Anda di halaman 1dari 7

MID TEST EXAMINATION

COMMERCIAL LAW FOR MARKETING

1. Antonio Evan 21110250217


2.jihan putri indrajaya 21110250677
3. Rachell Tarisya H 21110250793
4.chasta canalisa 21110250321
5.alfrenli suhendra 21110250438
6. inesya sherly 21110250525
Konsumen Rugi, Iklan yang Melanggar Aturan Harus Dihentikan

Pelanggaran periklanan menyebabkan banyak masalah bagi konsumen. Pemasaran yang


curang dan menipu telah masuk ke masyarakat dalam beberapa tahun terakhir, mengabaikan
standar dan etika yang seharusnya melindungi konsumen. Misalnya, baru-baru ini kami
menyaksikan bahwa banyak perusahaan besar menggunakan iklan dan klaim yang tidak
akurat tentang produk mereka, yang menghasilkan harapan yang tidak realistis dan membuat
pelanggan tidak percaya pada merek mereka. Konsumen tidak hanya kehilangan uang mereka
dalam situasi seperti ini, tetapi mereka juga kehilangan kepercayaan dari seluruh industri.
Tanpa pengawasan dan penegakan hukum yang ketat, praktik seperti ini akan menjadi lebih
umum dan berbahaya bagi konsumen.

Kasus iklan palsu ini berdampak negatif pada pelanggan. Misalnya, beberapa iklan produk
medis telah membuat orang dengan kondisi kesehatan yang serius percaya pada hal-hal yang
salah, membuat mereka menghabiskan banyak waktu dan uang untuk produk yang tidak
memberikan hasil yang diharapkan. Sebaliknya, iklan makanan yang menyesatkan telah
menyebabkan peningkatan masalah kesehatan seperti obesitas dan penyakit terkait pola
makan. Hal ini disebabkan oleh janji palsu yang menyesatkan pelanggan bahwa beberapa
produk memiliki manfaat kesehatan yang signifikan. Terdapat kebutuhan untuk memperkuat
penegakan hukum dan regulasi media untuk melindungi hak-hak konsumen dan memastikan
perilaku yang baik, adil, dan jujur. Tindakan tegas harus diambil untuk mencegah iklan ilegal
dan memperbaiki sistem pengawasan untuk melindungi hak-hak konsumen secara lebih kuat
dan efektif.

Banyak undang-undang dan peraturan yang dapat diterapkan untuk melindungi konsumen
dari iklan yang menyesatkan dan ilegal. Pertama, undang-undang perlindungan konsumen
melarang iklan yang menyesatkan, termasuk klaim yang tidak benar, informasi yang tidak
dapat diandalkan, atau klaim tanpa bukti yang cukup, yang dapat menjadi dasar tuntutan
hukum. Dengan mempertimbangkan prinsip kebenaran dalam periklanan, undang-undang
mewajibkan perusahaan untuk menghindari iklan yang menipu dan memastikan bahwa
informasi yang mereka berikan kepada konsumen benar. Misalnya, perusahaan harus
memberikan bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung kualitas atau keamanan produk yang
mereka tawarkan di bidang tertentu untuk mengurangi risiko penipuan konsumen. Selain itu,
etika bisnis yang baik diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Sanksi ini dimaksudkan untuk
mencegah praktik bisnis yang tidak adil atau berpotensi merugikan konsumen. Dengan
menetapkan standar perilaku bisnis yang jujur dan adil, mereka berusaha melindungi
pelanggan dari penipuan dan eksploitasi bisnis. Misalnya, peraturan dapat melarang iklan
yang agresif atau tindakan yang memaksa konsumen untuk membeli barang yang tidak
mereka inginkan. Selain itu, undang-undang mungkin mewajibkan perusahaan untuk
memberikan pelanggan informasi yang jelas dan ringkas, seperti harga, kualitas, dan fitur
produk.

Pada tahun 2021, 45% media di Indonesia melanggar undang-undang, menurut Badan
Pengawas Media Indonesia (BPP). Iklan produk medis yang menjanjikan kesembuhan cepat,
tetapi tidak didukung oleh bukti ilmiah, adalah contohnya. Hal ini menyebabkan pelanggan
mengharapkan hal-hal yang tidak masuk akal, terutama bagi mereka yang menderita penyakit
serius. Seorang ahli medis di Jakarta, Dr. Gunawan, mengatakan bahwa praktik seperti ini
dapat memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan masyarakat karena dapat menunda
perawatan medis yang benar-benar diperlukan karena dianggap melanggar hukum. Selain itu,
menurut Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), hingga 60% iklan makanan di Indonesia
mengandung informasi palsu tentang manfaat kesehatan yang tidak jelas. Untuk mendapatkan
manfaat kesehatan yang diiklankan, orang mengonsumsi makanan yang sebenarnya tidak
sehat. Akibatnya, masalah kesehatan seperti obesitas dan penyakit pola makan meningkat di
kalangan masyarakat Indonesia.

