Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ETIKA BISNIS

ETIKA PERIKLANAN

Oleh:

ERIKA MIRZA DEWI

NIM: 01219083

Dosen pengampu:

Hj. I.G.A Aju Nitya Dharmani S.ST., S.E., M.M.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NAROTAMA

SURABAYA

2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI..............................................................................................................................i

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................................2

2.1. Etika Periklanan........................................................................................................2

2.2. Teori Etika Periklanan..............................................................................................3

2.2.1. Deontologi...............................................................................................................3

2.2.2. Komunitarianisme..................................................................................................3

2.2.3. Utilitarianisme........................................................................................................4

2.3. Fungsi Periklanan......................................................................................................4

2.4. Periklanan dan Kebenaran.......................................................................................6

2.5. Manipulasi dengan Periklanan................................................................................6

2.6. Pengontrolan Terhadap Iklan..................................................................................6

2.7. Penilaian Etis Terhadap Iklan.................................................................................7

2.8. Kasus Etika Periklanan............................................................................................9

2.9. Contoh Pemasangan Iklan atau Reklame yang Melanggar Etika Periklanan
(Tidak Etis).........................................................................................................................11

2.10. Contoh Pemasangan Reklame yang Tidak Melanggar Etika Periklanan (Etis) 13

BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................15

3.1. Kesimpulan..............................................................................................................15

3.2. Saran.........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

i
BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, perusahaan-perusahaan sangat gencar dalam


melakukan promosi produknya. Hampir setiap hari kita terpapar dengan gencarnya promosi
produk melalui iklan. Iklan dapat dilihat dimana saja. Saat kita berkendara untuk beraktivitas
di setiap harinya, banyak sekali baliho, spanduk maupun banner iklan terlihat. Saat pergi ke
pusat perbelanjaan, lembaran-lembaran leaflet dapat kita jumpai dan dapatkan. Di dalam
rumah melalui media televisi, iklan pun hadir silih berganti. Di era digital saat ini, melalui
telepon seluler ataupun internet, iklan pun menghampiri kita.
Periklanan adalah fenomena bisnis modern. Tidak ada perusahaan yang ingin maju
dan memenangkan kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Setiap kegiatan bisnis pasti
mengandung resiko, seperti halnya periklanan yang sering berhadapan dengan begitu banyak
kritik dan tanda tanya. Lebih-lebih pada era globalisasi ekonomi yang disokong oleh revolusi
informasi dan kompetisi terbuka seperti sekarang ini, periklanan telah menjadi persoalan
dilematis yang kian tak berujung pangkal.
Harus diakui, memang sulit mencapai keselarasan dalam mempertimbangkan dampak
komersial dengan aspek sosial budaya. Bahkan ada semacam dogma, iklan yang bagus dari
sisi pemasaran, justru bermasalah karena menimbulkan dampak sosial budaya yang bersifat
negatif. Sebaliknya, iklan yang dinilai berdampak sosial budaya positif, justru mandul dari
segi pemasaran, maka iklan yang berhasil memadukan dampak komersial dan sosial budaya,
akan melestarikan kehidupan produk itu sendiri, dalam jangka waktu panjang.
Dengan banyaknya iklan yang menyebar di segala bentuk media promosi, maka
semakin sering kita terpapar dengan informasi dari iklan produk tersebut. Namun kita perlu
cermati pula, informasi yang kita terima sudah sesuaikah dengan etika yang ada. Informasi
melalui iklan yang kita temui tiap harinya, ada yang memenuhi nila-nilai etika, adapula yang
tidak. Kita sebagai, calon konsumen, harus kritis terhadap materi iklan yang ditampilkan.
Materi iklan yang baik adalah materi yang dengan mudah dikenali dan secara tidak langsung
tersimpan dalam alam bawah sadar kita mengenai produk yang diiklankan tersebut.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Etika Periklanan

