Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

MATA KULIAH ETIK BISNIS


PASAR DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Oleh:
Ni Made Dewi Parwati 1902612010275 (01)

Komang Bagus Dharma Putra 1902612010277 (03)

I Putu Yongky Pratama Putra 1902612010279 (05)

Maria Asriani Sinar 1902612010281 (07)

Fransiska Rilla 190261201300 (26)

Lidia Kristiani Biba 1902612010306 (31)

Putu Deva Satya Narendra 1902612010307 (32)

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI MANAJEMEN
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGHANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
tuntunan dan penyertaan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
baik. Ada pun tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “pasar dan perlindungan konsumen”.
Makalah ini kami susun untuk melengkapi tugas mata kuliah Etika Bisnis dengan Dosen Bpk
Tiksnayana Vipraprastha, S.E., MM. Dalam menyajikan Makalah ini kami sengaja menjelaskan
secara praktis namun demikian pembahasannya diusahakan cukup mendalam.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Denpasar, 16 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGHANTAR.................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1


1.2 Rumusan Permasalahan ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

6.1 Pasar Dan Perlindungan Konsumen ............................................................ 3


6.2 Hubungan Produsen Dan Konsumen .......................................................... 7
6.3 Gerakan Konsumen Dan Mengapa Konsumen adalah raja ......................... 10
6.4 Peraturan yang Terkait dengan pasar dan perlindungan konsumen ............ 13

BAB III PENUTUP

7.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika bisnis merupakan suatu bidang ilmu ekonomi yang terkadang dilupakan banyak
orang, padahal melalui etika bisnis inilah seseorang dapat memahami suatu bisnis persaingan
yang sulit sekalipun, bagaimana bersikap manis, menjaga sopan santun, berpakaian yang
baik sampai bertutur kata, semua itu ada “meaning”nya.1 Bagaimana era global ini dituntut
untuk menciptakan suatu persaingan yang kompetitif sehingga dapat terselesaikannya tujuan
dengan baik, kolusi, korupsi, mengandalkan koneksi, kongkalikong menjadi suatu hal yang
biasa dalam tatanan kehidupan bisnis, yang mana prinsip menguasai medan dan
menghalalkan segala cara untuk memenangkan persaingan menjadi suatu hal yang lumrah,
padahal pada etikanya tidak begitu. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai
suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum.
Tetapi harus dapat diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi
batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia
usuha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan
orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-
lain.Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain.
Terjadinya etika bisnis yang tidak sehat dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakkan
kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Kejujuran yang ekstrim,
kemampuan untuk menganalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk
mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.3 Kompetisi inilah yang harus memanas
belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah
yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang
ketamakan.
Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas di masa mendatang justru
mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas. Dari sudut pandang etika, keuntungan
bukanlah hal yang buruk akan tetapi secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan
diterima. Karena pertama, secara moral keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan

1
(survive) dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik
modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi
aktivitas ekonomi yang produktif dalam memacu pertumbuhsn ekonomi. Ketiga, keuntungan
tidak hanya memungkinkan perusahaan survive melainkan dapat menghidupi karyawannya
kearah tinggat hidup lebih baik.
Keuntungan dapat dipergunakan sebagai pengembangan (expansi) perusahaan sehingga
hal itu akan membuka lapangan kerja baru.4 Dalam mitos bisnis amoral di atas sering
dibayangkan bisnis sebagai sebuah medan pertempuran. Terjun kedunia bisnis berarti siap
untuk bertempur habishabisan dengan sasaran akhir yakni meraih keuntungan, bahkan
keuntungan sebesar-besarnya secara konstan. Ini lebih berlaku lagi dalam bisnis global yang
mengandalkan persaingan ketat.
1.2 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan menguraikan permasalahan sebagai berikut:
 Apa Yang Dimaksud Dengan Pasar Dan Perlindungan Konsumen ?
 Apa Hubungan Produsen Dan Konsumen ?
 Bagaimana Gerakan Konsumen Dan Mengapa Konsumen Adalah Raja?
 Apa Peraturan Yang Terkait Dengan Pasar Dan Perlindungan Konsumen?
1.3 Tujuan Penulisan
 Untuk Memahami Pasar Dan Perlindungan Konsumen
 Untuk Mengetahui Hubungan Produsen Dan Konsumen
 Untuk Mengetahui Bagaimana Gerakan Konsumen Dan Mengapa Konsumen adalah
Raja
 Untuk Mengetahui Peraturan Yang Terkait Dengan Pasar Dan Perlindungan Konsumen

2
BAB II

PEMBAHASAN

6.1 Pasar Dan Perlindungan Konsumen


Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual
beli barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan
tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para
konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar
harganya. Stanton, mengemukakan pengertian pasar yang lebih luas.
Pasar memiliki sekurang-kurangnya tiga fungsi utama, yaitu fungsi distribusi, fungsi
pembentukan harga, dan fungsi promosi. Sebagai fungsi distribusi, pasar berperan sebagai
penyalur barang dan jasa dari produsen ke konsumen melalui transaksi jual beli. Sebagai
fungsi pembentukan harga, di pasar penjual yang melakukan permintaan atas barang yang
dibutuhkan. Sebagai fungsi promosi, pasar juga dapat digunakan untuk memperkenalkan
produk baru dari produsen kepada calon konsumennya.
Berikut ini masing-masing penjelasan terhadap jenis-jenis pasar tersebut:
Jenis-jenis pasar menurut fisiknya
 Pasar konkret (pasar nyata) adalah tempat pertemuan antara pembeli dan penjual
melakukan transaksi secara langsung. Barang yang diperjualbelikan juga tersedia di
pasar. Contohnya, pasar sayuran, buah-buahan, dan pasar tradisional.
 Pasar abstrak (pasar tidak nyata) adalah terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli
hanya melalui telepon, internet, dan lain-lain berdasarkan contoh barang. Contohnya
telemarket dan pasar modal.
Jenis-jenis pasar menurut waktunya
 Pasar harian adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setiap hari dan sebagian barang
yang diperjualbelikan adalah barang kebutuhan sehari-hari.
 Pasar mingguan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung seminggu sekali. Biasanya
terdapat di daerah yang belum padat penduduk dan lokasi pemukimannya masih
berjauhan.
 Pasar bulanan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung sebulan sekali. Biasanya
barang yang diperjualbelikan barang yang akan dijual kembali (agen/grosir).
 Pasar tahunan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setahun sekali, misalnya PRJ
(Pasar Raya Jakarta).
 Raya Jakarta).

