Anda di halaman 1dari 203

BAB 1

KONSEP ORGANISASI

1. Pengertian Organisasi
Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok satu sama
lain, dan ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau
wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana,
terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material,
mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan
secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. (Keith, 1997)
Organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan sumber daya dalam suatu kegiatan kerja,
di mana tiap-tiap kegiatan tersebut telah disusun secara sistematika untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. (Dessler, 1985 citasi Tangkilisan, 2007) Pada organisasi tersebut
masing-masing personel yang terlibat diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang
dikoordinasi untuk mencapai tujuan organisasi, di mana tujuan organisasi tersebut dirumuskan
secara musyawarah sebagai tujuan bersama yang diwujudkan secara bersama-sama.
(Tangkilisan, 2007).
Sementara itu, batasan mengenai organisasi adalah sebagai berikut: “... an organization is
nothing more than a collection of people gropus togethers around a technology which is
operated to transform inputs from its environmental into marketable goods or services.”
(organisasi tidak lebih dari sekelompok orang yang berkumpul bersama di sekitar suatu
teknologi yang dipergunakan untuk mengubah masukan-masukan dari lingkungannya menjadi
barang atau jasa-jasa yang dapat dipasarkan). (Miles, 1775 citasi Tangkilisan, 2007)
Butir-butir penting yang dapat dirumuskan dari definisi organsisasi adalah: (Darmono,
2007).
a. Adanya kelompok orang yang bekerja sama.
b. Adanya tujuan tertentu yang akan dicapai.
c. Adanya pekerjaan yang akan dikerjakan.
d. Adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan.
e. Adanya wewenang dan tanggung jawab.
f. Adanya pendelegasian wewenang.
g. Adanya hubungan satu sama lain.
1
h. Adanya penempatan orang yang akan melakukan pekerjaan.
i. Adanya tata tertib yang harus ditaati.
Karena organisasi merupakan kumpulan manusia yang secara sadar ingin mencapai
tujuan bersama, maka organisasi bersifat dinamis dan berkembang. Jika organisasi tidak
berkembang, maka lama kelamaan organisasi tersebut akan mati dan tidak menunjukkan
aktivitasnya sama sekali. (Darmono, 2007)
Organisasi dapat dilihat atau ditinjau dari beberapa sudut pandangan, antara lain:
a. Organisasi sebagai wadah
Organisasi adalah suatu wahana kegiatan yang mencerminkan bahwa organisasi
merupakan tempat beraktivitas saja, yakni kegiatan administrasi dan manajemen.
Pengertian ini merupakan organisasi yang bersifat “statis” karena hanya melihat strukturnya
saja. Organisasi sebagai wadah yang sifatnya statis karena setiap orang dalam wadah itu
harus jelas tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya, serta hubungan dan tata kerjanya.
(Handayaningrat, 1991 citasi Tangkilisan, 2007)
Oleh karena itu, dalam organisasi yang dipandang sebagai wadah aktivitas, pola
struktur harus berdasarkan landasan yang kuat serta pemikiran yang benar-benar
berorientasi pada masa depan. Hal ini sangat perlu dilakukan untuk mengantisipasi
terjadinya perubahan di masa datang, misalnya perubahan tujuan, perubahan aktivitas yang
menuntut adanya perubahan yang mendasar, dan strukturya tidak harus berubah.
(Tangkilisan, 2007)
b. Organisasi sebagai suatu proses pembagian kerja
Organisasi sebagai suatu proses pembagian kerja melihat bahwa ada unsur-unsur yang
saling berhubungan, yakni sekelompok orang atau individu, ada kerja sama, dan ada tujuan
tertentu yang telah ditetapkan. Interaksi dalam organisasi akan terjadi antara individu
dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Hubungan
ini terjadi karena sudah ada pembagian yang jelas dalam suatu sistem. Kerja sama dalam
suatu sistem yang teratur ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati
bersama. (Tangkilisan, 2007)
Sebagai proses, organisasi menyoroti interaksi antara orang-orang di dalamnya.
Interaksi ini dapat menimbulkan hubungan formal dan informal sehingga tercipta organisasi
formal dan organisasi informal. Hubungan formal antara orang-orang dalam organisasi
telah diatur dalam dasar hukum rincian susunan organisasi serta hubungan hierarkis dan

2
biasanya tergambar dalam bagan struktur organisasi. Hubungan informal tidak diatur dan
tidak terlibat dalam struktur organisasi. (Darmono, 2007)
Allen (1958) mengemukakan perlunya pembagian kerja sebagai berikut: “We can
define organization as the process of denifying and grouping the work to be performed,
defining and delegating responsibility and authority, and establishing relationships for the
purposes of enabling people to work most effectively together in accomplishing
objectives.”(Kami dapat merumuskan organisasi sebagai proses menetapkan dan
mengelompokkan pekerjaan yang akan dilakukan, merumuskan dan melimpahkan
tanggungjawab dan wewenang, serta menjalin hubungan-hubungan agar orang-orang dapat
bekerjasama secara paling efektif dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi). (Tangkilisan,
2007)
c. Organisasi sebagai suatu alat dalam mencapai tujuan
Manusia mendirikan suatu organisasi karena adanya beberapa tujuan dari individu,
yang hanya akan tercapai lewat tindakan yang harus dilakukan dengan
kesepakatan-kesepakatan atau persetujuan bersama. Untuk melaksanakan kesepakatan
tersebut, maka cara kerja sama akan dapat meringankan, mengefektifkan, mengefisienkan
dan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang hendak dicapai bersama. (Tangkilisan, 2007)
Dalam kaitannya dengan tujuan, organisasi itu mengejar tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran yang dapat dicapai secara lebih efisisen dan lebih efektif dengan tindakan
yang dilakukan bersama-sama. Organisasi merupakan suatu alat dalam mencapai tujuan dan
sangat diperlukan oleh masyarakat baik dalam bidang profit maupun jasa (pelayanan).
Tujuan organisasi akan tercapai bilamana tiap-tiap individu yang ada dalam organisasi sadar
akan tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya sehingga pada akhirnya tujuan organisasi
tercapai. (Menurut Gibson et al, 1993 citasi Tangkilisan, 2007)
Organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang
berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi
dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan
mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.
(Lubis dan Huseini, 1987) Organisasi adalah suatu sistem dari aktivitas-aktivitas orang yang
terkoordinasikan secara sadar, atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih.
(Chester Barnard citasi Thoha, 1992)
Selanjutnya Atmosudirjo memandang bahwa organisasi sebagai suatu jaringan dari
berbagai macam sistem yang bertalian satu sama lain, serta bekerja dan bergerak berdasarkan
3
tata-kaitan sistem-sistem tertentu. Organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
organisasi dalam arti statis (sebagai sesuatu yang tidak bergerak/diam), dan organisasi dalam
arti dinamis (organisme sebagai suatu organ yang hidup, suatu organisme yang dinamis/proses
kerjasama antara orang-orang yang tergabung dalam suatu wadah tertentu untuk mencapai
tujuan bersama seperti yang telah ditetapkan secara bersama pula. (Thoha, 1992)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi sesungguhnya
merupakan kumpulan manusia yang diintegrasikan dalam suatu wadah kerjasama untuk
menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang ditentukan.
Terdapat beberapa jenis tujuan dalam organisasi yang memberikan arah bagi
pelaksanaan kegiatan maupun pengambilan keputusan, yaitu: (Lubis dan Huseini, 1987)
a. Sasaran lingkungan, yaitu kondisi dimana suatu organisasi-organisasi lain yang terdapat
pada lingkungannya
b. Sasaran output, yaitu menunjukan bentuk dan banyaknya output yang akan dihasilkan oleh
organisasi
c. Sasaran sistem, yaitu berhubungan dengan pemeliharaan atau perawatan maintenance
organisasi sendiri
d. Sasaran produk menggambarkan karakteristik produk atau jasa yang akan diberikan kepada
konsumen, sasaran ini menentukan jumlah, mutu, jenis, corak, dan karakteristik lainnya
yang menggambarkan karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan
e. Sasaran bagian (sub unit goal) yaitu menggambarkan sasaran dari suatu bagian atau suatu
satuan unit kerja yang merupakan bagian dari unit organisasi.

2. Bentuk Organisasi
Berdasarkan tinjauan dari segi wewenang, tanggung jawab, serta hubungan kerja dalam
organisasi, dapat dikemukakan adanya 4 tipe atau bentuk organisasi, yaitu:
a. Organisasi Lini adalah bentuk organisasi dimana wewenang pimpinan langsung ditujukan
kepada bawahan. Bawahan bertanggung jawab langsung pada atasan. Bentuk organisasi
garis sering disebut pula bentuk organisasi militer. Bentuk organisasi garis cocok diterpkan
pada organisasi yang sederhana dan memiliki ciri antara lain jumlah karyawan sedikit dan
belum ada spesialisasi. (Chr.Jimmy L.Gaol, 2008)
Kebaikan:
- Kesatuan komando terjamin, karena pimpinan berada di tangan satu orang
- Pengambilan keputusan cepat, karena pimpinan berada ditangan satu orang
4
- Prinsip the right man on the right place mudah diterapkan
- Kemampuan dan sifat sifat setiap karyawan dapat diketahui
- Terdapat rasa kekeluargaan sesama karyawan dan pimpinan karena jumlah anggota
organisasi masih terbatas. (Chr.Jimmy L.Gaol, 2008)
Kelemahan :
- Maju mundurnya organisasi berada ditangan satu orang
- Kecenderungan pimpinan bertindak otoriter ukup besar karena ia sendiri mernecanakan,
memberi komandi dan mengawasi
- Kesempatan karyawan berkarier terbatas karen organisasi masih kecil. (Chr.Jimmy
L.Gaol, 2008)

Ilustrasi 1. Bentuk Organisasi Lini


b. Organisasi Fungsional adalah suatu organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi
dilimpahkan kepada kepala bagian yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan
kepada para pelaksanan yang mempunyai keahlian khusus. (Alam S, 2006)
Ciri ciri:
- Organisasi kecil
- Didalamnya terdapat kelompok kelompok kerja staf ahli
- Pembidangan tugas secara jelas dan tegas dapat dibedakan, dalam
- Target yang hendak dicapai jelas dan pasti
- Pengawasan dilakukan secara ketat
Kebaikan
- Program terarah, jelas dan cepat
- Anggaran, personalia, dan sarana tepat dan sesuai
- Kenaikan pangkat pejabat fungsional cepat
5
Kelemahan organisasi fungsi:
- Sulit mengadakan mutasi (perpindahan antar fungsi) dalam perusahaan tanpa proses
pembelajaran terlebih dahulu
a. Koordinasi secara menyeluruh sulit dilaksanakan
b. Karena perbedaan tugas, terjadi pengkotak kotakan dalam tubuh organisasi
c. Pada penerimaan tugas sering terdapat kesimpang siuran karena perintah diterima
tidak hanya dari satu orang melainkan juga dari beberapa orang. (Alam S, 2006)

Ilustrasi 2. Bentuk Organisasi Fungsional


c. Organisasi Lini dan Staff adalah bentuk organisasi yang memberi wewenang pada
pimpinan untuk memberi komando pada bawahan. Dalam hal ini pimpinan dibantu ole staf
dalam pelaksanaan tugasnya. Bentuk organisasi ini cocok digunakan pada organisasi yang
jumlah personilnya besar, daerah operasinya luas, serat mempunyai bidang bidang tugas
yang beraneka ragam dan kompleks. (Chr.Jimmy L.Gaol, 2008)
Ciri ciri :
- Jumlah pegawainya banyak
- Hubungan yang bersifat langsung tdak dimungkinkan lagi untuk seluruh pegawai
perusahaan
- Terdapat dua kelompok besar pegawai dalam organisasi dan mempunyai
spesialisasi/keahlian yang beraneka ragam. Pertama, sekelompok pegawai yang
melaksanakan tugas pokok organisasi dalam rangka mencapai tugas pokok yang dikenal
dengan sebutan pegawai lini/ line human resource. Kedua, sekelompok pegawai yang
tugasnya vbersifat menunjang ata membantu pelaksanaan tugas pokok, dan karen

6
keahlian yang dimiliknya maka ia bersifat menasihati, memberi konsultasi maupun
memberi jasa penunjang. (Chr.Jimmy L.Gaol, 2008)

Ilustrasi 3. Bentuk Organisasi Lini dan Staff

d. Organisasi Fungsional dan Lini adalah bentuk organisasi dimana wewenang dari
pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian dibawahnya yang mempunyai
keahlian terttentu serta sebagian dilimpahkan kepada pejabat fungional yang koordinasinya
tetap diserahkan kepada kepala bagian. (Chr.Jimmy L.Gaol, 2008)

Ilustrasi 4. Organisasi Fungsional dan Lini

7
e. Organisasi proyek
Menurut aliran perilaku, semua bentuk organisasi yang telah dibicarakan di atas
tergolong ke dalam bentuk birokrasi. Bentuk birokrasi, menurut Max Weber mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut : adanya struktur, hirarki dan tugas khusus, penekanan pada
kemampuan tenaga untuk mentaati peraturan dengan ketat, dan adanya hubungan kejiwaan
yang mendalam antara orang-orang yang terlibat dalam organisasi. Beberapa kendala dalam
bentuk birokrasi adalah pertama, penetapan dan pembagian kekuasaan serta wewenang
dalam mengkordinasikan kegiatan dan hasilnya diarahkan untuk kepentingan pihak
atas/pimpinan, sedangkan kepentingan rekan dan bawahan serta hubungan kemanusiaan
agak terabaikan. kedua, sebagaimana dikemukakan oleh aliran perilaku, bentuk birokrasi
mengandung akibat sampingan yang menghambat kelancaran hubungan hirarki sehingga
proses pekerjaan dapat berjalan horisontal, diagonal, menurun, dan menaik sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi dan sesuai pula dengan bakat serta kecerdasan orang-orang
yang melakukan pekerjaan. (Dedy Kurniadi, 2012)
Bentuk organisasi proyek dimunculkan dengan maksud agar ketiga bentuk organisasi
di atas, yaitu organisasi lini, lini dan staf, serta fungsional dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi dan situasi pekerjaan sehingga efisiensi dan efektivitas kerjanya dapat ditingkatkan
dengan memperhatikan hubungan kemanusiaan. Bentuk organisasi proyek pada dasarnya
dikembangkan dari kegiatan-kegiatan organisasi. Sebagai ilustrasi, dalam organisasi sering
ditetapkan berbagai kegiatan khusus dan bertahap yang dilakukan oleh bagian-bagian atau
unit pelaksana tertentu. Kegiatan khusus dan bertahap itu ada kalanya berdiri sendiri dan
kadangicadang berkaitan pula dengan kegiatan-kegiatan lain. Suatu kegiatan khusus
kadang-kadang ditinggalkan atau ditangguhkan ada pula yang digabungkan dengan
kegiatan-kegiatan lain. Apabila pimpinan suatu organisasi menekankan terhadap
pentingnya penyelesaian suatu kegiatan khusus maka bentuk organisasi baru sangat
diperlukan. Bentuk organisasi baru itu merupakan pelengkap bagi ketiga bentuk organisasi
yang ielah dibicarakan diatas, dan dikenal dengan istilah organisasi proyek. (Dedy
Kurniadi, 2012)
Organisasi proyek biasanya mempunyai ciri : yaitu adanya tujuan khusus yang harus
dicapai, kebutuhan terhadap pentingnya organisasi khusus untuk mencapai tujuan khusus,
saling ketergantungan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lain di dalam suatu pekerjaan
yang kompleks, perilaku kritis terhadap kemungkinan keberhasilan atau kegagalan dalam
upaya mencapai tujuan, dan organisasi itu bersifat sementara sesuai dengan tenggang waktu
8
yang diperlukan. Bentuk organisasi proyek akan sangat efektif apabila bakat, kecerdasan,
dan sumber-sumber dapat diarahkan untuk mencapai tujuan khusus (proyek) di dalam
waktu yang telah ditentukan. Apabila tujuan telah tercapai maka organisasi proyek itu tidak
diperlukan lagi atau dapat dibubarkan. Pemimpin proyek membatasi tugasnya untuk
melakukan sesuatu yang harus dikerjakan dan kapan merelakannya. Sedangkan pimpinan
unit pelaksana akan menetapkan siapa yang melaksanakan pekerjaan dan bagaimana cara
mengerjakannya. Dalam organisasi proyek, tenaga pelaksana pada umumnya berasal dari
unit-unit pelaksana dan staf yang ada seperti pelatih, penilai, pengelola sarana, dan
pengembang kurikulum. Pimpinan proyek menempatkan tenaga sesuai dengan kegiatan
yang akan dilakukan. Organisasi proyek merupakan bentuk organisasi tambahan dalarn
suatu organisasi yang lebih besar. Organisasi ini mempunyai tugas untuk melaksanakan
kegiatan dalam waktu terbatas guna mencapai tujuan khusus dengan cara mendayagunakan
sumber-sumber yang berada dalam organisasi yang lebih besar. (Dedy Kurniadi, 2012)
Bentuk organisasi proyek mempunyai beberapa keunggulan. Organisasi ini memiliki
tujuan yang spesifik, terbatas, dan jelas. Waktunyapun terbatas sehingga kegiatan dapat
dilakukan secara efisien dan efektif. Karena tenaga pelaksana terdiri atas orang-orang yang
berpengalaman maka produktivitas, disiplin, dan moral kerja cenderung tinggi serta rasa
pemilikan dan tanggung jawab bersama dapat terbina dengan baik. Hubungan langsung
terjadi di antara para tenaga pelaksana karena jumlah mereka terbatas dan berasal dari
organisasi induk yang sarna. adanya hubungan kerja antar unit pelaksana dan keahlian
menyebabkan koordinasi lebih efektif. Tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan
proyek dan dievaluasi dengan segera.
Kelemahan organisasi proyek pada umumnya menyangkut aspek psikologis para
pelaksana. Rasa tidak senang biasanya timbul pada diri anggota yang tidak diikutsertakan
dalam proyek padahal keahlian atau kedudukan mereka sama dengan yang dimiliki anggota
yang dilibatkan dalam proyek. Ketegangan rohaniah dalam melaksanakan pekerjaan proyek
sering terjadi karena tujuan dan target harus dicapai dalam waktu yang terbatas. Tidaklah
mudah mengkoordinasi tenaga-tenaga pelaksana yang memiliki latar belakang yang
berbeda, lebih-lebih apabila mereka telah terbiasa bekerja pada unit-unit sebelumnya
dengan suasana kerja yang berlainan dengan organisasi proyek. Laporan proyek sering
meluas pada saat proyek itu dianggap telah berakhir. Namun organisasi proyek dapat
memberikan manfaat kepada organisasi induk dalam merealisasikan upaya pencapaian

9
tujuan-tujuan spesifik dan kegiatan yang berangkai. Hasil kerja organisasi proyek dapat
digunakan untuk mengembangkan kegiatan organisasi induk. (Dedy Kurniadi, 2012)
f. Organisasi kepanitiaan
Organisasi kepanitiaan mempunyai corak yang berlainan dari keempat bentuk
organisasi sebagaimana diuraikan di atas. Organisasi kepanitiaan dapat didirikan baik oleh
masing-masing organisasi ataupun oleh masyarakat. Tenaga pelaksana dalam organisasi
kepanitiaan disusun dalam kelompok-keiompok tertentu berdasarkan kegiatan dan tujuan
khusus yang harus dicapai. Para pelaksana biasanya disebarkan ke dalam satuan-satuan
tugas yang mempunyai kewajiban melakukan rangkaian pekerjaan tertentu untuk mencapai
tujuan khusus pada satuan tugas masing-masing. Tugas yang berkaitarn dengan
kepemimpinan biasanya dilakukan bersama-sama oleh sekelompok orang seperti para
ketua, sekretaris, dan bendahara. Para pimpinan pada umumnya mernpunyai wewenang,
hak, dan tanggung jawab yang sama. Keputusan pimpinan disusun secara bersama melalui
proses perundingan kelompok pimpinan dan dapat pula dengan mengikutsertakan semua
pihak yang terlibat dalam organisasi kepanitiaan. (Dedy Kurniadi, 2012)
Bentuk organisasi kepanitiaan memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri.
Keunggulannya ialah bahwa proses pembuatan keputusan selalu dilakukan secara bersama
sesuai dengan kebutuhan yang dianggap penting dan mendesak. Kelompok pelaksana yang
melakukan satuan pekerjaan realtif lebih mudah dibina dan diarahkan untuk mencapai
tujuan organisasi. Sedangkan kelemahan organisasi kepanitiaan adalah bahwa hubungan
kerja antara pelaksana atau antara satuan pekerjaan bersifat tidak langsung karena hubungan
kerja tersebut sering dilakukan melalui pimpinan satuan pekerjaan (pimpinan seksi). Apaila
terjadi hambatan atau kemacetan dalam kegiatan, pelaksana cenderung untuk melimpahkan
tanggungjawab kepada orang lain. Perintah dan petunjuk sering datang dari berbagai pihak
yang dapat membingungkan pelaksana. Namun organiasi kepanitiaan dpat mencerminkan
kegiatan yang lebih demokratis apabila dibandingkan dengan kegiatan dalam bentuk-bentuk
organisasi yang telah dibicarakan sebelumnya. (Dedy Kurniadi, 2012)

3. Peranan individu dalam organisasi


Unsur pokok dalam organisasi adalah individu. Tanpa individu organisasi tidak akan
pernah ada. Tiap individu dalam organisasi mempunyai kebutuhan. Untuk membuat individu
mau bekerjasama, organisasi harus mempunyai imbalan yang menarik, dan sebaliknya
individu harus memberikan sumbangan terhadap tercapainya tujuan organisasi. Manusia selalu
10
mempunyai aktivitas dan tingkahlaku yang merupakan hasil proses psikologis, dengan
kemampuan mnggunakan pilihan-pilihan dan bertanggungjawab terhadap kehidupan
sosialnya. Barnard menyebutkan terdapat tiga elemen peranan individu dalam organisasi,
yaitu: (Hick and Gullet, 1975)
a. Kemauan untuk bekerjasama. Tiap individu dalam organisasi tersebut tidak mempunyai
intensitas kemauan yang sama untuk bekerjasama, bahkan kebanyakan dari individu tidak
mempunyai kemauan untuk bekerjasama. Kemauan untuk bekerjasama tergantung pada
kepuasan yang diperoleh individu tersebut dalam hasil kerjasama dalam bentuk imbalan
yang diberikan organisasi.
b. Tujuan yang ingin dicapai, kemauan untuk bekerjasama tidak dapat dikembangkan kalau
tidak ada tujuan yang jelas dengan sendirinya tujuan merupakan elemen penting dalam
organisasi.
c. Komunikasi, yaitu sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam
organisasi. (Hick and Gullet, 1975)
Perilaku organisasi mengambil pandangan mikro yang memberi tekanan pada
individu-individu dan kelompok-kelompok kecil. Pandangan perilaku dalam organisasi
memfokuskan diri kepada perilaku di dalam organisasi dan prestasi yang dibentuk dari sikap
para pegawai dalam melaksanakan produktivitas kerja dalam hal mekanisme kerja dan
kepuasan kerja pegawai. Perilaku organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
individual yang melekat pada diri anggota organisasi, yang meliputi; persepsi, nilai-nilai,
pengetahuan, motivasi, serta kepribadian. Termasuk didalamnya terdapat perilaku kelompok,
meliputi; peran, status kepemimpinan, kekuasaan, komunikasi dan konflik. Dalam pandangan
perilaku organisasi, anggota organisasi dipandang dalam struktur yang sempit. Didalamnya
hanya mengatur interaksi antar individu atau kelompok, misalnya dalam memberi penekanan
pada masalah konflik, pandangan perilaku organisasi berpandangan bahwa konflik disebabkan
karena perbedaan kepribadian dan komunikasi yang lemah bukan karena masalah koordinasi
antar unit. (Hick and Gullet, 1975)

4. Efektifitas organisasi
Untuk mencapai efesiensi dan efektifitas organisasi diperlukan langkah-langkah
kegiatan dengan perumusan secara jelas dan tegas. Fungsi organisasi merupakan pemanfaatan
dan pengerahan segala sumber daya (pikiran, kemauan, perasaan dan tenaga) untuk
11
mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Dilihat dari langkah-langkah kegitan organisasi,
maka yang dimaksud fungsi-fungsi organisasi mencakup sumber masukan (input), proses, dan
keluaran (output) dengan melibatkan feedback sebagai kontrol. Sumber-sumber yang bernilai,
kemampuan, atau kekhususan yang diberikan setiap orang terhadap organisasi menyuguhkan
dimensi lain bagi analisis teori organisasi. Organisasi akan memperoleh keuntungan dari
meningkatnya kesamaan pelaksaan kegiatan diantara anggota organisasi dan saling
melengkapi berbagai perbedaan. (Hick and Gullet, 1975)
Efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam
usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi. Efesiensi organisasi merupakan konsep
yang bersifat terbatas dan menyangkut proses internal yang terjadi di dalam suatu organisasi.
Efesiensi menunjukan banyaknya input atau sumber daya yang diperlukan oleh organisasi
untuk menghasilkan suatu satuan output, karenanya efesiensi dapat diukur sebagai rasio input
terhadap output. (Lubis dan Huseini, 1987) Keefektivan didefinisikan sebagai sejauh mana
sebuah organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Pada sebagian organisasi, efektivitas dan
efesiensi bisa saja tidak berhubungan sama sekali. Sebuah organisasi bisa sangat efesien tetapi
tidak mampu mencapai tujuan ataupun sasaran yang dikehendakinya, misalnya karena
organisasi itu memilih untuk membuat produk yang tidak laku dipasaran. (Hick and Gullet,
1975)
Sebaliknya, suatu organisasi bisa mempunyai efektivitas yang tinggi, misalnya mampu
mencapai sasarannya, tetapi tidak efesien. Pengukuran efektivitas dilakukan dengan acuan
berbagai bagian yang berbeda dari organisasi. Organisasi mendapatkan input, berupa berbagai
macam masukan sumber daya dari lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi
dalam organisasi mengubah input menjadi output, berupa produk ataupun jasa yang kemudian
dilemparkan kembali kepada lingkungan. (Hick and Gullet, 1975)
1. Pendekatan sasaran (goal approach) dalam pengukuran efektivitas memusatkan perhatian
terhadap aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi dalam mencapai
tingkatan output yang direncanakan. Pendekatan sasaran (goal approach) dalam
pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkat
keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Sasaran yang paling penting
dalam pengukuran efektivitas adalah sasaran yang sebenarnya (operative goal) karena akan
memberikan hasil yang lebih realistis dari pada pengukuran efektivitas berdarkan sasaran
resmi (official goal), dengan memperhatikan permasalahan seperti; (a) adanya berbagai

12
output (multiple outcomes); (b) adanya subyektivitas dalam penilaian; (c) pengaruh
konstektual lingkungan.
2. Pendekatan sumber (system resource approach) mencoba mengukur efektifitas dari sisi
input dan mengukur keberhasilan organisasi dalam mendapatkan sumber-sumber yang
dibutuhkan untuk mencapai performansi yang baik. Dengan kata lain, efektivitas organisasi
dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam memanfaatkan lingkungan
untuk memperoleh berbagai jenis sumber yang bersifat langka dan nilainya tinggi (mahal).
Untuk mengukur efektivitas organisasi pendekatan sumber mempergunakan dimensi; (a)
kemampuan organisasi untuk memanfaatkan lingkungan untuk memperoleh berbagai jenis
sumber yang bersifat langka dan nilainya tinggi; (b) kemampuan para pengambil keputusan
dalam organisasi untuk menginterpretasikan sifat-sifat lingkungan secara tepat; (c)
kemampuan untuk menghasilkan output tertentu dengan menggunakan sumber-sumber
yang berhasil diperoleh; (d) kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan operasional
harian; (e) kemampuan organisasi untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan.
3. Pendekatan proses (process approach) melihat kegiatan internal organisasi dan mengukur
efektivitas melalui berbagai indikator internal seperti efesiensi dan iklim organisasi.
Pendekatan proses (internal process approach), menganggap efektivitas sebagai efesiensi
dan kondisi kesehatan organisasi internal, yaitu proses internal yang berjalan dengan lancar.
Pada penerapannya dilapangan, pengukuran efektivitas organisasi dilakukan terhadap input
sumber, transformasi sumber menjadi output, dan output yang diberikan terhadap
konsumen yang terdapat diluar organisasi.
Dari ketiga pendekatan mempunyai kelemahan sendiri-sendiri, karena itu cara yang
digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi dengan menggunakan ketiga jenis
pendekatan tersebut secara bersamaan (pendekatan gabungan), terutama jika inforasi yang
diperlukan seluruhnya tersedia. Dari kelemahan masing-masing pendekatan karena tidak
satupun pendekatan yang mampu menggambarkan performansi organisasi secara sempurna,
maka muncul pendekatan yang lebih integratif dalam pengukuran efektifitas organisasi, yaitu
(1) pendekatan constituency, yaitu pendekatan yang memusatkan perhatiannya kepada
constituency organisasi, yaitu berbagai kelompok di dalam maupun di luar organisasi, yang
mempunyai kepentingan terhadap performansi organisasi. Dengan pendekatan ini, efektivitas
organisasi diukur melalui tingkat kepuasan setiap elemen constituency terhadap organisasi; (2)
pendekatan bidang sasaran (goal domains), ini didasarkan pada aplikasi dilapangan bahwa
13
organisasi mempunyai banyak bidang kegiatan atau lebih dari satu bidang sasaran. Pendekatan
ini mengukur performansi organisasi pada setiap bidang sasaran, dengan memperhitungkan
prioritas dari setiap bidang sasaran. Kilman dan Herden menunjukan empat bidang sasaran
bagi organisasi, yaitu; efesiensi internal, efesiensi eksternal, efektifitas internal, dan efektifitas
eksternal; (3) kerangka ketergantungan (contingency), pendekatan sasaran dipengaruhi
nilai-nilai yang dianut dan preferensi para pimpinan organisasi. Karakteristik organisasi
berpengaruh terhadap bidang sasaran organisasi. (Hick and Gullet, 1975)

BAB 2
KONSEP MANAJEMEN DAN ADMINISTRASI

1. Pengertian Manajemen
14
Manajemen berasal dari bahasa latin yaitu dari asal kata “manus” yang berarti tangan
dan “agere” yang berarti melakukan. kata-kata itu digabung menjadi kata kerja “managere”
yang berarti menangani, managere diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dalam bentuk kata
kerja to manage untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen akhirnya management
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi manajemen/ pengelolaan. (Tripathi, PC dan
Reddy, PN. 2008)
Manajemen adalah proses, perencanaan, pengorganisasian sebuah lingkungan di mana
beberapa individu bekerja sama membentuk sebuah kelompok untuk mencapai sebuah tujuan
tetentu dengan efisien. Tujuan untuk mencari surplus, keuntungan. (Koontz, 2006) Manajemen
adalah pusat dari aktivitas diri, dan cara kita me-manage diri merupakan cerminan dari diri di
masa depan. (Claude S. George, Jr. 1974)
Manajemen merupakan sebuah proses yang terdiri dari prencanaan, pengorganisasian,
penghitungan, dan kontrol, untuk menyelasaikan suatu pekerjaan dengan menggunakan kinerja
dari manusia dan sumber lain. (George Terry, 1953)
Manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan
efisien melalui perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumberdaya
organisasi. (Richard L.Daft, 2005)
Selain itu manajemen juga dapat didefinisikan sebagai aktivitas kerja sama dengan dan
melalui orang untuk mencapai tujuan organisasi dan anggotanya. aktivitas manajemen
termasuk perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, motivasi, kepemimpinan, dan kontrol.
Memperoleh hasil secara efektif melalui proses pendelegasian. (Montana, Patrick J. dan
Charnov, Bruve H, 2008)
Bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah
manajemen mengandung tiga pengertian, yaitu pertama, manajemen sebagai suatu proses;
kedua, manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen;
dan ketiga, manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu ilmu (Manullang, 1996).
Menurut pengertian yang pertama, yaitu manajemen sebagai suatu proses, dalam
Encyclopedia of the Social Science dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan
proses dimana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi (Manullang,
1996).
Selanjutnya Haimann mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai
sesuatu melelui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai
tujuan bersama (Manullang, 1996).
15
Menurut pengertian yang kedua, manajemen adalah kolektivitas orang-orang yang
melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang melakukan
aktivitas manajemen dalam suatu badan teretentu disebut manajemen. Dalam arti tungga
disebut manajer. Manajer adalah pejabat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
aktivitas-aktivitas manajemen agar tujuan unit yang dipimpinnya tercapai dengan
menggunakan bantuan orang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan aktivitas manajemen
adalah kegiatan-kegiatan atau fungsi-fungsi yang dilakukan oleh setiap manajer. Pada
umumnya kegiatan, kegiatan-kegiatan manjer dan aktivitas manajemen adalah planning,
organizing, staffing, directing, dan controlling. Hal ini sering pula disebut dengan istilah proses
manajemen, fungsi-fungsi manajemen, bahkan ada yang menyebutnya unsur-unsur
manajemen (Manullang, 1996).
Menurut penegrtian yang ketiga, manajemen adalah seni atau suatu ilmu. Manajemen
sebagai seni berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau manfaat,
sedangkan manajemen sebagai ilmu berfungsi menerangkan fenomena-fenomena
(gejala-gejala), kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, jadi memberikan penjelasan-penjelasan
(Manullang, 1996).
Memperhatikan pengertian manajemen yang pertama serta kenyataan bahwa
manajemen merupakan ilmu sekaligus seni, maka manajemen dapat didefinisikan sebagai
“Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan,
dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan” (Manullang,
1996).
Adapun pengertian menurut para ahli lain tentang Manajemen yaitu (Sukoco, Badri
Munir. 2007)
1. S.P. Hasibuan : Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Prof. Oei Liang Lee : Manajemen adalah suatu ilmu dan seni merencanakan,
mengorganisasi, mengarahkan, mengkoordinasikan serta mengawasi tenaga
manusia dengan bantuan alat-alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Apabila disimpulkan pendapat-pendapat diatas, maka manajemen dapat diartikan
sebagai ilmu untuk memimpin suatu usaha atau organisasi mulai dari merencanakan, membagi
tugas sesuai dengan pendidikan dan keahliannya, serta melakukan pengawasan agar mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. (Sukoco, Badri Munir. 2007)
16
2. Pengertian Administrasi
Administrasi berasal dari bahasa latin yaitu “administrare”. Dalam bahasa Inggris
perkataan administrasi itu adalah administration, yang dalam bahasa Indonesia mengandung
arti melayani, memenuhi, mengatur, menyelenggarakan, suatu usaha atau suatu organisasi/
lembaga dalam mencapai tujuannya secara intensif. Administrasi dapat diartikan sebagai usaha
bersama untuk mendayagunakan semua sumber baik personil maupun materil secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. (Sukoco, Badri Munir. 2007)
Administrasi adalah usaha dan kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan
kebijaksanaan untuk mencapai tujuan. Administrasi dalam arti sempit adalah kegiatan yang
meliputi : catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik-mengetik agenda dan
sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. (Sukoco, Badri Munir. 2007)
Administrasi dalam arti luas adalah seluruh proses kerja sama antara dua orang atau
lebih dalam mencapai tujuan dengan memanfaatkan sarana prasarana tertentu secara berdaya
guna dan berhasil guna. (David Watt. 2003)
Administrasi adalah bentuk daya upaya manusia yang kooperatif yang mempunyai
tingkat rasionalitas yang tinggi (Dwight Waldo. 2007)
Administrasi didefinisikan sebagai kegiatan sekelompok orang yang mengadakan
kerjasama untuk mencapai tujuan bersama (Gordon, George dan Milakovich, Micael E. 2009)
Administrasi adalah kombinasi antara pengambilan keputusan dengan pelaksanaan dari
keputusan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Robert D. Calkins. 1966)
Adapun pengertian menurut para ahli lain tentang Administrasi yaitu (Sukoco, Badri
Munir. 2007)
1. Herbert A. Simon: Administrasi adalah kegiatan dari kelompok orang-orang yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
2. The Liang Gie: Administrasi adalah segenap proses penyelenggaraan dalam
segenap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Dr. S.P Siagiaan MPA.Phd: Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama
antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan pada rasionalitas tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Parajudi Atmosudirjo: Administrasi adalah pengendalian dan penggerak dari
suatu organisasi sedemikian rupa sehingga organisasi itu menjadi hidup dan

17
bergerak menuju ketercapainya segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh
administrator yakni kepala organisasi.
Apabila disimpulkan pendapat-pendapat diatas, maka administrasi dapat diartikan
sebagai seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam suatu organisasi
berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.

3. Hubungan antara Manajemen dan Administrasi


Administrasi dan manajemen merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dan saling berintegrasi antara satu dengan yang lainnya. Administrasi, baik dalam pengertian
luas maupun sempit di dalam penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi
manajemen, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Kombinasi dari keduanya adalah penyelenggaraan kerja yang dilakukan oleh orang-orang
secara bersama-sama (kerjasama) untuk mencapai tujuan yang yang telah ditetapkan. (Usman,
2009)
Dalam implementasinya, administasi berkembang dan mempunyai tugas-tugas yang
biasa disebut sebagai fungsi administrasi. Supaya terjadi kerjasama untuk mencapai tujuan,
diperlukan proses penggerakan. Proses penggerakan dalam administrasi disebut manajemen.
Dengan demikian administrasi mencapai tujuan melalui manajemen. Apabila dilihat dari segi
fungsional administrasi mempunyai dua tugas utama, yakni menentukan tujuan menyeluruh
yang hendak dicapai dan menentukan kebijaksanaan umum yang mengikat seluruh organisasi.
Sebaliknya manajemen pada hakekatnya berfungsi untuk melakukan semua kegiatan-kegiatan
yang perlu dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas-batas kebijaksanaan
umum yang telah ditentukan pada tingkat administrasi. Kemudian, agar kegiatan kerjasama
tersebut berhasil dengan baik dan mencapai tujuan maka dibutuhkan sebuah wadah, kerangka,
atau struktur. Wadah, kerangka, atau struktur dimana kerjasama dilakukan disebut organisasi.
(Usman, 2009)
Dalam proses pelaksanaannya, administrasi dan manajemen mempunyai tugas-tugas
tertentu yang harus dilaksanakan sendiri. Tugas-tugas itulah yang biasa disebut/diartikan
sebagai fungsi-fungsi administrasi dan manajemen. Hingga kini para sarjana belum
mempunyai kata sepakat yang bulat tentang fungsi-fungsi administrasi dan manajemen itu,
baik ditinjau dari segi klasifikasinya maupun terminologi yang dipergunakan. Menurut
Burhanudin (1995) fungsi administrasi dan manajemen itu ialah :
a. Perencanaan (Planning)
18
Planning dapat didefenisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pengertian tersebut menunjukan bahwa perencanaan
merupakan fungsi administrasi dan manajemen yang pertama. Alasannya ialah bahwa tanpa
adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam
rangka usaha mencapai tujuan. Perencanaan menjadi fungsi pertama karena ia merupakan
dasar dan titik tolak dari kegiatan pelaksanaan selanjutnya. (Burhanudin, 1995)
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian ialah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat,
tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditentukan. Definisi tersebut menunjukan bahwa pengorganisasian merupakan
langkah pertama ke arah pelaksanaan rencana yang telah tersusun sebelumnya. Dengan
demikian adalah suatu hal yang logis pula apabila pengorganisasian sebagai fungsi
administrasi dan manajemen ditempatkan sebagai fungsi kedua, mengikuti fungsi
perencanaan. Juga terlihat dalam definisi itu bahwa pelaksanaan fungsi pengorganisasian
menghasilkan suatu organisasi yang dapat digerakan sebagai suatu kesatuan yang bulat.
Organisasi sebagai alat administrasi dan manajemen terlihat penting apabila diingat bahwa
bergerak tidaknya organisasi ke arah pencapaian tujuan sangat tergantung atas kemampuan
manusia dalam organisasi menggerakan organisasi itu ke arah yang telah ditetapkan.
(Burhanudin, 1995)
c. Pemberian Motivasi (Motivating)
Penggerakan ialah keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada para
bawahan sedemikan rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan
organisasi dengan efisien dan ekonomis.“Motivating” secara implisit berarti bahwa pimpinan
organisasi berada di tengah-tengah para bawahannya dan dengan demikian dapat memberikan
bimbingan, instuksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan. (Burhanudin, 1995)
d. Pengawasan (Controling)
Pengawasan ialah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi
untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Dari definisi ini jelas terlihat bahwa terdapat
hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan pengawasan. Artinya bahwa perencanaan
dan pengawasan merupakan kedua belahan mata uang yang sama. Jelas bahwa tanpa rencana
19
pengawasan tidak mungkin dilaksanakan karena tidak ada pedoman untuk melakukan
pengawasan itu. Sebaliknya rencana tanpa pengawasan akan berarti timbulnya
penyimpangan-penyimpangan dan atau penyelewengan-penyelewengan yang serius tanpa ada
alat untuk mencegahnya. Pengawasan sangat menentukan peranannya dalam usaha pencapaian
tujuan. (Burhanudin, 1995)
Proses pengawasan pada dasamya dilaksanakan oleh administrasi , manajemen dengan
mempergunakan dua macam teknik, yakni:
a. Pengawasan langsung (direct control)
b. Pengawasan tidak langsung (indirect control)
Pengawasan langsung adalah apabila pimpinan organisasi mengadakan sendiri
pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan. Sementara pengawasan tidak langsung
ialah pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan
oleh para bawahan. Laporan itu dapat berbentuk tertulis dan lisan. Kelemahan daripada
pengawasan tidak langsung ialah bahwa sering para bawahan hanya melaporkan hal-hal yang
positif saja Padahal, seorang pimpinan yang baik akan menuntut bawahannya untuk
melaporkan beberapa hal, baik yang bersifat positif maupun negatif. Apabila hanya hal-hal
yang positif saja yang dilaporkan, pimpinan tidak akan mengetahui keadaan yang
sesungguhnya. Akibatnya dia akan mengambil kesimpulan yang salah. Lebih jauh lagi ia akan
mengambil keputusan yang salah. (Burhanudin, 1995)
Kesimpulannya adalah bahwa pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan baik
apabila hanya bergantung kepada laporan saja, karena itu pengawasan tidak langsung tidak
cukup. Adalah bijaksana apabila pimpinan organisasi menggabungkan teknik pengawasan
langsung dan tidak langsung dalam melakukan fungsi pengawasan itu.(Burhanudin, 1995)
e. Penilaian (Evaluating)
Penilaian adalah proses pengukuran dan pembandingan hasil-hasil pekerjaan yang
telah dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa hakekat dari penilaian adalah: (Burhanudin, 1995)
a. Penilaian ditujukan kepada satu fase tertentu dalam satu proses setelah fase itu
seluruhnya selesai dikerjakan. Berbeda dengan pengawasan yang ditujukan kepada fase
yang masih dalam proses pelaksanaan.
b. Penilaian bersifat korektif terhadap fase yang telah selesai dikerjakan. Korektifitas yang
menjadi sifat penilaian itu sangat berguna bukan untuk fase yang telah selesai, akan
tetapi untuk fase berikutnya. Artinya, melalui penilaian harus diketemukan
20
kelemahan-kelemahan sistem yang dipergunakan dalam fase yang baru saja selesai. Juga
harus diketemukan penyimpangan-penyimpangan dan/ atau
penyelewengan-penyelewengan yang telah terjadi, tetapi lebih penting lagi, harus
diketemukan sebab-sebab mengapa kelemahan-kelemahan itu timbul, juga harus
diketemukan sebab-sebab mengapa penyimpangan-penyimpangan itu terjadi.
Fungsi-fungsi tersebut mutlak harus dijalankan oleh administrasi dan manajemen.
Ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi itu akan mengakibatkan lambat atau cepat
matinya organisasi. Efisiensi dan efektivitas merupakan konsep administrasi dan manajemen
yang perlu mendapat perhatian dalam setiap usaha kerjasama manusia. Kedua konsep ini
merupakan indikator penting yang digunakan untuk menilai keberhasilan administrasi dan
manajemen. Di samping itu, rasionalitas juga merupakan indikator penting lainnya, karena
rasionalitas menentukan apakah keberadaan sesuatu itu dapat diterima oleh akal sehat atau
tidak, atau apaka logis atau tidak. (Burhanudin, 1995)
Menurut Terry & Rue (1992) fungsi manajemen dan administrasi terdiri dari:
1. Planning yaitu menentukan tujan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan
datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut,
menetapkan peraturan-peraturan dan pedoman pelaksanaan yang harus dituruti, dan
rangkaian kegiatan yang akan dilakukan (Manullang, 1996).
2. Organizing yaitu fungsi pengorganisasian (organizing= pembagian kerja) berkaitan erat
dengan fungsi perencanaan. Pengorganisasian dapat diartikan mengelompokkan dan
menentukan berbagai kegiatan, membagi pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan
departemen-departemen (subsistem) serta memberikan kekuasaan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tersebut (Terry & Rue, 1992; Hasibuan, 2009).
3. Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu
organisasi untuk menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan,
penyaring, latihan dan pengembangan tenaga kerja (Terry & Rue, 1992). Organizing dan
staffing merupakan dua fungsi manajemen yang sangat erat hubungannya. Organizing yaitu
berupa penyusunan wadah legal untuk menampung berbagai kegiatan yang harus
dilaksanakan pada suatu organisasi, sedangkan staffing berhubungan dengan penerapan
orang-orang yang akan memangku masing-masing jabatan yang ada dalam organisasi
tersebut (Manullang, 1996)
4. Motivating adalah mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan
(Terry & Rue, 1992). Secara singkat di satu pihak secara pasif, motivasi tampak sebagai
21
kebutuhan sekaligus sebagai pendorong yang dapat menggerakan semua potensi, baik
karyawan maupun sumber daya lainnya. Di lain pihak dari segi aktif, motivasi tampak
sebagai suatu usaha positif dalam menggerakan saya dan potensi karyawan agar secara
produktif berhasil mencapai tujuan (Siswanto, 2006).
5. Controlling adalah mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab
penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif apabila perlu
(Terry & Rue, 1992). Pengendalian (controlling) berkaitan pula dengan perencanaan
(planning). Dalam fungsi perencanaan, inti dasarnya adalah menetapkan apa yang harus
dicapai pada periode tertentu serta tahapan untuk mencapainya, sedangkan pengendalian
berusaha untuk mengevaluasi apaka tujuan dapat dicapai, dan apabila tidak dapat dicapai
dicari faktir penyebabnya. Dengan demikian, dapat dilakukan tidakan perbaikan (corrective
action) (Siswanto, 2006).
Berbagai pendapat mengenai fungsi-fungsi manajemen dan administrasu akan tampak
jelas dengan dikemukakannya pendapat berbagai penulis, sebagai berikut (Manullang, 1996):
1. Louis A. Allen : Leading, Planning, Organizing, Controlling.
2. Prajudi Atmosudirjo : Planning, Organizing, Directing, atau Actuating,
Controlling.
3. John Robert Beishline : Perencanaan, Organisasi, Komando, Kontrol.
4. Henry Fayol : Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling.
5. Luther Gullich : Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating,
Reporting, Budgetting.

