ii
Keputusan Direktur Nomor :097/02/I/SK-DIR/2019
Tentang
Pedoman Pelayanan MPP
(Manager Pelayanan Pasien)
Rumah Sakit Prasetya Husada
Disusun oleh :
Manager Pelayanan Pasien
Disetujui oleh :
Direktur
(dr. Julaeka)
Ditetapkan oleh :
Direktur Rumah Sakit Prasetya Husada
iii
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRASETYA HUSADA
Nomor :433/02/I/SK-DIR/2019
TENTANG
iv
4. Surat Keputusan PT. Bakti Keluarga Prasetya
Mandiri Nomor 000/02/SK- BKPM/V/2017 tentang
struktur organisasai dan Tata Laksana Rumah Sakit
Prasetya Husada.
v
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
PRASETYA HUSADA TENTANG KEBIJAKAN
PELAYANAN MPP (MANAGER PELAYANAN
PASIEN)
KEDUA : Kebijakan Pelayanan MPP (Manager Pelayanan
Pasien) dalam Diktum Kesatu sebagaimana terlampir
dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA : Kebijakan Pelayanan MPP (Manager Pelayanan
Pasien ) di Rumah Sakit Prasetya Husada digunakan
sebagai acuan pelayanan terhadap pasien Rumah Sakit
Prasetya Husada.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Malang
Pada tanggal : 27 April 2019
Direktur Rumah Sakit Prasetya Husada
vi
vii
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT
PRASETYA HUSADA
NOMOR :097/02/I/SK-
DIR/2019
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN
PELAYANAN MPP
(MANAGER PELAYANAN
PASIEN)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sejarah pengelolaan atau manajement layanan pasien ( case management )
bias ditelusuri ke awal tahun 1900-an. Pada saat itu sudah ada layanan yang
menyediakan perawatan pasien dengan mengontrol pembiayaannya. Cara yang
dilakukannya dengan mengkoordinasikan layanan – layanan kesehatan yang
terdapat di lembaga-lembaga kesehatan public. Keberadaan layananan ini makin
dibutuhkan ketika tahun 1920-an muncul pengelolaan pasien-pasien penyakit
kronis yang dirawat ditempat perawatan mental dan ditempat-tempat pekerja
social. Kebutuhannya maskin meningkat ketika di tahun 1930 an, perawat-perawat
yang dipanggil ke rumah-rumah untuk merawat pasien makin jamak dilakukan.
Perawat- perawat ini bereperan sebagai case manager, yang mengkoordinasi
layanan yang dibutuhkan pasien.
Pemerintah AS kemudian meluncurkan program social security Act(
undang – undang jaminan social )pada tahun 1932. Lahirnya undang-undang ini
menelurkan sebagai program bantuan kemanusiaan yang terpragmentasi menajdi
berbagai macam program jaminan social ibu, program kesehatan anak, dan
sebagainya. Jenis layanannya makin berragam pada tahun 1960-an, diantaranya
1
meliputi program pengobatan, kesejahteraan, kesehatan mental, hingga
perencanaan keharmonisan. Lalu bermunculanlah agen-agen layanan social yang
menawarkan satu, dua, atau lebih layanan perawatan itu.
Akan tetapi, karena sistemnya terkotak – kotak hal itu menimbulkan
ketidakefisianan dalam pengelolaannya. Kondisi tersebut mendapat banyak kritik
dari masyarakat di zaman presiden JF Kennedy lahirlah upaya untuk
mengintegrasikan berbagai macam layananan social. Program inilah yang menjadi
cika-bakal case management. Melalui layananan yang terintegrasi twersebut maka
berbagai program kemanusiaan terkoordinasi kedalam system layanan social.
Pada tahun 1972, case management masuk dalam legislasi federal.
Bahan pembelajaran yang menarik adalah dalam menangani kaum
disabilitas. Penderita gangguan mental, salah satu bentuk disabilitas, pada tahun
1970-an banyak ditangani komunitas-komunitas dengan dukungan layanan yang
kurang memadai. Kemudian National Institute Of Mental Health mengusulakan
agar untuk menangani kaum disabilitas digunakan jaringan layanan yang
komprehensif berbasis komunitas. Komunitas inilah yang mengkoordinasikan
berbagai sumber daya yang diperlukan untuk penanganan pasien gangguan mental
tersebut dalam system yang disebut case management, sebagai coordinator di tiap
case management ditunjuklah seorang case manager.
Makin meningkatnya biaya oenanganan dan makin banyaknya jenios
layanan yang harus diterima oleh pasien dalam program perawatan jangka
panjang ( terus- menerus), menjadikan case management berperan penting dalam
upaya menenkan biaya penangananya. Hal ini juga tampak dalam penanganan
kaum manula. Kaum manula adalah pengguna terbesar dana kesehatan nasional.
Sekitar 80% manula menderitra penyakit kronis. Karena dana terbatas, sejumlah
negara bagian di AS melakukan terobosan dengan mengembangkan program
penanganan manula lewat komunitas dan mendorong sebisa mungkin para manula
bias dirawat di rumah-rumah. Case management menjadi bagian penting
didalamnya.
Karena keberhasilan case management itu, system ini kemudian diadopsi
untuk layanan kesehatatan seluruh lapisan masyarakat 9 tak hanya untuk manula
dan disabilitas). Fungsinya adalah untuk menjamin pasien mendapatkan layanan
2
kesehatan yang terkoordinasi, efektif, dan dengan cara yang efisien. Kemudian
admnistrasi pembiayan kesehatan ( Health care financing administration ) juga
mengadopsi system yang sama untuk mendorong dokter mengontrol dan
menekan pembiayaan pengobatan. Dokter utama berperan sebagai case manger
dalam program tersebut dan bertanggung jawab atas layanan kesehatan utama,
juga mengkoordinasi ketersediaan layanan yang dibutuhklan termasuk perawatan
khusus dan kenyamananya.
Di Indonesia sistem ini mulai dikenal setidaknya tahun 2012. Saat itu
komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) melalui standar akrediatsi rumah sakit
mendorong perkembangan pelayanan case management dan menggunkan istilah
Manager Pelayanan Pasien (MPP) untuk case manager yang jadi koordinatornya.
Meskipun system case management lebih bisa dipahami, tetapi keberadaan
case manager masih sulit dimengerti dan karenanya terjadi banyak salah
pengertian. Case manager tidak hanya bagaimana mencari solusi bagi penggunaan
biaya atau bagaimana memanfaatkan sumber daya pelayanan dengan sebaik-
baiknya tetapi juga bagaimana mengupayakan agar nilai dari manfaat layanan
dapat dirasakan pasien dan keluarganya.
Pemberian pelayanan kesehatan selalu memperhatikan mutu keselamatan,
dan biaya baik oleh pemberi pelayanan, pembayar, ( asuransi), apalagi pasien
sebagai pengguna. Berbagai strategi dikembangkan untuk mengoptimalkan hal
tersebut apalagi pada era J aminan Kesehatan Nasional.
Rumah sakit sebagai pemberi pelayanan mempunyai tatanan dan system
yang cukup kompleks, dengan pemangku kepentingan utama yang meliputi
pengelola, pemilik, pemabayar dan tim professional pemberi asuhan, pasdien dan
keluarganya, dan komunitas/ lingkungan dirumash sakit. Berbagai strategi telah
dikembangkan dan diperdebatkan sebagai upaya reformasi pelayanan kesehatan
dirumah sakit. Case management merupakan suatu intervensi yang penting dan
komprehensif dalam rangka peningkatyan mutu dan keselamatan asuhan pasien,
kendali biaya, pelayanan berfokus pada pasien ( Patiens Centered Care), asuhan
pasien terintegrasi, kontinuitas pelayanan, kepatuhan pasien serta kepuasaan
paasien.
3
1.2 TUJUAN
Tujuan Manajer Pelayanan Pasien (MPP) adalah untuk melibatkan pasien
dalam asuhan yang dialaminya. Bilamana pasien merasa menjadi bagian
dalam keputusan pengobatan dan rencana asuhan, maka mereka akan
memperoleh manfaat. Hal yang sama juga berlaku bagi keluarganya. Bila
keluarga yang mempunyai relasi erat, suatu kemitraan dengan rumah sakit
yang melayani orang yang mereka kasihi, mereka akan kurang merasa
khawatir tentang logistik dan akan lebih banyak fokus terhadap kesehatan
pasien.
4
4. Memberikan edukasi dan advokasi kepada pasien dan keluarganya atau
pemberi asuhan untuk memaksimalkan kemampuan pasien dan
keluarganya dalam pengambilan keputusan terkait pelayanan yang
diterimanya. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya atau
pemberi asuhan PPA, terkait alternative pelayanan , sumber daya
dikomunitas/lingkungan rumahnya, manffat asuransi,aspek psiko-sosi-
kultural sehingga keputusan tepat waktu dengan dasar informasi lengkap.
5. Memberikan advokasi sehingga meningkatkan kemampuan pasien dan
keluarga mengatasi masalah dengan mencari opsi pelayanan yang tersedia,
rencana pengambilan alternative sesuai kebutuhan, agar dicapai hasil
asuhan yang diharapkan.
6. Mendorong pemberian pelayanan yang memadai untuk kendali mutu dan
biaya basis kasus perkasus
7. Mwembantu pasien dalam proses transisi pelayanan yang aman ketingkat
pelayanan berikutnya yang memadai.
8. Berusaha meningkatkan kemandirian advokasi dan kemandirian
pengambilan keputusan pasien.
9. Memberikan advokasi kepada pasien dan pembayar untuk memfasilitasi
hasil yang positif bagi pasien, bagi PPA, dan bagi para pembayar. Namun
bila ada perbedaan kepentingan maka kebutuhan pasien lebih menjadi
prioritas.
5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
2.2 DINAS
Jam dinas:
1. Dinas Pagi : 07.30-15.30
6
BAB III
3.1 Fasilitas.
a. Komputer
b. Printer
c. Meja
d. Kursi
7
BAB IV
8
Kasus yang diidentifikasi rencana pemulangannya
penting/berisiko atau yang memebutuhkan kontinuitas
pelayanan
2. asesment untuk Manajement Pelayanan Pasien
komponen asemen, namun tidak terbatas, pada :
Fisik, fungsional, kognitif, kekuatan / kemampuasn
kemandirian
Riwayat kesehatan
Perilaku psiko-spiritual-sosio-kultural
Kesehatan mental dan kognitif
Lingkungan dan tempat tinggal
Tersedianya dukungan keluarga, kemampuaan merawat
dari pemberi asuhan
Finansial
Status asuransi
Riwayat penggunaan obat alternatif
Riwayat trauma, kekrasan
Pemahaman tentang kesehatan (healthy literacy)
Harapan terhadap hasil asuhan, kemampuan untuk
menerima perubahan
Discharge plan
Perencanaan lanjutan
Aspek legal
Data asement diperolah melalui , antara lain :
Wawancara pasien, keluarga, pemeberi asuhan
Asesmen awal saat admisi rawat inap asemen secara
intermiten ”ongoing” selama di rawat
Komunikasi dengan dokter, PPA lainnya
Rekam medis
Data klaim asuransi
3. Identifikasi Masalah dan Kesempatan
9
Lakukan kegiatan identifikasi masalah dan kesempatan antara lain :
Tingkat asuhan yang tidak sesuai panduan norma yang
digunakan
Over/under utilization pelayanan dengan dasar panduan
norma yang digunakan
Ketidakpatuhan pasien
Edukasi kurang memadai atau pemahamannya yang belum
memadai tentang penyakit kondisi terkini, daftar obat
Kurangnya dukungan keluarga
Penurunan determinasi pasien ( ketika tingkat keparahan /
komplikasi meningkat)
Kendala keuangan ketika keparahan / komplikasi
meningkat
Pemulangan/ rujukan yang belum memenuhi kriteria, atau
sebaliknya, pemulangan / rujukan yang ditunda
4. Perencanaan Manajemen Pelayanan Pasien
MPP harus segera mengidentifikasi kebuituhan jangka pendek,
jangka panjanag, maupun kebutuhan berjalan ongoing, sehingga
dapat menyusun strategi dan sasaran manajemen pelayanan apsien
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk itu :
Pahami dan pastikan diagnosis pasien, prognosis kebutuhan
asuhan, sasaran hasil asuhan
Validasi sasaran terukur dan indikator dalam kerangka
waktu yang spesifik, anatara lain dalam akses kepelyanan ,
asuhan dengan bviaya efektif, mutu asuhan
Tentukan/ rencanakan pemebrian informasi kepada pasien
dan keluarga untuk pengambilan keputusan
Tentukan/rencanaklan juga partisipasi pasien dan kjeluarga
dalam asuhan, termasuk persetujuan akan kemungkinan
perubahan rencana
Siapkan fasilitas untuk mrngatasi masalah dan konflik
10
Perhatikan harapan pembayar, frekuensi komunikasi
reevaluasi perkembangan pasien, revisi sasaran jangka
pendek dan atau panjang
5. Monitoring
MPP malakukan untuk menilai respons pasien terhadap
pemebrian/pelaksanaan rencana asuhan
Mencatat perjalanan/ perkembangan kolaborasi dengan
pasien, keluarga, pemberi asuhan, tim PPA, dan pemangku
kepentingan lain yang terkait, sehingga dapat dinilai
respons pasien terhadap intervensi yang diberikan
Verifikasi kelangsungan pelaksanaan rencana asuhan yang
memadai, dipahami dan diterima pasien serta keluarga
Pahami dan sadari akan kebutuhan revisi rencana asuhan,
termasuk preferensi perubahan, transisi pelayanan , kendala
pelayanan
Lakukan kolaborasi dalam rangka perubahan rencana dan
pelksanaanya
6. Fasilitasi, Koordinasi, Komuniukasi, dan Kolaborasi
MPP perlu memfasilitasi , koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi
antara pasien denagan pemangku kepentingan lainnya untuk
mencapai sasaran dan memaksimalakan hasil postif asuhan pasien
Pastikan peran MPP sesuai kebijakan yang ada dan memdai
baik terhadap pelayanan pasien maupun terhadap
pemangku kepentingan lain dalam rumah sakit
Kembangkan dan pelihara secara proaktif pelayanan
berfokus pada pasien membantu asuhan terintegrasi oleh
PPA
Transisi pelayanan yangt memadai sesuai kebutuhan pasien
Jaga privasi pasien dalam kolaborasi
Gunakan mediasi dan negosiasi untuk meningkatkan
komunikasi , koordinasi, dan kolaborasi, termasuk
mengatasi oerbedaan pandangan
11
Koordinasikan juga rencana pemulangan pasien dengan
pelayanan pasca rawat
7. Advokasi
MPP memberikan advikasi pada pelaksanaan manfaat administrasi,
pengambilan keputusan, untuk itu :
MPP menyampaikan, mendikusikan dengan PPA dan staf
lain tentang kebutuhan pasien, kemampuannya dan sasaran
pasien
Memfasilitasi akses ke palyanan sesuai kebutuhan pasien
melalui koordinasi dengan PPA atau pemangku
kepentingan terkait
Meningkatkan kemandirian menentukan pilihandan
pengambilan keputusan
Menegenali, mencegah dan menghindari disparitas untuk
mengakses mutu dan hasil pelayanan terkait dengan ras,
etnik, agama, gender , latar belakang budaya, status
pernikahaan, umur, pandanagan polo\itik, disabilitas fisik-
mental-kognitif
Melakukan advokasi untuk pemenuhan kebutuhan
pelayanan yang berkembang/ bertambah karena perubahan
kondisi
8. Hasil layanan
MPP perlu memaksimalakn kesehatan, welness pasien, safety,
adaptasi terhadap perubahan self-care, kepuasan dan efisiensi biaya
Lakukan pendokumentasian pencapaian sasaran
Catat keberhasilan, kualitas kendala biaya efektif dari
intervensi MPP dalam mencapai sasaran asuhan pasien
Nilai dan buat laporan tentang dampak pelaksanaan rencana
asuhan pasien
Catat utilitasi sesuai panduan / norma yang digunakan
Catat kepuasan pasien, keluarga dengan manjemen
polayanan pasien
12
9. Terminasi Mmanajemen Pelayana Pasien
MPP mengakhiri pelaksanaan maanjemen pelayanan pasien sesuai
dengan regulasi rumah sakit yang berlaku
Identifikasi alasan pengakhiran pelaksanaan manjemen
pelaksanaan manajemen pelayanan pasien antara lain : telah
tercapainya sasaran manajemen paelayanan pasien, telah
terlaksananya transisi ke fasilitas pelayanan lain, pasien
menolak manajemen pelayanan apsien
Tercapai persetujuan pengakhgiran pelaksanaan manjemen
pelayanan pasien dengan pasien maupun pemangku
kepentingan lain
Dokumentasikan proses pengakhiran tersebut
13
BAB V
LOGISTIK
No Persediaan barang
1 Bulpoin
2 Buku besar
3 Buku tulis
4 Penggaris
5 Meja kantor
6 Pensil
7 Penghapus
8 Steples
9 Isi staples
10 Stipo
No Persediaan barang
1 Buku Harian
2 Buku Register
No Persediaan barang
1 Tempat sampah
2 Kursi
14
BAB IX
PENUTUP
15
16
17