Anda di halaman 1dari 10

BAB II

RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Bahan
1. Bahan Baku
a. Daun cincau hitam diperoleh dari pasar Beringharjo Yogyakarta kemudian
dikeringkan dan dianalisis kadar airnya menjadi ≤ 10%
2. Bahan Pendukung
a. Etanol 95%
b. Gliserol
c. Tepung tapioka
d. Aquadest

B. Alat
1. Alat Utama
a. Labu leher tiga
b. Pendingin balik
c. Termometer
d. Gelas beker
e. Water bath
f. Motor pengaduk
g. Pengaduk
h. Statif
2. Alat Pendukung
a. Oven
b. Timbangan/neraca digital
c. Gelas ukur
d. Ayakan
e. Mikrometer
f. Plat kaca
g. Kertas saring

16
C. Gambar Rangkaian Alat

6
3
5 7
4
2 4

5
4

Keterangan gambar:

1. Motor pengaduk
2. Pengaduk
3. Termometer
4. Labu leher tiga
5. Water bath
6. Pendingin balik
7. Statif

Gambar 4. Rangkaian Alat Proses Ekstraksi Pektin Cincau Hitam

17
3

6
a
1

2
4

Keterangan gambar:

1. Termometer
2. Gelas beker
3. Motor Pengaduk
4. Pengaduk
5. Waterbath
6. Statif

Gambar 5. Rangkaian Alat Proses Pembuatan Edible Film

D. Variabel Penelitian
1. Variasi waktu pada proses ekstraksi pektin cincau hitam:

t1 = 30 menit

t2 = 40 menit

t3 = 50 menit

t4 = 60 menit

t5 = 70 menit

18
2. Variasi penambahan gliserol pada pembuatan edible film:

A1 = 1 %

A2 = 2 %

A3 = 3 %

A4 = 4 %

A5 = 5 %

E. Cara Kerja Penelitian


1. Pembuatan bubuk cincau hitam

Mencuci daun cincau hitam segar dengan air pada suhu kamar, kemudian
dikeringkan dengan oven 50°C sampai kadar airnya dibawah 10%. Kemudian daun
yang sudah kering tersebut digiling dan diayak dengan ayakan berdiameter ±60
mesh.

2. Tahap ekstraksi pektin

Menyampurkan bubuk cincau hitam sebanyak 25 gram dan 500 ml aquadest


dalam gelas beker berukuran 1000 ml. Kemudian masukkan larutan tersebut ke
dalam labu leher tiga dan memanaskannya dengan variasi waktu ekstraksi selama 30,
40, 50, 60, dan 70 menit pada suhu 95-100°C dengan menggunakan kecepatan
pengadukan 250 rpm untuk membantu dalam proses ekstraksi. Kemudian
mendinginkan larutan selama 30 menit dan menyaring dengan kertas saring,
sehingga diperoleh filtrat berupa cairan dan ampas. Lalu menambahkan etanol 95%
dengan perbandingan 1:1 terhadap filtrat yang dihasilkan sambil diaduk sehingga
terbentuk endapan. Diperoleh dua fraksi, yaitu gel yang terdapat diantara cairan
supernatan. Kemudian menyaringnya untuk memisahkan dua bagian tersebut.

Selanjutnya mengeringkan gel yang diperoleh dengan oven pada suhu 50°C
selama 5 jam. Diperoleh bentuk lembaran-lembaran kering ekstrak daun cincau
hitam (pektin). Kemudian menghaluskannya dan melakukan pengayakan hingga

19
berukuran ±100 mesh. Kemudian hasil ekstraksi dengan berat yang paling besar
dianalisis kadar air dan kadar abunya.

3. Pembuatan edible film pektin cincau hitam

Pada pembuatan edible film ini akan melaksanakan variabel yang telah
ditentukan yaitu variasi gliserol 1%, 2%, 3%, 4%, 5%(v/v aquadest). Melarutkan
pektin cincau hitam sebanyak 3% (b/v aquadest) pada 100 ml aquadest dengan suhu
50-55°C, selama 10 menit pada kecepatan pengadukan 400 rpm (pemanasan I).
Selanjutnya pada pemanasan II menambahkan tepung tapioka sebanyak 2% (b/v
aquadest) dan gliserol (1%, 2%, 3%, 4%, 5% v/v aquadest) pada larutan yang telah
mengandung larutan pektin cincau hitam dan tapioka, kemudian mengaduk dan
memanaskannya hingga suhu 80°C selama 5 menit. Mencetak dan mengeringkan
larutan pada suhu 100°C selama 4 jam.