4. Perbedaan dan Persamaan antara Manajemen dan Administrasi


Ditinjau dari berbagai sudut pandang, maka terdapat beberapa kesamaan konsep antara
administrasi dan manajemen. Hal-hal inilah yang memungkinkan beberapa ahli memandang
sama antara administrasi dan manajemen. Hal-hal yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(Ulbert, 2008)
1. Kesamaan Sifat
Baik administrasi maupun manajemen memiliki sifat-sifat yang sama antara lain: (1)
bersifat seni dan ilmu; (2) dinamik, artinya keduanya berkembang sejalan dengan
perkembangan kehidupan manusia, kebudayaan, teknologi; (3) integratif, artinya
keduanya memiliki kemampuan mengintegrasikan diri dari kecenderungan munculnya
disintegrasi dan spesialisasi dari berbagai disiplin keilmuan; (4) bersifat normatif, artinya
22
kegiatan-kegiatannya didasarkan pada nilai-nilai, etika, prosedur, tata urutan; (5) bersifat
teleologi, artinya keduanya memberi kemampuan memprediksi kemungkinan yang akan
timbul dari kegiatan kerjasama sehingga apa yang direncanakan cenderung akan tercapai.
2. Kesamaan Prinsip
Prinsip yang dimaksud di sini ialah efisiensi dan efektivitas usaha kegiatan kerjasama
dalam pencapaian tujuan.
3. Kesamaan Ciri atau Karakteristik
Dalam hal ini antara lain adanya: sekelompok orang, kerja sama atas dasar pembagian
kerja, berlangsung dalam suatu organisasi, dan adanya tujuan.
4. Kesamaan Sarana (tools)
Baik administrasi maupun manajemen keduanya menggunakan sarana seperti orang,
metode, uang, peralatan, mesin, serta organisasi sebagai wadah berlangsungnya kegiatan.
5. Kesamaan Fungsi
Administrasi dan manajemen dalam mencapai tujuan berlangsung dalam proses
kegiatan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi seperti: perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan.
Meskipun terdapat kesamaan konsep diantara manajemen dengan administrasi, akan
tetapi keduanya mempunyai perbedaan. Menurut Handyadiningrat (1982) perbedaan
manajemen dan administrasi meliputi:
1. Administrasi mempunyai tugas dan fungsi yang lebih luas dari pada manajemen, yakni
menentukan tujuan menyeluruh yang hendak dicapai organisasi, dan menentukan
kebijaksanaan umum yang mengikat seluruh organisasi, sedangkan manajemen
melakukan semua kegiatan yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan pada tingkat administrasi.
2. Bagi orang-orang praktisi, banyak yang melihat keduanya sama–sama digunakan
dalam organisasi, dimana istilah administrasi lebih luas dipakai dalam
aktivitas-aktivitas organisasi non profit seperti organisasi pemerintahan, organisasi
sosial, sedangkan istilah manajemen banyak dipakai oleh organisasi profit atau pada
organisasi-organisasi perusahaan. (Handyadiningrat, 1982)

23
BAB 3
PERENCANAAN

1. Pengertian Perencanan
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat
melalui serangkaian pilihan-pilihan. Perencanaan dibuat di semua jenis kegiatan. Perencanaan
adalah proses dasar di mana pengelola organisasi akan memutuskan tujuan dan cara
mencapainya. Perbedaan pelaksanaan adalah hasil dari jenis dan tingkat perencanaan yang juga
berbeda. Perencanaan dalam organisasi adalah esensial karena memegang peranan yang lebih
penting dibanding fungsi-fungsi pengelola organisasi lainnya. Fungsi-fungsi

24
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan sebenarnya hanya melaksanakan keputusan
yang diambil dalam perencanaan (Dadang, 2008; David, 2004).
Sebelum pengelola organisasi dapat mengorganisasi, mengarahkan, atau mengawasi,
pengelola organisasi harus membuat rencana-rencana yang memberikan tujuan dan arah
organisasi. Dalam perencanaan, pengelola organisasi memutuskan “Apa yang harus dilakukan,
kapan melakukannya, bagaimana melakukannya, dan siapa yang melakukannya”. Jadi,
perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang
harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapau
dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang. di mana perencanaan dan
kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan pada periode saat rencana itu dibuat (Bastian,
2007).
Kebutuhan akan perencanaan ada di semua tingkatan dan pada kenyataannya, meningkat
di mana tingkatan tersebut mempunyai dampak yang potensial terhadap keberhasilan
organisasi atau tingkatan pengelola organisasi puncak. Pengelola organisasi puncak biasanya
mencurahkan sebagian besar waktunya untuk menyusun rencana jangka panjang dan strategi
organisasi. Pengelola organisasi pada tingkatan bawah merencanakan terutama bagi kelompok
kerjanya dan untuk jangka pendek (Bastian, 2007).
Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir karena bila telah ditetapkan maka
rencana itu harus diimplementasikan. Seriap saat selama proses implementasi dan pengawasan,
rencana-rencama mungkin memerlukan modifikasi agar tetap berguna. “Perencanaan kembali”
kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci pencapaian keberhasilan akhir. Oleh karena itu,
perencanaan harus memperimbangkan kebutuhan dan fleksibilitas agar mampu menyesuaikan
diri dengan situasi dan kondisi baru secepat mungkin (Bastian, 2007).
Sedangkan sumber lain mendefinisikan perencanaan sebagai proses penentuan tujuan
organisasi (perusahaan) dan kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas
strategi-strategi (program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program) dan operasi
(tindakan) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Definisi
perencanaan tersebut menjelaskan bahwa perencanaan merupakan suatu proses untuk
mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Definisi perencanaan tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa perencanaan menggunakan beberapa aspek yakni:
a. Penentuan tujuan yang akan dicapai.
b. Memilih dan menentukan cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan atas dasar
alternatif yang dipilih.
25
c. Usaha-usaha atau langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan atas dasar
alternatif yang dipilih (Suandy, 2003).
Salah satu aspek penting perencanaan adalah pembuatan keputusan, proses
pengembangan, dan penyeleksian sekumpulan kegiatan untuk memecahkan suatu masalah
tertentu. keputusan harus dibuat pada berbagai tahap selama proses perencanaan (Bastian,
2007).

2. Unsur-unsur Proses Perencanaan


Beberapa unsur di bawah ini terdapat dalam proses perencanaan manapun, kendati
lingkup dan metodenya berbeda.
A. Audit Situasi
Audit situasi dilaksanakan dengan memeriksa data prestasi dalam beberapa kurun waktu
yang lalu. Prinsipnya adalah untuk mendapatkan informasi pengenalan diri sendiri saat ini
disini dengan segala dimensinya: apa, siapa, mengapa, untuk apa, di mana, bagaimana,
berapa?, membuat daftar berbagai aspek kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses)
internal yang diketahui (Kenneth, 2001).

B. Riset Prediksi Data


Riset prediksi data adalah usaha untuk memperkirakan situasi lingkungan eksternal
dimasa yang akan dating tentang apa yang akan dihadapi. Tujuan riset prediksi data adalah
mengenali dan mempertimbangkan dampak dari kecenderungan perkembangan faktor-faktor
dalam ekonomi secara luas, bidang industri atau jasa, politik,
perubahan sosial, teknologi, budaya dan gaya hidup masyarakat, keamanan dan lain
sebagainya, apakah positif ataukah negatif (Kenneth, 2001).
C. Asumsi-asumsi
Gabungan audit situasi (internal) dan riset masa depan (eksternal) yang dipadukan
dengan melakukan metode Analisis SWOT menghasilkan asumsi-asumsi atau pengandaian
situasi atas berbagai faktor variabel. Data basis yang diperoleh di sini seolah-olah siap
memberi penjelasan pada setiap pertanyaan: mengapa sesuatu itu dapat terjadi. (Kenneth,
2001)
D. Visi
26
Visi adalah proyeksi gambaran diri pada masa depan dengan segala dimensinya
berdasarkan data realitas sekarang, dan berbagai kecenderungan baik internal maupun
eksternal. Visi bisa dikatakan impian berdasarkan kenyataan. Bukan gambaran yang
muluk-muluk tanpa dasar. Disini ditampung data verbal mengenai nilai-nilai, harapan dan
aspirasi setelah paparan situasi sekarang dan kecenderungan masa depan. Visi menjadi
pengikat komunitas jika merupakan visi bersama, yang dibentuk secara bersama-sama
(Kenneth, 2001).
E. Tujuan, Sasaran, Target
Untuk mewujudkan Visi kemudian secara terasering (cascade) menurut kedudukan
dalam sistem dilaksanakan penjabaran apa yang hendak dicapai menjadi ketentuan tujuan,
sasaran dan target yang terukur dalam kurun waktu tertentu. Biasanya untuk perumusan tujuan,
sasaran dan target digunakan prinsip SMART: apakah pernyataan tujuan, sasaran, target
sudah Spesifik-sistematik, Measurable, Attainable, Realistic, dan Time-framed (Kenneth,
2001).
F. Policy atau kebijakan
Perumusan policy atau kebijakan dasar dimaksudkan sebagai garis pedoman mengenai
apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan,
sasaran, target. Ini memberi warna dasar pada semua rencana usaha, misalnya orientasi
pada kepuasan konsumen yang harus dipertimbangkan di dalam semua rencana strategi dan
taktis (Kenneth, 2001).
G. Rencana Strategi
Garis besar ketentuan mengenai beberapa bidang utama terkait mengenai
pengembangan bisnis dan organisasi, pembaruan dan pengembangan produk, strategi
persaingan dan pemasaran, strategi keuangan, strategiinvestasi prasarana dan sarana, strategi
produksi dan strategi sumber daya manusia (Kenneth, 2001).
H. Keunggulan Strategis
Perencanaan yang dengan jelas merumuskan hal-hal berikut dikatakan sudah
mempunyai potensi keunggulan strategis. Hal-hal itu antara lain adalah visi, strategi, taktik,
implementasi dan operasi (Kenneth, 2001).
Pemikiran strategis haruslah merupakan suatu daur berkesinambungan. Daur itu dimulai
dengan pembentukan visi organisasi, berlanjut dengan penentuan strategi (yaitu tujuan dan
garis besar usaha untuk mewujudkannya) yang menentukan bagaimana visi digunakan untuk
membimbing semua usaha dan karya organisi, kemudian dijabarkan menjadi pelbagai taktik
27
yang tepat dalam mengaplikasikan strategi, mengarah pada langkah-langkah implementasi
taktik serta tindakan operasional yang harus dilaksanakan dari hari ke hari dalam organisasi.
Tak ada tangga yang boleh dilewatkan di dalam pemikiran dan perumusan semua itu di dalam
daur perencanaan yang berkesinambungan (Henry, 2001).
Dalam sumber yang lain disebutkan bahwa proses perencanaan melibatkan berbagai unsur
diantaranya adalah menentukan tujuan, menetapkan premis-premis serta mencari dan
menyelidiki berbagai kemungkinan rangkaian tindakan yang diambil. Dalam penilaian
tiap-tiap kemungkinan yang diselidiki berdasarkan pertimbangan untung rugi serta
faktor-faktor yang akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Harus disadari bahwa
perencanaan banyak menghadapi faktor-faktor yang tidak pasti dan berubah-ubah sehingga
penilaian terhadap kemungkinan tersebut sangat sulit untuk dilakukan. Adapun unsur-unsur
perencanaan adalah tujuan, policy, prosedur, progress (kemajuan) dan program (Harold,
1999).

3. Jenis Perencanaan
Ada beberapa macam perencanaan yang ditinjau dari beberapa segi. Diantaranya adalah
sebagai berikut pembagiannya.
A. Jenis Perencanaan menurut Prosesnya
1) Policy Planning
Merupakan suatu rencana yang memuat kebijakan-kebijakan saja, tentang garis besar
atau pokok dan bersifat umum. Mengenai apa dan bagaimana melaksanakan kebijakanitu tidak
dirumuskan. Contohnya ada pada GBHN (Handoko, 2007).
Struktur Perencanaan Kebijakan (policy planning) terdiri dari:
a. Prioritas, yaitu merupakan arah kebijakan untuk memecahkan permasalahan yang
penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu serta
memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan.
b. Fokus prioritas, yaitu merupakan bagian dari prioritas untuk mencapai sasaran
strategis.
c. Kegiatan prioritas, yaitu merupakan kegiatan pokok (kegiatan yang mutlak harus ada)
untuk mendapatkan keluaran (output) dalam rangka mencapai hasil (outcome) dari
fokus prioritas (Bappenas, 2010).
2) Program Planning

28
Merupakan perincian dan penjelasan daripada policy planning. Dalam perencanaan ini
biasanya memuat, hal-hal berikut ini.
a. Ikhtisar tugas-tugas yang harus dikerjakan
b. Sumber-sumber dan bahan-bahan yang dapat digunakan
c. Biaya, personalia, situasi dan kondisi pekerjaan
d. Prosedur kerja yang harus dipatuhi
e. Struktur organisasi yang harus dipenuhi (Handoko, 2007).
3) Operational Planning (perencanaan kerja)
Merupakan suatu perencanaan yang memuat hal- hal yang bersifat teknis
seperticara-cara pelaksanaan tugas agar berhasil mencapai tujuanyang lebih tinggi. Hal-hal
yang seringkali dimuat dalam perencanaan ini antara lain sebagai berikut.
a. Analisa daripada program perencanaan
b. Penetapan prosedur kerja
c. Metode-metode kerja
d. Tenaga-tenaga pelaksana
e. Waktu, dan sebagainya (Handoko, 2007).

B. Jenis Perencanaan menurut Rencana Organisasi


Perencanaan menurut rencana organisasi dibagi menjadi dua yaitu perencanaan
organisasi dan perencanaan kontijensi (Griffin, 2004).
Perencanaan Organisasi
Organisasi memiliki berbagai jenis rencana. Pada tingkatan umum, jenis-jenis rencana
ini termasuk rencana strategis, taktis, dan operasional (Griffin, 2004). Berikut tabel yang
menggambarkan tentang rencana organisasi.
1) Perencanaan Strategis
Rencana strategis yaitu rencana yang dikembangkan untuk mencapai tujuan strategis.
Tepatnya, rencana strategis (strategic plan) adalah rencana umum yang mendasari keputusan
alokasi sumber daya, prioritas, dan langkah-langkah tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan strategis. Rencana-rencana tersebut dirancang oleh dewan direksi dan manajemen
puncak/ pada umumnya memiliki horizon waktu yang panjang. Perencaanaan ini biasanya
menjawab pertanyaan mengenai lingkup, penggunaan sumber daya, keunggulan kompetitif,
dan sinergi (Griffin, 2004).

29
Perencanaan strategis berkaitan dengan pembuatan keputusan mengenai sasaran dan
strategi jangka panjang dari suatu organisasi. Rencana strategis beorientasi eksternal yang kuat
dan mencakup bagian yang luas dari organisasi tersebut. Pimpinan puncak umumnya
bertanggung jawab untuk pengembangan dan pelaksanaan rencana strategis ini. Rencana
strategis biasanya memiliki horizon atau rentang waktu mulai dari tiga sampai tujuh tahun,
bahkan lebih untuk target pencapaian hasilnya (Bateman, 2008).
2) Perencanaan taktis
Perencanaan taktis (tactical plan) adalah rencana yang ditujukan untuk mencapai
tujuan taktis, dikembangkan untuk mengimplementasikan bagian tertentu dari rencana
strategis. Rencana strategis pada umumnya melibatkan manajemen tingkat atas dan menegah
dan jika dibandingkan dengan rencana strategis, memiliki jangka waktu yang lebih singkat dan
suatu fokus yang lebih spesifik dan nyata. Oleh karena itu, rencana taktis lebih memperhatikan
penyelesaian tugas yang nyata, bukan sekedar memutuskan apa yang harus dilakukan (Griffin,
2004).
Rencana taktis mungkin membutuhkan horizon atau rentang waktu sepanjang satu atau
dua tahun dalam target pencapaian realisasinya. Dalam sumber yang lain dijelaskan bahwa
perencanaan taktis menerjemahkan rencana strategis secara umum ke dalam rencana dan
sasaran secara spesifik yang relevan dengan bagian-bagian organisasi. Rencana ini berfokus
pada tindakan-tindakan utama yang harus dilakukan oleh unit bagian dalam suatu susunan
manajemen untuk melakukan bagiannya sesuai dengan yang telah dirumuskan dalam rencana
strategis (Bateman, 2008).
Sebagai contoh, pada musim pancaroba, umumnya berbagai rumah sakit daerah yang
rentan terhadap terjadinya wabah demam berdarah akan berusaha untuk mengantisipasi apabila
terjadi lonjakan pasien demam berdarah yang kemungkinan dapat terjadi di daerah pinggiran
Surabaya. Pengalokasian jam kerja dokter pun ditata sedemikian rupa bila jumlah pasien
melonjak secara drastis. Hal ini dilakukan dengan harapan kualitas pelayanan kesehatan yang
diberikan rumah sakit terhadap pasiennya tetap maksimal dan tidak mengganggu pelayanan
kesehatan terhadap pasien lainnya.
Contoh lainnya adalah berikut. Kementrian Kesehatan memiliki rencana strategis untuk
penstabilan suplai obat-obatan. Rencana taktis kemudian dikembangkan melalui pembelian
obat-obatan dari perusahaan pensuplai obat-obatan dan peningkatan produksi obat pada
periode waktu tertentu yang rawan terjadi kasus wabah penyakit.
3) Perencanaan Operasional
30
Perencanaan operasional (Operational plan) adalah rencana yang menitikberatkan
pada perencanaan rencana taktis untuk mencapai tujuan operasional. Dikembangkan oleh
manajer ingkat menegah dan tingkat bawah, rencana operasional memiliki fokus jangka
pendek dn lingkup yang relatif lebih sempit. Masing-masing rencana operasional berkenaan
dengan suatu rangkaian kecil aktivitas (Griffin, 2004).
Dalam sumber lain dijelaskan bahwa perencanaan operasional mengidentifikasi
prosedur-prosedur dan proses-proses spesifik yang diperlukan pada tingkatan yang lebih
rendah dalam organisasi. Manajer garis depan biasanya berfokus pada tugas-tugas rutin, seperti
mengatur jadwal, mengatur pemberdayaan sumber daya manusia, dan lain sebagainya
(Bateman, 2008).
Perencanaan operasional dibagi menjadi dua antara lain sebagai berikut.
a. Rencana Tetap
Rencana tetap adalah suatu rutinitas atau serangkaian kegiatan yang telah ditetapkan.
Rencana ini paling baik digunakan untuk tugas yang berulang. Manfaat dari penyusunan dan
penggunaan rencana tetap antara lain sebagai berikut (Agung, 2009).
a) Sangat menyederhanakan pekerjaan yang dikerjakan berulang kali
b) Menstandarkan tindakan sehingga setiap orang yang bertanggung jawab terhadap
pekerjaan tersebut dapat mengerjakannya. Bahkan dalam kondisi terburuk bila ada
karyawan yang keluar dan diganti karyawan baru maka karyawan baru tersebut dapat
dengan cepat menjalankan rencana bersangkutan.
c) Memberikan pedoman kepada karyawan (karyawan tidak perlu mulai dari nol setiap kali
melakukan suatu tindakan).
Contoh penerapan rencana tetap:
i. Rencana evaluasi kerja tingkat pelayanan tenaga medis yang rutin diadakan setiap akhir
bulan dalam rumah sakit.
ii. Rencana peremajaan dental chair setiap lima tahun sekali demi menjaga mutu pelayanan
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Airlangga.
b. Rencana Situasional (Sekali Pakai)
Rencana situasional adalah rencana yang dikembangkan sekali saja untuk tujuan
terntentu. Apabila rencan tersebut berjalan sebagaimana mestinya maka pekerjaan tersebut
sudah selesai dan tidak akan diulang dua kali. Rencana seperti ini paling baik digunakan untuk
proyek-proyek unik (Agung, 2009).
Manfaat rencana situasional antara lain sebagai berikut.
31
a) Melengkapi atau mendukung rencana tetap karena ada perubahan dalam pelaksanaan
b) Menyesuaikan tindakan agar cocok bagi suatu situasi atau kejadian terntentu
c) Menjamin ketepatan karena pengumpulan data disesuaikan dengan tujuan/sasaran umum
rencana (Agung, 2009).
Perencanaan Kontinjensi
Jenis perencanaan lain yang juga penting adalah perencanaan kontinjensi (contingency
planning) yaitu penentuan serangkaian tindakan alternatif jika suatu rencana tindakan secara
tidak terduga tergganggu atau dianggap tidak sesuai lagi. Banyak bank dan rumah sakit
mengaplikasikan perencanaan ini. Misalnya, mempersiapkan staf tambahan bila nantinya
terjadi sesuatu yang tidak terduga yang membutuhkan pelayanan dengan cepat (Griffin, 2004).

C. Jenis Perencanaan menurut Jangka Waktunya


1) Long Range Planning
Yaitu perencanaan jangka panjang yang dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu
lebih dari tiga tahun. Dalam sumber yang dilain desibutkan bahwa suatu rencana jangka
panjang (long-range plan) meliputi banyak tahun, mungkin bahkan beberapa decade (Griffin,
2004; Handoko, 2007).
Contohnya adalah rencana program pemerintah Indonesia bebas penyalahgunaan
obat-obatan narkotika. Hal ini merupakan rencana holistic yang kemungkinan besar
membutuhkan rentang waktu yang cukup panjang untuk meraih hasil yang diharapkan terkait
dengan berbagai faktor penghambat.
2) Intermediate Planning
Yaitu perencanaan jangka menengahyang waktu pelaksanaanya membutuhkan waktu
antara satu hingga tiga tahun. Suatu rencana yang agak bersifat sementara dan lebih mudah
berubah dibanding rencana jangka panjang. Rencana jangka menengah biasanya meliputi
periode satu hingga lima tahun dan terutama penting bagi manajer menengah dan manajer lini.
Oleh karena itu, rencana tersebut umum paralel dengan rencana taktis (Griffin, 2004; Handoko,
2007).
Contohnya dilakukan program dokter plus oleh kementrian kesehatan yaitu dokter
umum diberi keterampilan tambahan spesialis. Program dokter plus ini diutamakan di Wilayah
Indonesia Timur yang bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada. Diharapkan tenaga medis
dokter ini memiliki ketrampilan tambahan spesialis dalam waktu yang sedikit lebih cepat untuk
pemenuhan tenaga medis spesialis di daerah terpencil.

32
3) Short Range Planning
Yaitu perencanaan jangka pendek yang pelaksanaannya membutuhkan waktu kurang
dari satu tahun. Seorang manajer juga mengembangkan suatu rencana jangka pendek, yang
memiliki kerangka waktu satu tahun atau kurang. Rencana jangka pendek (short-range plan)
sangat mempengaruhi aktivitas sehari-hari manajer. Terdapat dua jenis rencana jangka pendek,
yaitu rencana tindakan (action plan) dan rencana reaksi (reaction plan). Lebih jelasnya akan
diterangkan sebagai berikut (Griffin, 2004; Handoko, 2007).
a. Rencana Tindakan
Rencana ini digunakan untuk merealisasikan semua jenis rencana. Contohnya adalah
ketika sebuah Rumah Sakit Gigi dan Mulut A siap untuk mengganti seluruh peralatan
medisnya yang telah usang dengan yang baru, maka manajer dari rumah sakit tersebut akan
memusatkan perhatiannya pada pergantian peralatan yang ada dengan peralatan yang baru
secepatnya dan seefisien mungkin untuk meminimalkan gangguan pelayanan yang mungkin
terjadi selama fase pergantian alat-alat tersebut.
b. Rencana Reaksi
Rencana ini dirancang untuk membuat organisasi dapat bereaksi terhadap situasi yang tidak
terduga. Contohnya adalah ketika Rumah Sakit Gigi dan Mulut A berencana untuk
meremajakan seluruh peralatan medisnya yang telah usang dan telah melakukan pemesanan
sejumlah peralatan baru agar didatangkan pada bulan Februari 2013. Ternyata peralatan yang
telah dipesan tersebut datang lebih cepat dari yang diperkirakan pada bulan Januari. Oleh
karena itu, manajer dari rumah sakit tersebut harus bereaksi terhadap situasi yang berada diluar
kendalinya dengan cara yang masih memungkinan untuk melakukan pergantian alat secepat
mungkin tanpa banyak mempengaruhi pelayanan kesehatan gigi di rumah sakit.

4. Alur dan Proses Perencanaan


Dalam proses perencanaan terdapat alur atau step dalam pelaksanaanya. Biasanya hal
ini disesuaikan dengan keadaan manajmenen atau organisasi tersebut dan perencanaan apa
yang akan dilakukan. Dan membuat planning, suatu organisasi atau manajemen akan
melakukan tahapan sebagai berikut. (Leslie et. All, 2000)
Fungsi pembuatan pendekatan masalah antara lain sebagai berikut.
a. Pendekatan integral dan komprehensif dalam penyusunan rencana dan program
b. Membantu memberikan pemahaman situasi dan masalah yang dihadapi
c. Terdiri atas berbagai teknik dan metode kerja
33
d. Road-map pengembangan program. (Leslie et. All, 2000)
Selanjutnya, organisasi bisa membuat perencanaan sesuai dengan bidang dan kajian
masalah masing-masing. Berikut ini merupakan contoh mekanisme alur perencanaan dalam
rumah sakit.
Sebelum para manajer dapat mengorganisasi, memimpin, atau mengendalikan, terlebih
dahulu mereka harus membuat rencana yang memberikan arah pada setiap kegiatan organisasi.
Pada tahap perencanaan para manajer menentukan apa yang akan dikerjakan, kapan akan
mengerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan siapa yang akan mengerjakannya. (Leslie et.
All, 2000)
Kebutuhan akan perencanaan ada pada semua tingkatan manajemen dan semakin
mengingkat pada tingkatan manajemen yang lebih tinggi, dimana perencanaan itu mempunyai
kemungkinan dampak yang paling besar pada keberhasilan organisasi. Pada tingkatan top
manajer pada umumnya mencurahkan hampir semua waktu perencanannya jauh ke masa
depan dan pada strategi-strategi dari seluruh organisasi. Manajer pada tingkatan yang lebih
rendah merencanakan terutama untuk subunit mereka sendiri dan untuk jangka waktu yang
lebih pendek (Leslie et. All, 2000).
Terdapat pula beberapa variasi dalam tanggung jawab perencanaan yang tergantung
pada ukuran dan tujuan organisasi dan pada fungsi atau kegiatan khusus manajer. Organisasi
yang besar dan berskala internasional lebih menaruh perhatian pada perencanaan jangka
panjang daripada organisasi lokal. Akan tetapi pada umumnya organisasi perlu
mempertimbangkan keseimbangan antara perencanaan jangka panjang maupun perencnaan
jangka pendek. Karena itu penting bagi para mnajer untuk mengerti peranan perencanaan
secara keseluruhan (Leslie et. All, 2000).
Menurut T. Hani Handoko (2000), kegiatan perencanaan pada dasarnya melalui empat
tahap sebagai berikut:
1. Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan
2. Merumuskan keadaan saat ini
3. Mengidentifikasikan segala kemudhan dan hambatan
4. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan
Perencanaan yang efektif memerlukan waktu, tenaga, dan keyakinan yang kuat
mengenai pentingnya perencanaan tersebut (Griffin, 2004). Alur perencanaan organisasi yang
strategis akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut (Vincent, 2007).

34
A. Melakukan analisis strategis terhadap organisasi dengan menggunakan pendekatan
“analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities, Threats)”, kemudian memasukkan
hasil analisis kedalam laporan organisasi.
B. Melaksanakan rencana strategis berdasarkan hasil analisis SWOT dengan cara: menulis
rencana strategis dengan mengikuti prinsip RHUMBA (Realistic, Humanistic,
Understandable, Measurable, Behavioral, Actionable) dan SMART (Specific,
Measurable, Achievable, Result oriented, Time bound)
C. Menjamin bahwa setiap rencana strategis telah memperhatikan faktor-faktor seperti:
kebutuhan konsumen dan kesempatan pasar, lingkungan kompetitif dan pesaing-pesaing
yang ada, kekuatan dan kelemahan sumber daya (SDM) organisasi yang ada, kekuatan dan
kelemahan faktor internal organisasi, dan kesempatan maupun ancaman dari faktor
eksternal organisasi.
D. Meninjau ulang rencana strategis tersebut dalam periode waktu yang teratur (1 bulan, 3
bulan, 6 bulan, dan 1 tahun)
E. Meningkatkan secara terus menerus terhadap proses perencanaan strategis organisasi
(Vincent, 2007).
Sedangkan dalam sumber yang lain disebutkan bahwa proses perencanaan organisasi yang
strategis dikategorikan menjadi empat fase antara lain sebagai berikut (Nevizond, 2007).
A. Fase 1: Formulasi Strategi
Mengembangkan pernyataan misi serta visi dan formulasikan serta fokuskan nilai
organisasional guna mendukung pilihan strategi yang diterapkan.
B. Fase 2: Pengembangan Strategi
1) Identifikasi dan petakan kebutuhan produk, harapan, dan peluangnya dari konsumen,
pasar dan lingkungan persaingan, posisi persaingan organisasi, serta perbandingannya
dengan kapabilitas organisasi.
2) Identifikasi tantangan dan keunggulan strategis tenaga kerja/SDM, finansial,
operasional, serta bisnis kunsi yang terkait dengan kemmpuan mempertahankan
kesuksesan organisasi.
3) Identifikasi pemenuhan tanggung jawab sosial dan perhitungan faktor hukum,
instusional, mitra dan rantai pasokan, kekuatan lingkungan, budaya, dan faktor internal
seperti teknologi, peralatan, dan kapabilitas organisasi yang membatasi pilihan
rancangan strategis organisasi.

35
4) Lakukan SWOT, tetapkan tujuan jangka panjang, serta terapkan pilihan strategi serta
kebijakan untuk pilihan strategi tersebut.
5) Petakan dan terapkan sistem manajeman proses sebagai rantai nilai atas kegiatan utama
dan pendukung organisasi dalam upaya pencapaian tujuan/sasaran.
6) Tetapkan horizon waktu perencanaan jangka pendek dan jangka panjang organisasi di
dalam proses perencanaan strategis.
C. Fase 3, Impelementasi Strategi
1) Tetapkan sasaran jangka pendek, mengembangkan program kerja, ukuran kinerja, dan
pilihan prioritasnya; alokasikan sumber daya seperti finansial, teknologi, inovasi,
kapabilitas, serta kapasitas tenaga kerja/SDM, dan motivasi SDM nya.
2) Mengembangkan dan menerapkan penataan organisasi untuk pemantapan sistem peran,
sistem/pola hubungan kerja, dan pengorganisasian SDM untuk tujuan bersama serta
kompetensi inti dan kapabilitas organisasi.
D. Fase 4, Evaluasi Strategi
1) Meninjau pilihan strategi, mengukur kinerja, dan ambil tindakan pengoreksian,
termasuk perubahan pada produk/jasa, pelanggan serta pasar, dan cara beroperasi.
2) Petakan proyeksi kinerja dalam jangka panjang dan jangka pendek serta
membandingkan dengan kinerja pesaing dan atau pembanding utama yang lain.

BAB 4
PENGORGANISASIAN

1. Pengertian pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan mencapai
objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas pengawasan setiap kelompok,
dan menentukan cara dari pengkoordinasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya, baik
secara vertikal maupun horizontal, yang bertanggung jawab untuk mencapai objektif
organisasi. Pengorganisasian meliputi proses memutuskan tingkat organisasi yang diperlukan
untuk mencapai objektif divisi, departemen atau pelayanan, dan unit (Swanburg, 2000).

36
Menurut Stoner (1996), Pengorganisasian (organizing) merupakan suatu cara pengaturan
pekerjaan dan pengalokasian pekerjaan di antara para anggota organisasi sehingga tujuan
organisasi dapat dicapai secara efisien. Sedangkan Handoko (1999) memberikan pengertian
pengorganisasian adalah proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan
organisasi, sumber daya yang dimiliki, dan lingkungan yang melingkupinya (Bowo, 2008).
Menurut Syani didalam buku yang berjudul pengorganisasian karangan Bowo, secara
metodologis pengorganisasian adalah suatu cara manajerial yang berhubungan dengan
usaha-usaha kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan
pembagian kerja. Dalam usaha-usaha ini para anggota kelompok melaksanakan pekerjaannya
disertai pengetahuan dan metode ilmiah berdasarkan perspektif umum yang perlu memelihara
dan menjaga yang relevansi responsif dengan tujuan organisasi (Bowo, 2008).
Menurut Stephen (1994), Pengorganisasian ada 2 pengertian, yaitu yang pertama sebagai
sebuah organisasi. Organisasi adalah pola hubungan–banyak hubungan yang saling terjalin
secara simultan- yang menjadi jalan bagi orang, dengan pengarahan dari manajer, untuk
mencapai sasaran bersama. Dan yang kedua adalah proses manajerial dari pengorganisasian
termasuk pembuatan keputusan, penciptaan kerangka kerja, sehingga organisasi tersebut dapat
bertahan dari keadaan yang baik pada masa kini hingga masa depan (Stephen, 1994).
Pengorganisasian (organizing) adalah suatu proses mengatur SDM (sumber daya
manusia) dan sumber daya lainnya dalam menjalankan strategi perusahaan untuk mencapai
tujuan organisasi. Pengorganisasian akan menghasilkan struktur formal organisasi (Griffin,
2002).
Pengorganisasian (organizing) adalah proses, cara, dan perbuatan dalam mengorganisasi.
Dalam hal ini diatur dan ditentukan tugas pekerjaan, jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, pola
kesatuan kerja, siapa yang akan melakukannya, apa alatnya, bagaimana kondisi keuangannya,
dan fasilitas lainnya (Nafarin, 2007).

2. Prinsip Pengorganisasian
Pengorganisasian memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Prinsip Rantai Komando
Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota, secara
efektif dan ekonomis, serta berhasil dalam mencapai tujuan mereka, organisasi dibuat
dalam hubungan hirarkis dalam alur otoritas dari atas ke bawah. Prinsip ini mendukung
struktur mekanistis dengan dengan otoritas sentral yang mensejajarkan otoritas dan
37
tanggung jawab. Komunikasi terjadi sepanjang rantai komando dan cenderung satu
arah ke bawah (Swanburg, 2000).
Ada dua unsur penting dalam menjelaskan konsep rantai komando, yaitu otoritas dan
kesatuan perintah. Menurut Robbins (2003), otoritas merupakan hak yang melekat pada
posisi manajerial seperti memberikan tugas dan mengharapkan tugas tersebut dipatuhi
dan dijalankan. Untuk menjaga agar hal tersebut dapat dijalankan sebagaimana
mestinya, diperlukan kesatuan perintah yang mensyarakatkan idealnya seseorang
hanya mempunyai seorang atasan di mana dia dapat melaporkan dan
mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya (Sukoco, 2007).
b. Prinsip Kesatuan Komando
Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang pekerja mempunyai satu
penyelia (supervisor) dan terdapat satu pemimpin dan satu rencana untuk kelompok
aktivitas dengan objektif yang sama (Swanburg, 2000).
c. Prinsip Rentang Kontrol
Prinsip rentang kontrol menyatakan bahwa individu harus menjadi pengawas
(supervisor) suatu kelompok dan bahwa ia dapat mengawasi secara efektif dalam hal
jumlah, fungsi dan geografi. Prinsip asal ini telah menjadikan semakin terlatih pekerja,
maka makin kurang pengawasan yang diperlukan. Pekerja dalam pelatihan
memerlukan lebih banyak pengawasan untuk mencegah terjadinya kesalahan
(Swanburg, 2000).
Siekman (2000) dalam buku yang berjudul Manajemen Administrasi
Perkantoran Modern karangan Sukoco menyebutkan bahwa dengan menggunakan
rentang kontrol yang besar akan menjadikan manajer dapat mengawasi bawahannya
lebih dekat, dan memberikan feedback lebih sering. Namun Robbins (2003) beragumen
bahwa hal tersebut akan meningkatkan biaya staf, karena menambah jumlah manajer
atau supervisor dan membuat pengambilan keputusan menjadi lambat (Sukoco, 2007).
d. Prinsip Spesialisasi
Prinsip spesialisasi adalah setiap orang harus dapat menampilkan satu fungsi
kepemimpinan tunggal sehingga ada divisi tenaga kerja (ada perbedaan di antara
berbagai tugas). Spesialisasi dianggap oleh kebanyakan orang menjadi cara terbaik
untuk menggunakan individu dan kelompok, rantai komando menggabungkan
kelompok-kelompok dengan spesialitas yang menimbulkan fungsi departementalitas
(Swanburg, 2000).
38
Spesialisasi didefinisikan sebagai derajat di mana tugas dalam organisasi dibagi
menjadi beberapa pekerjaan. Seorang manajer administrasi harus dapat menentukan
perkerjaan mana yang perlu dispesialisasi dalam rentang waktu yang ditetapkan, untuk
menghindari dampak negatif dari penerapan spesialisasi pekerjaan (Sukoco, 2007).

