ASPHALT
Oleh :
Pembimbing Riset :
Adelia D. Nataadmadja Ph.D. D5702
Dr. Ir Oki Setyandito, M.Eng D5216
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
JAKARTA
2019
STUDY OF POROSITY, PERMEABILITY AND FITRATION OF POROUS
ASPHALT
RESEARCH
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk kelulusan program enrichment track research
Jurusan Teknik Sipil
Jenjang Pendidikan Strata-1
Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
JAKARTA
2019
Universitas Bina Nusantara
Adalah benar hasil karya saya dan belum pernah diajukan sebagai karya
ilmiah, sebagian atau seluruhnya, atas nama saya atau pihak lain
Puji Syukur kegiatan enrichment program track research yang telah saya
ambil di Universitas Bina Nusantara selama 6 bulan telah berjalan dengan baik.
Tujuan dari laporan ini adalah untuk menjelaskan aktivitas dan hasil dari
penelitian yang telah dilaksanakan selama 6 bulan ini
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu saya secara langsung dan tidak langsung untuk menyusun laporan ini.
Dari pihak yang membantu saya menyusun laporan sampai dengan yang
membimbing saya sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik, antara lain
yaitu:
1. Ibu Adelia D. Nataadmadja, PhD sebagai pembimbing lapangan di riset ini yang
telah bersabar membimbing saya hingga selesainya penelitian ini;
2. Bapak Dr. Ir. Oki Setyandito sebagai pembimbing fakultas;
3. Ibu Ir. Juliastuti, M.T. dan Bapak Irpan Hidayat, S.T., M.T. sebagai dosen penguji;
4. Pihak lain yang membantu jalannya penelitian ini hingga selesai.
.
Penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, karena itu masukan dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat diharapkan
Penyusun,
vii
viii
DAFTAR ISI
ix
2.8 POROSITAS .......................................................................................... 21
2.9 PERMEABILITAS .................................................................................. 22
2.10 TOTAL DISSOLVED SOLIDS & CONDUCTIVITY ........................................ 23
2.11 PH ....................................................................................................... 24
x
xi
DAFTAR TABEL
xii
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
Gambar 3.10 Penampungan Air
Hujan………………………………………………33
Gambar 3.11 Falling Head
Permeameter……………………………………………34
Gambar 3.12 Sampel Aspal di Dalam
Pipa………………………………………….34
Gambar 3.13 Variasi Filtrasi yang di Laksanakan………………………………..…35
Gambar 3.14 GAC……………………………………………………………..……36
Gambar 3.15 Zeolit………………………………………………………………….36
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Stabilitas Terhadap Kadar
Aspal……………………40
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Flow Terhadap Kadar Aspal ………………………..41
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Cantabro Loss Terhadap Kadar
Aspal………………42
Gambar 4.4 Grafik Hubungan VIM Terhadap Kadar Aspal ……………………..…42
Gambar 4.5 Grafik Hubungan VMA Terhadap Kadar Aspal……………………….43
Gambar 4.6 Grafik Hubungan VFA Terhadap Kadar Aspal ………………………..43
xvi
Gambar 4.7 Kadar Aspal
Optimum………………………………………………….44
Gambar 4.8 Porositas Terhadap Tumbukan…………………………………………46
Gambar 4.9 Grafik Tumbukan terhadap
Permeabilitas………………………………47
Gambar 4.10 Grafik Porositas terhadap
Permeabilitas………………………………48
Gambar 4.11 Pipa Berisi Aspal Berpori Yang Telah di
Tutup……………………….50
Gambar 4.12 Efek Filtrasi Aspal Berpori Terhadap
pH……………………………...50
Gambar 4.13 Efek Filtrasi Aspal Berpori Terhadap
TDS……………………………51
Gambar 4.14 Efek Filtrasi Aspal Berpori Terhadap
Konduktivitas…………………51
Gambar 4.15 Variasi 1, 2 dan
3………………………………………………………52
Gambar 4.16 Perubahan pH Variasi 1,2,3 Terhadap Waktu Kontak………………..52
Gambar 4.17 16 Perubahan TDS Variasi 1,2,3 Terhadap Waktu Kontak…………..53
Gambar 4.18 16 Perubahan TDS Variasi 1,2,3 Terhadap Waktu Kontak…………..53
Gambar 4.19 Variasi Lanjutan 4,5 dan
6…………………………………………….54
Gambar 4.20 Perubahan pH di Var 4,5 dan 6……………………………………….54
Gambar 4.21 Perubahan TDS di Var 4, 5 dan
6………………………….………….55
Gambar 4.22 Perubahan EC di Var 4, 5 dan 6………………………………………55
xvii
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
untuk pengobatan tradisional dan kolam renang, yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan. Kualitas kualitas ini dilihat dari syarat kesehatan yang meliputi
persyaratan mikrobiologi, Fisika, kimia, dan radioaktif.
