Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSELING PADA KLIEN DENGAN HIV-AIDS DAN NAPZA

Disusun Oleh :

Kelompok IV

Muhammad Nur (20010021)

Vinny Oktaria Nanda (20010023)

Laily Shiha Shifa (20010019)

Melani Noval Dwi Juliana (20010020)

Septamela Agustia (20010022)

Wirda Tol Jannah (20010024)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

STIKES PEKANBARU MEDICAL CENTER

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah keperwatan
HIV/AIDS tentang “ Konseling pada klien dengan hiv aids dan napza”. Dan juga kami berterima
kasih kepada Dosen mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS yang telah memberikan tugas
membuat makalah ini kepada kami.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Dan kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata kami berharap semoga makalah keperwatan HIV/AIDS tentang “Konseling pada klien
dengan hiv aids dan napza” ini bermanfaat untuk kami dan dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru, 31 Mei 2022


Penulis
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................


2.1 Pengertian Konseling........................................................................................................
2.1.1 Tujuan Bimbingan Konseling...........................................................................................
2.1.2 Bentuk Bimbingan Konseling ..........................................................................................
2.2 Pengertian Narkoba...........................................................................................................
2.2.1 Jenis Narkoba....................................................................................................................
2.2.2 Komplikasi dari Penyalahgunaan Napza..........................................................................
2.2.3 Tujuan dari Terapi dan Rehabilitasi untuk Napza..............................................................
2.3 Pengertian HIV-AIDS.......................................................................................................
2.3.1 Cara Penularan..................................................................................................................
2.3.2 Gejala Klinis.....................................................................................................................
2.3.3 Tujuan Konseling HIV......................................................................................................

BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................

4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Arus globalisasi berpengaruh besar terhadap pembangunan nasional. Hal ini


membawa dampak positif terhadap kemajuan pembangunan nasional jika kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi mampu dimanfaatkan dengan baik. Dampak negatif
dari globalisasi antara lain timbulnya berbagai pergeseran nilai sosial budaya akibat
kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi yang akan merusak sumber
daya manusia. Salah satunya adalah disalah gunakannya kemajuan bidang farmasi yang
ditunjang dengan kemajuan transportasi, komunikasi dan informasi yang saat ini sangat
canggih.

Kemajuan bidang farmasi misalnya, berkembang jenis-jenis zat atau obat obatan
seperti Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya yang dalam
penyalahgunaannya memiliki akibat berbahaya. Lebih berbahaya lagi apabila
penyalahgunaannya dilakukan dengan cara coba-coba mencampur satu jenis obat satu
dengan obat yang lainnya. Akibatya adalah terjadinya kerusakan pada organ tubuh
sehingga fungsi organ terganggu. Dampak penyalahgunaan narkoba antara lain adalah
gangguan kesehatan jasmani, penyakit menular akibat pemakaian jarum suntik
bergantian, overdosis yang bisa menyebabkan kematian, ketergatungan serta
gangguan dalam kehidupan berkeluarga, sekolah dan sosial

Penggunaan narkoba dan obat-obatan di Indonesia memang menjadi persoalan


serius yang harus dicarikan penyelesaiannya. Sekilas kita melihat pemakaian NAPZA
(Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) terjadi hampir merata di semua lapisan
masyarakat dari kalangan atas hingga anak jalanan terutama pada saat ini banyak sekali
kalangan pelajar, mahasiswa, bahkan karyawan kantor dan pasangan suami istri yang
sudah terikat.
1.2. Rumusan Masalah
a. Pengertian Konseling
b. Tujuan Bimbingan Konseling
c. Bentuk Bimbingan Konseling
d. Pengertian Narkoba
e. Jenis Narkoba
f. Komplikasi dan Penyalahgunaan Napza
g. Tujuan dari Terapi dan Rehabilitasi
h. Pengertian HIV
i. Cara Penularan
j. Gejala Klinis
k. Tujuan Konseling HIV

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan informasi bagi pembaca dan juga
memahami lebih dalam tentang konseling pada klien hiv aids dan napza.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Konseling

Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu


consillium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan
“menerima” atau “memahami”. Kata ini bermakna perundingan, pertimbangan atau
musyawarah. Sementara dalam bahasa AngloSaxon, istilah konseling berasal dari
“sellan” yang berarti menyerahkan, menyampaikan, menjual, membebaskan dan
menyelamatkan. Jadi, konseling adalah suatu perembugan, perundingan yang
diadakan bersama atau dengan orang lain untuk mencari jalan keluar atau putusan
yang menyelamatkan atau membebaskan. Dengan kata lain, konseling pada
awalnya tidak diartikan suatu pemberian nasehat yang bersifat menolong terhadap
orang lain.
Sebagaimana istilah bimbingan, konseling pun mengalami perubahan dan
perkembangan. Pada perkembangan berikutnya, kata konseling telah menjadi
istilah yang menggambarkan mengenai kegiatan yang mengandung berbagai
macam prosedur,konseling dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai
berikut: nasihat (to obtain counsel); anjuran (to give counsel); pembicaraan (to take
counsel). Dengan demikian, konseling akan diartikan sebagai pemberian nasihat,
anjuran, pembicaraan dengan bertukar pikiran.
Dalam perkembangan selanjutnya konseling di definisikan sebagai
pemberian bantuan yang bersifat permissif (memberi kelonggaran), personalisasi
dan individualisasi dalam upaya mengembangkan skill untuk mengembangkan atau
meraih kembali pemahaman dan pengarahan terhadap dirinya sendiri yang
menerangi kehidupan sosialnya
2.1.1 Tujuan Bimbingan Konseling

1) Perubahan perilaku
Hampir semua pernyataan mengenai tujuan konseling
menyatakan bahwa tujuan konseling adalah menghasilkan perubahan
pada perilaku yang memungkinkan konseling hidup lebih produktif,
memuaskan kehidupan dalam batas masyarakat. Aspek-aspek yang
diinginkan adalah hubungan dengan orang lain, situasi keluarga,
prestasi akademik, pengalaman pekerjaan, dan sebagainya.
2) Kesehatan mental yang positif
Menurut Trone, menyatakan bahwa tujuan utama konseling
adalah menjaga kesehatan mental dengan mencegah atau memodifikasi
faktor-faktor penyebab patogenik yang membawa ketidakmampuan
menyesuaikan diri atau gangguan mental.
3) Pemecahan masalah
Orang-orang yang mempunyai masalah yang tidak sanggup
mereka pecahkan sendiri, maka mereka yang datang kepada konselor
agar membantu masalah yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu
tujuan dari konseling adalah membantu klien memecahkan masalah
yang dihadapinya.
4) Keefektifan personal
Hal ini erat hubungannya dengan pemeliharaan kesehatan
mental yang baik dan perubahan tingkah laku adalah tujuan
meningkatkan keefektifan personal.
5) Pengembalian keputusan
Tujuan ini memungkinkan individu mengambil keputusan-
keputusan dalam hal-hal yang sangat penting bagi dirinya. Bukan
pekerjaan konselor untuk menentukan keputusan yang diambil oleh
konseli atau memilihkan alternatif tindakan baginya. Keputusan pada
klien sendiri, dan ia harus tahu mengapa dan bagaimana melakukannya

2.1.2 Bentuk Bimbingan konseling

Bentuk-bentuk pelayanan bimbingan konseling yang dimaksud adalah


tergantung bagaimana bimbingan konseling diberikan kepada klien. Oleh
karena itu, bimbingan konseling merupakan suatu interaksi atau komunikasi
antara konselor dengan klien, maka bentuk bimbingan konseling dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
1. Konseling Individu
Konseling individu adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara
pribadi dalam wawancara antara seorang konselor dengan klien. Klien mengalami
kesukaran pribadi baik pendidikan, pekerjaan dan sosial yang tidak dapat
klien pecahkan sendiri, kemudian klien meminta bantuan kepada konselor sebagai
petugas profesional dalam jabantannya dengan kemampuan dan keterampilan
psikologi. Konseling ini ditujukan kepada inividu-individu yang sudah mengalami
kehidupan pribadinya. Terhadap hubungan dinamis dan khusus karena dalam
interaksi klien tersebut merasa diterima dan dimengerti oleh konselor. Dalam
hubungan ini konselor dapat menerima kondisi klien secara pribadi dan tidak
memberikan penilaian. Klien merasa ada orang lain yang dapat mengerti
masalah pribadinya dan mau membantu memecahkan masalahnya. Konselor dan
klien saling belajar dalam pengalaman hubungan yang sifatnya khusus dan pribadi
ini.
Konseling individu merupakan proses belajar yang tujuannya agar klien
dapat mengenali diri sendiri, menerima diri sendiri serta realistis dalam proses
penyesuaian dengan lingkungannya. Suatu hubungan pribadi yang unik dalam
konseling dapat membuat individu membuat keputusan, pemilihan dan rencana
yang bijaksana serta dapat berkembang dan berperanan lebih baik dilingkungan.
Konseling kelompok merupakan upaya bantuan konselor kepada klien dalam
rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya, selain
bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula bersifat penyembuhan.
Konseling kelompok adalah suatu upaya bantuan kepada klien dalam suasana
kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan kemudian diarahkan
untuk pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya.
Konseling kelompok bersifat pencegahan dalam arti bahwa klien-klien yang
bersangkutan mempunyai kemampuan untuk berfungsi secara wajar dimasyarakat,
tapi mungkin memiliki suatu titik lemah dalam kehidupannya sehingga
menganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling kelompok
bersifat pemberian kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan klien,
dalam artian bahwa konseling kelompok itu menyajikan dan memberikan
dorongan kepada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah dirinya
selaras dengan minatnya sendiri. Dalam hal ini, individu- individu itu didorong
untuk melakukan tindakan yang selaras dengan kemampuannya semaksimal
mungkin melalui perilaku perwujudan diri.
2. Konseling Kelompok
Konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis yang
terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar dan melibatkan fungsi- fungsi
terapi seperti permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling mempercayai,
saling memperlakukan dengan mesra, saling pengertian, saling menerima dan
saling mendukung. Fungsi-fungsi terapi itu diciptakn dan dikembangkan dalam
suatu kelompok kecil melalui cara saling peduli diantar peserta konseling
kelompok.