4. Elemen Dasar Pengorganisasian


Untuk mencapai tujuan-tujuan dalam sebuah organisasi diperlukan adanya elemen
pengorganisasian. Adapun elemen pengorganisasian tersebut diantaranya adalah:

a. Merancang Pekerjaan (Job Design)


Menentukan tanggung jawab individu yang berhubungan dengan pekerjaan. Untuk
melaksanakan hal tersebut perlu adanya spesialisasi pekerjaan (job specialization) yang
merupakan tingkat di mana keseluruhan tugas dalam organisasi dipecah dan dibagi menjadi
bagian komponen yang lebih kecil (Daft, 2002). Konsep tentang kedalaman pekerjaan (job
depth) dan cakupan pekerjaan (job scope) merupakan upaya awal untuk menggambarkan
aspek-aspek spesialisasi pekerjaan. Kedalaman pekerjaan merupakan ukuran sampai sejauh
mana seseorang dapat mengendalikan pekerjaaannya. Bila pimpinan menetapkan standar
yang kaku, mengorganisasi pekerjaan dengan sangat rinci, menguraikan metode dan
mengamati pelaksanaannya dengan ketat, maka kedalaman pekerjaan itu rendah. Sebaliknya,
setelah ditetapkan tujuan dan aturan main pegawai diberikan keluwesan dalam bekerja,
diberi kepercayaan untuk melakukan inisiatif sendiri, maka kedalaman pekerjaannya berarti
tinggi (Herujito, 2001).
Cakupan pekerjaan merupakan jumlah operasi pelaksanaan yang berbeda, yang
diperlukan oleh suatu pekerjaan tertentu dan frekuensi pengulangan daur pekerjaan. Makin
rendah jumlah kegiatan dan makin besar frekuensi pengulangan maka cakupan pekerjaannya
makin sempit (rendah). Misalnya seorang pegawai rumah sakit yang memeriksa temperatur,
menyalurkan obat-obatan, dan mengambil contoh darah memiliki cakupan pekerjaan yang
lebih luas daripada seorang teknisi pesawat Garuda (Herujito, 2001).
Selain spesialisasi pekerjaan, juga diperlukan alternatif spesialisasi yakni terdiri atas :
1) Perluasan pekerjaan (Job Enlargement)
Perluasan pekerjaan adalah suatu alternatif yang melibatkan peningkatan jumlah total
tugas yang dilaksanakan oleh pekerja. (Daft, 2002) Dengan asumsi bahwa melakukan
tugas dasar yang sama secara berulang-ulang adalah penyebab utama ketidakpuasan

39
pekerja, perluasan pekerjaan ini dikembangkan. Sebagai akibatnya, semua pekerja
melaksanakan beraneka ragam tugas yang dianggap dapat mengurangi tingkat
ketidakpuasan terhadap perkerjaan (Griffin, 2002).
2) Pengayaan Pekerjaan (Job Enrichment)
Pengayaan Pekerjaan adalah suatu alternatif yang melibatkan peningkatan baik dari
jumlah tugas maupun pengawasan yang dilakukan pekerja tersebut (Daft, 2002). Dengan
asumsi bahwa meningkatnya rentang dan jenis pekerjaan tidak cukup untuk
meningkatkan motivasi karyawan, makan diperlukan suatu pendekatan yang lebih
lengkap yakni pengayaan pekerjaan. Untuk mengimplementasikan pengayaan pekerjaan,
manager mengurangi pengawasan terhadap pekerjaan, mendelegasikan lebih banyak
otoritas kepada karyawan dan membuat struktur pekerjaan dalam unit yang alami dan
lengkap. Bagian lain dari pengayaan pekerjaan adalah dengan menugaskan tugas baru
dan tugas yang menantang secara kontinu, sehingga dapat meningkatkan kesempatan
karyawan untuk berkembang dan maju (Griffin, 2002).
3) Pendekatan Karakteristik Pekerjaan (Job Characteristics Approach)
Pendekatan karakteristik pekerjaan adalah suatu alternatif yang menyarankan agar
pekerjaan didiagnosis dan ditingkatkan dengan memperhitungkan sistem kerja dan
preferensi karyawan (Daft, 2002). Pendekatan karakteristik pekerjaan menyebutkan
bahwa pekerjaan seharusnya didiagnosis dan ditingkatkan sejalan dengan lima dimensi
inti :
1. Ragam keahlian (skill variety) : jumlah pekerjaan yang dilakukan seseorang dalam
suatu pekerjaan.
2. Identitas tugas (task identity) : sejauh mana pekerja dapat menyelesaikan suatu
bagian dari keseluruhan pekerjaan atau menyelesaikan suatu bagian yang dapat
diidentifikasikan dari keseluruhan pekerjaan.
3. Signifikansi tugas (task significance) : pentingnya tugas yang dipersepsikan.
4. Otonomi (autonomy) : tingkat pengendalian yang dimiliki]i pekerja mengenai
bagaimana pekerjaan dilaksanakan.
5. Umpan balik (feedback) : sejauh mana pekerja mengetahui seberapa baik pekerjaan
telah dilaksanakan.
Semakin tinggi suatu tingkat pekerjaan pada dimensi tersebut, maka karyawan
semakin mengalami berbagai kondisi psikologis. Mengalami kondisi tersebut dianggap

40
akan menimbulkan motivasi, kinerja berkualitas tinggi, kepuasan yang tinggi serta
tingkat ketidakhadiran dan perputaran yang rendah (Griffin, 2002).
4) Pendekatan Tim Kerja (Work Teams)
Pendekatan Tim Kerja adalah suatu alternatif yang mengizinkan suatu kelompok
merancang sistem kerja yang akan diterapkan (Daft, 2002). Di bawah pengaturan ini,
suatu kelompok diberikan tanggung jawab untuk merancang system pekerjaan yang
saling berhubungan. Dalam sistem jalur perakitan yang umum, alur kerja mengalir dari
satu pekerja ke pekerja berikutnya, dan setiap perkerja memiliki suatu pekerjaan tertentu
untuk dilaksanakan. Sebagai contoh, tim kerja melimpahkan tugas tertentu kepada
anggota, kemudian tim kerja secara langsung memonitor dan mengendalikan kinerja
anggotanya dan memiliki otonomi atas penjadwalan kerja (Griffin, 2002).

b. Mengelompokkan Pekerjaan (Departementalisasi)


Departementalisasi adalah proses pengelompokan pekerjaan menurut beberapa
pengaturan logis (Daft, 2002). Unsur ini merupakan dampak dari penerapan spesialisasi
pekerjaan dengan mengelompokan pekerjaan serupa dalam satu departemen. Misalnya
fungsi administratif yang berhubungan dengan keuangan dapat dikelompokkan pada divisi
keuangan ataupun semua pekerjaan yang berkaitan dengan penjualan dapat digabungkan
pada depatemen pemasaran. Kategori ini sangat sering digunakan untuk mengelompokkan
pekerjaan berdasarkan kesamaan fungsi yang dijalankan. Lebih lanjut, tugas dapat
dikelompokkan berdasarkan produk yang dihasilkan sebuah perusahaan. Sebagai contoh,
Indofood Group mengelompokkan produksi yang berkaitan dengan makanan instan
(Indomie, Supermie, Sarimi) dalam PT. Indofoof Sukses Makmur. Hal ini dapat
meningkatkan akuntabilitas pada kinerja sebuah produk, karena semua aktivitas yang
berkaitan dengan produk yang serupa (makanan) di bawah koordinasi perusahaan atau
manajer yang sama (Sukoco, 2007).
a. Rasionalisasi Departemen
Pekerjaan dikelompokkan menurut beberapa rencana, logika yang melekat pada
suatu rencana adalah dasar dari semua departementalisasi (Daft, 2002). Ketika organisasi
kecil, pemilik yang sekaligus bertindak sebagai manajer dapat secara pribadi mengawasi
semua orang yang bekerja di sana. Akan tetapi, ketika organisasi berkembang,
mengawasi semua karyawan secara pribadi menjadi semakin sulit bagi manajer-pemilik.
Karena itu, posisi manajerial baru diciptakan untuk mengawasi pekerjaan karyawan.
41
Karyawan tidak ditugaskan dalam pengawasan manajer tertentu secara acak. Akan tetapi,
pekerjaan dikelompokkan menurut beberapa rencana. Logika yang melekat pada suatu
rencana adalah dasar dari semua departementalisasi (Griffin, 2002).
b. Dasar Umum Departementalisasi
1) Departementalisasi Fungsional (Functional Departmentalization)
Departementalisasi fungsional yaitu mengelompokkan pekerjaan
yang melibatkan aktivitas yang sama. Pendekatan ini yang paling umum terdapat
pada organisasi yang lebih kecil, memiliki tiga kelebihan utama. Pertama, setiap
departemen dapat diisi oleh ahli-ahli dalam bidang fungsional tersebut. Misalnya,
ahli pemasaran dapat dipekerjakan untuk menjalankan fungsi pemasaran. Kedua,
pengawasan juga terbantu karena seorang manajer individual hanya perlu mengenal
serangkaian keahlian yang relatif sempit. Dan ketiga, aktivitas koordinasi dalam
setiap departemen lebih mudah.
Kelemahan pendekatan ini juga ada, yakni pengambilan keputusan
cenderung menjadi lebih lambat dan lebih birokratis. Karyawan mungkin juga
mulai berkonsentrasi terlalu sempit pada unit mereka sendiri. Terakhir,
akuntabilitas dan kinerja menjadi sangat sulit untuk diawasi (Griffin, 2002).
2) Departementalisasi Produk (Product Departmentalization)
Departementalisasi produk merupakan pengelompokan aktivitas menurut produk
atau kelompok produk. Departementalisasi produk memiliki tiga kelebihan.
Pertama,semua aktivitas dihubungkan dengan satu produk atau kelompok prosuk
sehingga dapat secara mudah diintegrasikan dan dikoordinasikan. Kedua, kecepatan
dan efektivitas pengambilan keputusan meningkat. Ketiga, kinerja produk individual
atau kelompok produk dapat diukur dengan lebih mudah dan lebih objektif, sehingga
dapat meningkatkan akuntabilitas departemen sebagai hasil dari aktivitas mereka.
Departementalisasi produk juga memiliki dua kelemahan besar. Pertama, manajer
di setiap departemen mungkin berfokus pada produk atau kelompok produk mereka
sendiri sehingga bagian lain dari organisasi terabaikan. Kedua, biaya administrasi
meningkat karena setiap departemen harus memiliki spesialis fungsionalnya sendiri
untuk tugas seperti penilitian pemasaran dan analisis keuangan (Griffin, 2002).
3) Departementalisasi Pelanggan (Customer Departmentalization)
Departementalisasi pelanggan merupakan pengelompokan aktivitas untuk
merespon dan berinteraksi dengan konsumen. Aktivitas peminjaman di sebagian
42
besar bank, misalnya dirancang untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhan konsumen
yang berbeda (misalnya bisnis, hipotek konsumen dan peminjaman agrikultur).
Keuntungan pendekatan ini adalah organisasi dapat menggunakan tenaga spesialis
yang terampil untuk menangani konsumen atau kelompok konsumen yang unik
(Griffin, 2002).

4) Departementalisasi Lokasi (Location Departmentalization)


Departementalisasi lokasi yakni mengelompokkan pekerjaan atas dasar lokasi
atau daerah geografis. Luas lokasi atau daerah yang didefinisikan mungkin bervariasi
dari suatu belahan bumi hingga hingga hanya beberapa blok dalam suatu kota besar.
Keuntungan utama departementalisasil lokasi adalah memudahkan organisasi untuk
merespons konsumen yang unik dan karakteristik lingkungan di berbagai wilayah
(Griffin, 2002).

c. Mendistribusikan Otoritas
Dua persoalan spesifik yang harus diatasi manajemen ketika mendistribusikan
otoritas adalah :
a. Proses Pendelegasian
Proses Pendelegasian adalah proses pelimpahan sebagian beban kerja total seorang
manajer kepada orang lain (Daft, 2002). Delegasi merupakan salah satu bagian penting dari
keahlian manajerial. Proses pendelegasian yang baik dan efektif sejatinya dapat memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja harian manajer dan karyawan. Dengan
pendelegasian tugas maka dapat menghemat waktu/tenaga, mengembangkan kemampuan
bawahan, melatih penerus serta memotivasi semangat kerja karyawan. Delegasi yang buruk
akan mengakibatkan frustasi, demotivasi dan kegagalan mencapai target yang ditetapkan
(Pohan, 2010).
Proses delegasi akan sangat membantu melakukan perencanaan, pengembangan
personal, dan promosi bawahan. Hal inilah yang biasa terjadi di tempat kerja, di mana
delegasi memberikan pengalaman kerja melalui tanggung jawab yang lebih besar (Pohan,
2010).
b. Desentralisasi dan Sentralisasi

43
Unsur ini berkaitan dengan peran siapa yang akan mengambil keputusan dalam
organisasi. Jika pengambilan keputusan dilakukan oleh pimpinan atau kantor pusat, dapat
dikatakan bahwa organisasi yang bersangkutan menggunakan sentralisasi dan jika
sebaliknya disebut dengan desentralisasi (Sukoco, 2007). Desentralisasi adalah proses yang
secara sistematis yang mempertahankan kekuasaan dan otoritas di tangan manajer tingkat
menengah dan rendah. Sentralisasi adalah proses sistematis yang mempertahankan
kekuasaan dan otoritas di tangan manajer tingkat tinggi (Daft, 2002).
Dengan menggunakan desentralisasi, tindakan dapat dilakukan lebih cepat dalam
menyelesaikan masalah, lebih banyak orang yang terlibat di dalamnya, dan menjadikan
karyawan lebih menjadi bagian sebuah organisasi. Dewasa ini tren penggunaan desentralisasi
menjadi luas karena beberapa manfaat tersebut. Hal inilah yang mendasari penerbitan
Undang-Undang Ekonomi Daerah nomor 25 tahun 1999, karena pemerintah Republik
Indonesia menyadari bahwa pemerintah daerah lebih dekat dengan permasalahan daerahnya
masing-masing yang tentunya memahami dan mengetahui lebih baik kondisi daerah
dibandingkan pemerintah pusat (Sukoco, 2007).

d. Membedakan Berbagai Posisi


Posisi jabatan dalam suatu struktur organisasi dapat diklasifikasikan sebagai posisi
lini dan posisi staf. Posisi lini adalah posisi yang berada di rantai komando langsung yang
bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan organisasi (Daft, 2002). Sedangkan posisi staf
adalah posisi yang dimaksudkan untuk memberikan keahlian, nasehat, dan dukungan untuk
posisi lini (Daft, 2002). Posisi staf diciptakan untuk mendukung usaha-usaha posisi lini dan
bukan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Jadi posisi staf memberikan bantuan kepada
posisi lini dan wewenang untuk melakukan pengambilan keputusan diberikan kepada posisi
lini (Madura, 2007).
Suatu organisasi yang hanya memiliki posisi-posisi lini dan tidak memiliki
posisi-posisi staf disebut sebagai organisasi lini (line organization). Jenis struktur organisasi
seperti ini mungkin cocok untuk bisnis yang tidak mampu merekut staf seperti sebuah
perusahaan manufaktur kecil (Madura, 2007).

3. Proses atau Langkah-Langkah Pengorganisasian


Menurut Stoner et al (1996) langkah-langkah dalam proses pengorganisasian terdiri dari
lima langkah:

44
1. Merinci seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi.
Karena organisasi itu dibentuk berdasarkan suatu tujuan, maka kita harus merinci seluruh
pekerjaan yang akan dilakukan agar dalam proses pencapaian tujuan bisa sesuai dengan apa
yang dikerjakan dalam organisasi.
2. Membagi beban kerja ke dalam kegiatan-kegiatan yang secara logis dan memadai dapat
dilakukan oleh seseorang atau oleh sekelompok orang. Biasanya dalam organisasi yang
telah merinci pekerjaan apa yang akan dilakukan, organisasi tersebut akan membagi
pekerjaan tersebut ke dalam bidang-bidang tertentu, dengan kata lain yaitu pekerjaan
dikelompokan sesuai kualifikasinya lalu di bagi ke dalam bidang-bidang dalam
organisasi. Bidang-bidang itu yang akan mengerjakan tugas tersebut.
3. Mengkombinasi pekerjaan anggota perusahaan dengan cara yang logis dan efisien. Setelah
dibagi pekerjaan, maka perlu dibagi bagian-bagian atau divisi-divisi organisasi untuk
melaksakan pembagian pekerjaan tersebut.
4. Penetapan mekanisme untuk mengkoordinasi pekerjaan anggota organisasi dalam satu
kesatuan yang harmonis. Setelah berhasil membagi pekerjaan sesuai bidang organisasi,
maka perlu dilakukan koordinasi antar bidang dan pengurus organisasi agar mempermudah
pelaksanaan pekerjaan. Terkadang ada suatu bidang dalam organisasi yang akan
membutuhkan sumber daya yang sama atau data yang sama, itulah perlunya koordinasi.
5. Memantau efektivitas organisasi dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk
mempertahankan atau meningkatkan efektivitas.
Menurut T Hani Handoko (1999) proses pengorganisasian dapat ditunjukkan dengan tiga
langkah prosedur sebagai berikut:
1. Pemerincian seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan
organisasi.
2. Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang secara logis dapat
dilaksanakan oleh satu orang. Pembagian kerja ini sebaiknya tidak terlalu berat juga
tidak terlalu ringan.
3. Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan
para anggota organisasi menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.

45
BAB 5
PENGARAHAN DAN PENGGERAKAN
(DIRECTING – ACTUATING)

1. Pengertian Pengarahan (Directing)


Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota
kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha.
Directing atau Commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha
memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi kepada bawahan dalam
melaksanakan tugas masing-masing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan
benar-benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula. (Soekarno 1984; Siagian 1988)
Directing atau Commanding merupakan fungsi manajemen yang dapat berfungsi bukan
saja agar pegawai melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu kegiatan, tetapi dapat pula
berfungsi mengkoordinasikan kegiatan berbagai unsur organisasi agar efektif tertuju kepada
realisasi tujuan yang ditetapkan sebelumnya. (Soekarno 1984; Siagian 1988)
Berbagai karya tulis tentang prinsip-prinsip, proses dan fungsi-fungsi manajemen
menunjukkan aneka ragam istilahy ang digunakan untuk menjelaskan fungsi penggerakan ini.
46
Beberapa contoh dibawah ini menunjukkan apa yang dimaksud. (Soekarno 1984; Siagian
1988)
1. Henry Fayol, menggunakan istilah “commanding” untuk penggerakan seperti terlihat
dalam karyanya “General and Industrial Administration” , berpendapat bahwa cara
terbaik untuk menggerakkan para anggota organisasi adalah dengan cara pemberian
komando dan tanggung jawab utama para bawahan terletak pada pelaksanaan perintah
yang telah diberikan itu.
2. Luther Gullick, dalam karyanya “Papers on the Science of Administration”
menggunakan Istilah “directing” sebagai fungsi manajerial yang dimaksudkan untuk
menggerakkan para bawahan. Istilah “directing” mempunyai makna pemberian
petunjuk dan penentuan arah yang harus ditempuh oleh para pelaksana kegiatan
operasional.
3. Seorang penulis lain yang dikenal luas adalah George R. Terry yang menggunakan
istilah “actuating” untuk penggerakan seperti dapat dilihat dalam bukunya “Principles
of Management”. Istilah “actuating” lebih “lunak” dibandingkan dengan istilah
“commanding” dan “directing.”
4. Seorang ahli lain, John F. Mee, menggunakan istilah ‘motivating”Untuk
menggambarkan cara penggerakan bawahan yang dipandang paling tepat.
Directing dikatakan sebuah proses dimana para manajer membimbing dan mengawasi
kinerja para pekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Mengarahkan dikatakan
sebagai jantung dari proses manajemen. Perencanaan, pengorganisasian, staf yang sudah
didapat tidak akan penting apabila tidak ada yang mengawasi dan membimbing. (Herjanto,
2007)
Tujuan pokok dari pengawasan dan pengarahan menurut Notoatmodjo, (2006) adalah
agar kegiatan-kegiatan dan orang-orang yang melakukan kegiatan yang telah direncanakan
tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang
memungkinkan tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Tindakan pengarahan di mulai dari saat melakukan kegiatan, pengarahan ini dirancang
agar pekerja bekerja secara efektif, efisien supaya dapat mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan. Mengarahkan adalah fungsi membimbing, menginspirasi, mengawasi, supaya
tujuan tercapai. (Herjanto 2007)
Tujuan dari pengarahan adalah:
1. Menjamin kontinuitas perencanaan
47
2. Membudayakan prosedur standar
3. Menghindari kemangkiran yang tidak berarti
4. Membina disiplin
5. Membina motivasi yang terarah
Adapun fungsi dari pengarahan directing, antara lain: (Prawirasentono, 2001)
1. Usaha untuk memobilisasi sumber daya agar dpt bergerak dalam satu kesatuan sesuai
rencana. Termasuk kedalamnya motivasi, kepemimpinan, suasana kerja dan koordinasi
orang-orang dan kegiatan-kegiatan.
2. Kinerja kerja tergantung kpd pemahaman mengenai motivasi individual.
3. Proses kepemimpinan yg baik harus memperhatikan aspek motivasi.
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat,
dinamis, dan lain sebagainya. (Amirullah & Rindyah, 2002)

2. Metode dan proses Directing


Metode-metode pengarahan yang dilakukan dapat berupa: (Dewi, 2013)
1. Orientasi
Merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu supaya
kegiatan dapat dilakukan dengan baik.
2. Perintah
Merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada di bawahnya untuk
melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu.
3. Delegasi wewenang
Dalam pendelegasian wewenang ini pimpinan melimpahkan sebagian dari
wewenang yang dimilikinya kepada bawahannya.
Proses yang ada dalam directing adalah : (Herjanto, 2007)
1. Tahap 1: menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan, Perencanaan dimulai dengan
keputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi. Tanpa rumusan yang jelas,
organisasi akan menggunakan sumber daya yang tidak efektif.
2. Tahap 2: Merumuskan keadaan saat ini. Karena tujuan dan rencana menyangkut masa
yang akan datang, manajeman harus memposisikan perusahaan mulai dari sekarang
atas tujuan yang hendak dicapai atau sumber daya-sumber daya yang tersedia untuk
pencapaian tujuan adalah sangat penting, maka manajemen memerlukan kebutuhan
48
informasi-informasi keuangan dan data statistik yang didapat melalui komunikasi
dalam organisasi.
3. Tahap 3: Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan yang ada untuk mengukur
kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu perlu diketahui
faktor-faktor lingkungan baik intern maupun ekstern. bagaimanapun sulit dialakukan,
antisipasi keadaan, masalah dan kesempatan serta ancaman yang mungkin terjadi
diwaktu mendatang adalah bagian esensi dari proses perencanaan.
4. Tahap 4: Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.

3. Peran Komunikasi
Pada dasarnya komunikasi adalah kepercayaan. Semakin baik anda mengenal
seseorang, semakin akurat anda dapat memperkirakan apa yang dia lakukan. Berkomunikasi
merupakan salah satu fungsi pokok manajemen khususnya pengarahan. Demikian juga
komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu kelancaran organisasi dalam mencapai
tujuannya (Keliat, 2006).
Komunikasi ini terutama komunikasi yang bersifat intern khususnya komunikasi antara
atasan dengan bawahan. Dengan komunikasi yang dapat mencerminkan kejelasan berita /
perintah yang diberikan sesuai dengan kedudukan masing-masing anggota organisasi dalam
sktruktur organisasi maka komunikasi ini sangat berguna dalam menciptakan suasana kerja
sama antara atasan dan bawahan yang dilandasi dengan saling pengertian karena ditunjang
adanya komunikasi informal (hubungan antar karyawan) yang efektif. (Stoner, 1996)

4. Peran Motivasi
Faktor lain di samping terciptanya komunikasi yang menguntungkan adalah motivasi
terhadap bawahan juga diperlukan. Degan motivasi yang ditujukan kepada bawahan baik yang
bersifat positif (dengan menambah tingkat kepuasan tertentu: gaji, jabatan dsb) maupun yang
negatif(potongan gaji, skors, dsb) diharapkan bawahan terdorong untuk melakukan pekerjaan
yang telah diperintahkan kepadanya. (Stoner, 1996)
Motivasi merupakan suatu tindakan yang mendorong seseorang bertindak atau
berperilaku tertentu. Pemahaman terhadap motivasi seseorang merupakan kunci bila
mendorong orang lain untuk bekerja sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi yang
berhasil dari atasan dapat mendorong kreatifitas karyawan dalam bekerja maupun dalam
49
pemecahan masalah yang dihadapi bawahan. Oleh karena itu motivasi merupakan faltor
penting yang mendukung prestasi kerja disamping tergantung pada kemampuan. (Amirullah &
Rindyah, 2002; Stoner, 1996)

5. Pengertian Penggerakan (actuating)


Pengertian actuating secara bahasa adalah pengarahan atau dengan kata lain
pergerakan pelaksanaan, sedang pengertian secara istilah actuating adalah mengarahkan
semua personal agar mau bekerja sama dan bekerja efektif dalam mencapai tujuan suatu
organisasi. Adapun pengertian penggerakan menurut para ahli adalah sebagai
berikut:(Soekarno 1984; Siagian 1988)
1. George R. Terry
Menempatkan semua anggota kelompok agar bekerja secara sadar untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan perencanaan dan pola organisasi.
2. Prof. Dr. Mr. S. Prajudi Atmosudirdjo
Pengaktifan orang-orang sesuai dengan rencana dan pola organisas yang telah
ditetapkan.
3. Prof. Dr. H. Arifin Abdurrachman, MPA
Kegiatan manajemen untuk membuat orang-orang lain suka dan dapat bekerja.
4. Prof. Dr. Sondang S. Siagian, MPA
Penggerakan (actuating) adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada
para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi
tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis.
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan
usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka
berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota
perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
(Terry 1986)
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk
menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan
pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan
peran, tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan
(actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu
jika: (Hamalik, 2006)
50
1. Merasa yakin akan mampu mengerjakan,
2. Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya,
3. Tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau
mendesak,
4. Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan
5. Hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
Penggerakan dapat didefinisikan sebagai “keseluruhan usaha, cara, teknik dan metode
untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin
demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif dan ekonomis.” (Malik, 2011)
Menurut Arifin Abdul Rahman, bahwa penggerakan merupakan kegiatan manajemen
untuk membuat orang lain suka dan dapat bekerja. Pada dasarnya menggerakan orang lain
bukanlah hal yang mudah. Untuk dapat menggerakanya dituntut bahwa manajemen hendaklah
mampu atau seni untuk menggerakan orang lain. Kemampuan atau seni menggerakan orang
lain itu disebut kepemimpinan atau leadership. (Malik, 2011)
Dari beberapa definisi diatas maka dapatlah dirumuskan bahwa penggerakan
merupakan kegiatan manajemen untuk menggerakan dan membuat orang lain suka dan dapat
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien, sehingga
tindakan-tindakan yang telah dilakukan menyebabakan suatu organisasi dapat berjalan.
(Malik, 2011)
Actuating adalah pelaksanaan untuk bekerja. Untuk melaksanakan secara fisik kegiatan
dari aktivitas tesebut, maka manajer mengambil tindakan-tindakannya kearah itu. Seperti :
Leadership (pimpinan), perintah, komunikasi dan conseling (nasehat). Actuating disebut juga
“pergerakkan” mencakup kegiatan yang dilakukan seorang manager untuk mengawali dan
melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur-unsur perencanaan dan pengorganisasian
agar tujuan-tujuan dapat tercapai. Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan
(actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. (Malik, 2011)
Tujuan aktuasi, adalah: (Muninjaya, 2004)
1. Menciptakan kerja sama yang lebih efisien
2. Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan staf
3. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan
4. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan prestasi
kerja staf
5. Membuat organisasi berkembang secara dinamis
51
Menurut Winanti (2009) fungsi actuating antara lain: (Soekarno 1984; Siagian 1988)
1. Mengembangkan rasa tanggung jawab
Mengembangkan sikap pada bawahan untuk tidak menerima apabila tidak
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
2. Pemberian komando
Memberi perintah, instruksi, direktif, meminta laporan dan pertanggungjawaban,
memberi teguran dan pujian.
3. Mengadakan pengamatan atas pekerjaan dan aktivitas bawahan langsung,
4. Pemeliharaan moral dan disiplin
Mendidik serta memberi contoh kepada bawahan tentang apa yang baik dan patut
dilaksanakan, menjaga ketertiban, kesopanan dan kerukunan.
5. Komunikasi
Berbicara dengan bawahan, memberi penjelasan dan penerangan, memberikan
isyarat, meminta keterangan, memberikan nota, mengadakan pertemuan, rapat
briefing, pelajaran, wejangan dan sebagainya.
6. Human Relation
Memperhatikan nasib bawahan sebagai manusia dan selalu ada keseimbangan
antara kepentingan pribadi pegawai, mengembangkan kegembiraan dan semangat
kerja yang sebaik-baiknya dan kepentingan umum organisasi.
7. Leadership
Menunjukkan dan membuat bawahan merasa bahwa mereka dilindungi dan
dibimbing, bahwa mereka mempunyai seorang sumber pimpinan dan penerangan
dalam menghadapi kesulitan dan masalah pekerjaan maupun pribadi keluarga (inti
penggerakan).
8. Pengembangan eksekutif
Berusaha agar setiap bawahan dapat mengambil keputusan sendiri yang tepat
dalam melaksanakan pekerjaan/tugas masing-masing, agar setiap bawahan terbuka
dan atas prakarsa sendiri selalu berusaha untuk menekan biaya, memperkuat
disiplin, meningkatkan mutu kerja dan sebagainya.
Menurut Malik 2011 fungsi dari pelaksanaan (actuating) adalah sebagai berikut:
a. Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian motivasi
kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalampencapaian
tujuan.
52
b. Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan.
c. Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.
d. Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam
organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan
tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.

6. Elemen Penggerakan
Berikut ini adalah beberapa elemen penggerakan atau actuating dalam manajemen :
1. Coordinating adalah fungsi yang harus dilakukan oleh seorang manajer agar terdapat
suatu komunikasi atau kesesuaian dari berbagai kepentingan dan perbedaan
kepentingan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. (Terry, 1986)
2. Motivating merupakan salah satu elemen penting dalam manajemen perusahaan,
dengan memberikan fasilitas yang bagus dan gaji yang cukup maka kinerja para
karyawan dalam perusahaan pun akan optimal. (Terry, 1986)
3. Communication, komunikasi antara para pimpinan dan karyawan sangat diperlukan
untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan menjalin komunikasi yang baik maka akan
menimbulkan suasana kerja yang kondusif di perusahaan dan akan menumbuhkan
teamwork atau kerjasama yang baik dalam berbagai kegiatan perusahaan. (Terry, 1986)
4. Commanding, dalam memberi perintah pun seorang atasan tidak bisa seenaknya, tetapi
harus memperhitungkan langkah – langkah dan resiko dari setiap langkah yang para
atasan itu ambil karena setiap keputusan dan langkah akan memberi pengaruh bagi
perusahaan. Dengan pengarahan yang baik dari para atasan dan tujuan , visi dan misi
yang jelas dari suatu manajer perusahaan dapat menimbulkan efek yang positif untuk
perusahaan itu sendiri, antara lain teamwork yang baik dan dapat memunculkan
decision maker yang bagus. (Prajudi Atmosudirdjo, 1982) Pengambilan keputusan dan
kerjasama dalam suatu perusahaan adalah kunci kesuksesan suatu perusahaan untuk
mencapai goal atau tujuan perusahaan seefektif dan seefisien mungkin. Bilamana
diambil secara singkat dan ringkas, maka fungsi actuating dapat tercakup dalam lima
sub fungsi manajemen, yakni : communicating, leading, directing, motivating, dan
facilitating. (Terry, 1986)

7. Proses Penggerakan
Tindakan actuating dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
53
a. Memberikan semangat, motivasi, inspirasi atau dorongan sehingga timbul kesadaran
dan kemauan para petugas untuk bekerja dengan penuh semangat sesuai dengan
harapan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Nuraida, 2008).
Tindakan ini juga disebut motivating (Muninjaya, 2004). Motivasi merupakan proses
dengan apa seseorang menejer merangsang bawahan untuk bekerja dalam rangka upaya
mencapai sasaran organisatoris sebagai alat untuk memuaskan keinginan pribadi
mereka sendiri. Contohnya adalah menaikkan sistem upah untuk memotivasi para
karyawan. Makin besar hasil yang dikerjakan karyawan tersebut makin besar upah
yang didapat (Pintauli, 2003).
b. Memberikan kesempatan pengembangan diri melalui pemberian pendidikan dan
pelatihan (Nuraida, 2008). Tindakan ini juga disebut koding yang meliputi beberapa
tindakan, seperti: pengambilan keputusan, mengadakan komunikasi antara pimpinan
dan staf, memilih orang orang yang menjadi anggota kelompok dan memperbaiki
sikap, pengetahuan maupun keterampilan staf (Muninjaya, 2004).
c. Pengarahan (directing atau commanding) yang dilakukan dengan memberikan
petunjuk-petunjuk yang benar, jelas dan tegas. Segala saran-saran atau instruksi kepada
staf dalam pelaksanaan tugas harus diberikan dengan jelas agar terlaksana dengan baik
terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan (Muninjaya, 2004).
d. Berkomunikasi secara efektif (Herujito, 2001).

8. Faktor Penghambat Directing dan Actuating


Terdapat banyak faktor penghambat dari directing dan actuating. Directing berarti
mengarahkan, actuating merupakan buah hasil dari directing yaitu keyakinan bahwa hal yang
dilakukan akan sukses. Faktor penghambat dari keduanya yakni apabila hubungan dari atasan
dengan bawahan kurang, entah hubungan social maupun hubungan dalam pekerjaan.
Komunikasi yang kurang menyebabkan hubungan dalaman manajemen kurang. Apabila
hubungan dalam suatu manajemen kurang, memungkinkan tidak adanya komunikasi di antara
2 pihak tersebut yang menyebabkan memungkinkan tidak adanya pengarahan dari atasan ke
bawahan ataupun sebaliknya. Komunikasi yang kurang dapat juga menyebabkan kesalah
pahaman di antar kedua pihak. Komunikasi yang kurang diantara 2 pihak menyebabkan
kurangnya kelancaran dalam berbicara. Apabila kelancaran dalam berbicara kurang maka akan
terjadi kesalah pahaman dalam suatu organisasi.

54
Kegagalan manajer dalam menumbuhkan motivasi stafnya, hal ini terjadi karena
manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan antar manusia. Seperti konsep
perilaku manusia yang dikemukakan oleh Maslow, dinegara berkembang yang menjadi
prioritas adalah kebutuhan fisik, rasa aman, dan diterima oleh lingkungan sedangkan dinegara
maju kebutuhan yang menonjol adalah aktualisasi diri dan self esteem. Perbedaan tersebut juga
akan mempengaruhi etos kerja dan produktifitas kerja.
Faktor penghambat berikutnya adalah kurangnya motivasi didalam individu
masing-masing. Suatu “directing” akan terasa sia-sia apabila dari diri individu tersebut tidak
mempunyai keyakinan seperti hal yang disebutkan sebelumnya, yaitu yakin bahwa hal yang
dilakukan akan membuahkan kesuksesan.
Kurangnya sifat kepemimpinan dari atasan juga merupakan factor penghambat directing
dan actuating. Apabila ingin memimpin suatu organisasi, diperlukan juga sifat kepemimpinan
dari pemimpinnya untuk membawa organisasi ini. Pemimpin yang baik dapat mengarahkan
anggotanya untuk berbuat seperti arahannya. Sifat yang negative dari manajer maupun
bawahan juga merupakan faktor penghambat bagi gerakan directing dan actuating. Seorang
manajer harus lebih produktif untuk mengarahkan anggotanya, apabila tidak, anggotanya akan
kehilangan arah mau dibawa kemana organisasi tersebut. Apabila pemimpin tidak memiliki
sifat pemimpin maka directing akan sia-sia karena manajer gagal untuk memberikan arahan
yang dapat merangsang anggotanya untuk melakukan sesuai arahannya, sehingga actuating
pun bakal terhambat dan kesuksesan dari suatu organisasi juga akan terhambat.
Kurangnya disiplin merupakan salah satu factor penghambat bagi suatu organisasi.
Disiplin ialah latihan pikiran, perasaan, kehendak dan watak untuk melahirkan ketaatan dan
tingkah laku yang teratur. Apabila manajer tidak memiliki sifat disiplin maka anggotanya pun
ikut tidak disiplin. Hal ini berefek kepada penggerakan atau actuating. Manajer yang tidak
disiplin dapat membuat Anggota yang tidak disiplin sehingga dapat menjadi penghambat bagi
kesuksesan suatu organisasi.
Kegagalan manajer menumbuhkan motivasi staf merupakan hambatan utama fungsi
katusi. Hal ini dapat terjadi karena manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan
antar manusia. Seorang manajeryang berhasil akan menggunakan pengetahuannya tentang
perilaku manusia untuk menggerakan stafnya agar bekerja secara optimal dan produktif.
Salah seorang pelopor yang memperkenalkan teori tentang perilaku manusi adalah
Abraham H. Maslow. Teorinya membahas tentang jenjang (tingkatan) kebutuhan manusia
(Hierarchy of needs) yaitu sebagai berikut:
55
1) Kebutuhan untuk keseimbangan faali (physical needs)
2) Kebutuhan untuk rasa aman dan tentram (security needs)
3) Kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan sosialnya (social needs)
4) Kebutuhan untuk diakui (self esteem needs)
5) Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan diri (actualization needs)
Jika dikaji tingkatan kebutuhan kelompok manusia dibandingkan dengan negara-negara
berkembang lainnya dan negara maju, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan
masyarakat di negara berkembang seperti fisik, rasa aman, dan diterima oleh lingkungannya
akan mendapat prioritas lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat di negara maju.
Kebutuhan pokok masyarakat di negara maju seperti sandang, pangan, rokok, dan pendapatan
minimum yang sudah ditetapkan sehingga kebutuhan aktualisasi diri dan staf esteem akan
lebih menonjol pada para pimipinan.
Apabila pelaksaan pergerakan tidak tepat, seringkali akan timbul hal-hal yang
menghalangi suksesnya kegiatan manajemen. Halangan-halangan itu antara lain :
1. Keragu-raguan dalam memutuskan sesuatu
2. Kurangnya keahlian dalam menggunakan manajemen
3. Tidak menepati janji-janji
4. Diskriminasi dan pilih kasih di antara pegawai
5. Tidak dapat mengembangkan kerjasama yang kompak
Kegagalan manajer menumbuhkan motivasi staf merupakan hambatan utama fungsi
aktuasi. Hal ini dapat terjadi karena manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan
antar manusia. Seorang manajer yang berhasil akan menggunakan pengetahuannya tentang
perilaku manusia untuk menggerakan stafnya agar bekerja secara optimal dan produktif.
(Muninjaya, 2004)

9. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perubahan
perilaku orang lain, baik langsung maupun tidak langsung. Seorang manajer yang ingin
kepemimpinannya lebih efektif, maka ia harus mampu: (Muninjaya, 2004)
1. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja dan banyak ”membaca”
2. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi dan komitmen tinggi
untuk memecahkannya; ia harus selalu merasa ditantang untuk mengatasi hambatan
yang menjadi penghalang tercapainya tujuan organisasi yang ia pimpin.
56
3. Menggerakkan atau memotivasi staf agar mereka mau dan sadar melaksanakan
tugas-tugas pokok organisasi sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab yang
melekat pada setiap tugas tersebut.
Kepemimpinan merupakan bagian dari proses pengembangan sumber daya manusia
(SDM). SDM adalah aset yang dimiliki oleh sebuah organisasi yang perlu dikelola secara
efektif agar dapat memberikan nilai tambah pada organisasi. Untuk mengelola SDM menjadi
aset organisasi, diperlukan kepemimpinan yang efektif. Untuk memahami aspek
kepemimpinan yang lebih luas, perlu dikaji teori dan style (gaya) kepemimpinan. Beberapa
definisi kepemimpinan yang dianggap cukup mewakili selama seperempat abad dikumpulkan
Yukl (1987) dalam Usman (2006) sebagai berikut: (Muninjaya, 2004)
1. Kepemimpinan adalah perilaku dari seseorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared
goal);
2. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi
tertentu serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau
beberapa tujuan;
3. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan
dan interaksi;
4. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit, pada dan diatas
kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi;
5. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok
yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan;
6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberikan arti (pengarahan yang berarti)
terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha
yang diinginkan untuk mencapai sasaran;
7. Para pemimpin adalah mereka yag secara konsisten memberikan kontribusi yang
efektif terhadap orde sosial, serta yang diharapkan dan dipersepsikan melakukannya.
Pengertian kepemimpinan adalah proses mempengaruhi seseorang atau sekelompok
orang untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan dalam situasi tertentu.
Umumnya disepakati ada 3 (tiga) teori utama dalam studi kepemimpinan yaitu teori sifat atau
karakter pemimpin (traits theory), teori perilaku atau gaya kepemimpinan (behavior theory),
dan teori situasional (contingency theory). Tiga teori ini menjelaskan mengapa seseorang
pemimpin berhasil sementara yang lain tidak. Ketiga pendekatan tersebut bukan saling
57
menggantikan melainkan saling melengkapi terhadap kelemahan pendekatan lain.
(Muninjaya, 2004)

10. Teori Sifat atau Karakter Pemimpin


Teori sifat-sifat kepemimpinan (traits theory) berasumsi bahwa kunci keberhasilan
pemimpin karena ia memiliki keunggulan sifat atau karakteristik pribadi (personal trait and
charakteristic) dalam kelompoknya. Teori sifat kepemimpinan berpendapat bahwa pemimpin
itu dilahirkan bukan diciptakan (leader are born, not built), artinya seseorang telah membawa
bakat kepemimpinan sejak dilahirkan bukan dididik atau dilatih. Pemimpin yang dilahirkan
tanpa pendidikan dan latihan sudah dapat menjadi pemimpin yang efektif. Pelatihan
kepemimpinan hanya bermanfaat bagi mereka yang memang telah memiliki sifat-sifat
kepemimpinan. (Muninjaya, 2004)
Adapun teori gaya kepemimpinan berasumsi bahwa kemampuan untuk memimpin
dan kemauan untuk mengikuti didasarkan atas perilaku pemimpin atau gaya kepemimpinan.
Menurut Silalahi (2002), gaya kepemimpinan adalah pola perilaku spesifik yang ditampilkan
oleh pemimpin dalam upaya mempengaruhi orang lain guna mencapai tujuan organisasi atau
kelompoknya. Sedangkan Hersey dan Blanchard (1995), mendefinisikan gaya kepemimpinan
adalah pola perilaku konsisten yang diperlihatkan pemimpin itu pada saat mempengaruhi
aktivitas orang lain seperti yang dipersepsikan orang-orang tersebut. Gaya kepemimpinan
pada hakekatnya memperlihatkan 2 (dua) perilaku atau gaya kepemimpinan yaitu berorientasi
pada tugas (task oriented) dan berorientasi pada manusia (human oriented). Gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas disebut juga autocratic, initiating structure, job
centeredness, dan concern for task. Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
manusia disebut juga democratic, considerasion, employee centeredness, relationship
orientation, concern for people (Handoko, 2003; Hersey dan Blanchard, 1995; Silalahi,
2002).
Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas lebih memperhatikan pada
penyelesaian tugas dengan pengawasan yang sangat ketat agar tugas selesai sesuai yang
diinginkan, hubungan baik dengan staf diabaikan, yang penting staf harus bekerja keras,
produktif, dan bekerja tepat waktu. Sebaliknya gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
manusia cenderung lebih memperhatikan hubungan yang baik dengan staf, lebih memotivasi
staf daripada mengawasi dengan ketat. Kelemahan pemimpin berorientasi pada tugas ialah
kurang disenangi stafnya karena staf dipaksa bekerja keras agar tugas selesai dengan cepat
58
dan baik. Kelebihannya adalah pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu. Sebaliknya
kelemahan pemimpin berorientasi pada manusia adalah pekerjaan tidak selesai pada
waktunya. Untuk menjadi pemimpin yang efektif digunakan keseimbangan gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi
pada manusia. Gaya ini disebut gaya kepemimpinan transaksional. Gaya kepemimpinan,
dimana pemimpin memperlihatkan perhatian yang rendah pada tugas dan pegawai disebut
pemimpin abdicative (laissez-fair,delegatif), perhatian yang tinggi pada tugas dan rendah
perhatian pada pegawai disebut pemimpin directive (autocratic), rendah perhatian pada tugas
dan tinggi perhatian pada pegawai disebut pemimpin supportive, dan tinggi perhatian baik
untuk tugas maupun untuk pegawai disebut pemimpin participative (democratic). Pemimpin
harus mempertimbangkan 3 (tiga) kumpulan “kekuatan” sebelum melakukan pemilihan gaya
kepemimpinan, yaitu: (Muninjaya, 2004)
1. Kekuatan-kekuatan dalam diri pemimpin yang mencakup:
a. sistem nilai
b. kepercayaan terhadap staf
c. kecenderungan kepemimpinannya sendiri
d. perasaan aman dan tidak aman;
2. Kekuatan-kekuatan dalam diri staf, meliputi :
a. kebutuhan mereka akan kebebasan
b. kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab
c. ketertarikan dan keahlian staf untuk penanganan masalah
d. harapan staf mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan;
3. Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup :
a. tipe organisasi
b. efektivitas kelompok
c. desakan waktu
d. sifat masalah itu sendiri.