3
Jenis-jenis pasar menurut barang yang diperjualbelikan
 Pasar barang konsumsi adalah pasar yang memperjualbelikan barang-barang konsumsi
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
 Pasar sumber daya produksi adalah pasar yang memperjualbelikan faktor-faktor produksi,
seperti tenaga kerja, tenaga ahli, mesin-mesin, dan tanah.
Jenis-jenis pasar menurut luas kegiatannya
 Pasar setempat adalah pasar yang penjual dan pembelinya hanya penduduk setempat.
 Pasar daerah atau pasar lokal adalah pasar di setiap daerah yang memperjualbelikan
barang-barang yang diperlukan penduduk derah tersebut. Contohnya Pasar Gede di Solo.
 Pasar Nasional adalah pasar yang melakukan transaksi jual beli barang mencakup satu
negara contohnya pasar senen.
 Pasar Internasional adalah pasar yang melakukan transaksi jual beli barang-barang
keperluan masyarakat internasional. Contohnya pasar kopi di Santos (Brasil).

Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda
harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
PENGERTIAN :
 Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 :
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen”.
 GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a:
“ … pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam
rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan
produsen, melindungi kepentingan konsumen…”
PERANGKAT HUKUM
Indonesia
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa;
hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimitif ; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah:
 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal
27 , dan Pasal 33.

4
 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia
No. 3821
 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Usaha Tidak Sehat.
 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa
 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota
 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005
tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

PENGERTIAN KONSUMEN
 Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 2 :
“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
 Menurut Hornby :
“Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa;
seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa
tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang;
setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
KONSUMEN AKHIR
Yang dimaksud Konsumen Akhir :
 Menurut BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) :
“Pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain dan tidak
diperjualbelikan”
 Menurut YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia):
“Pemakai Barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau
keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali”.
 Menurut KUH Perdata Baru Belanda :
“orang alamiah yang mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku orang yang menjalankan
profesi atau perusahaan”.

5
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Adalah :
“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen
dalam
Hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen”.
Jadi kesimpulan dari pengertian –pengertian diatas adlh :
Bahwa Hukum perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang
mengadakan
Hubungan hukum atau yang bermasalah dalam keadaan yang tidak seimbang.
 Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen :
“Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.
 Sedangkan Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan Konsumen :
Perlindungan Konsumen bertujuan :
1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses
negatif pemakai barang dan/ atau jasa;
3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-
haknya sebagai konsumen;
4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan , kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.

6
6.2 Hubungan Produsen Dan Konsumen

Hubungan produsen dan konsumen ini terjadi dalam setiap aktivitas binsis hal ini yang
membuat adanya pengertian mengenai hubungan produsen dan konsumen serta gerakan dari
konsumen sampai adanya sebutan bahwa konsumen adalah Raja. Belakangan ini banyak nya
produsen yang masih mengabaikan masukan dari konsumen nya serta masih adanya pelayanan
yang tidak memenuhi standar yang membuat konsumen menjadi kecewa terhadap pelayanan si
produsen. Hal ini membuat kesan etika produsen menjadi buruk saat di pandangoleh konsumen
yang membuat citra dari produsen ini menjadi buruk juga.

Dalam hubungan produsen dan konsumen terdapat pasal yang menjadi suatu perjanjian
antara dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatukeebendaan dan
pihak lain. Di dalam makalah ini akan dibahas juga mengenai pasal apa sajayang menjadi
hubungan antara produsen dan konsumen serta apa saja pasal yang melindungi konsumen atas
hak yang menjadi perlindungan bagi konsumen.

Pengertian Hubungan Produsen dan Konsumen

Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa.
Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer profesiona
l,yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai
ketangan konsumen. sedangkan yang memakai barang dan jasa disebut konsumen.Dalam
ilmuekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu
golonganRumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi
(RTP).Definisi

Konsumen menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah sebagai


berikut: “Konsumen adalah setiap orang yang memakai barang dan atau jasa yangtersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.

” Rumah Tangga Konsumsi ialah kelompok masyarakat yang memakai barang dan
jasa, baik secara perorangan, atau keluarga atau organisasi masyarakat. Tetapi kelompok rumahta
ngga konsumsi ini juga merupakan kelompok yang memberikan beberapa faktor produksi:

7
1. Orang yang menyewakan tanah untuk keperluan perusahaan, pabrik, dan tempatkedudukan
perusahaan.

2. Orang yang menyerahkan tenaga kerja untuk bekerja pada suatu perusahaan atau pabrik.

3.Orang yang menyertakan modal usaha untuk diusahakan.

4.Tenaga ahli dari masyarakat untuk perusahaan.

Sedangkan Rumah Tangga Produksi yang menerima faktor produksi (tanah, tenaga
kerja,modal, keahlian) dari masyarakat kemudian di olah dan diorganisir agar menghasilkan
barangdan jasa. Produksi (barang dan jasa) itu dijual pada masyarakat sehingga memperoleh
uangyang banyak dari hasil penjualan itu.

Akibatnya, antara konsumen dan produsen tidak bisa dipisahkan, artinya saling
mempengaruhi dan saling membutuhkan. Jika perusahaan menghasilkan suatu barang
dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kalau tidak, maka produksinya tidak akanla
ku dijual. Namun, jika produsennya cukup pintar, mereka bahkan bisa menciptakan kebutuhan
konsumen tersebut dengan cara promosi dan iklan yang gencar. Sehingga kebutuhan konsumen
yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Cara tersebut disebut denganinovasi, yaitu menciptakan
sesuatu yang belum ada atau mengempurnakan yang sudah ada sehingga mempunyai fungsi yang
lebih hebat lagi.

