KONSEP ORGANISASI
1. Pengertian Organisasi
Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok satu sama
lain, dan ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau
wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana,
terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material,
mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan
secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. (Keith, 1997)
Organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan sumber daya dalam suatu kegiatan kerja,
di mana tiap-tiap kegiatan tersebut telah disusun secara sistematika untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. (Dessler, 1985 citasi Tangkilisan, 2007) Pada organisasi tersebut
masing-masing personel yang terlibat diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang
dikoordinasi untuk mencapai tujuan organisasi, di mana tujuan organisasi tersebut dirumuskan
secara musyawarah sebagai tujuan bersama yang diwujudkan secara bersama-sama.
(Tangkilisan, 2007).
Sementara itu, batasan mengenai organisasi adalah sebagai berikut: “... an organization is
nothing more than a collection of people gropus togethers around a technology which is
operated to transform inputs from its environmental into marketable goods or services.”
(organisasi tidak lebih dari sekelompok orang yang berkumpul bersama di sekitar suatu
teknologi yang dipergunakan untuk mengubah masukan-masukan dari lingkungannya menjadi
barang atau jasa-jasa yang dapat dipasarkan). (Miles, 1775 citasi Tangkilisan, 2007)
Butir-butir penting yang dapat dirumuskan dari definisi organsisasi adalah: (Darmono,
2007).
a. Adanya kelompok orang yang bekerja sama.
b. Adanya tujuan tertentu yang akan dicapai.
c. Adanya pekerjaan yang akan dikerjakan.
d. Adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan.
e. Adanya wewenang dan tanggung jawab.
f. Adanya pendelegasian wewenang.
g. Adanya hubungan satu sama lain.
1
h. Adanya penempatan orang yang akan melakukan pekerjaan.
i. Adanya tata tertib yang harus ditaati.
Karena organisasi merupakan kumpulan manusia yang secara sadar ingin mencapai
tujuan bersama, maka organisasi bersifat dinamis dan berkembang. Jika organisasi tidak
berkembang, maka lama kelamaan organisasi tersebut akan mati dan tidak menunjukkan
aktivitasnya sama sekali. (Darmono, 2007)
Organisasi dapat dilihat atau ditinjau dari beberapa sudut pandangan, antara lain:
a. Organisasi sebagai wadah
Organisasi adalah suatu wahana kegiatan yang mencerminkan bahwa organisasi
merupakan tempat beraktivitas saja, yakni kegiatan administrasi dan manajemen.
Pengertian ini merupakan organisasi yang bersifat “statis” karena hanya melihat strukturnya
saja. Organisasi sebagai wadah yang sifatnya statis karena setiap orang dalam wadah itu
harus jelas tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya, serta hubungan dan tata kerjanya.
(Handayaningrat, 1991 citasi Tangkilisan, 2007)
Oleh karena itu, dalam organisasi yang dipandang sebagai wadah aktivitas, pola
struktur harus berdasarkan landasan yang kuat serta pemikiran yang benar-benar
berorientasi pada masa depan. Hal ini sangat perlu dilakukan untuk mengantisipasi
terjadinya perubahan di masa datang, misalnya perubahan tujuan, perubahan aktivitas yang
menuntut adanya perubahan yang mendasar, dan strukturya tidak harus berubah.
(Tangkilisan, 2007)
b. Organisasi sebagai suatu proses pembagian kerja
Organisasi sebagai suatu proses pembagian kerja melihat bahwa ada unsur-unsur yang
saling berhubungan, yakni sekelompok orang atau individu, ada kerja sama, dan ada tujuan
tertentu yang telah ditetapkan. Interaksi dalam organisasi akan terjadi antara individu
dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Hubungan
ini terjadi karena sudah ada pembagian yang jelas dalam suatu sistem. Kerja sama dalam
suatu sistem yang teratur ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati
bersama. (Tangkilisan, 2007)
Sebagai proses, organisasi menyoroti interaksi antara orang-orang di dalamnya.
Interaksi ini dapat menimbulkan hubungan formal dan informal sehingga tercipta organisasi
formal dan organisasi informal. Hubungan formal antara orang-orang dalam organisasi
telah diatur dalam dasar hukum rincian susunan organisasi serta hubungan hierarkis dan
2
biasanya tergambar dalam bagan struktur organisasi. Hubungan informal tidak diatur dan
tidak terlibat dalam struktur organisasi. (Darmono, 2007)
Allen (1958) mengemukakan perlunya pembagian kerja sebagai berikut: “We can
define organization as the process of denifying and grouping the work to be performed,
defining and delegating responsibility and authority, and establishing relationships for the
purposes of enabling people to work most effectively together in accomplishing
objectives.”(Kami dapat merumuskan organisasi sebagai proses menetapkan dan
mengelompokkan pekerjaan yang akan dilakukan, merumuskan dan melimpahkan
tanggungjawab dan wewenang, serta menjalin hubungan-hubungan agar orang-orang dapat
bekerjasama secara paling efektif dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi). (Tangkilisan,
2007)
c. Organisasi sebagai suatu alat dalam mencapai tujuan
Manusia mendirikan suatu organisasi karena adanya beberapa tujuan dari individu,
yang hanya akan tercapai lewat tindakan yang harus dilakukan dengan
kesepakatan-kesepakatan atau persetujuan bersama. Untuk melaksanakan kesepakatan
tersebut, maka cara kerja sama akan dapat meringankan, mengefektifkan, mengefisienkan
dan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang hendak dicapai bersama. (Tangkilisan, 2007)
Dalam kaitannya dengan tujuan, organisasi itu mengejar tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran yang dapat dicapai secara lebih efisisen dan lebih efektif dengan tindakan
yang dilakukan bersama-sama. Organisasi merupakan suatu alat dalam mencapai tujuan dan
sangat diperlukan oleh masyarakat baik dalam bidang profit maupun jasa (pelayanan).
Tujuan organisasi akan tercapai bilamana tiap-tiap individu yang ada dalam organisasi sadar
akan tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya sehingga pada akhirnya tujuan organisasi
tercapai. (Menurut Gibson et al, 1993 citasi Tangkilisan, 2007)
Organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang
berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi
dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan
mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.
(Lubis dan Huseini, 1987) Organisasi adalah suatu sistem dari aktivitas-aktivitas orang yang
terkoordinasikan secara sadar, atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih.
(Chester Barnard citasi Thoha, 1992)
Selanjutnya Atmosudirjo memandang bahwa organisasi sebagai suatu jaringan dari
berbagai macam sistem yang bertalian satu sama lain, serta bekerja dan bergerak berdasarkan
3
tata-kaitan sistem-sistem tertentu. Organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
organisasi dalam arti statis (sebagai sesuatu yang tidak bergerak/diam), dan organisasi dalam
arti dinamis (organisme sebagai suatu organ yang hidup, suatu organisme yang dinamis/proses
kerjasama antara orang-orang yang tergabung dalam suatu wadah tertentu untuk mencapai
tujuan bersama seperti yang telah ditetapkan secara bersama pula. (Thoha, 1992)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi sesungguhnya
merupakan kumpulan manusia yang diintegrasikan dalam suatu wadah kerjasama untuk
menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang ditentukan.
Terdapat beberapa jenis tujuan dalam organisasi yang memberikan arah bagi
pelaksanaan kegiatan maupun pengambilan keputusan, yaitu: (Lubis dan Huseini, 1987)
a. Sasaran lingkungan, yaitu kondisi dimana suatu organisasi-organisasi lain yang terdapat
pada lingkungannya
b. Sasaran output, yaitu menunjukan bentuk dan banyaknya output yang akan dihasilkan oleh
organisasi
c. Sasaran sistem, yaitu berhubungan dengan pemeliharaan atau perawatan maintenance
organisasi sendiri
d. Sasaran produk menggambarkan karakteristik produk atau jasa yang akan diberikan kepada
konsumen, sasaran ini menentukan jumlah, mutu, jenis, corak, dan karakteristik lainnya
yang menggambarkan karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan
e. Sasaran bagian (sub unit goal) yaitu menggambarkan sasaran dari suatu bagian atau suatu
satuan unit kerja yang merupakan bagian dari unit organisasi.
2. Bentuk Organisasi
Berdasarkan tinjauan dari segi wewenang, tanggung jawab, serta hubungan kerja dalam
organisasi, dapat dikemukakan adanya 4 tipe atau bentuk organisasi, yaitu:
a. Organisasi Lini adalah bentuk organisasi dimana wewenang pimpinan langsung ditujukan
kepada bawahan. Bawahan bertanggung jawab langsung pada atasan. Bentuk organisasi
garis sering disebut pula bentuk organisasi militer. Bentuk organisasi garis cocok diterpkan
pada organisasi yang sederhana dan memiliki ciri antara lain jumlah karyawan sedikit dan
belum ada spesialisasi. (Chr.Jimmy L.Gaol, 2008)
Kebaikan:
- Kesatuan komando terjamin, karena pimpinan berada di tangan satu orang
- Pengambilan keputusan cepat, karena pimpinan berada ditangan satu orang
4
- Prinsip the right man on the right place mudah diterapkan
- Kemampuan dan sifat sifat setiap karyawan dapat diketahui
- Terdapat rasa kekeluargaan sesama karyawan dan pimpinan karena jumlah anggota
organisasi masih terbatas. (Chr.Jimmy L.Gaol, 2008)
Kelemahan :
- Maju mundurnya organisasi berada ditangan satu orang
- Kecenderungan pimpinan bertindak otoriter ukup besar karena ia sendiri mernecanakan,
memberi komandi dan mengawasi
- Kesempatan karyawan berkarier terbatas karen organisasi masih kecil. (Chr.Jimmy
L.Gaol, 2008)
6
keahlian yang dimiliknya maka ia bersifat menasihati, memberi konsultasi maupun
memberi jasa penunjang. (Chr.Jimmy L.Gaol, 2008)
d. Organisasi Fungsional dan Lini adalah bentuk organisasi dimana wewenang dari
pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian dibawahnya yang mempunyai
keahlian terttentu serta sebagian dilimpahkan kepada pejabat fungional yang koordinasinya
tetap diserahkan kepada kepala bagian. (Chr.Jimmy L.Gaol, 2008)
7
e. Organisasi proyek
Menurut aliran perilaku, semua bentuk organisasi yang telah dibicarakan di atas
tergolong ke dalam bentuk birokrasi. Bentuk birokrasi, menurut Max Weber mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut : adanya struktur, hirarki dan tugas khusus, penekanan pada
kemampuan tenaga untuk mentaati peraturan dengan ketat, dan adanya hubungan kejiwaan
yang mendalam antara orang-orang yang terlibat dalam organisasi. Beberapa kendala dalam
bentuk birokrasi adalah pertama, penetapan dan pembagian kekuasaan serta wewenang
dalam mengkordinasikan kegiatan dan hasilnya diarahkan untuk kepentingan pihak
atas/pimpinan, sedangkan kepentingan rekan dan bawahan serta hubungan kemanusiaan
agak terabaikan. kedua, sebagaimana dikemukakan oleh aliran perilaku, bentuk birokrasi
mengandung akibat sampingan yang menghambat kelancaran hubungan hirarki sehingga
proses pekerjaan dapat berjalan horisontal, diagonal, menurun, dan menaik sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi dan sesuai pula dengan bakat serta kecerdasan orang-orang
yang melakukan pekerjaan. (Dedy Kurniadi, 2012)
Bentuk organisasi proyek dimunculkan dengan maksud agar ketiga bentuk organisasi
di atas, yaitu organisasi lini, lini dan staf, serta fungsional dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi dan situasi pekerjaan sehingga efisiensi dan efektivitas kerjanya dapat ditingkatkan
dengan memperhatikan hubungan kemanusiaan. Bentuk organisasi proyek pada dasarnya
dikembangkan dari kegiatan-kegiatan organisasi. Sebagai ilustrasi, dalam organisasi sering
ditetapkan berbagai kegiatan khusus dan bertahap yang dilakukan oleh bagian-bagian atau
unit pelaksana tertentu. Kegiatan khusus dan bertahap itu ada kalanya berdiri sendiri dan
kadangicadang berkaitan pula dengan kegiatan-kegiatan lain. Suatu kegiatan khusus
kadang-kadang ditinggalkan atau ditangguhkan ada pula yang digabungkan dengan
kegiatan-kegiatan lain. Apabila pimpinan suatu organisasi menekankan terhadap
pentingnya penyelesaian suatu kegiatan khusus maka bentuk organisasi baru sangat
diperlukan. Bentuk organisasi baru itu merupakan pelengkap bagi ketiga bentuk organisasi
yang ielah dibicarakan diatas, dan dikenal dengan istilah organisasi proyek. (Dedy
Kurniadi, 2012)
Organisasi proyek biasanya mempunyai ciri : yaitu adanya tujuan khusus yang harus
dicapai, kebutuhan terhadap pentingnya organisasi khusus untuk mencapai tujuan khusus,
saling ketergantungan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lain di dalam suatu pekerjaan
yang kompleks, perilaku kritis terhadap kemungkinan keberhasilan atau kegagalan dalam
upaya mencapai tujuan, dan organisasi itu bersifat sementara sesuai dengan tenggang waktu
8
yang diperlukan. Bentuk organisasi proyek akan sangat efektif apabila bakat, kecerdasan,
dan sumber-sumber dapat diarahkan untuk mencapai tujuan khusus (proyek) di dalam
waktu yang telah ditentukan. Apabila tujuan telah tercapai maka organisasi proyek itu tidak
diperlukan lagi atau dapat dibubarkan. Pemimpin proyek membatasi tugasnya untuk
melakukan sesuatu yang harus dikerjakan dan kapan merelakannya. Sedangkan pimpinan
unit pelaksana akan menetapkan siapa yang melaksanakan pekerjaan dan bagaimana cara
mengerjakannya. Dalam organisasi proyek, tenaga pelaksana pada umumnya berasal dari
unit-unit pelaksana dan staf yang ada seperti pelatih, penilai, pengelola sarana, dan
pengembang kurikulum. Pimpinan proyek menempatkan tenaga sesuai dengan kegiatan
yang akan dilakukan. Organisasi proyek merupakan bentuk organisasi tambahan dalarn
suatu organisasi yang lebih besar. Organisasi ini mempunyai tugas untuk melaksanakan
kegiatan dalam waktu terbatas guna mencapai tujuan khusus dengan cara mendayagunakan
sumber-sumber yang berada dalam organisasi yang lebih besar. (Dedy Kurniadi, 2012)
Bentuk organisasi proyek mempunyai beberapa keunggulan. Organisasi ini memiliki
tujuan yang spesifik, terbatas, dan jelas. Waktunyapun terbatas sehingga kegiatan dapat
dilakukan secara efisien dan efektif. Karena tenaga pelaksana terdiri atas orang-orang yang
berpengalaman maka produktivitas, disiplin, dan moral kerja cenderung tinggi serta rasa
pemilikan dan tanggung jawab bersama dapat terbina dengan baik. Hubungan langsung
terjadi di antara para tenaga pelaksana karena jumlah mereka terbatas dan berasal dari
organisasi induk yang sarna. adanya hubungan kerja antar unit pelaksana dan keahlian
menyebabkan koordinasi lebih efektif. Tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan
proyek dan dievaluasi dengan segera.
Kelemahan organisasi proyek pada umumnya menyangkut aspek psikologis para
pelaksana. Rasa tidak senang biasanya timbul pada diri anggota yang tidak diikutsertakan
dalam proyek padahal keahlian atau kedudukan mereka sama dengan yang dimiliki anggota
yang dilibatkan dalam proyek. Ketegangan rohaniah dalam melaksanakan pekerjaan proyek
sering terjadi karena tujuan dan target harus dicapai dalam waktu yang terbatas. Tidaklah
mudah mengkoordinasi tenaga-tenaga pelaksana yang memiliki latar belakang yang
berbeda, lebih-lebih apabila mereka telah terbiasa bekerja pada unit-unit sebelumnya
dengan suasana kerja yang berlainan dengan organisasi proyek. Laporan proyek sering
meluas pada saat proyek itu dianggap telah berakhir. Namun organisasi proyek dapat
memberikan manfaat kepada organisasi induk dalam merealisasikan upaya pencapaian
9
tujuan-tujuan spesifik dan kegiatan yang berangkai. Hasil kerja organisasi proyek dapat
digunakan untuk mengembangkan kegiatan organisasi induk. (Dedy Kurniadi, 2012)
f. Organisasi kepanitiaan
Organisasi kepanitiaan mempunyai corak yang berlainan dari keempat bentuk
organisasi sebagaimana diuraikan di atas. Organisasi kepanitiaan dapat didirikan baik oleh
masing-masing organisasi ataupun oleh masyarakat. Tenaga pelaksana dalam organisasi
kepanitiaan disusun dalam kelompok-keiompok tertentu berdasarkan kegiatan dan tujuan
khusus yang harus dicapai. Para pelaksana biasanya disebarkan ke dalam satuan-satuan
tugas yang mempunyai kewajiban melakukan rangkaian pekerjaan tertentu untuk mencapai
tujuan khusus pada satuan tugas masing-masing. Tugas yang berkaitarn dengan
kepemimpinan biasanya dilakukan bersama-sama oleh sekelompok orang seperti para
ketua, sekretaris, dan bendahara. Para pimpinan pada umumnya mernpunyai wewenang,
hak, dan tanggung jawab yang sama. Keputusan pimpinan disusun secara bersama melalui
proses perundingan kelompok pimpinan dan dapat pula dengan mengikutsertakan semua
pihak yang terlibat dalam organisasi kepanitiaan. (Dedy Kurniadi, 2012)
Bentuk organisasi kepanitiaan memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri.
Keunggulannya ialah bahwa proses pembuatan keputusan selalu dilakukan secara bersama
sesuai dengan kebutuhan yang dianggap penting dan mendesak. Kelompok pelaksana yang
melakukan satuan pekerjaan realtif lebih mudah dibina dan diarahkan untuk mencapai
tujuan organisasi. Sedangkan kelemahan organisasi kepanitiaan adalah bahwa hubungan
kerja antara pelaksana atau antara satuan pekerjaan bersifat tidak langsung karena hubungan
kerja tersebut sering dilakukan melalui pimpinan satuan pekerjaan (pimpinan seksi). Apaila
terjadi hambatan atau kemacetan dalam kegiatan, pelaksana cenderung untuk melimpahkan
tanggungjawab kepada orang lain. Perintah dan petunjuk sering datang dari berbagai pihak
yang dapat membingungkan pelaksana. Namun organiasi kepanitiaan dpat mencerminkan
kegiatan yang lebih demokratis apabila dibandingkan dengan kegiatan dalam bentuk-bentuk
organisasi yang telah dibicarakan sebelumnya. (Dedy Kurniadi, 2012)
4. Efektifitas organisasi
Untuk mencapai efesiensi dan efektifitas organisasi diperlukan langkah-langkah
kegiatan dengan perumusan secara jelas dan tegas. Fungsi organisasi merupakan pemanfaatan
dan pengerahan segala sumber daya (pikiran, kemauan, perasaan dan tenaga) untuk
11
mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Dilihat dari langkah-langkah kegitan organisasi,
maka yang dimaksud fungsi-fungsi organisasi mencakup sumber masukan (input), proses, dan
keluaran (output) dengan melibatkan feedback sebagai kontrol. Sumber-sumber yang bernilai,
kemampuan, atau kekhususan yang diberikan setiap orang terhadap organisasi menyuguhkan
dimensi lain bagi analisis teori organisasi. Organisasi akan memperoleh keuntungan dari
meningkatnya kesamaan pelaksaan kegiatan diantara anggota organisasi dan saling
melengkapi berbagai perbedaan. (Hick and Gullet, 1975)
Efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam
usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi. Efesiensi organisasi merupakan konsep
yang bersifat terbatas dan menyangkut proses internal yang terjadi di dalam suatu organisasi.
Efesiensi menunjukan banyaknya input atau sumber daya yang diperlukan oleh organisasi
untuk menghasilkan suatu satuan output, karenanya efesiensi dapat diukur sebagai rasio input
terhadap output. (Lubis dan Huseini, 1987) Keefektivan didefinisikan sebagai sejauh mana
sebuah organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Pada sebagian organisasi, efektivitas dan
efesiensi bisa saja tidak berhubungan sama sekali. Sebuah organisasi bisa sangat efesien tetapi
tidak mampu mencapai tujuan ataupun sasaran yang dikehendakinya, misalnya karena
organisasi itu memilih untuk membuat produk yang tidak laku dipasaran. (Hick and Gullet,
1975)
Sebaliknya, suatu organisasi bisa mempunyai efektivitas yang tinggi, misalnya mampu
mencapai sasarannya, tetapi tidak efesien. Pengukuran efektivitas dilakukan dengan acuan
berbagai bagian yang berbeda dari organisasi. Organisasi mendapatkan input, berupa berbagai
macam masukan sumber daya dari lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi
dalam organisasi mengubah input menjadi output, berupa produk ataupun jasa yang kemudian
dilemparkan kembali kepada lingkungan. (Hick and Gullet, 1975)
1. Pendekatan sasaran (goal approach) dalam pengukuran efektivitas memusatkan perhatian
terhadap aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi dalam mencapai
tingkatan output yang direncanakan. Pendekatan sasaran (goal approach) dalam
pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkat
keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Sasaran yang paling penting
dalam pengukuran efektivitas adalah sasaran yang sebenarnya (operative goal) karena akan
memberikan hasil yang lebih realistis dari pada pengukuran efektivitas berdarkan sasaran
resmi (official goal), dengan memperhatikan permasalahan seperti; (a) adanya berbagai
12
output (multiple outcomes); (b) adanya subyektivitas dalam penilaian; (c) pengaruh
konstektual lingkungan.
2. Pendekatan sumber (system resource approach) mencoba mengukur efektifitas dari sisi
input dan mengukur keberhasilan organisasi dalam mendapatkan sumber-sumber yang
dibutuhkan untuk mencapai performansi yang baik. Dengan kata lain, efektivitas organisasi
dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam memanfaatkan lingkungan
untuk memperoleh berbagai jenis sumber yang bersifat langka dan nilainya tinggi (mahal).
Untuk mengukur efektivitas organisasi pendekatan sumber mempergunakan dimensi; (a)
kemampuan organisasi untuk memanfaatkan lingkungan untuk memperoleh berbagai jenis
sumber yang bersifat langka dan nilainya tinggi; (b) kemampuan para pengambil keputusan
dalam organisasi untuk menginterpretasikan sifat-sifat lingkungan secara tepat; (c)
kemampuan untuk menghasilkan output tertentu dengan menggunakan sumber-sumber
yang berhasil diperoleh; (d) kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan operasional
harian; (e) kemampuan organisasi untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan.
3. Pendekatan proses (process approach) melihat kegiatan internal organisasi dan mengukur
efektivitas melalui berbagai indikator internal seperti efesiensi dan iklim organisasi.
Pendekatan proses (internal process approach), menganggap efektivitas sebagai efesiensi
dan kondisi kesehatan organisasi internal, yaitu proses internal yang berjalan dengan lancar.
Pada penerapannya dilapangan, pengukuran efektivitas organisasi dilakukan terhadap input
sumber, transformasi sumber menjadi output, dan output yang diberikan terhadap
konsumen yang terdapat diluar organisasi.
Dari ketiga pendekatan mempunyai kelemahan sendiri-sendiri, karena itu cara yang
digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi dengan menggunakan ketiga jenis
pendekatan tersebut secara bersamaan (pendekatan gabungan), terutama jika inforasi yang
diperlukan seluruhnya tersedia. Dari kelemahan masing-masing pendekatan karena tidak
satupun pendekatan yang mampu menggambarkan performansi organisasi secara sempurna,
maka muncul pendekatan yang lebih integratif dalam pengukuran efektifitas organisasi, yaitu
(1) pendekatan constituency, yaitu pendekatan yang memusatkan perhatiannya kepada
constituency organisasi, yaitu berbagai kelompok di dalam maupun di luar organisasi, yang
mempunyai kepentingan terhadap performansi organisasi. Dengan pendekatan ini, efektivitas
organisasi diukur melalui tingkat kepuasan setiap elemen constituency terhadap organisasi; (2)
pendekatan bidang sasaran (goal domains), ini didasarkan pada aplikasi dilapangan bahwa
13
organisasi mempunyai banyak bidang kegiatan atau lebih dari satu bidang sasaran. Pendekatan
ini mengukur performansi organisasi pada setiap bidang sasaran, dengan memperhitungkan
prioritas dari setiap bidang sasaran. Kilman dan Herden menunjukan empat bidang sasaran
bagi organisasi, yaitu; efesiensi internal, efesiensi eksternal, efektifitas internal, dan efektifitas
eksternal; (3) kerangka ketergantungan (contingency), pendekatan sasaran dipengaruhi
nilai-nilai yang dianut dan preferensi para pimpinan organisasi. Karakteristik organisasi
berpengaruh terhadap bidang sasaran organisasi. (Hick and Gullet, 1975)
BAB 2
KONSEP MANAJEMEN DAN ADMINISTRASI
1. Pengertian Manajemen
14
Manajemen berasal dari bahasa latin yaitu dari asal kata “manus” yang berarti tangan
dan “agere” yang berarti melakukan. kata-kata itu digabung menjadi kata kerja “managere”
yang berarti menangani, managere diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dalam bentuk kata
kerja to manage untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen akhirnya management
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi manajemen/ pengelolaan. (Tripathi, PC dan
Reddy, PN. 2008)
Manajemen adalah proses, perencanaan, pengorganisasian sebuah lingkungan di mana
beberapa individu bekerja sama membentuk sebuah kelompok untuk mencapai sebuah tujuan
tetentu dengan efisien. Tujuan untuk mencari surplus, keuntungan. (Koontz, 2006) Manajemen
adalah pusat dari aktivitas diri, dan cara kita me-manage diri merupakan cerminan dari diri di
masa depan. (Claude S. George, Jr. 1974)
Manajemen merupakan sebuah proses yang terdiri dari prencanaan, pengorganisasian,
penghitungan, dan kontrol, untuk menyelasaikan suatu pekerjaan dengan menggunakan kinerja
dari manusia dan sumber lain. (George Terry, 1953)
Manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan
efisien melalui perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumberdaya
organisasi. (Richard L.Daft, 2005)
Selain itu manajemen juga dapat didefinisikan sebagai aktivitas kerja sama dengan dan
melalui orang untuk mencapai tujuan organisasi dan anggotanya. aktivitas manajemen
termasuk perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, motivasi, kepemimpinan, dan kontrol.
Memperoleh hasil secara efektif melalui proses pendelegasian. (Montana, Patrick J. dan
Charnov, Bruve H, 2008)
Bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah
manajemen mengandung tiga pengertian, yaitu pertama, manajemen sebagai suatu proses;
kedua, manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen;
dan ketiga, manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu ilmu (Manullang, 1996).
Menurut pengertian yang pertama, yaitu manajemen sebagai suatu proses, dalam
Encyclopedia of the Social Science dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan
proses dimana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi (Manullang,
1996).
Selanjutnya Haimann mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai
sesuatu melelui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai
tujuan bersama (Manullang, 1996).
15
Menurut pengertian yang kedua, manajemen adalah kolektivitas orang-orang yang
melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang melakukan
aktivitas manajemen dalam suatu badan teretentu disebut manajemen. Dalam arti tungga
disebut manajer. Manajer adalah pejabat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
aktivitas-aktivitas manajemen agar tujuan unit yang dipimpinnya tercapai dengan
menggunakan bantuan orang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan aktivitas manajemen
adalah kegiatan-kegiatan atau fungsi-fungsi yang dilakukan oleh setiap manajer. Pada
umumnya kegiatan, kegiatan-kegiatan manjer dan aktivitas manajemen adalah planning,
organizing, staffing, directing, dan controlling. Hal ini sering pula disebut dengan istilah proses
manajemen, fungsi-fungsi manajemen, bahkan ada yang menyebutnya unsur-unsur
manajemen (Manullang, 1996).