Studi Universitas Michigan mengidentifikasikan 2 (dua) gaya kepemimpinan dan


berbagai indikator efektivitasnya yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan (job
centered) dan kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai (employee centered). Kedua
orientasi ini sejalan dengan konsep perilaku pemimpin direktif sama dengan berorientasi
pekerjaan dan partisipatif sama dengan yang berorientasi pada pegawai (hubungan sesama).
59
Gaya kepemimpinan dinilai dalam aspek: (Muninjaya, 2004)
1. tingkat perhatian kepada staf dan perhatian pada pekerjaan dan hasil (output dan
outcome)
2. tingkat orientasi berpusat kepada pemimpin dan berpusat kepada staf
3. tingkat hubungan pemimpin dengan staf
4. tingkat penggunaan wewenang oleh pemimpin
5. tingkat hubungan hierarki organisasi serta tingkat hubungan kerja sama dan hubungan
antar pribadi pemimpin dengan staf
6. tingkat perhatian (konsiderasi) terhadap staf.
Adapun teori kepemimpinan situasional berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif
tergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang dihadapi seperti
situasi, atasan, pegawai, tugas, organisasi, dan variabelvariabel lingkungan lainnya, serta
gaya kepemimpinan adalah contingent/dependent dalam karakteristik situasional yang sesuai.
Follett dalam Handoko (2003) yang mengembangkan hukum situasi, mengatakan bahwa ada
3 (tiga variabel kritis yang mempengaruhi gaya kepemimpinan, yaitu pemimpin, pengikut
atau pegawai, dan situasi yang dinotasikan sebagai
K = f (P,p,s),
K = kepemimpinan
P = pemimpin
p = pengikut/pegawaian
s = situasi.
Kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard didasarkan atas hubungan antara:
(Hersey & Blanchard, 1995)
1. kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin
2. kadar dukungan sosioemosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin,
dan
3. tingkat kesiapan (kematangan) yang diperlihatkan pegawai dalam pelaksanaan
tugas, fungsi, atau tujuan tertentu.
Gaya kepemimpinan yang dihasilkan dari perbedaan tinggi rendahnya kombinasi
perilaku tugas dan perilaku hubungan sesama adalah :
1. Telling/memerintahkan/memberitahukan/G1 (perilaku tugas tinggi dan perilaku
hubungan sesama rendah)-Pemimpin mendefinisikan peran/tugas dan
memerintahkan kepada pegawainya, apa, bagaimana, kapan, dan di mana
60
melakukan suatu tugas dan secara ketat melakukan supervisi pekerjaan/tugas.
Perilakunya adalah direktif;
2. Selling/menawarkan/menjajakan/G2 (perilaku tugas dan perilaku hubungan
sesame tinggi) - Pemimpin selain mendefinisikan peran/tugas juga memberikan
dukungan dengan cara persuasif dan komunikasi dua arah. Pemimpin berperilaku
direktif dan suportif;
3. Participating/meminta peran serta/partisipasi/G3 (perilaku tugas rendah dan
perilaku hubungan sesama tinggi) - Pemimpin dan staf bersama-sama mengambil
tanggung jawab dan keputusan tugas dan peran pemimpin adalah memfasilitasi,
mempermudah dan melakukan komunikasi;
4. Delegating/mendelegasikan/G4 (perilaku tugas dan perilaku hubungan sesame
rendah). Pemimpin memberikan kewenangan kepada pegawai untuk membuat
dan mengambil tanggung jawab dalam keputusan tugas, pegawai diperkenankan
memutuskan dan melakukan sendiri tugasnya.
Pemimpin hanya memberikan sedikit arahan dan dukungan. Untuk menentukan
kombinasi mana dari gaya kepemimpinan tersebut digunakan untuk situasi tertentu,
berdasarkan teori kepemimpinan situasional seorang pemimpin harus mampu menilai tingkat
kesiapan staf yang disebut tingkat kematangan (maturity) yaitu kemampuan (ability) dan
kemauan (willingnees) pegawai untuk memikul tugas dan tanggung jawab dalam
melaksanakan tugas.
Teori kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard menyatakan bahwa
kepemimpinan yang efektif diwujudkan dengan menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan
tingkat kematangan pegawai sebagai berikut: (Hersey & Blanchard, 1995)
1. M1  Gaya kepemimpinan telling yang direktif, efektif untuk tingkat kematangan
pegawai rendah, dimana pegawai tidak mampu dan tidak mau memikul tugas dan
tanggung jawab untuk melakukan tugas/pekerjaan, tidak kompeten atau tidak yakin
dalam pelaksanaan tugas.
2. M2  Gaya kepemimpinan selling, efektif untuk tingkat kematangan pegawai rendah
ke sedang dimana pegawai tidak mampu tetapi mau memikul tugas dan tanggung
jawab Gaya kepemimpinan selling, melakukan gaya direktif karena pegawai kurang
mampu, tetapi juga melakukan gaya suportif untuk memperkuat kemauan dan
antusiasme pegawai. Gaya ini disebut selling (menawarkan/menjajakan) karena
pemimpin masih melakukan hamper seluruh arahan, namun melalui komunikasi dua
61
arah dan penjelasan. Pemimpin berusaha agar secara psikologis pegawai turut andil
dalam kegiatan yang diinginkan.
3. M3  Gaya kepemimpinan participating, efektif untuk tingkat kematangan pegawai
sedang ke tinggi, dimana pegawai mampu tetapi tidak mau memikul tugas dan
tanggung jawab Ketidakmauan pegawai sering kali karena kurang yakin atau tidak
merasa aman, untuk itu perlu membuka saluran komunikasi dua arah untuk
mendorong upaya bawahan dalam menggunakan kemampuannya yang telah mereka
miliki.
4. M4  Gaya kepemimpinan delegating, efektif untuk tingkat kematangan pegawai
tinggi, dimana pegawai mampu/kompeten dan mau atau yakin untuk memikul tugas
dan tanggung jawab

62
BAB 6
PENGAWASAN DAN EVALUASI
(CONTROLLING - EVALUATION)

1. Pengertian Pengawasan (Controlling)


Controlling menurut Hansen & Mowen adalah sebagai berikut: “Pengendalian adalah
proses penetapan standar, dengan menerima umpan balik berupa kinerja sesungguhnya, dan
mengambil tindakan yang diperlukan jika kinerja sesungguhnya berbeda secara signifikan
dengan apa yang telah direncanakan.” (Hansen dan Mowen, 1997 cheat Halim Abdul, 2000)
Dengan demikian pengendalian merupakan aktivitas yang menyangkut tindakan dan
evaluasi, yang berarti implementasi dari perencanaan dan penggunaan umpan balik agar
supaya sasaran dicapai secara total. Pengendalian dilakukan untuk mengarahkan aktivitas
perusahaan agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dapat tercapai dengan efektif
dan efisien. (Hansen dan Mowen, 2004)
Pengendalian sebagai sebuah fungsi dari manajemen telah mengalami
perkembangan definisi dari masa ke masa, yang cukup popular adalah pendapat Usury dan
Hammer (1994) yang berpendapat bahwa “Controlling is management’s systematic efforts
to achieve objectives bycomparing performances to plan and taking appropriate action to
correct important differences”yang artinya pengendalian adalah sebuah usaha sistematik
dari manajemen untuk mencapai tujuan dengan membandingkan kinerja dengan rencana
awal kemudian melakukan langkah perbaikan terhadap perbedaan-perbedaan penting dari
keduanya. Namun secara sederhana pengendalian dapat diartikan sebagai proses
penyesuaian pergerakan organisasi dengan tujuannya.
Pengendalian berkaitan erat dengan fungsi manajemen, dimana fungsi ini diawali
dari perencanaan dan diikuti dengan pengendalian agar tujuan perusahaan tercapai dengan
efektif dan efisien. (Hansen dan Mowen, 2004)

63
Fungsi manajemen dimulai dari perencanaan, yaitu penetapan tujuan perusahaan
secara umum. Langkah selanjutnya adalah menentukan langkah apa dan bagaimana hal
tersebut dapat dilaksanakan. Kebijakan-kebijakan yang harus diambil oleh manajemen untuk
mencapai tujuan perusahaan biasa disebut dengan strategi. Setelah strategi diterapkan,
manajemen perusahaan membutuhkan keyakinan bahwa operasi perusahaan telah diarahkan
sesuai dengan tujuan perusahaan dan dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat.
Agar tujuan perusahaan dapat tercapai dengan efektif dan efisien, manajemen harus
memerlukan suatu proses yang disebut pengendalian. (Hansen dan Mowen, 2004)
Fungsi controlling berperan untuk mendeteksi potensi adanya deviasi atau kelemahan
yang terjadi sebagai umpan balik bagi manajemen dari suatu kegiatan yang dimulai dari
tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaannya. Hal-hal yang dicakup dalam fungsi
controlling ini meliputi penciptaan standar atau kriteria, pembandingan hasil monitoring
dengan standar, pelaksanaan perbaikan atas deviasi atau penyimpangan, pemodifikasian dan
penyesuaian metode pengendalian dari kaca mata hasil pengendalian dan perubahan kondisi,
serta pengkomunikasian revisi dan penyesuaiannya ke seluruh proses manajemen dengan
harapan deviasi atau kelemahan yang pernah terjadi tidak terulang kembali. (Schermerhorn,
2005)
M. Manullang mengatakan bahwa tujuan utama diadakannya pengawasan adalah
“mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan.” Pengawasan adalah suatu
proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan
mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana
semula. (Manullang,1995)
Sedangkan tujuan pengawasan menurut Sukarno. K adalah sebagai berikut :
a) Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang digariskan.
b) Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta
asas-asas yang telah diinstruksikan.
c) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam bekerja.
d) Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan dengan efisien
e) Untuk mencari jalan keluar, bila ternyata dijumpai
kesulitan-kesulitan,kelemahan-kelemahan atau kegagalan-kegagalan ke arah
perbaikan.

64
Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang dijalankan,
dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau
diperhatikan. (Prayudi, 1981)
Pengukuran dan pembetulan terhadap kegiatan staf untuk menjamin bahwa apa yang
terlaksana itu cocok dengan rencana. Jadi, pengawasan itu mengukur pelaksanaan
dibandingkan dengan cita -cita dan rencana, memperlihatkan dimana ada penyimpangan yang
negatif dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki
penyimpangan-penyimpangan, membantu menjamin tercapainya rencana-rencana. (Jhon
Salindeho, 1998)
Tujuan pengendalian manajemen adalah untuk memotivasi dan memberi semangat
kepada para anggota organisasi, dan selanjutnya mencapai tujuan organisasi. Ini merupakan
proses mendeteksi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja dan
ketidakberesan yang disengaja, seperti pencurian atau penyalahgunaan sumber daya.
Karena fokusnya pada manusia dan implementasi rencana, pertimbangan psikologis
menjadi dominan dalam pengendalian manajemen. Kegiatan-kegiatan seperti komunikasi,
meyakinkan, mendesak, memberi semangat, dan memberi kritik adalah bagian penting
dalam proses ini. (Schermerhorn, 2005)
Proses pengendalian meliputi tiga langkah yaitu menentukan standar, mengevaluasi
pelaksanaan kerja dan melakukan tindakan koreksi. Jadi dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa pengendalian merupakan fungsi manajemen yang melakukan pengukuran dan koreksi
terhadap aktivitas perusahaan untuk menjamin bahwa operasi perusahaan telah berjalan
sesuai dengan rencana dan beroperasi dengan efektif dan efisien. (Hansen dan Mowen, 2004)
Jenis pengawasan dapat ditinjau dari tiga segi, antara lain: (Herujito, 2001)
1. Waktu
Pengawasan dari segi waktu dapat dilakukan secara prefentif dan secara represif.
Alat yang diapakai untuk pengawasan ini adalah perencanaan dan budget, sedangkan
pengawasan secara represif menggunakan alat budget dan laporan.
2. Objek
Pengawasan dari segi objek adalah pengawasan terhadap produksi, keuangan,
aktivitas karyawan dan sebagainya. Ada juga yang mengatakan, pengawasan dari
segi objek merupakan pengawasan administrative dan pengawasan operatif. Contoh
pengawasan administrative adalah pengawasan anggaran, inspeksi dan pengawasan
order (standing orders) dan pengawasan kebijaksanaan (policies control).
65
3. Subyek
Pengawasan dari segi subyek terdiri dari pengawasan intern dan pengawasan
ekstern.
Berdasarkan bentuknya, pengawasan dapat dibedakan sebagai berikut : (Anwar,2004)
1. Pengawasan internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan atau organ yang
secara organisatoris/struktural termasuk dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri.
Misalnya pengawasan yang dilakukan pejabat atasan terhadap bawahannya sendiri.
2. Pengawasan eksternal dilakukan oleh organ atau lembaga- lembaga yang secara
organisatoris/struktural berada di luar pemerintah dalam arti eksekutif. Misalnya
pengawasan keuangan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

2. Proses Controlling
Proses pengawasan melibatkan informasi dengan hati-hati mengumpulkan tentang
sistem, proses, orang, atau sekelompok orang untuk membuat keputusan yang diperlukan
tentang masing-masing. Manajer mengatur sistem pengawasan yang terdiri dari empat
langkah kunci: (Herujito, 2001)
1. Menetapkan standar untuk mengukur kinerja.
Dalam keseluruhan rencana strategis organisasi, manajer mendefinisikan tujuan untuk
departemen organisasi secara spesifik, istilah operasional yang mencakup standar kinerja
untuk membandingkan dengan kegiatan organisasi.
2. Mengukur kinerja aktual.
Sebagian besar organisasi mempersiapkan laporan formal pengukuran kinerja yang
manajer meninjau secara teratur. Pengukuran ini harus berhubungan dengan standar yang
ditetapkan dalam langkah pertama dari proses kontrol. Misalnya, jika pertumbuhan
penjualan adalah target, organisasi harus memiliki sarana mengumpulkan dan melaporkan
data penjualan.
3. Membandingkan kinerja dengan standar.
Langkah ini membandingkan kegiatan aktual dengan standar kinerja.Ketika para manajer
membaca laporan komputer atau berjalan melalui tanaman mereka, mereka
mengidentifikasi apakah kinerja aktual memenuhi, melebihi, atau jatuh pendek dari
standar. Biasanya, laporan kinerja menyederhanakan perbandingan tersebut dengan
menempatkan standar kinerja untuk periode pelaporan samping kinerja aktual untuk

66
periode yang sama dan dengan menghitung varians yaitu, perbedaan antara masing-masing
jumlah aktual dan standar terkait.
4. Mengambil tindakan korektif.
Ketika kinerja menyimpang dari standar, manajer harus menentukan perubahan apa, jika
ada, diperlukan dan bagaimana menerapkannya. Dalam produktivitas dan kualitas berpusat
lingkungan, pekerja dan manajer sering diberdayakan untuk mengevaluasi pekerjaan
mereka sendiri. Setelah evaluator menentukan penyebab atau penyebab dari
penyimpangan, ia dapat mengambil tindakan korektif langkah keempat. Kursus yang
paling efektif dapat ditentukan oleh kebijakan atau mungkin lebih baik diserahkan ke
pengadilan karyawan dan inisiatif. Langkah-langkah ini harus diulang secara berkala
sampai tujuan organisasi tercapai.

3. Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana
kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi
sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari
bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily,
2000).
Sedangkan menurut pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan” (Yunanda, 2009).
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan
pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam
Lababa (2008) Evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses
menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan
suatu alternatif keputusan. Worthen dan Sanders mendefenisikan “evaluasi sebagai usaha
mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa
informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu”.
Tague-Sutclife (1996), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of
determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi
bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan
67
kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan
yang jelas.
Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan
keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur pada
hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria
tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian
berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan
terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau
bodoh dan sebagainya.dan penilaian bersifat kualitatif.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (2009) bahwa mengukur
adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai adalah
mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif),
dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas. Pendapat lain mengenai evaluasi
disampaikan oleh Arikunto dan Cepi (2008), bahwa: Evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang
berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil
berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Sedangkan Uzer (2003), mengatakan bahwa, Evaluasi adalah suatu proses yang
ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan mana dari
dua hal atau lebih yang merupakan alternatif yang diinginkan, karena penentuan atau
keputusan semacam ini tidak diambil secara acak, maka alternatif-alternatif itu harus diberi
nilai relatif, karenanya pemberian nilai itu harus memerlukan pertimbangan yang rasional
berdasarkan informasi untuk proses pengambilan keputusan.
Menurut Djaali dan Pudji (2008), evaluasi dapat juga diartikan sebagai “proses
menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang selanjutnya
diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi”.
Sedangkan Ahmad (2007), mengatakan bahwa “evaluasi diartikan sebagai proses
sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja,
proses, orang, obyek, dan lain-lain) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian”. Untuk
menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat

68
langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap
sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya dengan kriteria.
Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur baru melakukan
proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan Crawford (2000), mengartikan penilaian sebagai suatu proses
untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program
telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.
Dari pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli di
atas, dapat ditarik benang merah tentang evaluasi yakni evaluasi merupakan sebuah proses
yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program.
Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh
program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya
yaitu efektifitas dan efisiensi. “Efektifitas merupakan perbandingan antara output dan
inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output
lewat suatu proses” (Sudharsono, 2003 cheat Lababa, 2008).
Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil
yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan kemudian dibuat suatu
kesimpulan dan penyusunan saran pada setiap tahap dari pelaksanaan program (Azwar, 1996).
Evaluasi menurut WHO adalah:
a. Cara sistematis untuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang dimiliki dalam
meningkatkan perencanaan yang baik dengan melakukan seleksi yang cermat terhadap
alternatif yang akan diambil.
b. Merupakan proses berlanjut dengan tujuan kegiatan pelayanan kesehatan menjadi lebih
relevan, efisien dan efektif.
c. Proses menentukan suatu keberhasilan atau mengukur pencapaian suatu tujuan dengan
membandingkan terhadap standar/ indikator menggunakan kriteria nilai yang sudah
ditentukan.
d. Didukung oleh oleh informasi yang sahih, relevan dan peka.

4. Tujuan Evaluasi
Menurut Arikunto (2002), ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan
khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.
69
Menurut Crawford (2000), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah :
1. Mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan,
2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap prilaku hasil.
3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.
4.Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan.
Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan
pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis.
Evaluasi bertujuan untuk melihat tingkat keberhasilan pengelolaan kegiatan, melalui
kajian terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta permasalahan yang dihadapi,
untuk selanjutnya menjadi bahan evaluasi kinerja program dan kegiatan selanjutnya. Bentuk
evaluasi berupa pengkajian terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta
permasalahan yang dihadapi antara lain:(Herujito,2001)
1. Memberikan kesimpulan dalam bentuk umpan balik sehingga dapat terus mengarahkan
pencapain visi/misi/sasaran yang telah ditetapkan;
2. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara yang terjadi dengan yang direncanakan,
serta mengaitkannya dengan kondisi lingkungan yg ada;
3. Arah evaluasi bukan pada apakah informasi yang disediakan benar atau salah, tetapi lebih
diarahkan pada perbaikan yang diperlukan atas implementasi kebijakan/program/kegiatan.
Tujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu program, memberikan justifikasi atau
penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan, memberikan kepuasan dalam pekerjaan
dan menelaah setiap hasil yang telah direncanakan.
Suprihanto (1988), mengatakan bahwa tujuan evaluasi antara lain:
a. Sebagai alat untuk memperbaiki dan perencanaan program yang akan datang.
b. Untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen saat ini serta dimasa yang
akan datang.
c. Memperbaiki pelaksanaan dan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program
perencanaan kembali suatu program melalui kegiatan mengecek kembali relevansi dari
program dalam hal perubahan kecil yang terus-menerus dan mengukur kemajuan target
yang direncanakan.
Menurut Lavinghouze (2007), bahwa kegiatan evaluasi dilakukan untuk
menyediakan pertanggung jawaban kegiatan kepada masyarakat, stakeholder, dan lembaga
donor, membantu menentukan tujuan yang telah ditentukan pada perencanaan, meningkatkan
70
program implementasi, memberikan kontribusi untuk pemahaman ilmiah tentang hasil suatu
program dan meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap masyarakat dan
menginformasikan kebijakan.
Menurut Hawe, et al. (1998) Proses Evaluasi dilakukan untuk:
1. Menilai pencapaian program
2. Menilai kepuasan sasaran
3. Menilai pelaksanaan aktivitas program
4. Menilai tampilan komponen dan material program.

5. Jenis-Jenis Evaluasi
Dilihat dari implikasi hasil evaluasi bagi suatu program, dibedakan adanya jenis
evaluasi, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk
mendiagnosis suatu program yang hasilnya digunakan untuk pengembangan atau perbaikan
program. Biasanya evaluasi formatif dilakukan pada proses program (program masih berjalan).
(Soekidjo, 2003)
Sedangkan evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi yang dilakukan untuk menilai hasil
akhir dari suatu program. Biasanya evaluasi sumatif ini dilakukan pada waktu program telah
selesai (akhir program). Meskipun demikian pada praktek evaluasi program sekaligus
mencakup kedua tujuan tersebut.(Soekidjo, 2003)
Sedangkan menurut Azwar (1996), jenis evaluasi antara lain:
1. Evaluasi formatif (Formative Evaluation) yaitu suatu bentuk evaluasi yang yang
dilaksanakan pada tahap pengembangan program dan sebelum program dimulai. Evaluasi
formatif ini menghasilkan informasi yang akan dipergunakan untuk mengembangkan
program, agar program bisa lebih sesuai dengan situasi dan kondisi sasaran.
2. Evaluasi proses (Process Evaluation) adalah suatu proses yang memberikan gambaran
tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan
terjangkaunya elemen-elemen fisik dan struktural dari pada program.
3. Evaluasi sumatif (Summative Evaluation) adalah suatu evaluasi yang memberikan
pernyataan efektifitas suatu program selama kurun waktu tertentu dan evaluasi ini menilai
sesudah program tersebut berjalan.
4. Evaluasi dampak program adalah suatu evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas
program dalam menghasilkan target sasaran.

71
5. Evaluasi hasil adalah suatu evaluasi yang menilai perubahan-perubahan atau perbaikan
dalam hal morbiditas, mortalitas atau indikator status kesehatan lainnya untuk sekelompok
penduduk tertentu.

6. Prosedur Evaluasi.
Proses suatu evaluasi pada umumnya memiliki tahapan-tahapannya sendiri. Walaupun
tidak selalu sama, tetapi yang lebih penting adalah bahwa prosesnya sejalan dengan fungsi
evaluasi itu sendiri. Berikut ini paparan tahapan evaluasi. (Husein, 2005)
a. Menentukan apa yang akan dievaluasi yaitu apa saja yang dapat dievaluasi, dapat mengacu
pada program serta banyak terdapat aspek-aspek yang kiranya dapat dan perlu dievaluasi.
Tetapi, biasanya yang diprioritaskan untuk dievaluasi adalah hal-hal yang menjadi key
success faktornya.
b. Merancang (desain) kegiatan evaluasi. Sebelum evaluasi dilakukan, tentukan terlebih
dahulu desain evaluasinya agar data apa saja yang dibutuhkan, tahapan-tahapan kerja apa
saja yang dilalui, siapa saja yang akan dilibatkan, sarta apa saja yang akan dihasilkan
menjadi jelas
c. Pengumpulan data. Berdasarkan desain yang telah disiapkan, pengumpulan data dapat
dilakukan secara efektif dan efesian, yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang
berlaku dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
d. Pengolahan dan analisis data. Setelah data terkumpul, data tersebut diolah untuk
dikelompokkan agar mudah dianalisis dengan menggunakan alat-alat analisis yang sesuai,
sehingga dapat menghasilkan fakta yang dapat dipercaya. Selanjutnya, dibandingkan
antara fakta dan harapan / rencana untuk menghasilkan gap. Besar gap akan disesuaikan
dengan tolok ukur tertentu sebagai hasil evaluasinya
e. Pelaporan hasil evaluasi. Agar hasil evaluasi dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, hendaknya hasil evaluasi didokumentasikan secara tertulis dan
diinformasikan baik secara lisan maupun tulisan
f. Tindak lanjut hasil evaluasi. Evaluasi merupakan salah satu bagian dari fungsi manajemen.
Oleh karena itu, hasil evaluasi hendaknya dimanfaatkan oleh manajemen untuk
mengambil keputusan dalam rangka mengatasi masalah manajemen, baik ditingkat strategi
maupun di tingkat implementasi strategi.
Proses atau kegiatan dan dalam kegiataan evaluasi itu mencakup langkah-langkah: (Husein,
2005)
72
a. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang akan dievaluasi
terhadap program yang dievaluasi.
b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan program yang
akan dievaluasi.
c. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan.
d. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil.
e. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan.
f. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap program berikutnya
berdasarkan hasil evaluasi tersebut.

BAB 7
PENDEKATAN SISTEM PADA MANAJEMEN

1. Pengertian Sistem
Secara singkat definisi sistem merupakan cara tertentu dan biasanya berulang untuk
melaksanakan suatu atau serangkaian aktivitas tertentu (Anthony RN, Govindarajan, V.
2002).
Definisi sistem menurut Johnson, Kast, dan Rosenzweig adalah suatu
kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan
hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks
atau utuh (Amirin, 2003).
Definisi yang lebih lengkap menurut Campbell telah menunjukkan adanya tujuan
sesuatu sistem bahwa sistem merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling
berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan (Amirin,2003).
Sedangkan Elias M. Awad menambahan unsur rencana ke dalam definisi sistem,
sehingga sistem itu dikatakannya merupakan sehimpunan komponen atau subsistem yang
terorganisasikan dan berkaitan sesuai dengan rencana untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu
(Amirin,2003).

73
Kemudian Shrode dan Voich mengemukakan definisi mereka sendiri dengan mengingat
unsur-unsur penting yang ada dalam definisi itu, yaitu: (1) himpunan bagian-bagian, (2)
bagian-bagian itu saling berkaitan, (3) masing-masing bagian bekerja secara mandiri dan
bersama-sama, satu sama lain saling dukung, (4) semuanya ditujukan pada pencapaian tujuan
bersama atau tujuan sistem, dan (5) terjadi di dalam lingkungan yang rumit atau kompleks
(Amirin,2003).
Jadi yang dinamakan sistem adalah sehimpunan unsur yang melakukan sesuatu
kegiatan atau menyusun skema atau tata cara melakukan sesuatu kegiatan pemrosesan untuk
mencapai sesuatu atau beberapa tujuan, dan hal ini dilakukan dengan cara mengolah data
dan/atau energi dan/atau barang(benda) di dalam jangka waktu tertentu guna menghasilkan
informasi dan/atau energi dan/atau barang (benda) (Amirin,2003).

2. Pengertian Pendekatan Sistem dalam Manajemen


Pendekatan sistem adalah pandangan bahwa organisasi sebagai sistem yang
dipersatukan dan diarahkan dari bagian-bagian yang saling berkaitan (Stoner,1996).
Sedangkan menurut Azrul pendekatan sistem adalah cara berpikir yang sistematis,
logis, rasional dan menggunakan metoda analisa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam mencari pemecahan dari suatu masalah (Azwar,2010).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan sistem adalah suatu strategi yang
menggunakan metoda analisa, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien.
Salah satu sifat pokok semua sistem adalah orientasi objektifnya dan perilaku yang
memiliki tujuan. Secara umum tujuan sistem adalah menciptkan atau mencapai sesuatu yang
berharga, sesuatu yang mempunyai nilai, entah apa wujudnya, dan apa ukurannya bernilai
atau berharganya itu (Amirin,2003).
Penciptaan atau pencapaian sesuatu yang berharga itu dilakukan dengan jalan
mengombinasi dan memanfaatkan sumber daya dengan cara tertentu. Nilai yang diciptakan
dengan bantuan sumber daya tersebut mencerminkan tujuan sistem yang bersangkutan. Hal
yang perlu diperhatikan yaitu, masing-masing sistem memiliki tujuan berganda yang
masing-masing mungkin memiliki prioritas lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan lain (
Winardi, 2005).

74
Penentuan tujuan tersebut penting atau tidak berdasarkan empat hal, yaitu mutu atau
kualitasnya, banyaknya atau kuantitasnya, waktu dan biaya. Dari 4 faktor tersebut dapat
dipilih yang mana yang paling menguntungkan (Amirin,2003).
Beberapa fungsi pendekatan sistem dalam manajemen (Quible, 2001) adalah sebagai
salah satu pengendali biaya sehingga dapat mengoptimalkan sumber daya yang efisien. Selain
itu sebagai alat bantu pencapaian tujuan organisasi dan sebagai alat organisasi dalam
menerapkan fungsi-fungsinya.
Beberapa ciri-ciri pendekatan sistem (Amirin,2003) yaitu:
1. Setiap sistem memiliki tujuan sehingga perilaku atau kegiatannya mengarah pada
tujuan tersebut (purposive behavior), (Amirin,2003)
2. Suatu sistem merupakan suatu keseluruhan yang bulat dan utuh (wholisme).
Keseluruhan yang bulat dan utuh itu (the whole) lebih dari sekedar kumpulan
bagian-bagian. Artinya bukanlah sekedar bagian-bagian atau unsur-unsur yang
bergabung menjadi satu, melainkan mempunyai makna tersendiri, (Amirin,2003)
3. Sistem mempunyai batas (boundaries) yang memisahkannya dari lingkungan,
(Amirin,2003)
4. Sistem memiliki sifat terbuka, dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya.
(Amirin,2003)
5. Suatu sistem terdiri dari beberapa subsistem yang biasa pula disebut bagian, unsur
atau komponen. (Amirin,2003)
6. Terdapat saling hubungan dan saling ketergantungan baik di dalam (intern) sistem
maupun antara sistem dengan lingkungannya. (Amirin,2003)
7. Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses transformasi atau proses mengubah
masukan menjadi keluaran.(transformator atau processor). (Amirin,2003)
8. Setiap sistem terdapat mekanisme kontrol dengan memanfaatkan tersedianya
umpan balik, (Amirin,2003)
9. Adanya mekanisme kontrol itu maka sistem mempunyai kemampuan mengatur diri
sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau keadaan secara otomatis.
(Amirin,2003)

3. Unsur-unsur Pendekatan Sistem dalam Manajemen


Unsur-unsur pendekatan sistem dalam manajemen ada 6 (Winardi,2005) :
1. Input (Masukan)
75
Input yang masuk ke dalam sistem dapat berupa benda-benda (zat) energi,
manusia, atau hanya sekedar informasi. Input merupakan kekuatan yang bersifat awal
yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan sistem yang bersangkutan. Input dapat berkisar
bahan mentah yang digunakan dalam proses produksi, sampai tugas khusus yang
dilaksanakan orang, misalnya pengetikan makalah atau diskusi yang disampaikan
dalam kerangka pendidikan. sistem kadang-kadang memiliki aneka macam Input yang
merupakan Output sistem lain. (Winardi,2005)
Input dalam manajemen mempunyaibeberapa element seperti man, money,
machine, method, material, market, technologi, time, information. (Derick,2012)
a. Man :
MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah ilmu dan seni
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efisien dan efektif sehingga
tercapai tujuanbersama perusahaan,karyawan dan masyarakat.
b. Money :
Uang merupakan sumber daya yang terbatas, oleh karena itu harus dapat
dikelola dengan sebaik mungkin.Dalam perencanaan diri ataupun organisasi
dibutuhkan pengelolaan uang yang meliputi pemasukan dan pengeluaran.
Pemasukan adalah dari mana uang berasal, harus berasal dari sumber yang sah dan
halal sedangkan pengeluaran adalah ke mana uang akan dibelanjakan, digunakan
untuk kepentingan-kepentingan yang sesuai dengan tujuan kegiatan, baik diri
pribadi maupun organisasi.
c. Material:
Hal yang berhubungan dengan material manajemen (manajemen logistik)
ini lebih memperhatikan pada penyediaan, inventaris, tingkat produksi, pola
penentuan staff, jadwal, dan distribusi.
d. Methods:
Methods adalah suatu cara dalam menunjukkan perusahaan menjadi biaya
rendah, kualitas tinggi, bertanggung jawab terhadap lingkungan, keselamatan
pemimpin sadar dalam industri mereka.
e. Machines:
Machine adalah penciptaan atau penambahan fungsi, bentuk, waktu dan
tempat untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Produk adalah hasil dari kegiatan
produksi yang berwujud barang dan jasa. Produsen adalah orang atau badan
76
ataupun lembaga lain yang menghasilkanproduk. Tujuan manajemen produksi
adalah memproduksi atau mengatur produksi barang dan jasa dalam jumlah,
kualitas, harga, waktu serta tempat tertentu sesuai dengan kebutuhan.
f. Market:
Pemasaran adalah analisis perencanaan, implementasi dan pengendalian
atas program yang dirancang untuk menciptakan, membangun dan menjaga
pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapai tujuan
organisasional.
g. Technology:
Teknologi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali
masalah teknis, konsep, dan hal lain yang sifatnya tangible yang dikembangkan
untuk mengatasi masalah teknis dan kemampuan untuk mengeksploitasi konsep
dalam cara yang efektif .
h. Time:
Manajemen waktu merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
dan pengawasan produktivitas waktu.Manajemen waktu bertujuan kepada
produktifitas yang berarti rasio output dengan input.Merencanakan terlebih dahulu
penggunaan waktu bukanlah suatu pemborosan melainkan memberikan pedoman
dan arah bahkan pengawasan terhadap waktu.
i. Information:
Informasi dapat didefinisikan sebagai suatu kesimpulan yang didapatkan
dari analisis suatu data yang behubungan dalam mengoperasikan atau
menjalankan suatu organisasi.
2. Proses
Proses adalah kegiatan yang mentransformasi Input menjadi Output. proses
dapat berupa sebuah mesin, seorang individu, sebuah komputer, sebuah zat kimia,
peralatan, tugas-tugas yang dilaksanakan oleh anggota organisasi yang bersangkutan
dan sebagainya. dalam situasi-situasi tertentu, proses tidak diketahui secara rinci,
karena transformasi yang terjadi tidak terlampau kompleks. kombinasi Input yang
berbeda-beda, atau dalam urutan yang berbeda-beda dapat menyebabkan timbulnya
keadaan Output yang berbeda-beda. sebuah proses dapat berupa sebuah perakitan (an
assembly) yang aneka macam Inputnya, ditransformasikan menjadi satu macam
Output (contoh sebuah perakitan mobil) atau dapat berupa sebuah kegiatan, sebuah
77
Input dikonversi menjadi aneka macam Output (contoh pemprosesan daging).
(Winardi,2005)
3. Output (Keluaran)
Output, seperti halnya Input, dapat mencapai bentuk berupa produk-produk,
jasa-jasa informasi (misalnya printout komputer), atau energi, misalnya Output yang
dihasilkan oleh sebuah perusahaan hidroelektrik. Output merupakan hasil operasi
proses, atau tujuan adar sistem tersebut bereksistensi. semua proses transformasi dapat
menyebabkan timbulnya lebih dari satu macam tipe Output. (Winardi,2005)
Kita dapat membagi Output suatu sistem dalam tiga macam kategori pokok.
kategori yang pertama meliputi Output yang dikonsumsi secara langsung oleh sistem
lain. Output utama suatu perusahaan manufaktur, misalnya dijual kepada para
pelanggan untuk konsumsi atau untuk diproses lebih lanjut. kategori kedua Output
adalah bagian dari Output yang dikonsumsi oleh sistem yang sama, pada siklus
produksi berikutnya. produk-produk rusak pada sebuah proses manufaktur, misalnya
biasanya dimasukkan kembali ke dalam proses produksi yang sama. akhirnya,
kategori ketiga Output, terdiri dari bagian dari Output total yang dikonsumsi bukan
oleh sistem-sistem lain, maupun oleh sistem yang bersangkutan, tetapi dibuang
sebagai bahan buangan (waste) yang memasuki sistem ekologi sebagai sebuah Input.
sasaran sistem fokal, adalah meminimalkan Output jenis demikian. (Winardi,2005)
4. Hubungan
Hubungan merupakan ikatan yang mengaitkan objek-objek yang ada. pada
sistem kompleks yang setiap objek atau parameter merupakan sebuah subsistem,
hubungan merupakan pengikat subsistem menjadi satu. walaupun setiap hubungan
bersifat unik, hingga perlu dipersoalkan dalam konteks sebuah himpunan objek-objek
tertentu, hubungan-hubungan yang paling banyak dijumpai dalam dunia empiris
termasuk dalam salah satu di antara tiga macam kategorim sebagai berikut :
a. Hubungan Simbiotik
Hubungan simbiotik adalah hubungan penjelasan sistem-sitem yang terkoneksi,
tidak dapat melanjutkan upaya berfungsi secara tersendiri. (Winardi,2005)
b. Hubungan Sinergistik
Sinergi berarti “kegiatan yang terkombinasi” (combined action). Dalam pengertian
sistem, istilah tersebut memiliki arti lebih dari hanya sekedar upaya kooperatif.
Hubungan sinergistik, adalah hubungan kegiatan kooperatif subsistem-subsistem semi
78
independen yang bersama-sama menghasilkan Output total yang lebih besar
dibandingkan dengan jumlah Output, mereka masing-masing disatukan secara
independen. Sebuah hungan sinergistik keberadaannya sangat membantu kinerja
sistem yang bersangkutan. oleh karena itu, hubungan ini bermanfaat. (Winardi,2005)
c. Hubungan yang Berlebihan (Redundant Relationships)
Hubungan yang berlebihan adalah hubungan yang menduplikasi hubungan lain. alasan
untuk adanya redudancy adalah adanya reliabilitas. hubungan yang berlebihan
memperbesar kemungkinan bahwa sistem tertentu akan beroperasi sesuai dengan
rencana desainnya. hubungan yang berlebihan demikian (juga dikenal dengan istilah
backup relationship) banyak dijumpai pada dunia buatan manusia satelit-satelit,
pesawat ruang angkasa, dan pesawat terbang yang semuanya didesain guna
memastikan keberhasilan pengoperasian sistem yang bersangkutan dalam kondisi
bagaimanapun juga. (Winardi,2005)
5. Lingkungan
Setiap sistem memiliki sesuatu yang bersifat internal dan eksternal. yang
bersifat eksternal bagi sistem tertentu dapat berhungan dengan lingkungannya, dan
bukan dengan sistem itu sendiri. Perlu diingat bahwa lingkungan suatu sistem bukan
hanya mencakup apa yang berada di luar jangkauannya, melainkan juga apa yang
pada saat bersamaan mendeterminasi dengan cara tertentu kinerja sistem tersebut.
mengingat bahwa lingkungan berada di luar sistem yang bersangkutan, maka sistem
tersebut hampir tidak dapat melakukan apa-apa untuk mengendalikan secara langsung
perilaku lingkungan tersebut. Ada pendapat yang membedakan anatara lingkungan
internal dan eksternal. kiranya pembedaan demikian kurang tepat karena segala
sesuatu yang bersifat internal bagi sesuatu sistem merupakan bagian dari sistem itu
sendiri. (Winardi,2005)
6. Feedback (Umpan balik)
Perubahan dalam masukan dapat dilakukan. Dalam rangka merespon perubahan
ini, manajer membutuhkan umpan balik (feed back) pada penerimaan dari Output. Hal
ini melalui proses umpan balik dari Input dan proses yang disesuaikan untuk
menghasilkan Output baru. (Winardi,2005)

79
BAB 8
KUALITAS PELAYANAN JASA

1. Pengertian pelayanan jasa


Jasa merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih
dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam
proses mengkonsumsi jasa tersebut. Definisi jasa dalam strategi pemasaran harus diamati
dengan baik, karena pengertiannya sangat berbeda dengan produk berupa barang. Kondisi
dan cepat lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat tergantung pada penilaian pelanggan
terhadap kinerja (penampilan) yang ditawarkan oleh pihak produsen. (J. Supranto, 1997)
Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangibles (tidak berwujud fisik) dan tidak
menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bisa berhubungan dengan produk fisik
maupun tidak. (Fandy Tjiptono, 1996)
Semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik
atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang
dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan kesenangan
80
atau kesehatan) atau pemecahan akan masalah yang dihadapi konsumen. (Rambat Lupiyoadi,
2001)
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diartikan bahwa di dalam jasa selalu ada
aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihak – pihak yang
terlibat tidak selalu menyadari. Jasa bukan merupakan barang tetapi suatu proses atau
aktivitas yang tidak berwujud. (Transtrianingzah, 2006)

2. Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa berbeda dengan barang, jika barang merupakan suatu objek, alat, atau usaha maka
jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau usaha. Bila barang dapat dimiliki,
maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa,
diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. (Kotler, 1997 cit. Fandy Tjiptono, 1996)
2. Inseparability (tidak terpisahkan)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya
dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi
antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya
mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. (Kotler, 1997 cit. Fandy Tjiptono, 1996)
3. Variability (bervariasi)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak
variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut
dihasilkan. (Kotler, 1997 cit. Fandy Tjiptono, 1996)
4. Perishability (mudah lenyap)
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. (Kotler, 1997 cit.
Fandy Tjiptono, 1996)
Fokus dalam proses jasa adalah untuk memberikan hasil (manfaat) yang memenuhi dan
atau melampaui kebutuhan, keinginan pelanggan, dan harapan pelanggan. Selain itu elemen
penting yang terkait dalam kualitas jasa adalah pemilik. Pemilik proses jasa adalah orang
yang memiliki atau diberi tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan dan
mengarahkan perbaikan terus – menerus ditentukan oleh batas-batas proses (boundaries of
the process). (Fandy Tjiptono 1997)

81
Operasi jasa dalam lingkungan jasa, dimungkinkan berlangsung secara berurutan
(sequential) maupun berbarengan dalam waktu yang sama. Hal ini menyebabkan penentuan
batas-batas proses menjadi lebih sukar dan kompleks. (Fandy Tjiptono 1997)

3. Pengertian dari Kualitas


Definisi kualitas sangat beranekaragam dan mengandung banyak makna. Kualitas
adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan
baik. (Transtrianingzah, 2006)
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. (Fandy Tjiptono,
1996)
Kualitas sebagai suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang
memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit dan
implicit. (Anis Wahyuningsih, 2002)
Seluruh ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. (Philip Kotler,
1997)
Ini jelas merupakan definisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang produsen
dapat memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau
melebihi harapan konsumen. Berdasarkan beberapa pengertian kualitas di atas dapat diartikan
bahwa kualitas hidup kerja harus merupakan suatu pola pikir (mindset), yang dapat
menterjemahkan tuntutan dan kebutuhan pasar konsumen dalam suatu proses manajemen dan
proses produksi barang atau jasa terus menerus tanpa hentinya sehingga memenuhi persepsi
kualitas pasar konsumen tersebut. (Transtrianingzah, 2006)

4. Persepsi terhadap Kualitas


Perspektif kualitas yaitu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan kualitas suatu
produk/jasa. (Transtrianingzah 2006) Adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa
digunakan, yaitu:
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini, dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas
dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. Sudut
pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari,
82
dan seni rupa. Meskipun demikian suatu perusahaan dapat mempromosikan produknya
melalui pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat berbelanja
yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik),
kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain. Dengan demikian fungsi
perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi
seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas. (Fandy Tjiptono, 1996)
2. Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang
dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan
dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat
objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi
individual. (Fandy Tjiptono, 1996)
3. User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang
memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya
perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang
subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki
kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. (Fandy Tjiptono, 1996)
4. Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama
dengan persyaratan (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan
bahwa kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian
spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan
peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah
standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. (Fandy
Tjiptono, 1996)
5. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai
“affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang
memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang
83
paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy). (Fandy Tjiptono,
1996)

5. Pengertian Kualitas Pelayanan Jasa


Kualitas pelayanan pada dasarnya terfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan yang
dimiliki pelanggan. Kualitas jasa adalah semua tingkat kemampuan suatu jasa dengan segala
atributnya yang secara riel disajikan sesuai dengan harapan konsumen. (Alma, 2004)
Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi jasa yang harus
selalu diperhatikan oleh para CEO (Chief Executive Officer) untuk memajukan perusahaan.
Kualitas pelayanan dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur kinerja
organisasi jasa. Kualitas pelayanan yang bermutu baik dapat menimbulkan kepuasan dan
loyalitas pelanggan. Membangun kualitas harus dimulai dari kebutuhan/keinginan pelanggan
dan berakhir pada persepsi pelanggan. (Fandy Tjiptono, 2003)
Kualitas pelayanan adalah kegiatan pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara
pelayanan publik yang mampu memenuhi harapan, keinginan, dan kebutuhan serta mampu
memberikan kepuasan kepada masyarakat luas. (Azwar, 1996)