1. Hubungan Secara Langsung

Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan dalam rangka jual beli.Jual beli
sesuai Pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian ini, maka terdapat unsur-unsur :

1.Perjanjian

2.Penjual dan pembeli

3.Harga

4.Barang

8
Suatu perjanjian sesuai Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan manasatu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Untuk sahnyasuatu perjanjian
diperlukan empat syarat, sesuai Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :

1.sepakat mereka yang mengikatkan diri.

2.kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3.suatu hal tertentu.

4.suatu sebab yang halal.

Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang(Pasal 1233
KUH Perdata). Pasal 1234 KUH Perdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.Semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal
1338). Kata semua perjan-jian mencerminkan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract).
Kebebasan berkontrak terdapat pembatasan-pembatasannya.Pembatasan itu antara lain bahwa
sutau perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik(Pasal 1338(3)). Suatu perjanjian tidak
boleh melanggar undang-undang, kesusilaan danketertiban umum (Pasal 1337), dan harus
dilaksanakan menurut kepatutan, kebiasaan danundang-undang (Pasal 1339).

2. Hubungan Tidak Langsung

Pada awal sejarah manusia, transaksi bisnis terjadi secara langsung antara produsen dan
konsumen. Seiring dengan revolusi industri, transaksi usaha berkembang ke arah hubungan yang
tidak langsung melalui suatu mata rantai distribusi, dari pelaku usaha,disalurkan atau di
distribusikan kepada agen, lalu ke pengecer baru sampai konsumen. Dalam hubungan ini tidak
terdapat hubungan kontraktual (perjanjian) antara produsen dan konsumen.

3. Hak Pekerja

Penghargaan dan jaminan terhadap hak pekerja merupakan salah satu penerapan
dari prinsip keadilan dalam bisnis. Dalam hal ini, keadilan menuntut agar semua pekerjadiperlak
ukan sesuai dengan haknya masing-masing. Baik sebagai pekerja maupun sebagaimanusia,
mereka tidak boleh dirugikan, dan perlu diperlakukan secara sama tanpadiskriminasi yang tidak

9
rasional.Dalam bisnis modern yang penuh dengan persaingan ketat, para pengusaha
semakinmenyadari bahwa pengakuan, penghargaan, dan jaminan atas hak-hak pekerja dalam
jangka panjang akan sangat menentukan sehat tidaknya kinerja suatu perusahaan. Ini disebabkan
karena jaminan atas hak-hak pekerja pada akhirnya berpengaruh langsung secara positif
atassikap, komitmen, loyalitas, produktivitas, dan akhirnya kinerja setiap pekerja. Suka atau
tidaksuka, hal ini berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan.Secara
umum ada beberapa hak pekerja yang dianggap mendasar dan harus dijamin, kendatidalam
penerapannya bisa sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan sosial-budayadari
masyarakat atau negara dimana suatu perusahaan beroperasi.

6.3 Gerakan Konsumen Dan Mengapa Konsumen Adalah Raja ?

Gerakan Konsumemn dan Mengapa Konsumen Raja

Gerakan konsumen merupakan hal sangat penting dalam upaya riil mewujudkan
perlindungan konsumen dan keadilan dalam pasar. gerakan konsumen guna mewujudkan
keadilan pasar. Gerakan konsumen sendiri akan Pada prinsipnya sebuah gerakan konsumen
diawali dari kesadaran akan hak dan kewajiban konsumen. Pelanggaran dan tidak terpenuhinya
hak konsumen menjadi sumber utama bagi terjadinya permasalahan/sengketa konsumen.
Ketidakadilan bagi konsumen muncul dalam sengketa konsumen. Kesadaran akan kondisi
ketidakadilan tersebut menjadi salah satu penggerak bagi sebuah terwujud jika terbangun
solidaritas diantara konsumen. Untuk menuju sebuah kesadaran kritis dan tumbuhnya rasa
solidaritas tersebut memerlukan proses pendidikan yang terus menerus.

Untuk memperkenalkan gerakan konsumen tersebut, peserta diharapkan mampu


memahami makna dan tujuan dari gerakan konsumen. Beberapa cara untuk mengetahui dan
memahami gerakan konsumen antara lain dengan memahami istilah-istilah yang seringkali
rancu dan salah kaprah dalam penggunaannya (konsumerisme dengan konsumtivisme) dan
mengetahui sejarah gerakan konsumen di berbagai belahan dunia. Bahwa perlu dipahami juga
bagaimana gerakan konsumen telah pula dilakukan di negara lain mulai beberapa ratus tahun
yang lalu. Peserta diajak untuk semakin memiliki solidaritas dengan memahami pentingnya
sebuah pengorganisasian masyarakat.

10
a. Gerakan Konsumen
Salah satu syarat bagi terpenuhi dan terjaminnya hak-hak konsumen adalah perlunya
pasardibuka dan dibebaskan bagi semua pelaku ekonomi, termasuk bagi produsen dan
konsumenuntuk keluar masuk dalam pasar. Selain itu, salah satu langkah yang dirasakan sangat
berpengaruh adalah Gerakan Konsumen. Gerakan ini terutama lahir karena dirasakan adanya
penggunaan kekuatan bisnis secara tidak fair. Gerakan kosumen juga lahir karena pertimbangan
sebagai berikut:

1. Produk yang semakin banyak di satu pihak menguntungkan konsumen karena mereka
punya pilihan bebas yang terbuka, namun di pihak lain juga membuat pilihan
merekamenjadi rumit.
2. Jasa kini semakin terspesialisasi sehingga menyulitkan konsumen untuk
memutuskanmana yang benar-benar dibutuhkannya.3.
3. Kebutuhan iklan yang merasuki setiap menit dan segi kehidupan manusia modernyang
melalui berbagai media massa dan media informasi lainnya, membawa pengaruhyang
sangat besar bagi kehidupan konsumen.
4. Kenyataan menunjukan bahwa keamanan produk jarang sekali diperhatikan
secaraserius oleh produsen.
5. Dalam hubungan jual beli yang didasarkan oleh kontrak, konsumen lebih berada pada
posisi yang lemah.
Hak dan kewajiban konsumen :
 membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
 beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa-
 membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati-
 mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

b. Mengapa konsumen Raja

Konsumen adalah Raja', istilah ini sudah sangat sering terdengar di dunia bisnis. Para
pelaku bisnis dituntut untuk selalu bisa memberi pelayanan terbaik kepada konsumen.