Menurut penegrtian yang ketiga, manajemen adalah seni atau suatu ilmu. Manajemen
sebagai seni berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau manfaat,
sedangkan manajemen sebagai ilmu berfungsi menerangkan fenomena-fenomena
(gejala-gejala), kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, jadi memberikan penjelasan-penjelasan
(Manullang, 1996).
Memperhatikan pengertian manajemen yang pertama serta kenyataan bahwa
manajemen merupakan ilmu sekaligus seni, maka manajemen dapat didefinisikan sebagai
“Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan,
dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan” (Manullang,
1996).
Adapun pengertian menurut para ahli lain tentang Manajemen yaitu (Sukoco, Badri
Munir. 2007)
1. S.P. Hasibuan : Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Prof. Oei Liang Lee : Manajemen adalah suatu ilmu dan seni merencanakan,
mengorganisasi, mengarahkan, mengkoordinasikan serta mengawasi tenaga
manusia dengan bantuan alat-alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Apabila disimpulkan pendapat-pendapat diatas, maka manajemen dapat diartikan
sebagai ilmu untuk memimpin suatu usaha atau organisasi mulai dari merencanakan, membagi
tugas sesuai dengan pendidikan dan keahliannya, serta melakukan pengawasan agar mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. (Sukoco, Badri Munir. 2007)
16
2. Pengertian Administrasi
Administrasi berasal dari bahasa latin yaitu “administrare”. Dalam bahasa Inggris
perkataan administrasi itu adalah administration, yang dalam bahasa Indonesia mengandung
arti melayani, memenuhi, mengatur, menyelenggarakan, suatu usaha atau suatu organisasi/
lembaga dalam mencapai tujuannya secara intensif. Administrasi dapat diartikan sebagai usaha
bersama untuk mendayagunakan semua sumber baik personil maupun materil secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. (Sukoco, Badri Munir. 2007)
Administrasi adalah usaha dan kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan
kebijaksanaan untuk mencapai tujuan. Administrasi dalam arti sempit adalah kegiatan yang
meliputi : catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik-mengetik agenda dan
sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. (Sukoco, Badri Munir. 2007)
Administrasi dalam arti luas adalah seluruh proses kerja sama antara dua orang atau
lebih dalam mencapai tujuan dengan memanfaatkan sarana prasarana tertentu secara berdaya
guna dan berhasil guna. (David Watt. 2003)
Administrasi adalah bentuk daya upaya manusia yang kooperatif yang mempunyai
tingkat rasionalitas yang tinggi (Dwight Waldo. 2007)
Administrasi didefinisikan sebagai kegiatan sekelompok orang yang mengadakan
kerjasama untuk mencapai tujuan bersama (Gordon, George dan Milakovich, Micael E. 2009)
Administrasi adalah kombinasi antara pengambilan keputusan dengan pelaksanaan dari
keputusan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Robert D. Calkins. 1966)
Adapun pengertian menurut para ahli lain tentang Administrasi yaitu (Sukoco, Badri
Munir. 2007)
1. Herbert A. Simon: Administrasi adalah kegiatan dari kelompok orang-orang yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
2. The Liang Gie: Administrasi adalah segenap proses penyelenggaraan dalam
segenap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Dr. S.P Siagiaan MPA.Phd: Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama
antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan pada rasionalitas tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Parajudi Atmosudirjo: Administrasi adalah pengendalian dan penggerak dari
suatu organisasi sedemikian rupa sehingga organisasi itu menjadi hidup dan
17
bergerak menuju ketercapainya segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh
administrator yakni kepala organisasi.
Apabila disimpulkan pendapat-pendapat diatas, maka administrasi dapat diartikan
sebagai seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam suatu organisasi
berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.
23
BAB 3
PERENCANAAN
1. Pengertian Perencanan
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat
melalui serangkaian pilihan-pilihan. Perencanaan dibuat di semua jenis kegiatan. Perencanaan
adalah proses dasar di mana pengelola organisasi akan memutuskan tujuan dan cara
mencapainya. Perbedaan pelaksanaan adalah hasil dari jenis dan tingkat perencanaan yang juga
berbeda. Perencanaan dalam organisasi adalah esensial karena memegang peranan yang lebih
penting dibanding fungsi-fungsi pengelola organisasi lainnya. Fungsi-fungsi
24
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan sebenarnya hanya melaksanakan keputusan
yang diambil dalam perencanaan (Dadang, 2008; David, 2004).
Sebelum pengelola organisasi dapat mengorganisasi, mengarahkan, atau mengawasi,
pengelola organisasi harus membuat rencana-rencana yang memberikan tujuan dan arah
organisasi. Dalam perencanaan, pengelola organisasi memutuskan “Apa yang harus dilakukan,
kapan melakukannya, bagaimana melakukannya, dan siapa yang melakukannya”. Jadi,
perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang
harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapau
dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang. di mana perencanaan dan
kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan pada periode saat rencana itu dibuat (Bastian,
2007).
Kebutuhan akan perencanaan ada di semua tingkatan dan pada kenyataannya, meningkat
di mana tingkatan tersebut mempunyai dampak yang potensial terhadap keberhasilan
organisasi atau tingkatan pengelola organisasi puncak. Pengelola organisasi puncak biasanya
mencurahkan sebagian besar waktunya untuk menyusun rencana jangka panjang dan strategi
organisasi. Pengelola organisasi pada tingkatan bawah merencanakan terutama bagi kelompok
kerjanya dan untuk jangka pendek (Bastian, 2007).
Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir karena bila telah ditetapkan maka
rencana itu harus diimplementasikan. Seriap saat selama proses implementasi dan pengawasan,
rencana-rencama mungkin memerlukan modifikasi agar tetap berguna. “Perencanaan kembali”
kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci pencapaian keberhasilan akhir. Oleh karena itu,
perencanaan harus memperimbangkan kebutuhan dan fleksibilitas agar mampu menyesuaikan
diri dengan situasi dan kondisi baru secepat mungkin (Bastian, 2007).
Sedangkan sumber lain mendefinisikan perencanaan sebagai proses penentuan tujuan
organisasi (perusahaan) dan kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas
strategi-strategi (program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program) dan operasi
(tindakan) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Definisi
perencanaan tersebut menjelaskan bahwa perencanaan merupakan suatu proses untuk
mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Definisi perencanaan tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa perencanaan menggunakan beberapa aspek yakni:
a. Penentuan tujuan yang akan dicapai.
b. Memilih dan menentukan cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan atas dasar
alternatif yang dipilih.
25
c. Usaha-usaha atau langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan atas dasar
alternatif yang dipilih (Suandy, 2003).
Salah satu aspek penting perencanaan adalah pembuatan keputusan, proses
pengembangan, dan penyeleksian sekumpulan kegiatan untuk memecahkan suatu masalah
tertentu. keputusan harus dibuat pada berbagai tahap selama proses perencanaan (Bastian,
2007).
3. Jenis Perencanaan
Ada beberapa macam perencanaan yang ditinjau dari beberapa segi. Diantaranya adalah
sebagai berikut pembagiannya.
A. Jenis Perencanaan menurut Prosesnya
1) Policy Planning
Merupakan suatu rencana yang memuat kebijakan-kebijakan saja, tentang garis besar
atau pokok dan bersifat umum. Mengenai apa dan bagaimana melaksanakan kebijakanitu tidak
dirumuskan. Contohnya ada pada GBHN (Handoko, 2007).
Struktur Perencanaan Kebijakan (policy planning) terdiri dari:
a. Prioritas, yaitu merupakan arah kebijakan untuk memecahkan permasalahan yang
penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu serta
memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan.
b. Fokus prioritas, yaitu merupakan bagian dari prioritas untuk mencapai sasaran
strategis.
c. Kegiatan prioritas, yaitu merupakan kegiatan pokok (kegiatan yang mutlak harus ada)
untuk mendapatkan keluaran (output) dalam rangka mencapai hasil (outcome) dari
fokus prioritas (Bappenas, 2010).
2) Program Planning
28
Merupakan perincian dan penjelasan daripada policy planning. Dalam perencanaan ini
biasanya memuat, hal-hal berikut ini.
a. Ikhtisar tugas-tugas yang harus dikerjakan
b. Sumber-sumber dan bahan-bahan yang dapat digunakan
c. Biaya, personalia, situasi dan kondisi pekerjaan
d. Prosedur kerja yang harus dipatuhi
e. Struktur organisasi yang harus dipenuhi (Handoko, 2007).
3) Operational Planning (perencanaan kerja)
Merupakan suatu perencanaan yang memuat hal- hal yang bersifat teknis
seperticara-cara pelaksanaan tugas agar berhasil mencapai tujuanyang lebih tinggi. Hal-hal
yang seringkali dimuat dalam perencanaan ini antara lain sebagai berikut.
a. Analisa daripada program perencanaan
b. Penetapan prosedur kerja
c. Metode-metode kerja
d. Tenaga-tenaga pelaksana
e. Waktu, dan sebagainya (Handoko, 2007).
29
Perencanaan strategis berkaitan dengan pembuatan keputusan mengenai sasaran dan
strategi jangka panjang dari suatu organisasi. Rencana strategis beorientasi eksternal yang kuat
dan mencakup bagian yang luas dari organisasi tersebut. Pimpinan puncak umumnya
bertanggung jawab untuk pengembangan dan pelaksanaan rencana strategis ini. Rencana
strategis biasanya memiliki horizon atau rentang waktu mulai dari tiga sampai tujuh tahun,
bahkan lebih untuk target pencapaian hasilnya (Bateman, 2008).
2) Perencanaan taktis
Perencanaan taktis (tactical plan) adalah rencana yang ditujukan untuk mencapai
tujuan taktis, dikembangkan untuk mengimplementasikan bagian tertentu dari rencana
strategis. Rencana strategis pada umumnya melibatkan manajemen tingkat atas dan menegah
dan jika dibandingkan dengan rencana strategis, memiliki jangka waktu yang lebih singkat dan
suatu fokus yang lebih spesifik dan nyata. Oleh karena itu, rencana taktis lebih memperhatikan
penyelesaian tugas yang nyata, bukan sekedar memutuskan apa yang harus dilakukan (Griffin,
2004).
Rencana taktis mungkin membutuhkan horizon atau rentang waktu sepanjang satu atau
dua tahun dalam target pencapaian realisasinya. Dalam sumber yang lain dijelaskan bahwa
perencanaan taktis menerjemahkan rencana strategis secara umum ke dalam rencana dan
sasaran secara spesifik yang relevan dengan bagian-bagian organisasi. Rencana ini berfokus
pada tindakan-tindakan utama yang harus dilakukan oleh unit bagian dalam suatu susunan
manajemen untuk melakukan bagiannya sesuai dengan yang telah dirumuskan dalam rencana
strategis (Bateman, 2008).
Sebagai contoh, pada musim pancaroba, umumnya berbagai rumah sakit daerah yang
rentan terhadap terjadinya wabah demam berdarah akan berusaha untuk mengantisipasi apabila
terjadi lonjakan pasien demam berdarah yang kemungkinan dapat terjadi di daerah pinggiran
Surabaya. Pengalokasian jam kerja dokter pun ditata sedemikian rupa bila jumlah pasien
melonjak secara drastis. Hal ini dilakukan dengan harapan kualitas pelayanan kesehatan yang
diberikan rumah sakit terhadap pasiennya tetap maksimal dan tidak mengganggu pelayanan
kesehatan terhadap pasien lainnya.
Contoh lainnya adalah berikut. Kementrian Kesehatan memiliki rencana strategis untuk
penstabilan suplai obat-obatan. Rencana taktis kemudian dikembangkan melalui pembelian
obat-obatan dari perusahaan pensuplai obat-obatan dan peningkatan produksi obat pada
periode waktu tertentu yang rawan terjadi kasus wabah penyakit.
3) Perencanaan Operasional
30
Perencanaan operasional (Operational plan) adalah rencana yang menitikberatkan
pada perencanaan rencana taktis untuk mencapai tujuan operasional. Dikembangkan oleh
manajer ingkat menegah dan tingkat bawah, rencana operasional memiliki fokus jangka
pendek dn lingkup yang relatif lebih sempit. Masing-masing rencana operasional berkenaan
dengan suatu rangkaian kecil aktivitas (Griffin, 2004).
Dalam sumber lain dijelaskan bahwa perencanaan operasional mengidentifikasi
prosedur-prosedur dan proses-proses spesifik yang diperlukan pada tingkatan yang lebih
rendah dalam organisasi. Manajer garis depan biasanya berfokus pada tugas-tugas rutin, seperti
mengatur jadwal, mengatur pemberdayaan sumber daya manusia, dan lain sebagainya
(Bateman, 2008).
Perencanaan operasional dibagi menjadi dua antara lain sebagai berikut.
a. Rencana Tetap
Rencana tetap adalah suatu rutinitas atau serangkaian kegiatan yang telah ditetapkan.
Rencana ini paling baik digunakan untuk tugas yang berulang. Manfaat dari penyusunan dan
penggunaan rencana tetap antara lain sebagai berikut (Agung, 2009).
a) Sangat menyederhanakan pekerjaan yang dikerjakan berulang kali
b) Menstandarkan tindakan sehingga setiap orang yang bertanggung jawab terhadap
pekerjaan tersebut dapat mengerjakannya. Bahkan dalam kondisi terburuk bila ada
karyawan yang keluar dan diganti karyawan baru maka karyawan baru tersebut dapat
dengan cepat menjalankan rencana bersangkutan.
c) Memberikan pedoman kepada karyawan (karyawan tidak perlu mulai dari nol setiap kali
melakukan suatu tindakan).
Contoh penerapan rencana tetap:
i. Rencana evaluasi kerja tingkat pelayanan tenaga medis yang rutin diadakan setiap akhir
bulan dalam rumah sakit.
ii. Rencana peremajaan dental chair setiap lima tahun sekali demi menjaga mutu pelayanan
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Airlangga.
b. Rencana Situasional (Sekali Pakai)
Rencana situasional adalah rencana yang dikembangkan sekali saja untuk tujuan
terntentu. Apabila rencan tersebut berjalan sebagaimana mestinya maka pekerjaan tersebut
sudah selesai dan tidak akan diulang dua kali. Rencana seperti ini paling baik digunakan untuk
proyek-proyek unik (Agung, 2009).
Manfaat rencana situasional antara lain sebagai berikut.
31
a) Melengkapi atau mendukung rencana tetap karena ada perubahan dalam pelaksanaan
b) Menyesuaikan tindakan agar cocok bagi suatu situasi atau kejadian terntentu
c) Menjamin ketepatan karena pengumpulan data disesuaikan dengan tujuan/sasaran umum
rencana (Agung, 2009).
Perencanaan Kontinjensi
Jenis perencanaan lain yang juga penting adalah perencanaan kontinjensi (contingency
planning) yaitu penentuan serangkaian tindakan alternatif jika suatu rencana tindakan secara
tidak terduga tergganggu atau dianggap tidak sesuai lagi. Banyak bank dan rumah sakit
mengaplikasikan perencanaan ini. Misalnya, mempersiapkan staf tambahan bila nantinya
terjadi sesuatu yang tidak terduga yang membutuhkan pelayanan dengan cepat (Griffin, 2004).
32
3) Short Range Planning
Yaitu perencanaan jangka pendek yang pelaksanaannya membutuhkan waktu kurang
dari satu tahun. Seorang manajer juga mengembangkan suatu rencana jangka pendek, yang
memiliki kerangka waktu satu tahun atau kurang. Rencana jangka pendek (short-range plan)
sangat mempengaruhi aktivitas sehari-hari manajer. Terdapat dua jenis rencana jangka pendek,
yaitu rencana tindakan (action plan) dan rencana reaksi (reaction plan). Lebih jelasnya akan
diterangkan sebagai berikut (Griffin, 2004; Handoko, 2007).
a. Rencana Tindakan
Rencana ini digunakan untuk merealisasikan semua jenis rencana. Contohnya adalah
ketika sebuah Rumah Sakit Gigi dan Mulut A siap untuk mengganti seluruh peralatan
medisnya yang telah usang dengan yang baru, maka manajer dari rumah sakit tersebut akan
memusatkan perhatiannya pada pergantian peralatan yang ada dengan peralatan yang baru
secepatnya dan seefisien mungkin untuk meminimalkan gangguan pelayanan yang mungkin
terjadi selama fase pergantian alat-alat tersebut.
b. Rencana Reaksi
Rencana ini dirancang untuk membuat organisasi dapat bereaksi terhadap situasi yang tidak
terduga. Contohnya adalah ketika Rumah Sakit Gigi dan Mulut A berencana untuk
meremajakan seluruh peralatan medisnya yang telah usang dan telah melakukan pemesanan
sejumlah peralatan baru agar didatangkan pada bulan Februari 2013. Ternyata peralatan yang
telah dipesan tersebut datang lebih cepat dari yang diperkirakan pada bulan Januari. Oleh
karena itu, manajer dari rumah sakit tersebut harus bereaksi terhadap situasi yang berada diluar
kendalinya dengan cara yang masih memungkinan untuk melakukan pergantian alat secepat
mungkin tanpa banyak mempengaruhi pelayanan kesehatan gigi di rumah sakit.
34
A. Melakukan analisis strategis terhadap organisasi dengan menggunakan pendekatan
“analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities, Threats)”, kemudian memasukkan
hasil analisis kedalam laporan organisasi.
B. Melaksanakan rencana strategis berdasarkan hasil analisis SWOT dengan cara: menulis
rencana strategis dengan mengikuti prinsip RHUMBA (Realistic, Humanistic,
Understandable, Measurable, Behavioral, Actionable) dan SMART (Specific,
Measurable, Achievable, Result oriented, Time bound)
C. Menjamin bahwa setiap rencana strategis telah memperhatikan faktor-faktor seperti:
kebutuhan konsumen dan kesempatan pasar, lingkungan kompetitif dan pesaing-pesaing
yang ada, kekuatan dan kelemahan sumber daya (SDM) organisasi yang ada, kekuatan dan
kelemahan faktor internal organisasi, dan kesempatan maupun ancaman dari faktor
eksternal organisasi.
D. Meninjau ulang rencana strategis tersebut dalam periode waktu yang teratur (1 bulan, 3
bulan, 6 bulan, dan 1 tahun)
E. Meningkatkan secara terus menerus terhadap proses perencanaan strategis organisasi
(Vincent, 2007).
Sedangkan dalam sumber yang lain disebutkan bahwa proses perencanaan organisasi yang
strategis dikategorikan menjadi empat fase antara lain sebagai berikut (Nevizond, 2007).
A. Fase 1: Formulasi Strategi
Mengembangkan pernyataan misi serta visi dan formulasikan serta fokuskan nilai
organisasional guna mendukung pilihan strategi yang diterapkan.
B. Fase 2: Pengembangan Strategi
1) Identifikasi dan petakan kebutuhan produk, harapan, dan peluangnya dari konsumen,
pasar dan lingkungan persaingan, posisi persaingan organisasi, serta perbandingannya
dengan kapabilitas organisasi.
2) Identifikasi tantangan dan keunggulan strategis tenaga kerja/SDM, finansial,
operasional, serta bisnis kunsi yang terkait dengan kemmpuan mempertahankan
kesuksesan organisasi.
3) Identifikasi pemenuhan tanggung jawab sosial dan perhitungan faktor hukum,
instusional, mitra dan rantai pasokan, kekuatan lingkungan, budaya, dan faktor internal
seperti teknologi, peralatan, dan kapabilitas organisasi yang membatasi pilihan
rancangan strategis organisasi.
35
4) Lakukan SWOT, tetapkan tujuan jangka panjang, serta terapkan pilihan strategi serta
kebijakan untuk pilihan strategi tersebut.
5) Petakan dan terapkan sistem manajeman proses sebagai rantai nilai atas kegiatan utama
dan pendukung organisasi dalam upaya pencapaian tujuan/sasaran.
6) Tetapkan horizon waktu perencanaan jangka pendek dan jangka panjang organisasi di
dalam proses perencanaan strategis.
C. Fase 3, Impelementasi Strategi
1) Tetapkan sasaran jangka pendek, mengembangkan program kerja, ukuran kinerja, dan
pilihan prioritasnya; alokasikan sumber daya seperti finansial, teknologi, inovasi,
kapabilitas, serta kapasitas tenaga kerja/SDM, dan motivasi SDM nya.
2) Mengembangkan dan menerapkan penataan organisasi untuk pemantapan sistem peran,
sistem/pola hubungan kerja, dan pengorganisasian SDM untuk tujuan bersama serta
kompetensi inti dan kapabilitas organisasi.
D. Fase 4, Evaluasi Strategi
1) Meninjau pilihan strategi, mengukur kinerja, dan ambil tindakan pengoreksian,
termasuk perubahan pada produk/jasa, pelanggan serta pasar, dan cara beroperasi.
2) Petakan proyeksi kinerja dalam jangka panjang dan jangka pendek serta
membandingkan dengan kinerja pesaing dan atau pembanding utama yang lain.
BAB 4
PENGORGANISASIAN
1. Pengertian pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan mencapai
objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas pengawasan setiap kelompok,
dan menentukan cara dari pengkoordinasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya, baik
secara vertikal maupun horizontal, yang bertanggung jawab untuk mencapai objektif
organisasi. Pengorganisasian meliputi proses memutuskan tingkat organisasi yang diperlukan
untuk mencapai objektif divisi, departemen atau pelayanan, dan unit (Swanburg, 2000).
36
Menurut Stoner (1996), Pengorganisasian (organizing) merupakan suatu cara pengaturan
pekerjaan dan pengalokasian pekerjaan di antara para anggota organisasi sehingga tujuan
organisasi dapat dicapai secara efisien. Sedangkan Handoko (1999) memberikan pengertian
pengorganisasian adalah proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan
organisasi, sumber daya yang dimiliki, dan lingkungan yang melingkupinya (Bowo, 2008).
Menurut Syani didalam buku yang berjudul pengorganisasian karangan Bowo, secara
metodologis pengorganisasian adalah suatu cara manajerial yang berhubungan dengan
usaha-usaha kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan
pembagian kerja. Dalam usaha-usaha ini para anggota kelompok melaksanakan pekerjaannya
disertai pengetahuan dan metode ilmiah berdasarkan perspektif umum yang perlu memelihara
dan menjaga yang relevansi responsif dengan tujuan organisasi (Bowo, 2008).
Menurut Stephen (1994), Pengorganisasian ada 2 pengertian, yaitu yang pertama sebagai
sebuah organisasi. Organisasi adalah pola hubungan–banyak hubungan yang saling terjalin
secara simultan- yang menjadi jalan bagi orang, dengan pengarahan dari manajer, untuk
mencapai sasaran bersama. Dan yang kedua adalah proses manajerial dari pengorganisasian
termasuk pembuatan keputusan, penciptaan kerangka kerja, sehingga organisasi tersebut dapat
bertahan dari keadaan yang baik pada masa kini hingga masa depan (Stephen, 1994).
Pengorganisasian (organizing) adalah suatu proses mengatur SDM (sumber daya
manusia) dan sumber daya lainnya dalam menjalankan strategi perusahaan untuk mencapai
tujuan organisasi. Pengorganisasian akan menghasilkan struktur formal organisasi (Griffin,
2002).
Pengorganisasian (organizing) adalah proses, cara, dan perbuatan dalam mengorganisasi.
Dalam hal ini diatur dan ditentukan tugas pekerjaan, jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, pola
kesatuan kerja, siapa yang akan melakukannya, apa alatnya, bagaimana kondisi keuangannya,
dan fasilitas lainnya (Nafarin, 2007).
2. Prinsip Pengorganisasian
Pengorganisasian memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Prinsip Rantai Komando
Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota, secara
efektif dan ekonomis, serta berhasil dalam mencapai tujuan mereka, organisasi dibuat
dalam hubungan hirarkis dalam alur otoritas dari atas ke bawah. Prinsip ini mendukung
struktur mekanistis dengan dengan otoritas sentral yang mensejajarkan otoritas dan
37
tanggung jawab. Komunikasi terjadi sepanjang rantai komando dan cenderung satu
arah ke bawah (Swanburg, 2000).
Ada dua unsur penting dalam menjelaskan konsep rantai komando, yaitu otoritas dan
kesatuan perintah. Menurut Robbins (2003), otoritas merupakan hak yang melekat pada
posisi manajerial seperti memberikan tugas dan mengharapkan tugas tersebut dipatuhi
dan dijalankan. Untuk menjaga agar hal tersebut dapat dijalankan sebagaimana
mestinya, diperlukan kesatuan perintah yang mensyarakatkan idealnya seseorang
hanya mempunyai seorang atasan di mana dia dapat melaporkan dan
mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya (Sukoco, 2007).
b. Prinsip Kesatuan Komando
Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang pekerja mempunyai satu
penyelia (supervisor) dan terdapat satu pemimpin dan satu rencana untuk kelompok
aktivitas dengan objektif yang sama (Swanburg, 2000).
c. Prinsip Rentang Kontrol
Prinsip rentang kontrol menyatakan bahwa individu harus menjadi pengawas
(supervisor) suatu kelompok dan bahwa ia dapat mengawasi secara efektif dalam hal
jumlah, fungsi dan geografi. Prinsip asal ini telah menjadikan semakin terlatih pekerja,
maka makin kurang pengawasan yang diperlukan. Pekerja dalam pelatihan
memerlukan lebih banyak pengawasan untuk mencegah terjadinya kesalahan
(Swanburg, 2000).
Siekman (2000) dalam buku yang berjudul Manajemen Administrasi
Perkantoran Modern karangan Sukoco menyebutkan bahwa dengan menggunakan
rentang kontrol yang besar akan menjadikan manajer dapat mengawasi bawahannya
lebih dekat, dan memberikan feedback lebih sering. Namun Robbins (2003) beragumen
bahwa hal tersebut akan meningkatkan biaya staf, karena menambah jumlah manajer
atau supervisor dan membuat pengambilan keputusan menjadi lambat (Sukoco, 2007).
d. Prinsip Spesialisasi
Prinsip spesialisasi adalah setiap orang harus dapat menampilkan satu fungsi
kepemimpinan tunggal sehingga ada divisi tenaga kerja (ada perbedaan di antara
berbagai tugas). Spesialisasi dianggap oleh kebanyakan orang menjadi cara terbaik
untuk menggunakan individu dan kelompok, rantai komando menggabungkan
kelompok-kelompok dengan spesialitas yang menimbulkan fungsi departementalitas
(Swanburg, 2000).
38
Spesialisasi didefinisikan sebagai derajat di mana tugas dalam organisasi dibagi
menjadi beberapa pekerjaan. Seorang manajer administrasi harus dapat menentukan
perkerjaan mana yang perlu dispesialisasi dalam rentang waktu yang ditetapkan, untuk
menghindari dampak negatif dari penerapan spesialisasi pekerjaan (Sukoco, 2007).
39
pekerja, perluasan pekerjaan ini dikembangkan. Sebagai akibatnya, semua pekerja
melaksanakan beraneka ragam tugas yang dianggap dapat mengurangi tingkat
ketidakpuasan terhadap perkerjaan (Griffin, 2002).
2) Pengayaan Pekerjaan (Job Enrichment)
Pengayaan Pekerjaan adalah suatu alternatif yang melibatkan peningkatan baik dari
jumlah tugas maupun pengawasan yang dilakukan pekerja tersebut (Daft, 2002). Dengan
asumsi bahwa meningkatnya rentang dan jenis pekerjaan tidak cukup untuk
meningkatkan motivasi karyawan, makan diperlukan suatu pendekatan yang lebih
lengkap yakni pengayaan pekerjaan. Untuk mengimplementasikan pengayaan pekerjaan,
manager mengurangi pengawasan terhadap pekerjaan, mendelegasikan lebih banyak
otoritas kepada karyawan dan membuat struktur pekerjaan dalam unit yang alami dan
lengkap. Bagian lain dari pengayaan pekerjaan adalah dengan menugaskan tugas baru
dan tugas yang menantang secara kontinu, sehingga dapat meningkatkan kesempatan
karyawan untuk berkembang dan maju (Griffin, 2002).