6. Alat Ukur Kualitas Pelayanan


Pengukuran kualitas pelayanan (jasa) berbeda dengan pengukuran kualitas barang
berwujud. Perbedaan signifikan antara pelayanan dan barang adalah jika barang memiliki
wujud fisik, sedangkan pelayanan bersifat abstrak. Masalah lain yang muncul ketika
mengevaluasi kualitas pelayanan adalah karena kualitas pelayanan menjadi berbeda, ketika
pemberi layanan adalah orang yang berbeda. Hal ini terkait dengan variabilitas yang
merupakan salah satu karakteristik pelayanan. Faktor penerima pelayanan juga
mengakibatkan munculnya perbedaan penilaian kualitas, karena setiap orang memiliki
harapan yang berbeda akan pelayanan yang diterimanya. Karenanya penilaian kualitas
pelayanan tidak dapat dilakukan dengan menggeneralisasikan suatu pelayanan dengan
pelayanan lain yang sejenis. (Setianto, 2010)
Tidak ada suatu standar pengukuran kualitas pelayanan yang bersifat universal
sebagai ukuran umum tentang kualitas pelayanan. Ketiadaan standar tersebut membuat para
pakar mengembangkan berbagai metode untuk mengukur kualitas pelayanan. Akan

84
dipaparkan mengenai tiga metode pengukuran kualitas, yang menggunakan orientasi
konsumen. (Setianto, 2010)
Alat analisis yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan antara lain
customer windows, service performance, dan service quality. Ketiga pendekatan ini memiliki
konsep yang berbeda satu sama lain. (Setianto, 2010)

7. Customer Windows
Salah satu teknik penilaian kualitas pelayanan yang dapat dipakai dalam melihat
tingkat pemenuhan kebutuhan konsumen adalah Jendela Konsumen (Customer Window).
Teknik ini melihat tingkat pemenuhan kebutuhan konsumen berdasarkan performa
perusahaan. Customer Window diperkenalkan oleh ARBOR, Inc suatu perusahaan riset pasar
di Philadelphia. (Setianto, 2010)
Dalam pendekatan ini terlebih dahulu dilakukan klarifikasi dan segmentasi konsumen
untuk mendesain pertanyaan-pertanyaan penelitian. Pertanyaan tersebut bertujuan untuk
mempelajari tingkat kepuasan dan kepentingan relatif dari karakteristik produk yang
diinginkan konsumen. Customer Windows membagi karakteristik produk menjadi empat
kuadran, yaitu :
1. A (Attention), konsumen menginginkan karakteristik tersebut, namun tidak
mendapatkannya.
2. B (Bravo), konsumen menginginkan karakteristik tersebut dan mendapatkannya.
3. C (Cut or Communicate), konsumen tidak menginginkan karakteristik tersebut, namun
mendapatkannya.
4. D (Don’t Worry Be Happy), konsumen tidak menginginkan karakteristik tersebut, dan dia
tidak mendapatkannya.
Menggunakan jendela pelanggan sebagai alat analisis, dapat mengetahui apakah
posisi jasa berada di kotak A, B, C atau D. Posisi terbaik apabila berada dalam kotak B
(Bravo), hal ini pelanggan memperoleh apa yang diinginkannya dari mengkonsumsi jasa
yang ditawarkan, sehingga pelanggan akan puas. Apabila posisi berada dalam kotak A
(Attention), dalam hal ini membutuhkan perhatian karena pelanggan tidak memperoleh apa
yang diinginkannya, sehingga pelanggan menjadi tidak puas. (Oemi, 1995)
Jika posisi berada dalam kotak C (Cut or Communicate), maka harus menghentikan
penawaran atau berusaha mendidik pelanggan tentang manfaat dari karakteristik jasa yang
ditawarkan, karena dalam posisi ini pelanggan memperoleh apa yang tidak diinginkannya.
85
Sedangkan apabila posisi berada di dalam kotak D (Don’t Worry Be Happy), maka tidak
menjadi masalah karena pelanggan tidak memperoleh apa yang tidak diinginkannya. (Oemi,
1995)
Teori-teori di atas dengan kaitannya terhadap tingkat kepuasan pelanggan, dapat
tercermin dari adanya perasaan senang, tidak mengeluh dan mendapatkan pelayanan yang
konsisten. Apabila pihak pengembang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, maka
penerapan kualitas layanan dapat diterima dengan baik oleh pelanggan. (Oemi, 1995)
8. Service Quality
Model kualitas layanan yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan
dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah model SERVQUAL yang dikembangkan
oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry. (Tjiptono, 1996) SERVQUAL merupakan
kependekan dari Service Quality, dikembangkan mulai tahun 1985. Terdapat hubungan yang
erat antara kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen merupakan
representasi dari kualitas pelayanan. Konsep dari metode ini adalah kualitas pelayanan dapat
diukur dengan membandingkan antara pelayanan yang diharapkan (ekspektasi) dengan
kinerja pelayanan. Kinerja pelayanan itu sendiri direfleksikan dengan apa yang diterima dan
dirasakan (persepsi) konsumen. Dengan kata lain metode SERVQUAL membandingkan
antara harapan dan persepsi konsumen atas suatu pelayanan. (Setianto, 2010)
Dalam metode ini, kualitas layanan mengacu pada lima dimensi. Kelima dimensi
tersebut berasal dari 10 dimensi yang telah dikemukakan pada riset awal mereka (1985), yaitu
: i) reliability, ii) responsiveness, iii) competence, iv) acces, v) courtesy, vi) credibility, vii)
communication, viii) security, ix) understanding, dan x) tangibles. Namun mereka
menemukan bahwa terjadi overlapping diantara kesepuluh dimensi tersebut. Sehingga
dalam riset berikutnya (1988) mereka menyederhanakannya menjadi lima dimensi. Lebih
jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan dengan
menerapkan konsep “RATER”, sebagai berikut:
A. Daya tanggap (Responsiveness)
Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek
pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga
diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan
tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang
tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail,
membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan
86
mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat
respon positif. (Parasuraman, 2001).
Tuntutan pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk pelayanan
yang diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan dan yang
menerima pelayanan. Seyogyanya pihak yang memberikan pelayanan apabila menemukan
orang yang dilayani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur atau mekanisme, maka
perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman yang jelas secara bijaksana, berwibawa dan
memberikan berbagai alternatif kemudahan untuk mengikuti syarat pelayanan yang benar,
sehingga kesan dari orang yang mendapat pelayanan memahami atau tanggap terhadap
keinginan orang yang dilayani. (Parasuraman, 2001).
Pada prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi atau
aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat ketanggapan
atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Kurangnya ketanggapan tersebut dari orang
yang menerima pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut baru dihadapi pertama kali,
sehingga memerlukan banyak informasi mengenai syarat dan prosedur pelayanan yang cepat,
mudah dan lancar, sehingga pihak pegawai atau pemberi pelayanan seyogyanya menuntun
orang yang dilayani sesuai dengan penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas
yang tidak menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh kesah
dari orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, berarti pegawai
tersebut memiliki kemampuan daya tanggap terhadap pelayanan yang diberikan yang menjadi
penyebab terjadinya pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat kecepatan, kemudahan
dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh pegawai (Parasuraman, 2001).
Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas
pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat membutuhkan
penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut jelas dan dimengerti. Untuk
mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas layanan daya tanggap
mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai penjelasan dalam kegiatan pelayanan
kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan
yang bijaksana, penjelasan yang mendetail, penjelasan yang membina, penjelasan yang
mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut secara jelas dimengerti oleh
individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap dianggap
berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk keberhasilan prestasi kerja. Kualitas layanan daya
tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang yang diberi
87
pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga diperlukan adanya
unsur kualitas layanan daya tanggap sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang
dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut mengantar individu yang mendapat pelayanan
mampu mengerti dan menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima. (Margaretha,
2003)
b. Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang substantif dengan
persoalan pelayanan yang dihadapi, yang bersifat jelas, transparan, singkat dan dapat
dipertanggungjawabkan. (Margaretha, 2003)
c. Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap masih kurang atau
belum sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan.
(Margaretha, 2003)
d. Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani untuk menyiapkan,
melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus dipenuhi.
(Margaretha, 2003)
e. Membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap
bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
(Margaretha, 2003)
Uraian-uraian di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembangkan dalam suatu
organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan daya tanggap atas
berbagai pelayanan yang ditunjukkan. Inti dari pelayanan daya tanggap dalam suatu
organisasi berupa pemberian berbagai penjelasan dengan bijaksana, mendetail, membina,
mengarahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan baik, dengan
sendirinya kualitas layanan daya tanggap akan menjadi cermin prestasi kerja pegawai yang
ditunjukkan dalam pelayanannya. (Parasuraman, 2001)
B. Jaminan (Assurance)
Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang
diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari
pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas
dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai
sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang
diberikan. (Parasuraman, 2001)

88
Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh
performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut mampu
memberikan pelayanan yang handal, mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan
pelayanan yang diterima. Selain dari performance tersebut, jaminan dari suatu pelayanan juga
ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat, yang menganjurkan agar setiap
pegawai memberikan pelayanan secara serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang
yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang memiliki
perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam memberikan pelayanan, tentu
akan berbeda pegawai yang memiliki watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang
baik dalam memberikan pelayanan. (Margaretha, 2003)
Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada
kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang
menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam memberikan
pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut
diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, akan dilayani dengan baik sesuai
dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan.
(Margaretha, 2003)
Melihat kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini diperhadapkan oleh
adanya berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan
yang dapat diberikan oleh suatu organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkannya.
Suatu organisasi sangat membutuhkan adanya kepercayaan memberikan pelayanan kepada
orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang meyakinkan, maka
setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas layanan yang meyakinkan sesuai
dengan bentuk-bentuk pelayanan yang memuaskan yang diberikan, bentuk-bentuk pelayanan
yang sesuai dengan komitmen organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian
pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. (Margaretha, 2003)
Suatu organisasi kerja sangat memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai
dengan kenyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan yang dapat
dijamin sesuai dengan:
a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan
pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal tersebut menjadi
bentuk konkrit yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan. (Margaretha, 2003)

89
b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas
kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi suatu
organisasi dalam memberikan pelayanan. (Margaretha, 2003)
c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan,
agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang dilihatnya.
(Margaretha, 2003)
Uraian ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas
layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai dengan
bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan, memberikan pelayanan yang sesuai
dengan komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku yang menarik, meyakinkan dan
dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas layanan yang ditunjukkan dapat dipercaya
dan menjadi aktualisasi pencerminan prestasi kerja yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.
C. Bukti Fisik (Tangible)
Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara
fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan
pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang
menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus
menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan. (Parasuraman, 2001)
Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan
dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan,
sehingga pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik
biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang
digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang
diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan
fisik yang dapat dilihat. (Parasuraman, 2001)
Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam
rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen
organisasi. Prestasi kerja yang ditunjukkan oleh individu sumber daya manusia, menjadi
penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan
fisik yang ditunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan
menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan di dalam memberikan
pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara fisik
dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam
90
banyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan utama, karena
orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan merasakan kondisi fisik yang dilihat
secara langsung dari pemberi pelayanan baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi
kondisi fisik suatu pelayanan. (Arisutha, 2005)
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju,
pertimbangan dari para pengembang pelayanan, senantiasa mengutamakan bentuk kualitas
kondisi fisik yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan.
Kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan nyata yang
memberikan adanya apresiasi dan membentuk image positif bagi setiap individu yang
dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan kemampuan dari pengembang
pelayanan tersebut memanfaatkan segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik
dalam menggunakan alat dan perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan
mengadopsi teknologi, dan menunjukkan suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa
dan memiliki integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan
kepada orang yang mendapat pelayanan. (Martul, 2004)
Selanjutnya, dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan
kebutuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas layanan fisik mempunyai
peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut.
(Margaretha, 2003)
Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi lingkungan
kerja berupa:
a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan
perlengkapan kerja secara efisien dan efektif. (Margaretha, 2003)
b. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan
inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang
dihadapinya. (Margaretha, 2003)
c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan
kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja. (Margaretha, 2003)
Uraian ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa kualitas layanan
sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu kemampuan
dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu
menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan teknologi kerja dan

91
menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
(Margaretha, 2003)
D. Empati (Empathy)
Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan
pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan
dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap
pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam
menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan.
(Parasuraman, 2001)
Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik,
pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan untuk
mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan
pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi pelayanan harus
memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani
seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga
keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan yang
sama. (Parasuraman, 2001)
Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani
diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang
membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa
kepedulian atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami
kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan
yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari, sehingga
pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi pelayanan
dan yang membutuhkan pelayanan. (Parasuraman, 2001)
Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam
memberikan suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang
pegawai. Empati tersebut mempunyai inti yaitu mampu memahami orang yang dilayani
dengan penuh perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam
berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani. (Parasuraman, 2001)
Suatu bentuk kualitas layanan dari empati orang-orang pemberi pelayanan terhadap
yang mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal yaitu:

92
a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan,
sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting. (Margaretha, 2003)
b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga
yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang
diinginkan. (Margaretha, 2003)
c. Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani
merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan. (Margaretha, 2003)
d. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan,
sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan yang
dirasakan. (Margaretha, 2003)
e. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal
yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk
kesulitan pelayanan. (Margaretha, 2003)
Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para
pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang bertujuan
memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai
bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan pelayanan,
sehingga dengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan kualitas layanan sesuai
dengan prestasi kerja yang ditunjukkan. (Margaretha, 2003)
E. Kehandalan (Reliability)
Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam
memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam
pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi,
sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan,
tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat.
(Parasuraman, 2001)
Tuntutan kehandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah
dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan
aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian
dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya. (Parasuraman, 2001)
Inti pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal,
mengetahui mengenai prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan
atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan,
93
mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang
belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut
yaitu pegawai memahami, menguasai, handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang
ditekuninya. (Parasuraman, 2001)
Kaitan dimensi pelayanan reliability (kehandalan) merupakan suatu yang sangat
penting dalam dinamika kerja suatu organisasi. Kehandalan merupakan bentuk ciri khas atau
karakteristik dari pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi. Kehandalan dalam pemberian
pelayanan dapat terlihat dari kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat
pengetahuan yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang kerja yang
diterapkan, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pengalaman kerja yang
ditunjukkan dan kehandalan menggunakan teknologi kerja. (Parasuraman, 2001)
Kehandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan pelayanan sangat
diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir menuntut kualitas
layanan yang tinggi sesuai kehandalan individu pegawai. (Sunyoto, 2004)
Kehandalan dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat dari:
a. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan
terhadap uraian kerjanya. (Sunyoto, 2004)
b. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat
keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang efisien
dan efektif. (Sunyoto, 2004)
c. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalaman kerja yang
dimilikinya, sehingga penguasaan tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat,
tepat, mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya. (Sunyoto, 2004)
d. Kehandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh pelayanan
yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output penggunaan teknologi yang ditunjukkan.
(Sunyoto, 2004)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas layanan dari
kehandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan kehandalan pemberi pelayanan sesuai
dengan bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh pegawai tersebut, sesuai dengan
keberadaan organisasi tersebut. Seorang pegawai dapat handal apabila tingkat
pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan pelayanan yang handal,
kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan sesuai dengan penguasaan bakat yang
terampil, pengalaman kerja mendukung setiap pegawai untuk melaksanakan aktivitas
94
kerjanya secara handal dan penggunaan teknologi menjadi syarat dari setiap pegawai yang
handal untuk melakukan berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai
permasalahan kerja yang dihadapinya secara handal. (Sunyoto, 2004)

9. Kesenjangan Kualitas Jasa


Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived
service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil
daripada yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang
bersangkutan. Sedangkan bila yang terjadi adalah sebaliknya (perceived > expected), ada
kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi. (Rangkuti, 2006)
Service Quality merupakan alat ukur efektif untuk survei kepuasan konsumen karena
mencakup dimensi-dimensi dari kualitas pelayanan. Analisis gap merupakan konsep dasar
dari service quality. Kelima dimensi kualitas pelayanan digunakan untuk menganalisis lima
gap antara kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan pelayanan yang
diharapkan konsumen. (Fitzsimmons, 2006 cit. Setianto, 2010)
Lima kesenjangan (gap) yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa:
a. Gap antara ekspektasi konsumen dengan persepsi manajemen (knowledge gap)
Gap ini terjadi karena ada perbedaan antara ekspektasi konsumen aktual dan pemahaman
atau persepsi manajemen terhadap ekspektasi konsumen. Gap ini terjadi karena beberapa
kemungkinan, antara lain: informasi yang didapatkan dari riset pasar dan analisis permintaan
kurang akurat; interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi konsumen;
tidak adanya analisis permintaan; buruknya atau tidak ada aliran informasi ke atas dari staff
kontak konsumen ke pihak manajemen; dan terlalu banyak jenjang manajerial yang
menghambat atau mengubah informasi yang disampaikan dari karyawan kontak konsumen ke
pihak manajemen. (Zeithmal, 1985 cit. Rangkuti, 2006)
b. Gap antara persepsi manajemen terhadap ekspektasi konsumen dan spesifikasi
kualitas layanan (standards gap)
Gap ini terjadi karena spesifikasi kualitas layanan tidak konsisten dengan persepsi
manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain : tidak adanya standar
kinerja yang jelas; kesalahan perencanaan atau prosedur perencanaan yang tidak memadai;
manajemen perencanaan buruk; kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi;
kurangnya dukungan dan komitmen manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas

95
layanan; kekurangan sumber daya; dan situasi permintaan berlebihan. (Zeithmal, 1985 cit.
Rangkuti, 2006)
c. Gap antara spesifikasi kualitas layanan dan penyampaian layanan (delivery gap)
Gap ini berarti spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi
dan penyampaian layanan. Sejumlah penyebabnya antara lain : spesifikasi kualitas terlalu
rumit dan/atau terlalu kaku; para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan
karenanya tidak berusaha memenuhinya; spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat
yang ada; manajemen operasi layanan buruk; kurang memadainya aktivitas internal
marketing; serta teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan
spesifikasi. (Zeithmal, 1985 cit. Rangkuti, 2006)
d. Gap antara penyampaian layanan dan komunikasi eksternal (communication gap)
Gap ini berarti janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran
tidak konsisten dengan layanan yang diberikan kepada para konsumen. Hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : perencanaan komunikasi pemasaran tidak
terintegrasi dengan operasi layanan; kurangnya koordinasi antara aktivitas pemasaran
eksternal dan operasi layanan; organisasi gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkannya,
sementara kampanye komunikasi pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut; dan
kecenderungan untuk melakukan “over-promise, under deliver” dalam menarik konsumen
baru. Iklan dan slogan/janji perusahaan sering kali memengaruhi ekspektasi konsumen.
(Zeithmal, 1985 cit. Rangkuti, 2006)
e. Gap antara persepsi terhadap layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan
(service gap)
Gap ini berarti bahwa layanan yang dipersepsikan tidak konsisten dengan layanan yang
diharapkan. Gap ini dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk
(negatively confirmed quality) dan masalah kualitas; komunikasi getok tular yang negatif;
dampak negatif terhadap citra korporat atau citra lokal; dan kehilangan konsumen. Gap ini
terjadi apabila konsumen mengukur kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria atau
ukuran yang berbeda. (Zeithmal, 1985 cit. Rangkuti, 2006)
Berdasarkan gaps model of service quality di atas, ketidaksesuaian muncul dari lima
macam kesenjangan yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Satu kesenjangan (gap), yaitu kesenjangan kelima yang bersumber dari sisi penerima
pelayanan (pelanggan).

96
2. Empat macam kesenjangan, yaitu kesenjangan pertama sampai dengan empat, bersumber
dari penyedia jasa (manajemen).
Kepuasan pelanggan dapat dinyatakan sebagai suatu rasio atau perbandingan dengan
merumuskan persamaan kepuasan pelanggan sebagai berikut: Z = X/Y, dimana Z adalah
kepuasan pelanggan, X adalah kualitas yang dirasakan oleh pelanggan dan Y adalah
kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Jika pelanggan merasakan bahwa kualitas
layanan jasa melebihi kebutuhan, keinginan dan harapannya, maka kepuasan pelanggan akan
menjadi tinggi atau paling sedikit bernilai lebih besar dari satu (Z > 1). Sedangkan pada sisi
lain, apabila pelanggan merasakan bahwa kualitas dari jasa lebih rendah atau lebih kecil dari
kebutuhan, keinginan dan harapannya, maka kepuasan pelanggan menjadi sangat tergantung
pada persepsi dan ekspektasi pelanggan. (Zeithmal, 1990)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan dan ekspektasi pelanggan terdiri dari:
1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika
ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen jasa. Jika pada saat itu
kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau ekspektasi pelanggan akan tinggi,
demikian pula sebaliknya. (Gaspersz, 2003)
2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika menggunakan jasa pelayanan dari organisasi
jasa maupun pesaing-pesaingnya. (Gaspersz, 2003)
3. Pengalaman dari teman-teman, yang menceritakan mengenai kualitas layanan jasa yang
dirasakan oleh pelanggan itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi pelanggan terutama
pada jasa-jasa yang dirasakan berisiko tinggi. (Gaspersz, 2003)
4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi pelanggan. Orang-orang
di bagian penjualan dan periklanan seyogyanya tidak membuat kampanye yang
berlebihan melewati tingkat ekspektasi pelanggan. Kampanye yang berlebihan dan secara
aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak
negatif terhadap persepsi pelanggan tentang pelayanan jasa yang diberikan. (Gaspersz,
2003)

10. Kepuasan Pelanggan


Setiap layanan yang diberikan, senantiasa berorientasi pada tujuan memberikan
kepuasan kepada pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap
kesesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah
pemakaian. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan
97
oleh pelanggan selama menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Ketidakpuasan
yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan persepsi berupa kualitas pelayanan
yang buruk untuk tahap selanjutnya, sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan
secara keseluruhan. (Rangkuti, 2006)
Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa pelanggan berasal dari
perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan
harapan-harapannya. Jika kinerja tersebut berada dibawah harapan pelanggan, maka
pelanggan tersebut merasa dikecewakan; jika memenuhi harapan, pelanggan akan merasa
sangat puas.
Proses kepuasan pelanggan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Tanda dari kepuasan tersebut diidentifikasi sebagai berikut: (1) senang atau kecewa
atas perlakuan atau pelayanan yang diterima, (2) mengeluh atau mengharap atas perlakuan
yang semestinya diperoleh, (3) tidak membenarkan atau menyetujui sesuatu yang bertautan
dengan kepentingannya, (4) menghendaki pemenuhan kebutuhan dan keinginan atas berbagai
pelayanan yang diterima. Keempat tanda tersebut di atas akan berbeda-beda sesuai dengan
bentuk pelayanan jasa yang diterima. (Johnson cit. Purwoko, 2000)
Konsep dan teori mengenai kepuasan pelanggan telah berkembang pesat dan telah
mampu diklasifikasikan atas beberapa pendekatan. Salah satu pendekatan yang paling
populer yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan adalah teori The Expectancy
Disconfirmation Model. (Zeithaml, 1990)
Teori ini menekankan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh suatu
proses evaluasi pelanggan, dimana persepsi tersebut mengenai hasil suatu jasa atau jasa
dibandingkan dengan standar yang diharapkan. Proses inilah yang disebut dengan proses
diskonfirmasi. (Zeithaml, 1990)
Untuk memperoleh kepuasan, maka seorang pengembang pemasaran jasa harus
memperhatikan pemenuhan kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan menjadi pioneer
atau penentu untuk kontinuitas berlangsungnya suatu bisnis jasa. Syarat dalam menentukan
tingkat kepuasan pelanggan diketahui dari adanya sikap: senang, sering berkunjung,
memberitahu temannya, dan memberikan solusi atas apa yang dirasakan atas pelayanannya.
Secara pribadi, pelanggan yang puas akan loyal terhadap berbagai penawaran jasa yang
diberikan. (Tirtomulyo, 1999)
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua hal yaitu keluhan dan harapan pelanggan
terhadap jasa yang diterima. Apabila menerima perlakuan yang baik, sesuai dan memuaskan
98
pelanggan akan merasa terpenuhi harapannya, ditandai dengan adanya perasaan senang.
Sedangkan apabila penerimaan perlakuan kurang baik, tidak sesuai, memberi kesan negatif
dan tidak memuaskan, dianggap bahwa pelayanan yang diberikan tidak sesuai harapan, yang
menyebabkan pelanggan mengeluh, keluhan tersebut menandakan bahwa pelanggan merasa
kecewa. (Keagen cit. Tjiptono, 2004)
Kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat kepentingan
pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi pelanggan
terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa tersebut. (Rangkuti, 2003)

99
BAB 9
ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN

1. Pengertian Keputusan
Sebelum mempelajari definisi pengambilan keputusan, maka perlu disampaikan lebih dulu
tentang apa pengertian keputusan itu. (Hasan, 2002)
a. Menurut Ralp C. Davis
Keputusan adalah hasil pemecahan yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan
jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang
apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat pula berupa tindakan
terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula.
b. Menurut Mary Follet
Keputusan adalah suatu atau sebagai hukum situasi. Apabila suatu fakta dapat diperolehnya dan semua
yang terlibat, baik pengawas maupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau ketentuannya, maka
tidak sama dengan mentaati perintah. Wewenang tinggal dijalankan, tetapi itu merupakan wewenang
dari hukum situasi.
c. Menurut James A.F.Stoner
Keputusan adalah pemilihan di antara alternatif- alternatif, ada pilihan atas dasar logika atau
pertimbangan, ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik, ada tujuan yang
ingin dicapai, dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tersebut.
Dari pengertian- pengertian tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keputusan
merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan
satu alternatif dari beberapa alternatif (Hasan, 2002).

2. Jenis Keputusan
Secara umum, keputusan dibagi menjadi dua jenis sebagai berikut (Syafaruddin, 2004).
a. Keputusan strategis
Setiap organisasi melahirkan berbagai kebijakan atau keputusan organisasional. Kebijakan dan
arah organisasi merupakan keputusan strategis. Kebijakan menyita banyak perhatian terutama bagi
para manajer puncak karena pengaruhnya sangat besar terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
hidup organisasi.
b. Keputusan operasional
Adapun keputusan operasional menyangkut pengelolaan organisasi sehari-hari. Keputusan
operasional sangat menentukan efektifitas keputusan strategis yang diambil oleh para manajer
puncak. Dengan demikian keputusan yang diambil dalam proses manajemen baik manajer puncak

100
maupun manajer menengah dan manajer rendah harus saling sinergi agar memiliki kekuatan untuk
menembus faktor-faktor eksternal dalam menuju masa depan organisasi secara lebih baik.
Disisi lain, ada pula pembagian jenis keputusan berdasarkan masalah yang dihadapi, yaitu (Yayat,
2001)
a. Keputusan yang diprogramkan (program decision)
Keputusan ini adalah keputusan yang dibuat berdasarkan pada masalah yang diketahui secara baik
atau masalahnya diketahui secara jelas. Informasi juga memadai untuk digunakan dalam
mengambil keputusan. Suatu informasi harus dapat dinilai relevansinya untuk mengambil
keputusan. Fakta dan angka-angka serta data diolah untuk memberikan informasi yang bermakna
sehingga keputusan bisa diprogramkan.
b. Keputusan yang tidak diprogramkan (non-programmed decision)
Keputusan ini adalah keputusan yang diambil atau dibuat berdasarkan masalah yang tidak
diketahui secara jelas atau data dan informasinya kurang tersedia sebagaimana mestinya.
Pendapat lain membagi keputusan pada dua jenis, yaitu keputusan administratif yang menyangkut
administrasi operasional sehari-hari dan keputusan strategis yang menyangkut kegiatan goal (Yayat,
2001).

3. Pengertian Pengambilan Keputusan


Setelah mengetahui definisi dari keputusan maka selanjutnya akan dikemukakan mengenai
definisi dari pengambilan keputusan (Salusu, 1996).
a. Menurut George R. Terry
Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih
alternatif yang ada.
b. Menurut S.P. Siagian
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap perhitungan alternatif yang
dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
c. Menurut Jemes A.F Stoner
Pengambilan Keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara
pemecahan masalah.
d. Menurut Ibnu Syamsi
Pengambilan keputusan adalah tindakan pimpinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
organisasi yang dipimpinnya dengan melalui satu diantara alternatif- alternatif yang memungkinkan.
Selain beberapa pengertian di atas, pengambilan keputusan itu juga berarti proses memilih suatu
alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi. Proses ini untuk
menemukan dan menyeleseikan masalah organisasi. Pernyataan ini menegaskan bahwa mengambil
keputusan memerlukan satu seri tindakan, memerlukan beberapa langkah. Dapat saja langkah-langkah
101
tersebut terdapat dalam pikiran seseorang yang sekaligus mengajaknya berfikir sistematis. Dalam dunia
manajemen proses atau seri tindakan itu lebih banyak tampak dalam kegiatan diskusi (Salusu, 1996).
Beberapa pendapat pakar sebagai dasar konseptual dalam memahami definisi pengambilan
keputusan dalam aktifitas manajemen pada sebuah organisasi antara lain (Syafaruddin, 2004) :
a. Robins berpendapat bahwa “decision making is which on choses between two or more alternative”.
Berdasarkan pendapat ini, dapat dipahami bahwa hakikat pengambilan keputusan ialah memilih
dua alternatif atau lebih untuk melakukan suatu tindakan tertentu.
b. Menurut Sutisna, suatu putusan ialah proses memilih tindakan tertentu antara sejumlah tindakan
alternatif yang mungkin, dan
c. Drummond juga berpendapat bahwa pengambilan keputusan merupakan usaha penciptaan
kejadian-kejadian dan pembentukan masa depan.
d. Pendapat Simon dalam Jurnal Educational Administration Quaterly menggunakan istilah yang
sangat luas untuk mencakup tiga bidang cakupan masalah yaitu: (Yayat, 2001).
Pertama, menemukan masalah yang menarik perhatian dan yang menyertai masalah
tersebut. Setelah penemuan masalah, susun prioritas-prioritas yang cocok kemudian putuskan apa
yang akan kita lakukan dalam menangani masalah melalui pengambilan keputusan. Kedua, bagian
dari proses pengambilan keputusan. Kita mengetahui masalah apa yang kita hadapi lalu kita mulai
memikirkan berbagai alternatif apa dan apa saja solusinya yang mungkin dilakukan terhadap
masalah yang diputuskan sebagai prioritas. Ketiga, masalah evaluasi terhadap solusi. Sejalan
dengan pendapat di atas, Mondy dan Premeaux menjelaskan bahwa “decision making is the
process of generating and evaluating and making choises among them”
Secara umum definisi pengambilan keputusan ini mengandung substansi pokok di dalamnya, yaitu
ada kebutuhan memecahkan masalah, ada proses (langkah-langkah), ada beberapa alternatif yang akan
dipilih, ada ketetapan hati memilih satu pilihan dan ada tujuan pengambilan keputusan (Syafaruddin,
2004).
Setiap proses pengambilan keputusan merupakan suatu sistem tindakan karena ada beberapa
komponen di dalamnya. Menurut Pradjudi, kerangka kerja yang ada di dalam sistem pengambilan
keputusan mencakup orang yang berwenang dalam mengambil keputusan, problema, situasi dan
kondisi di pengambil keputusan itu dan tujuan yang diinginkan atau dicapai. Unsur-unsur ini memiliki
arti penting, sebab pengambilan keputusan adalah sentral bagi tugas seorang manajer dalam
mengoordinasikan tugas-tugas dan usaha organisasi untuk mencapai sasaran (Prajudi, 1995).
Dari pengertian- pengertian pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif
secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan masalah. Persoalan
pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang
mungkin dipilah yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan
102
sebuah keputusan yang terbaik. Penyusunan model keputusan adalah salah satu cara untuk
mengembangkan hubungan- hubungan logis yang mendasari persoalan keputusan ke dalam suatu
model matematis, yang mencerminkan hubungan yang terjadi di antara faktor- faktor yang terlibat.
Apapun dan bagaimana pun prosesnya, satu tahapan yang paling sulit dihadapi pengambilan keputusan
adalah dalam segi penerapannya karena di sini perlu meyakinkan semua orang yang terlibat, bahwa
keputusan tersebut memang merupakan pilihan terbaik. Semuanya akan merasa terlibat dan terikat pada
keputusan tersebut. Hal ini adalah proses tersulit. Walaupun demikian, bila hal tersebut dapat disadari,
proses keputusan secara bertahap, sistematik, konsisten, dan dalam setiap langkah sejak awal telah
mengikut sertakan semua pihak, maka usaha tersebut dapat memberikan hasil yang terbaik (Wahab,
2008).

4. Dasar - Dasar Pengambilan Keputusan Manajemen


Dasar pengambilan keputusan itu bermacam-macam tergantung dari permasalahannya. Keputusan
dapat diambil berdasarkan perasaan semata- mata, dapat pula keputusan dibuat berdasarkan rasio.
Tetapi tidak mustahil, bahkan banyak terjadi terutama dalam lingkungan instansi pemerintah maupun di
perusahaan, keputusan diambil berdasarkan wewenang yang dimilikinya. Dasar-dasar dari
pengambilan keputusan yang berlaku adalah sebagai berikut (Hasan, 2002).
a. Intuisi
Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjektif,
sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung
beberapa kebaikan dan kelemahan. Kebaikannya antara lain sebagai berikut.
1) Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek.
2) Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan akan memeberikan
kepuasan pada umumnya.
3) Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan, dari itu
perlu dimanfaatkan dengan baik.
Kelemahannya antara lain sebagai berikut.
1) Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik.
2) Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran dan keabsahannya.
3) Dasar- dasar lain dalam pengambilan keputusan sering kali diabaikan.
b. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan
praktis. Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat
memperhitungkan untung dan ruginya, baik- buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena
pengalaman, seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja
mungkin sudah dapat menduga cara penyelesaiannya.
103
c. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid, dan
baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi,
sehingga orang dapat menerima keputusan dengan rela dan lapang dada.
d. Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap
bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah
kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan
dan kelemahan.
Kelebihannya antara lain sebagai berikut.
1) Kebanyakan penerimanya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan tersebut secara
sukarela ataukah secara terpaksa.
2) Keputusan dapat bertahan dalam jangkia waktu yang cukup lama.
3) Memiliki otentisitan (otentik).
Kelemahannya antara lain adalah sebagai berikut
1) Dapat menimbulkan sifat rutinitas.
2) Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial.
3) Sering melewati permasalahan yang sehatusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan
kekaburan.
e. Rasional
Pada pengambilan keputusan yang berdasar pada rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat
obyektif, logis, lebih trasparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas
kendala terentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang
diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara rasional ini terdapat beberapa hal, sebagai berikut.
f. Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
g. Orientasi tujuan: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
h. Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya.
i. Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
j. Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal
Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal (Hasan,
2002).
Mengambil keputusan adalah tindakan sentral dalam tugas manajer dalam mengordinasi usaha
organisasi mencapai sasarannya. Dalam hal ini, kelengkapan informasi adalah bahan vital bagi
pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks (Syafaruddin, 2004).

5. Sistem dalam Pengambilan Keputusan Manajemen


104
Sebagai suatu sistem, manajemen organisasi bergerak dalam perilaku yang kompleks yang mana
salah satu perilaku organisasi melibatkan sejumlah komponen personel, tujuan informasi, prosedur dan
teknik. Manajemen memutuskan apa yang dilakukan dan memperoleh suatu tindakan dan dalam situasi
tertentu suatu keputusan harus mendahului pelaksanaan (Marimin, 2004).
Keberhasilan dan kegagalan pencapaian hasil akan ditentukan oleh keputusan dan efektifitas
dalam pelaksanaannya serta berperan di dalamnya suatu kepemimpinan, mempengaruhi, komunikasi
dan motivasi. Efektifitas dari suatu pelaksanaan keputusan ditentukan oleh lingkungan. Penerimaan
lingkungan akan menentukan keberhasilan keputusan. Efektifitas keputusan yang terpilih dipengaruhi
oleh ketidaksempurnaan informasi, hambatan waktu dan biaya, serta keterbatasan dimensi pemikiran
atau rasionalitas (Syafaruddin, 2004).
Sistem analisis yang dipakai oleh seorang manajer dalam proses menghasilkan keputusan. Suatu
bagian dalam proses, sistem analisis penting untuk mencatat kemungkinan alternatif, menentukan
faktor-faktor yang mempengaruhi setiap alternatif dan membangun nilai yang berhubungan dengan
variabel (Syafaruddin, 2004).

6. Proses Pengambilan Keputusan Manajemen


Sebagai suatu sistem kerja manajemen, pengambilan keputusan memiliki proses atau langkah –
langkah (Syafaruddin, 2004). Langkah- langkah dalam proses pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut: (Schermerhorn, 2010)
1. Identifikasi dan penetapan masalah
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan adalah menemukan dan menetapkan
permasalahan yang dihadapi. Pada tahap ini, masalah harus didefinisikan dengan jelas sehingga
perbedaan antara masalah dan bukan masalah (misalnya isu) menjadi jelas. Untuk mengetahui
penyebab timbulnya masalah, harus diperoleh data dan informasinya terlebih dahulu. Dengan kata
lain, harus dilakukan pengumpulan data. Data tersebut kemudian diolah menjadi informasi tentang
penyebab timbulnya masalah. Disini fungsi unit pengolah data sangat penting sebab kemungkinan
juga akan ada informasi yang masuk yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (Griffin, 2004).
Mengumpulkan informasi dan membuat pertimbangan merupakan hal yang sangat penting dalam
tahap ini. Cara suatu masalah ditemukan akan berdampak besar pada cara pemecahan masalah
tersebut, dan sangat penting untuk menjelaskan keputusan apa yang harus diambil. Semakin
spesifik tujuan yang ingin dicapai, semakin mudah untuk mengevaluasi hasil setelah keputusan
dijalankan (Schermerhorn, 2010).
2. Mencari dan mengevaluasi tindakan
Setelah masalah ditentukan, dilakukan pengumpulan fakta dan informasi yang dapat
membantu pemecahan masalah tersebut. Saat ini kita harus memperjelas apa yang kita ketahui
dan apa yang perlu kita ketahui. Dari alternatif yang diperoleh, kita harus mempertimbangkan
105
kekurangan dan kelebihan yang dapat diperoleh, serta hal yang dikeluarkan harus lebih kecil
daripada yang dapat dicapai, sehingga hasil yang diperoleh setelah tahap ini bisa optimal.
Untuk itu, kita harus mengajak beberapa orang dalam proses pengumpulan informasi dan
memberi pendapat mengenai masalah yang akan dipecahkan (Schermerhorn, 2010).
3. Memutuskan tindakan yang digunakan
Dalam tahap ini keputusan dibuat dengan memilih alternatif tindakan apa yang akan
dilakukan untuk memecahkan masalah dan siapa yang akan memecahkan masalah
(Schermerhorn, 2010). Dalam mengevaluasi dan memilih alternatif tindakan yang akan diambil
seharusnya juga mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari keputusan tersebut.
Betapapun baiknya suatu keputusan apabila keputusan tersebut sulit diterapkan maka
keputusan itu tidak ada artinya (Griffin, 2004). Dalam teori manajemen, terdapat perbedaan
antara cara classical dan behavioral untuk membuat keputusan (Schermerhorn, 2010).
a. Classical decision model
Menurut teori ini, manager bertindak rasional dengan menemukan masalah dan
mengetahui semua alternatif yang memungkinkan serta mengetahui konsekuensinya.
Sebagai hasilnya, manager dapat membuat suatu keputusan yang memberi solusi terbaik
bagi masalah tersebut (optimizing decision) (Schermerhorn, 2010).
b. Behavioral decision model
Teori ini beranggapan bahwa orang akan bertindak sesuai dengan situasi yang mereka
hadapai. Persepsi yang dimiliki sering kali tidak sempurna, oleh karena itu pembuat
keputusan hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang alternatif tindakan yang tersedia
dan konsekuensinya. Sehingga alternatif pertama yang muncul yang akan terpilih sebagai
solusi (Schermerhorn, 2010).
4. Melaksanakan tindakan/ keputusan
Tindakan harus segera diambil setelah pemilihan alternatif sebagai solusi. Tidak ada yang
akan terjadi sebelum dilakukan tindakan untuk memecahkan masalah. Seorang manager tidak
hanya harus memiliki kreativitas membuat keputusan, tetapi juga harus memiliki kemampuan
dan kemauan untuk melaksanakan tindakan (Schermerhorn, 2010).
Tahap pertama hingga ketiga akan berdampak besar dalam pelaksanaan keputusan
yang telah dibuat. Kesulitan utama dalam tahap ini adalah kurangnya partisipasi. Manager
harus memutuskan dengan bijaksana siapa saja yang akan terkait dalam pemecahan masalah
sejak awal. Partisipasi orang – orang dalam pembuatan keputusan membuat mereka memiliki
informasi dan dapat membangun komunikasi yang diperlukan dalam menjalankan putusan
tersebut (Schermerhorn, 2010).
Dalam tahap ini, sering kali keputusan yang baik sekalipun mengalami kegagalan
karena tidak diterapkan dengan benar. Keberhasilan penerapan keputusan yang diambil oleh
106
pimpinan bukan semata-mata tanggung jawab dari pimpinan akan tetapi komitmen dari
bawahan untuk melaksanakannya juga memegang peranan yang penting (Griffin, 2004).
5. Mengevaluasi hasil
Proses pengambilan keputusan tidak akan selesai hingga hasilnya dapat dievaluasi.
Jika hasil yang diinginkan belum atau tidak tercapai, maka harus diambil tindakan untuk
memperbaiki hal tersebut (Schermerhorn, 2010). Penilaian didasarkan atas sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan. Tujuan yang bersifat khusus dan mudah diukur dapat mempercepat
pimpinan untuk menilai keberhasilan keputusan tersebut (Griffin, 2004).

7. Pengambilan Keputusan Managemen yang Efektif


Dalam mengambil keputusan, perlu dipikirkan agar hasil keputusan efektif agar mendapatkan
keputusan yang efektif perlu diperhatikan beberapa hal, sebagai berikut (Hartantyotiko, 2011):
a. Kualitas putusan (Quality of Decision)
Apakah dalam pengambilan keputusan, seorang pimpinan memiliki sejumlah informasi yang cukup dan
relevan? Apakah dalam rangka mendapatkan informasi tersebut perlu melibatkan bawahan anda?
Kualitas keputusan akan semakin baik apabila selaku pimpinan cukup mempunyai kesempatan
mendapatkan informasi yang relevan, bahwa informasi tersebut berkaitan dengan masalah yang
dihadapi dan memang diperlukan. Keterlibatan bawahan dalam menyajikan informasi sangat penting,
karena bagaimanapun juga anda sebagai pimpinan, tidak mempunyai kesempatan untuk mengerjakan
masalah teknis.
b. Tingkat penerimaan keputusan (Acceptance of Decision)
Apakah bawahan anda secara mutlak selalu menerima keputusan yang dibuat? Apakah suatu keputusan
yang anda buat memerlukan adanya komitmen dari bawahan? Suatu keputusan yang dapat diterima
oleh bawahan serta mendapat dukungan berupa komitmen yang kuat dari mereka, maka keputusan itu
termasuk keputusan yang berkualitas.
c. Efisiensi waktu (Time Efficiency)
Apakah waktu untuk mengambil keputusan cukup tersedia? Apakah perlu didiskusikan lebih dulu
dengan bawahan anda?
Dalam praktik, sering terjadi suatu persoalan dibicarakan berlarut-larut tanpa menghasilkan suatu
keputusan. Ada saatnya, karena terbatasnya waktu, keputusan harus segera dibuat, agar pelayanan dan
informasi berjalan lancar.

107
BAB 10

MANAJEMEN PEMASARAN

A. PENDAHULUAN

Menurut Philip Kotler, pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang
membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta inginkan
melalui penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Jadi,
108
manajemen pemasaran adalah kegiatan pengaturan secara maksimal fungsi-fungsi pemasaran
agar kegiatan pertukaran atau penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen
dapat berjalan lancar dan memuaskan (Widjajanta, 2007).

