Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH KEPERAWATAN KARDIOVASKULER

” Penerapan Discharge Planning Pada Pasien Infark Miokard di Ruang Jantung”

Kelompok 1

2B

Anggota :

Annisa Fitri (183110203)


Azzahra (183110206)
Danil Hidayat (173110200)
Inayah Nursyafitri (183110217)
Monica Yuza Utami (183110221)
Ramadhani Riska Sucianti (183110229)
Wahyuni Irwan (183110237)

Dosen pembimbing :

Renidayati, S.Kp.M.Kep.Sp.Jiwa

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Penerapan
Discharge Planning Pada Pasien Infark Miokard di Ruang Jantung”. Makalah ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Penerapan Discharge
Planning Pada Pasien Infark Miokard di Ruang Jantung” ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Padang, 20 Mei 2020

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................4
C. Tujuan ...............................................................................................................................5
D. Manfaat..............................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORITIS


Konsep Penyakit Infark Miokard
A. Pengertian infark miokard.................................................................................................6
B. Etiologi infark miokard.....................................................................................................6
C. Manifestasi klinik infark miokard.....................................................................................9
D. Patofisiologi......................................................................................................................10
E. Pemeriksaan Diagnostik....................................................................................................11
F. Penatalaksanaan................................................................................................................12
Konsep Discharge Planning
A. Pengertian Discharge planning.........................................................................................14
B. Tujuan Discharge planning...............................................................................................14
C. Manfaat Discharge planning.............................................................................................14
D. Waktu Discharge planning................................................................................................15
E. Pelaksanaan dan proses keperawatan ...............................................................................15
F. Discharge planning pada pasien Infark Miokard..............................................................20
G. Kesiapan Pulang................................................................................................................22
H. Teori Keperawatan Self Care Orem .................................................................................24
Kasus dan pembahasan..............................................................................................................31
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………. . .41
B. Saran…………………………………………………………………………………......41
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................42
SOAL VIGNETTE......................................................................................................................43

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark Miokard adalah suatu kondisi medis yang mengancam keselamatan jiwa
yang ditandai dengan kematian otot jantung dikarenakan penyumbatan arteri koroner
secara tiba-tiba dimana hal ini menghalangi pasokan darah ke otot jantung. Penyumbatan
biasanya terjadi pada lumen arteri koroner yang telah dipersempit oleh plak yang
berlemak dari aterosklerosis, yang sepenuhnya disumbat oleh gumpalan darah atau suatu
plak arteri. Otot jantung yang kekurangan oksigen akan mengalami kematian dalam
keadaan tersebut, sehingga menimbulkan nyeri dada yang menekan gejala dari infark
miokard. Ini merupakan keadaan medis yang darurat yang membutuhkan perawatan
medis yang secepatnya untuk mencegah kerusakan permanen pada sebagian besar
jantung dan kematian dini.
Discharge planning merupakan suatu proses pelayanan kesehatan yang
melibatkan pasien dan keluarga dalam mempersiapkan pemulanganuntuk kontinuitas
perawatan.
Proses ini dimulai sejak awal pasien datang ke sebuah tempat pelayanan kesehatan
sampai pasien dinyatakan untuk kembali ke rumah. Discharge planningbertujuanuntuk
meningkatkan pengetahuan, kemandirian, keterampilan serta sikap dalam memperbaiki
atau mempertahankan status kesehatan paska perawatan di rumah sakit. Selain itu
discharge planningjuga bertujuan untuk mempersiapkan kepulangan pasien dan
meningkatkan kepatuhan perawatan di rumah

B. Rumusan Masalah
Konsep Penyakit Infark Miokard
1. Apa Pengertian infark miokard?
2. Bagaimana Etiologi infark miokard?
3. BagaimanaManifestasi klinik infark miokard?
4. Bagaimana Patofisiologi infark miokard?
5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik infark miokard?

4
6. Bagaimana Penatalaksanaan infark miokard?

Konsep Discharge Planning


1. Apa pengertian Discharge planning?
2. Apa tujuan Discharge planning?
3. Apa manfaat Discharge planning?
4. Bagaimana waktu Discharge planning?
5. Bagaiamana pelaksanaan dan proses keperawatan?
6. Bagaimana Discharge planning pada pasien Infark Miokard?
7. Bagaiman kesiapan Pulang?
8. Bagaimana Teori Keperawatan Self Care Orem?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendeskripsikan penerapan discharge planning pada pasien
Infark Miokard diruang jantung.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian Discharge planning
2. Untuk mengetahui tujuan Discharge planning
3. Untuk mengetahui manfaat Discharge planning
4. Untuk mengetahui waktu Discharge planning
5. Untuk mengetahui pelaksanaan dan proses keperawatan
6. Untuk mengetahui Discharge planning pada pasien Infark Miokard
7. Untuk mengetahui kesiapan Pulang
8. Untuk mengetahui Teori Keperawatan Self Care Orem

D. Manfaat Penulisan
Sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
infark miokard dengan penerapan discharge planning,dan menambah wawasan dan
penegetahuan.

5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR INFARK MIOKARD


1. Definisi
Infark Miokard adalah suatu kondisi medis yang mengancam keselamatan jiwa
yang ditandai dengan kematian otot jantung dikarenakan penyumbatan arteri koroner
secara tiba-tiba dimana hal ini menghalangi pasokan darah ke otot jantung. Penyumbatan
biasanya terjadi pada lumen arteri koroner yang telah dipersempit oleh plak yang
berlemak dari aterosklerosis, yang sepenuhnya disumbat oleh gumpalan darah atau suatu
plak arteri. Otot jantung yang kekurangan oksigen akan mengalami kematian dalam
keadaan tersebut, sehingga menimbulkan nyeri dada yang menekan gejala dari infark
miokard. Ini merupakan keadaan medis yang darurat yang membutuhkan perawatan
medis yang secepatnya untuk mencegah kerusakan permanen pada sebagian besar
jantung dan kematian dini.
Pemblokiran arteri koroner yang paling sering disebabkan oleh kondisi yang
disebut aterosklerosis, yang merupakan penumpukan zat lemak secara bertahap dalam
aliran darah di sepanjang lapisan dalam arteri yang membatasi aliran darah ke jantung.
Zat-zat ini juga dapat membuat massa abnormal dari trombosit yang menjadi bekuan
darah. Jaringan parut yang dihasilkan dari otot mati pada IM mengubah pola aktivitas
listrik jantung. Perubahan-perubahan dalam pola listrik ini terlihat dengan jelas dalam uji
elektrokardiografi (EKG), sehingga alat ini sangat penting untuk mendiagnosis IM.

2. Etiologi / Faktor Resiko Infark Miokard


Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan

6
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.

2. Infark miokard tipe 2


Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan
aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. Infark Miokard tipe 4
a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3
kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary
intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stenttrombosis.
c. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark
miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner. Terdapat 2 faktor
resiko yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Ada empat faktor resiko
biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu
1. Usia
2. jenis kelamin
3. ras
4. riwayat keluarga.
Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia.
Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko
lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik (Santoso,2005). Faktor- faktor tersebut yaitu
1. abnormalitas kadar serum lipid

7
2. hipertensi
3. merokok
4. diabetes
5. obesitas
6. faktor psikososial
7. konsumsi buah-buahan
8. diet dan alkohol
9. aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).

Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9
tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini
diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-
laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai
menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena
adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas
normal. The National Cholesterol Education Program(NCEP) menemukan kolesterol
LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary
Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga
menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar
300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok

8
(Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan
kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan. Obesitas meningkatkan
resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di
negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT).
Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m 2 dan obesitas dengan IMT > 30
kg/m2.
Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen.
Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian
kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik,
resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006). Faktor psikososial
seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak
simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena
aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet
yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi
resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari
dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers,
2004).

3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala infark miokard adalah :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, bagian
bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
3) Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke  bawah menuju
lengan (biasanya lengan kiri).
4) Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan/bekerja atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan istirahat
atau nitrogliserin (NTG).
5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

9
6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis  berat, pusing atau
kepala ringan dan mual muntah.
7) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (menumpulkan
pengalaman nyeri.
4. Patofisiologi
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh iskemia pada
miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible. Waktu diperlukan bagi sel-sel
otot jantung mengalami kerusakan adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard
hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri,
makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya. Secara fungsional, infark
miokard menyebabkan : berkurangnya kontraksi dengan gerak dinding abnormal,
terganggunya kepaduan ventrikel kiri, berkurangnya volume denyutan,  berkurangnya
waktu pengeluaran dan meningkatnya tekanan akhir-diastole ventrikel kiri. Gangguan
fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi  juga lokasinya karena berhubungan
dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan berdasarkan tempat terdapatnya seperti
infark subendokardial, infark intramural, infark subepikardial, dan infark transmural.
Infark transmural meluas dari endokardium sampai epikardium. Semua infark miokard
memiliki daerah daerah pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera, diluarnya
dikelilingi lagi lingkaran iskemik. Masing-masing menunjukkan pola EKG yang khas.
Saat otot miokard mati, dilepaskan enzim intramiokard, enzim ini membantu
menentukkan beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati, diganti jaringan parut
yang dapat mengganggu fungsinya (Dr. Jan Tambayong, 2007).

