Anda di halaman 1dari 8

Teori Belajar Behavioristik Teori Belajar Kognitivistik

o Proses belajar hanya sebagai stimulus- o Model belajar perseptual


respon
o Bersifat Molekular (menekankan unsur- o Bersifat Molar (menekankan keseluruhan
unsur) yang terpadu

o Mementingkan pengaruh lingkungan o Mementingkan apa yang ada dalam diri

o Proses belajar yang didasarkan “trial and o Proses belajar yang didasarkan “insight”
error”
o Mengutamakan peranan reaksi o Mengutamakan fungsi kognitif
o Dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu o Tergantung pada kondisi saat ini
o Mementingkan pembentukan kebiasaan o Mementingkan terbentuknya struktur
kognitif
o Hasil belajar terbentuk secara mekanis o Terjadi keseimbangan dalam diri

Tokoh-tokoh penganut Teori belajar behavioristik dan kognitivistik

Teori Belajar Behavioristik Teori Belajar Kognitivistik


o Koneksionisme Tokohnya Throndike o Jarome Bruner
o Classical Conditioning Tokohnya Pavlop o David Ausubel
o Operant Conditioning dikembangkan oleh o Robert M Gagne
Skinner o Teori Gestalt Tokohnya Kofka, Kohler dan
o Systematic behavior dikembangkan oleh Wertheimer
Hull o Teori Medan (Filed Theory) Tokohnya
o Contiguous Conditioning dikembangkan Lewin
oleh Guthrie o Teori Organismik dikembangkan oleh
Wheeler
o Teori humanistik tokohnya Maslow dan
Rogers
o Teori Kontrustivistik Tokohnya Jean Piaget

Tokoh-tokoh penganut teori belajar behavioristik dan teori belajar kognitif yang
menyampaikan teori pembelajaran matematika diantaranya :
1. Robert Mills Gagne (1916-2002)
Sebagai tokoh-tokoh dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa
belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar
pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu seseorang
meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial.
Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukn apa yang akan dipelajari oleh
seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa nantinya. Hasil belajar
akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan,
perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut
bersifat menetap meskipun hanya sementara.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, stimulus-
stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagi akibat dari stimulus.
Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar,
sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta
aplikasi dalam pembelajaran.

2. William Brownell
Teori belajar william brownell didasarkan pada keyakinan bahwa anak-anak
pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau
terus-menerus untuk waktu yang lama. Salah satu cara bagi anak-anak untuk
mengembangkan pemahaman tentang matematika adalah dengan menggunakan benda-
benda tertentu ketika mereka mempeljari konsep matematika. Sebagai contoh, pada
saat anak-anak baru pertama kali diperkenalkan dengan konsep membilang mereka
akan lebih mudah memahami konsep itu jika mereka menggunakan benda kongkret
yang mereka kenal, seperti mangga, kelereng, bola atau sedotan. Dengan kata lain
teori belajar William Brownell ini mendukung penggunaan benda-benda kongkret
untuk memanipulasikan sehingga anak-anak dapat memahami makna dari konsep dan
keterampilan baru yang mereka pelajari. Teori belajar William Brownell ini dikenal
dengan nama Meaning Theory

Persamaan teori belajar behavioristik dengngan teori belajar kognitif adalah sama -sama pendekatan
yang digunakan untuk membentuk perilaku dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

Persamaan antara aliran behavioristik dan aliran kognititivistik adalah keduanya berupaya
membelajarkan siswa agar terjadi perubahan menuju arah yang lebih baik. Keduanya sama-sama
melalui proses, baik proses menuju perubahan tingkah laku dan proses belajar berdasarkan
pengalaman individu secara aktif

Tokoh-tokoh kognitivistik yang menyampaikan teori pembelajaran matematika

1. Teori Bruner
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-
konsep dan struktur – struktur matematika itu, (dalam Hudoyo, 1990:48) Dalam setiap
kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi (contextual problem). dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan
pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seprti
komputer, alat peraga atau media lainnya. Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam
proses belajar anak baiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang
dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep
matematika. Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaimana
keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya.

