ETIKA BISNIS
DI SUSUN OLEH:
Al Ma’ruf 202028027
Muhammad Faiz Tuhelelu 202028037
Fahmi Syahdan Bachtiar 202028151
La Ode Iksan Israru 202028125
Laura Thary Elyan 202028229
Adison Manuhutu 202028153
Ariska Mozes 202028245
Umi S. Kaliky 202028249
Eviyanti 202028215
Lediarosa Tehuayo 202028025
Ruth Eileen H. Jesajas 202028001
Yusti 202028097
Nadya Evelyn Tandjung 202028005
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………1
1.3. Tujuan……………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….…...
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………
..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern.
Iklan dianggap sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam
perkembangan periklanan, media komunikasi modern : media cetak maupun
elektronis, khususnya televisi memegang peranan dominan. Fenomena periklanan
ini menimbulkan perbagai masalah yang berbeda. Etika dalam media berfokus
kepada aksi yang benar-salah serta buruk-baik yang dilakukan oleh orang-orang
yang bekerja di media, dalam kasus ini adalah periklanan. Media tidak bisa
menjadi etik atau tidak etis, tetapi staf dan pekerjanya dapat melakukan aksi yang
etis-tidak etis.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau tanggung jawab sosial dan lingkungan
perseroan terbatas ("TJSL"; bahasa Inggris: corporate social responsibility,
"CSR") adalah suatu konsep bahwa perusahaan memiliki berbagai bentuk
tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya
adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, masyarakat dan lingkungan dalam
segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Konsep TJSL berhubungan erat dengan konsep pembangunan
berkelanjutan, yang mengatur bahwa perusahaan dalam melaksanakan
aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan
dampaknya dalam aspek ekonomi (misalnya tingkat keuntungan atau dividen),
tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari
keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih
panjang. TJSL dapat dirumuskan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan
pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak
negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku
kepentingannya.
Etika bisnis internasional terkait dengan standar moral yang di terapkan di
dalam kegiatan bisnis internasional. Dengan sarana transportasi dan komunikasi
yang kita miliki sekarang, bisnis internasional bertambah penting lagi. Dalam
menjalankan etika dalam bisnis internasional kita harus mengetahui atau
memahami moral atau norma-norma moral yang da di dalam bisnis internasional,
karena tidak boleh sembarangan. Norma moral bisnis yang ada di negara kita
sendiri pasti akan berbeda dengan norma moral bisnis yang ada di negara
internasional, karena setiap negara pasti mempunyai norma moral atau tata cara
dalam berbisnis yang berbeda-beda walaupun terkadang ada yang sama. Di dalam
bisnis internasional pasti ada masalah yang di sebut dengan dumping, dumping
tersebut akan memberatkan para produsen bukan konsumen.
Etika bisnis adalah cara untuk berbisnis dan meliputi semua bagian yang
berhubungan dengan perusahaan, masyarakat, dan individu. Peran dari etika bisnis
pada sebuah perusahaan adalah untuk membentuk perilaku karyawan dan
pimpinan agar hubungan antara karyawan, perusahaan, dan berbagai pihak
internal dan eksternal lain tetap sehat. Etika bisnis juga dapat dijadikan pedoman
dan standar bagi karyawan dan manajemen untuk mengerjakan tugas keseharian
dengan landasan sikap yang profesional, transparansi penuh, dan bermoral baik.
Dalam dunia bisnis, etika menjadi elemen penting yang harus diperhatikan, dan
mencakup dalam berbagai aspek baik itu individu, perusahaan, maupun
masyarakat. Etika dalam bisnis dapat juga bisa diartikan sebagai suatu
pengetahuan mengenai norma-norma dalam mengelola bisnis dan moralitas yang
berlaku secara universal, ekonomi, dan sosial. Hal ini juga yang dijadikan standar
atau pedoman bagi semua karyawan di dalam perusahaan untuk menjadikannya
sebagai pedoman dalam bekerja.
1.2 Rumusan Masalah
1. Skandal suap Lockheed dan usaha mencegah terjadinya kasus serupa itu .
Sekitar 1970 -an produsen pesawat terbang Amerika Serikat , Lockheed , terlibat
dalam sejumlah kasus suap ketika mengusahakan memasarkan beberapa
pesawatnya . Di kemudian hari Lockheed mengakui bahwa sejak tahun 1970 ia
telah membuat “pembayaran khusus” yang bernilai 202 juta dollar Amerika di
lima belas negara . Setelah ketahuan , semua kasus ini menimbulkan reaksi cukup
hebat , baik di negara tempat kejadian maupun di Amerika Serikay tempat
produksi perusahaan Lockheed . Setelah kasus ini di laporkan dalam pers
internasional, reaksinya menjadi sangat hebat , baik di Amerika Serikat maupun di
jepang . Di Amerika Serikat kasus suap Lockheed ini menjadi salah satu skandal
bisnis paling menggemparkan yang dikenal dalam sejarah Amerika dan diperiksa
oleh instansi kehakiman Amerika sampai detail – detail terkecilnya . Carl
Kotchian tidak ada pilihan lain daripada mengundurkan diri sebagai presiden
perusahaan Lockheed .