Menurut penelitian USAID pada tahun 2007, menemukan bahwa dari studi di
beberapa kota di Indonesia hampir 100% sumber air bersih kita tercemari bakteria e-
coli dan coliform. Dan masih digunakan untuk kebutuhan sehari-hari yang berpotensi
untuk menimbulkan penyakit.
Beberapa keluarga di Jakarta masih menggunakan air hujan untuk keperluan
sehari-hari. Menurut BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), hujan
di kota Jakarta termasuk asam, dikarenakan pH hujan normal adalah sekitar 5,6. Ini
menyebabkan air hujan tidak layak untuk digunakan sehari-hari, terlebih untuk
konsumsi.
Di studi ini akan dilaksanakan penyaringan analisa dari kekuatan filtrasi aspal
berpori menggunakan air hujan, dimana diharapkan aspal berpori dapat memperbaiki
kualitas air hujan sehingga layak menjadi air sanitasi.
d) Mempelajari kegunaan aspal berpori terhadap kualitas runoff air hujan dan
kegunaan kegunaanya untuk filtrasi dengan mineral tambahan seperti zeolite,
karbon aktif granular di dalam sistem filtrasi kolom sederhana ;
Pada bagian ini berisi tentang simpulan dari penelitian yang telah dilakukan
dan pemberian saran untuk penelitian selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
dibangun untuk perkerasan dimana beban lalu lintas rendah. Perkerasan kaku bisa
memiliki atau tidak memiliki base course atau lapisan pondasi tergantung dari
kekuatan perkerasan kaku tersebut, perkerasan kaku pada umumnya memiliki
kekuatan yang cukup untuk menahan beban lalu lintas sehingga tidak memerlukan
lapisan tambahan pondasi. Bersifat seperti balok yang menahan beban lalu lintas.
Dengan perencanaan dan konstruksi yang baik, perkerasan kaku memiliki umur
layan yang panjang dan cenderung memiliki biaya perawatan yang lebih murah
dibandingkan dengan perkerasan fleksibel, namun biaya konstruksi perkerasan kaku
pada umumnya lebih mahal.
Dapat dilihat pada Gambar 2.2, potongan beberapa tipe perkerasan komposit.
Perkerasan komposit adalah struktur perkerasan yang berisikan dua atau lebih lapisan
yang mengkombinasikan karakteristik berbeda yang berkerja sebagai sebuah struktur
komposit (Smith, 1963). Kedua material yang paling sering digunakan untuk
perkerasan komposit adalah lapisan fleksibel seperti HMA (Hot Mix Asphalt) atau
aspal campuran panas dan lapisan kaku seperti precast concrete(PCC), cement-
treated base(CTB), cement-stabilized base (CSB), rolled-compacted concrete (RCC)
atau lean mix concrete.
asphalt (HMA) adalah aspal yang dibuat dan diletakkan pada temperatur 150-170
derajat Celsius. HMA adalah pilihan populer karena sifatnya yang kedap terhadap
air, namun ini menimbulkan kebutuhan untuk sistem drainase agar runoff di
permukaan perkerasan tidak menimbulkan permasalahan seperti aquaplaning atau
banjir. WMA atau warm-mix asphalt juga adalah pilihan populer dalam metode
konstruksi aspal, dibuat di temperatur 90-120 derajat Celcius, WMA memperlukan
bahan bakar gas tidak sebanyak HMA, yang mengakibatkan biaya konstruksi
pembuatan perkerasan mengurang. Cold-mix asphalt adalah aspal campuran yang
tidak mementingkan temperatur dari campuran aspal, biasanya digunakan untuk
mengisi lubang-lubang dijalan, namun tidak memiliki durabilitas sebesar HMA
ataupun WMA.