Menurut Cunningham (1999) Etika periklanan didefinisikan sebagai apa yang


benar atau baik dalam melakukan fungsi periklanannya. Hal ini berhubungan dengan
pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan, bukan hanya dengan secara hukum
dilakukan. (Drumwright, 2009).
Ini sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen dimana salah satu hak konsumen adalah mendapatkan
informasi yang jelas, benar dan jujur. Iklan-iklan yang beredar di tengah-tengah
masyarakat terkadang ada yang menyalahi nilai-nilai etika di masyarakat. Aturan-
aturan mengenai etika periklanan sudah tercantum dalam Etika Pariwara Indonesia.
Yang terbaru adalah hasil amandemen 2020.
Tata krama dalam periklanan sesuai Etika Pariwara Indonesia, hasil amandemen
2020 meliputi isi iklan, ragam iklan, pemeran iklan, wahana iklan. Hal-hal yang diatur
dalam isi iklan adalah hak kekayaan intelektual; bahasa; tanda asteris (*); pencantuman
harga; garansi; janji pengembalian uang (warranty); budaya; rasa takut dan takhayul;
kekerasan; keselamatan; perlindungan hak-hak pribadi; hiperbolisasi; waktu tenggang;
penampilan pangan; penampilan uang; kesaksian konsumen; anjuran (endorsement);
perbandingan; perbandingan harga; merendahkan; peniruan; istilah ilmiah dan statistik;
ketiadaan produk; ketaktersediaan hadiah; syarat dan ketentuan; pornografi dan
pornoaksi; manfaat produk; khalayak anak.
Ragam iklan yang diatur adalah minuman keras; rokok dan produk tembakau;
obat-obatan; produk pangan; vitamin, mineral dan suplemen; produk peningkatan
kemampuan seks; kosmetika dan produk perawatan tubuh; alat dan perlengkapan
kesehatan di rumah tangga; alat dan fasilitas kebugaran atau perampingan; jasa layanan
kesehatan; jasa penyembuhan alternatif; organ tubuh transplantasi dan darah; produk
terbatas; jasa profesional; properti; peluang usaha dan investasi; penghimpunan modal;
dana sosial dan dana amal; lembaga pendidikan dan lowongan kerja; gelar akademis;
berita keluarga; penjualan darurat dan lelang likuidasi; iklan pamong, politik dan
elektoral; iklan layanan masyarakat; judi dan taruhan; senjata, amunisi dan bahan
peledak; agama; iklan multiproduk; iklan tersisip (build-in), terlebur (build-in content),

2
sesuai pesanan (tailor-mode), dan sejenisnya; iklan penggoda (teaser); iklan waktu
blokiran (blocking time) di media elektronik dan sisipan khusus di media cetak; iklan
pelaku usaha jasa keuangan (PUJK).
Dalam EPI diatur juga tentang tata krama pemeran iklan. Pemeran iklan yang
dimaksud adalah anak, perempuan, jender, pejabat negara, tokoh agama, anumerta,
pemeran sebagai duta merek (brand ambassador), tuna daksa (penyandang cacat),
tenaga medis, pemeran lainnya, hewan, tokoh animasi.
Mengenai tata krama dalam wahana iklan juga diatur, yaitu media cetak, media
televisi, media radio, media bioskop, media luar griya (out-of- home-media), media
digital, layana pesan singkat (SMS-Short Message Service) dan layanan multimedia
singkat (MMS-Multimedia Service), promosii penjualan, pemasaran/penjualan
langsung (direct marketing/selling), perusahaan basis data (database), penajaan
(sponsorship), gelar wicara (talk show), periklanan informatif (informative advertising),
pemaduan produk (product placement/integration), penggunaan data riset, subliminal,
subvertensi (subvertising).
2.2. Teori Etika Periklanan