Kasus Lockheed ini bukan satu – satunya kasus suap yang terjadi di
Amerika waktu itu . Sebagai tanggapan atas kasus – kasus suap seperti itu DPR
Amerika Serikat merancang undang – undang yang di sebut “ Foreign Corrupt
Practices Act “ dan di tandatangani oleh Jimmy Carter pada tahun 1977 . Dengan
adanya undang – undang ini praktek – praktek yang sebelumnya tidak dilarang
secara resmi , menjadi sesuatu yang ilegal dan karena itu mendapat status yang
jelas . Dikemudian hari Undang – Undang tahun 1977 ini berpengaruh besar atas
bisnis Amerika di luar negeri .
2. Mengapa pemakaian uang suap bertentangan dengan etika ?
Setelah mempelajari berbagai aspek dari masalah suap dalam konteks
internasional , sekarang kita siap untuk menyelidiki segi etisnya . Dari sudut
pandang moral , ada alasan apa untuk menolak praktek suap itu ? Dalan refleksi
etis ini kita mengikuti lagi pemikiran De George . Dapat di sebut empat alasan
mengapa praktek suap harus di anggap tidak bermoral .
Alasan pertaman dan paling penting adalah bahwa praktek suap itu
melanggar etika pasar . Kalau kita terjun dalam bisnis tang didasarkan pada
prinsip ekonomi pasar , dengan sendirinya kita mengikat diri untuk berpegang
pada aturan – aturan pasar , dengan sendirinya kita mengikat diri untuk berpegang
pada aturan – aturan mainnya .Sedangkan sistem ekonomi pasar sebagai
keseluruhan justru dimungkinkan karena semua orang bersedia mematuhi aturan -
aturannya . Hal itu mengakibatkan antara lain bahwa harga produk merupakan
buah hasil pertarungan daya – daya pasar . Dengan prakter suap daya – daya pasar
dilumpuhkan dan para pesaing yang mempunyai prodyk sama baik dengan harga
lebih menguntungkan , tidak sedikit pun dapat mempengaruhi proses penjualan .
Karena itu baik yang memberi uang suap maupin yang menerimannya berlaku
kurang fair terhadap prang bisnis lain . Pasar yang didistori oleh praktek suap
adalah pasar yang tidak efisien . Karena praktek suap itu pasar tidak berfungsi
seperti semestinya .
Alasan kedua mengapa praktek itu tidak etis adalah bahwa orang yang
tidak berhak , mendapat imbalan juga . Dalam sistem ekonomi mereke yang
bekerja atau berjasa mendapat imbalan . Seandainya transaksi itu terjadi secara
normal , mereka yang menerima uang suap tidak akan menerima apa – apa .
Mereka hanya mendapat uang itu karena menyalahgunakan kekuasaan , dan
dengan mereke merugikan rakyat dan negara . Yang menerima suap melanggat
kewajiban sebagai pejabat .
Alasan ketiga tidak berlaku untuk kasus Lockheed , tetapi berlaku untun
banyak kasus lain dimana uang suap diberikan dalam keadaan kelangkaan .
Misalnya, dalam keadaan kekurangan keryas seorang penerbit mendapat
persediaan kertas baru dengan memberi uang suap . Cara berbisnis itu melanggar
alokasi yang adil . Penerbit itu tidak akan menerima persediaan baru sebanyak itu,
seandainya diikuti prosedur biasa ( misalnya, dengan menentukan jatah atau kalau
hukum – hukum ekonomi diterapkan terus dengan harga lebih tinggi ) .
Pembagian barang langkah dengan menepuh praktek suap kengakibatkan bahwa
barang diteriman oleh orang yang tidak berhak menerimannya , sedangkan orang
lain yang berhak tidak kebagian . Hal itu jelas bertentangan dengan asas keadilan .