hilangnya kontak dari ban dan perkerasan, mengakibatkan kendaraan keluar dari
jalur atau slip dan hilangnya stabilitas, meningkatkan resiko kecelakaan di jalan
raya.
mengakibatkan air tanah untuk terisi ulang secara alami dan memberikan tumbuhan
sekitar “rooting-zone” yang lebih luas (Ferguson, 2005)
lanjutan pada tahun yang sama bahwa polutan-polutan tidak turun ke struktur base
atau reservoir, namun mengendap di permukaan aspal berpori.
Studi lain oleh Hogland and Niemczynowicz pada tahun 1986, yang
meninjau kemampuan aspal berpori menahan logam berat dan kebutuhan oksigen
kimiawi (Chemical Oxygen Demand). Ditemukan di studi tersebut bahwa terjadi
pengurangan 95% dari TSS, 71% pengurangan kadar fosfor, 62% penurunan kadar
seng, 42% penurunan kadar tembaga, 50% penurunan kadar timah dan 33%
penurunan kadar kadmium, ditinjau dari limpasan salju yang terjadi.
Ada juga studi oleh Balades et al. pada tahun 1992, dimana ditinjau
perbedaan kadar TSS, timah dan kebutuhan oksigen kimiawi, ditemukan bahwa
terjadi penurunan sebesar 50%, 93% dan 89% dari nilai-nilai tersebut, aspal berpori
yang ditinjau memiliki ketebalan 56cm dan dibandingkan dengan aspal
konvensional. Studi yang mirip juga dilaksanakan oleh Ranchet et al. di tahun 1993,
ditemukan hasil yang mirip, yaitu penurunan sebesar 70% kadar TSS, 78%
penurunan kadar timah dan 54% penurunan dari KOK (Kebutuhan Oksigen
Kimiawi).
Dapat disimpulkan dari studi-studi sebelumnya bahwa aspal berpori
memiliki kemampuan untuk memfilter atau menahan polutan-polutan yang dimiliki
oleh air hujan atau air limpasan di jalan raya. Dimana struktur aspal menahan logam
berat dan struktur reservoir atau pondasi membantu juga dalam memfilter kadar-
kadar logam seperti timah, tembaga, fosfor dan kadmium, ditemukan juga bahwa air
yang telah melewati struktur aspal berpori memiliki COD atau KOK yang lebih
rendah.
Banyak penelitian yang menemukan bahwa aspal berpori dapat mengurangi
kadar-kadar logam berat seperti fosfor, timah, timbal hingga tembaga. Menurut
Klerzendorf dkk (2012), aspal berpori didesain secara khusus untuk air hujan agar
terfiltrasi dengan menggunakan lapisan perkerasan dan lapis pondasi. Ini yang dapat
membuat aspal berpori dapat memperbaiki kualitas air limpasan hujan saat masuk ke
tanah.
Di Tabel 2.1 dapat di lihat beberapa studi yang telah dilaksanakan yang
menemukan dimana air yang telah melewati perkerasan aspal berpori mengalami
peningkatan di parameter seperti pH dan penurunan di kadar logam berat yang ada di
air.
14
Oleh karena itu diperlukan teknologi yang dapat dapat memenuhi kebutuhan
air bersih yang mudah diaplikasikan dan tidak mahal. Di Indonesia, aktivitas
hidrologi tergolong tinggi, air hujan yang melimpah dapat digunakan sebagai media
untuk sumber air bersih tambahan apabila air bersih sulit diakses di daerah tersebut.
Teknologi sederhana seperti filtrasi yang ekonomis dan mudah dibuat dapat
menjadikan sebuah solusi terhadap permasalahan air yang terjadi.
Dapat dilihat di Gambar 2.8 adalah contoh hasil grafik dari pengujian
Marshall, dari grafik ini dapat dilihat karakteristik dan performa campuran aspal
tersebut
18
Dimana :
VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.