2.2.1. Deontologi

Dalam ilmu filsafat, deontologi merupakan jenis teori normatif yang


menentukan suatu pilihan diwajibkan, diperlukan dan diizinkan. Maka dari itu,
deontologi merupakan domain teori moral yang harus dimiliki pengiklan untuk
memandu dan menilai pilihan mereka.
Penerapan teori deontologi dalam periklanan adalah bahwa pengiklan
hendaknya bertindak berdasarkan niat baik dalam menjalankan tugasnya. Namun,
tak jarang kita temui hal yang sebaliknya.
2.2.2. Komunitarianisme

Komunitarianisme adalah filosofi yang berakar pada penganut pahamnya


Aristoteles dan Hagel yang menjelaskan bawah perlu adanya keseimbangan
antara hak seoarang individu dengan hak dan kepentingan masyarakat.
Komunitarianisme mendesak penganut paham liberalisme yaitu orang-orang yang
otonom dan egois, dengan menjelaskan bahwa manusia merupakan individu
sebagai makhluk sosial yang dibentuk oleh nilai dan budaya yang ada di
masyarakat.

3
Penerapan teori komunitarianisme dalam periklanan adalah ketika orang-
orang memperhatikan iklan, maka setiap orang tidak akan memiliki pendapat.
Beberapa orang mungkin menyukainya atau membenci dan lain-lain. Teori ini
dipandang kurang sesuai untuk menjelaskan etika periklanan.
2.2.3. Utilitarianisme

Utilitarianisme adalah teori etika yang berdasarkan atas kecakapan


seseorang untuk memprediksi hal yang terjadi dari suatu tindakan. Bentham dan
Stuart merupakan orang yang merangkul paham ultilitarisme. Ada dua macam
teori utilitarianisme, yaitu:
 Act-utilitarianism – prinsip utilitas yang diterapkan langsung ke setiap
tindakan alternatif dalam situasi yang dipilih. Seberapa tepatnya tindakan
yang dilakukan kemudian didefinisikan sebagai langkah untuk
mendapatkan hasil yang terbaik.
 Rule utilitarianism – prinsip kegunaan, yang digunakan sebagai penentu
kesesuaian aturan perilaku atau prinsip moral. Sebuah peraturan dibuat
untuk mencari manfaat bagi kebanyakan orang dengan cara yang paling
adil.
Dalam periklanan, nilai etis utilitarianisme mempertimbangkan tindakan
komunikasi dalam bisnis periklanan sebagai sebuah metode untuk mencapai
tujuan yang diinginkan yaitu kepuasan dan kebahagiaan konsumen. Nilai etis
berbasis utilitarianisme dalam periklanan adalah nilai yang harus dijaga oleh
pengiklan.
2.3. Fungsi Periklanan

Dalam dunia bisnis periklanan memiliki banyak fungsi. Secara bisnis ada 6 cara
menggunakan periklanan sebagai pendukung usaha dan penjualan produk. Berikut
adalah 6 peran periklanan tersebut:
 Sumber Informasi
Periklanan dapat berfungsi sebagai jalan untuk masyarakat mengenal
produk yang ditawarkan. Informasi mengenai fungsi, harga, bahan, kelebihan
dan informasi lain mengenai produk dapat disampaikan melalui iklan. Semakin
jelas informasi yang disampaikan mengenai produk, semakin jelas pula
gambaran produk kepada individu.
 Sarana Membujuk dan Mempengaruhi