Perilaku periklanan yang menyesatkan ini juga dikritik oleh banyak pakar hukum dan
ekonomi. Dr. Indah Putri, seorang profesor hukum konsumen, berpendapat bahwa undang-
undang perlindungan konsumen harus diubah secara menyeluruh, dengan menerapkan
hukuman yang lebih keras untuk pelanggaran iklan yang merugikan. Ia menekankan bahwa
penegakan hukum yang kuat dan berkelanjutan diperlukan untuk menghentikan aktivitas
media yang melanggar hukum. Selain itu, Dr. Putri mengatakan bahwa konsumen harus
diberi tahu tentang hak-hak mereka dan bagaimana mengidentifikasi iklan palsu sehingga
mereka dapat membuat keputusan pembelian yang baik. Profesor Budi Santoso dari
Universitas Indonesia membahas dampak ekonomi iklan palsu. Dia berpendapat bahwa iklan
palsu dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara dengan mengurangi daya beli seluruh
masyarakat.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya perlindungan konsumen, banyak
perusahaan besar dengan cepat meningkatkan transparansi dan integritas praktik periklanan
mereka. Misalnya, PT Sehat Makmur, perusahaan farmasi di Indonesia, baru-baru ini
meluncurkan kampanye iklan yang bertujuan untuk memberikan informasi produk medis
yang akurat dan tepat kepada pelanggannya. Perusahaan bertujuan untuk mendidik
masyarakat secara menyeluruh tentang manfaat dan risiko yang terkait dengan penggunaan
produk perawatan kesehatan melalui partisipasi para dokter dan tenaga kesehatan dalam
kampanye ini. Kami berharap tindakan ini akan menjadi contoh bagi perusahaan lain untuk
mengadopsi praktik dan standar periklanan yang relevan serta membangun lingkungan
periklanan yang aman dan jujur bagi pelanggan.

Selain hal-hal di atas, efek psikologis iklan yang menyesatkan terhadap konsumen harus
dipertimbangkan. Pelanggan dapat sangat tidak puas dan kecewa jika iklan produk tidak
memenuhi harapan mereka. Banyak penelitian psikologi membuktikan hal ini. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh psikolog Dr. Maya Wardhani menemukan bahwa pelanggan
yang merasa ditipu oleh iklan seringkali kehilangan kepercayaan dan tidak dapat membuat
keputusan pembelian yang tepat. Promosi ini tidak hanya dapat memengaruhi individu
tertentu, tetapi juga dapat memengaruhi bagaimana pelanggan melihat perusahaan secara
keseluruhan. Karena itu, kegiatan promosi dapat merusak reputasi perusahaan.

Selain itu, percakapan tentang media terlarang sering menghasilkan perdebatan moral di
masyarakat. Periklanan yang adil dan jujur adalah komponen penting dari pekerjaan sosial,
menurut banyak pakar pemasaran. Mereka menekankan bahwa bisnis harus memperhatikan
dampak sosial dari iklan mereka dan menghindari iklan yang menipu atau manipulatif. Selain
itu, banyak kelompok konsumen telah berkampanye untuk undang-undang periklanan yang
lebih ketat yang menargetkan kelompok rentan seperti anak-anak atau individu yang tidak
terbiasa atau tidak tertarik dengan tindakan, kepercayaan, dan praktik yang dipromosikan
oleh perusahaan. Hal ini sangat penting untuk melindungi mereka dari iklan yang dapat
menyesatkan atau memberi mereka manfaat.

Seiring kemajuan teknologi dan media digital, iklan palsu menjadi semakin umum di Internet.
Hal ini dibuktikan oleh banyaknya iklan online yang menampilkan pernyataan atau testimoni
yang tidak benar. Laporan terbaru dari Digital Advertising Association (IAB) menyatakan
bahwa hingga 30% tayangan iklan online di platform media sosial mengandung janji palsu
atau tidak dapat diandalkan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya membuat aturan untuk
mengawasi dan mengendalikan iklan berbahaya yang tersedia untuk pelanggan di era digital.
Selain itu, perusahaan teknologi besar dan platform media sosial segera menerapkan
kebijakan dan algoritma keamanan untuk melindungi media dan pengguna dengan memblokir
atau menghapus iklan yang menyinggung.