3) Pendekatan Karakteristik Pekerjaan (Job Characteristics Approach)
Pendekatan karakteristik pekerjaan adalah suatu alternatif yang menyarankan agar
pekerjaan didiagnosis dan ditingkatkan dengan memperhitungkan sistem kerja dan
preferensi karyawan (Daft, 2002). Pendekatan karakteristik pekerjaan menyebutkan
bahwa pekerjaan seharusnya didiagnosis dan ditingkatkan sejalan dengan lima dimensi
inti :
1. Ragam keahlian (skill variety) : jumlah pekerjaan yang dilakukan seseorang dalam
suatu pekerjaan.
2. Identitas tugas (task identity) : sejauh mana pekerja dapat menyelesaikan suatu
bagian dari keseluruhan pekerjaan atau menyelesaikan suatu bagian yang dapat
diidentifikasikan dari keseluruhan pekerjaan.
3. Signifikansi tugas (task significance) : pentingnya tugas yang dipersepsikan.
4. Otonomi (autonomy) : tingkat pengendalian yang dimiliki]i pekerja mengenai
bagaimana pekerjaan dilaksanakan.
5. Umpan balik (feedback) : sejauh mana pekerja mengetahui seberapa baik pekerjaan
telah dilaksanakan.
Semakin tinggi suatu tingkat pekerjaan pada dimensi tersebut, maka karyawan
semakin mengalami berbagai kondisi psikologis. Mengalami kondisi tersebut dianggap
40
akan menimbulkan motivasi, kinerja berkualitas tinggi, kepuasan yang tinggi serta
tingkat ketidakhadiran dan perputaran yang rendah (Griffin, 2002).
4) Pendekatan Tim Kerja (Work Teams)
Pendekatan Tim Kerja adalah suatu alternatif yang mengizinkan suatu kelompok
merancang sistem kerja yang akan diterapkan (Daft, 2002). Di bawah pengaturan ini,
suatu kelompok diberikan tanggung jawab untuk merancang system pekerjaan yang
saling berhubungan. Dalam sistem jalur perakitan yang umum, alur kerja mengalir dari
satu pekerja ke pekerja berikutnya, dan setiap perkerja memiliki suatu pekerjaan tertentu
untuk dilaksanakan. Sebagai contoh, tim kerja melimpahkan tugas tertentu kepada
anggota, kemudian tim kerja secara langsung memonitor dan mengendalikan kinerja
anggotanya dan memiliki otonomi atas penjadwalan kerja (Griffin, 2002).
c. Mendistribusikan Otoritas
Dua persoalan spesifik yang harus diatasi manajemen ketika mendistribusikan
otoritas adalah :
a. Proses Pendelegasian
Proses Pendelegasian adalah proses pelimpahan sebagian beban kerja total seorang
manajer kepada orang lain (Daft, 2002). Delegasi merupakan salah satu bagian penting dari
keahlian manajerial. Proses pendelegasian yang baik dan efektif sejatinya dapat memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja harian manajer dan karyawan. Dengan
pendelegasian tugas maka dapat menghemat waktu/tenaga, mengembangkan kemampuan
bawahan, melatih penerus serta memotivasi semangat kerja karyawan. Delegasi yang buruk
akan mengakibatkan frustasi, demotivasi dan kegagalan mencapai target yang ditetapkan
(Pohan, 2010).
Proses delegasi akan sangat membantu melakukan perencanaan, pengembangan
personal, dan promosi bawahan. Hal inilah yang biasa terjadi di tempat kerja, di mana
delegasi memberikan pengalaman kerja melalui tanggung jawab yang lebih besar (Pohan,
2010).
b. Desentralisasi dan Sentralisasi
43
Unsur ini berkaitan dengan peran siapa yang akan mengambil keputusan dalam
organisasi. Jika pengambilan keputusan dilakukan oleh pimpinan atau kantor pusat, dapat
dikatakan bahwa organisasi yang bersangkutan menggunakan sentralisasi dan jika
sebaliknya disebut dengan desentralisasi (Sukoco, 2007). Desentralisasi adalah proses yang
secara sistematis yang mempertahankan kekuasaan dan otoritas di tangan manajer tingkat
menengah dan rendah. Sentralisasi adalah proses sistematis yang mempertahankan
kekuasaan dan otoritas di tangan manajer tingkat tinggi (Daft, 2002).
Dengan menggunakan desentralisasi, tindakan dapat dilakukan lebih cepat dalam
menyelesaikan masalah, lebih banyak orang yang terlibat di dalamnya, dan menjadikan
karyawan lebih menjadi bagian sebuah organisasi. Dewasa ini tren penggunaan desentralisasi
menjadi luas karena beberapa manfaat tersebut. Hal inilah yang mendasari penerbitan
Undang-Undang Ekonomi Daerah nomor 25 tahun 1999, karena pemerintah Republik
Indonesia menyadari bahwa pemerintah daerah lebih dekat dengan permasalahan daerahnya
masing-masing yang tentunya memahami dan mengetahui lebih baik kondisi daerah
dibandingkan pemerintah pusat (Sukoco, 2007).
44
1. Merinci seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi.
Karena organisasi itu dibentuk berdasarkan suatu tujuan, maka kita harus merinci seluruh
pekerjaan yang akan dilakukan agar dalam proses pencapaian tujuan bisa sesuai dengan apa
yang dikerjakan dalam organisasi.
2. Membagi beban kerja ke dalam kegiatan-kegiatan yang secara logis dan memadai dapat
dilakukan oleh seseorang atau oleh sekelompok orang. Biasanya dalam organisasi yang
telah merinci pekerjaan apa yang akan dilakukan, organisasi tersebut akan membagi
pekerjaan tersebut ke dalam bidang-bidang tertentu, dengan kata lain yaitu pekerjaan
dikelompokan sesuai kualifikasinya lalu di bagi ke dalam bidang-bidang dalam
organisasi. Bidang-bidang itu yang akan mengerjakan tugas tersebut.
3. Mengkombinasi pekerjaan anggota perusahaan dengan cara yang logis dan efisien. Setelah
dibagi pekerjaan, maka perlu dibagi bagian-bagian atau divisi-divisi organisasi untuk
melaksakan pembagian pekerjaan tersebut.
4. Penetapan mekanisme untuk mengkoordinasi pekerjaan anggota organisasi dalam satu
kesatuan yang harmonis. Setelah berhasil membagi pekerjaan sesuai bidang organisasi,
maka perlu dilakukan koordinasi antar bidang dan pengurus organisasi agar mempermudah
pelaksanaan pekerjaan. Terkadang ada suatu bidang dalam organisasi yang akan
membutuhkan sumber daya yang sama atau data yang sama, itulah perlunya koordinasi.
5. Memantau efektivitas organisasi dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk
mempertahankan atau meningkatkan efektivitas.
Menurut T Hani Handoko (1999) proses pengorganisasian dapat ditunjukkan dengan tiga
langkah prosedur sebagai berikut:
1. Pemerincian seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan
organisasi.
2. Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang secara logis dapat
dilaksanakan oleh satu orang. Pembagian kerja ini sebaiknya tidak terlalu berat juga
tidak terlalu ringan.
3. Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan
para anggota organisasi menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
45
BAB 5
PENGARAHAN DAN PENGGERAKAN
(DIRECTING – ACTUATING)
3. Peran Komunikasi
Pada dasarnya komunikasi adalah kepercayaan. Semakin baik anda mengenal
seseorang, semakin akurat anda dapat memperkirakan apa yang dia lakukan. Berkomunikasi
merupakan salah satu fungsi pokok manajemen khususnya pengarahan. Demikian juga
komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu kelancaran organisasi dalam mencapai
tujuannya (Keliat, 2006).
Komunikasi ini terutama komunikasi yang bersifat intern khususnya komunikasi antara
atasan dengan bawahan. Dengan komunikasi yang dapat mencerminkan kejelasan berita /
perintah yang diberikan sesuai dengan kedudukan masing-masing anggota organisasi dalam
sktruktur organisasi maka komunikasi ini sangat berguna dalam menciptakan suasana kerja
sama antara atasan dan bawahan yang dilandasi dengan saling pengertian karena ditunjang
adanya komunikasi informal (hubungan antar karyawan) yang efektif. (Stoner, 1996)
4. Peran Motivasi
Faktor lain di samping terciptanya komunikasi yang menguntungkan adalah motivasi
terhadap bawahan juga diperlukan. Degan motivasi yang ditujukan kepada bawahan baik yang
bersifat positif (dengan menambah tingkat kepuasan tertentu: gaji, jabatan dsb) maupun yang
negatif(potongan gaji, skors, dsb) diharapkan bawahan terdorong untuk melakukan pekerjaan
yang telah diperintahkan kepadanya. (Stoner, 1996)
Motivasi merupakan suatu tindakan yang mendorong seseorang bertindak atau
berperilaku tertentu. Pemahaman terhadap motivasi seseorang merupakan kunci bila
mendorong orang lain untuk bekerja sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi yang
berhasil dari atasan dapat mendorong kreatifitas karyawan dalam bekerja maupun dalam
49
pemecahan masalah yang dihadapi bawahan. Oleh karena itu motivasi merupakan faltor
penting yang mendukung prestasi kerja disamping tergantung pada kemampuan. (Amirullah &
Rindyah, 2002; Stoner, 1996)
6. Elemen Penggerakan
Berikut ini adalah beberapa elemen penggerakan atau actuating dalam manajemen :
1. Coordinating adalah fungsi yang harus dilakukan oleh seorang manajer agar terdapat
suatu komunikasi atau kesesuaian dari berbagai kepentingan dan perbedaan
kepentingan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. (Terry, 1986)
2. Motivating merupakan salah satu elemen penting dalam manajemen perusahaan,
dengan memberikan fasilitas yang bagus dan gaji yang cukup maka kinerja para
karyawan dalam perusahaan pun akan optimal. (Terry, 1986)
3. Communication, komunikasi antara para pimpinan dan karyawan sangat diperlukan
untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan menjalin komunikasi yang baik maka akan
menimbulkan suasana kerja yang kondusif di perusahaan dan akan menumbuhkan
teamwork atau kerjasama yang baik dalam berbagai kegiatan perusahaan. (Terry, 1986)
4. Commanding, dalam memberi perintah pun seorang atasan tidak bisa seenaknya, tetapi
harus memperhitungkan langkah – langkah dan resiko dari setiap langkah yang para
atasan itu ambil karena setiap keputusan dan langkah akan memberi pengaruh bagi
perusahaan. Dengan pengarahan yang baik dari para atasan dan tujuan , visi dan misi
yang jelas dari suatu manajer perusahaan dapat menimbulkan efek yang positif untuk
perusahaan itu sendiri, antara lain teamwork yang baik dan dapat memunculkan
decision maker yang bagus. (Prajudi Atmosudirdjo, 1982) Pengambilan keputusan dan
kerjasama dalam suatu perusahaan adalah kunci kesuksesan suatu perusahaan untuk
mencapai goal atau tujuan perusahaan seefektif dan seefisien mungkin. Bilamana
diambil secara singkat dan ringkas, maka fungsi actuating dapat tercakup dalam lima
sub fungsi manajemen, yakni : communicating, leading, directing, motivating, dan
facilitating. (Terry, 1986)
7. Proses Penggerakan
Tindakan actuating dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
53
a. Memberikan semangat, motivasi, inspirasi atau dorongan sehingga timbul kesadaran
dan kemauan para petugas untuk bekerja dengan penuh semangat sesuai dengan
harapan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Nuraida, 2008).
Tindakan ini juga disebut motivating (Muninjaya, 2004). Motivasi merupakan proses
dengan apa seseorang menejer merangsang bawahan untuk bekerja dalam rangka upaya
mencapai sasaran organisatoris sebagai alat untuk memuaskan keinginan pribadi
mereka sendiri. Contohnya adalah menaikkan sistem upah untuk memotivasi para
karyawan. Makin besar hasil yang dikerjakan karyawan tersebut makin besar upah
yang didapat (Pintauli, 2003).
b. Memberikan kesempatan pengembangan diri melalui pemberian pendidikan dan
pelatihan (Nuraida, 2008). Tindakan ini juga disebut koding yang meliputi beberapa
tindakan, seperti: pengambilan keputusan, mengadakan komunikasi antara pimpinan
dan staf, memilih orang orang yang menjadi anggota kelompok dan memperbaiki
sikap, pengetahuan maupun keterampilan staf (Muninjaya, 2004).
c. Pengarahan (directing atau commanding) yang dilakukan dengan memberikan
petunjuk-petunjuk yang benar, jelas dan tegas. Segala saran-saran atau instruksi kepada
staf dalam pelaksanaan tugas harus diberikan dengan jelas agar terlaksana dengan baik
terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan (Muninjaya, 2004).
d. Berkomunikasi secara efektif (Herujito, 2001).
54
Kegagalan manajer dalam menumbuhkan motivasi stafnya, hal ini terjadi karena
manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan antar manusia. Seperti konsep
perilaku manusia yang dikemukakan oleh Maslow, dinegara berkembang yang menjadi
prioritas adalah kebutuhan fisik, rasa aman, dan diterima oleh lingkungan sedangkan dinegara
maju kebutuhan yang menonjol adalah aktualisasi diri dan self esteem. Perbedaan tersebut juga
akan mempengaruhi etos kerja dan produktifitas kerja.
Faktor penghambat berikutnya adalah kurangnya motivasi didalam individu
masing-masing. Suatu “directing” akan terasa sia-sia apabila dari diri individu tersebut tidak
mempunyai keyakinan seperti hal yang disebutkan sebelumnya, yaitu yakin bahwa hal yang
dilakukan akan membuahkan kesuksesan.
Kurangnya sifat kepemimpinan dari atasan juga merupakan factor penghambat directing
dan actuating. Apabila ingin memimpin suatu organisasi, diperlukan juga sifat kepemimpinan
dari pemimpinnya untuk membawa organisasi ini. Pemimpin yang baik dapat mengarahkan
anggotanya untuk berbuat seperti arahannya. Sifat yang negative dari manajer maupun
bawahan juga merupakan faktor penghambat bagi gerakan directing dan actuating. Seorang
manajer harus lebih produktif untuk mengarahkan anggotanya, apabila tidak, anggotanya akan
kehilangan arah mau dibawa kemana organisasi tersebut. Apabila pemimpin tidak memiliki
sifat pemimpin maka directing akan sia-sia karena manajer gagal untuk memberikan arahan
yang dapat merangsang anggotanya untuk melakukan sesuai arahannya, sehingga actuating
pun bakal terhambat dan kesuksesan dari suatu organisasi juga akan terhambat.
Kurangnya disiplin merupakan salah satu factor penghambat bagi suatu organisasi.
Disiplin ialah latihan pikiran, perasaan, kehendak dan watak untuk melahirkan ketaatan dan
tingkah laku yang teratur. Apabila manajer tidak memiliki sifat disiplin maka anggotanya pun
ikut tidak disiplin. Hal ini berefek kepada penggerakan atau actuating. Manajer yang tidak
disiplin dapat membuat Anggota yang tidak disiplin sehingga dapat menjadi penghambat bagi
kesuksesan suatu organisasi.
Kegagalan manajer menumbuhkan motivasi staf merupakan hambatan utama fungsi
katusi. Hal ini dapat terjadi karena manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan
antar manusia. Seorang manajeryang berhasil akan menggunakan pengetahuannya tentang
perilaku manusia untuk menggerakan stafnya agar bekerja secara optimal dan produktif.
Salah seorang pelopor yang memperkenalkan teori tentang perilaku manusi adalah
Abraham H. Maslow. Teorinya membahas tentang jenjang (tingkatan) kebutuhan manusia
(Hierarchy of needs) yaitu sebagai berikut:
55
1) Kebutuhan untuk keseimbangan faali (physical needs)
2) Kebutuhan untuk rasa aman dan tentram (security needs)
3) Kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan sosialnya (social needs)
4) Kebutuhan untuk diakui (self esteem needs)
5) Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan diri (actualization needs)
Jika dikaji tingkatan kebutuhan kelompok manusia dibandingkan dengan negara-negara
berkembang lainnya dan negara maju, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan
masyarakat di negara berkembang seperti fisik, rasa aman, dan diterima oleh lingkungannya
akan mendapat prioritas lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat di negara maju.
Kebutuhan pokok masyarakat di negara maju seperti sandang, pangan, rokok, dan pendapatan
minimum yang sudah ditetapkan sehingga kebutuhan aktualisasi diri dan staf esteem akan
lebih menonjol pada para pimipinan.
Apabila pelaksaan pergerakan tidak tepat, seringkali akan timbul hal-hal yang
menghalangi suksesnya kegiatan manajemen. Halangan-halangan itu antara lain :
1. Keragu-raguan dalam memutuskan sesuatu
2. Kurangnya keahlian dalam menggunakan manajemen
3. Tidak menepati janji-janji
4. Diskriminasi dan pilih kasih di antara pegawai
5. Tidak dapat mengembangkan kerjasama yang kompak
Kegagalan manajer menumbuhkan motivasi staf merupakan hambatan utama fungsi
aktuasi. Hal ini dapat terjadi karena manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan
antar manusia. Seorang manajer yang berhasil akan menggunakan pengetahuannya tentang
perilaku manusia untuk menggerakan stafnya agar bekerja secara optimal dan produktif.
(Muninjaya, 2004)
9. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perubahan
perilaku orang lain, baik langsung maupun tidak langsung. Seorang manajer yang ingin
kepemimpinannya lebih efektif, maka ia harus mampu: (Muninjaya, 2004)
1. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja dan banyak ”membaca”
2. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi dan komitmen tinggi
untuk memecahkannya; ia harus selalu merasa ditantang untuk mengatasi hambatan
yang menjadi penghalang tercapainya tujuan organisasi yang ia pimpin.
56
3. Menggerakkan atau memotivasi staf agar mereka mau dan sadar melaksanakan
tugas-tugas pokok organisasi sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab yang
melekat pada setiap tugas tersebut.
Kepemimpinan merupakan bagian dari proses pengembangan sumber daya manusia
(SDM). SDM adalah aset yang dimiliki oleh sebuah organisasi yang perlu dikelola secara
efektif agar dapat memberikan nilai tambah pada organisasi. Untuk mengelola SDM menjadi
aset organisasi, diperlukan kepemimpinan yang efektif. Untuk memahami aspek
kepemimpinan yang lebih luas, perlu dikaji teori dan style (gaya) kepemimpinan. Beberapa
definisi kepemimpinan yang dianggap cukup mewakili selama seperempat abad dikumpulkan
Yukl (1987) dalam Usman (2006) sebagai berikut: (Muninjaya, 2004)
1. Kepemimpinan adalah perilaku dari seseorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared
goal);
2. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi
tertentu serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau
beberapa tujuan;
3. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan
dan interaksi;
4. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit, pada dan diatas
kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi;
5. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok
yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan;
6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberikan arti (pengarahan yang berarti)
terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha
yang diinginkan untuk mencapai sasaran;
7. Para pemimpin adalah mereka yag secara konsisten memberikan kontribusi yang
efektif terhadap orde sosial, serta yang diharapkan dan dipersepsikan melakukannya.
Pengertian kepemimpinan adalah proses mempengaruhi seseorang atau sekelompok
orang untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan dalam situasi tertentu.
Umumnya disepakati ada 3 (tiga) teori utama dalam studi kepemimpinan yaitu teori sifat atau
karakter pemimpin (traits theory), teori perilaku atau gaya kepemimpinan (behavior theory),
dan teori situasional (contingency theory). Tiga teori ini menjelaskan mengapa seseorang
pemimpin berhasil sementara yang lain tidak. Ketiga pendekatan tersebut bukan saling
57
menggantikan melainkan saling melengkapi terhadap kelemahan pendekatan lain.
(Muninjaya, 2004)
62
BAB 6
PENGAWASAN DAN EVALUASI
(CONTROLLING - EVALUATION)
63
Fungsi manajemen dimulai dari perencanaan, yaitu penetapan tujuan perusahaan
secara umum. Langkah selanjutnya adalah menentukan langkah apa dan bagaimana hal
tersebut dapat dilaksanakan. Kebijakan-kebijakan yang harus diambil oleh manajemen untuk
mencapai tujuan perusahaan biasa disebut dengan strategi. Setelah strategi diterapkan,
manajemen perusahaan membutuhkan keyakinan bahwa operasi perusahaan telah diarahkan
sesuai dengan tujuan perusahaan dan dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat.
Agar tujuan perusahaan dapat tercapai dengan efektif dan efisien, manajemen harus
memerlukan suatu proses yang disebut pengendalian. (Hansen dan Mowen, 2004)
Fungsi controlling berperan untuk mendeteksi potensi adanya deviasi atau kelemahan
yang terjadi sebagai umpan balik bagi manajemen dari suatu kegiatan yang dimulai dari
tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaannya. Hal-hal yang dicakup dalam fungsi
controlling ini meliputi penciptaan standar atau kriteria, pembandingan hasil monitoring
dengan standar, pelaksanaan perbaikan atas deviasi atau penyimpangan, pemodifikasian dan
penyesuaian metode pengendalian dari kaca mata hasil pengendalian dan perubahan kondisi,
serta pengkomunikasian revisi dan penyesuaiannya ke seluruh proses manajemen dengan
harapan deviasi atau kelemahan yang pernah terjadi tidak terulang kembali. (Schermerhorn,
2005)
M. Manullang mengatakan bahwa tujuan utama diadakannya pengawasan adalah
“mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan.” Pengawasan adalah suatu
proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan
mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana
semula. (Manullang,1995)
Sedangkan tujuan pengawasan menurut Sukarno. K adalah sebagai berikut :
a) Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang digariskan.
b) Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta
asas-asas yang telah diinstruksikan.
c) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam bekerja.
d) Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan dengan efisien
e) Untuk mencari jalan keluar, bila ternyata dijumpai
kesulitan-kesulitan,kelemahan-kelemahan atau kegagalan-kegagalan ke arah
perbaikan.
64
Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang dijalankan,
dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau
diperhatikan. (Prayudi, 1981)
Pengukuran dan pembetulan terhadap kegiatan staf untuk menjamin bahwa apa yang
terlaksana itu cocok dengan rencana. Jadi, pengawasan itu mengukur pelaksanaan
dibandingkan dengan cita -cita dan rencana, memperlihatkan dimana ada penyimpangan yang
negatif dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki
penyimpangan-penyimpangan, membantu menjamin tercapainya rencana-rencana. (Jhon
Salindeho, 1998)
Tujuan pengendalian manajemen adalah untuk memotivasi dan memberi semangat
kepada para anggota organisasi, dan selanjutnya mencapai tujuan organisasi. Ini merupakan
proses mendeteksi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja dan
ketidakberesan yang disengaja, seperti pencurian atau penyalahgunaan sumber daya.
Karena fokusnya pada manusia dan implementasi rencana, pertimbangan psikologis
menjadi dominan dalam pengendalian manajemen. Kegiatan-kegiatan seperti komunikasi,
meyakinkan, mendesak, memberi semangat, dan memberi kritik adalah bagian penting
dalam proses ini. (Schermerhorn, 2005)
Proses pengendalian meliputi tiga langkah yaitu menentukan standar, mengevaluasi
pelaksanaan kerja dan melakukan tindakan koreksi. Jadi dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa pengendalian merupakan fungsi manajemen yang melakukan pengukuran dan koreksi
terhadap aktivitas perusahaan untuk menjamin bahwa operasi perusahaan telah berjalan
sesuai dengan rencana dan beroperasi dengan efektif dan efisien. (Hansen dan Mowen, 2004)
Jenis pengawasan dapat ditinjau dari tiga segi, antara lain: (Herujito, 2001)
1. Waktu
Pengawasan dari segi waktu dapat dilakukan secara prefentif dan secara represif.
Alat yang diapakai untuk pengawasan ini adalah perencanaan dan budget, sedangkan
pengawasan secara represif menggunakan alat budget dan laporan.
2. Objek
Pengawasan dari segi objek adalah pengawasan terhadap produksi, keuangan,
aktivitas karyawan dan sebagainya. Ada juga yang mengatakan, pengawasan dari
segi objek merupakan pengawasan administrative dan pengawasan operatif. Contoh
pengawasan administrative adalah pengawasan anggaran, inspeksi dan pengawasan
order (standing orders) dan pengawasan kebijaksanaan (policies control).
65
3. Subyek
Pengawasan dari segi subyek terdiri dari pengawasan intern dan pengawasan
ekstern.
Berdasarkan bentuknya, pengawasan dapat dibedakan sebagai berikut : (Anwar,2004)
1. Pengawasan internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan atau organ yang
secara organisatoris/struktural termasuk dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri.
Misalnya pengawasan yang dilakukan pejabat atasan terhadap bawahannya sendiri.
2. Pengawasan eksternal dilakukan oleh organ atau lembaga- lembaga yang secara
organisatoris/struktural berada di luar pemerintah dalam arti eksekutif. Misalnya
pengawasan keuangan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2. Proses Controlling
Proses pengawasan melibatkan informasi dengan hati-hati mengumpulkan tentang
sistem, proses, orang, atau sekelompok orang untuk membuat keputusan yang diperlukan
tentang masing-masing. Manajer mengatur sistem pengawasan yang terdiri dari empat
langkah kunci: (Herujito, 2001)
1. Menetapkan standar untuk mengukur kinerja.
Dalam keseluruhan rencana strategis organisasi, manajer mendefinisikan tujuan untuk
departemen organisasi secara spesifik, istilah operasional yang mencakup standar kinerja
untuk membandingkan dengan kegiatan organisasi.
2. Mengukur kinerja aktual.
Sebagian besar organisasi mempersiapkan laporan formal pengukuran kinerja yang
manajer meninjau secara teratur. Pengukuran ini harus berhubungan dengan standar yang
ditetapkan dalam langkah pertama dari proses kontrol. Misalnya, jika pertumbuhan
penjualan adalah target, organisasi harus memiliki sarana mengumpulkan dan melaporkan
data penjualan.
3. Membandingkan kinerja dengan standar.
Langkah ini membandingkan kegiatan aktual dengan standar kinerja.Ketika para manajer
membaca laporan komputer atau berjalan melalui tanaman mereka, mereka
mengidentifikasi apakah kinerja aktual memenuhi, melebihi, atau jatuh pendek dari
standar. Biasanya, laporan kinerja menyederhanakan perbandingan tersebut dengan
menempatkan standar kinerja untuk periode pelaporan samping kinerja aktual untuk
66
periode yang sama dan dengan menghitung varians yaitu, perbedaan antara masing-masing
jumlah aktual dan standar terkait.
4. Mengambil tindakan korektif.
Ketika kinerja menyimpang dari standar, manajer harus menentukan perubahan apa, jika
ada, diperlukan dan bagaimana menerapkannya. Dalam produktivitas dan kualitas berpusat
lingkungan, pekerja dan manajer sering diberdayakan untuk mengevaluasi pekerjaan
mereka sendiri. Setelah evaluator menentukan penyebab atau penyebab dari
penyimpangan, ia dapat mengambil tindakan korektif langkah keempat. Kursus yang
paling efektif dapat ditentukan oleh kebijakan atau mungkin lebih baik diserahkan ke
pengadilan karyawan dan inisiatif. Langkah-langkah ini harus diulang secara berkala
sampai tujuan organisasi tercapai.
3. Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana
kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi
sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari
bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily,
2000).
Sedangkan menurut pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan” (Yunanda, 2009).
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan
pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam
Lababa (2008) Evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses
menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan
suatu alternatif keputusan. Worthen dan Sanders mendefenisikan “evaluasi sebagai usaha
mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa
informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu”.