4
Gambaran dari iklan sebagai sumber informasi dapat dibuat sebagai
bahan persuasi dan bujukan. Kelebihan produk dibanding produk lain bisa
menjadi daya jual dan faktor pembujuk yang penting. Contohnya adalah untuk
produk snack makanan, iklan menginformasikan tentang bahan, rasa dan
keunggulan produk. Karena dalam iklan terlihat seseorang
memakan snack tersebut dan menikmatinya, Individu yang menonton
membayangkan rasa dan nikmatnya snack tersebut sesuai dengan informasi
yang diberikan. Jika ia tertarik, individu tersebut akan membeli snack yang
diiklankan tersebut.
 Menciptakan Image
Iklan dapat menjadi media dimana image produk maupun brand muncul
di pikiran masyarakat. Semakin lekat image pada produk, semakin lekat pula
identifikasi masyarakat saat membeli produk. Contohnya yang terjadi di pasar
air mineral kemasan dan juga mie instant. Image brand untuk kedua produk ini
lengket dengan Aqua dan Indomie saat dibicarakan dengan masyarakat.
 Alat Komunikasi
Periklanan juga bisa dijadikan sarana untuk menangkap respon dari
masyarakat tentang produk yang ditawarkan. Dengan feedback dan komunikasi
ini, para pelaku usaha dapat mereka produk agar dapat lebih diterima oleh
calon–calon konsumen.
 Identitas Pengusaha
Media periklanan dapat membuat pengusaha dan brand perusahaan
terkenal. Semakin dikenalnya pengusaha dan brand perusahaan, masyarakat
dapat mengidentifikasi produk sesuai dengan karakteristik pengusaha dan
brandnya. Menjual brand ini dapat meningkatkan nilai produk. Contohnya
untuk produk Teknologi Apple, teknologinya mungkin dapat dicapai oleh
brand lain, namun tidak ada yang dapat mengalahkan brand produk Apple
dimata konsumen.
 Sarana Kontrol
Melalui periklanan, para pelaku usaha dapat menyebarkan informasi
yang tepat untuk menghindari produk palsu. Memberikan informasi yang jelas
pada masyarakat tentang produk akan membuat masyarakat mampu
membedakan antara produk asli dan palsu. Iklan juga dapat dugunakan untuk

5
mengontrol para pesaing usaha. Menyebarkan informasi yang lebih
menguntungkan produk sendiri dibanding produk pesaing adalah hal umum
yang terjadi dalam periklanan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengiklankan
paket murah dan diskon. Jika pesaing tidak dapat mengeluarkan strategi
periklanan yang lebih menarik, masyarakat tidak akan melirik produk mereka.
2.4. Periklanan dan Kebenaran

Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau
pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi,
menyesatkan, dan bahkan menipu publik.
Iklan mempunyai unsure promosi. Iklan merayu konsumen, iklan ingin
mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan
retorika tersendiri. Ia menandaskan bahwa produknya adalah yang terbaik atau nomor
satu di bidangnya. Bahasa periklanan pada umumnya sarat dengan superlative dan
hiperbol. Di sini si pengiklan tidak bermaksud agar public percaya begitu saja. Dan
public konsumen tahu bahwa retorika itu tidak perlu dimengerti secara harfiah.
2.5. Manipulasi dengan Periklanan

Masalah manipulasi terutama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi
tidak terlepas juga dari seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti
motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari
luar.
Ada 2 cara untuk memanipulasi orang dengan periklanan :
1) Subliminal advertising
Teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu
cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di bawah
ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio.
Teknik subliminal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di
New Jersey yang menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang
isinya “Lapar. Makan popcorn”. Dan konon waktu istirahat popcorn jauh
lebih laris dari biasa.
2) Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, Karena anak mudah
dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak

6
tidak bisa dinilai lain daripada manipulasi saja dan karena itu harus ditolak
sebagai tidak etis.
2.6. Pengontrolan Terhadap Iklan

 Kontrol oleh pemerintah


Tugas penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen
terhadap keganasan periklanan. Di Amerika Serikat instansi-instansi
pemerintah mengawasi praktek periklanan dengan cukup efisien, antara lain
melalui Food and Drug Administration dan Federal Trade Commission. Di
Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.
 Kontrol oleh para pengiklan
Untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan diri
(self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya dilakukan dengan menyusun
sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh para
periklan, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan. Jika suatu kode etik
disetujui, tentunya pelaksanaannya harus diawasi juga. Di Indonesia
pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia.
 Kontrol oleh masyarakat
Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis
periklanan. Dengan mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga
konsumen, kita bisa menetralisasi efek-efek negatif dari periklanan. Laporan-
laporan oleh lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif
sebagai kontrol atas kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan.
Selain itu, ada juga cara yang lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari
iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang di nilai paling baik.
Di Indonesia ada Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.
2.7. Penilaian Etis Terhadap Iklan

Ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip


etis:
 Maksud si pengiklan

7
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu
menjadi tidak baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang
menyesatkan, tentu iklannya menjadi tidak etis.
Sebagai contoh: iklan tentang roti Profile di Amerika Serikat, yang
menyatakan bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena
kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merk lain. Tapi ternyata, roti
Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per ons, roti ini sama banyak
kalorinya dengan roti merk lain.
 Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang
menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang
sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan
diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu
selengkap dan seobyektif seperti laporan dari instansi netral.
Contohnya : iklan tentang jasa seseorang sebagai pembunuh bayaran. Iklan
semacam itu tanpa ragu-ragu akan ditolak secara umum.
 Keadaan publik yang tertuju
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan
mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.
Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda.
Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang
sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada
dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar
ekonomi lebih maju.
Contohnya : Iklan tentang pasta gigi, dimana si pengiklan mempertentangkan
odol yang biasa sebagai barang yang tidak modern dengan odol barunya yang
dianggap barang modern. Iklan ini dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan
frustasi pada golongan miskin dan memperluas polarisasi antara kelompok
elite dan masyarakat yang kurang mampu.
 Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu
orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi
periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila

8
beberapa iklan lebih mudah di terima daripada dimana praktek periklanan baru
mulai dijalankan pada skala besar.
Seperti bisa terjadi juga, bahwa di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa
saja sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang
mengernyitkan alisnya.
2.8. Kasus Etika Periklanan

 Iklan Shopee Blackpink “Shopee Road to 12.12 Birthday Sale” (2018)

Melalui laman resminya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melayangkan


peringatan keras kepada 11 stasiun televisi terkait penayangan iklan Shopee
Blackpink. Siaran iklan tersebut dinilai tidak memperhatikan ketentuan tentang
penghormatan terhadap norma kesopanan yang diatur dalam Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Adapun 11 stasiun
televisi yang kena surat peringatan tersebut yakni Trans TV, RCTI, RTV, MNC TV,
Indosiar, TV One, ANTV, Trans7, GTV, Net, dan SCTV.
Dalam siaran Iklan yang dimaksud ditampilkan beberapa wanita yang menyanyi
dan menari dengan pakaian minim. Memang sudah menjadi ciri khas Blackpink
maupun public figur lainnya berpakaian seperti itu, namun karena Indonesia sangat
menjunjung tinggi budaya kesopanan dan mayoritas orang Indonesia yang beragama
islam, hal tersebut dinilai tidak pantas untuk dipertontonkan didepan publik.
KPI Pusat menilai muatan demikian berpotensi melanggar Pasal 9 Ayat (1) SPS
KPI Tahun 2012 tentang kewajiban program siaran memperhatikan norma kesopanan
dan kesusilaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak terkait budaya.
 Iklan “Hago Pasti Jago” Trans 7 (2019)