5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges et all (2000:85) pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan infark
miokard yaitu :

1) EKG, menunjukkan peninggian gelombang S-T, iskemia berarti penurunan atau


datarnya gelombang T dan adanya gelombang Q.

10
2) Enzim jantung dan isoenzim, CPK-MB meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam
12-24 jam.

3) Elektrolit, ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat


mempengaruhi kontraktilitas.

4) Sel darah putih, leukosit (10.000-20.000) tampak pada hari kedua sehubungan
dengan proses inflamasi.

5) GDA atau oksimetri nadi, dapat menunjukkan hipoksia.

6) Kolesterol atau trigliserida serum : meningkat menunjukkan arterisklerosis.

7) Foto dada, mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK.

8) Ekokardium, evaluasi lebih lanjut mengenai fungsi dasar terutama ventrikel.

9) Angiografi koroner, menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.

6. Pentalaksanaan

1) Penatalaksanaan Medis Menurut Smetlzer (2002:790) : Tujuan dari penatalaksanaan


medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi terjadinya
komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara, segera mengembalikan
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung tetapi obat-obatan,
pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap
mempertahankan fungsi jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk
mengurangi kebutuhan oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi
kebutuhan oksigen. Hilangnya nyeri merupakan indikator utama bahwa kebutuhan
dan suplai telah mencapai keseimbangan.

Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen
Smeltzer dan Bare, 2002:791-802).

a. Vasodilator

11
Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalh nitrogliserin.
Nitrogliserin menyebabkan dilatasi arteri dan vena, sehingga menurunkan jumlah
darah yang kembali ke jantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (viorkload)
jantung.
b. Antikoagulan
Heparin digunakan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Dengan
memperpanjang waktu pembekuan darah dapat menurunkan kemungkinan
pembentukan trombus dan akan menurunkan aliran darah.

c. Trombosit
Tujuan trombosit untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di arteri
koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark, contohnya
steptokinase atau anti streptease, selain itu pemberi analgetik juga bisa diberikan.
Morfin dapat menurunkan tekanan dalam kapiler paru, mengurangi perembasan
cairan ke jaringan paru dan menurunkan kecepatan napas. Diuretik bisa diberikan
untuk vasodilatasi dan penimbunan darah di pembuluh darah perifer, contohnya
furosemide (lasix).
2) Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Doenges et alll (2000;84) dasar data pengkajian yang perlu diperhatikan
pada pasien dengan infark miokard adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas
Pasien sering mengalami kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur. Ditandai adanya
takikardia dan dispnea pada saat istirahat maupun beraktivitas.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat infark miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal
jantung kronis, masalah tekanan darah dan diabetes mellitus perlu ditanyakan
pada pasien. Ditandai dengan tekanan darah dapat normal atau naik atau
turun, nadi dapat normal penuh atau tak kuat juga bisa lemah tapi kuat, dan
disritmia.
c. Nyeri atau ketidaknyamanan

12
Nyeri dada yang timbulnya mendadak atau tidak berhubungan dengan
aktivitas, tida hilang dengan istirahat skala nyeri 1-10. Hal ini ditandai dengan
wajah meringis, menangis, merintih. Perubahan frekuensi atau irama jantung,
tekanan darah, pernapasan, warna kulit, kesadaran.
d. Pernapasan
Pada pasien infark dapat terjadi dispnea, batuk dengan atau tanpa produksi
sputum, riwayat merokok dan pernapasan kronis, ditandai dengan peningkatan
frekuensi pernapasan, napas sesak, pucat, sianosis.

Tindakan keperawatan utama pada paisen infark meliputi sebagai berikut


(Corwin, 2001:371) :
1. Diberikan oksigen untuk meningkatkan oksigen darah sehingga beban
atau jantung berkurang dan perfusi sistemik meningkat.
2. Pembahasan aktivitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung
membantu membatasi luas kerusakan.
3. Obat untuk menghilangkan nyeri untuk menenangkan pasien juga sebagai
vasodilator yang bekerja menurunkan preload dan afterload, contohnya
morfin.
4. Diberikan diuretik untuk mencegah kelebihan volume serta timbulnya
gagal jantung kongestif.

13
B. KONSEP DISCHARGE PLANNING
1. Pengertian
Discharge planning (perencanaan pulang) adalah suatu proses yang melibatkan pasien
dan keluarga dalam mempersiapkan pemulangan sehingga pasien dapat melakukan
kontinuitas perawatan di rumah. Tindakan utama dalam discharge planning yaitu pendidikan
kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan dukungan terhadap kondisi
pasien serta tindak lanjut yang harus dilakukan setelah menjalani perawatan di rumah sakit.
2. Tujuan
Menurut National Council of Social Service (NCSS) pelaksanaan discharge planning
bertujuan untuk memberdayakan dan memaksimalkan potensi pasien untuk hidup secara
mandiri melalui dukungan dukungan dan sumber - sumber yang ada dalam keluarga dan
masyarakat. Tujuan lain dari discharge planning menurut WHO diantaranya:
1. Mempersiapkan kesiapan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis untuk pulang dan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan
2. Mempersiapkan keluarga secara psikologi mengenai perubahan kondisi pasien
3. Memberikan informasi pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhan
4. Memfasilitasi kelancaran perpindahan dan meyakinkan bahwa semua fasilitas kesehatan
siap menerima kondisi pasien
5. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk meningkatkan derajat Kesehatan
6. Memberikan kontinuitas perawatan antara rumah sakit dengan lingkungan
7. Meningkatkan pasien dan keluarga tentang masalah kesehatan dan kemungkinan
terjadinya komplikasi.

3. Manfaat

14
Manfaat discharge planning ditujukan untuk pasien, keluarga, dan pelayanan Kesehatan
lanjutan. Manfaat discharge planning menurut NCSS diantaranya untuk menetapkan tujuan
bersama antara pasien dan pemberi pelayanan mengenai kebutuhan pasien, mengelola
perawatan jangka pendek dan panjang, mendorong pendekatan tim, dan mendapatkan
kelangsungan perawatan.
Manfaat discharge planning bagi pasien diantaranya menyadarkan kepada pasien bahwa
dirinya merupakan bagian dari proses perawatan bukan sebagai objek dari proses perawatan,
menyadarkan kepada pasien bahwa pasien memiliki hak untuk dipenuhi segala
kebutuhannya, dan meningkatkan pengetahuan pasien mengenai penyakitnya dan bagaimana
perawatannya. Manfaat discharge planning bagi perawat yaitu merasakan bahwa keahliannya
diterima, memahami perannya dalam sistem, mengembangkan pengetahuan, keterampilan
dan prosedur baru, memiliki kesempatan untuk bekerja dalam sistem yang efektif dan
dinamis.

4. Waktu
Discharge planning harus dilakukan sedini mungkin yaitu setelah pasien masuk ke
rumah sakit. Menurut Carpenito, discharge planning harus dimulai segera setelah pengkajian
pasien masuk Perawat harus menganalisa data untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien
maupun keluarga. Discharge planning yang dilakukan sedini mungkin dapat memberikan
dampak terhadap lamanya perawatan pasien di rumah sakit, mengurangi biaya perawatan,
menurunkan angka readmission ,mempengaruhi faktor resiko kekambuhan, status
fungsional,dan memungkinkan intervensi rencana pulang dilakukan dengan tepat waktu.

5. Pelaksanaan dan Proses Keperawatan


Proses pelaksanaan discharge planning mencakup pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis,
sosial, budaya, dan ekonomi. Pelaksanaan discharge planning dikatakan sukses jika discharge
planning dimulai saat pasien masuk dengan mempergunakan alat pengkajian discharge
planning khusus, misalnya checklist yang berisikan pertanyann seputar kebutuhan dalam
pemenuhan pemulangan. Prinsip yang harus dikembangkan dalam pelaksanaan discharge
planning diantaranya :
1) discharge planning merupakan proses multidisiplin dalam memenuhi kebutuhan pasien

15
2) prosedur discharge planning diliksanakan secara konsisten dan meyakinkan bahwa
pasien dipindahkan ke lingkungan yang aman
3) menjamin kontinuitas perawatan setelah pulang
4) discharge planning dimulai saat pertama kali kontak dengan pasien.