Alsan keempat adalah bahwa praktek suap mengundang untuk melakukan
perbuatan tidak etis dan ilegal lainnya . Baik perusahaan yang memberi uang suap
maupun orang atau instansi yang menerimanya tidak bisa membukukan uang
suap itu seperti mestinya . Dalam pembukuan perusahaan , uang itu dicantumkan
sebagai pos lain ( promosi , misalnya ) dan itu tentu berarti berbohong . Dan
karena tidak dicatat , si penerima tidak akan membayar pajak tentang pendapatnya
itu . Ia juga tidak bisa menggunakan uang itu secara legal untuk investasi baru
atau sebagainya . Pendeknya , orang yang terlibat dalam kasus suap , akan terlibat
dalam perbuatan kurang etis , karena terpaksa terus – menerus harus
c. Keutamaan
Menurut Plato dan Aristoteles, manusia harus melakukan yang baik, justru
karena hal icu baik. Yang baik mempunyai nilai intrinsik, artinya, yang baik
adalah baik karena dirinya sendiri. Malah yang baik adalah sacu-satunya hal yang
kita kejar karena dirinya sendiri. Keutamaan sebagai disposisi tetap untuk
melakukan yang baik, adalah penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia.
Manusia yang berlaku etis adalah baik begitu saja, baik secara menyeluruh, bukan
menurut aspek tertentu saja.
Pikiran ini pun bisa kita terapkan pada sicuasi bisnis. Orang bisnis juga
harus melakukan yang baik, karena hal itu baik. Atau dirumuskan dengan
terminologi modern, orang bisnis juga harus mempunyai integritas. Seperti
berlaku untuk setiap manusia, bagi orang bisnis pun tidak pantas, bila ia tidak
memiliki integritas, Dalam pekerjaannya, si pebisnis memang, mencari untung.
Perusahaan memang merupakan organisasi for profit. Tetapi pebisnis atau
perusahaan tidak mempunyai integritas, kalau mereka mengumpulkan kekayaan
tanpa pertimbangan moral, Bandingkan pebisnis satu yang menjadi kaya dengan
menipu dan merugikan orang lain dengan pebisnis kedua yang cukup sukses
(biarpun barangkali tidak sekaya seperti yang pertama tadi) sambil terap
mempertahankan integritas moral yang tinggi, seperti misalnya kejujuran.
Pebisnis kedua itu menjalankan pekerjaannya dengan baik. Hati nuraninya juga
akan menyaksikan hal itu. Mestinya setiap pebisnis berlaku seperti dia dan tidak
berkelakuan seperti yang pertama tadi. Yang baik harus menjadi tujuan setiap
perilaku manusia.
§ 2. Kode etik perusahaan
1. Manfaat dan kesulitan aneka macam kode etik perusahaan
Dalam sejarah, sudah lama kita mengenal kode etik profesi dalam berbagai
bentuk. Sebagai kode etik profesi yang paling tua dapat dipandang "Sumpah
Hippokrates” (abad ke-5 SM) yang merupakan permulaan suatu tradisi panjang
kode etik kedokteran sampai pada hari ini. Dalam zaman modern, selain profesi
medis, ada banyak profesi lagi yang memiliki sebuah kode etik khusus, misalnya
para pengacara, wartawan, akuncan, insinyur, dan psikolog. Fenomena ini mulai
mencuat dalam dasawarsa 1970an, antara lain karena terjadinya beberapa skandal
korupsi dalam kalangan bisnis. Perkembangan ini mulai tampak di Amerika
Serikat dan kemudian diikuti oleh Inggris dan negara-negara Eropa Barat lainnya,
Menurut survei yang dilakukan oleh Center for Business Ethics dari Bentley
College, Amerika Serikat, pada 1990, maka 93 persen dari perusahaan pada daftar
majalah fortune yang disebut "Fortune 500 service” dan "Fortune 500 industrial”
memiliki suatu kode etik perusahaan yang tertulis. Dalam sebuah survei sejenis
lima tahun gebelumnya jumlah itu sudah mencapai 75 persen. Di samping kode
ctik, menurut gurvei dari 1990 iru 25 persen perusahaan membentuk suatu komisi
ctika dan 52 persen menyelenggarakan pelatihan dalam etika untuk karyawan.”)
Di Eropa Barat juga hampir semua perusahaan besar mempunyai sebuah kode
etik. Di Indonesia kita belum mendengar tentang kemungkinan ini, kecuali pada
perusahaan internasional yang beroperasi di Indonesia.