11
Pelayanan ini dilakukan dengan bersikap ramah, selalu tersenyum, informatif, dan sabar dalam
menghadapi konsumen. Jika tidak dilayani dengan baik, maka konsumen akan meninggalkan
produk atau jasa yang ditawarkan tersebut dan pelaku bisnis pun akan mengalami kerugian.
Tapi mengapa sampai bisa muncul istilah 'Konsumen adalah Raja'? Kemungkinan terbesar hal
ini didasarkan pada hak-hak konsumen yang sudah umum kamu ketahui.

Beberapa di antaranya adalah:

 Konsumen berhak untuk memilih dan mendapatkan produk atau jasa sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

 Konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang
kondisi dan jaminan produk atau jasa yang dibeli.Konsumen berhak untuk mendapatkan
perlakukan dan pelayanan yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

 Konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya terkait produk atau jasa
yang sudah dibeli.

 Konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, jika


produk atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan semestinya.

 Konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam


penggunaan produk maupun jasa.

Dari enam poin di atas bisa kita lihat bahwa memang hak para konsumen dijunjung
tinggi dalam dunia bisnis. Konsumen adalah nyawa bisnis, bila tidak ada konsumen maka bisnis
yang kamu jalankan tidak akan maju.

Memang benar adanya bahwa dasar keberhasilan para pelaku bisnis ada di tangan
konsumen. Persaingan dunia bisnis yang semakin tinggi menuntut pelayanan sebaik-baiknya
kepada konsumen dan hal ini tidak bisa dibantah oleh pelaku bisnis. Lalu apakah semua
konsumen dianggap raja oleh pelaku bisnis?

12
Definisi seorang raja adalah penguasa yang bisa memerintahkan apa saja dan itu harus
ditaati. Jika para pelaku bisnis benar-benar menganggap konsumen adalah raja dan selalu
menuruti semua permintaan dan kemauan dari konsumen, maka jangan salahkan jika suatu
saat bisnis itu akan kolaps.

Sebaiknya jangan samakan konsumen dan raja, karena keduanya punya definisi yang
jauh berbeda. Jika ada konsumen yang salah, maka silakan ditegur saja. Tidak perlu sungkan
dan takut asalkan teguran dari kamu masih menggunakan kalimat yang sopan dan tidak
terkesan menyerang konsumen. Karena pebisnis selayaknya tetap menerapkan sistem dan
peraturannya sendiri. Dan sebuah peraturan yang sudah berjalan dalam dunia bisnis sepatutnya
ditaati oleh pelaku bisnis maupun konsumen. Seiring perkembangan zaman, jargon 'Konsumen
adalah Raja' memang sudah tidak relevan lagi. Bahkan Hermawan Kartajaya yang merupakan
co-writer dari buku Marketing 4.0: From Products to Customers to the Human Spirit
menyebutkan bahwa 'Konsumen adalah Kawan'. Karena bila konsumen lebih dianggap sebagai
kawan, maka derajat pelaku bisnis dan konsumen akan menjadi sama. Baik pelaku bisnis
maupun konsumen memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Jadi, benar-benar dibutuhkan
timbal balik yang seimbang dari kedua belah pihak. Jadi apakah konsep 'Konsumen adalah Raja'
itu masih berlaku? Bisa. Tapi hanya berlaku untuk para konsumen yang menghargai pemilik
bisnis dan menganggap mereka adalah raja juga.

6.4 Peraturan Yang Terkait Dengan Pasar Dan Perlindungan Konsumen


A. Peraturan yang terkait dengan pasar.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tentang penataan dan
pembinaan pasar tradisional pusat pembelanjaan dan Tokoh Modern dengan rahmat Tuhan
Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia
Menimbang:
a. bahwa dengan semakin berkembangnya usaha perdagangan eceran dalam skala kecil
dan menengah, usaha perdagangan eceran modern dalam skala besar, maka pasar
tradisional perlu diberdayakan agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling
memerlukan, saling memperkuat serta saling menguntungkan;

13
b. bahwa untuk membina pengembangan industri dan perdagangan barang dalam negeri
serta kelancaran distribusi barang, perlu memberikan pedoman bagi penyelenggaraan pasar
tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, serta norma-norma keadilan, saling
menguntungkan dan tanpa tekanan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko
modern serta pengembangan kemitraan dengan usaha kecil, sehingga tercipta tertib
persaingan dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, toko modern dan
konsumen;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
perlu menetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijke Wetboek, Staatblads 1847 Nomor 23);
3. Bedrijfsreglementerings Ordonantie (BRO) Tahun 1934 (Staatblads 1938 Nomor 86);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3469);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3502);
6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3611);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3699);
8. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

14
9. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3821);
10. . Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4247);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437);
12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4444);
13. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3718);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan
Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3743);
16. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

15
Menetapkan :
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL,
PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN.
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1. Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik
yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall,plasa, pusat
perdagangan maupun sebutan lainnya;
2. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang
dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan
usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses
1. jual beli barang dagangan melalui tawar menawar3. Pusat Perbelanjaan adalah suatu
area tertentu yang terdiri
2. dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal dari satu atau beberapa
bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan
kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan
kegiatan perdagangan barang;
3. Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual
barang dan terdiri dari hanya satu penjual;
4. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis
barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store,
Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan;
5. Pengelola Jaringan Minimarket adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di
bidang Minimarket melalui satu kesatuan manajemen dan sistem pendistribusian
barang ke outlet yang merupakan jaringannya;