Pelaksanaan dischar ge planning membutuhkan perawat yang memiliki kompelensi dalam


pengkajian, mampu mengorganisasikan, memiliki keahlian dalam berkomunikasi, menyadari
sumber daya masyarakat. dan memiliki kemampuan sebagai scorang dhischarge planner.
Berbagai penelitinn telah dilakukan untuk menilai keefektifan pelaksanaan discharge
planning misalnya penelitian Dai, Chang, & Tai. tentang efektifitas discharge planning
dalam pemberian health education oleh perawat di RS T'aiwan pada pasien post craniotomy.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa length of stay dan resiko readmission pada
kelompok yang diberikan discharge planning lebih kecil daripada kelompok kontrol. tahapan
discharge planing diantaranya:
1. seleksi pasien
2. pengkajian
3. perencanaan
4. sumber daya pasien dan keluarga
5. implementasi dan evaluasi

a. Seleksi Pasien
Tahap ini meliputi identifikasi pasien yang membutuhkan discahrge planing. Semua
pasien membutuhkan discahrge planning, namun discahrge planning lebih diprioritaskan
bagi pasien yang memiliki resiko terhadap pelayanan khusus. Departement of Health
mendeskripsikan karakteristik pasien yang membutuhkan discahrge planning dan
rujukan ke pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
1. kurang pengetahuan tentang rencana pengobatan
2. isolasi sosial
3. diagnosa penyakit kronik
4. operasi besar
5. perpanjangan masa penyermbuhan dari operasi besar atau penyakit

16
6. ketidakstabilan mental atau emosi
7. penatalaksanaan perawatan di rumah kompieks
8. kesulitan dalam finansial
9. ketidakmampunn menggunnkan sumber rujukan
10. penyakit terminal
Sedangkan menurut New York State Departemen! of Health, prioritas pasien yang
memburuhkan discahrge planning diantaranya:
1. multiple diagnosis dan resiko tinggi kematian
2. keterbatasan mobilitas fisik
3. resiko cidera
4. antisipasi perawatan jangka panjang: stroke, jantung, DM, TBC

b. Pengkajian
Sejak pasien masuk, kaji kebutuhan pemulangan pasien dengan menggunakan riwayat
keperawatan dan pengkajian berkelanjutan terhadap keschatan fisik, psikososial, status
fungsional, kebutuhan health education,dan konseling.Prinsip pengkajian discharge
planning:
a. Pengkajian dilakukan saat pasien masuk dan berkelanjutan selama perawatan
b. Pengkajian bherfokus pada pasien dowasa yang beresiko tinggi tidak tercapainya
hasil discharge
c. Pengkajian meliputi:
1. status fungsiomal (kemampuan dalam beraktivitas schari-hari dan fungsi
kemandirian)
2. status kognitif (kemampuan pasien dalam berpartisipasi dalam proses discahrge
planning dan kemampuan mempelajari informasi)
3. status psikologi pasien, khususnya pengkajian terhadap depresi
4. persepsi pasien terhadap kemampuan perawatan diri
5. kemampuan fisik dan psikologi keluarga dalam perawatan pasien
6. kurangnya pengetahuan berkaitan dengan kebutuhan perawatan
7. faktor lingkungan setelah pulang dari rumah sakit
8. review pengobatan dan dampaknya

17
9. akses pelayanan kesehatan setelah pulang dari rumah sakit

Karakteristik pasien yang siap untuk dikaji kebutuhan health education nya
ditunjukkan dalam 3 kategori:

a. Secara fisik, pasien maripu herpartisipasi dalam proses pengkajian ditandai


dengan tanda-tanda vital terkontrol, kecemasan memurin, depresi menurun
b. Tujuan dalam proses pengkajian đapat dipahami pleh pasien dan keluarga
c. Pengkajian harus memperhatikan status emosional pasien dan keluarga dengan
tujuan agar pasien dan keluarga dapat berpartisipasi aktif
c. Perencanaan
Pendekatan yang digunakan pada discharge planning difokuskan pada 6 area penting dari
pemberian health education yang dikenal dengan istilah "METHOD"
M: Medication, pasien diharapkan mengetahui tentang:
1) Nama obat
2) Dosis yang harus diberikan dan waktu permberiannya
3) Tujuan penggunaan obat
4) Efek obat seharusnya
5) Gejala yang mungkin menyimpang dari efek obat dan hal yang perlu dilaporkan

E: Environment, pasien akan diajarkan tentang:

1. Instruksi adekuat mengenai keterampilan penting yang dapat dilakukan di rumah


2. Investigasi dan koreksi berbagai bahaya lingkungan
3. Support emosional yang kuat
4. Investigasi sumber-sumber ekunomi

T: Treatment, pasien dapat:

1. Mengetahui tujuan perawatan yang akan dilanjutkan di rumah


2. Mampu mendemonstrasikan cara perawatan yang benar

H: Health. pasien dapat:

1. Mendeskripsikan bagaimata perjalanan penyakitnnya


2. Mendeskripsikan makna-makna penting untuk memelihara derajat kesehatan

18
O: Outpatient referral, pasien dapat:

1. Mengetahui waktu dan tempat kontrol keschatan


2. Mengetahui dimana dan siapa yang dapat dihubungi untuk membantu perawatan

D: Diet, diharapkan pasien dapat:

1. Mendeskripsikan tujuan diit


2. Merencanakan jenis jenis menu yang sesuai

d. Implementasi
Implementasi dapat dibedakan dalam dua bngian, yaitu implementasi yang dilakukan
sebelum hari pemulangan, dan implementasi yang dilakukan pada hari pemulangan.
1. Persiapan sebelum hari pemulangan pasien
Pada proses ini perawat mempersiapkan pasien dan keluarga denganmemberikan
informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan, menentukan segala hambatan
untuk belajar serta kemauan untuk belajar, mengadakan sesi pengajaran dengan pasien
dan keluarga secepat mungkin sclama dirawat di rumah sakit (seperti tanda dan gejala
terjadinya komplikasi,kepatuhan terhadap pengobatan, kegunaan alat- alat medis,
perawatan lanjutan, diet), komunikasikan respon pnsten dan keluarga terhadap
penyuluhan dan usulan perencanaan pulang kepada anggota tim keschatan lain yang
terlibat dalam perawatan pasien.
2. Penatalaksanann pada hari pemulangan
Aktivitas yang ctilakukan pada hari pemulangan antara lain: biarkan pasien dan keluarga
bertanya tentang hal-hal yang belum jelas, diskusikan isu-isu yang berhubungan dengan
perawatan di rumah, periksa instruksi pemulangan dokter,
persiapkan kebutuhan sebelum pasien sampai di rumah, tentukan apakah pasien dan
keluarga telah dipersiapkan dalam kebutuhan transportasi menuju ke rumah. dan jaga
privasi pasien sesuai kebutuhan. Pemberian discharge planning harus dapat menghasilkan
perubahan perilaku dan berkembangnya kemampuan seseorang yang diawali dengan
pembentukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Aspek perubahan perilaku yang
berkembang dalam proses pendidikan meliputi:
a. Ranah kognitif (pengetahuan), menunjukkan pemikiran rasional

19
b. Ranah afektif (sikap). menunjukkan reaksi terhadap penyakitnya
c. Ranahbpsikomutor (ketrampilan), menunjukkan kemampuan untuk
mendemonstrasikan suatu keahlian.
e. Evaluasi
Terdapat 2 indikator penilaian evaluasi yang perlu dipertimbangkan yaitu kriteria proses
dan kriteria hasil yang dapat diukur berdasarkan status fungsional, hari rawnt (length of
stay) atau kunjungan berulang (readmission) akibat faktor yang tidak terkontrol. Evalunsi
discharge planning perlu diadakan follow-up setelah pasien pulang dari rumah sakit baik
melalui telepon atau kontak dengan keluarga serta pelayanan kesehatan yang ikut

f. Discharge Planning pada pasien IMA


1) Kebutuhan discharge planning pasien IMA
Pemberian program discharge planning pada pasien IMA bertujuan untuk memandirikan
pasien IMA dalam melakukan kontinuitas perawatan sehingga pasien tidak memiliki
masalah kesehatan yang dapat menyebabkan perburukan kondisi atau meningkatkan
komplikasi paska perawatan di rumah sakit.Program ini harus dilaksanakan sedini
mungkin yaitu setelah pasien IMA melewati fase akut.Discharge planning yang tidak
maksimal akan menyebabkan kerugian pada pasien IMA yaitu meningkatnya resiko
kekambuhan untuk kembali ke rumah sakit. Sebelum pemulangan pasien dan keluarga
harus mengetahui manajemen perawatan di rumah dan memperhatikan masalah fisik
yang kemungkinanterjadidan dapat menyebabkan masalah Kesehatan
2) Komponen Discharge Planning pada pasien IMA
Program discharge Planning pada dasarnya merupakan pemberian pendidikan kesehatan
kepada pasien meliputi nutrisi, aktivitas/latihan, obat-obatan, dan instruksi khusus yaitu
tanda dan gejala penyakit pasien. Dengan adanya discharge planning pasien dan keluarga
diharapkan menjadi lebih mengerti tentang kondisi kesehatan, pengobatan, tanda dan
gejala, diet yang sehat, aktivitas, dan pentingnya kontrol rutin untuk mengurangi
komplikasi
Komponen discharge planning pada pasien IMA diantaranya:
a. Pengetahuan tentang Penyakit IMA