Gmm = Berat jenis teoritis maksimum(voidless density).
Gmb = Berat jenis curah atau bulk campuran aspal.
Dimana :
VMA = Rongga dalam agregat mineral
Gmb = Berat jenis curah atau bulk campuran aspal.
K = Kadar aspal terhadap campuran.
Gsb = Berat jenis campuran agregat.
(𝑉𝑀𝐴− 𝑉𝐼𝑀)
VFA = 100 x ................................. (2.3)
𝑉𝑀𝐴
20
Dimana :
VFA = Rongga udara terisi aspal (%)
VMA = Rongga dalam agregat mineral.
VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.
2.6.5 Kelelehan
Nilai flow atau kelelehan adalah total deformasi yang terjadi saat sampel
aspal mengalami kegagalan. Flow dapat dilihat menggunakan flow dial yang berada
di mesin marshall, dimana nilai kelelehan diambil pada saat dial stabilitas menurun
atau mengalami defleksi. Flow pada umumnya menggunakan satuan millimeter
(mm)
Dimana:
CL = Cantabro Loss (%)
M1 = Berat sampel aspal beton sebelum pengujian cantabro (gr)
M2 = Berat sampel aspal beton setelah 300 putaran pengujian cantabro
(gr)
2.8 Porositas
Porositas adalah ukuran dari ruang kosong di antara material, dan merupakan
fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume, yang bernilai antara 0 dan 1,
atau sebagai persentase antara 0-100%. Istilah ini digunakan di berbagai kajian ilmu
seperti geologi, geofisika, farmasi, teknik manufaktur, ilmu tanah, metalurgi, dan
sebagainya.
Porositas bergantung pada jenis bahan, ukuran bahan, distribusi pori,
sementasi, riwayat diagenetik, dan komposisinya. Porositas bebatuan umumnya
berkurang dengan bertambahnya usia dan kedalaman. Namun hal yang berlawanan
dapat terjadi yang biasanya dikarenakan riwayat temperatur bebatuan. (Wijaya,
2018)
22
Dimana:
P = Porositas (%)
Vv = Volume void atau rongga udara
Vt = Volume total
Dalam geologi pertambangan, porositas bebatuan atau lapisan sedimen
penting sebagai rujukan ketika mengevaluasi volume potensial air dan hidrokarbon
yang mungkin terkandung di dalamnya. Porositas sedimen adalah fungsi yang rumit
dari berbagai faktor,mencakup laju pengebumian, kedalaman pengebumian, sifat
fluida, sifat sedimen di atasnya, dan sebagainya. (Athy ,1930)
Menurut Vlack dan Lawrence(1989) Porositas sebuah media dapat dicari
menggunakan Persamaan 2.7
Wb -Wk 1
P= ( × ρ ) ×100% ................................. (2.7)
Vb Air
Dimana:
P : Porositas (%)
Wb : Berat basah media poros (gr)
Wk : Berat kering media poros (gr)
Vb : Volume curah media poros (𝑐𝑚3 )
ρAir : Berat jenis air (gr/𝑐𝑚3 )
2.9 Permeabilitas
Konduktivitas hidrolik atau permeabiltias (k) tanah merupakan sifat penting
dalam kaitannya dengan mobilitas fluida dalam media berpori .(Syahruddin, 2014)
Permeabilitas adalah kualitas tanah untuk meloloskan air atau udara yang
diukur berdasarkan besarnya aliran melalui satuan tanah yang telah dijenuhi terlebih
dahulu per satuan waktu tertentu (Susanto, 1994)
Konduktivitas hidrolik pertama dirumuskan oleh Henry Darcy pada tahun
1856, dimana Darcy menemukan adanya hubungan proporsional terhadap debir air
(Q) yang melewati media pasir berpori terhadap luas penampang (A). Permeabilitas
dapat cari menggunakan falling head permeameter, dimana menurut Bear dan
Verujjit (1990) dapat dihitung menggunakan persamaan 2.8
23
𝑑𝐻
𝑣 = 𝑘( 𝑑𝐿 ) ................................................... (2.8)
Dimana:
𝑣 = Kecepatan air (m/s)
𝑘 = Koefisien Permeabilitas atau konduktivitas hidrolik(m/s)
𝑑𝐻 =Perbedaan tinggi air yang mengakibatkan head hidrolik (m)
𝑑𝐿 = Tebal media poros yang dilewati air (m)
Dari Persamaan 2.8 dapat diturunkan menjadi Persamaan 2.9
𝑑𝐻
𝑣 = 𝑘( 𝑑𝐿 ) masukan v=Q/A
𝑄 𝑑𝐻
= 𝑘( 𝑑𝐿 )
𝐴
𝑄 𝑑𝐿
𝑘 = 𝐴 (𝑑𝐻) masukkan Q = V/t
𝑉 𝑑𝐿
𝑘 = 𝐴𝑡 (𝑑𝐻) .................................................. (2.9)
Dimana:
Q = Debit air (𝑚3 /s)
A = Luas penampang (𝑚2 )
V = Volume (m3 )
T = Waktu (s)
TDS yang tidak lebih dari 500 mg/l. Hal ini dikarenakan bedanya tingkat toksisitas
dari ion-ion yang menjadi konstituen TDS tersebut, salah satu contoh ion yang
beracun adalah merkuri (Hg 2+ )dan selenium (Se4+ ), bila dibandingkan dengan ion
yang tidak beracun seperti kalsium (Ca2+ ) konsumsi dengan jumlah yang sama dapat
mengakibatkan perbedaan dampak yang jauh, namun TDS tidak membedakan ion
ion tersebut. Oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi kandungan terlarut yang
ada di dalam air tersebut.
Konduktivitas air adalah pengukuran dari banyaknya elektrolit di air, dihitung
dari kemampuan air tersebut menghamparkan elektrisitas, di banyak kasus,
konduktivitas banyak dihubungkan dengan jumlah dari TDS. Semakin banyak ion
yang ada di dalam air, semakin banyak media untuk elektrisitas untuk mengalir.
2.11 pH
Menurut IUPAC, pH dapat didefinisikan sebagai minus logaritma dari
aktivitas ion hydrogen (𝐻 + ), pH dijadikan acuan untuk mengetahui derajat keasaman
dan basa dari sebuah solusi berair. Pertama kali ditemukan oleh kimiawan dari
Denmark bernama Soren Pader Lauritz Sorensen pada tahun 1909. Nilai pH antara 1-
5 dianggap asam dan 8-14 dianggap sebagai basa, dimana netral berada di nilai 6-8.
pH dapat dihitung dengan persamaan
𝑝𝐻 = −𝐿𝑜𝑔10 (𝑎𝐻)
Dimana aH adalah aktivitas hidrogen atau konsentrasi dari ion hidrogen yang
ada di solusi berair.
BAB 3
METODOLOGI
Masukan ke mesin los angles lalu putar sebanyak 300 revolusi dengan
kecepatan 30-33 rpm tanpa bola baja;
Timbang berat kepingan sampel aspal yang terbesar.
Berikut adalah gambar dari karbon aktif dan zeolit yang digunakan di
penelitian ini.
Hasil pengujian agregat dapat di lihat di Tabel 4.2. Dapat dilihat berat jenis
dan penyerapan tidak memenuhi syarat yang berlaku di Indonesia, yang mungkin di
karenakan agregat ini berasal dari toko bukan AMP (asphalt mixing plant).
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Kelayakan Agregat
Pengecekan Standar Agregat Syarat
I II III IV
Berat Jenis Bulk SNI 1969:2008 2,48 2,57 2,41 2,49 ≥2,5 gr/cc
Berat Jenis SSD & SNI 2,56 2,65 2,77 2,87
Berat Jenis 1970:2008 2,7 2,8 2,66 2,76
Apparent
Penyerapan 3,3 3,11 2,42 3,95 ≤3%
Keausan SNI 2417:2008 20,04% ≤40%
pencampuran aspal untuk tidak mencapai titik nyala aspal agar tidak terjadi
kebakaran yang tidak diinginkan saat pembuatan sampel.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Aspal
Parameter Standar Syarat Hasil
Penetrasi SNI 2456-1991 60-70 (0,01 mm) 63
Titik Nyala dan SNI 2433-2011 Min 232ºC 224
Titik Bakar
Daktilitas SNI 24332-2011 Min 100cm 94
Titik Lembek SNI 2434-2011 Min 48 ºC 51
Berat Jenis SNI 2441-2011 Min 1gr/cc 1,01
Catatan: *data outlier, rata-rata dengan tanda bintang adalah rata-rata dengan
mengeluarkan outlier
Di Tabel 4.5 dapat dilihat hasil pengolahan data untuk parameter VIM, VMA
dan VFA. Menurut NAPA, aspal berpori harus memiliki VIM sekitar 16-22%.
Tabel 4.5 Tabel Hasil Olah Data Marshall Sampel
Kadar VIM Rata-Rata VMA Rata-Rata VFA Rata-Rata
Aspal (%) VIM (%) VMA (%) (%) VFA
(%) (%) (%)
5-1 18,66 18,32 28,02 30,08 33,41 38,81
5-2 18,63 29,03 39,17
5-3 17,66 33,8 43,84
5,5-1 18,54 17,53 28,3 28,77 34,48 36,15
5,5-2 16,71 27,01 38,11
5,5-3 17,33 31,01 35,86
6-1 19,19 17,49 29,25 29,06 34,38 39,75
6-2 16,84 29,08 42,09
6-3 16,45 28,75 42,77
6,5-1 13,92 14,4 25,05 26,32 44,38 45,2
6,5-2 15,01 26,31 42,93
6,5-3 14,28 27,6 48,28
7-1 14,48 13,15 29,77 28,56 51,35 54,05
7-2 11,83 27,59 57,13
7-3 13,13 28,33 53,66
Di Tabel 4.6 dapat dilihat hasil dari pengujian cantabro loss terhadap persen
kadar aspal.
Tabel 4.6 Tabel Kadar Aspal Terhadap Cantabro Loss
Kadar Aspal Cantabro loss (%) Rata-rata Cantabro loss%
4.3.1 Stabilitas
Dari data pada Tabel 4.3 hingga 4.5, dapat dibuat grafik sebagai berikut,
dapat dilihat di Gambar 4.1 hingga Gambar 4.6. Dapat disimpulkan dari Gambar 4.1
bahwa stabilitas tertinggi dilihat dari trendline grafik adalah pada kadar aspal 6%,
dengan nilai 220kg.
4.3.2 Kelelehan
Nilai kelelehan bertambah dengan bertambahnya kadar aspal, dikarenakan
bertambahnya aspal yang ada di campuran aspal, semakin bertambah daktilitas dari
campuran tersebut, yang mengakibatkan campuran yang lebih mudah ditekan,
sehingga nilai kelelehan bertambah. semua hasil ini masuk dalam syarat aspal
41
berpori yang diterbitkan AAPA, yaitu flow diantara 2-6mm. Dapat di lihat di
Gambar 4.2 grafik nilai flow dibandingkan terhadap kadar aspal.
6 Flow (mm)
5.5
4 4
3.5 3.3
3
5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)
35
30 28
25
20 17.7
16.26
15
12.18
y = -12.584x + 97.912
R² = 0.9189
10
5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)
20 VIM(%)
1918.32
18 18 17.49
17
16
15 14.4
14 y = -2.694x + 32.34213.15
13 R² = 0.8865
12
11
10
5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)
35 VMA(%)
30.08
29 29.06 28.56
30
y = 1.1629x2 - 15.052x + 76.427
26.32
R² = 0.5507
25
20
15
10
5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)
60 VFA(%)
54.05
55
y = 7.906x - 4.644
50 R² = 0.7745
45.2
45
38.81 39.75
40 36
35
30
25
20
15
10
5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)
Wb -Wk
P= ( ) ×100% .......................................................... (4.1)
Vb
Dimana:
P = Porositas (%)
Wb = masa basah benda uji jenuh air (saturated 100%) (gr)
Wk = Masa kering benda uji (gr)
Vb = Volume benda uji (cm3)
Contoh perhitungan porositas yang didapatkan adalah sebagai berikut
1351,8 − 1270
𝑥 100% = 16,274 %
502,655
Hasil perhitungan dapat dilihat di Tabel 4.9
Tabel 4.9 Sampel dan Porositas
Jumlah Tumbukan Porositas (%) Rata-Rata(%)
35-1 16,274 15,702
35-2 14,337
35-3 16,495
50-1 15,614 15,254
50-2 15,347
50-3 14,801
75-1 13,704 13,709
75-2 13,397
75-3 14,026
46
Dari Tabel 4.9 dapat dibuat grafik tumbukan terhadap porositas, grafik dapat
dilihat di Gambar 4.8
0.308
0.306
0.304
0.302
0.3
0.298 0.296
0.296
0.294
35 40 45 50 55 60 65 70 75
Jumlah Tumbukan
Dimana:
K : Koefisien Permeabilitas (cm/s)
V : Volume Air (𝑚3 )
47
0.31
0.308
0.306
0.304
0.302
0.3
0.298 0.296
0.296
0.294
35 40 45 50 55 60 65 70 75
Jumlah Tumbukan
Setelah didapatkan nilai permeabilitas dan porositas, dapat dibuat Tabel 4.12,
dimana nilai permeabiltias dibandingkan dengan porositas sampel tersebut.
Tabel 4.12 Tabel Permeabilitas dan Porositas Sampel
Sampel Porositas (%) Permeabilitas (cm/s)
35-1 16,274 0,313
35-2 14,337 0,305
35-3 16,495 0,315
50-1 15,614 0,331
50-2 15,347 0,309
50-3 14,801 0,303
75-1 13,704 0,3
75-2 13,397 0,295
75-3 14,026 0,293
Dari Tabel 4.12 dapat dibuat grafik membandingkan porositas terhadap
permeabilitas, grafik dapat dilihat di Gambar 4.10
0.325
y = 0.008x + 0.1879
0.32 0.315
R² = 0.5851 0.313
0.315
0.309
0.31 0.305
0.303
0.305 0.3
0.3 0.295
0.293
0.295
0.29
12 13 14 15 16 17
Porositas (%)
4.15. di tabel ini adalah hasil pengujian dari air hujan. pH dari air hujan yang di
tamping diambil 3 sampel air lalu di ambil rata-rata dari ketiga nilai ini. Air hujan di
Jakarta memiliki pH 5,9 yang cukup asam dan TDS yang relatif rendah, didapatkan
hasil rata-rata TDS air hujan adalah 14,3 ppm, dimana ambang batas air sanitasi
sehari-hari adalah 1500ppm, konduktivitas diakibatkan oleh ion yang berada di
dalam larutan, TDS rendah menghasilkan nilai konduktivitas yang rendah.
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Air Hujan
Parameter Hasil Rata-Rata
pH 5,7 5,9
5,8
6,2
TDS 15 14,3
(mg/L) 15
13
Konduktivitas 32 30,33
(µs/cm) 32
27
Rasa Tidak Berasa Tidak Berasa
Bau Tidak Berbau Tidak Berbau
Suhu 25,8 27,3
(Celcius) 28,5
27,6
pH
7
6.5
5.5
4.5
4
Sebelum Filtrasi 0 15 30 45 (Menit)
Sampel 1 5.8 5.9 5.9 6 6
Sampel 2 5.9 5.9 5.9 6 6
Sampel 3 5.8 5.8 5.8 5.8 5.9
35
30
25
20
15
Sebelum
0 15 30 45 (Menit)
Filtrasi
Sampel 1 19 22 26 31 42
Sampel 2 18 29 33 36 40
Sampel 3 19 24 29 31 38
EC (Electrical Conductivity)
90
80
70
(µs/cm)
60
50
40
30
Sebelum
0 15 30 45 (Menit)
Filtrasi
Sampel 1 41 46 55 66 89
Sampel 2 35 63 70 78 86
Sampel 3 40 53 55 73 85
pH
7.9
7.4
6.9
6.4
5.9
5.4
Sebelum Filtrasi 0 15 30 45 (Menit)
Var 1 5.5 5.9 6.9 7.5 7.6
Var 2 5.9 6.2 7 7.5 7.7
Var 3 5.9 6.1 7 7.3 7.6
15
13
11
9
7
5
Sebelum Filtrasi 0 15 30 45 (Menit)
Var 1 19 18 16 13 12
Var 2 18 16 10 9 5
Var 3 21 19 17 14 11
EC (Electrical Conductivity)
50
45
40
(µs/cm)
35
30
25
20
Sebelum Filtrasi 0 15 30 45 (Menit)
Var 1 40 40 39 38 35
Var 2 43 40 34 31 25
Var 3 45 44 41 34 32
polusi air hujan yang diukur menggunakan parameter TDS dan pH. Di 4.5.2 akan
diuji efek dari masing masing adsorben.
4.5.2 Lanjutan
Untuk mengetahui fungsi zeolite dan GAC secara satuan, dilakukan
pengujian lanjutan dengan cara menguji ulang dengan urutan aspal berpori, reservoir
structure lalu zeolite dan GAC. Variasi dinamakan Var 4,5 dan 6 untuk
mempermudah pembahasan. Variasi dapat dilihat di Gambar 4.19
pH
8.5
8
7.5
7
6.5
6
5.5
5
Sebelum Filtrasi 0 15 30 45 (Menit)
Var 4 5.8 6.9 7.2 7.4 7.5
Var 5 5.7 6.5 6.6 7.2 7.5
Var 6 5.7 7.2 7.5 7.9 7.9
20
15
(ppm)
10
0
Sebelum Filtrasi 0 15 30 45 (Menit)
Var 4 17 16 14 10 9
Var 5 19 19 16 14 10
Var 6 19 21 18 17 15
EC (Electrical Conductivity)
75
65
55
(µs/cm)
45
35
25
15
Sebelum Filtrasi 0 15 30 45 (Menit)
Var 4 41 40 29 25 17
Var 5 44 49 27 24 22
Var 6 46 53 47 36 31
Axis Title
5.1 Kesimpulan
Dari sampel dan pengujian yang telah dilaksanakan, berikut adalah
kesimpulan dari penelitian ini.
Filtrasi terhadap aspal berpori tanpa struktur batuan reservoir menaikan nilai
TDS sebanyak 21 ppm dan konduktivitas sebanyak 48 µs/cm namun tidak
memiliki efek signifikan terhadap pH.
Filtrasi aspal berpori pada variasi 1 menurunkan nilai TDS sebanyak 6 ppm
dan menurunkan konduktivitas sebesar 5 µs/cm dan meningkatkan nilai pH
dari 5,5 ke 7,6 selama 45 menit waktu kontak;
Filtrasi aspal berpori pada variasi 2 menurunkan nilai TDS sebanyak 13 ppm
dan menurunkan konduktivitas sebesar 18 µs/cm dan meningkatkan nilai pH
dari 5,9 ke 7,7 selama 45 menit waktu kontak;
Filtrasi aspal berpori pada variasi 3 menurunkan nilai TDS sebanyak 10 ppm
dan menurunkan konduktivitas sebesar 13 µs/cm dan meningkatkan nilai pH
dari 5,9 ke 7,6 selama 45 menit waktu kontak;
Filtrasi aspal berpori pada variasi 4 menurunkan nilai TDS sebanyak 8 ppm
dan menurunkan konduktivitas sebesar 24 µs/cm dan meningkatkan nilai pH
dari 5,8 ke 7,5 selama 45 menit waktu kontak;
Filtrasi aspal berpori pada variasi 5 menurunkan nilai TDS sebanyak 9 ppm
dan menurunkan konduktivitas sebesar 22 µs/cm dan meningkatkan nilai pH
dari 5,7 ke 7,5 selama 45 menit waktu kontak;
Filtrasi aspal berpori pada variasi 6 menurunkan nilai TDS sebanyak 4 ppm
dan menurunkan konduktivitas sebesar 15 µs/cm dan meningkatkan nilai pH
dari 5,7 ke 7,9 selama 45 menit waktu kontak.
Variasi Filtrat dapat di lihat di Gambar 5.1 dan 5.2.
Dapat dilihat di Tabel 5.1 adalah tabel standar mutu minimal untuk paving
blok menurut SNI 03-0691-1996.
Kuat Tekan
Rata-rata Min