Oleh :
Kelompok 5
1. Azzara Lendry 183310801
2. Laila Utami 183310811
3. Salma Syafitri 183310821
4. Wanda Rafika 183310831
Dosen Pembimbing :
Tasman, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan hidayat-nya,
kami dapat menyelesaikan Makalah Tentang Strategi Pemasaran dalam
Nursepreneurship.Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
Agung Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya akhir zaman.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang telah dicurahkan
mendapat berkah dari Allah SWT. Amin
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C. Tujuan............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia remaja merupakanusia produktif yang membutuhkan perhatian khusus,karena
pada posisi ini taraf pencarian jati diri yang masih bersifat labil, banyak faktoir yang
mempengaruhi perilaku seorang remaja, salah satunya yaitu rasa ingin tahu yang
besarterhadap sesuatu yang belum pernah dirasakan begitupun rasa ingin tahu terhadap
obat-obatan terlarang, ini salah satu pemicu tingginya penyalahan gunaan NAPZA
dikalangan remaja di Indonesia, untuk menanggulangi meningkatnya jumlah penyalah
gunaan NAPZA dikalangan remaja, remaja perlu diberitahukan pengetahuan tentang
bahaya NAPZA salah satunya dengan pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu upaya dalam mencegah seseorang
berprilaku tidak sehat, penididkan kesehatan perlu di berikan agar seseorang mngetahui
informasi-informasi penting tentang bahya yang mengancam kesehatan mereka
Pendidikan kesehatan akan lebih efektif apabila didukung dengan alat bantu berupa
media. Media dapat mewakili atau menambahkan apa yang kurang mampu disampaikan
oleh pemberi informasi, baik kata- kata atau kalimat tertentu (Fuad dkk, 2017:213)
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pendidikan kesehatan ?
2. Bagaimana pendidikan kesehatan pada klien NAPZA ?
3. Apa yang dimaksud dengan konseling ?
4. Bagaimana konseling pada klien NAPZA ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu pendidikan kesehatan.
2. Mengetahui bagaimana pendidikan kesehatan pada klien NAPZA
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan konseling.
4. Mengetahui bagaimana konseling pada klien NAPZA.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pengertian Konseling
Dalam bukunya Fundamentals of Counseling edisi III Shertzer/Stonemengemukakan
defiisi konseling sebagai berikut : counseling is aninteraction process that faciitates
meaningful understanding of self andenvironment and results in te establishment and or
clarification of goal andvalues for future behavior Konseling adalah proses interaksi
yangbermaksud memfasilitasi pemahaman diri dan lingkungan yang bertujuanuntuk
membentuk dan atau menjelaskan tentang tata nilai dan tingkah lakuuntuk masa
mendatang. Interaksi yang terjadi di sini adalah proseshubungan secara profesional yang
dilakukan oleh seorang profesional yangisebut konselor kepada seseorang/sekelompok
orang yang mempunyaimasalah yang disebut konseli dengan harapan terpecahkannya
masalah tersebut dan terjadinya perubahan pada diri klien. Konseling dikatakan proses
karena membutuhkan waktu dan tahapan-tahapan tertentu untuk bisa merubah watak,
perilaku, pandangan seseorang. Demikian juga sebaliknya, seseorang untuk bisa berubah
juga butuh waktu dan tahapantahapan tertentu. Oleh karena itu proses konseling tidak
bisa dilakukan hanya sekali, tetapi bisa beberapa kali proses, walaupun tidak menutup
kemungkinan konseling yang dilakukan sekali saja bisa membuahkan hasil yang optimal
(Shetzer & Stone, 1980:19)
Menurut Patterson dan Eisenberg ( 1983) dalam Rosjidan , Konselingadalah suatu
proses yang ditandai oleh suatu hubungan unik antarakonselor dan konseling yang
mengarah kepada perubahan pada pihak konseling di dalam suatu atau lebih bidang-
bidang berikut : (1). tingkah laku
(2).konstruk pribadi (cara membentuk realita, termasuk membentuk diri)
(3).kemampuan untuk menangani situasi-situasi hidup
(4). pengetahuan danketrampilan pembuatan keputusan.
Unsur/komponen yang terlibat dalam proses konseling adalah :
(1) Konselor, yaitu orang yang memiliki kompetensi khusus di bidangkonseling yang
dibuktikan dengan adanya lisensi dan sertifikasi dariorganisasi profesi ini serta
memiliki kemampuan , ketrampilan danpengalaman di bidang konseling.
(2) Konseling, yaitu orang yang datangkepada konselor dengan membawa segala
permasalahan yang ada padadirinya dengan harapan teratasinya masalah dan
terjadinya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik
(3) Masalah, setiap persoalan yang memintauntuk dipecahkan, karena harapan tidak
sesuai dengan kenyataan.
(4) Materi, yaitu masalah yang dibawa konseli untuk dipecahkan
(5) Metode,yaitu cara/tehnik yang bisa digunakan oleh seorang konselor
dalammembantu konseling memecahkan masalah
(6) Tujuan, yaitu maksuddiadakannya konseling adalah demi terselesaikannya suatu
masalah sertaterjadinya perubahan pada diri konseling.