Tague-Sutclife (1996), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of
determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi
bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan
67
kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan
yang jelas.
Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan
keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur pada
hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria
tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian
berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan
terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau
bodoh dan sebagainya.dan penilaian bersifat kualitatif.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (2009) bahwa mengukur
adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai adalah
mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif),
dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas. Pendapat lain mengenai evaluasi
disampaikan oleh Arikunto dan Cepi (2008), bahwa: Evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang
berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil
berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Sedangkan Uzer (2003), mengatakan bahwa, Evaluasi adalah suatu proses yang
ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan mana dari
dua hal atau lebih yang merupakan alternatif yang diinginkan, karena penentuan atau
keputusan semacam ini tidak diambil secara acak, maka alternatif-alternatif itu harus diberi
nilai relatif, karenanya pemberian nilai itu harus memerlukan pertimbangan yang rasional
berdasarkan informasi untuk proses pengambilan keputusan.
Menurut Djaali dan Pudji (2008), evaluasi dapat juga diartikan sebagai “proses
menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang selanjutnya
diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi”.
Sedangkan Ahmad (2007), mengatakan bahwa “evaluasi diartikan sebagai proses
sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja,
proses, orang, obyek, dan lain-lain) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian”. Untuk
menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat
68
langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap
sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya dengan kriteria.
Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur baru melakukan
proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan Crawford (2000), mengartikan penilaian sebagai suatu proses
untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program
telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.
Dari pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli di
atas, dapat ditarik benang merah tentang evaluasi yakni evaluasi merupakan sebuah proses
yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program.
Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh
program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya
yaitu efektifitas dan efisiensi. “Efektifitas merupakan perbandingan antara output dan
inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output
lewat suatu proses” (Sudharsono, 2003 cheat Lababa, 2008).
Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil
yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan kemudian dibuat suatu
kesimpulan dan penyusunan saran pada setiap tahap dari pelaksanaan program (Azwar, 1996).
Evaluasi menurut WHO adalah:
a. Cara sistematis untuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang dimiliki dalam
meningkatkan perencanaan yang baik dengan melakukan seleksi yang cermat terhadap
alternatif yang akan diambil.
b. Merupakan proses berlanjut dengan tujuan kegiatan pelayanan kesehatan menjadi lebih
relevan, efisien dan efektif.
c. Proses menentukan suatu keberhasilan atau mengukur pencapaian suatu tujuan dengan
membandingkan terhadap standar/ indikator menggunakan kriteria nilai yang sudah
ditentukan.
d. Didukung oleh oleh informasi yang sahih, relevan dan peka.
4. Tujuan Evaluasi
Menurut Arikunto (2002), ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan
khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.
69
Menurut Crawford (2000), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah :
1. Mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan,
2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap prilaku hasil.
3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.
4.Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan.
Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan
pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis.
Evaluasi bertujuan untuk melihat tingkat keberhasilan pengelolaan kegiatan, melalui
kajian terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta permasalahan yang dihadapi,
untuk selanjutnya menjadi bahan evaluasi kinerja program dan kegiatan selanjutnya. Bentuk
evaluasi berupa pengkajian terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta
permasalahan yang dihadapi antara lain:(Herujito,2001)
1. Memberikan kesimpulan dalam bentuk umpan balik sehingga dapat terus mengarahkan
pencapain visi/misi/sasaran yang telah ditetapkan;
2. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara yang terjadi dengan yang direncanakan,
serta mengaitkannya dengan kondisi lingkungan yg ada;
3. Arah evaluasi bukan pada apakah informasi yang disediakan benar atau salah, tetapi lebih
diarahkan pada perbaikan yang diperlukan atas implementasi kebijakan/program/kegiatan.
Tujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu program, memberikan justifikasi atau
penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan, memberikan kepuasan dalam pekerjaan
dan menelaah setiap hasil yang telah direncanakan.
Suprihanto (1988), mengatakan bahwa tujuan evaluasi antara lain:
a. Sebagai alat untuk memperbaiki dan perencanaan program yang akan datang.
b. Untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen saat ini serta dimasa yang
akan datang.
c. Memperbaiki pelaksanaan dan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program
perencanaan kembali suatu program melalui kegiatan mengecek kembali relevansi dari
program dalam hal perubahan kecil yang terus-menerus dan mengukur kemajuan target
yang direncanakan.
Menurut Lavinghouze (2007), bahwa kegiatan evaluasi dilakukan untuk
menyediakan pertanggung jawaban kegiatan kepada masyarakat, stakeholder, dan lembaga
donor, membantu menentukan tujuan yang telah ditentukan pada perencanaan, meningkatkan
70
program implementasi, memberikan kontribusi untuk pemahaman ilmiah tentang hasil suatu
program dan meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap masyarakat dan
menginformasikan kebijakan.
Menurut Hawe, et al. (1998) Proses Evaluasi dilakukan untuk:
1. Menilai pencapaian program
2. Menilai kepuasan sasaran
3. Menilai pelaksanaan aktivitas program
4. Menilai tampilan komponen dan material program.
5. Jenis-Jenis Evaluasi
Dilihat dari implikasi hasil evaluasi bagi suatu program, dibedakan adanya jenis
evaluasi, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk
mendiagnosis suatu program yang hasilnya digunakan untuk pengembangan atau perbaikan
program. Biasanya evaluasi formatif dilakukan pada proses program (program masih berjalan).
(Soekidjo, 2003)
Sedangkan evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi yang dilakukan untuk menilai hasil
akhir dari suatu program. Biasanya evaluasi sumatif ini dilakukan pada waktu program telah
selesai (akhir program). Meskipun demikian pada praktek evaluasi program sekaligus
mencakup kedua tujuan tersebut.(Soekidjo, 2003)
Sedangkan menurut Azwar (1996), jenis evaluasi antara lain:
1. Evaluasi formatif (Formative Evaluation) yaitu suatu bentuk evaluasi yang yang
dilaksanakan pada tahap pengembangan program dan sebelum program dimulai. Evaluasi
formatif ini menghasilkan informasi yang akan dipergunakan untuk mengembangkan
program, agar program bisa lebih sesuai dengan situasi dan kondisi sasaran.
2. Evaluasi proses (Process Evaluation) adalah suatu proses yang memberikan gambaran
tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan
terjangkaunya elemen-elemen fisik dan struktural dari pada program.
3. Evaluasi sumatif (Summative Evaluation) adalah suatu evaluasi yang memberikan
pernyataan efektifitas suatu program selama kurun waktu tertentu dan evaluasi ini menilai
sesudah program tersebut berjalan.
4. Evaluasi dampak program adalah suatu evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas
program dalam menghasilkan target sasaran.
71
5. Evaluasi hasil adalah suatu evaluasi yang menilai perubahan-perubahan atau perbaikan
dalam hal morbiditas, mortalitas atau indikator status kesehatan lainnya untuk sekelompok
penduduk tertentu.
6. Prosedur Evaluasi.
Proses suatu evaluasi pada umumnya memiliki tahapan-tahapannya sendiri. Walaupun
tidak selalu sama, tetapi yang lebih penting adalah bahwa prosesnya sejalan dengan fungsi
evaluasi itu sendiri. Berikut ini paparan tahapan evaluasi. (Husein, 2005)
a. Menentukan apa yang akan dievaluasi yaitu apa saja yang dapat dievaluasi, dapat mengacu
pada program serta banyak terdapat aspek-aspek yang kiranya dapat dan perlu dievaluasi.
Tetapi, biasanya yang diprioritaskan untuk dievaluasi adalah hal-hal yang menjadi key
success faktornya.
b. Merancang (desain) kegiatan evaluasi. Sebelum evaluasi dilakukan, tentukan terlebih
dahulu desain evaluasinya agar data apa saja yang dibutuhkan, tahapan-tahapan kerja apa
saja yang dilalui, siapa saja yang akan dilibatkan, sarta apa saja yang akan dihasilkan
menjadi jelas
c. Pengumpulan data. Berdasarkan desain yang telah disiapkan, pengumpulan data dapat
dilakukan secara efektif dan efesian, yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang
berlaku dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
d. Pengolahan dan analisis data. Setelah data terkumpul, data tersebut diolah untuk
dikelompokkan agar mudah dianalisis dengan menggunakan alat-alat analisis yang sesuai,
sehingga dapat menghasilkan fakta yang dapat dipercaya. Selanjutnya, dibandingkan
antara fakta dan harapan / rencana untuk menghasilkan gap. Besar gap akan disesuaikan
dengan tolok ukur tertentu sebagai hasil evaluasinya
e. Pelaporan hasil evaluasi. Agar hasil evaluasi dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, hendaknya hasil evaluasi didokumentasikan secara tertulis dan
diinformasikan baik secara lisan maupun tulisan
f. Tindak lanjut hasil evaluasi. Evaluasi merupakan salah satu bagian dari fungsi manajemen.
Oleh karena itu, hasil evaluasi hendaknya dimanfaatkan oleh manajemen untuk
mengambil keputusan dalam rangka mengatasi masalah manajemen, baik ditingkat strategi
maupun di tingkat implementasi strategi.
Proses atau kegiatan dan dalam kegiataan evaluasi itu mencakup langkah-langkah: (Husein,
2005)
72
a. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang akan dievaluasi
terhadap program yang dievaluasi.
b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan program yang
akan dievaluasi.
c. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan.
d. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil.
e. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan.
f. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap program berikutnya
berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
BAB 7
PENDEKATAN SISTEM PADA MANAJEMEN
1. Pengertian Sistem
Secara singkat definisi sistem merupakan cara tertentu dan biasanya berulang untuk
melaksanakan suatu atau serangkaian aktivitas tertentu (Anthony RN, Govindarajan, V.
2002).
Definisi sistem menurut Johnson, Kast, dan Rosenzweig adalah suatu
kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan
hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks
atau utuh (Amirin, 2003).
Definisi yang lebih lengkap menurut Campbell telah menunjukkan adanya tujuan
sesuatu sistem bahwa sistem merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling
berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan (Amirin,2003).
Sedangkan Elias M. Awad menambahan unsur rencana ke dalam definisi sistem,
sehingga sistem itu dikatakannya merupakan sehimpunan komponen atau subsistem yang
terorganisasikan dan berkaitan sesuai dengan rencana untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu
(Amirin,2003).
73
Kemudian Shrode dan Voich mengemukakan definisi mereka sendiri dengan mengingat
unsur-unsur penting yang ada dalam definisi itu, yaitu: (1) himpunan bagian-bagian, (2)
bagian-bagian itu saling berkaitan, (3) masing-masing bagian bekerja secara mandiri dan
bersama-sama, satu sama lain saling dukung, (4) semuanya ditujukan pada pencapaian tujuan
bersama atau tujuan sistem, dan (5) terjadi di dalam lingkungan yang rumit atau kompleks
(Amirin,2003).
Jadi yang dinamakan sistem adalah sehimpunan unsur yang melakukan sesuatu
kegiatan atau menyusun skema atau tata cara melakukan sesuatu kegiatan pemrosesan untuk
mencapai sesuatu atau beberapa tujuan, dan hal ini dilakukan dengan cara mengolah data
dan/atau energi dan/atau barang(benda) di dalam jangka waktu tertentu guna menghasilkan
informasi dan/atau energi dan/atau barang (benda) (Amirin,2003).
74
Penentuan tujuan tersebut penting atau tidak berdasarkan empat hal, yaitu mutu atau
kualitasnya, banyaknya atau kuantitasnya, waktu dan biaya. Dari 4 faktor tersebut dapat
dipilih yang mana yang paling menguntungkan (Amirin,2003).
Beberapa fungsi pendekatan sistem dalam manajemen (Quible, 2001) adalah sebagai
salah satu pengendali biaya sehingga dapat mengoptimalkan sumber daya yang efisien. Selain
itu sebagai alat bantu pencapaian tujuan organisasi dan sebagai alat organisasi dalam
menerapkan fungsi-fungsinya.
Beberapa ciri-ciri pendekatan sistem (Amirin,2003) yaitu:
1. Setiap sistem memiliki tujuan sehingga perilaku atau kegiatannya mengarah pada
tujuan tersebut (purposive behavior), (Amirin,2003)
2. Suatu sistem merupakan suatu keseluruhan yang bulat dan utuh (wholisme).
Keseluruhan yang bulat dan utuh itu (the whole) lebih dari sekedar kumpulan
bagian-bagian. Artinya bukanlah sekedar bagian-bagian atau unsur-unsur yang
bergabung menjadi satu, melainkan mempunyai makna tersendiri, (Amirin,2003)
3. Sistem mempunyai batas (boundaries) yang memisahkannya dari lingkungan,
(Amirin,2003)
4. Sistem memiliki sifat terbuka, dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya.
(Amirin,2003)
5. Suatu sistem terdiri dari beberapa subsistem yang biasa pula disebut bagian, unsur
atau komponen. (Amirin,2003)
6. Terdapat saling hubungan dan saling ketergantungan baik di dalam (intern) sistem
maupun antara sistem dengan lingkungannya. (Amirin,2003)
7. Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses transformasi atau proses mengubah
masukan menjadi keluaran.(transformator atau processor). (Amirin,2003)
8. Setiap sistem terdapat mekanisme kontrol dengan memanfaatkan tersedianya
umpan balik, (Amirin,2003)
9. Adanya mekanisme kontrol itu maka sistem mempunyai kemampuan mengatur diri
sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau keadaan secara otomatis.
(Amirin,2003)
79
BAB 8
KUALITAS PELAYANAN JASA
2. Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa berbeda dengan barang, jika barang merupakan suatu objek, alat, atau usaha maka
jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau usaha. Bila barang dapat dimiliki,
maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa,
diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. (Kotler, 1997 cit. Fandy Tjiptono, 1996)
2. Inseparability (tidak terpisahkan)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya
dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi
antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya
mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. (Kotler, 1997 cit. Fandy Tjiptono, 1996)
3. Variability (bervariasi)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak
variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut
dihasilkan. (Kotler, 1997 cit. Fandy Tjiptono, 1996)
4. Perishability (mudah lenyap)
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. (Kotler, 1997 cit.
Fandy Tjiptono, 1996)
Fokus dalam proses jasa adalah untuk memberikan hasil (manfaat) yang memenuhi dan
atau melampaui kebutuhan, keinginan pelanggan, dan harapan pelanggan. Selain itu elemen
penting yang terkait dalam kualitas jasa adalah pemilik. Pemilik proses jasa adalah orang
yang memiliki atau diberi tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan dan
mengarahkan perbaikan terus – menerus ditentukan oleh batas-batas proses (boundaries of
the process). (Fandy Tjiptono 1997)
81
Operasi jasa dalam lingkungan jasa, dimungkinkan berlangsung secara berurutan
(sequential) maupun berbarengan dalam waktu yang sama. Hal ini menyebabkan penentuan
batas-batas proses menjadi lebih sukar dan kompleks. (Fandy Tjiptono 1997)
84
dipaparkan mengenai tiga metode pengukuran kualitas, yang menggunakan orientasi
konsumen. (Setianto, 2010)
Alat analisis yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan antara lain
customer windows, service performance, dan service quality. Ketiga pendekatan ini memiliki
konsep yang berbeda satu sama lain. (Setianto, 2010)
7. Customer Windows
Salah satu teknik penilaian kualitas pelayanan yang dapat dipakai dalam melihat
tingkat pemenuhan kebutuhan konsumen adalah Jendela Konsumen (Customer Window).
Teknik ini melihat tingkat pemenuhan kebutuhan konsumen berdasarkan performa
perusahaan. Customer Window diperkenalkan oleh ARBOR, Inc suatu perusahaan riset pasar
di Philadelphia. (Setianto, 2010)
Dalam pendekatan ini terlebih dahulu dilakukan klarifikasi dan segmentasi konsumen
untuk mendesain pertanyaan-pertanyaan penelitian. Pertanyaan tersebut bertujuan untuk
mempelajari tingkat kepuasan dan kepentingan relatif dari karakteristik produk yang
diinginkan konsumen. Customer Windows membagi karakteristik produk menjadi empat
kuadran, yaitu :
1. A (Attention), konsumen menginginkan karakteristik tersebut, namun tidak
mendapatkannya.
2. B (Bravo), konsumen menginginkan karakteristik tersebut dan mendapatkannya.
3. C (Cut or Communicate), konsumen tidak menginginkan karakteristik tersebut, namun
mendapatkannya.
4. D (Don’t Worry Be Happy), konsumen tidak menginginkan karakteristik tersebut, dan dia
tidak mendapatkannya.
Menggunakan jendela pelanggan sebagai alat analisis, dapat mengetahui apakah
posisi jasa berada di kotak A, B, C atau D. Posisi terbaik apabila berada dalam kotak B
(Bravo), hal ini pelanggan memperoleh apa yang diinginkannya dari mengkonsumsi jasa
yang ditawarkan, sehingga pelanggan akan puas. Apabila posisi berada dalam kotak A
(Attention), dalam hal ini membutuhkan perhatian karena pelanggan tidak memperoleh apa
yang diinginkannya, sehingga pelanggan menjadi tidak puas. (Oemi, 1995)
Jika posisi berada dalam kotak C (Cut or Communicate), maka harus menghentikan
penawaran atau berusaha mendidik pelanggan tentang manfaat dari karakteristik jasa yang
ditawarkan, karena dalam posisi ini pelanggan memperoleh apa yang tidak diinginkannya.
85
Sedangkan apabila posisi berada di dalam kotak D (Don’t Worry Be Happy), maka tidak
menjadi masalah karena pelanggan tidak memperoleh apa yang tidak diinginkannya. (Oemi,
1995)
Teori-teori di atas dengan kaitannya terhadap tingkat kepuasan pelanggan, dapat
tercermin dari adanya perasaan senang, tidak mengeluh dan mendapatkan pelayanan yang
konsisten. Apabila pihak pengembang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, maka
penerapan kualitas layanan dapat diterima dengan baik oleh pelanggan. (Oemi, 1995)
8. Service Quality
Model kualitas layanan yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan
dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah model SERVQUAL yang dikembangkan
oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry. (Tjiptono, 1996) SERVQUAL merupakan
kependekan dari Service Quality, dikembangkan mulai tahun 1985. Terdapat hubungan yang
erat antara kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen merupakan
representasi dari kualitas pelayanan. Konsep dari metode ini adalah kualitas pelayanan dapat
diukur dengan membandingkan antara pelayanan yang diharapkan (ekspektasi) dengan
kinerja pelayanan. Kinerja pelayanan itu sendiri direfleksikan dengan apa yang diterima dan
dirasakan (persepsi) konsumen. Dengan kata lain metode SERVQUAL membandingkan
antara harapan dan persepsi konsumen atas suatu pelayanan. (Setianto, 2010)
Dalam metode ini, kualitas layanan mengacu pada lima dimensi. Kelima dimensi
tersebut berasal dari 10 dimensi yang telah dikemukakan pada riset awal mereka (1985), yaitu
: i) reliability, ii) responsiveness, iii) competence, iv) acces, v) courtesy, vi) credibility, vii)
communication, viii) security, ix) understanding, dan x) tangibles. Namun mereka
menemukan bahwa terjadi overlapping diantara kesepuluh dimensi tersebut. Sehingga
dalam riset berikutnya (1988) mereka menyederhanakannya menjadi lima dimensi. Lebih
jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan dengan
menerapkan konsep “RATER”, sebagai berikut:
A. Daya tanggap (Responsiveness)
Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek
pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga
diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan
tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang
tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail,
membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan
86
mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat
respon positif. (Parasuraman, 2001).
Tuntutan pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk pelayanan
yang diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan dan yang
menerima pelayanan. Seyogyanya pihak yang memberikan pelayanan apabila menemukan
orang yang dilayani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur atau mekanisme, maka
perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman yang jelas secara bijaksana, berwibawa dan
memberikan berbagai alternatif kemudahan untuk mengikuti syarat pelayanan yang benar,
sehingga kesan dari orang yang mendapat pelayanan memahami atau tanggap terhadap
keinginan orang yang dilayani. (Parasuraman, 2001).
Pada prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi atau
aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat ketanggapan
atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Kurangnya ketanggapan tersebut dari orang
yang menerima pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut baru dihadapi pertama kali,
sehingga memerlukan banyak informasi mengenai syarat dan prosedur pelayanan yang cepat,
mudah dan lancar, sehingga pihak pegawai atau pemberi pelayanan seyogyanya menuntun
orang yang dilayani sesuai dengan penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas
yang tidak menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh kesah
dari orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, berarti pegawai
tersebut memiliki kemampuan daya tanggap terhadap pelayanan yang diberikan yang menjadi
penyebab terjadinya pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat kecepatan, kemudahan
dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh pegawai (Parasuraman, 2001).
Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas
pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat membutuhkan
penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut jelas dan dimengerti. Untuk
mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas layanan daya tanggap
mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai penjelasan dalam kegiatan pelayanan
kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan
yang bijaksana, penjelasan yang mendetail, penjelasan yang membina, penjelasan yang
mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut secara jelas dimengerti oleh
individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap dianggap
berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk keberhasilan prestasi kerja. Kualitas layanan daya
tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang yang diberi
87
pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga diperlukan adanya
unsur kualitas layanan daya tanggap sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang
dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut mengantar individu yang mendapat pelayanan
mampu mengerti dan menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima. (Margaretha,
2003)
b. Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang substantif dengan
persoalan pelayanan yang dihadapi, yang bersifat jelas, transparan, singkat dan dapat
dipertanggungjawabkan. (Margaretha, 2003)
c. Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap masih kurang atau
belum sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan.
(Margaretha, 2003)
d. Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani untuk menyiapkan,
melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus dipenuhi.
(Margaretha, 2003)
e. Membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap
bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
(Margaretha, 2003)
Uraian-uraian di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembangkan dalam suatu
organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan daya tanggap atas
berbagai pelayanan yang ditunjukkan. Inti dari pelayanan daya tanggap dalam suatu
organisasi berupa pemberian berbagai penjelasan dengan bijaksana, mendetail, membina,
mengarahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan baik, dengan
sendirinya kualitas layanan daya tanggap akan menjadi cermin prestasi kerja pegawai yang
ditunjukkan dalam pelayanannya. (Parasuraman, 2001)
B. Jaminan (Assurance)
Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang
diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari
pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas
dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai
sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang
diberikan. (Parasuraman, 2001)
88
Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh
performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut mampu
memberikan pelayanan yang handal, mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan
pelayanan yang diterima. Selain dari performance tersebut, jaminan dari suatu pelayanan juga
ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat, yang menganjurkan agar setiap
pegawai memberikan pelayanan secara serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang
yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang memiliki
perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam memberikan pelayanan, tentu
akan berbeda pegawai yang memiliki watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang
baik dalam memberikan pelayanan. (Margaretha, 2003)
Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada
kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang
menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam memberikan
pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut
diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, akan dilayani dengan baik sesuai
dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan.
(Margaretha, 2003)
Melihat kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini diperhadapkan oleh
adanya berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan
yang dapat diberikan oleh suatu organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkannya.
Suatu organisasi sangat membutuhkan adanya kepercayaan memberikan pelayanan kepada
orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang meyakinkan, maka
setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas layanan yang meyakinkan sesuai
dengan bentuk-bentuk pelayanan yang memuaskan yang diberikan, bentuk-bentuk pelayanan
yang sesuai dengan komitmen organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian
pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. (Margaretha, 2003)
Suatu organisasi kerja sangat memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai
dengan kenyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan yang dapat
dijamin sesuai dengan:
a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan
pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal tersebut menjadi
bentuk konkrit yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan. (Margaretha, 2003)
89
b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas
kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi suatu
organisasi dalam memberikan pelayanan. (Margaretha, 2003)
c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan,
agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang dilihatnya.
(Margaretha, 2003)
Uraian ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas
layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai dengan
bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan, memberikan pelayanan yang sesuai
dengan komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku yang menarik, meyakinkan dan
dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas layanan yang ditunjukkan dapat dipercaya
dan menjadi aktualisasi pencerminan prestasi kerja yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.
C. Bukti Fisik (Tangible)
Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara
fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan
pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang
menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus
menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan. (Parasuraman, 2001)
Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan
dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan,
sehingga pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik
biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang
digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang
diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan
fisik yang dapat dilihat. (Parasuraman, 2001)
Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam
rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen
organisasi. Prestasi kerja yang ditunjukkan oleh individu sumber daya manusia, menjadi
penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan
fisik yang ditunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan
menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan di dalam memberikan
pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara fisik
dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam
90
banyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan utama, karena
orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan merasakan kondisi fisik yang dilihat
secara langsung dari pemberi pelayanan baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi
kondisi fisik suatu pelayanan. (Arisutha, 2005)
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju,
pertimbangan dari para pengembang pelayanan, senantiasa mengutamakan bentuk kualitas
kondisi fisik yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan.
Kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan nyata yang
memberikan adanya apresiasi dan membentuk image positif bagi setiap individu yang
dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan kemampuan dari pengembang
pelayanan tersebut memanfaatkan segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik
dalam menggunakan alat dan perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan
mengadopsi teknologi, dan menunjukkan suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa
dan memiliki integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan
kepada orang yang mendapat pelayanan. (Martul, 2004)
Selanjutnya, dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan
kebutuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas layanan fisik mempunyai
peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut.
(Margaretha, 2003)
Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi lingkungan
kerja berupa:
a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan
perlengkapan kerja secara efisien dan efektif. (Margaretha, 2003)
b. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan
inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang
dihadapinya. (Margaretha, 2003)
c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan
kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja. (Margaretha, 2003)
Uraian ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa kualitas layanan
sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu kemampuan
dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu
menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan teknologi kerja dan
91
menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
(Margaretha, 2003)
D. Empati (Empathy)
Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan
pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan
dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap
pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam
menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan.
(Parasuraman, 2001)
Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik,
pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan untuk
mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan
pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi pelayanan harus
memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani
seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga
keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan yang
sama. (Parasuraman, 2001)
Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani
diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang
membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa
kepedulian atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami
kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan
yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari, sehingga
pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi pelayanan
dan yang membutuhkan pelayanan. (Parasuraman, 2001)
Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam
memberikan suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang
pegawai. Empati tersebut mempunyai inti yaitu mampu memahami orang yang dilayani
dengan penuh perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam
berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani. (Parasuraman, 2001)
Suatu bentuk kualitas layanan dari empati orang-orang pemberi pelayanan terhadap
yang mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal yaitu:
92
a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan,
sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting. (Margaretha, 2003)
b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga
yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang
diinginkan. (Margaretha, 2003)
c. Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani
merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan. (Margaretha, 2003)
d. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan,
sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan yang
dirasakan. (Margaretha, 2003)
e. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal
yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk
kesulitan pelayanan. (Margaretha, 2003)
Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para
pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang bertujuan
memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai
bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan pelayanan,
sehingga dengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan kualitas layanan sesuai
dengan prestasi kerja yang ditunjukkan. (Margaretha, 2003)
E. Kehandalan (Reliability)
Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam
memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam
pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi,
sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan,
tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat.