2. Teori Ausubel
Ausubel terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Ausubel (Isjoni, 2011:35) mengemukan
“Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” (meaning full). Pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang”. David P. Ausubel (Ruseffendi, E.T., 2006:172) membedakan
dua jenis belajar yaitu belajar menerima dengan belajar menemukan. pada belajar menerima
bentuk akhir dari yang diajarkan itu diberikan, sedangkan pada belajar menemukan bentuk akhir
harus dicari peserta didik. selain itu Ausubel juga membedakan antara belajar menghafal dengan
bermakna. pada belajar menghafal, siswa menghafal materi yang sudah diperolehnya tetapi pada
belajar bermakna, materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih bisa dimengerti.

3. Teori Gagne
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase
belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki belajar. Dalam penelitiannya ia banyak menggunakan
materi matematika sebagai medium untuk mengujipenerapan teorinya (Depdiknas, 2005:13).
Teori yang diperkenalkan Robert M.Gagne pada tahun 1960-an pembelajaran harus dikondisikan
untuk memunculkan respons yang diharapkan.Menurut Gagne (dalam Ismail 1998), belajar
matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung.

Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas :


a. Fakta-fakta matematika
b. Ketrampilan-ketrampilan matematika
c. Konsep-konsep matematika
d. Prinsip-prinsip matematika

Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah :

a. Kemampuan berfikir logis


b. Kemampuan memecahkan masalah
c. Sikap positif terhadap matematika
d. Ketekunan
e. Ketelitian

4. Teori Jean Piaget


Teori belajar Piaget terkenal dengan teori perkembangan mental manusia, yang dimaksud “Mental
pada teorinya adalah intelektual atau kognitifnya. Teorinya disebut teori belajar sebab berkenaan
dengan kesiapan anak untuk mampu belajar. Piaget (Slavin, Robert E., 2009:37) mengemukakan
“Pengetahuan tentang perangkat sosial bahasa, nilai-nilai, peraturan, moralitas dan sistem simbol
(seperti membaca dan matematika) hanya dapat dipelajari dalam interaksi dengan orang lain”

Sumber: http://dedi26.blogspot.com/2013/05/teori-belajar-matematika.html
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK;
KONSEP DAN APLIKASI
30/04/2014 AFID BURHANUDDIN 3 KOMENTAR

Dalam proses pembelajaran diperlukan adanya kesinambungan antar pelaku pembelajaran. Hal
ini bertujuan untuk menjalankan hakekat belajar dan tujuan pembelajaran sebagaimana
mestinya agar tercipta hasil yang diharapkan. Kadang hal-hal tersebut tidak sesuai dengan apa
yang kita harapkan sehingga di perlukan cara yang tepat agar tercipta kondisi pembelajaran yang
sesuai dengan tujuan dan hakekat pembelajaran. Dalam hal ini teori pembelajaran juga sangat
membantu mengoptimalkan proses pembelajaran. Teori tersebut di susun sedemikian
rupa untuk memudahkan proses pembelajaran dan di harapkan memberi andil dalam proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Dalam proses pembelajaran manusia memiliki beberapa sifat maupun kemampuan otak yang
berbeda-beda. Sehingga membuat kondisi belajar dan pembelajaran juga harus berbeda-beda.
Namun pada kenyataannya pada saat ini kondisi tersebut tidak terjadi pada proses pembelajaran
peserta didik, yang ada kondisi pendidikan atau pembelajaraan saat ini yaitu, tidak sejalan
dengan hakekat belajar atau peserta didik yang belajar, landasan teoritiknya atau konseptualnya
tidak akurat, membentuk perilaku yang sama (keseragaman), agar peserta didik tertib, teratur,
taat, dan pasti. Akibatnya bagi peserta didik yaitu, tidak menghargai perbedaan, sangat
menghargai kesamaan, perilaku berbeda adalah salah dan dihukum.