20
Pasien yang mengalami serangan jantung terutama serangan pertama biasanya tidak
memiliki pengetahuan yang cukup tentang gejala akan terjadinya serangan jantung.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan penanganan dan berdampak
pada kematian mendadak .Selain itu pasien IMA yang mengalami serangan sering
merasakan kecemasan. Kecemasan umumnya muncul karena ketidaktahuan pasien
terhadap kondisi yang menimpanya.Kecemasan ini dapat menimbulkan dampak
buruk diantaranya perubahan keadaan fisik maupun psikologis yang akhirnya akan
mengaktifkan saraf otonom untuk meningkatkan detak jantung, tekanan darah, dan
frekuensi napas. Oleh karena itu penting bagi setiap pasien IMA mengetahui tentang
penyakitnya.
Pengetahuan yang perlu diketahui oleh pasien IMA diantaranya tanda gejala,
penyebab, komplikasi, dan prognosis penyakit. Pemberian pendidikan Kesehatan ini
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dalam mendeteksi dini adanya
serangan sehingga pasien akan cepat dalam mencari pertolongan kesehatan. Selain
itu pemberian pengetahuan tentang penyakit antaranya tanda gejala, penyebab,
komplikasi, dan prognosispenyakit. Pemberian pendidikan kesehatanini bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan pasien dalam mendeteksi dini adanya serangan
sehingga pasien akan cepat dalam mencari pertolongan kesehatan. Selain itu
pemberian pengetahuan tentang penyakitnya.
b. Diet
Salah satu faktor penyebab dan faktor yang dapat mermperparah kejadian IMA yaitu
kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pengfaturan diet.
c. Aktivitas/Latihan
Salah satu pelaksanaann pertama secra non farmakologi pada pasien IMA saat terjadi
serangan adalah dengan mengistirahatkan pasien agar tidak terjadi peruasan infark.
d. Terapi Obat
Terapi obat merupakan salah satu penanganan penting untuk pasien IMA.Pada saat
serangan biasanya pasien diberikan terapi trombolisis untuk mencegah perburukan
kondisi.
e. Pelayanan Kesehatan

21
Penyakit IMA termasuk dalam jenis penyakit katastropik yaitu penyakit yang
berbiaya tinggi dan komplikasinya dapat mengancam jiwa.
f. Support system
Support system diwujudkan dengan adanya dukungan keluarga yang selalu ada
disamping penderita.

6. Perkembangan Teknologi Informasi di Bidang Kesehatan


kesehatan dapat ditingkatkan dan terjangkau. Di indonesia penggunaan teknologi informasi
di bidang kesehatan telah diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dimana
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi
kesehatan yang dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor. Teknologi
informasi di bidang kesehatan yang telah dikembangkan di Indonesia yaitu e-health.
Penerapan e-health di Indonesia telah dilaksanakan dalam bentuk kerjasama antarinstansi
rumah sakit, pemerintah, universitas, swasta, dan penyedia jasa telekomunikasi. Beberapa
rumah sakit pemerintah dan swasta juga sudah mulai menerapkan sistem informasi rumah
sakit.
1. Konsep E-Health
Kata e-Health berasal dari “e (electronic) yang berarti elektronik dan "health" yang
berarti kesehatan masyarakat secara umum. Secara umum definisi e-health adalah suatu
layanan dalam bentuk aplikasi teknologi informasi dan komunikasi yang dihubungkan
dengan seluruh elemen fungsional pendukung sektor kesehatan. Tujuan dari
diterapkannya e-health yaitu efisiensi pelayanan kesehatan, menurunkan biaya
pelayanan kesehatan, dan pendokumentasian pasien.
Teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia menurut Global Information
Tecnology Report untuk Asia Pasifik memiliki skor 3,75 dari 7 skor tertinggi dan
menempati ranking ke 15. Data dari bank dunia menunjukkan bahwa pengguna internet
di Indonesia sebanyak 55 juta orang atau 22% dari total jumlah penduduk di Indonesia.
Di Indonesia mayoritas adalah pengguna telepon selular, yaitu 98 dari 100 orang
memiliki telepon selular dan terdapat akses internet. Indonesia juga merupakan pasar

22
perangkat mobile terbesar ke-4 di dunia. Pertumbuhan pengguna perangkat mobile
mencapai 37% setiap tahunnya. Angka ini terus meningkat dan mencapai 130%
dengnan 330 juta pengguna perangkat mobile pada tahun 2015, Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa sebanyak 62% dari pemilik smartphone memanfaatkan ponsel
mereka untuk mengkases informasi kesehatan dan pendidikan tentang kondisi
penyakitnya. Peluang terbesar saat ini untuk menerapkan e- health di Indonesia adalah
dengan menggunakan m-health dan telemedicine.

2. Konsep M-Health
M-Health adalah penggunaan teknologi mobile telepon di bidang kesehatan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan dan menyelamatkan jiwa. M-Health diperkenalkan
pertama kali oleh Istepanian, Laxminarayan dan Pattichis pada tahan 2006. Aplikasi ini
merupakan bagian dari bidang kesehatan elektronik yang dapat diaplikasikan untuk
pemberian layanan kesehatan, komunikasi, pengumpulan data, maupun pengawasan
petugas kesehatan. M-Health dapat memberikan informasi terait dengan proyek- proyek
kesehatan dan dapat mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan dengan cara sebagai
berikut:
a. Pendidikan Kesehatan dan Konseling
b. Dukungan dan Pengambilan Keputusan
c. Pengawasan atau Supervisi
d. Rujukan dan Penelusuran

3. M-health dan Penyakit Kardiovaskuler


Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan
di dunia. Penyakit ini diperkirakan akan meningkat menjadi 22,2 juta orang pada tahun
2030. Penerapan m-Health pada penyakit kardiovaskuler bertujuan untuk mencegah
peningkatan kejadian penyakit melalui modifikasi perilaku. Rata-rata aplikasi yang
mengenai tiga topik yaitu manajemen makanan, promosi diker aktivitas fisik, dan
berhenti merokok. Contoh penerapan m-health dalam pengaturan diet yaitu dengan
pembuatan buku harian elektronik yang memudahkan pasien dalam penghitungan
kalori. Hasil survei online cross-sectional melaporkan 33% dari Ahli diet olahraga

23
memilih menggunakan aplikasi diet untuk nenilai dan melacak asupan makanan, dan
aplikasi smartphone dinilai lebih baik daripada metode penilaian tradisional. Contoh
penerapan m-health dalam penghentian rokok yaitu dengan berbasis teks SMS layanan
sebagai pengingat serta penggunaan telepon. Sedangkan untuk promosi aktivitas fisik
yaitu dengan aplikasi pengingat aktivitas,ataupun gelang monitor detak jantung ".

7. Kesiapan Pulang

a. Pengertian Kesiapan
Kesiapan adalah kondisi seorang individu siap dalam memberikan respon dalam situasi
tertentu. Kesiapan adalah penilaian atau persepsi mengenai keadaan maupun
kemampuan pasien dan berhubungan dengan pengelolaan kebutuhan perawatan di
lingkungan rumah. Terdapat dua komponen utama dari kesiapan yaitu kemampuan dan
keinginan.
Kemampuan adalah pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimiliki untuk
melakukan tugas tertentu, sedangkan keinginan berkaitan dengan keyakinan, komitmen,
dan motivasi unfuk menyelesaikan tugas tertentu. Seseorang dikatakan siap jika
memiliki setidaknya 3 kondisi berikut.
a. Kondisi fisik, mental dan emosional
b. Kebutuhan-kebunihan, motif dan tujuan
c. Keterampilan dan pengetahuan
b. Faktor yang mempengaruhi kesiapan
Kesiapan merupakan sikap psikologis yang dimiliki seorang individu sebelum
melakukan sesuatu. Kesiapan dapat dipengaruhi dua faktor yaitu diri sendiri dan faktor
luar.
1. Faktor Internal
Faktor yang berasal dari diri sendiri, terdiri dari dua bagian yaitu jasmani dan rohani
(psikologi) dimana kedua hal tersebut dapat membuat seseorang terampil. F'aktor
jasmani terdiri dari kondisi fisik dan panca indra, sedangkan faktor rohani terdiri
dari minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Aspek rohani
biasanya dipengaruhi oleh:

24
a) Kematangan Suatu kondisi yang dapat menimbulkan tingkah laku sebagai
akibat pertumbuhan dan perkembangan
b) Kecerdasan Daya pikit yang merupakan salah satu aspek penentu keberhasilan
seseorang dalam melakukan sesuatu.
c) Minat Sebagai seorang pasien harus menyadari dan mengetahui minat yang
ada dalam dirinya
d) Motivasi Dorongan yang mempengaruhi setiap usaha seseorang dalam
mencapai tujuan.
e) Kesehatan Tubuh yang sehat merupakan syarat seseorang untuk melakukan
tugasnya dengan baik
2. Faktor Eksternal
Merupakan faktor yang datang dari luar diantaranya lingkungan dala. Lingkungan
luar, dan sistem
c. Kesiapan Pulang Pasien
Kesiapan untuk hospital discharge (kesiapan pulang) adalah suatu penilaian kemampuan
yang mencakup pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan serta keinginan yang
mencakup motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang telah diajarkan dan
dianjurkan di rumah. Kesiapan pulang dapat diidentiikasi dari persepsi pasien mengenai
status personal, pengetahuan, kemampuan koping, dan dukungan yang diharapkan.
Status personal diantaranya keadaan fisik dan emosional pasien untuk pulang ke rumah.
Pengetahuan yaitu informasi kebutuhan yang diketahui secara adekuat untuk merespon
kecemasan dan masalah selama proses post-hospitalisasi ". Kemampuan koping yaitu
kemampuan yang dimiliki pasien untuk memanajemen diri dan perawatan kesehatan
setelah pulang. Dukungan yang diharapkan yaitu harapan bantuan emosional dan
instrumental yang disediakan setelah pulang ke rumah. faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kesiapan pulang pasien diantaranya keadekuatan edukasi yang diberikan
untuk mempersiapkan kepulangan, keterlibatan pasien dalam koordinasi perawatan, dan
tỉnggal sendiri dari rumah sakit. Responden yang melaporkan menerima edukasi yang
adekuat memiliki skor RHDS yang lebih tinggi daripada responden yang menerima
edukasi tidak adekuat (p<0,001).
d. Penilaian kesiapan pulang

25
Dalam menilai kesiapan pulang dibutuhkan adanya suatu instrumen penilaian.
Instrumen yang digunakan untuk menilai kesiapan pulang yaitu Readiness for Hospital
Discharge Scala (RHDS). RHDS merupakan instrumen yang fokus terhadap persepsi
pasien yang berisikan empat komponen penting yaitu personal status, knowledge,
coping ability, dan expected support . Personal status adalah keadaan emosional fisik
pasien segera sehelum pulang ke rumah atau lingkungan baru. Knowledge adalah
kecukupan informasi yang dibutuhkan pasien terhadap respon umum yang mungkin
terjadi setelah post hospitalisasi. Kemampuan coping mengacu pada kemampuan pasien
untuk mengelola kebutuhan pribadi dan perawatan kesehatannya post hospitalisasi.
Expected support didefinisikan sebagai bantuan emosional dan instrumental yang
diharapkan tersedia post hospitalisasi. RHDS merupakan pengembangan dari instrumen
sebelumnya yang bemama Perceived Readiness for Discharge After Birth Scala
(PRDBS). RHDS memiliki jumlah nilai total 210. Semakin besar skor yang didapat
maka semakin tinggi kesiapan pasien. penentuan cut of the point dinilai berdasarkan
rerata nilai kesiapan pulang pada seluruh responden. Hasil cut of the point didapatkan
nilai 124. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa responden yang
memperoleh nilai > 124 memiliki kesiapan pulang optimal, sedangkan responden yang
memperoleh nilai <124 menunjukkan kesiapan pulang belum optimal.
e. Tingkat Ketakutan Terhadap Kesiapan Pulang
IMA merupakan salah satu penyakit terminal yang memiliki angka mortalitas tinggi
khususnya pada 6 bulan pertama. masalah utama pada pasien dengan penyaki terminal
adalah peningkatan stres, depresi dan kegelisahan. Hal ini juga sering dirasakan oleh
pasien IMA. Kesehatan psikologis pada pasien IMA harus selalu diperhatikan
khususnya pada saat pasien mengalami transisi perawatan di rumah. hasil penelitian
menyebutkan bahwa 9 dari 10 pasien IMA memiliki ketidakpastian KNIK K
menghadapi masa, depan. Jika kondisi ini terjadi maka resiko kejadian infark miokard
berulang akan meningkat. Diperlukan peran perawat dalam mencegah kondisi tersebut.
Pemberian asuhan keperawatan saja tidak akan cukup mampu dalam menurunkan
ketakutan pasien. Discharge planning merupakan intervensi keperawatan yang bertujuan
untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara psikologi mengenai perubahan
kondisinya. Pasien ditingkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan

26
kontinuitas perawatan di rumah. Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan Ini
diharapkan pasien tidak memiliki ketakutan sehingga proses kontinuitas dapat terjamin.

8. Teori Keperawatan Self Care Orem


1. Konsep Teori Self Care-Orem
Self care merupakan salah satu teori keperawatan yang dikembangkan oleh Dorothea E
Orem. Pengertian self care menurut Orem adalah kegiatan yang dilakukan oleh pasien
untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahterannya sesuai keadaan, baik
schat maupun sakit. Orang dewasa dapat merawat diri sendiri, sedangkan orang sakit
memerlukan bantuan dalam pemenuhan aktivitas self care. Konsep keperawatan Self
Care-Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan perawatan pasien
untuk menerapkan kemandirian dan kesehatan yang optimal. Orem mengembangkan
Icori yang saling berhubungan yaitu teori Self Care Deficity, Teori Self Care", dan
Nursing System", ketiga teori tersebut berfokus pada manusia menyeimbangkan
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya dengan merawat diri mereka sendiri. Teori
self care terdiri dari :
a. Teori self care deficit
Pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki banyak
keterbatasan dalam mencapai taraf kesehatannya. Perawat memberikan perawatan
didasarkan pada tingkat ketergantungan, yaitu ketergantungan total atau parsial.
Defisit perawatan diri menjelaskan hubungan antar kemampuan seseorang dalam
bertindak/beraktivitas dengan tuntutan kebutuhan tentang perawatan diri, sehingga
bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka ia akan memngalami defisit perawat
diri.
b. Teori Self Care
Teori Self Care adalah tindakan mementingkan orang lain yang mempunyai potensi
untuk berkembang serta mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar dapat
menggunakan secara tepat, nyata dan valid untuk mempertahankan fungsi sehingga

27
dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Self Care digunakan untuk
mengontrol faktor eksternal dan internal yang berpengaruh terhadap aktifitas
seseorang dalam menjalankan fungsinya dan berperan untuk meneapai
kesejahteraannya. Teori Self Care meliputi:
1. Self Care merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta dilaksananakan
oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta mempertahankan lkehidupan,
kesehatan serta kesejahteraan.
2. Self Care Agency merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan
perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oleh usia, perkembangan,
sosiokultural, kesehatan dan lain-lain.
3. Self Care Demand tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri sendiri yang
merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu dengan
menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat.
4. Self Care Requisites: kebutuhan self care merupakan suatu tindakan yang
ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan
berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam upaya
mepertahankan fungsi tubuh. Self Care Reuisites terdiri dari beberapa jenis,
yaitu: Universal Self Care Requisites (kebutuhan universal manusia yang
merupakan kebutuhan dasar), Developmental Self Care Requisites (kebutuhan
yang berhubungan perkembangan indvidu) dan Health Deviation Requisites
(kebutuhan yang timbul sebagai hasil dari kondisi pasien).
c. Teori Nursing System
Sistem keperawatan yang dibuat ketika perawat menentukan, mendesain, dan
menyediakan perawatan kepada individu dalam mencapai pemenuhan kebutuhan
perawatan diri.
2. Implikasi teori keperawatan Self Care-Orem pada pasien IMA
Self care sering diartikan sebagai self management pada pasien IMA. Self care IMA
adalah program yang harus dijalankan sepanjang hidup dan menjadi tanggungjawab
penuh bagi pasien IMA. Self care IMA diartikan sebagai tindakan mandiri untuk
mengontrol IMA yang meliputi tindakan pengobatan dan pencegahan komplikasi.Orem
menjelaskan dalam teori setf care defisit bahwa salah satu upaya keperawatan dalam

28
memenuhi kebutuhan individu yaitu dengan cara mengenal dan memenuhi kebutuhannya
melalui supporting educative nursing system. Sistem pendukung edukasi diberikan dalam
bentuk arahan yaitu memenuhi kebutuhan diri dengan cara memberikan dorongan secara
fisik dan psikologi pada pasien serta mengajarkan pasien mengenai prosedur dan aspek-
aspek tindakan agar pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri secara mandiri setelah
kembali ke rumah. Discharge planning merupakan salah satu upaya mempersiapkan atau
memandirikan pasien agar mampu melakukan perawatan terhadap diri sendiri untuk
mencapai kesehatan fisik, psikis, dan sosial. Discharge planning ini diharapkan mampu
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan. Pada
pasien post IMA self care requisites (self care demands) atau kebutuhan self care
hiasanya lebih besar dibandingkan dengan self care agency-nya atau kemampuan pasien
untuk melakukan perawatan mandiri, sehingga banyak ditemukan pasien IMA yang
mengalami self care deficit. Adanya self care deficit akan menyebabkan pasien
mengalami berbagai dampak salah satunya yatu readmission 5, Peran perawat sangat
dibutuhakan saat terjadi self care deficit pada pasien IMA. Terdapat 5 helping methode
yang dapat digunakan oleh perawat dalam menangani self care deficit, yaitu melakukan
atau membantu langsung (acting or doing), membimbing (guiding), pendidikan
(teaching), memberi dukungan (supporting) dan menyediakan (providing) lingkungan
yang mendukung serta meningkatkan kemampuan pasien memenuhi self care-nya.
Helping methode tersebut disesuaikan dengan kondisi pasien, apakah butuh perawatan
total (wholly compensatory), perawatan sebagian (partial compensatory), serta
pendidikan dan dukungan (educative supportive). Pada pasien IMA yang dipersiapkan
untuk pulang penting diberikan 5 helping methode melalui pendekatan discharge
planning. Tujuannya yaitu agar pasien IMA dapat mandiri dalam melakukan perawatan di
rumah "5. Berikut faktor-faktor yang berkontribusi terhadap self care pasien IMA:
a) Usia
Seiring dengan bertambahnya usia seseorang lebih rentan terhadap penyakit
jantung termasuk IMA, namun jarang menyebabkan penyakit serius sebelum
usia 40 tahun dan meningkat 5 kali lipat pada isoa 40- 60 tahun.
b) Jenis Kelamin