16
6. Pemasok adalah pelaku usaha yang secara teratur memasok barang kepada Toko
Modern dengan tujuan untuk dijual kembali melalui kerjasama usaha;
7. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
8. Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan
Usaha Besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan
Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat
dan saling menguntungkan, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan; 10. Syarat Perdagangan (trading terms)
adalah syarat-syarat dalam
9. perjanjian kerjasama antara Pemasok dan Toko Modern/Pengelola Jaringan Minimarket
yang berhubungan dengan pemasokan produk- produk yang diperdagangkan dalam
Toko Modern yang bersangkutan;
10. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional, Izin Usaha Pusat elanjaan dan Izin Usaha Toko
Modern adalah izin untuk dapat melaksanakan usaha pengelolaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang diterbitkan oleh Pemerintah daerah
setempat;
11. Peraturan Zonasi adalah ketentuan-ketentuan Pemerintah Daerah setempat yang
mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap
zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang;
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan.
PENATAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
Penataan Pasar Tradisional
Pasal 2
(1) Lokasi pendirian Pasar Tradisional wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota, termasuk Peraturan Zonasinya.
(2) Pendirian Pasar Tradisional wajib memenuhi ketentuan sebagai
berikut :

17
a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern serta Usaha Kecil, termasuk koperasi,
yang ada di wilayah yang bersangkutan;
b. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah
kendaraan roda empat untuk setiap 100 m2 (seratus meter per segi) luas lantai penjualan
Pasar Tradisional; dan
c. Menyediakan fasilitas yang menjamin Pasar Tradisional yang bersih, sehat (hygienis),
aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.
(3) Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan
berdasarkan kerjasama antara pengelola Pasar Tradisional dengan pihak lain.
Bagian Kedua
Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
Pasal 3
(1) Lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib
mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Detail Tata
Ruang Kabupaten/Kota, termasuk Peraturan Zonasinya.
(2) Batasan luas lantai penjualan Toko Modern adalah sebagai berikut :
a. Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);
b. Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu
meter per segi);
c. Hypermarket, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi);
d. Department Store, diatas 400 m2 (empat ratus meter per segi);
e. Perkulakan, diatas 5.000 m2 (lima ribu meterper segi).
(3) Sistem penjualan dan jenis barang dagangan Toko Modern adalah
sebagai berikut :
a. Minimarket, Supermarket dan Hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi
terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya;

18
b. Department Store menjual secara eceran barang konsumsi utamanya produk sandang
dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat
usia konsumen; dan
c. Perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi.
Pasal 4
1) Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib:
a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar Tradisional,
Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan;
b. Memperhatikan jarak antara Hypermarket dengan Pasar Tradisional yang telah ada
sebelumnya;
c. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit kendaraan
roda empat untuk setiap 60 m2 (enam puluh meter per segi) luas lantai penjualan Pusat
Perbelanjaan dan/atau Toko Modern; dan
d. Menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang bersih,
sehat (hygienis), aman,tertib dan ruang publik yang nyaman.
2) Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan
berdasarkan kerjasama antara pengelola Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern
dengan pihak lain.
3) Pedoman mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 5
1) Perkulakan hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau
kolektor primer atau arteri sekunder.
2) Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan :
a. Hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor;
dan
b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan di dalam
kota/perkotaan.
3) Supermarket dan Department Store:

19
a. Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; dan
b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam kota/perkotaan.
4) Minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan,termasuk sistem jaringan
jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam
kota/perkotaan.
5) Pasar Tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem
jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota/kabupaten
atau lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/kabupaten.
6) Jalan arteri adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara berdaya guna.
7) Jalan kolektor adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang,
dan jumlah jalan masuk dibatasi.
8) Jalan lokal adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
9) Jalan lingkungan adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
10) Pusat Perbelanjaan wajib menyediakan tempat usaha untuk usaha kecil dengan harga
jual atau biaya sewa yang sesuai dengan kemampuan Usaha Kecil, atau yang dapat
dimanfaatkan oleh Usaha Kecil melalui kerjasama lain dalam rangka kemitraan.
Pasal 6
Pusat Perbelanjaan wajib menyediakan tempat usaha untuk usaha kecil dengan harga jual
atau biaya sewa yang sesuai dengan kemampuan Usaha Kecil, atau yang dapat
dimanfaatkan oleh Usaha Kecil melalui kerjasama lain dalam rangka kemitraan.
Pasal 7
(1) Jam kerja Hypermarket, Department Store dan Supermarket adalah sebagai berikut :

20
a. Untuk hari Senin sampai dengan Jumat, pukul 10.00 sampai dengan pukul 22.00 waktu
setempat.
b. Untuk hari Sabtu dan minggu, pukul 10.00 sampai dengan pukul 23.00 waktu setempat.
(3) Untuk hari besar keagamaan, libur nasional atau hari tertentu lainnya, Bupati/Walikota
atau Gubernur untuk Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat
menetapkan jam kerja melampaui pukul 22.00 waktu setempat.
PEMASOKAN BARANG KEPADA TOKO MODERN
Pasal 8
1) Kerjasama usaha antara Pemasok dengan Perkulakan, Hypermarket,Department Store,
Super-market, dan Pengelola Jaringan Minimarket dibuat dengan perjanjian tertulis dalam
bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.
2) Apabila dalam kerjasama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur syarat-
syarat perdagangan, maka syarat-syarat perdagangan tersebut merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari perjanjian tertuli sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Dengan tidak mengurangi prinsip kebebasan berkontrak,syarat-syarat perdagangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas, wajar, berkeadilan dan saling
menguntungkan serta disepakati kedua belah pihak tanpa tekanan, dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Biaya-biaya yang dapat dikenakan kepada Pemasok adalah biaya-biaya yang
berhubungan langsung dengan penjualan produk Pemasok;
b. Pengembangan barang Pemasok hanya dapat dilakukan apabila telah diperjanjikan di
dalam kontrak;
c. Pemasok dapat dikenakan denda apabila tidak memenuhi jumlah dan ketepatan waktu
pasokan, Toko Modern dapat dikenakan denda apabila tidak memenuhi pembayaran tepat
pada waktunya;
d. pemotongan nilai tagihan Pemasok yang dikaitkan dengan penjualan barang di bawah
harga beli dari Pemasok hanya diberlakukan untuk barang dengan karakteristik tertentu; e.
Biaya promosi dan biaya administrasi pendaftaran barang Pemasok ditetapkan dan
digunakan secara transparan.

