu yang tabu untuk dibicarakan
schingga memerlukan panduan yang jelas dan bervariasi dalam menjadikannya
sebagai batasan etis atau tidaknya perilaku tersebut. Di Amerika Serikat, isu tentang
biaya layanan mulai kian mengemuka dalam dua dekade terakhir seiring diakuinya
layanan psikologi sebagai bagian dari biaya yang dibayarkan oleh asuransi. 107
Dalam Kode Etik Psikologi Indonesia (HIMPSI, 2010) maupun Code of Cor
dug (APA, 2010), ditegaskan bahwa informasi tentang biaya layanan psikologi
perly dijelaskan sejelas-jelasnya sebelum layanan diberikan, bersamaan dengan hak
dan kewayiban masing-masing pihak. Bahkan, dalam Pasal 33 Ayat 2 Kode Erik
Psikologi Indonesia, juga disebutkan bahwa psikolog dapat menggunakan berbaga
cara, termasuk tindakan hukum, untuk mendapatkan imbalan layanan yang telah
diberikan psikolog terhadap klien jika klien tersebut menolak untuk membayar
Biaya atas layanan yang diberikan oleh seorang psikolog penting karen,
beberapa alasan sebagai berikut.
1. Profesionalitas
10
bagian dari karier seseorang dan sebagai seorang psikolog, hak-haknya
untuk dapat meningkatkan kariernya tetap melekat pada dirinya.
11
Ini di tetapkan ,di komunikasian dan di implementasukan (Koocher dan
Keith Spiegel,2016). Namun, Potensi isu etis yang muncul dapat terkait dengan
power abuse (penyalagunaan kekuasaan) yang di representasikan melalui uang.
Jadi, uang yang dibayarkan atau potongan biaya yang diberikan dapat memengaruhi
tingkat ketergantungan emosionalklien atau psikolog.
Hal berikutnya yang sering menjadi kesulitan bagi seorang psikolog adalah
menentukan batasan biaya yang di anggap wajar untuk layanan yang ia berikan.
Menetukan beberapa tarif layanan psikologi merupakan hal yang kompleks karena
berhubungan dengan isu ekonomi, bisnis, kepercayaan diri, serta nilai-nilai budaya
dan profesional ( Koocher dan Keith-Spiegel,2016). Biaya yang sering di anggap
wajar atau pantas memang tidak ada batasann konkretnya. Dalam kode etik
psikologi indonesia Pasal 33 ayat 1 di sebutkan bahwa biaya yang pantas adalah
yang sesuai dengan kompetisi keilmuan dan profesional yang dimiliki olehh
psikolog(HIMPSI,2010). Penting bagi seorang psikolog untuk peka terhadap
12
perkembangan kehidupan masyarakat di sekitarnya sehingga biaya yang diberikan
berada dalam batas wajar.
2.5. Barter
Dalam membayar layanan psikolog, dapat pula terjadi pembayaran dengan
metode barter (diatur dalam Pasal 36 Kode Etik Psikologi Indonesia). Isu tentang
boleh atau tidaknya melakukan barter atau pertukaran jasa merupakan isu yang
kontroversial karena hal ini tentu menciptakan hubungan majemuk (dual
relationship) yang berpotens: besar merusak objcktivitas hubungan psikolog—
klien. Barter sebagai metode pembayaran juga berpotensi membuat hubungin
terapcutik menjadi eksploitatif karena hubungan majemuk yang tercipta. Walau
demikian, baik Kode Etik Pstkologi Indonesia maupun Code of Conduct
menegaskan bahwa barter dimungkinkan dalam kondis1 jika tidak bertentangan
dengan kode etik dan pengaturan yang dihasilkan tidak bersifat eksploitatif.
13
BAB III
KESIMPULAN
Beriklan merupakan bagian terintegrasi dari aspek bisnis yang tercakup dalam
profesi scorang psikolog. Namun, natur profesi seorang psikolog memberi ba asan
penting yang menentukan bagaimana iklan layanan psikologi seharusnya dibuat.
IImu yang dimuliki olch psikolog untuk mengetahui serta mengontrol perilaku
manusia harus diaphikasikan dalam batasan etik dalam merumuskan ikKlan.
Artinya, iklan pemberian layanan perlu menyasar individu yang memang
membutuhkannya, dan bukan sebaliknya—di mana individu dikondisikan agar
terpengaruh oleh iklan yang dibuat dan memanfaatkan layanan psikolog yang
sesungguhnya tidak diperlukan oleh orang tersebut. Hal yang sama berlaku dalam
membuat pernyataan publik, dimana aspek kebenaran dan kesesuian terhadap fakta
adalah yang direfleksikan dalam pernyataan yang dibuat psikolog.
14
DAFTAR PUSTAKA
Himawan Karsten Karel dkk, (2021). Kode Etik Psikologi dan Aplikasinya di
Indonesia. Jakarta Selatan: Salemba Humanika.
15