Dalam kondisi tersebut maka dibutuhkan teori atau cara untuk membantu proses belajar dan
pembelajaran maupun proses perkembangan pada peserta didik. Terdapat beberapa teori belajar
diantaranya :

a. Teori Behavioristik.

b. Teori humanistik.

c. Teori Kognitif.

d. Teori Konstruktivistik.

e. Teori Pemrosesan Informasi.

f. Teori Kecerdasan Ganda.

g. Teori Kerja Otak (Neuroscience)

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Teori Behavioristik

Teori behavioristik merupakan salah satu dari teori belajar. Dari asal
katanya behaviour memiliki arti “tingkah laku”. Dengan kata lain manusia belajar dipengaruhi
oleh kejadian – kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman –
pengalaman belajar. Belajar sendiri memiliki pengertian sebagai proses tingkah laku yang terjadi
karena adanya stimulasi dan respons yang dapat diamati. Seseorang telah dianggap belajar
apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori behavioristik ini
manipulasi lingkungan sangat penting agar dapat diperoleh perubahan tingkah laku yang
diharapkan.
a. Konsep Teori Behavioristik

1. Menurut Ivan Pavlov

Pavlov mengemukakan sebuah teori belajar yang yang menggunakan media berupa neutral
stimulus (rangsangan) agar mendapat respon yang sama seperti pada saat unresponse
conditioning (respon yang didapat tanpa menggunakan media apapun atau terjadi secara alami).

Dalam penelitiannya, Pavlov mencoba memberikan stimulus atau rangsangan pada sebuah
pembelajaran baru dan mengamati responnya. Ia melakukan eksperimen terhadap anjing dengan
memberikan dua stimulus yang bebeda dan mengamati respon yang terjadi. Stimulus pertama
yang diberikan adalah daging. Walaupun tanpa latihan atau dikondisikan sebelumnya, anjing
pasti akan mengeluarkan air liur jika dihadapkan dengan daging. Respon tersebut dinamakan
sebagai respon yang tidak dikondisikan (unresponse conditioning). Stimulus yang kedua berupa
bel. Dalam hal ini bel tidak dapat serta merta memberikan respon yang disebut juga dengan
stimulus netral (neutral stimulus).
Dari kedua eksperimen tersebut, menurut Pavlov jika stimulus netral (bel) dipasangkan dengan
daging (stimulus yang tidak terkondisikan) dan dilakukan secara berulang – ulang, maka
stimulus netral akan berubah menjadi stimulus yang terkondisikan dan memiliki kekuatan yang
sama untuk mengarahkan respons anjing seperti ketika ia melihat daging.

Dengan melihat eksperimen tersebut dapat kita wujudkan dalam proses pembelajaran dangan
memberikan stimulus yang dilakukan secara berulang untuk hal – hal yang baru agar
mendapatkan respons yang sama seperti hal – hal yang telah diketahui sebelumnya. Teori belajar
ini disebut dengan “Teori Belajar Kondisioning Klasik (clasical conditioning) yang berarti
perilaku manusia telah diarahkan oleh sebuah rangsangan.

Beberapa penerapan prinsip kondisioning klasik dalam kelas:

a. Memberikan suasana yang menyanangkan ketika memberikan tugas – tugas belajar.

b. Membantu siswa mengatasi situasi – situasi yang mencemaskan atau menekan.

c. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi – situasi
sehingga dapat menggeneralisasikannya secara tepat.

2. Menurut Edward Lee Throndike

Throndike menyatakan bahwa perilaku belajar manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di
limgkungan sehingga menimbulkan respons secara refleks. Stimulus yang terjadi setelah sebuah
perilaku terjadi akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Dia juga telah mengembangkan
hukum law effect yang menyatakan bahwa jika sebuah tindakan yang memuaskan dalam
lingkungan, maka kemungkinan tindakan itu akan diulang kembali akan semakin meningkat,
begitupun sebaliknya. Dengan kata lain, konsekuen – konsekuen dari perilaku seseorang akan
memainkan peran penting bagi terjadinya perilaku – perilaku yang akan datang.