21
(4) Biaya yang berhubungan langsung dengan penjualan produk Pemasok sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, adalah :
a. Potongan harga reguler (reguler discount), yaitu potongan harga yang diberikan oleh
Pemasok kepada Toko Modern pada setiap transaksi jual beli;
b. Potongan harga tetap (fixed rebate), yaitu potongan harga yang diberikan oleh Pemasok
kepada Toko Modern tanpa dikaitkan dengan target penjualan;
c. . Potongan harga khusus (conditional rebate), yaitu potongan harga yang diberikan oleh
Pemasok apabila Toko Modern dapat mencapai target penjualan;
d. Potongan harga promosi (promotion discount), yaitu potongan harga yang diberikan
oleh Pemasok kepada Toko Modern dalam rangka kegiatan promosi baik yang diadakan
oleh pemasok maupun oleh Toko Modern;
e. Biaya promosi (promotion budget), yaitu biaya yang dibebankan kepada Pemasok oleh
Toko Modern untuk mempromosikan barang Pemasok di Toko Modern;
f. Biaya distribusi (distribution cost), yaitu biaya yang dibebankan oleh Toko Modern
kepada Pemasok yang berkaitan dengan distribusi barang Pemasok ke jaringan toko
modern; dan/atau
g. Biaya administrasi pendaftaran barang (listing fee), yaitu biaya dengan besaran yang
wajar untuk biaya pencatatan barang pada Toko Modern yang dibebankan kepada
Pemasok.
(5) Barang dengan karakteristik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d,
adalah barang yang ketinggalan mode (old fashion), barang dengan masa simpan rendah,
barang sortiran pembeli dan barang promosi.
(6) Perubahan jenis biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri
setelah mempertimbangkan situasi dan kondisi serta masukan dari pemangku kepentingan.
Pasal 9
(1) Dalam rangka pengembangan kemitraan antara Pemasok Usaha Kecil
dengan Perkulakan, Hypermarket, Department Store, Supermarket,
dan Pengelola Jaringan Minimarket, perjanjian kerjasama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan dengan

22
ketentuan :
a. Tidak memungut biaya administrasi pendaftaran barang dari Pemasok Usaha Kecil; dan
b. Pembayaran kepada Pemasok Usaha Kecil dilakukan secara tunai, atau dengan alasan
teknis tertentu dapat dilakukan dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari setelah seluruh
dokumen penagihan diterima.
(2) Pembayaran tidak secara tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dilakukan sepanjang cara tersebut tidak merugikan Pemasok Usaha Kecil, dengan
memperhitungkan biaya resiko dan bunga untuk Pemasok Usaha Kecil.
Pasal 10
1) Perkulakan, Hypermarket, Department Store, Supermarket, dan Pengelola Jaringan
Minimarket, dapat menggunakan merek sendiri dengan mengutamakan barang produksi
Usaha Kecil dan Usaha Menengah.
2) Penggunaan merek Toko Modern sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan jenis barang yang diproduksi diIndonesia.
3) Toko Modern bertanggung jawab bahwa barang yang menggunakan merek Toko
Modern sendiri telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HKI), bidang keamanan dan kesehatan produk, serta peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 11
Dalam rangka menciptakan hubungan kerjasama yang berkeadilan, saling menguntungkan
dan tanpa tekanan antara Pemasok dengan Toko Modern, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dapat memfasilitasi kepentingan Pemasok dan Toko Modern dalam merundingkan
perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
PERIZINAN
Pasal 12
1) Untuk melakukan usaha Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, wajib
memiliki :
a. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T) untuk Pasar Tradisional

23
b. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk Pertokoan, Mall, Plasa dan Pusat
Perdagangan.
c. Izin Usaha Toko Modern (IUTM) untuk Minimarket,Supermarket, Department Store,
Hypermarket dan Perkulakan.
2) IUTM untuk Minimarket diutamakan bagi pelaku Usaha Kecil dan Usaha Menengah
setempat.
3) Izin melakukan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 13
Permintaan IUP2T, IUPP dan IUTM dilengkapi dengan :
a. Studi kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan,terutama aspek sosial
budaya dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat;
b. Rencana kemitraan dengan Usaha Kecil.
Pasal 14
Menteri membuat pedoman tata cara perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 15
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama sesuai dengan bidang tugas masing-masing
melakukan pembinaan dan pengawasan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern.
2) Dalam rangka pembinaan Pasar Tradisional, Pemerintah Daerah:
a. Mengupayakan sumber-sumber altern pemberdayaan Pasar Tradisional sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. . Meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola Pasar Tradisional
c. . Memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang Pasar
Tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi Pasar Tradisional;
d. . Mengevaluasi pengelolaan Pasar Tradisional.
3) Dalam rangka pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern,

24
Pemerintah Daerah agar:
a. Memberdayakan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dalam
membina Pasar Tradisional;
b. Mengawasi pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Presiden ini.
Pasal 16
Dalam rangka pengawasan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, atas
permintaan Menteri maka Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib memberikan data
dan/atau informasi penjualan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
SANKSI
Pasal 17
Pelanggaran terhadap Pasal 6, Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 8 ayat (3), Pasal 9, Pasal 10
ayat (2) dan Pasal 16 dalam Peraturan Presiden ini dapat dikenakan sanksi administratif
secara bertahap berupa peringatan tertulis, pembekuan dan pencabutan izin usaha.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
1. Izin Usaha yang dimiliki Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern sebelum berlakunya
Peraturan Presiden ini, dipersamakan dengan Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP)
dan/atau Izin Usaha Toko Modern (IUTM) berdasarkan Peraturan Presiden ini.
2. Izin Pengelolaan yang dimiliki Pasar Tradisional sebelum berlakunya Peraturan Presiden
ini, dipersamakan dengan Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T) berdasarkan
Peraturan Presiden ini.
3. Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang sedang dalam proses
pembangunan atau sudah selesai dibangun namun belum memiliki izin usaha sebelum
berlakunya Peraturan Presiden ini, dianggap telah memenuhi persyaratan lokasi dan dapat
diberikan Izin Usaha berdasarkan Peraturan Presiden ini.
4. Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang telah memiliki izin lokasi yang diterbitkan
Pemerintah Daerah dan belum dibangun sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini,
selanjutnya wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Presiden ini