F. Diagram Alir Proses


1. Pembuatan bubuk cincau hitam

Daun cincau
Pengeringan dengan oven (50°C)
hitam (± 5 kg)
Daun cincau kering Analisis I

Penghalusan

Bubuk kasar
Pengayakan (±60 mesh)

Bubuk cincau hitam


Gambar 6. Diagram alir pembuatan bubuk cincau hitam

Analisis I:

- Kadar air (hingga kadarnya ≤ 10%)

20
2. Tahap ekstraksi pektin

Bubuk cincau hitam 25 gr Pengadukan dan pemanasan (95-100°C,


Aquadest 500 ml selama 30, 40, 50, 60,70 menit)

Pendinginan (± 28°C, 30 menit)

Penyaringan I Ampas

Etanol 95% (1:1 volume filtrat) Penyaringan II Filtrat

Pengeringan (50°C, 5 jam)

Penghalusan

Pengayakan (±100 mesh) Analisis II

Bubuk pektin daun cincau hitam

Analisis II:

- Kadar air
- Kadar abu

Gambar 7. Diagram alir tahap ekstraksi pektin

21
3. Pembuatan edible film

Pektin cincau hitam 3% (b/v aquadest) Pengadukan dan


pemanasan I (10 menit,
Aquadest 100 ml
50-55°C)

Gliserol 1%, 2%, 3%,


4%, 5% (v/v aquadest) Pengadukan dan pemanasan II (80°C
Tapioka 2% (b/v aquadest) selama 5 menit)

Pencetakan

Pengeringan (100°C, 4 jam)

Lembaran edible film


Hasil edible film Analisis III

Analisis III:

- Kuat tarik
- Elongasi
- Laju transmisi uap air
- Ketebalan film
- Kelarutan film

Gambar 8. Diagram alir pembuatan edible film

22
G. Analisis Hasil
1. Kadar air (AOAC, 1995)
Cawan porselen dibersihkan dan dipanaskan dalam oven bersuhu 110°C
selama 30 menit kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang sebagai berat
kering cawan. Sampel sebanyak ±5 gr dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang
sebagai berat awal. Cawan beserta sampel tersebut kemudian di masukkan ke dalam
oven dengan suhu 110°C selama waktu tertentu sampai diperoleh berat konstan.
Cawan di keluarkan dan didinginkan dalam desikator. Setelah itu, cawan ditimbang
sebagai berat akhir. Kadar air dapat dihitung dengan rumus berikut:

𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡(𝑔𝑟)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (𝑏𝑏) = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔𝑟)

2. Rendemen Pektin
Perhitungan rendemen dilakukan dengan menimbang pektin kering yang
dihasilkan kemudian dibagi dengan berat bahan baku yang telah dikeringkan.
Rendemen pektin dapat dihitung dengan rumus berikut:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑘𝑡𝑖𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔(𝑔𝑟)


% 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑘𝑡𝑖𝑛 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔𝑟)

3. Kadar abu

Analisis kadar abu pektin cincau hitam dilakukan di Laboratorium Penelitian


dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

4. Uji kuat tarik/tensile strength (Mpa)

Analisa kuat tarik edible film dilakukan di Laboratorium Penelitian dan


Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

5. Uji pemanjangan/elongasi (%)

Analisa pemanjangan/elongasi edible film dilakukan di Laboratorium


Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

23
6. Uji laju transmisi uap air

Laju transmisi uap air (water vapour transmission rate) ditentukan dengan cara
film yang akan diuji dilapisi pada cawan yang berisi 10 gram gel silika kering dan
ditempatkan pada stoples plastik, uap yang terdifusi melalui film akan diserap oleh
gel silika sehingga akan menambah berat gel silika tersebut. Penimbangan dilakukan
setiap 1 jam. Laju transmisi uap air (water vapour transmission rate) dihitung
dengan membagi kenaikan berat cawan terhadap luas permukaan film.

𝑀𝑣
𝑊𝑇𝑉𝑅 (𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑣𝑎𝑝𝑜𝑢𝑟 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑒) =
𝑡×𝐴

dimana: Mv = penambahan massa uap air (mg)

t = periode penimbangan (jam)

A = luas edible film yang diuji (cm2)

7. Uji ketebalan film

Ketebalan film diukur menggunakan mikrometer (ketelitian 0,01 mm) dengan


cara menempatkan film diantara rahang mikrometer. Untuk setiap sampel film yang
akan diuji, ketebalan diukur pada lima titik yang berbeda, kemudian dihitung
reratanya dan digunakan untuk menghitung kuat tarik (Poeloengasih dan Marseno,
2003).

8. Uji kelarutan film


Penelitian ini menggunakan prosedur Gontard (1993) untuk menentukan
kelarutan sampel film dalam air. Persentase kelarutan film adalah persentase bagian
film yang terlarut dalam air setelah perendaman selama 24 jam (Gontard, 1993).
Sampel diletakkan dalam cawan alumunium yang terlebih dahulu sudah dikeringkan
dan ditimbang beratnya. Sampel film dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
100oC, selama 30 menit. Timbang berat sampel kering sebagai berat kering awal
(wo), kemudian sampel direndam selama 24 jam dalam 50 ml larutan natrium azida
0,02% untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Setelah 24 jam, sampel yang tidak
terlarut diangkat dan dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 100oC,
disimpan di dalam eksikator selama 10 menit, kemudian ditimbang lagi berat sampel

24
kering sebagai berat sampel setelah perendaman (w1). Persentase kelarutan sampel
dalam air (S) dihitung dengan persamaan

𝑤𝑜 − 𝑤1
𝑆(%) = × 100%
𝑤𝑜

25

Anda mungkin juga menyukai