29
Perempuan mempunyai memiliki kualitas hidup yang rendah dibandingkan
dengan laki-laki. Hasil penelitian menyebutkan bahwa perempuan lebih
memiliki banyak masalah kesehatan saat IMA, misalnya yaitu lebih sering
mengeluh nyeri dibandingkan dengan laki- laki. Selain itu perempuan yang
berusia kurang dari 60 tahum setelah mengalami serangan jantung beresiko
kematian tiga kali lipat lebh tinggi dibandingkan dengan laki-laki dikarenakan
perempuan lebih tertutup dan menyangkal.
c) Penghasilan
Penduduk dengan penghasilan rendah lebih beresiko mengalami ansietas
dibandingkan dengan penduduk dengan ekonomi tinggi, hal ini akan
berdampak pada self care seseorang.
d) Ansietas
Merupakan perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah
yang penyebabnya tidak diketahui serta disertai dengan respon otonom.
Ansietas bersifat subjektif dimana manusia satu dengan yang lainnya berbeda.
Hasil penelitian mengatakan bahwa ansietas yang terjadi selama periode awal
IMA dikaitkan dengan cerjadinya komplikasi aritmia dan iskemik berikutnya.
Pasien IMA yang memiliki ansietas tinggi dala 48 jam setelah serangan IMA
memiliki 4,9 kali beresiko terjadi komplikasi.
e) Depresi
Merupakan suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih. Gejala depresi
dan ansietas merupakan masalah psikologis umum yang terjadi pada pasien
terutama pasien dengan penyakit jantung. f. Dukungan sosial Merupakan
ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis
yang didapatkan melalui pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai dan
dihargai oleh orang lain.

30
Kasus

Asuhan keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa medis STEMI inferior post
trombolisis dilakukan selama 3 hari, dimulai pada hari Sabtu 9 Juni 2018. Asuhan
keperawatan dimulai dari pengkajian, perumusan masalah keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Biodata Klien

Pasien dengan nama inisial Tn. B, jenis kelamin laki-laki, usia 59 tahun, agama Islam,
tingkat pendidikan SLTP, pekerjaan sebagai buruh tani, status perkawinannya sudah
kawin dengan istrinya bernama inisial Ny S. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 6
Juni 2018 dengan diagnosa awal STEMI inferior. Saat pengkajian, diagnosa medis
menjadi STEMI inferior post trombolisis.

2. Pengkajian

a. Riwayat Klien
Saat bekerja di sawah, pasien merasa nyeri dada yang sangat hebat, lalu pingsan tidak
sadarkan diri. Setelah dilakukan pertolongan pertama pasien sadar, namun tubuh terasa
sangat lemas dan nyeri pada dada sebelah kiri. Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri
dan mengeluh lemas, sehingga pasien dibawa ke RSUD Wates. Di RSUD Wates, pasien
langsung dibawa ke ruang ICU selama 2 hari dengan diagnosa medis STEMI inferior post
trombolisis pada tanggal 9 Juni 2018. Pasien mempunyai riwayat hipertensi, namun
belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit jantung di

31
keluarga Tn B. Saat dilakukan perawatan di ruang Edelweis, pasien mendapat program
terapi obat CPG 4 tab, aspilet 4 tab, ranitidine 50 mg, miniaspi 80 g, dopidogrel 25 mg,
otorvastatin 40 mg, laxadin, dan alprazolam

b. Review Sistem
Kondisi kulit berwarna sawo matang, tidak ada luka, tidak terdapat odem. Kepala
simetris, rambut bersih berwarna hitam keputihan, tidak terdapat luka dan nyeri di
kepala. Konjungtiva mata berwarna merah muda, sklera berwarna putih, mata isokor.
Hidung simetris, tidak ada sekret, pasien merasa sedikit sesak, terpasang oksigen
dengan kanule nasal sebanyak 3 liter per menit. Mukosa bibir lembab, gigi belakang
sudah hilang. Telinga terlihat bersih, tidak ada serumen. Leher normal, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid. Pasien sudah bisa melakukan aktivitas seperti makan dan
berganti pakaian secara mandiri di tempat tidur. Pasien belum mampu pergi ke kamar
mandi, karena kondisinya masih lemas. Pasien melakukan bak dengan menggunakan
kateter urin.
Dada: bentuk simetris, pergerakan dada simetris, terasa nyeri pada dada sebelah kiri
dengan skala nyeri 5, nyeri seperti tertekan beban berat, gerakan dada teratur, tidak
ada benjolan, tidak ada luka. Abdomen: Bentuk simetris, tidak ada luka, bising usus 8 x/
menit. Saat pengkajian sistem B1 (Breathing), pasien terpasang oksigen dengan kanul
nasal sebanyak 3 liter per menit, pasien
mengatakan merasa sedikit sesak, RR: 26 x/menit, menggunakan otot bantu
pernapasan. B2 (Blood) irama jantung pasien teratur, nadi 100 x/ menit, tekanan darah
102/ 69, tidak terdapat edema pada tubuh. B3 (Brain) pasien mengatakan nyeri pada
dada sebelah kiri, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul, nyeri seperti tertimpa beban berat.
Pasien masih merasakan sedikit lemas, kesadaran compos mentis, GCS E: 4 V: 5 M:6. B4
(Bladder), pasien terpasang kateter urin sejak tanggal 6 Juni. Pasien tidak merasakan
nyeri ketika bak. Volume urin 500 ml, bau khas urin, warna kuning terang, pasien bak 2-
3 kali sehari.

c. Pemeriksaan Data Fokus

32
Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital pasien
normal, dengan TD: 112/80 mmHg, N: 100 x/ menit, RR: 26 x/menit, Suhu: 36,50C Status
Gizi pasien baik dengan TB: 160 cm, BB: 58 kg, sehingga IMT 22,6 kg/m 2. Pasien makan 3
kali sehari, makan makanan dari rumah sakit, tidak merasa mual muntah.

d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pada faal lemak jantung pada tanggal 8 Juni 2018 diperoleh data hasil
kolesterol kurang yaitu 100 mg/dL, HDL kurang yaitu 28 mg/dL, LDL kurang yaitu 57,3
mg/dL, trigliserida kurang yaitu 72 mg/dL, dan troponin I normal yaitu lebih dari 10
ng/ml. Hasil pemeriksaan EKG pada tanggal 9 Juni 2018 yaitu normal sinus rhythm dan
normal axis.

Perumusan Masalah Keperawatan 1

33
Data masalah penyebab

DS: Pasien mengatakan Nyeri akut Agen cidera biologis


nyeri pada dada sebelah
kiri, skala nyeri 5, nyeri
hilang timbul, nyeri
seperti tertekan beban
berat

DO: Pasien tampak


meringis menahan nyeri

DS: Pola napas tidak efektif Hamabtan upaya napas

pasien mengatakan sesak


napas.

DO:

a. Terpasang oksigen 3
liter per menit

b. RR: 26x/ menit

Menggunakan otot bantu


pernapasan

DS: Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan
pasien mengatakan
oksigen
tubuhnya lemas.

DO:

a. Pasien hanya
berbaring di tempat
tidur

34
b. Terdapat
pembatasan
aktivitas
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (iskemia) ditandai


dengan pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri, skala nyeri 5, nyeri
hilang timbul, nyeri seperti tertekan beban berat, pasien tampak meringis
menahan nyeri.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai
dengan pasien mengatakan sesak napas, terpasang oksigen 3 liter per menit,
RR 26 x/ menit, menggunakan otot bantu pernapasan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan pasien mengatakan tubuhnya lemas,
pasien hanya berbaring di tempat tidur, terdapat pembatasan aktivitas.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (iskemia) ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul, nyeri seperti
tertekan beban berat, pasien tampak meringis menahan nyeri
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan
pasien mengatakan sesak napas, terpasang oksigen 3 liter per menit, RR 26 x/ menit,
menggunakan otot bantu pernapasan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan pasien mengatakan tubuhnya lemas, pasien hanya berbaring di
tempat tidur, terdapat pembatasan aktivitas.