25
5. Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang telah berdiri, beroperasi dan belum
melaksanakan program kemitraan, wajib melaksanakan program kemitraan dalam waktu
paling lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Presiden ini.
6. Perjanjian kerjasama usaha antara Pemasok dengan Perkulakan, Hypermarket,
Department Store, Supermarket dan Pengelola Jaringan Minimarket yang sudah ada pada
saat berlakunya Peraturan Presiden ini, tetap berlaku sampai dengan perjanjian tersebut.
Pasal 19
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini maka ketentuan tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar dan Pertokoan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Bersama
Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
145/MPP/Kep/5/1997 dan Nomor 57 Tahun 1997 tanggal 12 Mei 1997 dan peraturan
pelaksanaannya, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Presiden ini.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
A. Perlindungan Konsumen
Dasar hukum Perlindungan Konsumen
Hukum Perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan
terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme.Hukum perlindungan
konsumen merupakan cabang dari hukum ekonomi. alasannya, permasalahan yang diatur
dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang atau jasa.
pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR telah menyepakati
rancangan undang-undang atau RUU tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh
pemerintah pada tanggal 20 April 1999.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah:

26
 Undang-undang Dasar 1945 pasal 5 ayat 1 Pasal 21 ayat 1, Pasal 27 dan pasal 33.
 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen ( lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 42 tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3821.
 Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha usaha tidak sehat
 Undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa
 Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang pembinaan pengawasan dan
penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
 Surat edaran Dirjen perdagangan dalam negeri nomor 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
penanganan pengaduan konsumen yang ditunjukkan kepada seluruh dinas
Indagprop/kota.
 Surat edaran direktur jenderal perdagangan Dalam Negeri Nomor 795/
DJPDN/SE/12/2005 tentang pedoman pelayanan pengaduan konsumen.
Dengan di undang-undangnya masalah Perlindungan Konsumen, dimungkinkan
dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadakan dan memproses perkaranya
secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen(BPSK)
Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal Pengaturan
Perlindungan Konsumen.Di samping undang-undang Perlindungan Konsumen,Masih
terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar
hukum sebagai berikut:
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001
tentang badan Perlindungan Konsumen nasional
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2001 tanggal 1 Juli 2001
tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2001 tanggal 1 Juli 2001
tentang lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat

27
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 tahun 2001 tanggal 1 Juli 2001
tentang pembentukan badan penyelesaian sengketa konsumen pemerintah kota Medan
,Kota Palembang Kota Jakarta pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang
,kota Yogyakarta ,Kota Surabaya ,Kota Malang dan kota Makassar.

A. Perlindungan Konsumen
Berdasarkan undang-undang nomor 28 pasal 1 butir 1 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen disebutkan bahwa” perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”
kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen yang diperkuat melalui undang-
undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang
selalu merugikan hak konsumen. Dengan adanya undang-undang perlindungan konsumen
beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang yang berimbang
dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut Jika ternyata hak-hak telah dirugikan atau
dilanggar oleh pelaku usaha.
Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya
kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari”
bersih hidup dalam rahim ibu sampai dengan tempat Pemakaman dan segala kebutuhan
diantara keduanya” kepastian hukum itu meliputisegala upaya berdasarkan atas hukum
untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang
dan atau jasa kebutuhan-kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya
apabila dirugikan oleh perilaku perilaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Di bidang perlindungan dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi
barang dan atau jasa yang dapat dikonsumsi.
Disamping itu,globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan
teknologi telekomunikasi dan Informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi
barang dan atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara. Sehingga barang dan atau
jasa yang ditawarkan bervariasi si baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.
Kondisi yang demikian pada suatu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena

28
kebutuhan Konsumen akan barang dan atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta
sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Di sisi lain, kondisi dan fenomena
tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi
tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Menjadi objek aktivitas
bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat
promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen .
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen
yang masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen titik
oleh karena itu, undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan
hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan
pendidikan konsumen.
Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran
pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat
keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modalseminimal mungkin .prinsip ini sangat
potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan di atas, perlu upaya pemberdayaan konsumen
melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen
secara integrative dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.
Undang-undang tentang perlindungan konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada
filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan
hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka aktivitas
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada Filsafah kenegaraan
Republik Indonesia Yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara undang-undang
Dasar 1945 .
Disamping itu, undang-undang tentang perlindungan konsumen pada dasarnya
bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan
konsumen , sebab sampai pada terbentuknya undang-undang tentang perlindungan

29
konsumen ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan
konsumen seperti:
 Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang Penetapan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang nomor 1 tahun 1961 tentang barang menjadi undang-
undang.
 Undang-undang nomor 2 tahun 1966 tentang Hygiene
 Undang-undang nomor nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di
daerah
 Undang-undang nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi legal
 Undang-undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan
 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang perindustrian
 Undang-undang nomor 15 tahun 1985 tentang ketenagalistrikan
 Undang-undang nomor 1 tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan industri
 Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
 Undang-undang nomor 7 tahun 1994 tentang argumen establishing the world trade
organizations( persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia)
 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang perseroan terbatas
 Undang-undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil
 Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan
 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang perubahan atas undang-undang hak
cipta Sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 7 tahun 1987
 Undang-undang nomor 13 tahun 1997 tentang perubahan atas undang-undang nomor 6
tahun 1989 tentang paten
 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas undang-undang nomor
19 tahun 1989 tentang merek
 Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup
 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang penyiaran
 Undang-undang nomor 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan

30
 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang perbankan
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual
(HAKI) tidak diatur dalam undang-undang tentang perlindungan konsumen ini karena sudah
diatur dalam undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang hak cipta undang-undang
nomor 13 tahun 1997 tentang paten, dan undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang
merek, yang melarang menghasilkan atau perdagangan barang dan atau jasa yang
melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga Perlindungan Konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam
undang-undang tentang perlindungan konsumen n-i ni karena diatur dalam undang-undang
nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup mengenai kewajiban setiap
orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang
pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen titik Dengan
demikian undang-undang tentang perlindungan konsumen merupakan kaum yang
mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang Perlindungan Konsumen.
B. Asas dan perlindungan konsumen
Berdasarkan undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas Perlindungan
Konsumen
 Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamankan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
 Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bis a diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban secara adil
 Asas Keseimbangan

31
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen
rumah pelaku usaha dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual
 Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksud untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan
 Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan Perlindungan Konsumen serta Negara
menjamin kepastian hukum.