Dengan mempertimbangkan berbagai aspek teknologi, etika, dan psikologis yang terkait
dengan komunikasi ilegal, dapat disimpulkan bahwa perlindungan konsumen tidak terbatas
pada sistem hukum dan undang-undang; itu juga mencakup hubungan teknologi dan
psikologis yang luas antara manusia. Banyak pemangku kepentingan—teknologi, media,
psikolog, dan pemasaran—harus terlibat dalam strategi komprehensif untuk memecahkan
masalah ini. Tujuannya adalah untuk menyediakan lingkungan komunikasi yang aman,
terbuka, dan bertanggung jawab bagi pelanggan. Kami berharap dapat membuat inovasi yang
meningkatkan kualitas hidup konsumen dan meningkatkan kepercayaan industri media
dengan memahami dampak jangka panjang dari praktik periklanan palsu.

Tindakan tegas dari banyak pemangku kepentingan diperlukan untuk mengatasi praktik
periklanan yang melanggar hukum dan merugikan konsumen. Praktik ini tidak hanya dapat
merugikan uang konsumen tetapi juga dapat membahayakan kesehatan mereka, mengancam
kepercayaan mereka, dan menimbulkan emosi negatif. Kami berharap dapat membuat
layanan media sosial lain yang lebih adil dan masuk akal bagi pelanggan dengan
menggunakan pendekatan yang menggabungkan pedoman yang ketat, penegakan hukum,
penggunaan pendidikan yang luas, dan kolaborasi erat dengan banyak pemangku kepentingan
lainnya. Ini adalah masalah utama. Beberapa orang berpendapat bahwa undang-undang yang
terlalu ketat dapat menghambat inovasi dan inovasi di industri media. Mereka juga percaya
bahwa peraturan yang ketat dapat menghentikan pertumbuhan ekonomi dan kemampuan
dunia usaha untuk bersaing di pasar global. Pihak lain mempertanyakan seberapa baik
penegakan hukum menangani aktivitas media ilegal dan menyoroti kesulitan yang terkait
dengan pengawasan dan penegakan hukum di era yang semakin canggih. Selain itu, ada
beberapa perusahaan yang percaya bahwa konsumen harus bertanggung jawab sepenuhnya
untuk mengetahui kebenaran iklan karena mereka harus memiliki kemampuan untuk
memverifikasi dan mengevaluasi apa yang dikatakan perusahaan.
REFERENSI

Anjar, Y. (2022). "Iklan yang Melanggar Etika: Bahaya dan Dampaknya". Jurnal

Komunikasi, 16(1).

Husni, S., & Imaniyati, N. S. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar Maju.

Jefkins, F. (1994). Periklanan. Erlangga.

Klaudia, S., Hoshi, K., & Putranti, E. C. (2022). "Analisis Pelanggaran Etika Bisnis

Terhadap Penayangan Iklan Rokok Di Pertelevisian Indonesia". Akurasi, 3(2),

117–126. https://doi.org/10.36407/akurasi.v3i2.486

KKPI Nomor 9 Tahun 2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

Penyiaran Indonesia. Jakarta.

Laila, K. (2017). "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS

IKLAN YANG MELANGGAR TATA CARA PERIKLANAN". Jurnal

Cakrawala Hukum. https://doi.org/10.26905/idjch.v8i1.1732

Nasution, A. (1995). Konsumen dan Hukum (Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

pada Perlindungan Konsumen Indonesia). Sinar Harapan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang

Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga

Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia. Jakarta.

Rampen, F. L. (2013). "Penggunaan Sanksi Pidana Terhadap Pelanggaran Periklanan

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen". Lex et Societatis, 1(2), 116-

124.

Shidarta. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Garsindo.

Shofi, Y. (2003). Penyelesaian Sengketa Konsumen. Citra Adhitya Bakti.


Simatupang, T. H. (2004). Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan

Konsumen. Citra Aditya Bakti.

Umboh, H. R. (2014). "Proses Penyelesaian Pelanggaran Dalam Kegiatan Penyiaran

Iklan Niaga". Jurnal Lex Crimen, 3(1), 79-88.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai