Anda di halaman 1dari 4

Tujuh adab anak kepada orang tua

Menurut Imam al-Ghazali sebagaimana disebutkan dalam risalahnya berjudul Al-


Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-
Taufiqiyyah, halaman 444)

،‫ ويلبى دعوتهما‬،‫ و يمتثل ألمرهما‬،‫ و يقوم لقيامهما‬،‫ يسمع كالمهما‬:‫آداب الولد مع والديه‬
‫ وال بالقيام‬،‫ وال يمن عليهما بالبر لهما‬،‫ويخفض لهما جناح الذل من الرحمة وال يبرمهما باإللحاح‬
‫ والينظر إليهما شزرًا وال يعصى لهما أمرًا‬،‫بأمرهما‬.

Artinya: “Adab anak kepada orang tua, yakni mendengarkan kata-kata orang tua,
berdiri ketika mereka berdiri, mematuhi sesuai perintah-perintah mereka, memenuhi
panggilan mereka, merendah kepada mereka dengan penuh sayang dan tidak
menyusahkan mereka dengan pemaksaan, tidak mudah merasa capek dalam
berbuat baik kepada mereka, dan tidak sungkan melaksanakan perintah-perintah
mereka, tidak memandang mereka dengan rasa curiga, dan tidak membangkang
perintah mereka.”
Dari kutipan di atas dapat diuraikan ketujuh adab anak kepada orang tua sebagai
berikut:

Pertama, mendengarkan kata-kata orang tua. Setiap kali orang tua berbicara, anak
harus mendengarkan dengan baik terutama ketika orang tua berbicara serius
memberikan nasihat. Jika anak bermaksud memotong pembicaraan, sebaiknya
memohon ijin terlebih dahulu. Jika memotong saja sebaiknya meminta ijin, maka
sangat tidak sopan ketika anak meminta orang tua berhenti berbicara hanya karena
tidak menyukai nasihatnya.

Kedua, berdiri ketika mereka berdiri. Bila orang tua berdiri, anak sebaiknya juga
berdiri. Hal ini tidak hanya merupakan sopan santun, tetapi juga menunjukkan
kesiapan anak memberikan bantuan sewaktu-waktu diperlukan, diminta atau tidak.
Demikian pula jika orang tua duduk sebaiknya anak juga duduk kecuali sudah tidak
tersedia kursi lagi yang bisa diduduki.

Ketiga, mematuhi sesuai printah-perintah mereka. Apapun perintah orang tua anak
harus patuh kecuali perintahnya bertentangan dengan syariat Allah SWT. Atau
perintah itu melebihi batas kemampuannya untuk dilaksanakan. Jika terjadi seperti
ini, seorang anak harus mencoba semampunya. Jika terpaksa harus menolak, maka
cara menolaknya tetap harus dengan menjunjung kesopanan dengan memohon
maaf dan memberikan alternatif lain yang sesuai dengan kemampuanya.

Keempat, memenuhi panggilan mereka. Anak harus segera menjawab panggilan


orang tua begitu mendengar suara orang tua memanggilnya. Dalam hal anak
sedang melaksanakan shalat (shalat sunnah), ia boleh membatalkan shalatnya untuk
segera memenuhi panggilannya. Jika orang tua memanggil anak untuk pulang dan
menemuinya, anak harus segera mengusahakannya begitu ada kesempatan tanpa
menunda-nunda.
Kelima, merendah kepada mereka dengan penuh sayang dan tidak menyusahkan
mereka dengan pemaksaan. Seorang anak sealim dan sepintar apapun tetap harus
ta’zim kepada orang tua. Ia harus menyayangi orang tua meskipun dahulu mungkin
mereka kurang bisa memenuhi keinginan-keinginannya. Seorang anak harus
mengerti keadaan orang tua baik yang menyangkut kekuatan fisik, kesehatan,
keuangan, dan sebagainya sehingga tidak menuntut sesuatu yang di luar
kemampuannya. Dengan cara seperti ini anak tidak menyusahkan orang tua.

Keenam, tidak mudah merasa capek dalam berbuat baik kepada mereka, dan tidak
sungkan melaksanakan perintah-perintahnya. Seorang anak harus selalu mengerti
bahwa dahulu orang tua mengasuh dan membesarkannya tanpa kenal lelah dan
selalu menyayangi. Untuk itu seorang anak harus selalu berusaha menyenangkan
hati orang tua dengan melaksanakan apa yang menjadi perintahnya.

Ketujuh, tidak memandang mereka dengan rasa curiga dan tidak membangkang
perintah mereka. Seorang anak harus selalu berprasangka baik kepada orang tua.
Jika memang ada sesuatu yang perlu ditanyakan, anak tentu boleh menanyakannya
dengan kalimat pertanyaan yang baik dan tidak menunjukkan rasa curiga. Selain itu
anak tidak boleh membangkang perintah-perintahnya sebab mematuhi orang tua
hukumnya wajib.

Ketujuh adab di atas adalah minimal dan harus diketahui dan dilaksanakan oleh
anak. Semakin dewasa usia seorang anak, semakin besar tuntutan kepadanya untuk
memperhatikan dan mengamalkan ketujuh adab itu. Intinya seorang anak tidak
bebas bersikap apa saja kepada orang tua. Demikiamlah Imam al-Ghazali
memberikan petunjuk tentang tujuh adab anak kepada orang tua untuk diamalkan
dengan sebaik-baiknya.

Adab orang tua terhadap anak-anaknya


Menurut Imam Al-Ghazali sebagaimana disebutkan dalam kitabnya berjudul Al-Adab
fid Din (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 444) setidaknya ada lima

‫ وال يلح عليهم في‬،‫ وال يكلفهم من البر فوق طاقتهم‬،‫ يعينهم على بره‬:‫أداب الوالد مع أوالده‬
‫ وال يمن عليهم بتربيتهم‬،‫وقت ضجرهم وال يمنعهم من طاعة ربهم‬.

Artinya: “Adab orang tua terhadap anak, yakni: membantu mereka berbuat baik
kepada orang tua; tidak memaksa mereka berbuat kebaikan melebihi batas
kemampuannya; tidak memaksakan kehendak kepada mereka di saat susah; tidak
menghalangi mereka berbuat taat kepada Allah SWT; tidak membuat mereka
sengsara disebabkan pendidikan yang salah.”

(Baca juga: Anak Wajib Menafkahi Orang Tua)


Dari kutipan di atas dapat diuraikan kelima adab orang tua kepada anak-anaknya
sebagai berikut:
Pertama, membantu anak-anak bersikap baik kepadanya. Sikap anak kepada orang
tua sangat dipengaruhi sikap orang tua kepada mereka. Jika orang tua sayang
kepada anak-anak, mereka tentu akan membalas dengan kebaikan yang sama.
Tidak mungkin anak-anak bersikap baik kepada orang tua, jika mereka diperlakukan
semena-mena. Oleh karena itu ketika orang tua bersikap baik kepada anak-anaknya,
sesungguhnya orang tua telah mendidik dan membantu anak-anaknya menjadi anak
yang baik pula.

Kedua, tidak memaksa anak-anak berbuat baik melebihi batas kemampuannya.


Orang tua perlu memahami psikologi perkembangan agar anak-anak dapat
menjalani kehidupannya sesuai dengan fase-fase perkembangannya. Tidak bijak
apabila anak-anak yang masih duduk di bangku TK sudah diperintahkan berpuasa
sehari penuh selama Ramadhan. Mereka memang perlu dilatih berpuasa tetapi tidak
boleh seberat itu. Demikian pula tidak bijak apa bila orang tua memaksakan
kehendaknya agar mereka selalu menduduki ranking 1 di kelasnya, misalnya,
sementara kemampuannya kurang mendukung.

Ketiga, tidak memaksa anak-anak saat susah. Sebagaimana orang dewasa, anak-
anak juga bisa merasakan susah, misalnya karena kehilangan sesuatu yang menjadi
kesayangannya seperti binatang kesayangan atau lainnya. Pada saat seperti ini
orang tua sebaiknya dapat memahmi psikologi anak dengan tidak menambahi
bebannya. Misalnya, orang tua melakukan perintah-perintah yang banyak dan berat
sehingga menambah beban anak. Justru sebaiknya orang dapat menghibur dan
membesarkan hati anaknya bahwa Allah akan mengganti apa yang hilang dari anak
itu dengan sesuatu yang lebih baik.

Keempat, tidak menghalangi anak-anak untuk berbuat taat kepada Allah SWT.
Tidak sebaiknya orang tua menghalangi anak-anak ketika mereka bermaksud
melakukan ketaatan kepada Allah SWT, misalnya, berlatih puasa sunnah Senin-
Kamis. Tetapi memang orang tua perlu memberi arahan untuk tidak berpuasa
dahulu, misalnya, ketika kondisi anak sedang sakit. Orang tua perlu menjelaskan
bahwa beberapa orang diperbolehkan tidak berpuasa, misalnya orang-orang yang
sedang sakit, atau seorang ibu yang sedang menyusui anaknya yang masih kecil.
Untuk puasa Ramadhan memang harus diganti apabila ditinggalkan, edang puasa
sunnah tidak harus diganti.

Kelima, tidak membuat anak-anak sengsara disebabkan pendidikan yang salah.


Adalah kewajiban orang tua mendidik anak dengan sebaik-baiknya sehingga anak
memiliki ilmu yang cukup dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan. Apabila
orang tua tidak cukup membekali anak dengan ilmu dan ketrampilan yang
diperlukan dan malahan memanjakannya, maka hal ini bisa menyengsarakan anak di
kemudian hari. Anak bisa bodoh dan tidak mandiri dalam banyak hal sehingga tidak
bisa menolong dirinya sendiri apalagi orang lain. Keadaan seperti ini akan membuat
anak sengsara dalam hidupnya.

Singkatnya kelima hal di atas, yakni mengkondisikan anak sanggup dan mampu
berbuat baik kepada orang tua, menghargai prestasi anak dalam meraih hal yang
baik sesuai batas kemampuannya, mengerti perasaan anak ketika mereka sedang
susah, mendukung anak untuk berbuat ketaatan kepada Allah SWT, dan membuat
anak mampu hidup bahagia dengan pendidikan yang benar, merupakan adab atau
etika minimal yang perlu dilakukan setiap orang tua kepada anak-anaknya.
Demikianlah Imam Al-Ghazali memberikan resep kepada kita untuk menjadi orang
tua yang baik.

Anda mungkin juga menyukai