3. Menurut Burrus Frederic Skinner

Teori Skinner tak jauh berbeda dengan yang di kemukakan oleh Throndike bahwa ada
hubungam antara perilaku dan konsekuen – konsekuen yang mengikutinya. Misalnya, jika
perilaku seseorang menghasilkan konsekuen yang menyenangkan, maka ia akan melakukan
perilaku tersebut lebih sering lagi. Menggunakan konsekuen yang menyenangkan atau tidak
untuk mengubah perilaku sering disebut operant conditioning.

b. Ciri – Ciri Teori Behavioristik

Untuk mempermudah mengenal teori behavioristik dapat di pergunakan ciri – ciri sebagai
berikut :

1. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)

2. Mementingkan bagian – bagian (elentaristis)

3. Mementingkan peranan reaksi (respon)

4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar

5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu

6. Mementingkan pembentukan kebiasaan

7. Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal” atau trial and error.

c. Prinsip – Prinsip Dasar Teori Behavioristik

Prinsip – prinsip teori behavioristik yang banyak diterapkan dalam dunia pendidikan meliputi :

1. Menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku.

2. Menggunakan prinsip penguatan, yaitu untuk mengidentifikasi aspek paling diperlukan


dalam pembelajaran dan untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik dapat mencapai
peningkatan yang diharapkan.
3. Mengidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian tujuan
pembelajaran.

4. Lebih menekankan pada hasil belajar daripada proses pembelajaran

d. Kritik terhadap Teori Behavioristik

1. Tidak dapat menjelaskan situasi belajaryang kompleks.

2. Asumsi bahwa semua hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang dapat diamati,
dianggap menyederhanankan masalah belajar yang sesungguhnya.

3. Tidak semua hasil belajar dapat diamati.

4. Cenderung mengarahkan peserta didik berpikir linier, tidak konvergen, dan tidak kreatif.

II.2 Pentingnya Teori Behavioristik

Pentingnya para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program – program


pembelajaran memahami teori belajar behavioristik mempunyai alasan sebagai berikut :

a. Teori belajar ini membantu para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program
– program pembelajaran untuk memahami proses belajar yang terjadi di dalam diri peserta didik.

b. Dengan kondisi ini para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program –
program pembelajaran dapat mengerti kondisi – kondisi dan faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi, memperlancar, atau menghambat proses belajar.

c. Memungkinkan untuk melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang dapat
diharapkan suatu aktivitas belajar (Lindgren, Toeti Sukamto, 1992: 14)

Teori ini telah memberikan banyak konstribusi bagi pengembangan teori belajar selanjutnya.
Bahkan telah banyak diyakini oleh para ahli pendidikan, sekolah, bahkan diluar sekolah.

II.3 Aplikasi – Aplikasi Teori Behavioristik

Adapun aplikasi dalam pembelajaran berdasarkan teori behavioristik, dalam merancang kegiatan
pembelajaran, adalah :

1. Menentukan tujuan pembelajaran.


2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasikan
pengetahuan awal peserta didik.

3. Menentukan materi pembelajaran.

4. Memecah materi pembelajaran menjadi bagian – bagian kecil, meliouti pokok bahasan,
subpokok bahasan topik dan sebagainya.

5. Menyajikan materi pembelajaran.

6. Memberikan stimulus.

7. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan peserta didik.

8. Memberikan penguatan baik yang positif maupun negatif, atau hukuman.

9. Memberikan stimulasi baru.

10. Mengamati dan mangkaji respons yang diberikan pesrta didik.

11. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman.

12. Demikian seterusnya.

13. Evaluasi hasil belajar (Suciati & Irawan, 2001: 31-32).

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Behavioristik memiliki arti sebagai tingkah laku. Menurut pandangan teori behavioristik,
pembelajaran merupakan penguasaan respons dari lingkungan yang dikondisikan. Pembelajaran
dicapai melalui respons yang berulang – ulang dan pemberian penguatan. Peserta didik
mempelajari pola yang terbentuk secara perlahan – lahan dari respons tersebut. Beberapa tokoh
penting pada perkembangan teori behavioristik ialah Pavlov(1849-1936), Thorndike (1874-
1949), Watson (1878-1958), dan Skinner (1904-1990). Teori Behevioristik sangat penting bagi
peserta didik karena teori ini telah memberikan banyak konstribusi bagi pengembangan teori
belajar dan pembelajaran peserta didik baik di sekolah maupun luar sekolah. Aplikasi teori
Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti : tujuan
pembelajaran, sifat materi belajar, ka

Anda mungkin juga menyukai