2.2. Pengertian Narkoba

Napza merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat


Adiktif. Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang berkerja pada sistem syarat
pusat otak yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran dari
rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan ketergantungan (ketagihan).
Narkotika berasal dari bahasa Yunani “Narkoum” berarti membuat
lumpuh atau membuat mati rasa. Narkotika atau dalam bahasa inggris Narcotic
(obat bius) adalah semua obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya
bersifat membius (menurunkan kesadaran), merangsang (meningkatkan semangat
kegiatan atau aktifitas), ketagihan (ketergantungan, mengikat dependence),
menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).

2.2.1 Jenis Narkoba

a. Heroin

Heroin berupa serbuk putih seperti tepung yang bersifat opioid yang dapat menekan rasa nyeri
dan memiliki sifat depresan (menekan) sistem saraf pusat.

b. Kokain

Kokain diolah dari pohon Coca yang mempunyai sifat halusinogenik.

c. IIKOw

Putauw merupakan salah satu golongan heroin yang berbentuk bubuk.

d. Ganja

Ganja berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbiol yang berasal dari daun Cannabis yang
dikeringkan. Ganja dikonsumsi dengan cara dihisap seperti rokok tetapi ganja dihisap melalui
hidung.

e. Shabu-shabu

Shabu-shabu merupakan kristal yang berisi methamphetamine, yang dikonsumsi dengan


menggunakan alat khusus yang disebut dengan Bong yang kemudian dibakar.

f. Ekstasi

Ekstasi merupakan suatu zat dengan komponen kimiawi methylendioxy methamphetamine


dalam bentuk tablet atau kapsul, yang mampu meningkatkan ketahanan seseorang yang biasa
disalahgunakan untuk aktivitas seksual dan aktivitas hiburan di malam hari.

g. Diazepam, Nipam, Megadon


Merupakan jenis obat-obatan yang jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan efek
halusinogenik.

h. Alkohol
Alkohol merupakan minuman yang berisi produk fermentasi yang menghasilkan etanol
dengan kadar diatas 40% yang mampu menyebabkan depresi susunan saraf pusat.

2.2.2 Komplikasi Dari Penyalahgunaan Napza


Komplikasi yang bisa terjadi pada pengguna NAPZA antara lain : infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV), hepatitis B dan hepatitis C, gastritis, penyakit kulit dan kelamin,
bronchitis dan chirosis hepatis. Masalah kesehatan yang muncul yaitu depresi sistem pernapasan,
depresi pusat pengatur kesadaran, kecemasan yang sangat berat sampai panik, perilaku agresif,
gangguan daya ingat, gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan kebersihan diri,
gangguan sistem muskuloskeletal misalny nyeri sendi dan otot, serta perilaku mencederai diri.

2.2.3 Tujuan Dari Terapi dan Rehabilitasi Untuk Napza

a. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA.


Tujuan ini tergolong sangat ideal, namun banyak orang tidak mampu atau
mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini. Terutama kalau ia baru menggunakan
NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan meminimasi efek-
efek yang langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian pasien memang telah
abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian beralih untuk menggunakan jenis
NAPZA yang lain.
b. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps.

Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps. Bila pasien pernah menggunakan


satu kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari kekeliruannya,
dan ia memang telah dibekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan
kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse
prevention programe, program terapi kognitif, opiate antagonist maintenance therapy
dengan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
c. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial.

Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi


rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi
golongan ini.

2.3.1 Pengertian HIV AIDS

HIV adalah Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang memperlemah


sistem kekebalan pada tubuh manusia. HIV adalah jenis parasit obligat yang hanya
dapat hidup dalam sel atau media hidup. Virus ini hidup dan berkembang biak pada
sel darah putih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah
putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, ciaran sumsum
tulang, cairan vagina, air susu ibu dan cairan otak.

HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit (komponen dalam
darah) yang disebut "sel T-4" atau yang disebut juga "sel CD-4". (Nursalam,
2007:41). Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik (penyakit bawaan lainnya) ataupun mudah terkena tumor. HIV dapat
menular dari satu orang ke orang lain melalui cairan tubuh, contohnya seprti darah,
sperma, air susu ibu (ASI) maupun cairan vagina, Saat HIV bereproduksi, virus
tersebut merusak sistem kekebalan sehingga tubuh penderita mudah terserang
penyakit dan infeksi.

Sedangkan AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah


sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV yang dimana penyakit yang tidak
berbahaya pun bisa menyebabkan kematian bagi si penderita. Dengan kata lain AIDS
adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri (imun) yang
disebabkan oleh masuknya virus HIV kedalam tubuh seseorang. Jadi, secara
sederhana AIDS dapat dikatakan sebagai suatu kondisi yang menggambarkan
tingkatan kelanjutan dari infeksi HIV.

2.3.2 Cara penularan

Melalui hubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Hubungan seks melalui vagina
dan anus mempunyai risiko yang tinggi sedangkan hubungan seks oral mempunyai
risiko yang rendah.

a. Melalui jarum suntik yang dipergunakan bersama untuk menyuntikkan


obat- obatan atau steroids.
b. Infeksi dari ibu hamil ke pada bayinya, sewaktu sedang
hamil,melahirkan, atau sewaktu menyusui.
c. Waktu membuat tatoo atau tusukan jarum yang kotor. e. Melalui
transfusi, olahan darah, atau transplantasi organ tubuh. Cara penularan
ini sekarang jarang dijumpai di negara-negara maju, dimana semua
donor darah dan organ telah dites HIV.
2.3.2 Gejala Klinis

a. Gejala Utama/Mayor:
1) Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan.

2) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus


menerus. 3) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga
bulan.
4) TBC

b. Gejala Minor:

1) Batuk kronis selama lebih dari satu bulan.


2) Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur.

3) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh

Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak gatal diseluruh tubuh.

2.3.3 Penanganan pasien HIV/AIDS

Banyak tempat di mana seseorang bisa mendapat pelayanan dan penanganan


HIV/AIDS (care, support and treatment) termasuk penyuluhan, informasi
maupun konseling dan testing sukarela. Tempat tempat tersebut antara lain:

a. Kantor praktek dokter swasta

b. Departemen kesehatan setempat

c. Rumah sakit

d. Klinik keluarga berencana

e. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

f. Kelompok dukungan

g. Tempat-tempat yang secara khusus dibangun untuk pelayanan HIV

6. Kalangan yang menangani HIV/AIDS


2.3.5 Kalangan yang memungkinkan untuk menangani HIV/AIDS antara

a. Konselor
Konselor adalah orang-orang yang dilatih untuk membantu orang lain untuk memahami
permasalahan yang mereka hadapi. mengidentifikasi dan mengembangkan
alternatif pemecahan masalah, dan mampu membuat mereka mengambil keputusan atas
permasalahan tersebut Konselor menggali informasi dari diri klien dan
mengembalikannya kepada klien agar klien bisa mengetahui tentang dirinya dan mampu
mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya.

a. Penjangkau masyarakat (Petugas Outreach) dan Sukarelawan Penjangkau


masyarakat (Petugas Outreach) dan Sukarelawan juga bias memainkan peran
semacam ini.

b. Guru dan penyuluh masyarakat Guru dan penyuluh masyarakat walaupun juga
bisa memainkan peran sebagai konselor namun lebih berperan memberikan
informasi sehingga siswa atau kelompok dampingannya jelas dan mampu
mengambil keputusan.
c. Dokter dan Perawat (medis)

Dokter dan Perawat (medis) adalah penolong yang trampil yang mendapat pelatihan
dan pengalaman praktek yang cukup dalam memberikan pertolongan. Konselor
khusus (terlatih). Menolong orang lain membutuhkan pendidikan yang lebih khusus
atau pendidikan tinggi seperti misalnya seorang konselor khusus yang terlatih Seorang
yang menolong orang lain harus bisa menyadari dirinya berada pada tingkatan mana
sehingga bisa memainkan peran yang sesuai dengan latar belakang kemampuannya.