Berdasarkan pengaduan masyarakat, pemantauan dan hasil analisis, KPI Pusat


telah menemukan pelanggaran pada Program Siaran Iklan “Hago Pasti Jago” yang
ditayangkan oleh stasiun Trans 7 pada tanggal 11 Mei 2019 pukul 13.37 WIB. Iklan
tersebut dinilai tidak sesuai dengan adab dan kesopanan yang berlaku di masyarakat.
Lembaga penyiaran yang mendapatkan sanksi teguran antara lain MNC TV, RCTI,
Net TV, SCTV, Trans TV dan Trans 7.
Iklan tersebut menampilkan adegan guru yang memaafkan siswa yang terlambat
masuk kelas, bahkan membawakan tas dan menyilakan duduk, sebagai konsekuensi
karena ia kalah bermain game dengan siswa tersebut. Muatan yang sama sebelumnya
juga tayang pada tanggal 6 Mei 2019 pukul 18.23 WIB. KPI Pusat menilai muatan
9
demikian tidak layak ditayangkan karena dapat memberi pengaruh negatif terhadap
khalayak yang menonton, terutama anak-anak dan remaja, terkait sikap menghormati
sosok seorang guru. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas
larangan program siaran iklan menayangkan hal-hal yang bertentangan dengan
kesusilaan masyarakat.

KPI Pusat memutuskan bahwa tayangan tersebut telah melanggar Pedoman


Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 43 serta Standar
Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 58 Ayat (4) huruf h.
Berdasarkan pelanggaran tersebut, KPI Pusat memberikan sanksi administratif
Teguran Tertulis.
Sesuai dengan Pasal 5 UU Penyiaran, penyiaran diarahkan untuk menjaga dan
meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa. Menyikapi
muatan tidak pantas pada iklan tersebut, KPI Pusat mengimbau kepada saudara agar
segera menghentikan iklan yang dimaksud.
 Iklan Sido Susu (2019)

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberi peringatan kepada tiga stasiun


televisi yang menayangkan iklan “Sido Susu”. Iklan tersebut dinilai berpotensi
melanggar dan tidak pantas tayang karena bertentangan dengan norma kesopanan
serta perlindungan terhadap anak dalam P3SPS.
Hal itu ditegaskan KPI Pusat dalam surat peringatan untuk tiga stasiun televisi
yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Kamis (17/1/2019) kemarin.
Adapun tiga stasiun televisi yang diberi peringatan yakni Indosiar, ANTV dan SCTV.
Program iklan tersebut menampilkan adegan seorang perempuan (Cupi Cupita)
menyampaikan informasi komersial dengan menggerak-gerakkan bagian dadanya. Hal
itu berpotensi melanggar Pasal 9 dan Pasal 15 Ayat (1) SPS KPI Tahun 2012 tentang
kewajiban program siaran memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang
dijunjung oleh keberagaman khalayak terkait budaya serta kewajiban program siaran
melindungi kepentingan anak.

10
2.9. Contoh Pemasangan Iklan atau Reklame yang Melanggar Etika Periklanan

(Tidak Etis)

Gambar 2.1

Reklame brosur yang ditempel/ melekat pada tiang listrik di daerah Jl. Raya Blimbing –
Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang (Senin, 24 Mei 2021 pukul 09.00 WIB)

Gambar 2.2

11
Reklame brosur yang ditempel/ melekat pada pohon di daerah Jl. Raya Blimbing – Pulorejo,
Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang (Senin, 24 Mei 2021 pukul 09.00 WIB)

Gambar 2.3

Reklame brosur yang ditempel/ melekat pada tembok pasar di daerah Jl. Raya Blimbing,
Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang (Senin, 24 Mei 2021 pukul 09.00 WIB)

Ulasan :

Dimana tiang listrik, pohon, dan tembok dialihfungsikan sebagai tempat :


1. (Gambar 1) untuk menempelkan brosur kertas sedot wc
2. (Gambar 2) untuk menempelkan banner rumah makan
3. (Gambar 3) untuk menempelkan banner toko frozen dan produk Aice

Hal tersebut telah melanggar Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Pajak
Reklame mengenai Larangan Penyelenggaraan Reklame yang berbunyi “Dilarang
menempatkan atau memasang Reklame Selebaran pada tembok- tembok, pagar, pohon, tiang
listrik, tiang telepon dan sejenisnya”.
Selain itu menurut saya penempatannya tidak cocok karena dapat merusak keindahan dan
kebersihan kota menggunakan fasilitas umum sebagai media untuk mempromosikan produk.
12
2.10. Contoh Pemasangan Reklame yang Tidak Melanggar Etika Periklanan (Etis)