Perencanaan

35
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan dengan keperawatan 3x 24 jam a. Identifikasi
agen cidera biologis diharapkan masalah lokasi,kharakteristik,
keperawatan dapat diatasi durasi,frekuensi,kuali
dengan Keriteria hasil: tas intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri b. Identifikasi skala
menurun nyeri
2. Meringis menurun c. Identifikasi respon
3. Sikap protektif nyeri non verbal
menurun d. Identifikasi faktor
4. Gelisah menurun yang memperberat
5. Sulit tidur menurun dan memperingan
6. Frekuensi nadi nyeri
membaik e. Identifikasi
7. TD membaik pengetahuan tentang
Nafsu makan membaik nyeri
f. Kontrol lingkungan
yang memeperberat
nyeri
g. Fasilitas istirahat
tidur

2 Intoleransi Setelah dilakukan proses Manajemen Energi


Aktivitas b/d keperawatan selama 2x24 - Identifikasi gangguan
Ketidakseimbangan jam Intoleransi Aktivitas fungsi tubuh yang
antara suplai dan Meningkat dengan Kriteria mengakibatkan
kebutuhan oksigen Hasil : kelelahan.
1. Frekuensi nadi - Monitor kelelahan.
Meningkat
36
2. Kenmudahan melakukan - Monitor pola dan jam
aktivitas sehari-hari tidur.
Meningkat - Anjurkan tirah baring
3. Kecepatan berjalan - Anjurkan melakukan
Meningkat. aktivitas secara
4. Kekuatan tubuh bagian
bertahap.
atas dan bawah meningkat.
5. Keluhan lelah Menurun

Implementasi

Diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas dilakukan tindakan keperawatan sesuai


dengan intervensi keperawatan yang telah dibuat. Pada hari Sabtu 9 Juni 2018, merupakan hari
ketiga pasca serangan IMA pasien Tn. B. Pertama peneliti memantau respon pasien terhadap
aktivitas. Pasien masih berbaring di tempat tidur dengan keluhan nyeri yang hilang timbul dan
masih merasa lemas. Kemudian peneliti menganjurkan pasien untuk memulai melakukan latihan
mobilisasi di tempat tidur yaitu ROM aktif dan miring kanan, miring kiri. Sebelum dilakukan
latihan, peneliti mengukur nadi, tekanan darah, pernapasan, dan saturasi oksigen. Hasilnya nadi
78 kali per menit, tekanan darah 110/80 mmHg, pernapasan 18 kali per menit dan saturasi
oksigen 92%. Selanjutnya pasien dilakukan mobilisasi dini yaitu ROM aktif pada semua
ekstremitas, miring kiri dan miring kanan selama 10 menit. Peneliti langsung mengukur tanda
vital kembali langsung setelah pasien selesai melakukan latihan. Hasilnya nadi 80 kali per menit,
tekanan darah 115/81 mmHg, pernapasan 20 kali per menit dan saturasi oksigen 93%.
Selanjutnya pasien diminta untuk istirahat selama 3 menit, dan peneliti menghitung kembali
tanda vital pasien setelah pasien istirahat. Hasilnya nadi 80 kali per menit, tekanan darah 113/80
mmHg, pernapasan 20 kali per menit dan saturasi oksigen 92%. Pada hari pertama, pasien tidak
merasa lelah setelah latihan, pasien dapat mengikuti latihan hingga selesai. Tidak ada
perubahan tanda vital yang berarti selama pasien melakukan latihan.

Pada hari kedua yaitu tanggal 10 Juni 2018 merupakan hari keempat setelah serangan
IMA. Peneliti kembali melakukan latihan mobilisasi dini pada tahap selanjutnya. Pertama

37
peneliti mengukur nadi, tekanan darah, pernapasan dan saturasi oksigen sebelum latihan.
Hasilnya nadi 84 kali per menit, tekanan darah 107/79 mmHg, pernapasan 18 kali per menit dan
saturasi oksigen 92%. Selanjutnya peneliti meningkatkan aktivitas mobilisasi secara bertahap
yaitu dengan melatih pasien berdiri dan melatih kekuatan otot lengan dan kaki di sisi tempat
tidur, duduk di tepi tempat tidur, duduk di kursi, jalan-jalan pendek di ruangan dengan jarak 15-
20 meter. Peneliti langsung mengukur tanda vital kembali langsung setelah pasien selesai
melakukan latihan. Hasilnya nadi 87 kali per menit, tekanan darah 115/80 mmHg, pernapasan 18
kali per menit dan saturasi oksigen 92%. Selanjutnya pasien diminta untuk istirahat selama 3
menit, dan peneliti menghitung kembali tanda vital pasien setelah pasien istirahat. Hasilnya nadi
86 kali per menit, tekanan darah 110/78 mmHg, pernapasan 18 kali per menit dan saturasi
oksigen 93%. Pada hari kedua, pasien tidak merasa lelah setelah latihan, pasien dapat mengikuti
latihan hingga selesai selama 10 menit. Pasien mulai berjalan ke kamar mandi dengan
didampingi keluarga, bisa duduk di kursi, dan makan di tempat tidur. Tidak ada perubahan
tanda vital yang berarti selama pasien melakukan latihan.

Pada hari ketiga yaitu tanggal 11 Juni 2018 merupakan hari kelima setelah serangan
IMA. Peneliti kembali melakukan latihan mobilisasi dini pada tahap selanjutnya. Pertama
peneliti mengukur nadi, tekanan darah, pernapasan dan saturasi oksigen sebelum latihan.
Hasilnya nadi 86 kali per menit, tekanan darah 110/82 mmHg, pernapasan 20 kali per menit dan
saturasi oksigen 94%. Selanjutnya peneliti meningkatkan aktivitas mobilisasi secara bertahap
yaitu dengan meningkatkan jarak berjalan yaitu jarak 20-50 meter. Peneliti langsung mengukur
tanda vital kembali langsung setelah pasien selesai melakukan latihan. Hasilnya nadi 88 kali per
menit, tekanan darah 110/80 mmHg, pernapasan 20 kali per menit dan saturasi oksigen 94%.
Selanjutnya pasien diminta untuk istirahat selama 3 menit, dan peneliti menghitung kembali
tanda vital pasien setelah pasien istirahat. Hasilnya nadi 86 kali per menit, tekanan darah 115/81
mmHg, pernapasan 18 kali per menit dan saturasi oksigen 93%. Pada hari ketiga, pasien tidak
merasa lelah setelah latihan, pasien dapat mengikuti latihan hingga selesai selama 10 menit.
Pasien berjalan ke kamar mandi tanpa didampingi keluarga, bisa duduk di kursi, dan makan di
tempat tidur. Tidak ada perubahan tanda vital yang berarti selama pasien melakukan latihan.

Pembahasan kasus

38
Asuhan keperawatan dengan diagnosa medis STEMI inferior pada dua pasien menghasilkan
masalah keperawatan yang berbeda. Pasien pertama dengan STEMI inferior post trombolisis
terdapat masalah keperawatan nyeri akut, pola napas tidak efektif, dan intoleransi aktivitas.
Pasien kedua dengan STEMI inferior terdapat masalah keperawatan nyeri akut, intoleransi
aktivitas, dan risiko nutrisi kurang dari kebutuhan. Pada masalah keperawatan nyeri akut, gejala
lokasi nyeri pada kedua pasien berbeda. Pasien pertama merasa nyeri pada dada sebelah kiri
dengan skala 5, sedangkan pasien kedua merasa nyeri pada anus dengan skala nyeri

1. Menurut ethical digest tahun 2018 nyeri angina pectoris yang khas, jarang ditemui

pada lansia. Sebab, pada populasi ini daerah-daerah yang menderita iskemik adalah

daerah aliran pembuluh koroner kecil. Terlebih lagi, pada usia yang sudah sangat

tua, saraf-saraf sensoris sudah berkurang fungsinya. Biasanya pasien merasa nyeri

pada lokasi lain. Seperti halnya pasien kedua yang berusia 79 tahun tidak merasa

nyeri pada dada, melainkan nyeri pada anus. Terdapat satu masalah keperawatan

yang sama pada kedua pasien yaitu intoleransi aktivitas. Pada masalah

keperawatan tersebut, dilakukan tindakan keperawatan dengan penerapan

mobilisasi dini. Studi kasus dengan penerapan mobilisasi dini dilakukan dengan

kriteria yang sama. Kedua pasien memiliki kondisi kesehatan yang baik dengan

HR<110 kali per menit, MAP 60-110 mmHg, SpO2>88%, pasien tidak merasa pusing

dan tidak lelah. Nilai hemodinamik pasien sebelum dilakukan mobilisasi

menunjukkan nilai yang memenuhi batas aman untuk dilakukan mobilisasi dini,

sehingga harus segera dilakukan mobilisasi dini. Hal ini sesuai dengan konsep teori

dari (Arovah, 2010) bahwa mobilisasi dini pasien kritis dilakukan segera setelah

fisiologis pasien stabil. Kedua pasien dilakukan mobilisasi dini pada fase pertama,

sesuai dengan program latihan yang telah tersedia. Jenis latihan yang mampu

39
dilakukan oleh kedua pasien meliputi latihan ROM aktif, miring kiri, miring kanan,

supinasi di tempat tidur dengan durasi latihan selama 10 menit. Menurut panduan,

mobilisasi dini dilakukan pada hari kedua setelah serangan IMA. Seperti pendapat

(Arovah, 2010) mobilisasi dini dapat dilakukan sejak 48 jam setelah gangguan

jantung sepanjang tidak ada kontraindikasi.