2.3.6 Tujuan Konseling HIV

Konseling HIV/AIDS merupakan proses dengan tiga tujuan umum (Shertzer dan Stone yang
dikutip oleh Me Leod 2004): 1.Merupakan dukungan psikologis misalnya dukungan emosi,
psikologi sosial, spiritual sehingga rasa sejahtera terbangun pada odha dan yang terinfeksi virus
lainnya, 2. Pencegahan penularan HIV/AIDS melalui informasi tentang perilaku berisiko (seperti
seks tak aman atau penggunaan alat suntik bersama) dan membantu orang untuk membangun
ketrampilan pribadi yang penting untuk perubahan perilaku dan negosiasi praktek aman,
3.Memastikan terapi efektif dengan penyelesaian masalah dan isu kepatuhan.Sedangkan tujuan
penting dalam konseling HIV adalah:

a. Mencegah penularan HIV dengan cara mengubah perilaku. Untuk mengubah perilaku, ODHA
tidak hanya membutuhkan informasi belaka, tetapi yang jauh lebih penting adalah pemberian
dukungan yang dapat menumbuhkan motivasi mereka.

b. Mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi atau pengetahuan ODHA tentang faktor-faktor


risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV

c. Meningkatkan kualitas hidup ODHA dalam segala aspek baik medis, psikologis, sosial, dan
ekonomi. Dalam hal ini konseling bertujuan untuk memberikan dukungan kepada ODHA agar
mampu hidup secara positif.

d. Mengembangkan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan mereka menuju


program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta membantu
mengurangi stigma dalam masyarakat.

Dalam hal ini konselor diharapkan dapat membantu mencapai tujuan tersebut dengan cara :
Mengajak klien mengenali perasaannya dan mengungkapkannya, menggali opsi dan membantu
klien membangun rencana tindak lanjut yang berkaitan dengan isu yang dihadapi, penyampaian
status HIV pada pasangan seksual, mendorong perubahan. perilaku, memberikan informasi
pencegahan, terapi dan perawatan. HIV/AIDS terkini, memberikan informasi tentang institusi
(pemerintah dan non pemerintah) yang dapat membantu dibidang sosial, ekonomi dan budaya
membantu orang untuk kontak dengan institusi diatas.

Membantu klien mendapatkan dukungan dari sistem jejaring sosial. membantu klien
melakukan penyesuaian dengan rasa duka dan kehilangan melakukan peran advokasi missal
membantu melawan diskriminasi, membantu individu mewaspadai hak hukumnya, membantu
klien memelihara diri sepanjang hidupnya, membantu klien menentukan arti hidupnya.

BAB IV PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HIV adalah jenis parasit obligat yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Virus
ini hidup dan berkembang biak pada sel darah putih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh
yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma,
ciaran sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu dan cairan otak.

Penggunaan narkoba dan obat-obatan di Indonesia memang menjadi persoalan serius yang
harus dicarikan penyelesaiannya. Sekilas kita melihat pemakaian NAPZA (Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif) terjadi hampir merata di semua lapisan masyarakat dari kalangan
atas hingga anak jalanan terutama pada saat ini banyak sekali kalangan pelajar, mahasiswa,
bahkan karyawan kantor dan pasangan suami istri yang sudah terikat.

Upaya penyembuhan pada pasien penyalahguna/ketergantungan NAPZA salah satunya


adalah dengan cara terapi. Terapi adalah perlakuan (treatment ) yang ditujukan terhadap
penyembuhan suatu kondisi psikologis individu. Selain itu pelayanan konseling juga sangat
dibutuhkan pada proses penyembuhan. Di dalam hal penanganan penyalahguna/ketergantungan
NAPZA baik selama terapi, rehabilitasi maupun sesudahnya diperlukan konseling, tidak hanya di
tujukan terhadap anak/remaja penyalahguna/ketergantungan NAPZA tetapi, juga terhadap kedua
orangtua (keluarga). Konseling ini dilakukan secara berkelanjutan dan periodik, mengingat
bahwa penyalahguna/ketergantungan NAPZA ini merupakan penyakit endemik dalam
masyarakat modern dan industri dan juga penyakit keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/381049900/Komunikasi-Dan-Konseling-Pasien- HIV-
AIDS

Hallen, Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat


Press, 2002. Cet.
1.Hawari, Dadang, AlQur'an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Prima
Yasa,2004, edisi Isrizal, Pelatihan Konseling GBZ.
Jakarta: RSKO, September, 2002. Mappiare Andi AT,
Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004

Anda mungkin juga menyukai