C. Tujuan perlindungan konsumen


Dalam undang-undang perlindungan konsumen pasal 3 disebutkan bahwa Tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut
 Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri.
 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses
negatif pemakaian barang dan atau jasa
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen.
 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
 Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan jasa kesehatan kenyamanan keamanan dan keselamatan konsumen.
D. hak dan kewajiban konsumen
 Hak-hak konsumen

32
Sebagai pemakai barang atau jasa ke konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban
titik pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak
sebagai konsumen yang kritis dan mandiri titik jika ditengarai adanya tindakan yang tidak
adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu titik konsumen kemudian
bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain ia tidak
hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku
usaha.
Berdasarkan undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 4 hak-hak konsumen sebagai
berikut:
 Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang atau
jasa
 Hak untuk memilih dan mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan
 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
atau jasa.
 Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
 Hak untuk mendapat advokasi perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut
 Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskain dalam
pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan
antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen.Selain
hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif
persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang
dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal
sebagai terminologi” persaingan curang”

 Kewajiban konsumen
Kewajiban konsumen Sesuai dengan pasal 5 undang-undang Perlindungan Konsumen.

33
Kewajiban konsumen adalah:
 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan:
 Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa
 Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
 mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
E. Prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen
a. Prinsip bertanggung jawab berdasarkan kelalaian
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat
subjektif yaitu suatu tanggung jawab yang ditentukan oleh perilaku produsen. Sifat
subjektivitas muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah
timbulnya kerugian pada konsumen.
b. Prinsip tanggung jawab berdasarkan prestasi
Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen, ajaran hukum yang
memperkenalkan konsumen untuk mengajukan gugatan atas prestasi. Tanggung jawab
produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah tanggung jawab berdasarkan kontrak.
Ketika suatu produk rusak dan mengakibatkan kerugian konsumen biasanya melihat isi
kontrak atau perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari awal kontrak baik tertulis
maupun lisan. Keuntungan bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini adalah
penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak yaitu suatu kewajiban yang tidak didasarkan
pada upaya yang telah dilakukan penjual untuk memenuhi janjinya titik itu berarti apabila
produsen telah berupaya memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap menderita kerugian,
maka produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian.
c. Prinsip tanggung jawab mutlak
Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product hability.Menurut prinsip
ini,produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas
penggunaan produk yang beredar di pasaran.stict habillity, yakni unsur kesalahan tidak
perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan ini

34
merupakanlex spesialis dalam gugatan tentang melanggar hukum pada umumnya.
Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan adanya hubungan kausalitas antara
perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya. Dengan diterapkan prinsip tanggung
jawab ini, maka setiap konsumen merasa dirugikan akibat produk barang yang cacat atau
tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau
tidaknya unsur kesalahan di pihak produsen.

35
BAB III

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

6.1 Dapat disimpulkan bahwa pasar dan perlindungan pasar , Sebagai fungsi distribusi,
pasar berperan sebagai penyalur barang dan jasa dari produsen ke konsumen melalui transaksi
jual beli. Sebagai fungsi pembentukan harga, di pasar penjual yang melakukan permintaan
atas barang yang dibutuhkan. Sebagai fungsi promosi, pasar juga dapat digunakan untuk
memperkenalkan produk baru dari produsen kepada calon konsumennya.

6.2 Dapat Disimpulkan bahwa hubungan produsen dan konsumen,Dalam hubungan


produsen dan konsumen terdapat pasal yang menjadi suatu perjanjian antara dimana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatukeebendaan dan pihak lain. Di dalam
makalah ini akan dibahas juga mengenai pasal apa sajayang menjadi hubungan antara
produsen dan konsumen serta apa saja pasal yang melindungi konsumen atas hak yang
menjadi perlindungan bagi konsumen.

6.3 Dapat Disimpulkan Bahwa gerakan konsumen dan mengapa konsumen adalah raja,
gerakan konsumen guna mewujudkan keadilan pasar. Gerakan konsumen sendiri akan Pada
prinsipnya sebuah gerakan konsumen diawali dari kesadaran akan hak dan kewajiban
konsumen. Pelanggaran dan tidak terpenuhinya hak konsumen menjadi sumber utama bagi
terjadinya permasalahan/sengketa konsumen. Ketidakadilan bagi konsumen muncul dalam
sengketa konsumen. Kesadaran akan kondisi ketidakadilan tersebut menjadi salah satu
penggerak bagi sebuah terwujud jika terbangun solidaritas diantara konsumen. Untuk menuju
sebuah kesadaran kritis dan tumbuhnya rasa solidaritas tersebut memerlukan proses
pendidikan yang terus menerus Untuk memperkenalkan gerakan konsumen.

6.4 Dapat Disimpulkan Bahwa peraturan yang terkait dengan pasar dan perlindungan
konsumen, Dengan adanya di undang-undangnya Perlindungan Konsumen, dimungkinkan
dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
Undang-undang tentang perlindungan konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada
filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum

36
yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka aktivitas
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada Filsafah kenegaraan
Republik Indonesia Yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara undang-undang Dasar
1945 . Disamping itu, undang-undang tentang perlindungan konsumen pada dasarnya bukan
merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen , sebab
sampai pada terbentuknya undang-undang tentang perlindungan konsumen ini telah ada
beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen.

37
Daftar Pustaka

https://andiantarinp.wordpress.com/2016/01/12/pasar-dan-perlindungan-konsumen/

https://www.indonesiana.id/read/118857/hubungan-produsen-dan-konsumen

https://www.scribd.com/document/363532884/Gerakan-Konsumen

https://majoo.id/blog/detail/mengapa-konsumen-dianggap-sebagai-raja

https://www.bphn.go.id/data/documents/07pr112.pdf

https://www.academia.edu/10178868/Makalah_Perlindungan_Konsumen

38

Anda mungkin juga menyukai