Apa yang sampai sekarang kami sebut "kode etik perusahaan”, pada kenyataannya
bisa beraneka ragam. Patrick Murphy menggunakan istilah umum ethics
statements dan membedakan tiga macam. Pertama, terdapat values statements atau
pernyataan nilai. Dokumen seperti itu singkat saja dan melukiskan apa yang
dilihat oleh perusahaan sebagai misinya. Sering kali disebut nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh pendiri perusahaan. Jadi, nilai-nilai yang dikemukakan di
sini sering kali lebih luas daripada nilainilai etis saja. Kedua, ada corporate credo
atau kredo perusahaan, yang biasanya merumuskan tanggung jawab perusahaan
terhadap para stakeholder, khususnya konsumen, karyawan, pemilik saham,
masyarakat umum, dan lingkungan hidup. Manfaat kode etik perusahaan dapat
dilukiskan sebagai berikut;
1) Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah
dijadikan sebagian corporate culture. Hal itu terutama penting bagi perusahaan
besar, di mana tidak semua karyawan mengenal satu sama lain. Dengan adanya
kode etik, secara intern semua karyawan terikat dengan standar etis yang sama,
schingga akan mengambil keputusan yang sama pula untuk kasuskasus yang
sejenis. Misalnya, selalu akan mereka tolak dilibatkan dalam tindak korupsi.
Secara ekstern, para stakeholder lain — seperti pemasok dan konsumen —
memaklumi apa yang bisa diharapkan dari perusahaan. Reputasi yang baik di
bidang etika merupakan aset yang amat penting bagi suatu perusahaan.
2) Kode etik dapat membantu dalam menghilangkan grey area atau kawasan
kelabu di bidang etika. Beberapa ambiguitas moral yang sering merongrong
kinerja perusahaan, dengan demikian dapat dihindarkan. Misalnya, menerima
komisi atau hadiah, kesungguhan perusahaan dalam memberantas pemakaian
tenaga kerja anak, dan keterlibatan perusahaan dalam melindungi lingkungan
hidup.
3) Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab
sosialnya. Sudah kita lihat sebelumnya (Bab 9) bahwa tanggung jawab sosial
dalam arti negatif secara moral cukup jelas, sedangkan tanggung jawab sosial
dalam arti positif pada umumnya tidak mewajibkan perusahaan. Tetapi sangat
diharapkan perusahaan tidak membatasi diti pada standar minimal. Melalui kode
etiknya ia dapat menyatakan bagaimana ia memahami tanggung jawab sosial
dengan melampaui minimum tersebut.
4) Kode etik menyediakan bagi perusahaan — dan dunia bisnis pada umumnya -
kemungkinan untuk mengatur dirinya sendiri (self regulation). Dengan demikian,
negara tidak perlu campur tangan. Negara baru membuat peraturan, bila dunia
bisnis tidak berhasil mengatur dirinya sendiri dan menciptakan kerangka moral
untuk perilaku yang benar. Hal itu penting dari sudut ekonomi, karena sistem
ekonomi pasar bebas dengan itu disertai perangkat etika. Hal itu penting juga dari
sudut demokrasi, karena — sesuai dengan prinsip subsidiaritas ~ sedapat mungkin
pemerintah menunjang prakarsa dari masyarakat bisnis. Kerangka moral yang
berasal dari masyarakat bisnis itu sendiri, jauh lebih efektif ketimbang dipaksakan
dari luar.
2. Ethical auditing
Suatu inisiatif yang menarik adalah pemeriksaan atas kinerja etis dan
sosial perusahaan oleh sebuah institut independen. Di Amerika Serikat inisiatif ini
sudah dilaporkan dalam dasawarsa 1980-an,"” sedangkan di Eropa baru tampak
akhir-akhir ini. Keberhasilan pemeriksaan seperti itu tentu untuk sebagian besar
tergantung pada kredibilitas institut yang melakukannya. Beberapa institut di
Eropa yang bergerak di bidang itu adalah European Institute for Business Ethics
di Breukelen, Belanda, New Economic Foundation di London, Inggris, Institute of
Social and Ethical Accountability, di London juga, dan Copenhagen Business
School di Denmark. Nama yang dipakai untuk pemeriksaan ini berbeda-beda,
seperti sering terjadi dengan bidang baru yang belum mantap. Selain ethical
auditing,dipakai juga nama ethical accounting, social auditing, stakeholder
auditing, social erformance report, dan lain-lain.
Untuk menilai kinerja finansial sebuah perusahaan sudah lama ada standarstandar
accounting yang diterima secara nasional dalam suatu negara dan malah secara
internasional, Pada akhir tahun setiap perusahaan membuat laporan yang
didasarkan atas standar-standar tersebut. Kode etik tidak lagi sebatas perhiasan
saja. Pemeriksaan atas kinerja etis dan sosial itu tidak saja dilakukan terhadap
perusahaan, tapi juga terhadap organisasi nirlaba, Organisasi-organisasi seperti itu
pun harus berpegang pada standar-standar etis, entah mereka memiliki kode etik
tertulis atau tidak. Misalnya, menjadi anch sekali, bila organisasi nirlaba scpcrti
Palang Merah Internasional menginvestasikan sebagian dananya dalam industri
senjata. Namun hal seperti itu bisa saja terjadi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengarang : K. BERTENS