Produk-produk manufaktur diperbolehkan untuk diiklankan dalam media masa baik


cetak maupun elektronik. Sementara jasa kesehatan secara etis dan moral tidak diperbolehkan
untuk diiklankan atau diungkapkan secara terbuka kepada khalayak umum. Setiap tenaga
profesional menjunjung tinggi sumpah profesi untuk menggunakan segala ekpertisnya
menurut etika profesi dan nilai-nilai moral. Pasien tidak boleh dieksploitasi demi popularitas
profesi atau industri kesehatan. Pemasaran jasa kesehatan hanya diperbolehkan melalui
brosur, leaflet, atau buletin mingguan, bulanan, triwulan, dan lain-lain (Elu, 2004).

Adanya etika profesi dalam pelayanan jasa kesehatan menuntut suatu instansi untuk
memiliki kemampuan manajemen pemasaran yang sangat baik agar dapat bertahan dalam
persaingan antarinstansi yang saat ini kian menjamur. Jika suatu instansi pelayanan kesehatan
tidak melakukan manajemen pemasaran dengan baik, dapat mengakibatkan kerugian pada
pihak produsen maupun konsumen. Untuk itulah pentingnya mempelajari manajemen
pemasaran.

B. TUJUAN

Mempelajari manajemen pemasaran khususnya di bidang pelayanan kesehatan

C. MANAJEMEN PEMASARAN

Pemasaran memengaruhi hampir setiap aspek dari kehidupan kita sehari-hari. Setiap
pilihan yang dimiliki di antara beragam barang dan jasa yang dibeli. Dalam proses
menyediakan beragam pilihan-pilihan tersebut, pemasaran mendorong organisasi untuk
berfokus pada hal-hal yang dibutuhkan untuk memuaskan pelanggan. Pemasaran memainkan
bagian yang besar dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Selain itu, pemasaran
mendorong terjadinya riset dan inovasi. Pemasaran dapat dipandang dengan dua cara: dari
cara pandang mikro sebagai suatu kumpulan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dan dari
cara pandang makro sebagai sebuah proses sosial (Cannon, et al., 2008).

Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh


menjadi keinginan manusia. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia

109
inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan
harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion).
Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar. Pemasar ini sebaiknya
memiliki pengetahuan dalam konsep dan prinsip pemasaran agar kegiatan pemasaran dapat
tercapai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan manusia terutama pihak konsumen yang
dituju (Rachmawati, 2011).

Definisi pemasaran menurut Kotler dan Armstrong adalah sebuah proses perusahaan
menciptakan nilai untuk konsumennya dan membangun hubungan kuat dengan konsumen
dengan tujuan untuk menciptakan nilai keuntungan dari konsumen (Kotler & Armstrong,
2008).

Menurut Cannon, Perreault, dan Mccharty, pemasaran adalah suatu aktivitas yang
bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan
pelanggan atau klien serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan
pelanggan atau klien dari produsen (Cannon, et al., 2008).

Pemasaran itu sendiri memiliki tujuan yaitu (Rachmawati, 2011).:


1. Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan perusahaan
dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang dihasilkan.
2. Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan dengan
pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliput berbagai kegiatan, mulai dari penjelasan
mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi
kepada konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai ke tangan konsumen secara
cepat.
3. Mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya
dan dapat terjual dengan sendirinya.

Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa
yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen yang ada maupun konsumen potensial (Swasta,
2008). Dari definisi tersebut di atas terlihat bahwa pemasaran mencakup usaha perusahaan
yang dimulai antara lain dengan mengidentifikasikan kebutuhan debitur yang perlu dipuaskan
melalui pelayanan yang bermutu.

110
Menurut Philip Kotler, pemasaran adalah proses manajerial dimana individu dan
kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan
pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain.

Pemasaran adalah upaya terencana untuk mempengaruhi karakteristik transaksi


pertukaran sukarela baik antara biaya dan manfaat antara penjual dan konsumen. Pemasaran
berbeda dengan penjualan karena pemasaran berfokus pada tujuan akhir yang sama terutama
pada kebutuhan pembeli atau masyarakat (Picket, 2009).

D. KOMPONEN MANAJEMEN PEMASARAN


Komponen manajemen pemasaran melingkupi sepuluh hal, yaitu (Kotler, 2002):
1. Barang
Barang fisik merupakan bagian terbesar dari produksi sebagian besar negara dan
upaya pemasaran. Amerika Serikat memproduksi dan memasarkan miliaran fisik
barang, dari telur hingga baja untuk pengering rambut. Di negara-negara berkembang,
barang, hususnya makanan, komoditas, pakaian, dan perumahan-merupakan andalan
ekonomi.
2. Jasa
Akibat kemajuan ekonomi, semakin proporsi kegiatan suatu Negara difokuskan pada
produksi jasa. Perekonomian AS saat ini terdiri dari 70 : 30 jasa dan barang. Layanan
tersebut meliputi maskapai penerbangan, hotel, dan pemeliharaan dan perbaikan
manusia, serta profesional seperti akuntan, pengacara, insinyur, dan dokter. Banyak
penawaran pasar terdiri dari campuran variable barang dan jasa.
3. Pengalaman
Dengan mendalangi beberapa layanan dan barang, seseorang dapat membuat,
panggung, dan pengalaman pasar. Walt Disney World Magic Kingdom adalah sebuah
pengalaman; begitu juga Hard Rock Cafe.
4. Events
Pemasar mempromosikan berbasis waktu kejadian, seperti Olimpiade, trade shows,
acara olahraga, dan pertunjukan seni.
5. Persons
Pemasaran melalui selebriti telah menjadi bisnis utama. Seniman, musisi, CEO,
dokter, pengacara profil tinggi dan pemodal, dan profesional lainnya sering menjadi
objek pemasaran produk suatu perusahaan.
111
6. Tempat
Kota, negara, daerah, dan negara-negara bersaing untuk menarik wisatawan, pabrik,
kantor pusat perusahaan, dan penduduk baru. Tempat pemasaran termasuk spesialis
pembangunan ekonomi, agen real estate, bank komersial, asosiasi bisnis lokal, dan
iklan dan hubungan masyarakat instansi.
7. Properti
Properti adalah hak kepemilikan tak berwujud baik real properti (real estate) atau
properti keuangan (saham dan obligasi). Properti yang dibeli dan dijual, dan ini
kesempatan upaya pemasaran oleh agen real estate (real estate) dan perusahaan
investasi dan bank (untuk surat berharga).
8. Organisasi
Organisasi secara aktif bekerja untuk membangun citra, yang kuat yang
menguntungkan di pikiran publik mereka. Philips, perusahaan elektronik Belanda,
mengiklankan dengan tag line, "Mari Lakukan Hal Lebih Baik." The Body Shop dan
Ben & Jerry ini juga mendapatkan perhatian dengan mempromosikan penyebab
sosial. Universitas, museum, dan seni pertunjukan organisasi meningkatkan citra
publik mereka untuk bersaing secara lebih berhasil untuk penonton dan dana.
9. Informasi
Produksi, kemasan, dan distribusi informasi merupakan salah satu industri utama
masyarakat. Di antara pemasar informasi adalah sekolah dan universitas, penerbit
ensiklopedia, buku nonfiksi, dan majalah khusus, pembuat CD, dan situs Internet
Web.
10. Ide
Setiap penawaran pasar memiliki ide dasar pada intinya. Pada dasarnya, produk dan
jasa adalah platform untuk menyampaikan beberapa ide atau manfaat untuk
memenuhi kebutuhan inti.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRATEGI PEMASARAN

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi strategi pemasaran pada suatu


perusahaan adalah (Lubis, 2011):

1. Lingkungan mikro perusahaan

112
Lingkungan mikro perusahaan terdiri dari para pelaku dalam lingkungan yang langsung
berkaitan dengan perusahaan yang mempengaruhi kemampuannya untuk melayani pasar,
yaitu:

a. Perusahaan

Yaitu struktur organisasi perusahaan itu sendiri. Strategi pemasaran yang diterapkan
oleh bagian manajemen pemasaran harus memperhitungkan kelompok lain di perusahaan
dalam merumuskan rencana pemasarannya, seperti manajemen puncak, keuangan
perusahaan, penelitian dan pengembangan, pembelian, produksi, dan akuntansi serta
sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan, karena manajer pemasaran juga harus
bekerja sama dengan para staff di bidang lainnya.

b. Pemasok (Supplier)

Para pemasok adalah perusahaan-perusahaan dan individu yang menyediakan sumber


daya yang dibutuhkan oleh perusahaan dan para pesaing untuk memproduksi barang
dan jasa tertentu. Kadang kala perusahaan juga harus memperoleh tenaga kerja,
peralatan, bahan bakar, listrik dan faktor-faktor lain dari pemasok. Perkembangan dalam
lingkungan pemasok dapat memberi pengaruh yang amat berarti terhadap pelaksanaan
pemasaran suatu perusahaan.

Manajer pemasaran perlu mengamati kecenderungan harga dari masukanmasukan


terpenting bagi kegiatan produksi perusahaan mereka. Kekurangan sumber-sumber bahan
mentah, pemogokan tenaga kerja, dan berbagai kcjadian lainnya yang berhubungan
dengan pemasok dapat mengganggu strategi pemasaran yang dilakukan dan dijalankan
perusahaan.

c. Para Perantara Pemasaran

Para perantara pemasaran adalah perusahaan-perusahaan yang membantu perusahaan


dalam promosi, penjualan dan distribusi barang/jasa kepada para konsumen akhir. Para
perantara pemasaran ini meliputi :

 Perantara, adalah perusahaan atau individu yang membantu perusahaan untuk


menemukan konsumen. Mereka terbagi dua macam, yaitu agen perantara seperti
agen, pialang dan perwakilan produsen yang mencari dan menemukan para
pelanggan dan/atau mengadakan perjanjian dengan pihak lain, tetapi tidak memiliki
barang atau jasa itu sendiri.
113
 Perusahaan Distribusi Fisik, perusahaan seperti ini membantu perusahaan dalam
penyimpanan dan pemindahan produk dari tempat asalnya ketempat-tempat yang
dituju.

 Para Agen Jasa Pemasaran, seperti perusahaan atau lembaga penelitian pemasaran,
agen periklanan, perusahaan media, dan perusahaan konsultan
pemasaran,kesemuanya membantu perusahaan dalam rangka mengarahkan dan
mempromosikan produknya ke pasar yang tepat.

 Perantara Keuangan, seperti bank, perusahaan kredit, perusahaan asuransi, dan


perusahaan lain yang membantu dalam segi keuangan.

d. Para Pelanggan
Yaitu pasar sasaran suatu perusahaan yang menjadi konsumen atas barang atau jasa
yang ditawarkan perusahaan apakah individu-individu, Iembaga-lembaga,
organisasi-organisasi, dan sebagainya.

e. Para Pesaing
Dalam usahanya melayani kelompok pasar pelanggan, perusahaan tidaklah sendiri.
Usaha suatu perusahaan untuk membangun sebuah sistem pemasaran yang efisien guna
melayani pasar gelati disaingi oleh perusahaan lain.

Sistem pemasaran dan strategi yang diterapkan perusahaan dikelilingi dan dipengaruhi
oleh sekelompok pesaing. Para pesaing ini perlu diidentifikasi dan dimonitor segala
gerakan dan tindakannya didalam pasar.

f. Masyarakat Umum

Sebuah perusahaan juga harus memperhatikan sejumlah besar lapisan masyarakat


yang tentu saja besar atau kecil menaruh perhatian terhadap kegiatan-kegiatan
perusahaan, apakah mereka menerima atau menolak metodemetode dari perusahaan dalam
menjalankan usahanya, karena kegiatan perusahaan pasti mempengaruhi minat
kelompok lain, kelompok-kelompok inilah yang menjadi masyarakai umum. Masyarakat
umum dapat memperlancar atau sebaliknya dapat sebagai penghambat kemampuan
perusahaan untuk mencapai sasarannya.

2. Lingkungan Makro

114
Lingkungan makro terdiri dari kekuatan-kekuatan yang bersifat kemasyarakatan yang
lebih besar dan mempengaruhi semua pelaku dalam lingkungan mikro dalam perusahaan,
yaitu:

a. Lingkungan Demografis/Kependudukan

Lingkungan demografis/kependudukan menunjukkan keadaan dan permasalahan


mengenai penduduk, seperti distribusi penduduk secara geografis, tingkat kepadatannya,
kecenderungan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, distribusi usia, kelahiran,
perkawinan, ras, suku bangsa dan struktur keagamaan. Ternyata hal diatas dapat
mempengaruhi strategi pemasaran suatu perusahaan dalam
memasarkan produknya karena publiklah yang membentuk suatu pasar.

b. Lingkungan Ekonomi

Lingkungan ekonomi menunjukkan sistem ekonomi yang diterapkan,


kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan ekonomi, penurunan dalam
pertumbuhan pendapatan nyata, tekanan inflasi yang berkelanjutan, perubahan pada pola
belanja konsumen, dan sebagainya yang berkenaan dengan perekonomian.

c. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik menunjukkan kelangkaan bahan mentah tertentu yang dibutuhkan


oleh perusahaan, peningkatan biaya energi, peningkatan angka pencemaran, dan
peningkatan angka campur tangan pemerintah dalam pengelolaan dan penggunaan
sumber-sumber daya alam

d. Lingkungan Teknologi

Lingkungan teknologi rnenunjukkan peningkatan kecepatan pertumbuhan teknologi,


kesempatan pembaharuan yang tak terbatas, biaya penelitian dan pengembangan, yang
tinggi, perhatian yang lebih besar tertuju kepada penyempurnaan bagian kecil produk
daripada penemuan yang besar, dan semakin banyaknya peraturan yang berkenaan
dengan perubahan teknologi.

e. Lingkungan sosial/budaya

Lingkungan ini menunjukkan keadaan suatu kelompok masyarakat mengenai aturan


kehidupan, norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, pandangan
masyarakat dan lain sebagainya yang merumuskan hubungan antar sesama dengan
masyarakat lainnya serta lingkungan sekitarnya.

115
F. TAHAPAN DALAM MANAJEMEN PEMASARAN

Dalam manajemen pemasaran, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, yaitu


(Ayodya, 2010; Suyanto, 2007):
1. Mempelajari strategi-strategi dalam pemasaran
Strategi pemasaran dapat berupa:
a. Strategi pemasaran tempat usaha
Strategi pemasaran tempat usaha adalah strategi yang memberikan keunggulan
pada lokasi usaha. Pilih lokasi yang unggul dalam berbagai sisi, misalnya
strategis, banyak dilewati kendaraan, atau dekat dengan pusat keramaian, belum
ada pesaing, tidak ada biaya sewa, dan yang paling penting segmen yang dituju
b. Strategi pemasaran product
Strategi pemasaran produk adalah strategi yang memberikan keunggulan pada
produk usaha. Keunggulan produk lain seperti kemasannya yang menarik,
pelayanan yang tepat waktu dan ramah
c. Strategi pemasaran harga
Strategi pemasaran harga adalah strategi yang memberikan keunggulan pada
harga jual. Harga jual merupakan hal yang sangat berpengaruh pada penjualan.
Semakin bersaing harga jual yang ditawarkan sebuah usaha untuk meningkatkan
penjualan. Selain harga murah, pemberian diskon harga, bonus-bonus, dan
paket-paket hemat merupakan bagian dari strategi pemasaran untuk memberikan
keunggulan pada harga
d. Strategi pemasaran promosi
Strategi pemasaran promosi adalah strategi untuk menentukan langkah-langkah
promosi yang tepat untuk usaha, produk, dan harga terlebih dahulu. Mengapa?
Promosi merupakan langkah untuk memberi tahu pada sasaran konsumen tentang
suatu produk
2. Melakukan perencanaan pemasaran yang tepat guna
Rencana pemasaran lebih dititikberatkan pada produk/pasar dan
pengembangan strategi dan program pemasaran yang terinci dengan baik agar dapat
memperoleh sasaran/tujuan produk dalam pasar. Dengan kata lain, rencana pemasaran
merupakan instrument terpadu untuk mengarahkan dan memadukan upaya pemasaran
tersebut. Proses perencanaan pemasaran tadi terdiri dari lima tahapan, yaitu

116
menganalisis peluang pasar, meneliti dan memilih pasar sasaran, merancang strategi
pemasaran, merencanakan dan mengorganisasi program pemasaran, melaksanakan
dan mengendalikan upaya pemasaran.
Strategi pemasaran merupakan proses lima tahap, yang terdiri dari analisi
situasi strategis, perancangan strategi pemasaran, pengembangan program pemasaran,
serta implementasi dan pengelolaan strategi pemasaran.
Analisis situasi strategi meliputi memenangkan pasar melalui perencanaan strategis
berorientasi pasar, mengumpulkan informasi dan mengukur permintaan pasar,
mencari peluang di lingkungan pemasaran, menganalisis pasar konsumen dan perilaku
pembeli, menganalisis pasar komunitas internet, menganalisis pasar bisnis dan
perilaku pembelian bisnis, menghadapi pesaing dan mengidentifikasi segmen pasar
serta menentukan posisi dan mendeferensiasi pasar, strategi hubungan pemasaran dan
perencanaan produk baru. Pengembangan program pemasaran mencakup menetapkan
strategi produk, strategi harga, strategi distribusi dan strategi promosi. Implementasi
dan pengelolaan strategi mencakup merancang organisasi pemasaran yang efektif,
implementasi dan pengendalian strategi.
3. Melakukan langkah pemasaran sesuai perencanaan

Terdapat lima langkah dalam proses pemasaran yang dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Menciptakan nilai untuk konsumen dan Mendapatkan nilai dari


membangun hubungan dengan konsumen konsumen sebagai imbalannya

Mengerti Merancang Membangun Menciptakan Mendapatkan


pasar dan strategi sebuah hubungan nilai dari
pemasaran pemasaran yang konsumen untuk
kebutuhan
menguntung-k menciptakan laba
serta pada terpadu yang
an dan dan ekuitas
keinginan konsumen memberikan (saham)
kepuasan
konsumen nilai unggul konsumen konsumen
Gambar 6.1. Proses Pemasaran Model Sederhana (Kotler & Armstrong, 2012)

Pada saat ini, teknologi digital, dari web sites dan online social networks hingga
telepon dapat memberdayakan konsumen dan membuat pemasaran menjadi lebih interaktif.
Seperti yang terlihat di Gambar 6.2 yang menggambarkan pemasaran modern saat ini (Kotler
& Armstrong, 2012).

117
Gambar 6.2. Sistem Pemasaran Modern (Kotler & Armstrong, 2012)

118
G. MANAJEMEN PEMASARAN DI PELAYANAN KESEHATAN

Peran pasar di dalam layanan kesehatan semakin mendapat perhatian pada


tahun-tahun belakangan ini, sebagian akibat pergeseran konservatif yang dimulai pada akhir
tahun 1970-an dan penekanan pada pasar alami atau persaingan, sebagai cara untuk
memperbaiki beberapa masalah layanan medis. Namun, konsep tersebut tidak setiap saat
diterima oleh kebanyakan lembaga public (Picket, 2009). Konsep pemasaran berbeda dengan
konsep penjualan. Penjualan bertolak dari produk yang telah dibuat, kemudian diupayakan
untuk dijual kepada konsumen. Sementara itu, pemasaran bertolak dari kebutuhann dan
keinginan konsumen, kemudian baru dibuat dan dikembangakan produk yang dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen itu (Maulana, 2009).

Pasar adalah suatu arena tempat berlangsungnya transaksi pertukaran secara sukarela.
Pemasaran adalah upaya terencana untuk mempengaruhi karakteristik transaksi transaski
pertukaran sukarela itu-pertukaran antara biaya dan manfaat oleh pembeli dan penjual atau
oleh provider dan konsumen (Picket, 2009). Pemasaran adalah suatu proses social dan
manajerial ketika individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka
dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yan gbernilai satu sama kain.
Pengertian tersebut berdasarkan konsep inti pemasaran, yaitu kebutuhan, keinginan, dan
permintaan, produk, nilai, biaya dan kepuasan, pertukaran, transaksi dan hubungan, pasar
serta pemasar dan calon pembeli (Maulana, 2009)

Kesehatan masyarakat sulit dipasarkan. Sebagian besar pelaku pasar mengembangkan


ketrampilan mereka dalam sector swasta, awalnya dengan memasarkan produk, kemudian
jasa (Picket, 2009). Seiriing degan perubahan kebijakan pembangunan kesehatan di
Indonesia, pemasaran social (social marketing) telah banyak dipergunakan dalam berbagai
keperluan program kesehatan, yang merupakan salah satu bentuk operasional dari
komunikasi kesehatan (Maulana, 2009). Belakangan ini industry layanan kesehatan
menerapkan pemasaran untuk meningkatkan pemanfaatannya dan rumah sakit serta
kelompok-kelompok praktik medis berlaih ke pemasaran untuk memperkuat posisi
kompetitifnya (Picket, 2009). Selanjutnya, pemasaran dalam kontek promosi kesehatan
adalah ketrampilan manajemen dalam hal mengidentifikasikan kesempatan-kesempatan
untuk memenuhi permintaan konsumen atau klien sehingga memberikan perlindungan

119
maksimal dan atau perbaikan dalam kesehatan mereka (Ewles dan Simnet, 1994 dikutip dari
Maulana, 2009)

Kesehatan masyarakat memilikis ejumlah masalah pemasaran. Unsurunya tidak hanya


satu tetapi banyak sekali, suatu masalah signifikansi khusus dalam kesehatan masyarakat
maupun praktisi bidang lain yang menawarkan bantuan. Sektor publik termasuk organisasi
kesehatan nirlaba, neroperasi dalam lingkungan yang cara memperoleh sumber dayanya
(pajak atau sumbangan amal) terpisah dari cara pengalokasiannya (Picket, 2009).

Proses pemasaran bergantung pada kemampuan organisasi untuk mengelola barang,


harga, tempat dan promosi). Pengembangan dan pelaksanaan rencana pemasaran sama halnya
dengan perencanaan yang terjadi untuk sebuah program dan harus merupakan bagian dari
proses tersebut. Rencana oemasaran dimulai dengan unpaya untuk menetapkan tujuan
pemasaran yang realistis. Masalahnya dapat berupa epidemic yang merajalela (Picket, 2009).
Masalahnya adalah informasi dan buaya. Oleh karena itu, harus dilakukan upaya yang lebih
besar dalma hal pemerataan disbanding informasi teknis. Langkah berikutnya dalam
perencanaan pemasaran adalah penerapan dan kadang umpan balik sama pentingnya dengan
proses perencanaan yang lain (Picket, 2009).

Pemasaran sosial, penggunaan teknik pemasaran untuk memperkenalkan atau


mengadakan perubahan sosial dikenalkan pada tahun 1971 oleh Kotler dan Zaltman. Karena
pemasaran kesehatan masyarakat biasanya meliputi upaya menciptakan perubahan sosial,
semua upaya tersebut merupakan aktivitas pemasaran sosial (Picket, 2009).

Sedangkan pelayananan merupakan serangkaian kegiatan melalui suatu proses yang


menimbulkan interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik
dan menyediakan kepuasan pelanggan. Sebagai proses, pelayanan berlangsung secara rutin dan
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat (Munir,2000).

Salah satu pelayanan kesehatan di Indonesia yang paling populer adalah rumah sakit
sebagai intuisi jasa mempunyai ciri-ciri yaitu tidak berwujud, merupakan aktivitas pelayanan
antara tenaga medis dan non medis dengan pelanggan, tidak ada kepemilikan, konsumsi
bersamaan dengan produksi dan proses produksi bisa berkaitan atau tidak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Zeithaml dan Bitner (Zeithaml, 2008).

120
Tujuan dari pemasaran pelayanan kesehatan ini tidak lain adalah mempengaruhi persepsi
agar percaya dan tertarik untuk membeli jasa yang ditawarkan. Dalam interaksi dalam
penyampaian jasa dapat berlangsung dalam 3 tingkatan yaitu High-contact services yaitu suatu
jasa yang membutuhkan interaksi yang signifikan antara pelanggan, petugas serta peralatan
dan fasilitas jasa, medium-contacs services suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang
terbatas antara pelanggan, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa, dan low-contacs service
yaitu suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang minimal antara pelanggan, petugas serta
peralatan dan fasilitas jasa (Lovelock, 2005).

Rumah sakit dalam melakukan promosi pemasaran harus bersifat informatif, edukatif,
prespektif, dan preparatif, tidak komparati, berpijak pada dasar yang nyata, tidak berlebihan,
dan berdasarkan KODERSI, khususnya Pasal 23 (KODERSI, 2000).

Keberhasilan manajemen pemasaran sangat tergantung kepada bagaimana orgsnisasi


itu merancang sesuatu yang akan ditawarkannya (yaitu pelayanan) berdasarkan atas kebutuhan
dan harapan pasar sasaran, ketepatan dalam penetapan tarif atau harga, komunikasi dalam
menginformasikan dan memotivasi, serta penyediaan tempat untuk penyelenggaraan
pelayanan itu kepada pasar sasaran. Dalam hal ini ada tujuh butir yang perlu disadari dan
dipahami, yaitu (Hartono, 2010):
a. Pemasaran merupakan proses manajerial yang meliputi analisis, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian. Pemasaran juga dapat dilihat sebagai proses sosial
dimana kebutuhan masyarakat diidentifikasi, dikembangkan, dan dipenuhi atau
dilayankan oleh suatu institusi.
b. Pemasaran mewujudkan dirinya dalam bentuk program yang dirumuskan dengan
cermat, bukan sekedar kegiatan-kegiatan acak untuk merespon. Jika seorang Direktur
Rumah Sakit sekedar menyuruh seorang stafnya mengiklankan rumah sakitnya, itu
tidak dapat dikatakan sebagai pemasaran.
c. Pemasaran menghendaki terselenggaranya tukar-menukar secara sukarela. Dengan
pemasaran memang diharapkan terjadi tukar-menukar, tetapi bukan karena paksaan
atau peraturan, melainkan atas dasar suka sama suka.
d. Pemasaran berarti pengelompokan pasar ke dalam pasar-pasar sasaran agar dapat
memberikan pelayanan yang sesuai. Bukan sebuah nafsu besar untuk melayani semua
pasar dengan sesuatu yang seragam.

121
e. Pemasaran bertujuan untuk membantu organisasi menjamin keselamatan dan
kesehatannya dengan cara melayani sebaik-baiknya pasar sasaran. Dalam hal ini
harus diingat bahwa rumah sakit bukan organisasi yang murni bisnis. Artinya, harus
diupayakan keseimbangan antara mengejar laba dengan menyehatkan klien atau
pasien.
f. Keberhasilan pemasaran sangat ditentukan oleh kesesuaian pelayanan yang
ditawarkan dengan kebutuhan dan harapan pasar sasaran. Bukan oleh kesesuaian
pelayanan dengan selera pribadi dari si penghasil produk (rumah sakit).
g. Pemasaran adalah upaya untuk mensinergikan sejumlah kegiatan, yaitu perancangan
pelayanan, penetapan tarif atau harga, komunikasi atau promosi, dan penyediaan
tempat untuk penyelenggaraan pelayanan, dalam satu perangkat yang disebut
marketing mix.

H. KONSEP MANAJEMEN PEMASARAN KESEHATAN

Menurut Cooper, konsep pemasaran pelayanan kesehatan sebagai berikut (Cooper,


1994 ditinjau dari Lita, 2003):
a. Konsep pelayanan
Orientasi rumah sakit hanya untuk memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik.
b. Konsep penjualan
Orientasi rumah sakit hanya pada untuk mencapai pemanfaatan fasilitas yang memadai.
c. Konsep pemasaran perawatan kesehatan
Suatu orientasi sistem manajemen kesehatan yang menerima bahwa tugas pokok dari
sistem tersebut adalah untuk menentukan keinginan, kebutuhan, nilai-nilai untuk target
pasar, dan ukuran sistem sebagai cara untuk menyampaikan tingkat kepuasan yang
diinginkan konsumen.

Dari perkembangan konsep pemasaran tersebut, maka jelas terlihat adanya pergeseran
dari rumah sakit dari dokter sebagai sentral, menjadi pasien sebagai sentral. Rumah sakit
harus memperhatikan kebutuhan, keinginan dan nilai-nilai yang dirasakan pasien. Faktor
kepuasan pasien merupakan hal yang penting diperhatikan pihak rumah sakit. Pemasaran
dalam sektor jasa kesehatan sangat berbeda dengan sektor manufaktur dan jasa lainnya,
seperti halnya industri obat-obatan, hotel, dan lain-lain (Lita, 2003).

122
Produk-produk manufaktur diperbolehkan untuk diiklankan dalam media masa baik
cetak maupun elektronik. Sementara jasa kesehatan secara etis dan moral tidak diperbolehkan
untuk diiklankan atau diungkapkan secara terbuka kepada khalayak umum. Setiap tenaga
profesional menjunjung tinggi sumpah profesi untuk menggunakan segala ekpertisnya
menurut etika profesi dan nilai-nilai moral. Pasien tidak boleh dieksploitasi demi popularitas
profesi atau industri kesehatan. Pemasaran jasa kesehatan hanya diperbolehkan melalui
brosur, leaflet,atau buletin mingguan, bulanan, triwulan dan lain-lain (Elu, 2004).

Dalam pelayanan kesehatan konsep “pemasaran” (marketing) nampaknya lebih


berkonotatif negatif daripada positif, karena membangkitkan pemikiran ke arah promosi
periklanan dan penjualan (sales), padahal hakekat pemasaran adalah komunikasi. Dengan
demikian promosi sebagai alat pemasaran Rumah Sakit dapat dilakukan dan lebih merupakan
penyuluhan yang bersifat informatif, edukatif, preskriptis, dan preparatif bagi khalayak ramai
umumnya dan pasien khususnya. Berikut uraiannya (Soeparto, et al., 2006):
a. Informatif adalah memberikan pengetahuan menganai hal ikhwal yang ada relefansinya
dengan berbagai pelayanan dan program Rumah Sakit yang efektif bagi pasien atau
konsumen.
b. Edukatif adalah memperluas cakrawala khalayak ramai tentang berbagai fungsi dan
program Rumah Sakit, penyelenggaraan kegiatan, upaya kesehatan di Rumah Sakit
yang bersangkutan .
c. Preskriptif adalah petunjuk kepada khalayak ramai pada umumnya dan pasien pada
khususnya tentang peran pencari pelayanan kesehatan dalam proses diagnosis dan
terapi.
d. Preparatif adalah membantu pasien atau keluarga pasien dalam proses pengambilan
keputusan.

Rumah sakit di Indonesia juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah


ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sehingga konsep pemasaran yang
diterapkan oleh rumah sakit tidak menyimpang dari ketentuan yang ada dan merugikan
pemakai jasa kesehatan. Pemasaran rumah sakit harus memperhatikan etika rumah sakit dan
etika profesi, dan inilah yang membedakan rumah sakit dengan bisnis jasa lainnya (Lita,
2003).

123
Departemen Kesehatan RI memberikan kebijakan dalam pemasaran rumah
sakit yaitu (Djojodibroto, 1997 ditinjau dari Lita, 2003):
a. Pemasaran rumah sakit dapat dilaksanakan agar utilisasi rumah sakit menjadi
lebih tinggi sehinggga akhirnya dapat meningkatkan rujukan medik dan
meluaskan cakupan yang selanjutnya memberi kontribusi terhadap peningkatan
derajat kesehatan penduduk.
b. Pemasaran rumah sakit hendaknya tidak dilepaskan dari tujuan pembangunan
kesehatan yakni antara lain: meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan agar
derajat kesehatan penduduk menjadi lebih baik. Pemasaran tidak boleh lepas juga
dari dasar-dasar etik kedokteran dan etika rumah sakit serta ketentuan hukum
yang berlaku.
c. Promosi yang merupakan bagian dari pemasaran sudah pasti berbeda dengan
promosi perusahaan umum yang mempunyai tujuan mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya. Promosi rumah sakit harus selalu penuh kejujuran. Konsumen
dalam pelayanan rumah sakit selalu mempunyai pilihan yang sempit dan sangat
tergantung kepada rumah sakit dan dokter. Sifat hakiki ini harus dihayati.
d. Ikatan Dokter Indonesia dan PERSI sangat penting perannya dalam merumuskan
pemasaran dan promosi yang sehat dalam bidang rumah sakit.
e. Pemasaran dan promosi rumah sakit jangan sampai menimbulkan keadaan supply
created demand yang merugikan masyarakat.
f. Dalam memasarkan jasanya rumah sakit bisa sendiri-sendiri atau bisa juga
kolektif tergantung jenis jasa apa yang akan dipasarkan.
g. Cara pemasaran yang diperbolehkan adalah:
Internal:
 Meningkatkan pelayanan kesehatan.
 Kuesioner pada masyarakat.
 Mobilisasi dokter, perawat, dan seluruh karyawan rumah sakit.
 Brosur/leaflet/buletin.
Eksternal:
 Informasi tentang pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit
 dengan cara informasi yang tidak melanggar etik rumah sakit
 dan kedokteran.
124
 Menggunakan media masa.
 Informasi tarif harus jelas.
 Meningkatkan hubungan dengan perusahaan/badan-badan di luar rumah sakit.
 Menyelenggarakan seminar-seminar di rumah sakit.
 Pengabdian masyarakat.
h. Kegiatan promosi yang dapat dilaksanakan adalah:
 Advertensi melalui majalah kedokteran, buku telepon.
 Personal selling tidak dibenarkan untuk mencegah komitmen yang tidak sehat
dari pihak promotor dan calon pembeli.
 Sales promotion hanya diperkenankan melalui ”open house” dengan tujuan
agar masyarakat mengenal lebih dekat dan lebih jelas.
 Publisitas diperkenankan dalam bentuk brosur atau leaflet yang berisi fasilitas
dan jasa yang ada di rumah sakit tanpa memuat katakata ajakan atau bujukan.

Akan tetapi dalam pemasaran rumah sakit terdapat pro dan kontra yaitu (Sabarguna,
2005):
a. Konsep
Bagi yang pro mengatakan bahwa pemasaran lebih dari iklan tetapi mengarah pada
pertukaran yang menguntungkan, sedangkan yang kontra mengatakan pemasaran
merupakan iklan dan penjualan.

125
b. Proses
Proses yang terjadi bagi yang pro merupakan proses memenuhi kebutuhan pasien,
dan bagi yang kontra menyatakan pemasaran rumah komersialisasi layanan yang
seharusnya bersifat sosial.
c. Akibatnya
Bagi yang pro menyatakan, akan membantu pasien untuk memilih layanan yang
rasional, sedangkan bagi yang kontra, melihat akan terjadi kompetisi dan
peningkatan biaya.

d. Kompetisi
Bagi yang pro mengatakan akan adanya kompetisi yang merupakan realitas yang
ada akan menyebabkan efektifitas dan efisiensi serta akan adanya usaha untuk
mempertahankan hidup, sedangkan bagi yang kontra menyatakan akan terjadinya
pemakaian yang tidak perlu dan kompetisi akan mengarah pada pemenuhan tempat
tidur bukan pada pelayanan yang baik.

e. Dasarnya
Bagi yang pro pemasaran rumah sakit merupakan konsep yang dapat digunakan
baik atau buruk tergantung yang memakainya, sedangkan bagi yang kontra
menganggap pemakaian yang salah dari pemasaran rumah sakit akan
menghancurkan reputasi pelayanan kesehatan.

f. Contohnya
Bagi yang pro pemasaran rumah sakit akan menyebabkan pendeknya waktu
perawatan, sedangkan bagi yang kontra rumah sakit akan seperti toko yang ada
potongan harga.

I. CONTOH PENERAPAN

Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa
yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen yang ada maupun konsumen potensial. Pada
bidang kesehatan khususnya pada pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas
ataupun klinik sangat membutuhkan sistem manajemen pemasaran untuk memperkenalkan

126
segala isi barang/jasa yang ditawarkan serta kelebihan yang dimiliki guna memberi persepsi
agar percaya dan tertarik untuk membeli jasa yang ditawarkan intansi layanan kesehatan.

Ada 10 komponen dalam manajemen pemasaran yang perlu diperhatikan khususnya


pada bidang pelayanan kesehatan, yaitu:

a. Barang
Tak dapat dipungkiri bahwa barang sangat mempengaruhi hasil dari pelayanan
kesehatan yang diberikan selain dari skill pemberi pelayanan seperti dokter, kualitas
dari barang sbagai fasilitator pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan demi efektivitas
dan kenyamanan pemberian jasa pelayanan kesehatan kepada konsumen. Contoh:
dental unit yang nyaman dengan peralatan yang mumpuni dan canggih tentu lebih
membuat pasien nyaman daripada dental unit yang tua dengan peralatan yang
seadanya.

b. Jasa
Pada bidang pelayanan kesehatan salah satu komponen ini menjadi hal yang sangat
penting untuk ditingkatkan kualitasnya demi meningkatkan kepercayaan konsumen.
Sebagai contoh pada bidang pelayanan kesehatan pemberian jasa yang tepat dapat
berupa skill pemberi jasa layanan kesehatan seperti dokter, perawat, dll dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sehingga proses pengobatan ataupun
penyebuhan dari pasien menjadi efektif dan menciptakan rasa nyaman bagi pasien.
Hal diatas akan lebih sempurna bila diimbangi juga dengan sikap ramah pemberi
layanan kesehatan terhadap konsumen tanpa membeda-bedakan status sosial.

c. Pengalaman
Pengalaman dari instansi pelayanan sangat berpengaruh pada persepsi konsumen
terhadap instansi tersebut. Sebagai contoh rumah sakit X pernah melakukan operasi
face off dan berhasil sehingga wajah penderita kerusakan muka mendapatkan bentuk
muka yang sama seperti sebelumnya dengan kemiripan 90% dan hal tersebut belum
pernah didapatkan di instansi pelayanan kesehatan yang lain, maka dengan
pengalaman seperti itu para konsumen yang ingin memperbaiki bagian tubuhnya yang
rusak akan datang ke rumah sakit X untuk meminta pelayanan jasa yang sama.
127
d. Events
Instansi pelayanan kesehatan menyelenggarakan beberapa kegiatan yang tepat dengan
sasaran kalangan masyarakat yang tepat sehingga masyarakat mempunyai persepsi
percaya dan tertarik dalam menggunakan jasa yang ditawarkan oleh instansi
kesehatan tersebut. Contoh: bakti sosial khitan massal dan operasi katarak pada
daerah berpenduduk kurang mampu.

e. Persons
Pemasaran layanan jasa dari instansi kesehatan dapat melalui sesorang public figure
yang biasanya bersifat kharismatik sehingga apapun yang dikatakan public figure
tersebut dapat merubah persepsi orang lain sehingga percaya dan tertarik akan
layanan jasa yang ditawarkan oleh instansi pelayanan kesehatan. Contoh seperti
rekomendasi dari public figure seperti artis, politikus, ataupun dokter yang tersohor
untuk berobat pada suatu instansi kesehatan.

f. Tempat
Tempat yang strategis juga perlu dipertimbangkan sebelum membuka instansi jasa
pelayanan kesehatan. Konsumen cenderung memilih untuk datang ke tempat yang
mudah untuk diakses dan dekat dengan fasilitas lain seperti mall, restaurant, café, dll.

g. Properti
Dalam hal ini yang dimaksud dengan properti yaitu seperti gedung yang merupakan
tempat bagi instansi pelayanan tersebut berdiri dan memberikan pelayanan jasa
kepada konsumen.

h. Organisasi
Dalam suatu instansi pelayanan kesehatan perlu suatu organisasi yang akan mengatur
bagaimana sistem pelayanan rumah sakit akan berlangsung dengan baik dan benar
kepada konsumen, serta membuat peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan
kepada konsumen seiring bertambahnya waktu namun tetap mengkuti etika yang
berlaku.

128
i. Informasi
Perlu adanya informasi yang diberikan oleh instansi pelayanan kesehatan pada
konsumen guna menyambungtali komunikasi antara dua pihak dan meningkatkan
kepercayaan konsumen pada instansi tersebut, media informasi dapat berupa: website,
sosial media, brosur, dll.

j. Ide
Tentunya stiap penyedia barang/jasa harus mempunyai ide yang kreatif guna makin
meningkatkan ketertarikan konsumen akan barang/jasa yang diberikan. Dalam hal
pelayanan kesehatan sebagai contoh: penyelenggaraan acara bakti sosial, ataupun
penambahan fitur baru dalam fasilitas dalam instansi seperti kafe ataupun wahana
bermain anak.

129
BAB 11

Manajemen Keuangan

1. PENDAHULUAN
Manajemen keuangan yang dahulunya dikenal dengan ilmu belanja atau pembelanjaan
perusahaan baru berkembang dan diperkenalkan pada awal abad XX. Sekarang ini Ilmu
Keuangan telah berkembang secara pesat. Pada setiap perusahaan, kunci utama pengendalian
selain terletak pada keuangan perusahaan tersebut juga terletak pada kegiatan operasionalnya.
Manajemen keuangan tidak hanya dijadikan sebagai suatu pedoman dalam perhitungan
keuangan untuk mengelola dana perusahaan, namun juga sebagai sumber informasi yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah dan perencanaan untuk
keberhasilan pengembangan Rumah Sakit.

2. TUJUAN MEMPELAJARI TEMA

Secara umum akuntansi tidak lepas dari biaya (cost), dengan perhitungan biaya yang
berbeda akan menghasilkan akuntansi biaya yang berbeda pula serta berdampak pada
pengambilan keputusan yang berbeda. Dengan demikian untuk pengambilan keputusan yang
tepat serta keberhasilan perencanaan diperlukan sistem dan pelaksanaan akuntansi Rumah
Sakit secara optimal (Henni, 2009).
Jadi, tujuan dari mempelajari manajemen keuangan di pelayanan kesehatan selain
sebagai suatu pedoman dalam perhitungan keuangan untuk mengelola dana perusahaan, juga
sebagai sumber informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam pemecahan
masalah dan perencanaan untuk keberhasilan pengembangan Rumah Sakit.

3. PENJELASAN DARI TEMA

3.1 Manajemen
Pengertian manajemen didefinisikan dalam berbagai cara, tergantung dari titik
pandang, keyakinan serta pengertian dari pembuat definisi. Secara umum, pengertian
manajemen adalah pengelolaan suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan cara menggerakkan orang-orang lain untuk
bekerja. Pengelolaan pekerjaan itu terdiri dari bermacam ragam, misalnya berupa pengelolaan
industry, pemerintahan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lain-lain. Bahkan hampir setipa
130
aspek kehidupan manusia memerlukan pengelolaan. Oleh karena itu manajemen ada dalam
setiap aspek kehidupan manusia dimana terbentuk suatu kerja sama (organisasi) (Yayat M,
2001).
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan
melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi,
manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Yang
diatur adalah semua unsur-unsur manajemen yang terdiri dari men, money, methods,
materials, machines dan market (Hasibuan dan Malayu, 2009).
Dalam kegiatan apa saja, agar kegiatan tersebut dapat mencapai tujuannya secara
efektif diperlukan pengaturan yang baik. Demikian juga kegiatan dan atau pelayanan
kesehatan masyarakat memerlukan pengaturan yang baik, agar tujuan tiap kegiatan atau
program itu tercapai dengan baik. Proses pengaturan kegiatan ilmiah ini disebut manajemen
(George, 1990).
3.1.1 Fungsi Manajemen
Secara garis besar, fungsi manajemen adalah:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih
yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Perencanaan merupakan fungsi seorang
manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan, kebijaksanaan, prosedur, dan
program dari alternatif yang ada.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokkan dan pengaturan
bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan
orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan,
menetapkan wewenang yang secara relatif dedelegasikan kepada setiap indivisu yang
akan melakukan aktivitas tersebut.
3. Pengarahan (Actuating)
Pengarahan adalah mengarahkan semua staff agar mau bekerjasama dan bekerja efektif
untuk mencapai tujuan.
4. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar
sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana (Hasibuan dan Malayu, 2009).
3.1.2 Prinsip Manajemen
131
Prinsip manajemen dari Fayol yaitu:
1. Pembagian Kerja (Division of Work): Membagi pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang
terspesialisasi dan membebankan tanggung jawab kepada individu tertentu.
2. Otoritas (Authority): Mendelegasikan otoritas bersama-sama dengan tanggung jawab
3. Disiplin (Discipline): Membuat ekspetasi-ekspetasi menjadi jelas dan menghukum
pelanggaran-pelanggaran.
4. Kesatuan perintah (Unity of Command): Setiap pekerja harus berada dibawah satu
pengawas saja.
5. Kesatuan arah (Unity of direction): Upaya-upaya para pekerja harus difokuskan untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
6. Kepentingan pribadi mengalah terhadap kepentingan umum (subordination of individual
interest to the general interest): Kepentingan umum harus diutamakan.
7. Renumerisasi (Renumeration): Memberikan imbalan secara sistematis bagi upaya-upaya
yang mendukung arah organisasi.
8. Sentralisasi (centralization): Menentukan kepentingan relative dari peran atasan dan
bawahan.
9. Rantai scalar (scalar chain): Menjaga komunikasi berada dalam rantai pemerintah.
10. Urutan (order): Mengurutkan pekerjaan dan bahan-bahan sehingga mendukung arah
organisasi.
11. Pemerataan (equality): Disiplin dan urutan yang adil meningkatkan komitmen pekerja.
12. Stabilitas dan masa jabatan (stability and tenure of personel): Meningkatkan loyalitas
dan kelangsungan hidup pekerja.
13. Inisiatif (inisiative): Mendorong para pekerja untuk bertindak atas inisiatif sendiri dalam
rangka mendukung arah organisasi.
14. Semangat kebersamaan (esprit de corps): Mendukung penyatuan kepentingan para
pekerja dan manajemen (Thomas dan Scott, 2008).