Dengan demikian, konselor di semua lingkup perlu mengenal sumber daya apa saja
yang tersedia untuk menangani klien yangkecanduan obat, seperti klinik gawat darurat,
pusat perawatan khusus,penanganan rumah sakit ( rawat inap / rawat jalan ), pusat-pusat
krisis,rumah rehabilitasi dan kelompok bantuan khusus seperti AlcoholicsAnonymous
dan Narcotic Anonymous.. Para konselor yang bekerja denganpopulasi tersebut
umumnya memiliki pengetahuan khusus tentang aspek- aspek farmakologis.Psikologis,
fisiologis dan sosial budaya daripenyalahgunaan narkoba. Selain itu, konselor di populasi
ini seharusnyaterlibat di dalam interaksi yag baik dengan guru, otoritas agama,
otoritaskenakalan remaja yang dapat membantu dalam pengimplementasianpencegahan,
intervensi awal dan / atau program perawatan para korban (Maryatul Kibtyah, 2015:64).
D. Etika Konseling
Kode etik juga merupakan moralitas para konselor dalam menjalankan profesinya.
Bagaimana kode etik profesi bimbingan dan konseling sesungguhnya, dan berkaitan
dengan apa saja yang menyangkut etika profesi yang terkait dengan bimbingan konseling
dilingkungan dunia pendidikan. Hal ini karena dunia pendidikan lebih memerlukan
penjelasan kode etik ini dibanding dengan bimbingan dan konseling dilingkungan
lainnnya. Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang
tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok, atau
budaya tertentu. Kode etik Bimbingan dan Konseling adalah: kaidah-kaidah perilaku
yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya
memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku
yang dimaksud adalah: 1. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan
sebagai manusia: dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama,
atau budaya. 2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan
mengarahkan diri. 3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab
terhadap keputusan yang diambilnya. 4. Setiap konselor membantu perkembangan setiap
konseli, melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional. 5. Hubungan
konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik
(etika profesi)
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Berdasarkan keputusan pengurus besar
asosiasi bimbingan dan konseling Indonesia (PBABKIN) nomor 10 tahun 20006 tentang
penetapan kode etikprofesi bimbingan dan konseling, maka sebaian dari kode etik itu
adalah sebagai berikut: Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap,keterampilan,
pengetahuan dan 1. wawasan. a. Konselor wajib terus menerus mengembangkan dan
menguasai dirinya. Ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka
pada dirinya sendiri, yang dapat mempengarui hubunganya dengan orang lain dan
mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta merugikan klien. b.Konselor
wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati jajni, dapat
dipercaya, jujur,tertib dan hormat. c.Konselor wajib memiliki rasa tangggung jawab
terhadap saran maupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan
-rekan seprofesi dalam hubunyanga dengan pelaksanaan ketentuan-keteentuaan tingkah
laku profesional sebagaimana di atur dalam Kode Etik ini. d.Konselor wajib
mengutamakan mutu kerja setinggi mungkin dan tidak mengutamakan kepentingan
pribadi, termasuk keuntungan material, finansial, dan popularitas. e.Konselor wajib
memiiki keterampilan menggunakan tekhnik dan prosedur khusus yang dikembangkan
ataas dasar wawasan yang luas dan kaidah- kaidah ilmiah. Penyimpanan dan Penggunann
Informasi. 2. a. Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing,
surat menyurat, perekaman dan data lain, semuanya merupakan informasi yang bersifat
rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/ informasi
untuk keperlian riiset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas
kien di rahasiakan. b.Penyampaian informasi klien kepada keluarga atau kepada anggota
profesi lain membutuhka persetujuan klien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran bimbingan dan konseling Islam di dalam upaya penanganankorban
pengguna narkoba menjadi sangat kompleks, karena selainperawatan baik medis maupun
psikhis, juga bimbingan sosial, mental danspiritual. Hal ini tidak mungkin bisa dilakukan
pembimbing dan konselorsendirian , tetapi butuh bantuan dari pihak lain yang kompeten
menangani
medis, sosial dan moral spiritual, sehingga banyak balai rehabilitasi menjalin kerjasama
dengan rumah sakit jiwa, kementrian agama, balailatihan kerja, dinas sosial dan peran
serta masyarakat sekitar untukmenciptakan situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan
merekakembali menggunakan barang haran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Amriel Reza. 2007. Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba. Jakarta : Salemba Humanika.
Bachman .J. G, Freedman-Doan. P. O’Malley, P.M, Schulenberg, J.E, Jonston, L.D, &
Messersmith, E.E (2007). Education-Drug Use Relationship : an Examinations Of Rasial
Eth Nic Sub Grub (Monitoring the Future Occasitona, paper no 66) Ann Arbor MI :
Institute For Social Research.
Fuad Setyaji, Cristin Wiyani, & Surwani. 2017. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui
Media Vidio Terhadap Pengetahuan Bahaya NAPZA pada Remaja Kelas X MAN
Manguoharjo Yogyakarta : Universitas Respati Yogyakarta. 4(2) 212-216.
Kibtyah Maryatul. 2015. Pendekatan Bimbingan dan Konseling Bagi Korban Pengguna
Narkoba. Semarang : Universitas Islam Negeri Walisongo.
United Nations Office on Drugs and Crime. 2004. Schools School-Based Education for Drug
& Abuse Prevention. New York : United Nations Publications.