(Parasuraman, 2001)
Tuntutan kehandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah
dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan
aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian
dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya. (Parasuraman, 2001)
Inti pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal,
mengetahui mengenai prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan
atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan,
93
mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang
belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut
yaitu pegawai memahami, menguasai, handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang
ditekuninya. (Parasuraman, 2001)
Kaitan dimensi pelayanan reliability (kehandalan) merupakan suatu yang sangat
penting dalam dinamika kerja suatu organisasi. Kehandalan merupakan bentuk ciri khas atau
karakteristik dari pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi. Kehandalan dalam pemberian
pelayanan dapat terlihat dari kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat
pengetahuan yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang kerja yang
diterapkan, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pengalaman kerja yang
ditunjukkan dan kehandalan menggunakan teknologi kerja. (Parasuraman, 2001)
Kehandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan pelayanan sangat
diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir menuntut kualitas
layanan yang tinggi sesuai kehandalan individu pegawai. (Sunyoto, 2004)
Kehandalan dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat dari:
a. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan
terhadap uraian kerjanya. (Sunyoto, 2004)
b. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat
keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang efisien
dan efektif. (Sunyoto, 2004)
c. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalaman kerja yang
dimilikinya, sehingga penguasaan tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat,
tepat, mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya. (Sunyoto, 2004)
d. Kehandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh pelayanan
yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output penggunaan teknologi yang ditunjukkan.
(Sunyoto, 2004)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas layanan dari
kehandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan kehandalan pemberi pelayanan sesuai
dengan bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh pegawai tersebut, sesuai dengan
keberadaan organisasi tersebut. Seorang pegawai dapat handal apabila tingkat
pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan pelayanan yang handal,
kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan sesuai dengan penguasaan bakat yang
terampil, pengalaman kerja mendukung setiap pegawai untuk melaksanakan aktivitas
94
kerjanya secara handal dan penggunaan teknologi menjadi syarat dari setiap pegawai yang
handal untuk melakukan berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai
permasalahan kerja yang dihadapinya secara handal. (Sunyoto, 2004)
95
layanan; kekurangan sumber daya; dan situasi permintaan berlebihan. (Zeithmal, 1985 cit.
Rangkuti, 2006)
c. Gap antara spesifikasi kualitas layanan dan penyampaian layanan (delivery gap)
Gap ini berarti spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi
dan penyampaian layanan. Sejumlah penyebabnya antara lain : spesifikasi kualitas terlalu
rumit dan/atau terlalu kaku; para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan
karenanya tidak berusaha memenuhinya; spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat
yang ada; manajemen operasi layanan buruk; kurang memadainya aktivitas internal
marketing; serta teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan
spesifikasi. (Zeithmal, 1985 cit. Rangkuti, 2006)
d. Gap antara penyampaian layanan dan komunikasi eksternal (communication gap)
Gap ini berarti janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran
tidak konsisten dengan layanan yang diberikan kepada para konsumen. Hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : perencanaan komunikasi pemasaran tidak
terintegrasi dengan operasi layanan; kurangnya koordinasi antara aktivitas pemasaran
eksternal dan operasi layanan; organisasi gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkannya,
sementara kampanye komunikasi pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut; dan
kecenderungan untuk melakukan “over-promise, under deliver” dalam menarik konsumen
baru. Iklan dan slogan/janji perusahaan sering kali memengaruhi ekspektasi konsumen.
(Zeithmal, 1985 cit. Rangkuti, 2006)
e. Gap antara persepsi terhadap layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan
(service gap)
Gap ini berarti bahwa layanan yang dipersepsikan tidak konsisten dengan layanan yang
diharapkan. Gap ini dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk
(negatively confirmed quality) dan masalah kualitas; komunikasi getok tular yang negatif;
dampak negatif terhadap citra korporat atau citra lokal; dan kehilangan konsumen. Gap ini
terjadi apabila konsumen mengukur kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria atau
ukuran yang berbeda. (Zeithmal, 1985 cit. Rangkuti, 2006)
Berdasarkan gaps model of service quality di atas, ketidaksesuaian muncul dari lima
macam kesenjangan yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Satu kesenjangan (gap), yaitu kesenjangan kelima yang bersumber dari sisi penerima
pelayanan (pelanggan).
96
2. Empat macam kesenjangan, yaitu kesenjangan pertama sampai dengan empat, bersumber
dari penyedia jasa (manajemen).
Kepuasan pelanggan dapat dinyatakan sebagai suatu rasio atau perbandingan dengan
merumuskan persamaan kepuasan pelanggan sebagai berikut: Z = X/Y, dimana Z adalah
kepuasan pelanggan, X adalah kualitas yang dirasakan oleh pelanggan dan Y adalah
kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Jika pelanggan merasakan bahwa kualitas
layanan jasa melebihi kebutuhan, keinginan dan harapannya, maka kepuasan pelanggan akan
menjadi tinggi atau paling sedikit bernilai lebih besar dari satu (Z > 1). Sedangkan pada sisi
lain, apabila pelanggan merasakan bahwa kualitas dari jasa lebih rendah atau lebih kecil dari
kebutuhan, keinginan dan harapannya, maka kepuasan pelanggan menjadi sangat tergantung
pada persepsi dan ekspektasi pelanggan. (Zeithmal, 1990)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan dan ekspektasi pelanggan terdiri dari:
1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika
ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen jasa. Jika pada saat itu
kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau ekspektasi pelanggan akan tinggi,
demikian pula sebaliknya. (Gaspersz, 2003)
2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika menggunakan jasa pelayanan dari organisasi
jasa maupun pesaing-pesaingnya. (Gaspersz, 2003)
3. Pengalaman dari teman-teman, yang menceritakan mengenai kualitas layanan jasa yang
dirasakan oleh pelanggan itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi pelanggan terutama
pada jasa-jasa yang dirasakan berisiko tinggi. (Gaspersz, 2003)
4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi pelanggan. Orang-orang
di bagian penjualan dan periklanan seyogyanya tidak membuat kampanye yang
berlebihan melewati tingkat ekspektasi pelanggan. Kampanye yang berlebihan dan secara
aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak
negatif terhadap persepsi pelanggan tentang pelayanan jasa yang diberikan. (Gaspersz,
2003)
99
BAB 9
ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN
1. Pengertian Keputusan
Sebelum mempelajari definisi pengambilan keputusan, maka perlu disampaikan lebih dulu
tentang apa pengertian keputusan itu. (Hasan, 2002)
a. Menurut Ralp C. Davis
Keputusan adalah hasil pemecahan yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan
jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang
apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat pula berupa tindakan
terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula.
b. Menurut Mary Follet
Keputusan adalah suatu atau sebagai hukum situasi. Apabila suatu fakta dapat diperolehnya dan semua
yang terlibat, baik pengawas maupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau ketentuannya, maka
tidak sama dengan mentaati perintah. Wewenang tinggal dijalankan, tetapi itu merupakan wewenang
dari hukum situasi.
c. Menurut James A.F.Stoner
Keputusan adalah pemilihan di antara alternatif- alternatif, ada pilihan atas dasar logika atau
pertimbangan, ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik, ada tujuan yang
ingin dicapai, dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tersebut.
Dari pengertian- pengertian tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keputusan
merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan
satu alternatif dari beberapa alternatif (Hasan, 2002).
2. Jenis Keputusan
Secara umum, keputusan dibagi menjadi dua jenis sebagai berikut (Syafaruddin, 2004).
a. Keputusan strategis
Setiap organisasi melahirkan berbagai kebijakan atau keputusan organisasional. Kebijakan dan
arah organisasi merupakan keputusan strategis. Kebijakan menyita banyak perhatian terutama bagi
para manajer puncak karena pengaruhnya sangat besar terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
hidup organisasi.
b. Keputusan operasional
Adapun keputusan operasional menyangkut pengelolaan organisasi sehari-hari. Keputusan
operasional sangat menentukan efektifitas keputusan strategis yang diambil oleh para manajer
puncak. Dengan demikian keputusan yang diambil dalam proses manajemen baik manajer puncak
100
maupun manajer menengah dan manajer rendah harus saling sinergi agar memiliki kekuatan untuk
menembus faktor-faktor eksternal dalam menuju masa depan organisasi secara lebih baik.
Disisi lain, ada pula pembagian jenis keputusan berdasarkan masalah yang dihadapi, yaitu (Yayat,
2001)
a. Keputusan yang diprogramkan (program decision)
Keputusan ini adalah keputusan yang dibuat berdasarkan pada masalah yang diketahui secara baik
atau masalahnya diketahui secara jelas. Informasi juga memadai untuk digunakan dalam
mengambil keputusan. Suatu informasi harus dapat dinilai relevansinya untuk mengambil
keputusan. Fakta dan angka-angka serta data diolah untuk memberikan informasi yang bermakna
sehingga keputusan bisa diprogramkan.
b. Keputusan yang tidak diprogramkan (non-programmed decision)
Keputusan ini adalah keputusan yang diambil atau dibuat berdasarkan masalah yang tidak
diketahui secara jelas atau data dan informasinya kurang tersedia sebagaimana mestinya.
Pendapat lain membagi keputusan pada dua jenis, yaitu keputusan administratif yang menyangkut
administrasi operasional sehari-hari dan keputusan strategis yang menyangkut kegiatan goal (Yayat,
2001).
107
BAB 10
MANAJEMEN PEMASARAN
A. PENDAHULUAN
Menurut Philip Kotler, pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang
membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta inginkan
melalui penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Jadi,
108
manajemen pemasaran adalah kegiatan pengaturan secara maksimal fungsi-fungsi pemasaran
agar kegiatan pertukaran atau penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen
dapat berjalan lancar dan memuaskan (Widjajanta, 2007).
Adanya etika profesi dalam pelayanan jasa kesehatan menuntut suatu instansi untuk
memiliki kemampuan manajemen pemasaran yang sangat baik agar dapat bertahan dalam
persaingan antarinstansi yang saat ini kian menjamur. Jika suatu instansi pelayanan kesehatan
tidak melakukan manajemen pemasaran dengan baik, dapat mengakibatkan kerugian pada
pihak produsen maupun konsumen. Untuk itulah pentingnya mempelajari manajemen
pemasaran.
B. TUJUAN
C. MANAJEMEN PEMASARAN
Pemasaran memengaruhi hampir setiap aspek dari kehidupan kita sehari-hari. Setiap
pilihan yang dimiliki di antara beragam barang dan jasa yang dibeli. Dalam proses
menyediakan beragam pilihan-pilihan tersebut, pemasaran mendorong organisasi untuk
berfokus pada hal-hal yang dibutuhkan untuk memuaskan pelanggan. Pemasaran memainkan
bagian yang besar dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Selain itu, pemasaran
mendorong terjadinya riset dan inovasi. Pemasaran dapat dipandang dengan dua cara: dari
cara pandang mikro sebagai suatu kumpulan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dan dari
cara pandang makro sebagai sebuah proses sosial (Cannon, et al., 2008).
109
inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan
harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion).
Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar. Pemasar ini sebaiknya
memiliki pengetahuan dalam konsep dan prinsip pemasaran agar kegiatan pemasaran dapat
tercapai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan manusia terutama pihak konsumen yang
dituju (Rachmawati, 2011).
Definisi pemasaran menurut Kotler dan Armstrong adalah sebuah proses perusahaan
menciptakan nilai untuk konsumennya dan membangun hubungan kuat dengan konsumen
dengan tujuan untuk menciptakan nilai keuntungan dari konsumen (Kotler & Armstrong,
2008).
Menurut Cannon, Perreault, dan Mccharty, pemasaran adalah suatu aktivitas yang
bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan
pelanggan atau klien serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan
pelanggan atau klien dari produsen (Cannon, et al., 2008).
Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa
yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen yang ada maupun konsumen potensial (Swasta,
2008). Dari definisi tersebut di atas terlihat bahwa pemasaran mencakup usaha perusahaan
yang dimulai antara lain dengan mengidentifikasikan kebutuhan debitur yang perlu dipuaskan
melalui pelayanan yang bermutu.
110
Menurut Philip Kotler, pemasaran adalah proses manajerial dimana individu dan
kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan
pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain.
112
Lingkungan mikro perusahaan terdiri dari para pelaku dalam lingkungan yang langsung
berkaitan dengan perusahaan yang mempengaruhi kemampuannya untuk melayani pasar,
yaitu:
a. Perusahaan
Yaitu struktur organisasi perusahaan itu sendiri. Strategi pemasaran yang diterapkan
oleh bagian manajemen pemasaran harus memperhitungkan kelompok lain di perusahaan
dalam merumuskan rencana pemasarannya, seperti manajemen puncak, keuangan
perusahaan, penelitian dan pengembangan, pembelian, produksi, dan akuntansi serta
sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan, karena manajer pemasaran juga harus
bekerja sama dengan para staff di bidang lainnya.
b. Pemasok (Supplier)
Para Agen Jasa Pemasaran, seperti perusahaan atau lembaga penelitian pemasaran,
agen periklanan, perusahaan media, dan perusahaan konsultan
pemasaran,kesemuanya membantu perusahaan dalam rangka mengarahkan dan
mempromosikan produknya ke pasar yang tepat.
d. Para Pelanggan
Yaitu pasar sasaran suatu perusahaan yang menjadi konsumen atas barang atau jasa
yang ditawarkan perusahaan apakah individu-individu, Iembaga-lembaga,
organisasi-organisasi, dan sebagainya.
e. Para Pesaing
Dalam usahanya melayani kelompok pasar pelanggan, perusahaan tidaklah sendiri.
Usaha suatu perusahaan untuk membangun sebuah sistem pemasaran yang efisien guna
melayani pasar gelati disaingi oleh perusahaan lain.
Sistem pemasaran dan strategi yang diterapkan perusahaan dikelilingi dan dipengaruhi
oleh sekelompok pesaing. Para pesaing ini perlu diidentifikasi dan dimonitor segala
gerakan dan tindakannya didalam pasar.
f. Masyarakat Umum
2. Lingkungan Makro
114
Lingkungan makro terdiri dari kekuatan-kekuatan yang bersifat kemasyarakatan yang
lebih besar dan mempengaruhi semua pelaku dalam lingkungan mikro dalam perusahaan,
yaitu:
a. Lingkungan Demografis/Kependudukan
b. Lingkungan Ekonomi
c. Lingkungan Fisik
d. Lingkungan Teknologi
e. Lingkungan sosial/budaya
115
F. TAHAPAN DALAM MANAJEMEN PEMASARAN
116
menganalisis peluang pasar, meneliti dan memilih pasar sasaran, merancang strategi
pemasaran, merencanakan dan mengorganisasi program pemasaran, melaksanakan
dan mengendalikan upaya pemasaran.
Strategi pemasaran merupakan proses lima tahap, yang terdiri dari analisi
situasi strategis, perancangan strategi pemasaran, pengembangan program pemasaran,
serta implementasi dan pengelolaan strategi pemasaran.
Analisis situasi strategi meliputi memenangkan pasar melalui perencanaan strategis
berorientasi pasar, mengumpulkan informasi dan mengukur permintaan pasar,
mencari peluang di lingkungan pemasaran, menganalisis pasar konsumen dan perilaku
pembeli, menganalisis pasar komunitas internet, menganalisis pasar bisnis dan
perilaku pembelian bisnis, menghadapi pesaing dan mengidentifikasi segmen pasar
serta menentukan posisi dan mendeferensiasi pasar, strategi hubungan pemasaran dan
perencanaan produk baru. Pengembangan program pemasaran mencakup menetapkan
strategi produk, strategi harga, strategi distribusi dan strategi promosi. Implementasi
dan pengelolaan strategi mencakup merancang organisasi pemasaran yang efektif,
implementasi dan pengendalian strategi.
3. Melakukan langkah pemasaran sesuai perencanaan
Terdapat lima langkah dalam proses pemasaran yang dapat dilihat pada Gambar 6.1.
Pada saat ini, teknologi digital, dari web sites dan online social networks hingga
telepon dapat memberdayakan konsumen dan membuat pemasaran menjadi lebih interaktif.
Seperti yang terlihat di Gambar 6.2 yang menggambarkan pemasaran modern saat ini (Kotler
& Armstrong, 2012).
117
Gambar 6.2. Sistem Pemasaran Modern (Kotler & Armstrong, 2012)
118
G. MANAJEMEN PEMASARAN DI PELAYANAN KESEHATAN
Pasar adalah suatu arena tempat berlangsungnya transaksi pertukaran secara sukarela.
Pemasaran adalah upaya terencana untuk mempengaruhi karakteristik transaksi transaski
pertukaran sukarela itu-pertukaran antara biaya dan manfaat oleh pembeli dan penjual atau
oleh provider dan konsumen (Picket, 2009). Pemasaran adalah suatu proses social dan
manajerial ketika individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka
dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yan gbernilai satu sama kain.
Pengertian tersebut berdasarkan konsep inti pemasaran, yaitu kebutuhan, keinginan, dan
permintaan, produk, nilai, biaya dan kepuasan, pertukaran, transaksi dan hubungan, pasar
serta pemasar dan calon pembeli (Maulana, 2009)
119
maksimal dan atau perbaikan dalam kesehatan mereka (Ewles dan Simnet, 1994 dikutip dari
Maulana, 2009)
Salah satu pelayanan kesehatan di Indonesia yang paling populer adalah rumah sakit
sebagai intuisi jasa mempunyai ciri-ciri yaitu tidak berwujud, merupakan aktivitas pelayanan
antara tenaga medis dan non medis dengan pelanggan, tidak ada kepemilikan, konsumsi
bersamaan dengan produksi dan proses produksi bisa berkaitan atau tidak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Zeithaml dan Bitner (Zeithaml, 2008).
120
Tujuan dari pemasaran pelayanan kesehatan ini tidak lain adalah mempengaruhi persepsi
agar percaya dan tertarik untuk membeli jasa yang ditawarkan. Dalam interaksi dalam
penyampaian jasa dapat berlangsung dalam 3 tingkatan yaitu High-contact services yaitu suatu
jasa yang membutuhkan interaksi yang signifikan antara pelanggan, petugas serta peralatan
dan fasilitas jasa, medium-contacs services suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang
terbatas antara pelanggan, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa, dan low-contacs service
yaitu suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang minimal antara pelanggan, petugas serta
peralatan dan fasilitas jasa (Lovelock, 2005).
Rumah sakit dalam melakukan promosi pemasaran harus bersifat informatif, edukatif,
prespektif, dan preparatif, tidak komparati, berpijak pada dasar yang nyata, tidak berlebihan,
dan berdasarkan KODERSI, khususnya Pasal 23 (KODERSI, 2000).
121
e. Pemasaran bertujuan untuk membantu organisasi menjamin keselamatan dan
kesehatannya dengan cara melayani sebaik-baiknya pasar sasaran. Dalam hal ini
harus diingat bahwa rumah sakit bukan organisasi yang murni bisnis. Artinya, harus
diupayakan keseimbangan antara mengejar laba dengan menyehatkan klien atau
pasien.
f. Keberhasilan pemasaran sangat ditentukan oleh kesesuaian pelayanan yang
ditawarkan dengan kebutuhan dan harapan pasar sasaran. Bukan oleh kesesuaian
pelayanan dengan selera pribadi dari si penghasil produk (rumah sakit).
g. Pemasaran adalah upaya untuk mensinergikan sejumlah kegiatan, yaitu perancangan
pelayanan, penetapan tarif atau harga, komunikasi atau promosi, dan penyediaan
tempat untuk penyelenggaraan pelayanan, dalam satu perangkat yang disebut
marketing mix.
Dari perkembangan konsep pemasaran tersebut, maka jelas terlihat adanya pergeseran
dari rumah sakit dari dokter sebagai sentral, menjadi pasien sebagai sentral. Rumah sakit
harus memperhatikan kebutuhan, keinginan dan nilai-nilai yang dirasakan pasien. Faktor
kepuasan pasien merupakan hal yang penting diperhatikan pihak rumah sakit. Pemasaran
dalam sektor jasa kesehatan sangat berbeda dengan sektor manufaktur dan jasa lainnya,
seperti halnya industri obat-obatan, hotel, dan lain-lain (Lita, 2003).
122
Produk-produk manufaktur diperbolehkan untuk diiklankan dalam media masa baik
cetak maupun elektronik. Sementara jasa kesehatan secara etis dan moral tidak diperbolehkan
untuk diiklankan atau diungkapkan secara terbuka kepada khalayak umum. Setiap tenaga
profesional menjunjung tinggi sumpah profesi untuk menggunakan segala ekpertisnya
menurut etika profesi dan nilai-nilai moral. Pasien tidak boleh dieksploitasi demi popularitas
profesi atau industri kesehatan. Pemasaran jasa kesehatan hanya diperbolehkan melalui
brosur, leaflet,atau buletin mingguan, bulanan, triwulan dan lain-lain (Elu, 2004).
123
Departemen Kesehatan RI memberikan kebijakan dalam pemasaran rumah
sakit yaitu (Djojodibroto, 1997 ditinjau dari Lita, 2003):
a. Pemasaran rumah sakit dapat dilaksanakan agar utilisasi rumah sakit menjadi
lebih tinggi sehinggga akhirnya dapat meningkatkan rujukan medik dan
meluaskan cakupan yang selanjutnya memberi kontribusi terhadap peningkatan
derajat kesehatan penduduk.
b. Pemasaran rumah sakit hendaknya tidak dilepaskan dari tujuan pembangunan
kesehatan yakni antara lain: meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan agar
derajat kesehatan penduduk menjadi lebih baik. Pemasaran tidak boleh lepas juga
dari dasar-dasar etik kedokteran dan etika rumah sakit serta ketentuan hukum
yang berlaku.
c. Promosi yang merupakan bagian dari pemasaran sudah pasti berbeda dengan
promosi perusahaan umum yang mempunyai tujuan mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya. Promosi rumah sakit harus selalu penuh kejujuran. Konsumen
dalam pelayanan rumah sakit selalu mempunyai pilihan yang sempit dan sangat
tergantung kepada rumah sakit dan dokter. Sifat hakiki ini harus dihayati.
d. Ikatan Dokter Indonesia dan PERSI sangat penting perannya dalam merumuskan
pemasaran dan promosi yang sehat dalam bidang rumah sakit.
e. Pemasaran dan promosi rumah sakit jangan sampai menimbulkan keadaan supply
created demand yang merugikan masyarakat.
f. Dalam memasarkan jasanya rumah sakit bisa sendiri-sendiri atau bisa juga
kolektif tergantung jenis jasa apa yang akan dipasarkan.
g. Cara pemasaran yang diperbolehkan adalah:
Internal:
Meningkatkan pelayanan kesehatan.
Kuesioner pada masyarakat.
Mobilisasi dokter, perawat, dan seluruh karyawan rumah sakit.
Brosur/leaflet/buletin.
Eksternal:
Informasi tentang pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit
dengan cara informasi yang tidak melanggar etik rumah sakit
dan kedokteran.
124
Menggunakan media masa.
Informasi tarif harus jelas.
Meningkatkan hubungan dengan perusahaan/badan-badan di luar rumah sakit.
Menyelenggarakan seminar-seminar di rumah sakit.
Pengabdian masyarakat.
h. Kegiatan promosi yang dapat dilaksanakan adalah:
Advertensi melalui majalah kedokteran, buku telepon.
Personal selling tidak dibenarkan untuk mencegah komitmen yang tidak sehat
dari pihak promotor dan calon pembeli.
Sales promotion hanya diperkenankan melalui ”open house” dengan tujuan
agar masyarakat mengenal lebih dekat dan lebih jelas.
Publisitas diperkenankan dalam bentuk brosur atau leaflet yang berisi fasilitas
dan jasa yang ada di rumah sakit tanpa memuat katakata ajakan atau bujukan.
Akan tetapi dalam pemasaran rumah sakit terdapat pro dan kontra yaitu (Sabarguna,
2005):
a. Konsep
Bagi yang pro mengatakan bahwa pemasaran lebih dari iklan tetapi mengarah pada
pertukaran yang menguntungkan, sedangkan yang kontra mengatakan pemasaran
merupakan iklan dan penjualan.
125
b. Proses
Proses yang terjadi bagi yang pro merupakan proses memenuhi kebutuhan pasien,
dan bagi yang kontra menyatakan pemasaran rumah komersialisasi layanan yang
seharusnya bersifat sosial.
c. Akibatnya
Bagi yang pro menyatakan, akan membantu pasien untuk memilih layanan yang
rasional, sedangkan bagi yang kontra, melihat akan terjadi kompetisi dan
peningkatan biaya.
d. Kompetisi
Bagi yang pro mengatakan akan adanya kompetisi yang merupakan realitas yang
ada akan menyebabkan efektifitas dan efisiensi serta akan adanya usaha untuk
mempertahankan hidup, sedangkan bagi yang kontra menyatakan akan terjadinya
pemakaian yang tidak perlu dan kompetisi akan mengarah pada pemenuhan tempat
tidur bukan pada pelayanan yang baik.
e. Dasarnya
Bagi yang pro pemasaran rumah sakit merupakan konsep yang dapat digunakan
baik atau buruk tergantung yang memakainya, sedangkan bagi yang kontra
menganggap pemakaian yang salah dari pemasaran rumah sakit akan
menghancurkan reputasi pelayanan kesehatan.
f. Contohnya
Bagi yang pro pemasaran rumah sakit akan menyebabkan pendeknya waktu
perawatan, sedangkan bagi yang kontra rumah sakit akan seperti toko yang ada
potongan harga.
I. CONTOH PENERAPAN
Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa
yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen yang ada maupun konsumen potensial. Pada
bidang kesehatan khususnya pada pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas
ataupun klinik sangat membutuhkan sistem manajemen pemasaran untuk memperkenalkan
126
segala isi barang/jasa yang ditawarkan serta kelebihan yang dimiliki guna memberi persepsi
agar percaya dan tertarik untuk membeli jasa yang ditawarkan intansi layanan kesehatan.
a. Barang
Tak dapat dipungkiri bahwa barang sangat mempengaruhi hasil dari pelayanan
kesehatan yang diberikan selain dari skill pemberi pelayanan seperti dokter, kualitas
dari barang sbagai fasilitator pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan demi efektivitas
dan kenyamanan pemberian jasa pelayanan kesehatan kepada konsumen. Contoh:
dental unit yang nyaman dengan peralatan yang mumpuni dan canggih tentu lebih
membuat pasien nyaman daripada dental unit yang tua dengan peralatan yang
seadanya.
b. Jasa
Pada bidang pelayanan kesehatan salah satu komponen ini menjadi hal yang sangat
penting untuk ditingkatkan kualitasnya demi meningkatkan kepercayaan konsumen.
Sebagai contoh pada bidang pelayanan kesehatan pemberian jasa yang tepat dapat
berupa skill pemberi jasa layanan kesehatan seperti dokter, perawat, dll dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sehingga proses pengobatan ataupun
penyebuhan dari pasien menjadi efektif dan menciptakan rasa nyaman bagi pasien.
Hal diatas akan lebih sempurna bila diimbangi juga dengan sikap ramah pemberi
layanan kesehatan terhadap konsumen tanpa membeda-bedakan status sosial.
c. Pengalaman
Pengalaman dari instansi pelayanan sangat berpengaruh pada persepsi konsumen
terhadap instansi tersebut. Sebagai contoh rumah sakit X pernah melakukan operasi
face off dan berhasil sehingga wajah penderita kerusakan muka mendapatkan bentuk
muka yang sama seperti sebelumnya dengan kemiripan 90% dan hal tersebut belum
pernah didapatkan di instansi pelayanan kesehatan yang lain, maka dengan
pengalaman seperti itu para konsumen yang ingin memperbaiki bagian tubuhnya yang
rusak akan datang ke rumah sakit X untuk meminta pelayanan jasa yang sama.