Gambar 2.4

Reklame Kain yang dipasang pada pinggir jalan di daerah Jl. Raya Blimbing, Kecamatan
Gudo, kabupaten Jombang (Senin, 24 Mei pukul 09.00 WIB)
Ulasan :
Pemasangan reklame kain tersebut saya rasa sudah sesuai dengan Peraturan Bupati Jombang
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Izin Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten
Jombang BAB III (Standar Reklame) Pasal 3 Ayat 2 yang dimana titik reklame yang
dimaksud di dalamnya di tempatkan di :
a. Bahu jalan
b. Trotoar
c. Median jalan
d. Jembatan penyebrangan orang
e. Halte bus
f. Tempat lain yang dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten

13
Sehingga tidak menggangu lalu lintas umum, tidak membahayakan keselamatan
masyarakat di sekitarnya, dan tentu tidak mengganggu fungsi konstruksi sarana dan prasarana
kota serta tidak menganganggu keindahan, kebersihan lingkungan tersebut.
Karena pemasangan reklame kain tersebut telah memenuhi persyaratan teknis dan standar
pemasangan reklame yang dikeluarkan oleh kabupaten jombang, sehingga dapat
dipertanggung jawabkan bila terjadi hal yang tidak diinginkan.

14
BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bisnis yang baik adalah bisnis yang menghasilkan untung, dan diperbolehkan
oleh sistem hukum, serta sesuai moral. Beriklan adalah salah satu proses bisnis,
sehingga dalam beriklan pun harus mematuhi hukum dan sesuai moral. Etika yang baik
dalam periklanan sesuai dengan aturan hukum contohnya adalah mematuhi segala
regulasi yang ada seperti yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia.
Sebagai masyarakat kita harus memahami regulasi mengenai periklanan apakah
sudah sesuai hukum yang berlaku atau belum, maupun sudah sesuai moralkah iklan
yang ada. Masyarakat harus proaktif untuk melaporkan setiap pelanggaran yang ada,
sehingga terjadi check and balances.
3.2. Saran

Regulasi terhadap dunia periklanan harus benar-benar tersosialisasi kepada


pelaku bisnis maupun masyarakat sebagai konsumennya. Dengan adanya regulasi yang
dipahami kedua belah pihak, maka proses etika dalam berbisnis akan tetap terjaga.

15
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Arijanto, Agus. 2012. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis. Cetakan Kedua.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller,. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi
ke 13, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

K. Bertens. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius : Yogyakarta.

B. Dokumen-dokumen
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
2. Etika Pariwara Indonesia, Amandemen 2020. Dewan Periklanan Indonesia
3. Peraturan Bupati Jombang Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Pajak Reklame
4. Peraturan Bupati Jombang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Izin
Penyelenggaraan Reklame.

C. Internet
Arfadia, 2018. Fungsi Periklanan. [Online]. Alvailable at:
https://blog.arfadia.com/fungsi-periklanan/#:~:text=Fungsi%20Periklanan%20sangat
%20penting%20dalam,atau%20jasa%20yang%20perusahaan%20tawarkan. [Accessed
26 Mei 2021].

Ulty, 2020. Teori dan Peran Etika Periklanan. [Online]. Alvailable at:
https://lancangkuning.com/post/15856/teori-dan-peran-etika-periklanan.html.
[Accessed 26 Mei 2021].

Anjar, Yuni. 2019. 6 Contoh Iklan Produk Komersil yang Melanggar Etika Periklanan
dan Pariwara Indonesia. [Online]. Available at:
http://yunianjarw.blogspot.com/2019/08/6-contoh-iklan-produk-komersil-yang.html.
[Accessed 26 Mei 2021].

16

Anda mungkin juga menyukai