3.2 Keuangan

3.2.1 Tiga bidang keuangan

Disiplin ilmu keuangan dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu Keuangan perusahaan
(corporate finance); Investasi (investment) dan Pasar keuangan dan perantara (Financial
market and intermediaries). Bidang terakhir mungkin lebih dikenal dengan istilah perbankan

132
(banking). Masing-masing bidang melibatkan suatu transaksi yang sama tetapi dari sudut
pandang yang berbeda. Perhatikan Gambar berikut ini :

Pasar finansial

PERUSAHAAN
Pertukara investasi
-Keputusan investasi n Rp dan
DUNIA aktiva
-Keputusan finansial
Pendanaan

-Kebijakan Deviden

Perantara finansial

Keputusan investasi adalah keputusan keuangan (financial decision) tentang aktiva


mana yang harus dibeli perusahaan. Aktiva tersebut berupa aktiva riil (real assets). Aktiva riil
dapat berupa aktiva nyata (tangible assets) seperti mesin, gedung, perlengkapan, atau berupa
aktiva tidak nyata (intangible asstes) seperti paten, hak cipta, merk. Keputusan investasi dapat
dibagi menjadi dua, yaitu jangka panjang, yakni yang melihatkan pembelian aktif tetap, serta
jangka pendek yang melibatkan investasi pada aktif lancar (kas, piutang, persediaan atau
disebut juga modal kerja) guna mendukung opersai perusahaan.
Keputusan pendanaan adalah keputusan keuangan tentang dari mana dana untuk
membeli aktiva tersebut berasal. Ada dua macam dana atau modal, yaitu modal asing
seperti hutang bank, obligasi dan modal sendiri seperti laba ditahan, saham. Keputusan
pendanaan jangka panjang akan membawa dampak pada struktur modal adalah perbandingan
antara modal sendiri dengan hutang (biasanya hutang jangka panjang) perusahaan. Keputusan
pendanaan jangka pendek meliputi hutang jangka pendek seperti hutang wesel dan hutang
dagang.
3.2.2 Prinsip-prinsip Keuangan

133
Untuk dapat memahami transaksi keuangan serta pembuatan keputusan keuangan, kita
perlu mempelajari prinsip-prinsip keungan. Prinsip-prinsip keuangan terdiri atas himpunan
pendapat-pendapat yang fundamental yang membentuk dasar untuk teori keuangan dan
pembuatan keputusan keuangan.
a. Prinsip “Self interest behaviour”
Prinsip ini mengatakan “People act in their own, financial self interest”. Inti prinsip ini
adalah orang akan memilih tindakan yang memberikan keuntungan (secara keuangan) yang
terbaik bagi dirinya.
b. Prinsip “Risk Aversion”
Prinsip ini mengatakan “When all else is equal, people prefer higher return and lower
risk”. Inti prinsip ini adalah orang akan memilih alternatif dengan rasio keuntungan (return)
dan risiko (risk) terbersar. Misalnya, proyek A dan B memiliki risiko yang sama tetapi A
menjanjikan keuntungan lebih besar, maka investor akan memilih proyek A karena memiliki
rasio keuntungan dan risiko yang paling besar.
c. Prinsip incremental benefit
Prinsip ini mengatakan “Financial decisions are based on incremental benefit”. Prinsip
ini mengajarkan bahwa keputusan keuangan harus didasarkan pada selisih antara nilai dengan
suatu alternatif fan nilai tanpa alternatif tersebut.
d. Prinsip “Risk-return trade –off”
Prinsip ini mengatakan “there is a trade off between risk and return”. Orang menyukai
keuntungan tinggi dengan risiko rendah (prinsip risk aversion). Kondisi “high return, low
risk” ini tidak akan tercapai karena semua orang menginginginkannya (prinsip self-interest
behaviour). Dengan kata lain, prinsip ini mengatakan “jika anda menginginkan keuntungan
besar, bersiaplah untuk menanggung risiko yang besar pula” atau “high risk, high return”.

3.2.3 Analisis Laporan Keuangan

Kondisi kesehatan maupun kinerja suatu perusahaan dapat kita analisis melalui
laporan keuangan. Bagi para analis bisnis, analisis keuangan digunakan untuk menganalisis
posisi dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan informasi laporan
(Prasnanugraha, 2007).
Pimpinan perusahaan atau manajemen sangat berkepentingan terhadap laporan
keuangan yang telah di analisis, karena hasil tersebut dapat dijadikan sebagai alat dalam
pengambilan keputusan lebih lanjut untuk masa yang akan datang. Dengan menggunakan

134
analisis rasio, berdasarkan data dari laporan keuangan, akan dapat diketahui hasil-hasil
finansial yang telah di capai di waktu-waktu yang lalu, dapat diketahui kelemahan-kelemahan
yang dimiliki perusahaan, serta hasil-hasil yang di anggap cukup baik (Meta, 2009).

3.2.4 Analisis Rasio Keuangan

Analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
gambaran perkembangan finansial dan posisi finansial perusahaan. Analisis rasio keuangan
berguna sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial
yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi
kreditor dan investor untuk menetukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal
suatu perusahaan (Usman, 2003).
Analisa rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan
dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari
masing-masing komponen yang membentuk rasio (Wild, 2005)
Jenis-jenis rasio keuangan menurut Freddy Rangkuti adalah :
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya (Rangkuti, 2006). Rasio likuiditas untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial jangka pendek. Rasio likuiditas dapat
dihitung berdasarkan informasi modal kerja pos-pos aktiva lancar dan hutang
lancar. Beberapa jenis rasio likuiditas dan rumus perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut
(Arifin J. 2006):
a. Current Ratio
Current ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Rumus
untuk menghitung current rasio adalah sebagai berikut :
Current Ratio = Aktiva Lancar
Kewajiban Lancar
b. Cash Ratio atau Ratio of Immediate Solvency
Cash Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid
assets). Rumusannya adalah sebagai berikut :
Cash Ratio = (Kas + Efek )

135
Kewajiban Lancar
c. Quick Ratio atau Acid Test Ratio
Quick Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid
assets), rumus quick ratio adalah sebagai berikut :
Quick Ratio = (Kas + Efek + Piutang)
Kewajiban Lancar
d. Working Capital to Total Assets Ratio
Working Capital to Total Assets Ratio dipergunakan untuk mengukur likuiditas dari total
aktiva dan posisi modal kerja (netto). Rumusnya sebagai berikut :
Working Capital Ratio = (Aktiva Lancar + Kewajiban Lancar)
Jumlah Aktiva

2. Rasio Hutang (Leverage ratio)


Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur seberapa besar kegiatan operasional perusahaan
dibiayai oleh modal pinjaman (Rangkuti, 2006). Rasio Leverage (rasio hutang), rasio ini
digunakan untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang atau
dibiayai oleh pihak luar. Data yang digunakan untuk analisis Leverage adalah neraca dan
laporan laba rugi. Rasio Leverage diantaranya adalah sebagai berikut (Arifin J. 2007):
a. Total Debt to Equity Ratio
Total Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur bagian setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk
menghitung Total Debt to Equity Ratio sebagai berikut:
Total Debt to Equity Ratio = Kewajiban Lancar + Kewajiban Jangka Panjang
Jumlah modal sendiri
b. Total Debt to Total Capital Assets
Total Debt to Total Capital Assets digunakan untuk mengukur bagian aktiva yang
digunakan untuk menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk menghitung
sebagai berikut:
Total Debt to Capital Assets = Kewajiban Lancar + Kewajiban Jangka Panjang
Jumlah Aktiva
c. Long Term Debt to Equity Ratio

136
Long Term Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumus untuk
menghitungnya sendiri sebagai berikut:
Long Term Debt to Equity Ratio = Kewajiban Jangka Panjang
Modal Sendiri
d. Tangible Assets Debt Coverage
Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang digunakan untuk
menjamin hutang jangka panjang, rumusnya adalah sebagai berikut :
TAD Coverage = (Jumlah Aktiva + Tangible + Hutang Lancar)
Hutang Jangka Panjang

e. Times Interest Earned Ratio


Rasio ini digunakan untuk mengukur besar jaminan keuntungan yang digunakan untuk
membayar bunga hutang jangka panjang. Rumusnya adalah sebagai berikut :
Times Interest Earned Ratio = EBIT
Bunga Hutang Jangka Panjang
3. Rasio Aktivitas (Activity ratio)
Rasio ini bertujuan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktivitas perusahaan dalam
menggunakan dana-dana nya secara efektif dan efisien. Rasio ini dapat mengukur efisiensi
kegiatan operasional suatu perusahaan karena rasio ini didasarkan pada perbandingan antara
pendapatan dengan pengeluaran pada periode waktu tertentu (Rangkuti, 2006). Rasio
Efetivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumberdaya
yang dimiliki. Rasio Aktivitas diantaranya adalah (Arifin J. 2007):
a. Total Assets Turnover
Total Assets Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam
keseluruhan aktiva yang berputar pada suatu periode atau kemampuan modal yang
diinvesasikan untuk menghasilkan “revenue”. Rumusnya sebagai berikut :
Total Assets Turnover = Penjualan Bersih
Total Aktiva
b. Receivable Turnover
Receivable Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
mengelola dana yang tertanam dalam piutang yang berputar pada suatu periode
tertentu. Rumusnya sebagai berikut :
137
Receivable Turnover = Penjualan Kredit
Piutang Rata-rata
c. Average Collection Period
Average Collection Period digunakan untuk mengukur periode rata-rata yang diperlukan
untuk mengumpulkan piutang (dalam satuan hari). Jika menghasilkan angka yang semakin
kecil menunjukan hasil yang semakin baik. Rumusnya adalah sebagai berikut :
Average Collection Period = (Piutang Rata-rata x 360)
Penjualan Kredit
d. Inventory Turnover
Inventory Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam
persediaan yang berputar pada suatu periode tertentu, atau likuiditas dari persediaan dan
tendensi adanya “overstock”. Rumusnya sebagai berikut :
Inventory Turnover = Harga Pokok Penjualan
Persediaan Rata-rata
e. Average Day’s Inventory
Average Day’s Inventory digunakan untuk mengukur periode (hari) rata-rata persediaan
barang dagangan berada di gudang perusahaan. Rumusnya sebagai berikut:
Average Day’s Inventory = (Persediaan Rata-rata x 360 )
Harga Pokok Penjualan
f. Working Capital Turnover
Working Capital Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan modal kerja (netto)
yang berputar pada suatu periode siklus kas (cash cycle) yang terdapat diperusahaan,
dihitung dengan rumus berikut:

Working Capital Turnover = Penjualan Bersih


(Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar)
4. Rasio Keuntungan (Provitability ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur efektivitas keseluruhan manajemen yang
dapat dilihat dari keuntungan yang dihasilkan. Efektivitas manajemen meliputi kegiatan
fungsional manajemen, seperti keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, dan operasional
(Rangkuti, 2006). Rasio Profitabilitas atau Rasio Keuntungan mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, aktiva maupun

138
laba dan modal sendiri. Rasio Profitabilitas atau disebut juga dengan istilah Rentabilitas
diantaranya adalah (Arifin J. 2007):
a. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan
laba bruto per rupiah penjualan, dihitung dengan rumus berikut :
Gross Profit Margin = (Penjualan Bersih – HPP)
Penjualan Bersih

b. Operating Income Ratio atau Operating Profit Margin


Dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba operasi
sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan oleh setiap rupiah penjualan. Rumusnya adalah
sebagai berikut :
OIR = (Penjualan Bersih – HPP – Biaya-biaya)
Penjualan Bersih
c. Operating Ratio
Operating Ratio digunakan untuk mengukur biaya operasi per rupiah penjualan, semakin
kecil angka rasio menunjukan kinerja yang semakin baik. Rumusnya sebagai berikut :
Operating Ratio = (HPP + By Adm.Penjualan & Umum)
Penjualan Bersih
d. Net Profit Margin atau Sales Margin
Net Profit Margin atau Sales Margin digunakan untuk mengukur keuntungan netto atau
laba bersih per rupiah penjualan. Semakin besar angka yang dihasilkan, menunjukan
kinerja yang semakin baik, rumusnya sebagai berikut:
Net Profit Margin = Laba Bersih Setelah Pajak (EAT)
Penjualan Bersih
e. Earning Power Of Total Investment
Digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola modal
perusahaan yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bagi semua investor (pemegang obligasi + saham). Rumusnya sebagai berikut
:
Earning Power Of Total Investment = EBIT
Jumlah Aktiva
f. Net Earning Power Ratio atau Rate Of Return On Investment (ROI)
139
ROI digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Rumusnya sebagai berikut :
ROI = Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Aktiva
g. Rate Of Return for Owners atau Rate of Return on Net Worth
Digunakan untuk mengukur kemampuan modal sendiri dalam menghasilkan keuntungan
bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Rumusnya adalah :
Rate of Return For Owners = Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Modal Sendiri
5. Rasio Penilaian Saham
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur naik atau turunnya nilai saham perusahaan dan
dividen yang diperoleh jika dibandingkan dengan harga pasar yang berlaku (Rangkuti,
2006).
3.3 Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada


intinya berusaha untuk memastikan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan mampu mencapai
tujuannya secara ekonomis yaitu diukur berdasarkan profit. Tugas manajemen keuangan
diantaranya merencanakan darimana pembiayaan bisnis diperoleh, dan dengan cara
bagaimana modal yang diperoleh dapat dialokasikan secara tepat dalam kegiatan bisnis yang
dijalankan, dimana dalam hal ini anggaran merupakan hal penting dalam manajemen
keuangan (George, 1990).
3.3.1 Fungsi
Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat
dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar (Henni, 2009). Ruang
lingkup manajemen keuangan secukupnya hanya mencakup tiga hal utama, yaitu keputusan
keuangan, keputusan investasi dan kebijakan dividen (Handono, 2009).

3.3.2 Tujuan
Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan (The Main Objective of Financial
Management) adalah memaksimumkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham, bukan memaksimumkan profit. Arti memaksimumkan profit, berarti

140
mengabaikan tanggung jawab sosial, mengabaikan risiko, dan berorientasi jangka pendek
(Linna, 2013).
Adapun tujuan dari manajemen keuangan yang efisien memenuhi adanya tujuan yang
digunakan sebagai standar dalam memberi penilaian keefisienan, yaitu :
1. Tujuan normatif manajemen keuangan adalah maximization wealth of stockholders atau
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yaitu memaksimalkan nilai perusahaan.
2. Nilai perusahaan yang belum go-publik dapat diukur dengan harga jual seandainya
perusahaan tersebut dijual. Jadi tidak hanya nilai asset (laporan di neraca) tetapi
diperhitungkan juga tingkat risiko usaha, prospek perusahaan, manajemen lingkungan
kerja dan sebagainya (Linna, 2013).
3.3.3 Manajer Keuangan

Harvard Business School mendefinisikan manajer sebagai orang yang “mendapatkan


hasil melalui orang lain”. Menurut konsultan manajemen, Peter Drucker, manajer adalah
orang yang beratnggung jawab untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi.
Sedangkan definisi manajer dari Australian Institute of Management adalah orang yang
‘merencanakan, memimpin, mengorganisasi mendelegasikan, mengontrol, mengevaluasi dan
menganggarkan dalam rangka mencapai hasil” (Templar, 2006).
Peran dan tanggung jawab manajer keuangan antara lain merencanakan dan
menganalisa pembelanjaan perusahaan, mengatur struktur aktiva (struktur kekayaan
perusahaan), mengatur struktur financial, mengatur struktur modal, menyediakan Laporan
keuangan (Neraca, Laporan Rugi/Laba, dan Laporan Perubahan Modal) (Fuad et al, 2000).
Selain menguasai dasar-dasar teori dan konsep manajemen keuangan, seorang
manajer keuangan pada prakteknya harus memahami pula bidang ilmu lain yang terkait.
Bidang yang sangat berhubungan adalah manajemen, sistem informasi, akuntansi dan
ekonomi. Dari ekonomi mikro, manajer keuangan memanfaatkan pengetahuan tentang
perkiraan inflasi dan suku bunga untuk menghitung biaya modal (Mardiyanto, 2009).
Kriteria penyajian laporan keuangan merupakan hal rawan terhadap kebijakan
manajerial sehingga seorang manajer memiliki peluang untuk menetapkan rekayasa
kebijakan, yang merupakan fleksibilitas dalam memperhitungkan nilai laba yang dilaporkan
(Sulistyanto, 2008). Perbedaan metode pencatatan persediaan dan pengaruhnya terhadap nilai
persediaan pada laporan keuangan merupakan salah satu contoh pentingnya manajer
keuangan memahami akuntansi (Mardiyanto, 2009).

141
Karena manajer adalah individu, kebutuhan informasi yang mereka miliki beragam.
Sistem informasi bermutu tinggi tidak dapat dikembangkan kecuali profesional sistem
informasi dan manajer memahami kerangka manajerial yang menjadi dasar dari
organisasi-organisasi modern (McLeod, 2007). Pengetahuan sistem informasi yang memadai
akan memudahkan seorang manajer keuangan dalam menjawab hal-hal mendasar, seperti :
apa saja yang dibutuhkan, bagaimana informasi disimpan, bagaimana informasi dikirimkan,
dan apa dampak suatu informasi terhadap posisi keuangan perusahaan (Mardiyanto, 2009).

4. PENGANGGARAN MODAL

Penganggaran modal atau Capital Budgeting adalah merupakan proses evaluasi dan
pemilihan investasi jangka panjang yang konsisten terhadap maksimalisasi tujuan
perusahaan. Pentingnya Penggangaran Modal yaitu Keputusan penggaran modal akan
berpengaruh pada jangka waktu yang lama sehingga perusahaan kehilangan fleksibilitasnya;
Penanggaran modal yg efektif akan menaikkan ketepatan waktu dan kualitas dari
penambahan aktiva; Pengeluaran modal sangatlah penting (Mafizatun, 2010).
Penganggaran modal pada dasarnya adalah aplikasi prinsip yang mengatakan bahwa
perusahaan harus menghasilkan keluaran atau menyelenggarakan kegiatan bisnis sedemikian
rupa sehingga hasil imbuh (marginal revenue) produk sama dengan biaya imbuhnya
(marginal cost). Prinsip ini dalam kerangka penganggaran modal berarti bahwa perusahaan
harus melakukan tambahan investasi sedemikian rupa sehingga perolehan imbuh (marginal
returns) investasi itu sama dengan biaya imbuhnya. Daftar berbagai proyek investasi dari
hasil yang tertinggi hingga yang terendah mencerminkan kebutuhan perusahaan akan modal
untuk investasi. Biaya imbuh dari berbagai daftar investasi itu memberi petunjuk tentang
upaya perusahaan untuk memperoleh tambahan modal guna membiayai investasi. Biaya
imbuh modal berarti sejumlah biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk
memperoleh dana dari luar (misalnya meminjam atau menjual saham dan biaya
tumbal/opportunity cost dari dana sendiri yang dapat diperoleh.

5. ARUS KAS (CASH FLOW)

5.1 Pengertian

Kas adalah alat pembayaran yang dimiliki perusahaan dan siap digunakan untuk
investasi maupun menjalankan operasi perusahaan setiap saat dibutuhkan. Karena itu, kas
mencakup semua alat pembayaran yang dimiliki perusahaan yang disimpan didalam

142
perusahaan maupun di bank dan siap dipergunakan. Ringkasan perubahan posisi keuangan
perusahaan dari satu periode ke periode lainnya disebut juga laporan sumber dan penggunaan
dana atau laporan perubahan posisi keuangan disebut laporan arus kas (Rudianto, 2009).
Arus kas (cash flow) secara sederhana dapat dipahami sebagai keluar dan masuknya
kas. Bank devisa atau perusahaan multinasional pasti tidak hanya berurusan dengan satu jenis
mata uang, tetapi paling tidak juga berurusan dengan dua jenis mata uang. Sehingga, dalam
setting bbisnis internasional, arus kas merupakan situasi keluar atau masuknya kas berbagai
satuan mata uang (Joesof, 2008).
Arus kas kegiatan operasi yang tidak lancar merupakan pertanda bagi para analis
untuk memeriksa pertumbuhan piutang dan persediaan yang tidak sehat. Arus kas operasi
yang lancar sekalipun bukan merupakan jaminan kesuksesan. Laporan dibutuhkan oleh
pemakai untuk melihat sampai batas mana kasi dari kegiatan operasi digunakan untuk
mendanai investasi, pembayaran hutan dan dividen. Tingkat kepercayan yang terlalu besar
pada sumber oendanaan dari luar untuk memenuhi kebutuhan dana dapat menimbulkan
dampak yang tidak baik. Secara ringkas, laporan arus kas menyediakan banyak informasi.
Kesulitan pada laporan ini (Seperti halnya pada laporan keungan yang lain) adalah
penggunaannya harus selaras dengan laporan-laporan dan pengungkapan lain unutk
memperoleh pemahaman yang mendalam (James C, 1997).
5.2 Pelaporan Cash Flow
Setiap akhir periode akuntansi, perusahaan diwajibkan membuat laporan keuangan.
Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan, minimal terdiri dari laporan perubahan modal,
laporan laba rugi, dan laporan neraca. Akhir-akhir ini perusahaan juga diminta untuk membuat
laporan arus kas karena laporan arus kas memberikan tambahan informasi kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan (Karsono,2001).
Arus kas umumnya ditulis dalam laporan arus kas (cash-flow report), yaitu catatan
yang menjelaskan perubahan kas dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas
diperoleh dan kemana penggunaannya selama periode tertentu. Format laporan ini sangatlah
bervariasi, serta tidak ada satu pun format yang dibakukan dan disepakati semua orang
(Joesof, 2008).
Tujuan dan fungsi laporan arus kas adalah untuk melaporkan arus masuk dan arus keluar
perusahaan dalam periode berjalan, dibedakan dalam tiga kategori, yaitu Kegiatan operasi,
investasi dan pendanaan (James C, 1997). Laporan arus kas menjelaskan perubahan pada kas
dengan membuat daftar kegiatan yang meningkatkan dan mengurangi kas. Setiap kegiatan
143
arus kas masuk dan keluar dikelompokkan kepada salah satu dari tiga kegiatan ini : Kegiatan
operasi, investasi dan pendanaan (James C, 1997).
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan
prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya
yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi
yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait (UNY, 2009).
Satu-satunya perbedaan penyajian menurut metode langsung dan tidak langsung adalah
laporan kegiatan operasi; kegiatan investasi dan pendanaan pada kedua metode bersifat sama.
Menurut metode langsung arus kas operasi dilaporkan secara langsung menurut
kelompok-kelompok utama penerimaan kas operasi (dari pelanggan) dan pembayaran
(terhadap pemasok dan karyawan). Rekonsiliasi terpisah dari penghasilan bersih terhadap
arus kas bersih dari kegiatan operasi juga harus dibuat. Rekonsiliasi ini berawal dengan
penghasilan bersih yang dilaporkan dan menyesuaikan angka ini uuntuk perkiraan-perkiraan
laoran penghasilan non kas dan perubahan-perubahan yang berhubungan pada
perkiraan-perkiraan neraca untuk menentukan kas yang berasal dari kegiatan operasi (James
C, 1997).
Keuntungan utama dari laporan arus kas (terutama yang menggunakan metode
langsung) adalah para pemakai memperoleh gambaran terperinci tentang trasaksi kas
kegiatan operasi, investasi dan pendanaan perusahaan. Ketiga bagian arus kas ini membantu
pemakai dalam menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan yang mungkin timbul
dimasa depan dan saai ini (James C, 1997).
5.3 Neraca
Neraca disebut juga laporan posisi keuangan yang menunjukkan kondisi atau posisi
keuangan suatu entitas pada suatu tanggal tertentu. Yang dimaksud dengan posisi keuangan
adalah : posisi dari aktiva atau harta (assets), kewajiban (liabilities) dan Modal (Owner's
equality) (Henni, 2009).
Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban/ dan ekuitas dana pada tanggal pelaporan. Neraca
disusun dengan sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dengan Sistem sentralisasi, neraca
disusun secara terpusat oleh bagian akuntansi suatu entitas pelaporan. Sedangkan dengan
desentralisasi neraca disusun oleh entitas-entitas akuntansi yang kemudian digabung oleh
entitas pelaporan. Pada pemerintah daerah, satuan kerja (satker) merupakan entitas akuntansi
yang berkewajiban menyusun laporan keuangan yang akan digabungkan oleh satker menjadi
144
Neraca Daerah. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun neraca
satker dan satker serta mengeliminasi akun-akun timbal balik (UNY, 2009).

Pada dasarnya neraca disusun berdasarkan persamaan dasar akuntansi sebagai berikut:

Aktiva = Hutang + Modal

Aktiva menunjuk pada penggunaan dana, sementara hutang dan modal merupakan
sumber dana. Dana / modal perusahaan secara umum dapat berasal dari hutang kepada
pihak eksternal perusahaan dan hutang kepada pihak internal perusahaan. hutang kepada
pihak eksternal perusahaan dalam akuntansi digolongkan menjadi dua yaitu hutang jangka
pendek dan hutang jangka panjang. Sementara, hutang kepada pihak internal perusahaan
dalam akuntansi disebut sebagai modal (Karsono,2001).

5.4 Neraca dan Cash Flow


Keterkaitan antara Neraca dan laporan arus kas adalah dalam penyajian saldo kas.
Selisih antara saldo awal dan akhir Kas di Bendahara Umum Negara/Kas di Kas Daerah
dalam Neraca merupakan kenaikan/penurunan kas sebagaimana yang disajikan dalam laporan
arus kas. Dengan kata lain selisih saldo awal dan akhir kas di Kas Daerah dalam Neraca harus
sama dengan kenaikan/penurunan kas dalam Laporan Arus Kas. Selain itu saldo akhir kas di
Kas Daerah dalam Neraca harus sama dengan saldo akhir kas di Kas Umum Negara/Daerah
dalam Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas, karena Catatan
atas Laporan Keuangan menjelaskan/ mengungkapkan lebih rinci atas pos-pos dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas tersebut (UNY, 2009).

6. JENIS-JENIS INVESTASI

Investasi (investment) adalah bidang keuangan yang juga berhubungan dengan


keputusan pendanaan perusahaan, tetapi dilihat dari sudut pandang yang lain, bukan dari
pihak perusahaan tetapi dari pihak pemberi modal (investor). Istilah investasi ini dapat
membingungkan. Anda dapat berpikir investor menginvestasikan uangnya (menyediakan
dana) pada perusahan, selanjutnya perusahaan menginvestasikan dana tersebut untuk
membeli aktiva. Ada dua alternatif investasi bagi seorang investor, melalui pasar modal, yaitu
dengan membeli saham dan obligasi perusahaan atau melalui intermediary, misalnya dengan
mendepositokan uang di bank.

145
Istilah Investasi adalah penanaman modal (baik modal tetap maupun modal tidak tetap)
yang digunakan dalam proses produksi untuk memperoleh keuntungan suatu perusahaan.
Investasi penting bagi kelanggengan masa depan perusahaan, tetapi juga merupakan topik
yang secara konseptual sulit dan komplek. Pada pembahasan ini akan melihat pembuatan
keputusan investasi yang memaksimalkan nilai perusahaan, dengan lebih terfokus pada alat
keputusan investasi yaitu net present value (Sumastuti, AM. 2012).

6.1 Investasi Jangka Pendek


Dana kas yang menganggur (Idle cash) adalah kelebihan kas yang tidak diperlukan
dalam waktu dekat. Biasanya kelebihan tersebut dimanfaatkan untuk
membeli/menanamkannya dalam bentuk surat berharga (saham, obligasi, sekuritas lain) yang
dapat segera dijual. Semua sekuritas itu merupakan instrument pasar uang yang dapat
diperjual belikan setiap saat. Selisih antara nilai yang dibayar pada saat pembelian dan nilai
yang diterima pada saat penjualan atau pelunasan merupakan penghasilan bagi pemegang
sekuritas dan biaya bagi penerbit sekuritas. Sebagaimana terjadi dengan penghasilan yang
dikenakan pajak pada pemegang sekuritas, biaya dan kerugian dapat dikurangkan dari
penghasilan oleh penerbit sekuritas. Sekuritas saham dapat berbentuk saham biasa dan saham
preferen (Muti’ah, 2008).
6.2 Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah penanaman sebagian kekayaan suatu perusahaan pada
perusahaan lain dengan maksud untuk memperoleh pendapatan tetap atau untuk menguasai
atau mengendalikan perusahaan tersebut. Investasi jangka panjang dapat berupa penyertaan
dalam bentuk saham, obligasi, dan surat berharga lainnya; dana untuk melunasi hutang
jangka panjang, atau dana khusus lainnya; aktiva lain-lain seperti pembelian tanah dengan
rencana penggunaan dimasa yang akan datang (Muti’ah, 2008).
7. INITIAL INVESMENT (CASH OUT FLOW)

Initial investment (cash out flow) merupakan pengeluaran kas yang diperlukan dalam
rangka pengadaan (pembelian) aset. Biaya-biaya dalam pembelian seperti biaya masuk dan
biaya pengiriman dapat dilihat dan dapat ditambahkan dengan nilai aset tersebut atau
dikapitalisasi (Soegiono, 2009).
Initial investment = nilai assets + biaya instalasi + biaya asset lainnya – penjualan asset
lama

146
Dalam melakukan penggantian aktiva yang lama, penjualan aktiva lama tersebut akan
dapat mengurangi COF itu sendiri. Kemudian hasil perolehan aktiva yang lama menjadi
subjek pajak, dengan berbagai kemungkinan berikut ini (Soegiono, 2009).

8. METODE EVALUASI KELAYAKAN RENCANA INVESTASI

8.1 Accounting Rate of Return


Metode Accounting Rate of Return (ARR) atau disebut juga dengan istilah Average
Rate of Return menunjukkan presentase neto setelah pajak yang dihitung dari investasi
rata-rata (average investment) atau dari initial investment (invetasi awal). Perhitungan metode
ini menggunakan data laba setelah pajak dan investasi dengan rumus berikut (Arifin, 2007) :

Kelebihan dari metode ini adalah :


II. Sederhana dan mudah dimengerti
III. Metode ini menggunakan data akuntansi yang sudah tersedia sehingga tidak memerlukan
perthitungan tambahan.
Kekurangan dari metode ini adalah:
1. Tidak memperhitungkan “time value of money”
2. Menitik beratkan pada laba akuntansi dan bukan pada arus kas dari investasi
bersangkutan.
3. Merupakan pendekatan jangka pendek dengan menggunakan angka rata-rata yang dapat
menyesatkan.
4. Kurang memperhitungkan jangka waktu investasi
Setelah menghitung accounting rate of return dari investasi tersebut, kita
membandingkannya dengan minimum accounting rate of return yang disyaratkan perusahaan.
Apabila Accounting Rate of Return dari investasi tersebut lebih besar dari nilai minimum
yang di syaratkan perusahaan, maka investasi tersebut dapat diterima. Jika sebaliknya yang

147
terjadi, maka investasi di tolak (Fuad et al, 2000; Arifin, 2007)
8.2 Payback Period
Payback Period atau periode pengembalian investasi adalah suatu periode atau jangka
waktu yang diperlukan untuk dapat menutup kembali investasi menggunakan aliran kas neto
atau proceed. Seperti hal nya metode ARR di atas, metode ini juga mengabaikan nilai waktu
uang (Arifin, 2007). Ada pula yang mengatakan pengertian dari Payback Period antara lain
adalah, suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial
cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Dengan kata lain Payback Period
merupakan rasio antara initial cash ratio dan cash inflow yang hasilnya merupakan satuan
waktu (Umar, 2000).

Layak tidaknya
suatu investasi dilakukan
dengan membandingkan
periode waktu maksimum yang ditetapkan dengan hasil hitungan. Jika hasil perhitungan
menunjukkan jangka waktu yang lebih pendek atau sama dengan waktu maksimum yang
ditetapkam. Investaso dinyatakan layak. Sebaliknya, jika hasil perhitungan menunjukkan
jangka waktu yang lebih lama dari yang diisyaratkan, investasi sebaiknya ditolak (Arifin,
2007).

8.3 Net Present Value

Nilai tunai bersih atau (Net Present value atau NPV) adalah membandingkan nilai
tunas arus kas masuk bersih dengan nilai tunai pengeluaran modal untuk investasi. Jika
NPV positif dan proses layak, maka artinya bisa dilaksanakan. Jika NPV negatif, maka
artinya netral. Sedangkan jika hasilnya nol, maka artinya netral (Mafizhatun N, 2010).

148
Dimana k adalah tingkat pengembalian yang diminta, sedengkan variabel lainnya
sama dengan yang telah disebutkan sebelumnya (Van Horne, 2007).

8.4 Internal Rate of Return

Metode Internal Rate of Return (IRR) dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang
akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proceed yang diharapkan akan diterima (PV of
future proceeds) sama dengan jumlah sekarang dari pengeluaran modal (PV of capital
outlays). Perhitungan secara manual dilakukan dengan metode trial and error atau dengan
mencoba pada berbagai tingkat suku bunga dengan bantuan tabel NPV (Arifin, 2007).
Menurut Van Horne, tingkat pengembalian internal (internal rate of return) untuk suatu
proposal investasi adalah tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas
(cash flows-CF) bersih yang diharapkan dengan arus kas keluar awalnya (initial cash
outflow-ICO). Jika arus kas keluar awal atau biaya yang terjadi pada perio 0, maka akan
disajikan oleh tingkat diskontonya, atau IRR sebagai berikut (Van Horne, 2007) :

Jadi, IRR adalah tingkat bunga yang mendiskontokan aliran arus kas bersih di masa
mendatang—CF1 melalui Cfn—agar sama dengan nilai arus keluar awal (ICO) pada periode
0 (Van Horne, 2007). NPV dari sebuah investasi akan bernilai nol jika kita menggunakan
tingkat estimasi ini sebagai tingkat imbal hasil yang diinginkan dalam menghitung NPV
(Blocher, 2007).
Contoh :
PT. DEF sedang mempertimbangkan usulan investasi berikut ini : Initial investment Rp
12.950.000,00. Umur ekonomis 10 tahun. CIF tahunan Rp 3.000.000,00. COC 12%.
PVIFA r%, 10 tahun = 12.950.000/3.000.000 = 4,317. Jika dilihat dari indeks berada di
antara 18% dan 20% (Arief Sugino, 2009).

149
8.5 Profitability Index

Profitability index atau benefit cost ratio adalah perbandingan antara nilai sekarang
dari aliran kas masuk di masa yang akan datang dengan nilai investasi. Ini dinyatakan sebagai
: Selama PI tersebut sama dengan atau lebih besar dari satu, maka kita akan menerima usulan
investasi tersebut (Sumastuti, AM. 2012).

Selama IP adalah 1,00 atau lebih besar, proposal investasi tersebut dapat diterima. IP
yang lebih besar dari 1,00 memiliki arti bahwa nilai sekarang proyek tersebut lebih besar
daripada arus kas keluar awalnta, yang akhirnya mengandung arti bahwa nilai sekarang
bersihnya lebih dari nol (Van Horne, 2007).

9. ANALISIS BREAK EVENT POINT (BEP)

Analisis BEP adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam
unit atau ruoiah yang menujukkan biaya sama dengan pendapatan. Titik tersebut dinamakan
titik BEP. Dengan mengetahui titik BEP, analisis dapat mengetahui pada volume penjualan,
berapa perusahaan mencapai titik impasnya, yaitu tidak rugi tetapi juga tidak untung. Apabila
penjualan suatu perusahaan melebihi titik itu, maka perusahaan mulai mendapatkan untung
(Herry dan Fitri, 2009).
150
BEP dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu:

a. Pendekatan Grafik: BEP terjadi pada titik persilangan antara garis penghasilan penjualan
dan garis total biaya.
b. Metode Trial daan error
c. Pendekatan matematis (Hidayat Wiweko, 2009).
Rumus Matematika untuk BEP adalah:

Total Biaya Tetap


BEP (unit) =
Harga jual per unit – Biaya Variabel/unit

Total biaya tetap


BEP (Rp) =
Total biaya variabel
Total Hasil penjualan

Dalam melakukan analisis BEP diperlukan estimasi mengenai biaya tetap, biaya
variable dan pendapatan. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang
besarrnya tetap, dan tidak tergantung dari volume penjuakan sekalipun perusahaan tidak
melakukan penjualan. Misalnya biaya depresiasi, PBB, bunga kredit dan gaji-gaji pimpinan
(Herry dan Fitri, 2009).

10. CONTOH PENERAPAN


Contoh laporan cash flow yang menggambarkan putaran kas yang diterima dan
dikeluarkan dalam satu periode. Laporan cash flow ini menggunakan data dari laporan
operasional dan belanja modal.
No URAIAN Jumlah
1 ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
1. Arus Kas Masuk
- Pendapatan usaha dari Jasa layanan kesehatan xxx
-Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBD xxx
Jumlah Arus Kas Masuk xxx
151
2. Arus Kas Keluar
- Biaya Pegawai xxx
- Biaya barang dan jasa xxx
- Biaya bunga xxx
- Biaya tidak terduga xxx
Jumlah Arus Kas Keluar xxx
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi xxx
2 ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI
1. Arus Kas masuk
Pendapatan Penjualan atas Aset tetap xxx
Jumlah arus kas masuk xxx
2. Arus kas keluar
Belanja keluar xxx
Jumlah arus kas keluar xxx
Arus kas bersih dari aktivitas investasi xxx
3 ARUS KAS DARI AKTIVITAS PEMBIYAAN
Arus kas bersih dari aktivitas pembiyaan xxx
4 ARUS KAS DARI AKTIVITAS NON ANGGARAN xxx
5 KENAIKAN/PENURUNAN SELAMA PERIODE xxx
6 PENYETORAN KE KAS DAERAH xxx
7 KENAIKAN/PENURUNAN SELAMA PERIODE xxx
8 SALDO AWAL KAS xxx
9 SALDO AKHIR KAS xxx

Secara umum, manajemen keuangan merupakan suatu suatu proses dalam pengaturan
aktivitas keuangan maupun kegiatan keuangan dalam suatu organisasi. Hal ini termasuk
kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang biasanya
dilakukan oleh manajer keuangan. Aktivitas kegiatan perusahaan ini berhubungan dengan
upaya untuk mendapatkan dana perusahaan dengan meminimalkan biaya serta upaya
penggunaan dan pengalokasian dana tersebut secara efisien. Untuk menerapkan efisiensi
tersebut dipakailah sebuah sistem manajemen tertentu agar dapat mengelola keuangan
perusahaan. Dalam kasus ini, instansi kesehatan pemerintah juga secara umum menerapkan

152
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2012).
Salah satu Contoh Penerapan Keuangan berdasarkan laporan keuangan BLU (Badan
Lembaga Umum) yang diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), sesuai dengan jenis layanannya sama seperti yang diterapkan oleh salah satu BLU
adalah Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. BLU menyusun dan menyajikan laporan
keuangan dan laporan kinerja. Laporan keuangan yang disusun meliputi laporan realisasi
anggaran/laporan operasional (dapat dalam bentuk laporan aktivitas/laporan surplus defisit),
neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai
kinerja (Meidyawati, 2011).
BLU adalah instansi yang langsung memberikan layanan kepada masyarakat (organic
view) dan memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Badan Lembaga Umum
merupakan instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas menurut Pasal 1 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara (Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2012).

153
BAB 12

Manajemen SDM

4. PENDAHULUAN
Manajemen keuangan yang dahulunya dikenal dengan ilmu belanja atau pembelanjaan
perusahaan baru berkembang dan diperkenalkan pada awal abad XX. Sekarang ini Ilmu
Keuangan telah berkembang secara pesat. Pada setiap perusahaan, kunci utama pengendalian
selain terletak pada keuangan perusahaan tersebut juga terletak pada kegiatan operasionalnya.
Manajemen keuangan tidak hanya dijadikan sebagai suatu pedoman dalam perhitungan
keuangan untuk mengelola dana perusahaan, namun juga sebagai sumber informasi yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah dan perencanaan untuk
keberhasilan pengembangan Rumah Sakit.

5. TUJUAN MEMPELAJARI TEMA

Secara umum akuntansi tidak lepas dari biaya (cost), dengan perhitungan biaya yang
berbeda akan menghasilkan akuntansi biaya yang berbeda pula serta berdampak pada
pengambilan keputusan yang berbeda. Dengan demikian untuk pengambilan keputusan yang
tepat serta keberhasilan perencanaan diperlukan sistem dan pelaksanaan akuntansi Rumah
Sakit secara optimal (Henni, 2009).
Jadi, tujuan dari mempelajari manajemen keuangan di pelayanan kesehatan selain
sebagai suatu pedoman dalam perhitungan keuangan untuk mengelola dana perusahaan, juga
sebagai sumber informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam pemecahan
masalah dan perencanaan untuk keberhasilan pengembangan Rumah Sakit.