Berbeda pada studi kasus ini, pasien pertama mulai melakukan latihan pada hari

ketiga, sedangkan pasien kedua mulai mampu melakukan latihan pada hari

keempat. Hal ini terjadi karena pasien pertama masih dilakukan perawatan di ruang

ICCU sampai hari kedua dan baru dipindah di ruang perawatan pada hari ketiga.

Pasien kedua dilakukan perawatan di ICCU hingga hari ketiga dan baru dipindah di

ruang perawatan pada hari keempat

Selain itu, respon dari kedua pasien juga berbeda. Pasien pertama mampu

melakukan latihan selama 3 hari hingga pasien mampu melakukan aktivitas secara

mandiri seperti makan, berpakaian, toileting, dan berpindah tempat. Pasien kedua

hanya mampu melakukan latihan pada tahap pertama, tidak mampu melanjutkan

latihan pada tahap selanjutnya, sehingga kebutuhan aktivitas pada pasien kedua

tidak terpenuhi. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi.

Berdasarkan pengkajian, pasien pertama berjenis kelamin laki-laki dengan usia 59

tahun. Pasien kedua yaitu perempuan berusia 79 tahun. Menurut ehical digest

tahun 2018 dengan bertambahnya usia, paparan faktor risiko dan pengobatan

menjadi lebih lama. Termasuk pelaksanaan mobilisasi dini untuk pemulihan

aktivitas pasien. Pasien kedua dengan usia 79 tahun mengalami pemulihan lebih

40
lama dibandingkan pasien pertama dengan usia 59 tahun. Selain itu menurut

(Mubarak, 2015) pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas dan

mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan. Hal ini sesuai dengan penurunan

sistem neuromuscular pada orang lansia. Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem

neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago dan

saraf. Pelaksanaan mobilisasi dini pada Ny J lebih lama. Hal ini sesuai dengan

pendapat (Wahyuni, 2014) bahwa jenis kelamin pasien wanita dengan penyakit

arteri koroner memiliki prevalensi faktor risiko lebih tinggi dan memiliki status

fungsional yang lebih rendah daripada pria. Ada bukti hormon seks berperan dalam

patofisiologi penyakit vaskuler. Dimana selama hidup wanita, vaskularisasinya

mengalami fluktuasi yang bermakna dalam pengaruh hormonal.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian program discharge planning pada pasien IMA bertujuan untuk memandirikan
pasien IMA dalam melakukan kontinuitas perawatan sehingga pasien tidak memiliki
masalah kesehatan yang dapat menyebabkan perburukan kondisi atau meningkatkan
komplikasi paska perawatan di rumah sakit.Program ini harus dilaksanakan sedini

41
mungkin yaitu setelah pasien IMA melewati fase akut.Discharge planning yang tidak
maksimal akan menyebabkan kerugian pada pasien IMA yaitu meningkatnya resiko
kekambuhan untuk kembali ke rumah sakit. Sebelum pemulangan pasien dan keluarga
harus mengetahui manajemen perawatan di rumah dan memperhatikan masalah fisik
yang kemungkinanterjadidan dapat menyebabkan masalah Kesehatan
B. Saran
1. Bagi institusi
Diharapkan intitusi dapat melaksanakan tahap tahap discharge planning dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien jantung/IMA secara tepat.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahaiswa dapat menambah pengetahuan tentang tata cara pelaksnaan
discharge planning dalam memberikan asuhan pada pasien IMA secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,A.2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler dan Hematologi .Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat A.A. 2007. Pengantar konsep Dasar Keperawatan .Jakarta :Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

42
Departemen Kesehatan RI. (2013). Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung
Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dep.Kes RI. Jakarta. Direktorat.

Potter dan Perry. (2010). Fundamental of Nursing. Salemba Medika: Jakarta

Kasrun. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung Pencegahan Serta Pengobatannya.Yokyakarta.

SOAL VIGNETTE

1. Seorang pasien bernama Tn.H berusia 40 tahun dirawat di ruangan jantung RSUP. Dr .M.
Djamil Padang. Keluhan saat awal masuk Tn.H mengatakan nyeri dada kiri seperti di tusuk-
tusuk. Tn.H juga mengatakan kadang berupa nyeri dagu, leher seperti ditekan beban barat
atau seperti terbakar, dan Skala nyeri 5. Menurut Dx medis Tn.H mengalami Infark
Miocard .Setelah dilakukan perawatan salam 2 minggu,Tn.H mengatakan keadaannya sudah
membaik, nyeri yang dirasakan sudah mulai hilang. Setalah dilakukan pemerikasaan

43
0
didapatkan TD 120/90 mmHg, Nadi 90 x/menit, Pernafasan 20 x/menit, dan Suhu 36,6
C.secara keseluruhan keadaan Tn.H sudah membaik.
Pertanyaan : Apakah rencana keperawatan selamjutnya pada Tn.H ?
Pilihan jawaban :
a. Discharge Planning
b. Pambarian Analgetik
c. Manejemen Nyeri
d. Perawatan Luka
e. Manajemen Energi

Kunci : A

2. Seorang pasien bernama Ny.S berusia 35 tahun masuk melalui IGD dan sekarang dirawat di
rarawat di ruangan jantung RSUP.Dr.M.Djamil Padang. Keluhan yang dirasakan Ny.S nyeri
pada dada kiri rasanya tajam, terus menerus dan dangkal, mual dan sesak napas. Saat
dilakukan pengakajian Ny.S mengatakan nyeri pada dada kiri yang dirasakan lebih dari 30
menit, nyeri menyebar sampai lengan kiri. Ny,S juga mengatakan rasa mual, muntah, badan
lemah dan pusing. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan TD 130/80 mmHg, Nadi 90
x/menit, Pernapasan 24 x/menit dan Suhu 37 0 C.
Pertanyaan : Apakan Diagnosa Medis pada Ny.S tersebut ?
Pilihan jawaban :
a. CKD
b. Cidera Kepala
c. Infark Miocard
d. Anemia
e. Fraktur Femur

Kunci : C

3. Seorang laki-laki usia 62 tahun dirawat di bangsal dewasa dengan diagnosa abdominal pain.
Pasien punya riwayat Diabetes Melitus, hipertensi dan Infark Miokard. Pasien ditemukan
tergeletak di tempat tidurnya tanpa seorangpun disampingnya.
Apakah yang harus segera saudara lakukan?
a. Discharge Planning
b. Memberikan nafas buatan
c. Memeriksa kesadaran pasien
d. Memeriksa nadi karotis pasien
e. Memeriksa Gula Darah Sewaktu (GDS)

44
Kunci : C
4. seorang pasien laki-laki usia 67 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri yang
sangat
hebait pada dada kiri yang menjalar hingga ke bahu dan lengan kiri. Klien di diagnosis infark
miokar. Klien diberikan terapi oksigen 4L/menit. Melihat kondisi klien seperti dikasus diatas
maka tindakan apa yang dilakukan pertama kali oleh perawat?
a. manajemen nyeri
b. melakukan pemeriksaan darah
c. EKG
d. Pemberian 2 mg morfin
e. rontgen Dada
Kunci : A
5. Seoarang laki-laki 50 tahun, datang ke RS dirujuk dokter praktek dengan diagnosa Infark
Miokard Akut.pasien mengeluh Tn.S nyeri dada terasa seperti ditusuk-tusuk,Namun setelah
bebrapa hari dirawat,pasien mengatakan kesehatannya sudah membaik,nyeri yang dirasakan
sudah hilang,dan klien sudah diperbolehkan pulang.
Apakah rencana Tindakan keperawatan yang tepat untuk keluarga saat discharge planning?
a. Praktekkan cara merawat klien
b. Bantu membuat jadwal kegiatan
c. Latih cara merawat klien secara langsung
d. Buat perencanaan pulang dan jadwal minum obat
e. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien

Kunci jawaban: D

6. Perseorang laki-laki 60 tahun, dengan diagnosa Infark Miokard ,pasien sudah dirawat selama
1 minggu,saat dilakukan pengkajian.terlihat pasien masih berbaring di tempat tidur dengan
keluhan nyeri yang hilang timbul dan masih merasa lemas. Pasien dianjurkan untuk memulai
melakukan latihan mobilisasi di tempat tidur .
Latihan mobilisasi apakah yang utama dilakukan terlebih dahulu ?
a. saturasi oksigen
b. mengukur nadi

45
c. tekanan darah
d. ROM aktif dan miring kiri kanan
e. Pernapasan

Kunci jawaban : D

46

Anda mungkin juga menyukai