127
d. Events
Instansi pelayanan kesehatan menyelenggarakan beberapa kegiatan yang tepat dengan
sasaran kalangan masyarakat yang tepat sehingga masyarakat mempunyai persepsi
percaya dan tertarik dalam menggunakan jasa yang ditawarkan oleh instansi
kesehatan tersebut. Contoh: bakti sosial khitan massal dan operasi katarak pada
daerah berpenduduk kurang mampu.
e. Persons
Pemasaran layanan jasa dari instansi kesehatan dapat melalui sesorang public figure
yang biasanya bersifat kharismatik sehingga apapun yang dikatakan public figure
tersebut dapat merubah persepsi orang lain sehingga percaya dan tertarik akan
layanan jasa yang ditawarkan oleh instansi pelayanan kesehatan. Contoh seperti
rekomendasi dari public figure seperti artis, politikus, ataupun dokter yang tersohor
untuk berobat pada suatu instansi kesehatan.
f. Tempat
Tempat yang strategis juga perlu dipertimbangkan sebelum membuka instansi jasa
pelayanan kesehatan. Konsumen cenderung memilih untuk datang ke tempat yang
mudah untuk diakses dan dekat dengan fasilitas lain seperti mall, restaurant, café, dll.
g. Properti
Dalam hal ini yang dimaksud dengan properti yaitu seperti gedung yang merupakan
tempat bagi instansi pelayanan tersebut berdiri dan memberikan pelayanan jasa
kepada konsumen.
h. Organisasi
Dalam suatu instansi pelayanan kesehatan perlu suatu organisasi yang akan mengatur
bagaimana sistem pelayanan rumah sakit akan berlangsung dengan baik dan benar
kepada konsumen, serta membuat peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan
kepada konsumen seiring bertambahnya waktu namun tetap mengkuti etika yang
berlaku.
128
i. Informasi
Perlu adanya informasi yang diberikan oleh instansi pelayanan kesehatan pada
konsumen guna menyambungtali komunikasi antara dua pihak dan meningkatkan
kepercayaan konsumen pada instansi tersebut, media informasi dapat berupa: website,
sosial media, brosur, dll.
j. Ide
Tentunya stiap penyedia barang/jasa harus mempunyai ide yang kreatif guna makin
meningkatkan ketertarikan konsumen akan barang/jasa yang diberikan. Dalam hal
pelayanan kesehatan sebagai contoh: penyelenggaraan acara bakti sosial, ataupun
penambahan fitur baru dalam fasilitas dalam instansi seperti kafe ataupun wahana
bermain anak.
129
BAB 11
Manajemen Keuangan
1. PENDAHULUAN
Manajemen keuangan yang dahulunya dikenal dengan ilmu belanja atau pembelanjaan
perusahaan baru berkembang dan diperkenalkan pada awal abad XX. Sekarang ini Ilmu
Keuangan telah berkembang secara pesat. Pada setiap perusahaan, kunci utama pengendalian
selain terletak pada keuangan perusahaan tersebut juga terletak pada kegiatan operasionalnya.
Manajemen keuangan tidak hanya dijadikan sebagai suatu pedoman dalam perhitungan
keuangan untuk mengelola dana perusahaan, namun juga sebagai sumber informasi yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah dan perencanaan untuk
keberhasilan pengembangan Rumah Sakit.
Secara umum akuntansi tidak lepas dari biaya (cost), dengan perhitungan biaya yang
berbeda akan menghasilkan akuntansi biaya yang berbeda pula serta berdampak pada
pengambilan keputusan yang berbeda. Dengan demikian untuk pengambilan keputusan yang
tepat serta keberhasilan perencanaan diperlukan sistem dan pelaksanaan akuntansi Rumah
Sakit secara optimal (Henni, 2009).
Jadi, tujuan dari mempelajari manajemen keuangan di pelayanan kesehatan selain
sebagai suatu pedoman dalam perhitungan keuangan untuk mengelola dana perusahaan, juga
sebagai sumber informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam pemecahan
masalah dan perencanaan untuk keberhasilan pengembangan Rumah Sakit.
3.1 Manajemen
Pengertian manajemen didefinisikan dalam berbagai cara, tergantung dari titik
pandang, keyakinan serta pengertian dari pembuat definisi. Secara umum, pengertian
manajemen adalah pengelolaan suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan cara menggerakkan orang-orang lain untuk
bekerja. Pengelolaan pekerjaan itu terdiri dari bermacam ragam, misalnya berupa pengelolaan
industry, pemerintahan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lain-lain. Bahkan hampir setipa
130
aspek kehidupan manusia memerlukan pengelolaan. Oleh karena itu manajemen ada dalam
setiap aspek kehidupan manusia dimana terbentuk suatu kerja sama (organisasi) (Yayat M,
2001).
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan
melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi,
manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Yang
diatur adalah semua unsur-unsur manajemen yang terdiri dari men, money, methods,
materials, machines dan market (Hasibuan dan Malayu, 2009).
Dalam kegiatan apa saja, agar kegiatan tersebut dapat mencapai tujuannya secara
efektif diperlukan pengaturan yang baik. Demikian juga kegiatan dan atau pelayanan
kesehatan masyarakat memerlukan pengaturan yang baik, agar tujuan tiap kegiatan atau
program itu tercapai dengan baik. Proses pengaturan kegiatan ilmiah ini disebut manajemen
(George, 1990).
3.1.1 Fungsi Manajemen
Secara garis besar, fungsi manajemen adalah:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih
yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Perencanaan merupakan fungsi seorang
manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan, kebijaksanaan, prosedur, dan
program dari alternatif yang ada.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokkan dan pengaturan
bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan
orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan,
menetapkan wewenang yang secara relatif dedelegasikan kepada setiap indivisu yang
akan melakukan aktivitas tersebut.
3. Pengarahan (Actuating)
Pengarahan adalah mengarahkan semua staff agar mau bekerjasama dan bekerja efektif
untuk mencapai tujuan.
4. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar
sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana (Hasibuan dan Malayu, 2009).
3.1.2 Prinsip Manajemen
131
Prinsip manajemen dari Fayol yaitu:
1. Pembagian Kerja (Division of Work): Membagi pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang
terspesialisasi dan membebankan tanggung jawab kepada individu tertentu.
2. Otoritas (Authority): Mendelegasikan otoritas bersama-sama dengan tanggung jawab
3. Disiplin (Discipline): Membuat ekspetasi-ekspetasi menjadi jelas dan menghukum
pelanggaran-pelanggaran.
4. Kesatuan perintah (Unity of Command): Setiap pekerja harus berada dibawah satu
pengawas saja.
5. Kesatuan arah (Unity of direction): Upaya-upaya para pekerja harus difokuskan untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
6. Kepentingan pribadi mengalah terhadap kepentingan umum (subordination of individual
interest to the general interest): Kepentingan umum harus diutamakan.
7. Renumerisasi (Renumeration): Memberikan imbalan secara sistematis bagi upaya-upaya
yang mendukung arah organisasi.
8. Sentralisasi (centralization): Menentukan kepentingan relative dari peran atasan dan
bawahan.
9. Rantai scalar (scalar chain): Menjaga komunikasi berada dalam rantai pemerintah.
10. Urutan (order): Mengurutkan pekerjaan dan bahan-bahan sehingga mendukung arah
organisasi.
11. Pemerataan (equality): Disiplin dan urutan yang adil meningkatkan komitmen pekerja.
12. Stabilitas dan masa jabatan (stability and tenure of personel): Meningkatkan loyalitas
dan kelangsungan hidup pekerja.
13. Inisiatif (inisiative): Mendorong para pekerja untuk bertindak atas inisiatif sendiri dalam
rangka mendukung arah organisasi.
14. Semangat kebersamaan (esprit de corps): Mendukung penyatuan kepentingan para
pekerja dan manajemen (Thomas dan Scott, 2008).
3.2 Keuangan
Disiplin ilmu keuangan dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu Keuangan perusahaan
(corporate finance); Investasi (investment) dan Pasar keuangan dan perantara (Financial
market and intermediaries). Bidang terakhir mungkin lebih dikenal dengan istilah perbankan
132
(banking). Masing-masing bidang melibatkan suatu transaksi yang sama tetapi dari sudut
pandang yang berbeda. Perhatikan Gambar berikut ini :
Pasar finansial
PERUSAHAAN
Pertukara investasi
-Keputusan investasi n Rp dan
DUNIA aktiva
-Keputusan finansial
Pendanaan
-Kebijakan Deviden
Perantara finansial
133
Untuk dapat memahami transaksi keuangan serta pembuatan keputusan keuangan, kita
perlu mempelajari prinsip-prinsip keungan. Prinsip-prinsip keuangan terdiri atas himpunan
pendapat-pendapat yang fundamental yang membentuk dasar untuk teori keuangan dan
pembuatan keputusan keuangan.
a. Prinsip “Self interest behaviour”
Prinsip ini mengatakan “People act in their own, financial self interest”. Inti prinsip ini
adalah orang akan memilih tindakan yang memberikan keuntungan (secara keuangan) yang
terbaik bagi dirinya.
b. Prinsip “Risk Aversion”
Prinsip ini mengatakan “When all else is equal, people prefer higher return and lower
risk”. Inti prinsip ini adalah orang akan memilih alternatif dengan rasio keuntungan (return)
dan risiko (risk) terbersar. Misalnya, proyek A dan B memiliki risiko yang sama tetapi A
menjanjikan keuntungan lebih besar, maka investor akan memilih proyek A karena memiliki
rasio keuntungan dan risiko yang paling besar.
c. Prinsip incremental benefit
Prinsip ini mengatakan “Financial decisions are based on incremental benefit”. Prinsip
ini mengajarkan bahwa keputusan keuangan harus didasarkan pada selisih antara nilai dengan
suatu alternatif fan nilai tanpa alternatif tersebut.
d. Prinsip “Risk-return trade –off”
Prinsip ini mengatakan “there is a trade off between risk and return”. Orang menyukai
keuntungan tinggi dengan risiko rendah (prinsip risk aversion). Kondisi “high return, low
risk” ini tidak akan tercapai karena semua orang menginginginkannya (prinsip self-interest
behaviour). Dengan kata lain, prinsip ini mengatakan “jika anda menginginkan keuntungan
besar, bersiaplah untuk menanggung risiko yang besar pula” atau “high risk, high return”.
Kondisi kesehatan maupun kinerja suatu perusahaan dapat kita analisis melalui
laporan keuangan. Bagi para analis bisnis, analisis keuangan digunakan untuk menganalisis
posisi dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan informasi laporan
(Prasnanugraha, 2007).
Pimpinan perusahaan atau manajemen sangat berkepentingan terhadap laporan
keuangan yang telah di analisis, karena hasil tersebut dapat dijadikan sebagai alat dalam
pengambilan keputusan lebih lanjut untuk masa yang akan datang. Dengan menggunakan
134
analisis rasio, berdasarkan data dari laporan keuangan, akan dapat diketahui hasil-hasil
finansial yang telah di capai di waktu-waktu yang lalu, dapat diketahui kelemahan-kelemahan
yang dimiliki perusahaan, serta hasil-hasil yang di anggap cukup baik (Meta, 2009).
Analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
gambaran perkembangan finansial dan posisi finansial perusahaan. Analisis rasio keuangan
berguna sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial
yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi
kreditor dan investor untuk menetukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal
suatu perusahaan (Usman, 2003).
Analisa rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan
dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari
masing-masing komponen yang membentuk rasio (Wild, 2005)
Jenis-jenis rasio keuangan menurut Freddy Rangkuti adalah :
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya (Rangkuti, 2006). Rasio likuiditas untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial jangka pendek. Rasio likuiditas dapat
dihitung berdasarkan informasi modal kerja pos-pos aktiva lancar dan hutang
lancar. Beberapa jenis rasio likuiditas dan rumus perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut
(Arifin J. 2006):
a. Current Ratio
Current ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Rumus
untuk menghitung current rasio adalah sebagai berikut :
Current Ratio = Aktiva Lancar
Kewajiban Lancar
b. Cash Ratio atau Ratio of Immediate Solvency
Cash Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid
assets). Rumusannya adalah sebagai berikut :
Cash Ratio = (Kas + Efek )
135
Kewajiban Lancar
c. Quick Ratio atau Acid Test Ratio
Quick Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid
assets), rumus quick ratio adalah sebagai berikut :
Quick Ratio = (Kas + Efek + Piutang)
Kewajiban Lancar
d. Working Capital to Total Assets Ratio
Working Capital to Total Assets Ratio dipergunakan untuk mengukur likuiditas dari total
aktiva dan posisi modal kerja (netto). Rumusnya sebagai berikut :
Working Capital Ratio = (Aktiva Lancar + Kewajiban Lancar)
Jumlah Aktiva
136
Long Term Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumus untuk
menghitungnya sendiri sebagai berikut:
Long Term Debt to Equity Ratio = Kewajiban Jangka Panjang
Modal Sendiri
d. Tangible Assets Debt Coverage
Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang digunakan untuk
menjamin hutang jangka panjang, rumusnya adalah sebagai berikut :
TAD Coverage = (Jumlah Aktiva + Tangible + Hutang Lancar)
Hutang Jangka Panjang
138
laba dan modal sendiri. Rasio Profitabilitas atau disebut juga dengan istilah Rentabilitas
diantaranya adalah (Arifin J. 2007):
a. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan
laba bruto per rupiah penjualan, dihitung dengan rumus berikut :
Gross Profit Margin = (Penjualan Bersih – HPP)
Penjualan Bersih
3.3.2 Tujuan
Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan (The Main Objective of Financial
Management) adalah memaksimumkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham, bukan memaksimumkan profit. Arti memaksimumkan profit, berarti
140
mengabaikan tanggung jawab sosial, mengabaikan risiko, dan berorientasi jangka pendek
(Linna, 2013).
Adapun tujuan dari manajemen keuangan yang efisien memenuhi adanya tujuan yang
digunakan sebagai standar dalam memberi penilaian keefisienan, yaitu :
1. Tujuan normatif manajemen keuangan adalah maximization wealth of stockholders atau
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yaitu memaksimalkan nilai perusahaan.
2. Nilai perusahaan yang belum go-publik dapat diukur dengan harga jual seandainya
perusahaan tersebut dijual. Jadi tidak hanya nilai asset (laporan di neraca) tetapi
diperhitungkan juga tingkat risiko usaha, prospek perusahaan, manajemen lingkungan
kerja dan sebagainya (Linna, 2013).
3.3.3 Manajer Keuangan
141
Karena manajer adalah individu, kebutuhan informasi yang mereka miliki beragam.
Sistem informasi bermutu tinggi tidak dapat dikembangkan kecuali profesional sistem
informasi dan manajer memahami kerangka manajerial yang menjadi dasar dari
organisasi-organisasi modern (McLeod, 2007). Pengetahuan sistem informasi yang memadai
akan memudahkan seorang manajer keuangan dalam menjawab hal-hal mendasar, seperti :
apa saja yang dibutuhkan, bagaimana informasi disimpan, bagaimana informasi dikirimkan,
dan apa dampak suatu informasi terhadap posisi keuangan perusahaan (Mardiyanto, 2009).
4. PENGANGGARAN MODAL
Penganggaran modal atau Capital Budgeting adalah merupakan proses evaluasi dan
pemilihan investasi jangka panjang yang konsisten terhadap maksimalisasi tujuan
perusahaan. Pentingnya Penggangaran Modal yaitu Keputusan penggaran modal akan
berpengaruh pada jangka waktu yang lama sehingga perusahaan kehilangan fleksibilitasnya;
Penanggaran modal yg efektif akan menaikkan ketepatan waktu dan kualitas dari
penambahan aktiva; Pengeluaran modal sangatlah penting (Mafizatun, 2010).
Penganggaran modal pada dasarnya adalah aplikasi prinsip yang mengatakan bahwa
perusahaan harus menghasilkan keluaran atau menyelenggarakan kegiatan bisnis sedemikian
rupa sehingga hasil imbuh (marginal revenue) produk sama dengan biaya imbuhnya
(marginal cost). Prinsip ini dalam kerangka penganggaran modal berarti bahwa perusahaan
harus melakukan tambahan investasi sedemikian rupa sehingga perolehan imbuh (marginal
returns) investasi itu sama dengan biaya imbuhnya. Daftar berbagai proyek investasi dari
hasil yang tertinggi hingga yang terendah mencerminkan kebutuhan perusahaan akan modal
untuk investasi. Biaya imbuh dari berbagai daftar investasi itu memberi petunjuk tentang
upaya perusahaan untuk memperoleh tambahan modal guna membiayai investasi. Biaya
imbuh modal berarti sejumlah biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk
memperoleh dana dari luar (misalnya meminjam atau menjual saham dan biaya
tumbal/opportunity cost dari dana sendiri yang dapat diperoleh.
5.1 Pengertian
Kas adalah alat pembayaran yang dimiliki perusahaan dan siap digunakan untuk
investasi maupun menjalankan operasi perusahaan setiap saat dibutuhkan. Karena itu, kas
mencakup semua alat pembayaran yang dimiliki perusahaan yang disimpan didalam
142
perusahaan maupun di bank dan siap dipergunakan. Ringkasan perubahan posisi keuangan
perusahaan dari satu periode ke periode lainnya disebut juga laporan sumber dan penggunaan
dana atau laporan perubahan posisi keuangan disebut laporan arus kas (Rudianto, 2009).
Arus kas (cash flow) secara sederhana dapat dipahami sebagai keluar dan masuknya
kas. Bank devisa atau perusahaan multinasional pasti tidak hanya berurusan dengan satu jenis
mata uang, tetapi paling tidak juga berurusan dengan dua jenis mata uang. Sehingga, dalam
setting bbisnis internasional, arus kas merupakan situasi keluar atau masuknya kas berbagai
satuan mata uang (Joesof, 2008).
Arus kas kegiatan operasi yang tidak lancar merupakan pertanda bagi para analis
untuk memeriksa pertumbuhan piutang dan persediaan yang tidak sehat. Arus kas operasi
yang lancar sekalipun bukan merupakan jaminan kesuksesan. Laporan dibutuhkan oleh
pemakai untuk melihat sampai batas mana kasi dari kegiatan operasi digunakan untuk
mendanai investasi, pembayaran hutan dan dividen. Tingkat kepercayan yang terlalu besar
pada sumber oendanaan dari luar untuk memenuhi kebutuhan dana dapat menimbulkan
dampak yang tidak baik. Secara ringkas, laporan arus kas menyediakan banyak informasi.
Kesulitan pada laporan ini (Seperti halnya pada laporan keungan yang lain) adalah
penggunaannya harus selaras dengan laporan-laporan dan pengungkapan lain unutk
memperoleh pemahaman yang mendalam (James C, 1997).
5.2 Pelaporan Cash Flow
Setiap akhir periode akuntansi, perusahaan diwajibkan membuat laporan keuangan.
Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan, minimal terdiri dari laporan perubahan modal,
laporan laba rugi, dan laporan neraca. Akhir-akhir ini perusahaan juga diminta untuk membuat
laporan arus kas karena laporan arus kas memberikan tambahan informasi kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan (Karsono,2001).
Arus kas umumnya ditulis dalam laporan arus kas (cash-flow report), yaitu catatan
yang menjelaskan perubahan kas dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas
diperoleh dan kemana penggunaannya selama periode tertentu. Format laporan ini sangatlah
bervariasi, serta tidak ada satu pun format yang dibakukan dan disepakati semua orang
(Joesof, 2008).
Tujuan dan fungsi laporan arus kas adalah untuk melaporkan arus masuk dan arus keluar
perusahaan dalam periode berjalan, dibedakan dalam tiga kategori, yaitu Kegiatan operasi,
investasi dan pendanaan (James C, 1997). Laporan arus kas menjelaskan perubahan pada kas
dengan membuat daftar kegiatan yang meningkatkan dan mengurangi kas. Setiap kegiatan
143
arus kas masuk dan keluar dikelompokkan kepada salah satu dari tiga kegiatan ini : Kegiatan
operasi, investasi dan pendanaan (James C, 1997).
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan
prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya
yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi
yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait (UNY, 2009).
Satu-satunya perbedaan penyajian menurut metode langsung dan tidak langsung adalah
laporan kegiatan operasi; kegiatan investasi dan pendanaan pada kedua metode bersifat sama.
Menurut metode langsung arus kas operasi dilaporkan secara langsung menurut
kelompok-kelompok utama penerimaan kas operasi (dari pelanggan) dan pembayaran
(terhadap pemasok dan karyawan). Rekonsiliasi terpisah dari penghasilan bersih terhadap
arus kas bersih dari kegiatan operasi juga harus dibuat. Rekonsiliasi ini berawal dengan
penghasilan bersih yang dilaporkan dan menyesuaikan angka ini uuntuk perkiraan-perkiraan
laoran penghasilan non kas dan perubahan-perubahan yang berhubungan pada
perkiraan-perkiraan neraca untuk menentukan kas yang berasal dari kegiatan operasi (James
C, 1997).
Keuntungan utama dari laporan arus kas (terutama yang menggunakan metode
langsung) adalah para pemakai memperoleh gambaran terperinci tentang trasaksi kas
kegiatan operasi, investasi dan pendanaan perusahaan. Ketiga bagian arus kas ini membantu
pemakai dalam menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan yang mungkin timbul
dimasa depan dan saai ini (James C, 1997).
5.3 Neraca
Neraca disebut juga laporan posisi keuangan yang menunjukkan kondisi atau posisi
keuangan suatu entitas pada suatu tanggal tertentu. Yang dimaksud dengan posisi keuangan
adalah : posisi dari aktiva atau harta (assets), kewajiban (liabilities) dan Modal (Owner's
equality) (Henni, 2009).
Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban/ dan ekuitas dana pada tanggal pelaporan. Neraca
disusun dengan sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dengan Sistem sentralisasi, neraca
disusun secara terpusat oleh bagian akuntansi suatu entitas pelaporan. Sedangkan dengan
desentralisasi neraca disusun oleh entitas-entitas akuntansi yang kemudian digabung oleh
entitas pelaporan. Pada pemerintah daerah, satuan kerja (satker) merupakan entitas akuntansi
yang berkewajiban menyusun laporan keuangan yang akan digabungkan oleh satker menjadi
144
Neraca Daerah. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun neraca
satker dan satker serta mengeliminasi akun-akun timbal balik (UNY, 2009).
Pada dasarnya neraca disusun berdasarkan persamaan dasar akuntansi sebagai berikut:
Aktiva menunjuk pada penggunaan dana, sementara hutang dan modal merupakan
sumber dana. Dana / modal perusahaan secara umum dapat berasal dari hutang kepada
pihak eksternal perusahaan dan hutang kepada pihak internal perusahaan. hutang kepada
pihak eksternal perusahaan dalam akuntansi digolongkan menjadi dua yaitu hutang jangka
pendek dan hutang jangka panjang. Sementara, hutang kepada pihak internal perusahaan
dalam akuntansi disebut sebagai modal (Karsono,2001).
6. JENIS-JENIS INVESTASI
145
Istilah Investasi adalah penanaman modal (baik modal tetap maupun modal tidak tetap)
yang digunakan dalam proses produksi untuk memperoleh keuntungan suatu perusahaan.
Investasi penting bagi kelanggengan masa depan perusahaan, tetapi juga merupakan topik
yang secara konseptual sulit dan komplek. Pada pembahasan ini akan melihat pembuatan
keputusan investasi yang memaksimalkan nilai perusahaan, dengan lebih terfokus pada alat
keputusan investasi yaitu net present value (Sumastuti, AM. 2012).
Initial investment (cash out flow) merupakan pengeluaran kas yang diperlukan dalam
rangka pengadaan (pembelian) aset. Biaya-biaya dalam pembelian seperti biaya masuk dan
biaya pengiriman dapat dilihat dan dapat ditambahkan dengan nilai aset tersebut atau
dikapitalisasi (Soegiono, 2009).
Initial investment = nilai assets + biaya instalasi + biaya asset lainnya – penjualan asset
lama
146
Dalam melakukan penggantian aktiva yang lama, penjualan aktiva lama tersebut akan
dapat mengurangi COF itu sendiri. Kemudian hasil perolehan aktiva yang lama menjadi
subjek pajak, dengan berbagai kemungkinan berikut ini (Soegiono, 2009).
147
terjadi, maka investasi di tolak (Fuad et al, 2000; Arifin, 2007)
8.2 Payback Period
Payback Period atau periode pengembalian investasi adalah suatu periode atau jangka
waktu yang diperlukan untuk dapat menutup kembali investasi menggunakan aliran kas neto
atau proceed. Seperti hal nya metode ARR di atas, metode ini juga mengabaikan nilai waktu
uang (Arifin, 2007). Ada pula yang mengatakan pengertian dari Payback Period antara lain
adalah, suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial
cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Dengan kata lain Payback Period
merupakan rasio antara initial cash ratio dan cash inflow yang hasilnya merupakan satuan
waktu (Umar, 2000).
Layak tidaknya
suatu investasi dilakukan
dengan membandingkan
periode waktu maksimum yang ditetapkan dengan hasil hitungan. Jika hasil perhitungan
menunjukkan jangka waktu yang lebih pendek atau sama dengan waktu maksimum yang
ditetapkam. Investaso dinyatakan layak. Sebaliknya, jika hasil perhitungan menunjukkan
jangka waktu yang lebih lama dari yang diisyaratkan, investasi sebaiknya ditolak (Arifin,
2007).
Nilai tunai bersih atau (Net Present value atau NPV) adalah membandingkan nilai
tunas arus kas masuk bersih dengan nilai tunai pengeluaran modal untuk investasi. Jika
NPV positif dan proses layak, maka artinya bisa dilaksanakan. Jika NPV negatif, maka
artinya netral. Sedangkan jika hasilnya nol, maka artinya netral (Mafizhatun N, 2010).
148
Dimana k adalah tingkat pengembalian yang diminta, sedengkan variabel lainnya
sama dengan yang telah disebutkan sebelumnya (Van Horne, 2007).
Metode Internal Rate of Return (IRR) dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang
akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proceed yang diharapkan akan diterima (PV of
future proceeds) sama dengan jumlah sekarang dari pengeluaran modal (PV of capital
outlays). Perhitungan secara manual dilakukan dengan metode trial and error atau dengan
mencoba pada berbagai tingkat suku bunga dengan bantuan tabel NPV (Arifin, 2007).
Menurut Van Horne, tingkat pengembalian internal (internal rate of return) untuk suatu
proposal investasi adalah tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas
(cash flows-CF) bersih yang diharapkan dengan arus kas keluar awalnya (initial cash
outflow-ICO). Jika arus kas keluar awal atau biaya yang terjadi pada perio 0, maka akan
disajikan oleh tingkat diskontonya, atau IRR sebagai berikut (Van Horne, 2007) :
Jadi, IRR adalah tingkat bunga yang mendiskontokan aliran arus kas bersih di masa
mendatang—CF1 melalui Cfn—agar sama dengan nilai arus keluar awal (ICO) pada periode
0 (Van Horne, 2007). NPV dari sebuah investasi akan bernilai nol jika kita menggunakan
tingkat estimasi ini sebagai tingkat imbal hasil yang diinginkan dalam menghitung NPV
(Blocher, 2007).
Contoh :
PT. DEF sedang mempertimbangkan usulan investasi berikut ini : Initial investment Rp
12.950.000,00. Umur ekonomis 10 tahun. CIF tahunan Rp 3.000.000,00. COC 12%.
PVIFA r%, 10 tahun = 12.950.000/3.000.000 = 4,317. Jika dilihat dari indeks berada di
antara 18% dan 20% (Arief Sugino, 2009).
149
8.5 Profitability Index
Profitability index atau benefit cost ratio adalah perbandingan antara nilai sekarang
dari aliran kas masuk di masa yang akan datang dengan nilai investasi. Ini dinyatakan sebagai
: Selama PI tersebut sama dengan atau lebih besar dari satu, maka kita akan menerima usulan
investasi tersebut (Sumastuti, AM. 2012).
Selama IP adalah 1,00 atau lebih besar, proposal investasi tersebut dapat diterima. IP
yang lebih besar dari 1,00 memiliki arti bahwa nilai sekarang proyek tersebut lebih besar
daripada arus kas keluar awalnta, yang akhirnya mengandung arti bahwa nilai sekarang
bersihnya lebih dari nol (Van Horne, 2007).
Analisis BEP adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam
unit atau ruoiah yang menujukkan biaya sama dengan pendapatan. Titik tersebut dinamakan
titik BEP. Dengan mengetahui titik BEP, analisis dapat mengetahui pada volume penjualan,
berapa perusahaan mencapai titik impasnya, yaitu tidak rugi tetapi juga tidak untung. Apabila
penjualan suatu perusahaan melebihi titik itu, maka perusahaan mulai mendapatkan untung
(Herry dan Fitri, 2009).
150
BEP dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu:
a. Pendekatan Grafik: BEP terjadi pada titik persilangan antara garis penghasilan penjualan
dan garis total biaya.
b. Metode Trial daan error
c. Pendekatan matematis (Hidayat Wiweko, 2009).
Rumus Matematika untuk BEP adalah:
Dalam melakukan analisis BEP diperlukan estimasi mengenai biaya tetap, biaya
variable dan pendapatan. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang
besarrnya tetap, dan tidak tergantung dari volume penjuakan sekalipun perusahaan tidak
melakukan penjualan. Misalnya biaya depresiasi, PBB, bunga kredit dan gaji-gaji pimpinan
(Herry dan Fitri, 2009).
Secara umum, manajemen keuangan merupakan suatu suatu proses dalam pengaturan
aktivitas keuangan maupun kegiatan keuangan dalam suatu organisasi. Hal ini termasuk
kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang biasanya
dilakukan oleh manajer keuangan. Aktivitas kegiatan perusahaan ini berhubungan dengan
upaya untuk mendapatkan dana perusahaan dengan meminimalkan biaya serta upaya
penggunaan dan pengalokasian dana tersebut secara efisien. Untuk menerapkan efisiensi
tersebut dipakailah sebuah sistem manajemen tertentu agar dapat mengelola keuangan
perusahaan. Dalam kasus ini, instansi kesehatan pemerintah juga secara umum menerapkan
152
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2012).
Salah satu Contoh Penerapan Keuangan berdasarkan laporan keuangan BLU (Badan
Lembaga Umum) yang diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), sesuai dengan jenis layanannya sama seperti yang diterapkan oleh salah satu BLU
adalah Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. BLU menyusun dan menyajikan laporan
keuangan dan laporan kinerja. Laporan keuangan yang disusun meliputi laporan realisasi
anggaran/laporan operasional (dapat dalam bentuk laporan aktivitas/laporan surplus defisit),
neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai
kinerja (Meidyawati, 2011).
BLU adalah instansi yang langsung memberikan layanan kepada masyarakat (organic
view) dan memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Badan Lembaga Umum
merupakan instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas menurut Pasal 1 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara (Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2012).
153
BAB 12
Manajemen SDM
4. PENDAHULUAN
Manajemen keuangan yang dahulunya dikenal dengan ilmu belanja atau pembelanjaan
perusahaan baru berkembang dan diperkenalkan pada awal abad XX. Sekarang ini Ilmu
Keuangan telah berkembang secara pesat. Pada setiap perusahaan, kunci utama pengendalian
selain terletak pada keuangan perusahaan tersebut juga terletak pada kegiatan operasionalnya.
Manajemen keuangan tidak hanya dijadikan sebagai suatu pedoman dalam perhitungan
keuangan untuk mengelola dana perusahaan, namun juga sebagai sumber informasi yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah dan perencanaan untuk
keberhasilan pengembangan Rumah Sakit.
Secara umum akuntansi tidak lepas dari biaya (cost), dengan perhitungan biaya yang
berbeda akan menghasilkan akuntansi biaya yang berbeda pula serta berdampak pada
pengambilan keputusan yang berbeda. Dengan demikian untuk pengambilan keputusan yang
tepat serta keberhasilan perencanaan diperlukan sistem dan pelaksanaan akuntansi Rumah
Sakit secara optimal (Henni, 2009).
Jadi, tujuan dari mempelajari manajemen keuangan di pelayanan kesehatan selain
sebagai suatu pedoman dalam perhitungan keuangan untuk mengelola dana perusahaan, juga
sebagai sumber informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam pemecahan
masalah dan perencanaan untuk keberhasilan pengembangan Rumah Sakit.
3.1 Manajemen
Pengertian manajemen didefinisikan dalam berbagai cara, tergantung dari titik
pandang, keyakinan serta pengertian dari pembuat definisi. Secara umum, pengertian
manajemen adalah pengelolaan suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan cara menggerakkan orang-orang lain untuk
bekerja. Pengelolaan pekerjaan itu terdiri dari bermacam ragam, misalnya berupa pengelolaan
industry, pemerintahan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lain-lain. Bahkan hampir setipa
aspek kehidupan manusia memerlukan pengelolaan. Oleh karena itu manajemen ada dalam
154
setiap aspek kehidupan manusia dimana terbentuk suatu kerja sama (organisasi) (Yayat M,
2001).
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan
melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi,
manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Yang
diatur adalah semua unsur-unsur manajemen yang terdiri dari men, money, methods,
materials, machines dan market (Hasibuan dan Malayu, 2009).
Dalam kegiatan apa saja, agar kegiatan tersebut dapat mencapai tujuannya secara
efektif diperlukan pengaturan yang baik. Demikian juga kegiatan dan atau pelayanan
kesehatan masyarakat memerlukan pengaturan yang baik, agar tujuan tiap kegiatan atau
program itu tercapai dengan baik. Proses pengaturan kegiatan ilmiah ini disebut manajemen
(George, 1990).
3.1.1 Fungsi Manajemen
Secara garis besar, fungsi manajemen adalah:
5. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih
yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Perencanaan merupakan fungsi seorang
manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan, kebijaksanaan, prosedur, dan
program dari alternatif yang ada.
6. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokkan dan pengaturan
bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan
orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan,
menetapkan wewenang yang secara relatif dedelegasikan kepada setiap indivisu yang
akan melakukan aktivitas tersebut.
7. Pengarahan (Actuating)
Pengarahan adalah mengarahkan semua staff agar mau bekerjasama dan bekerja efektif
untuk mencapai tujuan.
8. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar
sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana (Hasibuan dan Malayu, 2009).
3.1.2 Prinsip Manajemen
Prinsip manajemen dari Fayol yaitu:
155
1. Pembagian Kerja (Division of Work): Membagi pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang
terspesialisasi dan membebankan tanggung jawab kepada individu tertentu.
2. Otoritas (Authority): Mendelegasikan otoritas bersama-sama dengan tanggung jawab
15. Disiplin (Discipline): Membuat ekspetasi-ekspetasi menjadi jelas dan menghukum
pelanggaran-pelanggaran.
16. Kesatuan perintah (Unity of Command): Setiap pekerja harus berada dibawah satu
pengawas saja.
17. Kesatuan arah (Unity of direction): Upaya-upaya para pekerja harus difokuskan untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
18. Kepentingan pribadi mengalah terhadap kepentingan umum (subordination of individual
interest to the general interest): Kepentingan umum harus diutamakan.
19. Renumerisasi (Renumeration): Memberikan imbalan secara sistematis bagi upaya-upaya
yang mendukung arah organisasi.
20. Sentralisasi (centralization): Menentukan kepentingan relative dari peran atasan dan
bawahan.
21. Rantai scalar (scalar chain): Menjaga komunikasi berada dalam rantai pemerintah.
22. Urutan (order): Mengurutkan pekerjaan dan bahan-bahan sehingga mendukung arah
organisasi.
23. Pemerataan (equality): Disiplin dan urutan yang adil meningkatkan komitmen pekerja.
24. Stabilitas dan masa jabatan (stability and tenure of personel): Meningkatkan loyalitas
dan kelangsungan hidup pekerja.
25. Inisiatif (inisiative): Mendorong para pekerja untuk bertindak atas inisiatif sendiri dalam
rangka mendukung arah organisasi.
26. Semangat kebersamaan (esprit de corps): Mendukung penyatuan kepentingan para
pekerja dan manajemen (Thomas dan Scott, 2008).
3.2 Keuangan
Disiplin ilmu keuangan dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu Keuangan perusahaan
(corporate finance); Investasi (investment) dan Pasar keuangan dan perantara (Financial
market and intermediaries). Bidang terakhir mungkin lebih dikenal dengan istilah perbankan
(banking). Masing-masing bidang melibatkan suatu transaksi yang sama tetapi dari sudut
pandang yang berbeda. Perhatikan Gambar berikut ini :
156
Pasar finansial
PERUSAHAAN
Pertukara investasi
-Keputusan investasi n Rp dan
DUNIA aktiva
-Keputusan finansial
Pendanaan
-Kebijakan Deviden
Perantara finansial
Untuk dapat memahami transaksi keuangan serta pembuatan keputusan keuangan, kita
perlu mempelajari prinsip-prinsip keungan. Prinsip-prinsip keuangan terdiri atas himpunan
157
pendapat-pendapat yang fundamental yang membentuk dasar untuk teori keuangan dan
pembuatan keputusan keuangan.
e. Prinsip “Self interest behaviour”
Prinsip ini mengatakan “People act in their own, financial self interest”. Inti prinsip ini
adalah orang akan memilih tindakan yang memberikan keuntungan (secara keuangan) yang
terbaik bagi dirinya.
f. Prinsip “Risk Aversion”
Prinsip ini mengatakan “When all else is equal, people prefer higher return and lower
risk”. Inti prinsip ini adalah orang akan memilih alternatif dengan rasio keuntungan (return)
dan risiko (risk) terbersar. Misalnya, proyek A dan B memiliki risiko yang sama tetapi A
menjanjikan keuntungan lebih besar, maka investor akan memilih proyek A karena memiliki
rasio keuntungan dan risiko yang paling besar.
g. Prinsip incremental benefit
Prinsip ini mengatakan “Financial decisions are based on incremental benefit”. Prinsip
ini mengajarkan bahwa keputusan keuangan harus didasarkan pada selisih antara nilai dengan
suatu alternatif fan nilai tanpa alternatif tersebut.
h. Prinsip “Risk-return trade –off”
Prinsip ini mengatakan “there is a trade off between risk and return”. Orang menyukai
keuntungan tinggi dengan risiko rendah (prinsip risk aversion). Kondisi “high return, low
risk” ini tidak akan tercapai karena semua orang menginginginkannya (prinsip self-interest
behaviour). Dengan kata lain, prinsip ini mengatakan “jika anda menginginkan keuntungan
besar, bersiaplah untuk menanggung risiko yang besar pula” atau “high risk, high return”.
Kondisi kesehatan maupun kinerja suatu perusahaan dapat kita analisis melalui
laporan keuangan. Bagi para analis bisnis, analisis keuangan digunakan untuk menganalisis
posisi dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan informasi laporan
(Prasnanugraha, 2007).
Pimpinan perusahaan atau manajemen sangat berkepentingan terhadap laporan
keuangan yang telah di analisis, karena hasil tersebut dapat dijadikan sebagai alat dalam
pengambilan keputusan lebih lanjut untuk masa yang akan datang. Dengan menggunakan
analisis rasio, berdasarkan data dari laporan keuangan, akan dapat diketahui hasil-hasil
158
finansial yang telah di capai di waktu-waktu yang lalu, dapat diketahui kelemahan-kelemahan
yang dimiliki perusahaan, serta hasil-hasil yang di anggap cukup baik (Meta, 2009).
Analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
gambaran perkembangan finansial dan posisi finansial perusahaan. Analisis rasio keuangan
berguna sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial
yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi
kreditor dan investor untuk menetukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal
suatu perusahaan (Usman, 2003).
Analisa rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan
dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari
masing-masing komponen yang membentuk rasio (Wild, 2005)
Jenis-jenis rasio keuangan menurut Freddy Rangkuti adalah :
2. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya (Rangkuti, 2006). Rasio likuiditas untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial jangka pendek. Rasio likuiditas dapat
dihitung berdasarkan informasi modal kerja pos-pos aktiva lancar dan hutang
lancar. Beberapa jenis rasio likuiditas dan rumus perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut
(Arifin J. 2006):
e. Current Ratio
Current ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Rumus
untuk menghitung current rasio adalah sebagai berikut :
Current Ratio = Aktiva Lancar
Kewajiban Lancar
f. Cash Ratio atau Ratio of Immediate Solvency
Cash Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid
assets). Rumusannya adalah sebagai berikut :
Cash Ratio = (Kas + Efek )
Kewajiban Lancar
159
g. Quick Ratio atau Acid Test Ratio
Quick Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid
assets), rumus quick ratio adalah sebagai berikut :
Quick Ratio = (Kas + Efek + Piutang)
Kewajiban Lancar
h. Working Capital to Total Assets Ratio
Working Capital to Total Assets Ratio dipergunakan untuk mengukur likuiditas dari total
aktiva dan posisi modal kerja (netto). Rumusnya sebagai berikut :
Working Capital Ratio = (Aktiva Lancar + Kewajiban Lancar)
Jumlah Aktiva
160
Long Term Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumus untuk
menghitungnya sendiri sebagai berikut:
Long Term Debt to Equity Ratio = Kewajiban Jangka Panjang
Modal Sendiri
i. Tangible Assets Debt Coverage
Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang digunakan untuk
menjamin hutang jangka panjang, rumusnya adalah sebagai berikut :
TAD Coverage = (Jumlah Aktiva + Tangible + Hutang Lancar)
Hutang Jangka Panjang
162
laba dan modal sendiri. Rasio Profitabilitas atau disebut juga dengan istilah Rentabilitas
diantaranya adalah (Arifin J. 2007):
h. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan
laba bruto per rupiah penjualan, dihitung dengan rumus berikut :
Gross Profit Margin = (Penjualan Bersih – HPP)
Penjualan Bersih
3.3.2 Tujuan
Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan (The Main Objective of Financial
Management) adalah memaksimumkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham, bukan memaksimumkan profit. Arti memaksimumkan profit, berarti
164
mengabaikan tanggung jawab sosial, mengabaikan risiko, dan berorientasi jangka pendek
(Linna, 2013).
Adapun tujuan dari manajemen keuangan yang efisien memenuhi adanya tujuan yang
digunakan sebagai standar dalam memberi penilaian keefisienan, yaitu :
3. Tujuan normatif manajemen keuangan adalah maximization wealth of stockholders atau
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yaitu memaksimalkan nilai perusahaan.
4. Nilai perusahaan yang belum go-publik dapat diukur dengan harga jual seandainya
perusahaan tersebut dijual. Jadi tidak hanya nilai asset (laporan di neraca) tetapi
diperhitungkan juga tingkat risiko usaha, prospek perusahaan, manajemen lingkungan
kerja dan sebagainya (Linna, 2013).
3.3.4 Manajer Keuangan
165
Karena manajer adalah individu, kebutuhan informasi yang mereka miliki beragam.
Sistem informasi bermutu tinggi tidak dapat dikembangkan kecuali profesional sistem
informasi dan manajer memahami kerangka manajerial yang menjadi dasar dari
organisasi-organisasi modern (McLeod, 2007). Pengetahuan sistem informasi yang memadai
akan memudahkan seorang manajer keuangan dalam menjawab hal-hal mendasar, seperti :
apa saja yang dibutuhkan, bagaimana informasi disimpan, bagaimana informasi dikirimkan,
dan apa dampak suatu informasi terhadap posisi keuangan perusahaan (Mardiyanto, 2009).
4. PENGANGGARAN MODAL
Penganggaran modal atau Capital Budgeting adalah merupakan proses evaluasi dan
pemilihan investasi jangka panjang yang konsisten terhadap maksimalisasi tujuan
perusahaan. Pentingnya Penggangaran Modal yaitu Keputusan penggaran modal akan
berpengaruh pada jangka waktu yang lama sehingga perusahaan kehilangan fleksibilitasnya;
Penanggaran modal yg efektif akan menaikkan ketepatan waktu dan kualitas dari
penambahan aktiva; Pengeluaran modal sangatlah penting (Mafizatun, 2010).
Penganggaran modal pada dasarnya adalah aplikasi prinsip yang mengatakan bahwa
perusahaan harus menghasilkan keluaran atau menyelenggarakan kegiatan bisnis sedemikian
rupa sehingga hasil imbuh (marginal revenue) produk sama dengan biaya imbuhnya
(marginal cost). Prinsip ini dalam kerangka penganggaran modal berarti bahwa perusahaan
harus melakukan tambahan investasi sedemikian rupa sehingga perolehan imbuh (marginal
returns) investasi itu sama dengan biaya imbuhnya. Daftar berbagai proyek investasi dari
hasil yang tertinggi hingga yang terendah mencerminkan kebutuhan perusahaan akan modal
untuk investasi. Biaya imbuh dari berbagai daftar investasi itu memberi petunjuk tentang
upaya perusahaan untuk memperoleh tambahan modal guna membiayai investasi. Biaya
imbuh modal berarti sejumlah biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk
memperoleh dana dari luar (misalnya meminjam atau menjual saham dan biaya
tumbal/opportunity cost dari dana sendiri yang dapat diperoleh.
5.1 Pengertian
Kas adalah alat pembayaran yang dimiliki perusahaan dan siap digunakan untuk
investasi maupun menjalankan operasi perusahaan setiap saat dibutuhkan. Karena itu, kas
mencakup semua alat pembayaran yang dimiliki perusahaan yang disimpan didalam
166
perusahaan maupun di bank dan siap dipergunakan. Ringkasan perubahan posisi keuangan
perusahaan dari satu periode ke periode lainnya disebut juga laporan sumber dan penggunaan
dana atau laporan perubahan posisi keuangan disebut laporan arus kas (Rudianto, 2009).
Arus kas (cash flow) secara sederhana dapat dipahami sebagai keluar dan masuknya
kas. Bank devisa atau perusahaan multinasional pasti tidak hanya berurusan dengan satu jenis
mata uang, tetapi paling tidak juga berurusan dengan dua jenis mata uang. Sehingga, dalam
setting bbisnis internasional, arus kas merupakan situasi keluar atau masuknya kas berbagai
satuan mata uang (Joesof, 2008).
Arus kas kegiatan operasi yang tidak lancar merupakan pertanda bagi para analis
untuk memeriksa pertumbuhan piutang dan persediaan yang tidak sehat. Arus kas operasi
yang lancar sekalipun bukan merupakan jaminan kesuksesan. Laporan dibutuhkan oleh
pemakai untuk melihat sampai batas mana kasi dari kegiatan operasi digunakan untuk
mendanai investasi, pembayaran hutan dan dividen. Tingkat kepercayan yang terlalu besar
pada sumber oendanaan dari luar untuk memenuhi kebutuhan dana dapat menimbulkan
dampak yang tidak baik. Secara ringkas, laporan arus kas menyediakan banyak informasi.
Kesulitan pada laporan ini (Seperti halnya pada laporan keungan yang lain) adalah
penggunaannya harus selaras dengan laporan-laporan dan pengungkapan lain unutk
memperoleh pemahaman yang mendalam (James C, 1997).
5.2 Pelaporan Cash Flow
Setiap akhir periode akuntansi, perusahaan diwajibkan membuat laporan keuangan.
Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan, minimal terdiri dari laporan perubahan modal,
laporan laba rugi, dan laporan neraca. Akhir-akhir ini perusahaan juga diminta untuk membuat
laporan arus kas karena laporan arus kas memberikan tambahan informasi kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan (Karsono,2001).
Arus kas umumnya ditulis dalam laporan arus kas (cash-flow report), yaitu catatan
yang menjelaskan perubahan kas dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas
diperoleh dan kemana penggunaannya selama periode tertentu. Format laporan ini sangatlah
bervariasi, serta tidak ada satu pun format yang dibakukan dan disepakati semua orang
(Joesof, 2008).
Tujuan dan fungsi laporan arus kas adalah untuk melaporkan arus masuk dan arus keluar
perusahaan dalam periode berjalan, dibedakan dalam tiga kategori, yaitu Kegiatan operasi,
investasi dan pendanaan (James C, 1997). Laporan arus kas menjelaskan perubahan pada kas
dengan membuat daftar kegiatan yang meningkatkan dan mengurangi kas. Setiap kegiatan
167
arus kas masuk dan keluar dikelompokkan kepada salah satu dari tiga kegiatan ini : Kegiatan
operasi, investasi dan pendanaan (James C, 1997).
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan
prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya
yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi
yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait (UNY, 2009).
Satu-satunya perbedaan penyajian menurut metode langsung dan tidak langsung adalah
laporan kegiatan operasi; kegiatan investasi dan pendanaan pada kedua metode bersifat sama.
Menurut metode langsung arus kas operasi dilaporkan secara langsung menurut
kelompok-kelompok utama penerimaan kas operasi (dari pelanggan) dan pembayaran
(terhadap pemasok dan karyawan). Rekonsiliasi terpisah dari penghasilan bersih terhadap
arus kas bersih dari kegiatan operasi juga harus dibuat. Rekonsiliasi ini berawal dengan
penghasilan bersih yang dilaporkan dan menyesuaikan angka ini uuntuk perkiraan-perkiraan
laoran penghasilan non kas dan perubahan-perubahan yang berhubungan pada
perkiraan-perkiraan neraca untuk menentukan kas yang berasal dari kegiatan operasi (James
C, 1997).
Keuntungan utama dari laporan arus kas (terutama yang menggunakan metode
langsung) adalah para pemakai memperoleh gambaran terperinci tentang trasaksi kas
kegiatan operasi, investasi dan pendanaan perusahaan. Ketiga bagian arus kas ini membantu
pemakai dalam menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan yang mungkin timbul
dimasa depan dan saai ini (James C, 1997).
5.3 Neraca
Neraca disebut juga laporan posisi keuangan yang menunjukkan kondisi atau posisi
keuangan suatu entitas pada suatu tanggal tertentu. Yang dimaksud dengan posisi keuangan
adalah : posisi dari aktiva atau harta (assets), kewajiban (liabilities) dan Modal (Owner's
equality) (Henni, 2009).
Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban/ dan ekuitas dana pada tanggal pelaporan. Neraca
disusun dengan sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dengan Sistem sentralisasi, neraca
disusun secara terpusat oleh bagian akuntansi suatu entitas pelaporan. Sedangkan dengan
desentralisasi neraca disusun oleh entitas-entitas akuntansi yang kemudian digabung oleh
entitas pelaporan. Pada pemerintah daerah, satuan kerja (satker) merupakan entitas akuntansi
yang berkewajiban menyusun laporan keuangan yang akan digabungkan oleh satker menjadi
168
Neraca Daerah. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun neraca
satker dan satker serta mengeliminasi akun-akun timbal balik (UNY, 2009).
Pada dasarnya neraca disusun berdasarkan persamaan dasar akuntansi sebagai berikut:
Aktiva menunjuk pada penggunaan dana, sementara hutang dan modal merupakan
sumber dana. Dana / modal perusahaan secara umum dapat berasal dari hutang kepada
pihak eksternal perusahaan dan hutang kepada pihak internal perusahaan. hutang kepada
pihak eksternal perusahaan dalam akuntansi digolongkan menjadi dua yaitu hutang jangka
pendek dan hutang jangka panjang. Sementara, hutang kepada pihak internal perusahaan
dalam akuntansi disebut sebagai modal (Karsono,2001).
6. JENIS-JENIS INVESTASI
169
Istilah Investasi adalah penanaman modal (baik modal tetap maupun modal tidak tetap)
yang digunakan dalam proses produksi untuk memperoleh keuntungan suatu perusahaan.
Investasi penting bagi kelanggengan masa depan perusahaan, tetapi juga merupakan topik
yang secara konseptual sulit dan komplek. Pada pembahasan ini akan melihat pembuatan
keputusan investasi yang memaksimalkan nilai perusahaan, dengan lebih terfokus pada alat
keputusan investasi yaitu net present value (Sumastuti, AM. 2012).
Initial investment (cash out flow) merupakan pengeluaran kas yang diperlukan dalam
rangka pengadaan (pembelian) aset. Biaya-biaya dalam pembelian seperti biaya masuk dan
biaya pengiriman dapat dilihat dan dapat ditambahkan dengan nilai aset tersebut atau
dikapitalisasi (Soegiono, 2009).
Initial investment = nilai assets + biaya instalasi + biaya asset lainnya – penjualan asset
lama
170
Dalam melakukan penggantian aktiva yang lama, penjualan aktiva lama tersebut akan
dapat mengurangi COF itu sendiri. Kemudian hasil perolehan aktiva yang lama menjadi
subjek pajak, dengan berbagai kemungkinan berikut ini (Soegiono, 2009).
171
terjadi, maka investasi di tolak (Fuad et al, 2000; Arifin, 2007)
8.2 Payback Period
Payback Period atau periode pengembalian investasi adalah suatu periode atau jangka
waktu yang diperlukan untuk dapat menutup kembali investasi menggunakan aliran kas neto
atau proceed. Seperti hal nya metode ARR di atas, metode ini juga mengabaikan nilai waktu
uang (Arifin, 2007). Ada pula yang mengatakan pengertian dari Payback Period antara lain
adalah, suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial
cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Dengan kata lain Payback Period
merupakan rasio antara initial cash ratio dan cash inflow yang hasilnya merupakan satuan
waktu (Umar, 2000).
Layak tidaknya
suatu investasi dilakukan
dengan membandingkan
periode waktu maksimum yang ditetapkan dengan hasil hitungan. Jika hasil perhitungan
menunjukkan jangka waktu yang lebih pendek atau sama dengan waktu maksimum yang
ditetapkam. Investaso dinyatakan layak. Sebaliknya, jika hasil perhitungan menunjukkan
jangka waktu yang lebih lama dari yang diisyaratkan, investasi sebaiknya ditolak (Arifin,
2007).
Nilai tunai bersih atau (Net Present value atau NPV) adalah membandingkan nilai
tunas arus kas masuk bersih dengan nilai tunai pengeluaran modal untuk investasi. Jika
NPV positif dan proses layak, maka artinya bisa dilaksanakan. Jika NPV negatif, maka
artinya netral. Sedangkan jika hasilnya nol, maka artinya netral (Mafizhatun N, 2010).
172
Dimana k adalah tingkat pengembalian yang diminta, sedengkan variabel lainnya
sama dengan yang telah disebutkan sebelumnya (Van Horne, 2007).
Metode Internal Rate of Return (IRR) dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang
akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proceed yang diharapkan akan diterima (PV of
future proceeds) sama dengan jumlah sekarang dari pengeluaran modal (PV of capital
outlays). Perhitungan secara manual dilakukan dengan metode trial and error atau dengan
mencoba pada berbagai tingkat suku bunga dengan bantuan tabel NPV (Arifin, 2007).
Menurut Van Horne, tingkat pengembalian internal (internal rate of return) untuk suatu
proposal investasi adalah tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas
(cash flows-CF) bersih yang diharapkan dengan arus kas keluar awalnya (initial cash
outflow-ICO). Jika arus kas keluar awal atau biaya yang terjadi pada perio 0, maka akan
disajikan oleh tingkat diskontonya, atau IRR sebagai berikut (Van Horne, 2007) :
Jadi, IRR adalah tingkat bunga yang mendiskontokan aliran arus kas bersih di masa
mendatang—CF1 melalui Cfn—agar sama dengan nilai arus keluar awal (ICO) pada periode
0 (Van Horne, 2007). NPV dari sebuah investasi akan bernilai nol jika kita menggunakan
tingkat estimasi ini sebagai tingkat imbal hasil yang diinginkan dalam menghitung NPV
(Blocher, 2007).
Contoh :
PT. DEF sedang mempertimbangkan usulan investasi berikut ini : Initial investment Rp
12.950.000,00. Umur ekonomis 10 tahun. CIF tahunan Rp 3.000.000,00. COC 12%.
PVIFA r%, 10 tahun = 12.950.000/3.000.000 = 4,317. Jika dilihat dari indeks berada di
antara 18% dan 20% (Arief Sugino, 2009).
173
8.5 Profitability Index
Profitability index atau benefit cost ratio adalah perbandingan antara nilai sekarang
dari aliran kas masuk di masa yang akan datang dengan nilai investasi. Ini dinyatakan sebagai
: Selama PI tersebut sama dengan atau lebih besar dari satu, maka kita akan menerima usulan
investasi tersebut (Sumastuti, AM. 2012).
Selama IP adalah 1,00 atau lebih besar, proposal investasi tersebut dapat diterima. IP
yang lebih besar dari 1,00 memiliki arti bahwa nilai sekarang proyek tersebut lebih besar
daripada arus kas keluar awalnta, yang akhirnya mengandung arti bahwa nilai sekarang
bersihnya lebih dari nol (Van Horne, 2007).
Analisis BEP adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam
unit atau ruoiah yang menujukkan biaya sama dengan pendapatan. Titik tersebut dinamakan
titik BEP. Dengan mengetahui titik BEP, analisis dapat mengetahui pada volume penjualan,
berapa perusahaan mencapai titik impasnya, yaitu tidak rugi tetapi juga tidak untung. Apabila
penjualan suatu perusahaan melebihi titik itu, maka perusahaan mulai mendapatkan untung
(Herry dan Fitri, 2009).
174
BEP dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu:
d. Pendekatan Grafik: BEP terjadi pada titik persilangan antara garis penghasilan penjualan
dan garis total biaya.
e. Metode Trial daan error
f. Pendekatan matematis (Hidayat Wiweko, 2009).
Rumus Matematika untuk BEP adalah:
Dalam melakukan analisis BEP diperlukan estimasi mengenai biaya tetap, biaya
variable dan pendapatan. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang
besarrnya tetap, dan tidak tergantung dari volume penjuakan sekalipun perusahaan tidak
melakukan penjualan. Misalnya biaya depresiasi, PBB, bunga kredit dan gaji-gaji pimpinan
(Herry dan Fitri, 2009).
Secara umum, manajemen keuangan merupakan suatu suatu proses dalam pengaturan
aktivitas keuangan maupun kegiatan keuangan dalam suatu organisasi. Hal ini termasuk
kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang biasanya
dilakukan oleh manajer keuangan. Aktivitas kegiatan perusahaan ini berhubungan dengan
upaya untuk mendapatkan dana perusahaan dengan meminimalkan biaya serta upaya
penggunaan dan pengalokasian dana tersebut secara efisien. Untuk menerapkan efisiensi
tersebut dipakailah sebuah sistem manajemen tertentu agar dapat mengelola keuangan
perusahaan. Dalam kasus ini, instansi kesehatan pemerintah juga secara umum menerapkan
176
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2012).
Salah satu Contoh Penerapan Keuangan berdasarkan laporan keuangan BLU (Badan
Lembaga Umum) yang diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), sesuai dengan jenis layanannya sama seperti yang diterapkan oleh salah satu BLU
adalah Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. BLU menyusun dan menyajikan laporan
keuangan dan laporan kinerja. Laporan keuangan yang disusun meliputi laporan realisasi
anggaran/laporan operasional (dapat dalam bentuk laporan aktivitas/laporan surplus defisit),
neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai
kinerja (Meidyawati, 2011).
BLU adalah instansi yang langsung memberikan layanan kepada masyarakat (organic
view) dan memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Badan Lembaga Umum
merupakan instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas menurut Pasal 1 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara (Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2012).
177
BAB 13
Manajemen logistik
1. Pendahuluan
Sektor layanan kesehatan merupakan sektor yang sangat penting bagi setiap negara
termasuk Indonesia. Diantara berbagai jasa layanan kesehatan, rumah sakit memegang
peranan penting karena menyediakan layanan kesehatan yang terpadu bagi pasien. Rumah
Sakit menjadi tempat dan tumpuan masyarakat untuk memperoleh pelayanan, pertolongan,
dan perawatan kesehatan. Kepuasan pasien merupakan salah satu hal yang sangat penting
dalam meninjau mutu pelayanan rumah sakit. Salah satu hal lain yang memegang peran
penting dalam mendukung penyediaan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
responsif adalah proses logistik. (Ratminto dan Winarsih, 2009)
Secara umum, proses logistik terkait dengan pengelolaan dan pemenuhan material,
pasokan dan manajemen instrumen dan pengadaan berbagai item di rumah sakit. Persediaan
obat pada rumah sakit melibatkan jumlah obat dan nilai obat yang tidak sedikit.
Rumah Sakit dinyatakan berhasil, tidak hanya pada kelengkapan fasilitas yang
diunggulkan. Melainkan juga sikap dan layanan sumber daya manusia merupakan element
yang berpengaruh terhadap pelayanan yang dihasilkan kepada pasien. Masyarakat
memandang bahwa hanya Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan medis sebagai
upaya penyembuhan dan pemulihan atas rasa sakit yang diderita pasien. Pasien
mengharapkan pelayanan yang siap, cepat, tanggap dan nyaman terhadap keluhan penyakit
pasien.
Logistik merupakan salah satu penunjang mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Jika manajemen logistik di Rumah Sakit berjalan dengan baik, maka ketersediaan bahan dan
barang di Rumah Sakit akan terjamin dengan baik. Logistik secara umum adalah suatu ilmu
pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan material/alat-alat. Logistik di Rumah
Sakit yaitu bahan untuk kegiatan operasional yang sifatnya habis pakai misalnya persediaan
logistik di Rumah Sakit yaitu ada; dapur, farmasi, laboratorium, air, alat tulis kantor (ATK),
kerumah tanggaan (listrik, sabun, tisu, sapu, karbol), loundry, dan persediaan makanan. (Boy
S. Sabarguna, 2009)
178
Bila kenyataan pengalaman selama mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit lebih
baik dari pada yang diharapkannya maka mereka akan puas, sebaliknya bila pengalaman
selama mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit lebih rendah daripada yang mereka harapkan
maka mereka akan merasa tidak puas. (Daryanto, 2001)
Pasien baru merasa akan puas, apabila pelayanan kesehatan yang diperolehnya sesuai
dengan harapannya. Apa yang baik untuk konsumen adalah apa yang baik untuk semua
orang. Maka dapat disimpulkan kepuasan pasien merupakan suatu tingkat perasaan pasien
yang timbul dikarenakan hasil dari membandingkan kinerja layanan kesehatan yang
diterimanya dengan apa yang diharapkannya (Purborini dan Hardjoko, 1997).
Sasaran penyelenggaraan logistik adalah mencapai level sokongan barang mulai dari
pengadaan hingga pemasaran yang telah ditentukan sebelumnya dengan total biaya yang
serendah mungkin. Tanggung jawab utama utama manajemen logistik adalah merencanakan
dan mengelola suatu sistem operasi yang mampu mencapai sasaran ini (Bowersox, 2006).
Manajemen logistik memiliki tujuan agar barang dan faktor produksi yang diperlukan
untuk proses produksi atau kegiatan operasional (pelayanan) melalui penerapan konsep
standarisasi, optimalisasi dan akurasi informasi dapat tersedia dengan memenuhi 6 T yaitu
(Pudjiraharjo, 2009):
1. Tepat jenis
179
2. Tepat jumlah
3. Tepat kualitas
4. Tepat waktu
5. Tepat tempat
6. Tepat biaya
Tujuan mempelajari manajemen logistik dalam pelayanan kesehatan ini secara umum
adalah untuk memahami konsep dasar manajemen logistik, dimana unsurnya meliputi :
Dalam hal pengadaan ada empat faktor penting yang perlu dapat perhatian, yaitu
mutu, jumlah, waktu dan biaya. Sementara itu, empat aspek dalam komponen pengangkutan
adalah pengemasan, pengiriman, serta perencanaan penerimaan barang yang terencana baik
dan dilaksanakan sesuai norma keselamatan, efisiensi dan menguntungkan. (Ratminto, 2009)
3. Logistik
3.1 Pengertian logistik
Logistik adalah salah satu subsistem yang memiliki tugas untuk menyediakan barang
dan bahan dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat sesuai kebutuhan dengan harga
yang efisien untuk kegiatan operasional rumah sakit (Djojodibroto, 1997). Pendapat lain
mengatakan bahwa logistic merupakan suatu ilmu pengetahuan dan seni serta proses
180
mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan
pemeliharaan, serta penghapusan material/alat-alat (Adiatma, 2003).
1. Tujuan operasional, ialah agar barang tersedia dengan jumlah yang tepat dan mutu
yang memadai.
2. Tujuan keuangan, ialah agar tujuan operasional dapat terlaksana dengan biaya yang
serendah-rendahnya.
3. Tujuan pengamanan, ialah agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,
pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan nilai persediaan yang
sesungguhnya dapat tercermin dalam sistem akuntansi.
Fungsi logistik dapat disusun dalam bentuk skema siklus kegiatan logistik sebagai
berikut (Mustiksari, 2007):
4. Manajemen
Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau
pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan–tujuan organisasional atau
maksud-maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksaannya adalah suatu
pengelolaan atau managing, sedangkan pelaksananya disebut managing atau manager.
(Terry dan Leslie,2008)
Manajemen pada umunya dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu. Oleh karena ada
keterbatasan orang perorang, maka dipandang perlu untuk mendayagunakan suatu kelompok
untuk mencapai tujuan tertentu. (Terry dan Leslie,2008)
1. Planning, yakni mentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang
akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu.
181
2. Organizing, yakni mengelompokkan dan menetukan berbagai kegiatan penting dan
meberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.
3. Staffing, yakni menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan,
penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
4. Motivating, yakni mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan.
5. Controlling, yakni mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab
penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif bila perlu.
5. Manajemen Logistik
Menurut Martin Christoper, manajemen logistik secara umum dapat didefinisikan
sebagai berikut: Logistics is process of strategically managing, part and finished inventory
(and the related information flows) through the organization and its marketing channels in
such a way that current and future profitability are maximized through the cost-effective
fulfillment of orders. Manajemen logistik menyangkut: pengelolaan arus barang atau jasa;
pengelolaan mengenai pembelian, pergerakan, penyimpanan, pengangkutan, administrasi,
dan penyaluran barang; usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaaan
barang. Manajemen logistik mengutamakan pengelolaan, termasuk arus barang dalam
perusahaan. Manajemen logistik berorientasi pada perencanaan dan kerangka kerja yang
menghasilkan rencana tunggal arus barang dan informasi di seluruh perusahaan. (Richardus,
2002)
Dalam membuat suatu perencanaan logistik, biasanya akan menghadapi tiga tipe
situasi perencanaan, yaitu: (1) strategis, (2) operasional, dan (3) taktis. (Bowersox, 2004)
Tabel 1. Perencanaan logistik (Bowersox, 2004)
Perencanaan Sampai satu Menambah item baru pada Suatu proses untuk
Operasional tahun. system pengawasan mengembangkan
182
persediaan. kebijaksanaan dan rencana
logistik untuk menangani
Berkala. Anggaran distribusi tahunan.
tindakan manajemen yang
Mempercepat perolehan
(expending procurement)
Bahan-bahan yang ada di rumah sakit terdiri dari logistik yang berhubungan dengan
medis dan yang tak terkait langsung. Diantaranya yang penting adalah farmasi rumah sakit,
logistik non medis, dan dapur. Pengendalian logistik sangat penting artinya dibawah ini. (Boy
S. Sabarguna, 2009).
a. Pada hal-hal tertentu obat merupakan salah satu penyebab selamatnya seseorang,
juga keberadaannya harus tersedia dengan tepat.
183
c. Pelayanan makanan dari dapur akan merupakan bagian kepuasan pasien yang
penting dari sehari-hari berlangsung.
e. Nilai uang yang beredar pada ketiga hal ini dapat sekitar 15-25% total penerimaan
atau engeluaran, terutama yang besar dari sektor farmasi.
Barang yang termasuk dalam logistik farmasi rumah sakit meliputi obat-obatan, alat
kesehatan, dan bahan non medis yang terkait langsung, seperti : kertas EKG. Sedangkan
barang yang termasuk dalam logistik non medis meliputi ATK (Alat Tulis Kantor), alat listrik
(bahan dan lain-lain) dan yang terakhir adalah logistik dapur yang meliputi makanan basah
dan kering (Boy S. Sabarguna, 2009).
NO Pengendalian Uraian
184
4. Penyimpanan Disimpan dengan mencegah kerusakan dan
mencegah kadaluarsa
5. Pendistribusian Didistribusi dengan tepat waktu oleh orang yang
tepat
a. Walaupun terdiri dari barang-barang kecil, sering murah harganya, tetapi dapat
mengangkat nama baik RS, seperti WC tidak ada risol jadi bau.
c. Walaupun terdiri dari barang yang kecil, bila dijumlahkan akan bernilai rupiah
besar, apalagi dalam jangka waktu yang lama.
Kepentingan tadi biasanya baru akan terasa bila telah terjadi kasus, dan nantinya akan
ada saling menyalahkan diantara yang terlibat, untuk menghindari hal ini, ada baiknya diatur
pengendalian yang sederhana tetapi tepat, sedemikian rupa dalam artian tidak menjadi rumit
dan birokratis, tetapi cukup mudah untuk diikuti, tepat dalam arti bisa menjamin terjadinya
efisiensi. (Boy S. Sabarguna, 2009).
No Kelompok Uraian
185
3 Administrasi Petugas administrasi logistik harus memperhatikan keadaan
barang di gudang, jatah bila ada, dan barang bekas harus
sudah kembali.
5 Pemberian Bila barang bekas tidak kembali karena hilang maka baru
diberikan setelah ada persetujuan Ka. TU. Hal ini agar
menjamin kehati-hatian
Kebutuhan
Ditandatangani
Formulir
Ka. Ruangan dan
permintaan lain lain
Jatah
Kembali yang
bekas
Administrasi
Keadaan barang
logistik di gudang
Bekas tak
Tidak ada kembali
186
dicatat
Pelayanan gizi rumah sakit atau dapur rumah sakit bukan hanya merupakan hal
kebiasaan memenuhi kebutuhan makanan, tetapi merupakan hal penting yang meliputi :
187
f. Amati makanan sisa asien, bila banyak sisa makanan pasien, upayakan cari
penyebabnya.
Manajemen logistik mampu menjawab tujuan dan bagaimana cara mencapai tujuan
dengan ketersediaan bahan logistik setiap saat bila dibutuhkan dan dipergunakan secara
efisien dan efektif. Dalam sistem administrasi manajemen logistik (Subagya, 1994):
Fungsi Perencanaan
Man Planning
Fungsi Penganggaran
Money Organizing
Fungsi Pengadaan
Material Actuating
Fungsi Penyimpanan
Machine Controlling
Fungsi Penyaluran
Method
Fungsi Penghapusan
Fungsi Pengendalian
188
Gambar 2. Sistem Administrasi Manajemen Logistik
Pelaksanaan manajemen yang baik, maka unsur manajemen diproses melalui fungsi
manajemen dan fungsi tersebut merupakan pegangan umum untuk dapat terselenggaranya
fungsi logistik (Subagya, 1994).
Fungsi logistik dapat disusun dalam bentuk skema siklus kegiatan logistik sebagai
berikut (Mustiksari, 2007):
Perencanaan
Penghapusan Penganggaran
Pengendalian (control)
Pendistribusian Pengadaan
Penyimpanan
189
Setiap fungsi logistik tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain. Untuk itu
akan dibahas satu persatu fungsi logistik tersebut (Mustiksari, 2007).
Pengertian umum adalah proses untuk merumuskan sasaran dan menentukan langkah
yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan secara
khusus perencanan logistik adalah merencanakan kebutuhan logistik yang pelaksanaannya
dilakukan oleh semua calon pemakai (user) kemudian diajukan sesuai dengan alur yang
berlaku di setiap organisasi (Mustikasari, 2007). Subagya menyatakan perencanaan adalah
hasil rangkuman dari kaitan tugas pokok, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan
atau lingkungan yang merupakan cara terencana dalam memuat keinginan dan usaha
merumuskan dasar dan pedoman tindakan (Subagya, 1994).
Suatu rencana harus didukung oleh semua pihak, rencana yang dipaksakan akan sulit
mendapatkan dukungan bahkan sebaliknya akan berakibat tidak lancar dalam
pelaksanaannya. Dibawah ini akan dilukiskan bagan kerjasama antara pimpinan, perencana,
pelaksana dan pengawas (Subagya, 1994).
Pimpinan/Staf
Pengkajian
Pengendalian
Persiapan
Pelaksanaan
Sasaran
190
Pengawasan
Pengawas
Dalam suatu kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan pencapaian
tujuan (sasaran) diperlukan kerjasama yang terus menerus antara pimpinan / staf, perencana,
pelaksana dan pengawas dengan masing-masing kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
uraian tugas masing-masing. Seluruh kegiatan diarahkan pada pencapaian tujuan (untuk
mencapai sasaran) organisasi (Subagya, 1994).
a. Rencana Pembelian
b. Rencana Rehabilitasi
c. Rencana Dislokasi
d. Rencana Sewa
e. Rencana Pembuatan.
191
Dalam tahapan perencanaan logistik pada umumnya dapat menjawab dan
menyimpulkan pernyataan sebagai berikut (Subagya, 1994):
a. Apakah yang di butuhkan (what) untuk menentukan jenis barang yang tepat
b. Berapa yang di butuhkan (how much, how many) untuk menentukan jumlah yang tepat
e. Siapa yang mengurus atau siapa yang menggunakan (who) untuk menentukan orang atau
unit yang tepat
g. Mengapa dibutuhkan (why) untuk memeriksa apakah keputusan yang diambil sudah tepat.
Dalam fungsi penganggaran, semua rencana dari fungsi perencanaan dan penentu
kebutuhan dikaji lebih lanjut untuk disesuaikan dengan besarnya biaya dari dana yang
tersedia. Dengan mengetahui hambatan dan keterbatasan yang dikaji secara seksama maka
anggaran tersebut merupakan anggaran yang dapat dipercaya.
Apabila semua perencanaan dan penentu kebutuhan telah diperiksa berulang kali dan
diketahui untung ruginya serta telah diolah dalam rencana biaya keseluruhan, maka
penyediaan dana tersebut tidak boleh diganggu lagi, kecuali dalam keadaan terpaksa.
Pengaturan keuangan yang jelas, sederhana dan tidak rumit akan sangat membantu
kegiatan. Dalam menyusun anggaran terdapat beberapa hal yang harus di perhatikan antara
lain adalah:
192
a. Peraturan terkait
Sumber
Dana yang tersedia
dana
Pembentukan tim
anggaran
Perencanaan
Pengumpulan dan
pengolahan data untuk
anggaran
Penyusunan
Misi Tujuan
anggaran
Persetujuan
Direktur
193
Evaluasi Pelaksanaan
Anggaran di akhir
periode
Sumber anggaran di suatu rumah sakit beragam, tergantung pada institusi yang ada
apakah milik pemerintah atau swasta. Pada Rumah sakit Pemerintah, sumber anggaran dapat
berasal dari Dana Subsidi (Bappenas, Depkes, Pemda) dan dari penerimaan rumah sakit.
Sedangkan pada rumah sakit swasta sumber anggaran berasal dari Dana Subsidi (Yayasan
dan Donatur), Penerimaan rumah sakit dan Dana dari pihak ketiga (Mustikasari, 2007).
Alokasi anggaran logistik Rumah Sakit 40 %-50 % dalam bentuk obat dan bahan
farmasi, alat tulis kantor, cetakan, alat rumah tangga, bahan makanan, alat kebersihan dan
suku cadang (Mustikasari, 2007).
Pengadaan adalah semua kegiataan dan usaha untuk menambah dan memenuhi
kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu
yang tadinya belum ada menjadi ada. Kegiatan ini termasuk dalam usaha untuk tetap
mempertahankan sesuatu yang telah ada dalam batas efisiensi. (Subagya, 1994). Sedangkan
Mustikasari berpendapat fungsi pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasi atau
mewujudkan kebutuhan yang telah direncanakan atau telah disetujui sebelumnya.
Pengadaan tidak selalu harus dilaksanakan dengan pembelian tetapi didasarkan dengan
pilihan berbagai alternatif yang paling tepat dan efisien untuk kepentingan organisasi. Cara
yang dapat dilakukan untuk menjalankan fungsi pengadaan adalah:
a. Pembelian
194
b. Penyewaan
c. Peminjaman
d. Pemberian ( hibah )
e. Penukaran
f. Pembuatan
g. Perbaikan
a. Pemilihan lokasi
1) Barang biasa: Kendaraan, mobil ambulan, alat berat, brankas, kursi roda dll.
c. Pengaturan ruang
196
G
a
m
b
a
r
a. Proses Administrasi
d. Proses angkutan
197
e. Proses pembongkaran dan pemuatan
Ketelitian dan disiplin yang ketat dalam menangani masalah penyaluran merupakan
unsur yang sangat penting untuk mencapai tujuan yang diharapkan. (Subagya, 1994)
b. Teknis dan ekonomis: setelah nilai barang dianggap tidak ada manfaatnya.
Keadaan tersebut disebabkan beberapa faktor: kerusakaan yang tidak dapat
diperbaiki, obsolete (meningkatkan efisiensi atau efektivitas), kadaluarsa yaitu
suatu barang tidak boleh dipergunakan lagi menurut ketentuan waktu yang
ditetapkan, aus atau deteriorasi yaitu barang mengurang karena susut,
menguap atau hadling, Busuk karena tidak memenuhi spesifikasi sehingga
barang tidak dapat dipergunakan lagi.
198
b. Aspek rencana pelaksana teknis
Membentuk panitia
penilai
Identifikasi dan
inventarisasi
Cara penghapusan:
Persyaratan atau ketentuan 1. Pemanfaatan langsung
barang yang dihapus
2. Pemanfaatan kembali
3. Pemindahan
Penyelesaian kewajiban 4. Hibah
sebelum barang dihapus
5. Penjualan atau
pelelangan
Penghapusan 6. Pemusnahan
199
Gambar 8. Skema Fungsi Penghapusan manajemen logistik
Pengendalian adalah sistem pengawasan dari hasil laporan, penilaian, pemantauan dan
pemeriksaan terhadap tahapan manajemen logistik yang sedang atau telah berlangsung
(Mustikasari, 2007). Bentuk kegiatan pengendalian antara lain:
d. Melakukan supervisi
Perencanaan obat. Pada RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya yakni setiap melakukan
perencanaan dilakukan pembuatan Rancangan Rencana Kebutuhan Anggaran (RRKA) oleh
penunjang medisnya. Dalam RRKA pencatatan yang dilakukan adala nama obat, jumlah obat,
harga obat, dan expired date obat yang direncanakan. Namun, perencanaan obat belum
berjalan dengan baik karena terdapat stagnant dan stockout obat di RSUD Dr. M.
Soewandhie Surabaya yang dipengaruhi oleh perhitungan perencanaan yang belum dilakukan
dengan baik dan belum adanya struktur organisasi dan uraian jabatan di seksi penunjang
medis yang mengurus logistik tersebut. (Hanum, 2010) Pada Rumah Sakit Muhammadiyah
Surabaya tidak terdapat metode tertentu dalam melakukan perencanaan kebutuhan obat. Cara
yang dilakukan hanya berdasarkan feeling, pemakaian periode sebelumnya, dan trend
musiman penyakit yang terjadi. Belum adanya metode perencanaan tertentu di Rumah Sakit
Muhammadiyah menyebabkan ketidaktepatan jumlah pemakaian obat dengan kebutuhan riil.
Adanya kejadian stagnant dan stockout obat merupakan konsekuensi konkret tidak adanya
metode perencanaan. Stagnant juga terjadi dikarenakan keterlambatan pengiriman obat dari
pihak distributor, pemesanan obat generik kepada lebih dari satu perusahaan farmasi dan
pesanan tiba dalam waktu yang hampir bersamaan, atau kasus untuk obat tertentu yang tidak
terlalu banyak. Sedangkan penyebab stockout adalah ketersediaan obat tergantung
kontinyuitas dari detailer dari masing-masing perusahaan farmasi untuk menawarkan produk
obat tertentu kepada dokter. Jika detailer-nya tidak secara kontinyu menawarkan kembali
produk tersebut, maka dokter akan beralih kepada detailer lain yang membawa produk yang
sama dengan merk yang berbeda. Selain itu, juga bisa terjadi karena perusahaan farmasi tidak
memproduksi kembali jenis obat dengan merk tertentu, pemesanan yang tidak banyak
dilakukan jika pemakaian sedikit, pemakaian obat yang fluktuatif sehingga tidak dapat
diprediksi penggunaan obat untuk periode berikutnya. (Uswatun, 2010)
Pengadaan obat. Pada RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya pengadaan obat berasal
dari dana APBD dan terdapat tiga macam pengadaan yang dilakukan yaitu secara lelang,
201
penunjukan langsung dan swakelola. Proses pengadaan secara lelang dilakukan jika dana
yang digunakan dalam pembelian obat lebih dari 50.000.000,-, pengadaan secara penunjukan
langsung dilakukan jika dana yang dikeluarkan kurang dari sama dengan 50.000.000,- dan
lebih dari sama dengan 5.000.000.,- dan pengadaan secara swakelola dilakukan jika dana
yang dikeluarkan kurang dari 5.000.000,-. Pengadaan secara lelang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rumah sakit dan jika di rumah sakit masih memiliki persediaan yang
cukup sampai kebutuhan yang diadakan datang. Pengadaan secara penunjukan langsung
dilakukan untuk memenuhi kebutuan yang diperlukan dalam waktu yang relatif cepat tetapi
tidak mendesak. Pengadaan secara swakelola dilakukan jika kebutuhan tersebut mendesak
dan harus dipenuhi. (Hanum, 2010) Berbeda dengan Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya,
pengadaan obat hanya berdasarkan jumlah yang tercatat dalam kartu stok. Jika obat
mendekati habis maka dilakukan pemesanan. Akibat dari pemesanan yang dilakukan sebelum
obat habis adalah bila terjadi keterlambatan pengiriman atau kekosongan pabrik untuk jenis
obat tersebut maka akan terjadi stockout obat. (Uswatun, 2010)
Penerimaan merupakan rangkaian kegiatan logistik agar menjamin obat yang diterima
dalam keadaan baik jenis dan jumlahnya sesuai dengan dokumen yang menyertainya dan
sesuai dengan permintaan. Pada RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya barang yang diterima
dicatat dan dilakukan pemeriksaan obat dan datanya dimasukkan ke dalam komputer dan
kartu stok yang tersimpan di ruangan administrasi. Kemudian obat disimpan di dalam gudang
penyimpanan dan dipantau melalui kartu stok dan komputer. Penerimaan dan penyimpanan
obat tersebut telah memenuhi prosedur penerimaan obat dengan kategori baik. (Hanum,
2010) Sedangkan, pada Rumah Sakit Muhammadiyah belum ada metode tertentu untuk
pengendalian persediaan obat dalam hal penerimaan dan penyimpanan dikarenakan
keterbatasan waktu dan tenaga petugas gudang logistik. Pengendalian obat tersebut hanya
dilakukan secara sederhana menggunakan kartu stok saja. (Uswatun, 2010)
Stagnant dan stockout yang terjadi pada kedua rumah sakit tersebut harus
diselesaikan. Terdapat beberapa saran sebagai alternatif pemecahan masalah dalam
manajemen logistik obat pada kedua rumah sakit tersebut. Pada RSUD Dr. M. Soewandhie
Surabaya perlu dibuat struktur organisasi beserta uraian jabatan yang mengurusi logistik di
seksi penunjang medisnya sehingga dapat lebih fokus dalam mengatur bidang logistik.
Dengan demikian, organisasi tersebut dapat membuat perencanaan obat dengan tepat
sehingga tidak terjadi stagnant dan stockout lagi. Pada Rumah Sakit Muhammadiyah
202
Surabaya diperlukan rancangan rencana kebutuhan anggaran obat untuk memprediksi alokasi
dana tahunan rumah sakit dan memprediksi jumlah obat yang dibutuhkan sehingga
meningkatkan ketepatan jumlah pemakaian obat. Selain itu, dibutuhkan penambahan tenaga
petugas gudang logistik agar pendataan obat dapat berjalan dengan baik.
203