6. PENJELASAN DARI TEMA

3.1 Manajemen
Pengertian manajemen didefinisikan dalam berbagai cara, tergantung dari titik
pandang, keyakinan serta pengertian dari pembuat definisi. Secara umum, pengertian
manajemen adalah pengelolaan suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan cara menggerakkan orang-orang lain untuk
bekerja. Pengelolaan pekerjaan itu terdiri dari bermacam ragam, misalnya berupa pengelolaan
industry, pemerintahan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lain-lain. Bahkan hampir setipa
aspek kehidupan manusia memerlukan pengelolaan. Oleh karena itu manajemen ada dalam
154
setiap aspek kehidupan manusia dimana terbentuk suatu kerja sama (organisasi) (Yayat M,
2001).
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan
melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi,
manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Yang
diatur adalah semua unsur-unsur manajemen yang terdiri dari men, money, methods,
materials, machines dan market (Hasibuan dan Malayu, 2009).
Dalam kegiatan apa saja, agar kegiatan tersebut dapat mencapai tujuannya secara
efektif diperlukan pengaturan yang baik. Demikian juga kegiatan dan atau pelayanan
kesehatan masyarakat memerlukan pengaturan yang baik, agar tujuan tiap kegiatan atau
program itu tercapai dengan baik. Proses pengaturan kegiatan ilmiah ini disebut manajemen
(George, 1990).
3.1.1 Fungsi Manajemen
Secara garis besar, fungsi manajemen adalah:
5. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih
yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Perencanaan merupakan fungsi seorang
manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan, kebijaksanaan, prosedur, dan
program dari alternatif yang ada.
6. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokkan dan pengaturan
bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan
orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan,
menetapkan wewenang yang secara relatif dedelegasikan kepada setiap indivisu yang
akan melakukan aktivitas tersebut.
7. Pengarahan (Actuating)
Pengarahan adalah mengarahkan semua staff agar mau bekerjasama dan bekerja efektif
untuk mencapai tujuan.
8. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar
sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana (Hasibuan dan Malayu, 2009).
3.1.2 Prinsip Manajemen
Prinsip manajemen dari Fayol yaitu:
155
1. Pembagian Kerja (Division of Work): Membagi pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang
terspesialisasi dan membebankan tanggung jawab kepada individu tertentu.
2. Otoritas (Authority): Mendelegasikan otoritas bersama-sama dengan tanggung jawab
15. Disiplin (Discipline): Membuat ekspetasi-ekspetasi menjadi jelas dan menghukum
pelanggaran-pelanggaran.
16. Kesatuan perintah (Unity of Command): Setiap pekerja harus berada dibawah satu
pengawas saja.
17. Kesatuan arah (Unity of direction): Upaya-upaya para pekerja harus difokuskan untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
18. Kepentingan pribadi mengalah terhadap kepentingan umum (subordination of individual
interest to the general interest): Kepentingan umum harus diutamakan.
19. Renumerisasi (Renumeration): Memberikan imbalan secara sistematis bagi upaya-upaya
yang mendukung arah organisasi.
20. Sentralisasi (centralization): Menentukan kepentingan relative dari peran atasan dan
bawahan.
21. Rantai scalar (scalar chain): Menjaga komunikasi berada dalam rantai pemerintah.
22. Urutan (order): Mengurutkan pekerjaan dan bahan-bahan sehingga mendukung arah
organisasi.
23. Pemerataan (equality): Disiplin dan urutan yang adil meningkatkan komitmen pekerja.
24. Stabilitas dan masa jabatan (stability and tenure of personel): Meningkatkan loyalitas
dan kelangsungan hidup pekerja.
25. Inisiatif (inisiative): Mendorong para pekerja untuk bertindak atas inisiatif sendiri dalam
rangka mendukung arah organisasi.
26. Semangat kebersamaan (esprit de corps): Mendukung penyatuan kepentingan para
pekerja dan manajemen (Thomas dan Scott, 2008).

3.2 Keuangan

3.2.1 Tiga bidang keuangan

Disiplin ilmu keuangan dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu Keuangan perusahaan
(corporate finance); Investasi (investment) dan Pasar keuangan dan perantara (Financial
market and intermediaries). Bidang terakhir mungkin lebih dikenal dengan istilah perbankan
(banking). Masing-masing bidang melibatkan suatu transaksi yang sama tetapi dari sudut
pandang yang berbeda. Perhatikan Gambar berikut ini :
156
Pasar finansial

PERUSAHAAN
Pertukara investasi
-Keputusan investasi n Rp dan
DUNIA aktiva
-Keputusan finansial
Pendanaan

-Kebijakan Deviden

Perantara finansial

Keputusan investasi adalah keputusan keuangan (financial decision) tentang aktiva


mana yang harus dibeli perusahaan. Aktiva tersebut berupa aktiva riil (real assets). Aktiva riil
dapat berupa aktiva nyata (tangible assets) seperti mesin, gedung, perlengkapan, atau berupa
aktiva tidak nyata (intangible asstes) seperti paten, hak cipta, merk. Keputusan investasi dapat
dibagi menjadi dua, yaitu jangka panjang, yakni yang melihatkan pembelian aktif tetap, serta
jangka pendek yang melibatkan investasi pada aktif lancar (kas, piutang, persediaan atau
disebut juga modal kerja) guna mendukung opersai perusahaan.
Keputusan pendanaan adalah keputusan keuangan tentang dari mana dana untuk
membeli aktiva tersebut berasal. Ada dua macam dana atau modal, yaitu modal asing
seperti hutang bank, obligasi dan modal sendiri seperti laba ditahan, saham. Keputusan
pendanaan jangka panjang akan membawa dampak pada struktur modal adalah perbandingan
antara modal sendiri dengan hutang (biasanya hutang jangka panjang) perusahaan. Keputusan
pendanaan jangka pendek meliputi hutang jangka pendek seperti hutang wesel dan hutang
dagang.
3.2.2 Prinsip-prinsip Keuangan

Untuk dapat memahami transaksi keuangan serta pembuatan keputusan keuangan, kita
perlu mempelajari prinsip-prinsip keungan. Prinsip-prinsip keuangan terdiri atas himpunan

157
pendapat-pendapat yang fundamental yang membentuk dasar untuk teori keuangan dan
pembuatan keputusan keuangan.
e. Prinsip “Self interest behaviour”
Prinsip ini mengatakan “People act in their own, financial self interest”. Inti prinsip ini
adalah orang akan memilih tindakan yang memberikan keuntungan (secara keuangan) yang
terbaik bagi dirinya.
f. Prinsip “Risk Aversion”
Prinsip ini mengatakan “When all else is equal, people prefer higher return and lower
risk”. Inti prinsip ini adalah orang akan memilih alternatif dengan rasio keuntungan (return)
dan risiko (risk) terbersar. Misalnya, proyek A dan B memiliki risiko yang sama tetapi A
menjanjikan keuntungan lebih besar, maka investor akan memilih proyek A karena memiliki
rasio keuntungan dan risiko yang paling besar.
g. Prinsip incremental benefit
Prinsip ini mengatakan “Financial decisions are based on incremental benefit”. Prinsip
ini mengajarkan bahwa keputusan keuangan harus didasarkan pada selisih antara nilai dengan
suatu alternatif fan nilai tanpa alternatif tersebut.
h. Prinsip “Risk-return trade –off”
Prinsip ini mengatakan “there is a trade off between risk and return”. Orang menyukai
keuntungan tinggi dengan risiko rendah (prinsip risk aversion). Kondisi “high return, low
risk” ini tidak akan tercapai karena semua orang menginginginkannya (prinsip self-interest
behaviour). Dengan kata lain, prinsip ini mengatakan “jika anda menginginkan keuntungan
besar, bersiaplah untuk menanggung risiko yang besar pula” atau “high risk, high return”.

3.2.3 Analisis Laporan Keuangan

Kondisi kesehatan maupun kinerja suatu perusahaan dapat kita analisis melalui
laporan keuangan. Bagi para analis bisnis, analisis keuangan digunakan untuk menganalisis
posisi dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan informasi laporan
(Prasnanugraha, 2007).
Pimpinan perusahaan atau manajemen sangat berkepentingan terhadap laporan
keuangan yang telah di analisis, karena hasil tersebut dapat dijadikan sebagai alat dalam
pengambilan keputusan lebih lanjut untuk masa yang akan datang. Dengan menggunakan
analisis rasio, berdasarkan data dari laporan keuangan, akan dapat diketahui hasil-hasil

158
finansial yang telah di capai di waktu-waktu yang lalu, dapat diketahui kelemahan-kelemahan
yang dimiliki perusahaan, serta hasil-hasil yang di anggap cukup baik (Meta, 2009).

3.2.4 Analisis Rasio Keuangan

Analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
gambaran perkembangan finansial dan posisi finansial perusahaan. Analisis rasio keuangan
berguna sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial
yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi
kreditor dan investor untuk menetukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal
suatu perusahaan (Usman, 2003).
Analisa rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan
dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari
masing-masing komponen yang membentuk rasio (Wild, 2005)
Jenis-jenis rasio keuangan menurut Freddy Rangkuti adalah :
2. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya (Rangkuti, 2006). Rasio likuiditas untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial jangka pendek. Rasio likuiditas dapat
dihitung berdasarkan informasi modal kerja pos-pos aktiva lancar dan hutang
lancar. Beberapa jenis rasio likuiditas dan rumus perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut
(Arifin J. 2006):
e. Current Ratio
Current ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Rumus
untuk menghitung current rasio adalah sebagai berikut :
Current Ratio = Aktiva Lancar
Kewajiban Lancar
f. Cash Ratio atau Ratio of Immediate Solvency
Cash Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid
assets). Rumusannya adalah sebagai berikut :
Cash Ratio = (Kas + Efek )
Kewajiban Lancar

159
g. Quick Ratio atau Acid Test Ratio
Quick Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid
assets), rumus quick ratio adalah sebagai berikut :
Quick Ratio = (Kas + Efek + Piutang)
Kewajiban Lancar
h. Working Capital to Total Assets Ratio
Working Capital to Total Assets Ratio dipergunakan untuk mengukur likuiditas dari total
aktiva dan posisi modal kerja (netto). Rumusnya sebagai berikut :
Working Capital Ratio = (Aktiva Lancar + Kewajiban Lancar)
Jumlah Aktiva

2. Rasio Hutang (Leverage ratio)


Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur seberapa besar kegiatan operasional perusahaan
dibiayai oleh modal pinjaman (Rangkuti, 2006). Rasio Leverage (rasio hutang), rasio ini
digunakan untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang atau
dibiayai oleh pihak luar. Data yang digunakan untuk analisis Leverage adalah neraca dan
laporan laba rugi. Rasio Leverage diantaranya adalah sebagai berikut (Arifin J. 2007):
f. Total Debt to Equity Ratio
Total Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur bagian setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk
menghitung Total Debt to Equity Ratio sebagai berikut:
Total Debt to Equity Ratio = Kewajiban Lancar + Kewajiban Jangka Panjang
Jumlah modal sendiri
g. Total Debt to Total Capital Assets
Total Debt to Total Capital Assets digunakan untuk mengukur bagian aktiva yang
digunakan untuk menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk menghitung
sebagai berikut:
Total Debt to Capital Assets = Kewajiban Lancar + Kewajiban Jangka Panjang
Jumlah Aktiva
h. Long Term Debt to Equity Ratio

160
Long Term Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumus untuk
menghitungnya sendiri sebagai berikut:
Long Term Debt to Equity Ratio = Kewajiban Jangka Panjang
Modal Sendiri
i. Tangible Assets Debt Coverage
Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang digunakan untuk
menjamin hutang jangka panjang, rumusnya adalah sebagai berikut :
TAD Coverage = (Jumlah Aktiva + Tangible + Hutang Lancar)
Hutang Jangka Panjang

j. Times Interest Earned Ratio


Rasio ini digunakan untuk mengukur besar jaminan keuntungan yang digunakan untuk
membayar bunga hutang jangka panjang. Rumusnya adalah sebagai berikut :
Times Interest Earned Ratio = EBIT
Bunga Hutang Jangka Panjang
3. Rasio Aktivitas (Activity ratio)
Rasio ini bertujuan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktivitas perusahaan dalam
menggunakan dana-dana nya secara efektif dan efisien. Rasio ini dapat mengukur efisiensi
kegiatan operasional suatu perusahaan karena rasio ini didasarkan pada perbandingan antara
pendapatan dengan pengeluaran pada periode waktu tertentu (Rangkuti, 2006). Rasio
Efetivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumberdaya
yang dimiliki. Rasio Aktivitas diantaranya adalah (Arifin J. 2007):
g. Total Assets Turnover
Total Assets Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam
keseluruhan aktiva yang berputar pada suatu periode atau kemampuan modal yang
diinvesasikan untuk menghasilkan “revenue”. Rumusnya sebagai berikut :
Total Assets Turnover = Penjualan Bersih
Total Aktiva
h. Receivable Turnover
Receivable Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
mengelola dana yang tertanam dalam piutang yang berputar pada suatu periode
tertentu. Rumusnya sebagai berikut :
161
Receivable Turnover = Penjualan Kredit
Piutang Rata-rata
i. Average Collection Period
Average Collection Period digunakan untuk mengukur periode rata-rata yang diperlukan
untuk mengumpulkan piutang (dalam satuan hari). Jika menghasilkan angka yang semakin
kecil menunjukan hasil yang semakin baik. Rumusnya adalah sebagai berikut :
Average Collection Period = (Piutang Rata-rata x 360)
Penjualan Kredit
j. Inventory Turnover
Inventory Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam
persediaan yang berputar pada suatu periode tertentu, atau likuiditas dari persediaan dan
tendensi adanya “overstock”. Rumusnya sebagai berikut :
Inventory Turnover = Harga Pokok Penjualan
Persediaan Rata-rata
k. Average Day’s Inventory
Average Day’s Inventory digunakan untuk mengukur periode (hari) rata-rata persediaan
barang dagangan berada di gudang perusahaan. Rumusnya sebagai berikut:
Average Day’s Inventory = (Persediaan Rata-rata x 360 )
Harga Pokok Penjualan
l. Working Capital Turnover
Working Capital Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan modal kerja (netto)
yang berputar pada suatu periode siklus kas (cash cycle) yang terdapat diperusahaan,
dihitung dengan rumus berikut:

Working Capital Turnover = Penjualan Bersih


(Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar)
4. Rasio Keuntungan (Provitability ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur efektivitas keseluruhan manajemen yang
dapat dilihat dari keuntungan yang dihasilkan. Efektivitas manajemen meliputi kegiatan
fungsional manajemen, seperti keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, dan operasional
(Rangkuti, 2006). Rasio Profitabilitas atau Rasio Keuntungan mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, aktiva maupun

162
laba dan modal sendiri. Rasio Profitabilitas atau disebut juga dengan istilah Rentabilitas
diantaranya adalah (Arifin J. 2007):
h. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan
laba bruto per rupiah penjualan, dihitung dengan rumus berikut :
Gross Profit Margin = (Penjualan Bersih – HPP)
Penjualan Bersih

i. Operating Income Ratio atau Operating Profit Margin


Dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba operasi
sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan oleh setiap rupiah penjualan. Rumusnya adalah
sebagai berikut :
OIR = (Penjualan Bersih – HPP – Biaya-biaya)
Penjualan Bersih
j. Operating Ratio
Operating Ratio digunakan untuk mengukur biaya operasi per rupiah penjualan, semakin
kecil angka rasio menunjukan kinerja yang semakin baik. Rumusnya sebagai berikut :
Operating Ratio = (HPP + By Adm.Penjualan & Umum)
Penjualan Bersih
k. Net Profit Margin atau Sales Margin
Net Profit Margin atau Sales Margin digunakan untuk mengukur keuntungan netto atau
laba bersih per rupiah penjualan. Semakin besar angka yang dihasilkan, menunjukan
kinerja yang semakin baik, rumusnya sebagai berikut:
Net Profit Margin = Laba Bersih Setelah Pajak (EAT)
Penjualan Bersih
l. Earning Power Of Total Investment
Digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola modal
perusahaan yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bagi semua investor (pemegang obligasi + saham). Rumusnya sebagai berikut
:
Earning Power Of Total Investment = EBIT
Jumlah Aktiva
m. Net Earning Power Ratio atau Rate Of Return On Investment (ROI)
163
ROI digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Rumusnya sebagai berikut :
ROI = Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Aktiva
n. Rate Of Return for Owners atau Rate of Return on Net Worth
Digunakan untuk mengukur kemampuan modal sendiri dalam menghasilkan keuntungan
bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Rumusnya adalah :
Rate of Return For Owners = Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Modal Sendiri
5. Rasio Penilaian Saham
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur naik atau turunnya nilai saham perusahaan dan
dividen yang diperoleh jika dibandingkan dengan harga pasar yang berlaku (Rangkuti,
2006).
3.3 Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada


intinya berusaha untuk memastikan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan mampu mencapai
tujuannya secara ekonomis yaitu diukur berdasarkan profit. Tugas manajemen keuangan
diantaranya merencanakan darimana pembiayaan bisnis diperoleh, dan dengan cara
bagaimana modal yang diperoleh dapat dialokasikan secara tepat dalam kegiatan bisnis yang
dijalankan, dimana dalam hal ini anggaran merupakan hal penting dalam manajemen
keuangan (George, 1990).
3.3.1 Fungsi
Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat
dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar (Henni, 2009). Ruang
lingkup manajemen keuangan secukupnya hanya mencakup tiga hal utama, yaitu keputusan
keuangan, keputusan investasi dan kebijakan dividen (Handono, 2009).

3.3.2 Tujuan
Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan (The Main Objective of Financial
Management) adalah memaksimumkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham, bukan memaksimumkan profit. Arti memaksimumkan profit, berarti

164
mengabaikan tanggung jawab sosial, mengabaikan risiko, dan berorientasi jangka pendek
(Linna, 2013).
Adapun tujuan dari manajemen keuangan yang efisien memenuhi adanya tujuan yang
digunakan sebagai standar dalam memberi penilaian keefisienan, yaitu :
3. Tujuan normatif manajemen keuangan adalah maximization wealth of stockholders atau
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yaitu memaksimalkan nilai perusahaan.
4. Nilai perusahaan yang belum go-publik dapat diukur dengan harga jual seandainya
perusahaan tersebut dijual. Jadi tidak hanya nilai asset (laporan di neraca) tetapi
diperhitungkan juga tingkat risiko usaha, prospek perusahaan, manajemen lingkungan
kerja dan sebagainya (Linna, 2013).
3.3.4 Manajer Keuangan

Harvard Business School mendefinisikan manajer sebagai orang yang “mendapatkan


hasil melalui orang lain”. Menurut konsultan manajemen, Peter Drucker, manajer adalah
orang yang beratnggung jawab untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi.
Sedangkan definisi manajer dari Australian Institute of Management adalah orang yang
‘merencanakan, memimpin, mengorganisasi mendelegasikan, mengontrol, mengevaluasi dan
menganggarkan dalam rangka mencapai hasil” (Templar, 2006).
Peran dan tanggung jawab manajer keuangan antara lain merencanakan dan
menganalisa pembelanjaan perusahaan, mengatur struktur aktiva (struktur kekayaan
perusahaan), mengatur struktur financial, mengatur struktur modal, menyediakan Laporan
keuangan (Neraca, Laporan Rugi/Laba, dan Laporan Perubahan Modal) (Fuad et al, 2000).
Selain menguasai dasar-dasar teori dan konsep manajemen keuangan, seorang
manajer keuangan pada prakteknya harus memahami pula bidang ilmu lain yang terkait.
Bidang yang sangat berhubungan adalah manajemen, sistem informasi, akuntansi dan
ekonomi. Dari ekonomi mikro, manajer keuangan memanfaatkan pengetahuan tentang
perkiraan inflasi dan suku bunga untuk menghitung biaya modal (Mardiyanto, 2009).
Kriteria penyajian laporan keuangan merupakan hal rawan terhadap kebijakan
manajerial sehingga seorang manajer memiliki peluang untuk menetapkan rekayasa
kebijakan, yang merupakan fleksibilitas dalam memperhitungkan nilai laba yang dilaporkan
(Sulistyanto, 2008). Perbedaan metode pencatatan persediaan dan pengaruhnya terhadap nilai
persediaan pada laporan keuangan merupakan salah satu contoh pentingnya manajer
keuangan memahami akuntansi (Mardiyanto, 2009).

165
Karena manajer adalah individu, kebutuhan informasi yang mereka miliki beragam.
Sistem informasi bermutu tinggi tidak dapat dikembangkan kecuali profesional sistem
informasi dan manajer memahami kerangka manajerial yang menjadi dasar dari
organisasi-organisasi modern (McLeod, 2007). Pengetahuan sistem informasi yang memadai
akan memudahkan seorang manajer keuangan dalam menjawab hal-hal mendasar, seperti :
apa saja yang dibutuhkan, bagaimana informasi disimpan, bagaimana informasi dikirimkan,
dan apa dampak suatu informasi terhadap posisi keuangan perusahaan (Mardiyanto, 2009).

4. PENGANGGARAN MODAL

Penganggaran modal atau Capital Budgeting adalah merupakan proses evaluasi dan
pemilihan investasi jangka panjang yang konsisten terhadap maksimalisasi tujuan
perusahaan. Pentingnya Penggangaran Modal yaitu Keputusan penggaran modal akan
berpengaruh pada jangka waktu yang lama sehingga perusahaan kehilangan fleksibilitasnya;
Penanggaran modal yg efektif akan menaikkan ketepatan waktu dan kualitas dari
penambahan aktiva; Pengeluaran modal sangatlah penting (Mafizatun, 2010).
Penganggaran modal pada dasarnya adalah aplikasi prinsip yang mengatakan bahwa
perusahaan harus menghasilkan keluaran atau menyelenggarakan kegiatan bisnis sedemikian
rupa sehingga hasil imbuh (marginal revenue) produk sama dengan biaya imbuhnya
(marginal cost). Prinsip ini dalam kerangka penganggaran modal berarti bahwa perusahaan
harus melakukan tambahan investasi sedemikian rupa sehingga perolehan imbuh (marginal
returns) investasi itu sama dengan biaya imbuhnya. Daftar berbagai proyek investasi dari
hasil yang tertinggi hingga yang terendah mencerminkan kebutuhan perusahaan akan modal
untuk investasi. Biaya imbuh dari berbagai daftar investasi itu memberi petunjuk tentang
upaya perusahaan untuk memperoleh tambahan modal guna membiayai investasi. Biaya
imbuh modal berarti sejumlah biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk
memperoleh dana dari luar (misalnya meminjam atau menjual saham dan biaya
tumbal/opportunity cost dari dana sendiri yang dapat diperoleh.

5. ARUS KAS (CASH FLOW)

5.1 Pengertian

Kas adalah alat pembayaran yang dimiliki perusahaan dan siap digunakan untuk
investasi maupun menjalankan operasi perusahaan setiap saat dibutuhkan. Karena itu, kas
mencakup semua alat pembayaran yang dimiliki perusahaan yang disimpan didalam

166
perusahaan maupun di bank dan siap dipergunakan. Ringkasan perubahan posisi keuangan
perusahaan dari satu periode ke periode lainnya disebut juga laporan sumber dan penggunaan
dana atau laporan perubahan posisi keuangan disebut laporan arus kas (Rudianto, 2009).
Arus kas (cash flow) secara sederhana dapat dipahami sebagai keluar dan masuknya
kas. Bank devisa atau perusahaan multinasional pasti tidak hanya berurusan dengan satu jenis
mata uang, tetapi paling tidak juga berurusan dengan dua jenis mata uang. Sehingga, dalam
setting bbisnis internasional, arus kas merupakan situasi keluar atau masuknya kas berbagai
satuan mata uang (Joesof, 2008).
Arus kas kegiatan operasi yang tidak lancar merupakan pertanda bagi para analis
untuk memeriksa pertumbuhan piutang dan persediaan yang tidak sehat. Arus kas operasi
yang lancar sekalipun bukan merupakan jaminan kesuksesan. Laporan dibutuhkan oleh
pemakai untuk melihat sampai batas mana kasi dari kegiatan operasi digunakan untuk
mendanai investasi, pembayaran hutan dan dividen. Tingkat kepercayan yang terlalu besar
pada sumber oendanaan dari luar untuk memenuhi kebutuhan dana dapat menimbulkan
dampak yang tidak baik. Secara ringkas, laporan arus kas menyediakan banyak informasi.
Kesulitan pada laporan ini (Seperti halnya pada laporan keungan yang lain) adalah
penggunaannya harus selaras dengan laporan-laporan dan pengungkapan lain unutk
memperoleh pemahaman yang mendalam (James C, 1997).
5.2 Pelaporan Cash Flow
Setiap akhir periode akuntansi, perusahaan diwajibkan membuat laporan keuangan.
Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan, minimal terdiri dari laporan perubahan modal,
laporan laba rugi, dan laporan neraca. Akhir-akhir ini perusahaan juga diminta untuk membuat
laporan arus kas karena laporan arus kas memberikan tambahan informasi kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan (Karsono,2001).
Arus kas umumnya ditulis dalam laporan arus kas (cash-flow report), yaitu catatan
yang menjelaskan perubahan kas dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas
diperoleh dan kemana penggunaannya selama periode tertentu. Format laporan ini sangatlah
bervariasi, serta tidak ada satu pun format yang dibakukan dan disepakati semua orang
(Joesof, 2008).
Tujuan dan fungsi laporan arus kas adalah untuk melaporkan arus masuk dan arus keluar
perusahaan dalam periode berjalan, dibedakan dalam tiga kategori, yaitu Kegiatan operasi,
investasi dan pendanaan (James C, 1997). Laporan arus kas menjelaskan perubahan pada kas
dengan membuat daftar kegiatan yang meningkatkan dan mengurangi kas. Setiap kegiatan
167
arus kas masuk dan keluar dikelompokkan kepada salah satu dari tiga kegiatan ini : Kegiatan
operasi, investasi dan pendanaan (James C, 1997).
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan
prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya
yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi
yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait (UNY, 2009).
Satu-satunya perbedaan penyajian menurut metode langsung dan tidak langsung adalah
laporan kegiatan operasi; kegiatan investasi dan pendanaan pada kedua metode bersifat sama.
Menurut metode langsung arus kas operasi dilaporkan secara langsung menurut
kelompok-kelompok utama penerimaan kas operasi (dari pelanggan) dan pembayaran
(terhadap pemasok dan karyawan). Rekonsiliasi terpisah dari penghasilan bersih terhadap
arus kas bersih dari kegiatan operasi juga harus dibuat. Rekonsiliasi ini berawal dengan
penghasilan bersih yang dilaporkan dan menyesuaikan angka ini uuntuk perkiraan-perkiraan
laoran penghasilan non kas dan perubahan-perubahan yang berhubungan pada
perkiraan-perkiraan neraca untuk menentukan kas yang berasal dari kegiatan operasi (James
C, 1997).
Keuntungan utama dari laporan arus kas (terutama yang menggunakan metode
langsung) adalah para pemakai memperoleh gambaran terperinci tentang trasaksi kas
kegiatan operasi, investasi dan pendanaan perusahaan. Ketiga bagian arus kas ini membantu
pemakai dalam menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan yang mungkin timbul
dimasa depan dan saai ini (James C, 1997).
5.3 Neraca
Neraca disebut juga laporan posisi keuangan yang menunjukkan kondisi atau posisi
keuangan suatu entitas pada suatu tanggal tertentu. Yang dimaksud dengan posisi keuangan
adalah : posisi dari aktiva atau harta (assets), kewajiban (liabilities) dan Modal (Owner's
equality) (Henni, 2009).
Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban/ dan ekuitas dana pada tanggal pelaporan. Neraca
disusun dengan sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dengan Sistem sentralisasi, neraca
disusun secara terpusat oleh bagian akuntansi suatu entitas pelaporan. Sedangkan dengan
desentralisasi neraca disusun oleh entitas-entitas akuntansi yang kemudian digabung oleh
entitas pelaporan. Pada pemerintah daerah, satuan kerja (satker) merupakan entitas akuntansi
yang berkewajiban menyusun laporan keuangan yang akan digabungkan oleh satker menjadi
168
Neraca Daerah. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun neraca
satker dan satker serta mengeliminasi akun-akun timbal balik (UNY, 2009).

Pada dasarnya neraca disusun berdasarkan persamaan dasar akuntansi sebagai berikut:

Aktiva = Hutang + Modal

Aktiva menunjuk pada penggunaan dana, sementara hutang dan modal merupakan
sumber dana. Dana / modal perusahaan secara umum dapat berasal dari hutang kepada
pihak eksternal perusahaan dan hutang kepada pihak internal perusahaan. hutang kepada
pihak eksternal perusahaan dalam akuntansi digolongkan menjadi dua yaitu hutang jangka
pendek dan hutang jangka panjang. Sementara, hutang kepada pihak internal perusahaan
dalam akuntansi disebut sebagai modal (Karsono,2001).

5.4 Neraca dan Cash Flow


Keterkaitan antara Neraca dan laporan arus kas adalah dalam penyajian saldo kas.
Selisih antara saldo awal dan akhir Kas di Bendahara Umum Negara/Kas di Kas Daerah
dalam Neraca merupakan kenaikan/penurunan kas sebagaimana yang disajikan dalam laporan
arus kas. Dengan kata lain selisih saldo awal dan akhir kas di Kas Daerah dalam Neraca harus
sama dengan kenaikan/penurunan kas dalam Laporan Arus Kas. Selain itu saldo akhir kas di
Kas Daerah dalam Neraca harus sama dengan saldo akhir kas di Kas Umum Negara/Daerah
dalam Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas, karena Catatan
atas Laporan Keuangan menjelaskan/ mengungkapkan lebih rinci atas pos-pos dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas tersebut (UNY, 2009).

6. JENIS-JENIS INVESTASI

Investasi (investment) adalah bidang keuangan yang juga berhubungan dengan


keputusan pendanaan perusahaan, tetapi dilihat dari sudut pandang yang lain, bukan dari
pihak perusahaan tetapi dari pihak pemberi modal (investor). Istilah investasi ini dapat
membingungkan. Anda dapat berpikir investor menginvestasikan uangnya (menyediakan
dana) pada perusahan, selanjutnya perusahaan menginvestasikan dana tersebut untuk
membeli aktiva. Ada dua alternatif investasi bagi seorang investor, melalui pasar modal, yaitu
dengan membeli saham dan obligasi perusahaan atau melalui intermediary, misalnya dengan
mendepositokan uang di bank.

169
Istilah Investasi adalah penanaman modal (baik modal tetap maupun modal tidak tetap)
yang digunakan dalam proses produksi untuk memperoleh keuntungan suatu perusahaan.
Investasi penting bagi kelanggengan masa depan perusahaan, tetapi juga merupakan topik
yang secara konseptual sulit dan komplek. Pada pembahasan ini akan melihat pembuatan
keputusan investasi yang memaksimalkan nilai perusahaan, dengan lebih terfokus pada alat
keputusan investasi yaitu net present value (Sumastuti, AM. 2012).

6.1 Investasi Jangka Pendek


Dana kas yang menganggur (Idle cash) adalah kelebihan kas yang tidak diperlukan
dalam waktu dekat. Biasanya kelebihan tersebut dimanfaatkan untuk
membeli/menanamkannya dalam bentuk surat berharga (saham, obligasi, sekuritas lain) yang
dapat segera dijual. Semua sekuritas itu merupakan instrument pasar uang yang dapat
diperjual belikan setiap saat. Selisih antara nilai yang dibayar pada saat pembelian dan nilai
yang diterima pada saat penjualan atau pelunasan merupakan penghasilan bagi pemegang
sekuritas dan biaya bagi penerbit sekuritas. Sebagaimana terjadi dengan penghasilan yang
dikenakan pajak pada pemegang sekuritas, biaya dan kerugian dapat dikurangkan dari
penghasilan oleh penerbit sekuritas. Sekuritas saham dapat berbentuk saham biasa dan saham
preferen (Muti’ah, 2008).
6.2 Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah penanaman sebagian kekayaan suatu perusahaan pada
perusahaan lain dengan maksud untuk memperoleh pendapatan tetap atau untuk menguasai
atau mengendalikan perusahaan tersebut. Investasi jangka panjang dapat berupa penyertaan
dalam bentuk saham, obligasi, dan surat berharga lainnya; dana untuk melunasi hutang
jangka panjang, atau dana khusus lainnya; aktiva lain-lain seperti pembelian tanah dengan
rencana penggunaan dimasa yang akan datang (Muti’ah, 2008).
7. INITIAL INVESMENT (CASH OUT FLOW)

Initial investment (cash out flow) merupakan pengeluaran kas yang diperlukan dalam
rangka pengadaan (pembelian) aset. Biaya-biaya dalam pembelian seperti biaya masuk dan
biaya pengiriman dapat dilihat dan dapat ditambahkan dengan nilai aset tersebut atau
dikapitalisasi (Soegiono, 2009).
Initial investment = nilai assets + biaya instalasi + biaya asset lainnya – penjualan asset
lama

170
Dalam melakukan penggantian aktiva yang lama, penjualan aktiva lama tersebut akan
dapat mengurangi COF itu sendiri. Kemudian hasil perolehan aktiva yang lama menjadi
subjek pajak, dengan berbagai kemungkinan berikut ini (Soegiono, 2009).

8. METODE EVALUASI KELAYAKAN RENCANA INVESTASI

8.1 Accounting Rate of Return


Metode Accounting Rate of Return (ARR) atau disebut juga dengan istilah Average
Rate of Return menunjukkan presentase neto setelah pajak yang dihitung dari investasi
rata-rata (average investment) atau dari initial investment (invetasi awal). Perhitungan metode
ini menggunakan data laba setelah pajak dan investasi dengan rumus berikut (Arifin, 2007) :

Kelebihan dari metode ini adalah :


IV. Sederhana dan mudah dimengerti
V. Metode ini menggunakan data akuntansi yang sudah tersedia sehingga tidak memerlukan
perthitungan tambahan.
Kekurangan dari metode ini adalah:
5. Tidak memperhitungkan “time value of money”
6. Menitik beratkan pada laba akuntansi dan bukan pada arus kas dari investasi
bersangkutan.
7. Merupakan pendekatan jangka pendek dengan menggunakan angka rata-rata yang dapat
menyesatkan.
8. Kurang memperhitungkan jangka waktu investasi
Setelah menghitung accounting rate of return dari investasi tersebut, kita
membandingkannya dengan minimum accounting rate of return yang disyaratkan perusahaan.
Apabila Accounting Rate of Return dari investasi tersebut lebih besar dari nilai minimum
yang di syaratkan perusahaan, maka investasi tersebut dapat diterima. Jika sebaliknya yang

171
terjadi, maka investasi di tolak (Fuad et al, 2000; Arifin, 2007)
8.2 Payback Period
Payback Period atau periode pengembalian investasi adalah suatu periode atau jangka
waktu yang diperlukan untuk dapat menutup kembali investasi menggunakan aliran kas neto
atau proceed. Seperti hal nya metode ARR di atas, metode ini juga mengabaikan nilai waktu
uang (Arifin, 2007). Ada pula yang mengatakan pengertian dari Payback Period antara lain
adalah, suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial
cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Dengan kata lain Payback Period
merupakan rasio antara initial cash ratio dan cash inflow yang hasilnya merupakan satuan
waktu (Umar, 2000).

Layak tidaknya
suatu investasi dilakukan
dengan membandingkan
periode waktu maksimum yang ditetapkan dengan hasil hitungan. Jika hasil perhitungan
menunjukkan jangka waktu yang lebih pendek atau sama dengan waktu maksimum yang
ditetapkam. Investaso dinyatakan layak. Sebaliknya, jika hasil perhitungan menunjukkan
jangka waktu yang lebih lama dari yang diisyaratkan, investasi sebaiknya ditolak (Arifin,
2007).

8.3 Net Present Value

Nilai tunai bersih atau (Net Present value atau NPV) adalah membandingkan nilai
tunas arus kas masuk bersih dengan nilai tunai pengeluaran modal untuk investasi. Jika
NPV positif dan proses layak, maka artinya bisa dilaksanakan. Jika NPV negatif, maka
artinya netral. Sedangkan jika hasilnya nol, maka artinya netral (Mafizhatun N, 2010).

172
Dimana k adalah tingkat pengembalian yang diminta, sedengkan variabel lainnya
sama dengan yang telah disebutkan sebelumnya (Van Horne, 2007).

8.4 Internal Rate of Return

Metode Internal Rate of Return (IRR) dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang
akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proceed yang diharapkan akan diterima (PV of
future proceeds) sama dengan jumlah sekarang dari pengeluaran modal (PV of capital
outlays). Perhitungan secara manual dilakukan dengan metode trial and error atau dengan
mencoba pada berbagai tingkat suku bunga dengan bantuan tabel NPV (Arifin, 2007).
Menurut Van Horne, tingkat pengembalian internal (internal rate of return) untuk suatu
proposal investasi adalah tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas
(cash flows-CF) bersih yang diharapkan dengan arus kas keluar awalnya (initial cash
outflow-ICO). Jika arus kas keluar awal atau biaya yang terjadi pada perio 0, maka akan
disajikan oleh tingkat diskontonya, atau IRR sebagai berikut (Van Horne, 2007) :

Jadi, IRR adalah tingkat bunga yang mendiskontokan aliran arus kas bersih di masa
mendatang—CF1 melalui Cfn—agar sama dengan nilai arus keluar awal (ICO) pada periode
0 (Van Horne, 2007). NPV dari sebuah investasi akan bernilai nol jika kita menggunakan
tingkat estimasi ini sebagai tingkat imbal hasil yang diinginkan dalam menghitung NPV
(Blocher, 2007).
Contoh :
PT. DEF sedang mempertimbangkan usulan investasi berikut ini : Initial investment Rp
12.950.000,00. Umur ekonomis 10 tahun. CIF tahunan Rp 3.000.000,00. COC 12%.
PVIFA r%, 10 tahun = 12.950.000/3.000.000 = 4,317. Jika dilihat dari indeks berada di
antara 18% dan 20% (Arief Sugino, 2009).

173
8.5 Profitability Index

Profitability index atau benefit cost ratio adalah perbandingan antara nilai sekarang
dari aliran kas masuk di masa yang akan datang dengan nilai investasi. Ini dinyatakan sebagai
: Selama PI tersebut sama dengan atau lebih besar dari satu, maka kita akan menerima usulan
investasi tersebut (Sumastuti, AM. 2012).

Selama IP adalah 1,00 atau lebih besar, proposal investasi tersebut dapat diterima. IP
yang lebih besar dari 1,00 memiliki arti bahwa nilai sekarang proyek tersebut lebih besar
daripada arus kas keluar awalnta, yang akhirnya mengandung arti bahwa nilai sekarang
bersihnya lebih dari nol (Van Horne, 2007).

9. ANALISIS BREAK EVENT POINT (BEP)

Analisis BEP adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam
unit atau ruoiah yang menujukkan biaya sama dengan pendapatan. Titik tersebut dinamakan
titik BEP. Dengan mengetahui titik BEP, analisis dapat mengetahui pada volume penjualan,
berapa perusahaan mencapai titik impasnya, yaitu tidak rugi tetapi juga tidak untung. Apabila
penjualan suatu perusahaan melebihi titik itu, maka perusahaan mulai mendapatkan untung
(Herry dan Fitri, 2009).
174
BEP dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu:

d. Pendekatan Grafik: BEP terjadi pada titik persilangan antara garis penghasilan penjualan
dan garis total biaya.
e. Metode Trial daan error
f. Pendekatan matematis (Hidayat Wiweko, 2009).
Rumus Matematika untuk BEP adalah:

Total Biaya Tetap


BEP (unit) =
Harga jual per unit – Biaya Variabel/unit

Total biaya tetap


BEP (Rp) =
Total biaya variabel
Total Hasil penjualan

Dalam melakukan analisis BEP diperlukan estimasi mengenai biaya tetap, biaya
variable dan pendapatan. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang
besarrnya tetap, dan tidak tergantung dari volume penjuakan sekalipun perusahaan tidak
melakukan penjualan. Misalnya biaya depresiasi, PBB, bunga kredit dan gaji-gaji pimpinan
(Herry dan Fitri, 2009).

10. CONTOH PENERAPAN


Contoh laporan cash flow yang menggambarkan putaran kas yang diterima dan
dikeluarkan dalam satu periode. Laporan cash flow ini menggunakan data dari laporan
operasional dan belanja modal.
No URAIAN Jumlah
1 ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
1. Arus Kas Masuk
- Pendapatan usaha dari Jasa layanan kesehatan xxx
-Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBD xxx
Jumlah Arus Kas Masuk xxx
175
2. Arus Kas Keluar
- Biaya Pegawai xxx
- Biaya barang dan jasa xxx
- Biaya bunga xxx
- Biaya tidak terduga xxx
Jumlah Arus Kas Keluar xxx
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi xxx
2 ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI
1. Arus Kas masuk
Pendapatan Penjualan atas Aset tetap xxx
Jumlah arus kas masuk xxx
2. Arus kas keluar
Belanja keluar xxx
Jumlah arus kas keluar xxx
Arus kas bersih dari aktivitas investasi xxx
3 ARUS KAS DARI AKTIVITAS PEMBIYAAN
Arus kas bersih dari aktivitas pembiyaan xxx
4 ARUS KAS DARI AKTIVITAS NON ANGGARAN xxx
5 KENAIKAN/PENURUNAN SELAMA PERIODE xxx
6 PENYETORAN KE KAS DAERAH xxx
7 KENAIKAN/PENURUNAN SELAMA PERIODE xxx
8 SALDO AWAL KAS xxx
9 SALDO AKHIR KAS xxx

Secara umum, manajemen keuangan merupakan suatu suatu proses dalam pengaturan
aktivitas keuangan maupun kegiatan keuangan dalam suatu organisasi. Hal ini termasuk
kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang biasanya
dilakukan oleh manajer keuangan. Aktivitas kegiatan perusahaan ini berhubungan dengan
upaya untuk mendapatkan dana perusahaan dengan meminimalkan biaya serta upaya
penggunaan dan pengalokasian dana tersebut secara efisien. Untuk menerapkan efisiensi
tersebut dipakailah sebuah sistem manajemen tertentu agar dapat mengelola keuangan
perusahaan. Dalam kasus ini, instansi kesehatan pemerintah juga secara umum menerapkan

176
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2012).
Salah satu Contoh Penerapan Keuangan berdasarkan laporan keuangan BLU (Badan
Lembaga Umum) yang diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), sesuai dengan jenis layanannya sama seperti yang diterapkan oleh salah satu BLU
adalah Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. BLU menyusun dan menyajikan laporan
keuangan dan laporan kinerja. Laporan keuangan yang disusun meliputi laporan realisasi
anggaran/laporan operasional (dapat dalam bentuk laporan aktivitas/laporan surplus defisit),
neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai
kinerja (Meidyawati, 2011).
BLU adalah instansi yang langsung memberikan layanan kepada masyarakat (organic
view) dan memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Badan Lembaga Umum
merupakan instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas menurut Pasal 1 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara (Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2012).

177
BAB 13

Manajemen logistik
1. Pendahuluan
Sektor layanan kesehatan merupakan sektor yang sangat penting bagi setiap negara
termasuk Indonesia. Diantara berbagai jasa layanan kesehatan, rumah sakit memegang
peranan penting karena menyediakan layanan kesehatan yang terpadu bagi pasien. Rumah
Sakit menjadi tempat dan tumpuan masyarakat untuk memperoleh pelayanan, pertolongan,
dan perawatan kesehatan. Kepuasan pasien merupakan salah satu hal yang sangat penting
dalam meninjau mutu pelayanan rumah sakit. Salah satu hal lain yang memegang peran
penting dalam mendukung penyediaan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
responsif adalah proses logistik. (Ratminto dan Winarsih, 2009)

Secara umum, proses logistik terkait dengan pengelolaan dan pemenuhan material,
pasokan dan manajemen instrumen dan pengadaan berbagai item di rumah sakit. Persediaan
obat pada rumah sakit melibatkan jumlah obat dan nilai obat yang tidak sedikit.

Rumah Sakit dinyatakan berhasil, tidak hanya pada kelengkapan fasilitas yang
diunggulkan. Melainkan juga sikap dan layanan sumber daya manusia merupakan element
yang berpengaruh terhadap pelayanan yang dihasilkan kepada pasien. Masyarakat
memandang bahwa hanya Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan medis sebagai
upaya penyembuhan dan pemulihan atas rasa sakit yang diderita pasien. Pasien
mengharapkan pelayanan yang siap, cepat, tanggap dan nyaman terhadap keluhan penyakit
pasien.

Logistik merupakan salah satu penunjang mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Jika manajemen logistik di Rumah Sakit berjalan dengan baik, maka ketersediaan bahan dan
barang di Rumah Sakit akan terjamin dengan baik. Logistik secara umum adalah suatu ilmu
pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan material/alat-alat. Logistik di Rumah
Sakit yaitu bahan untuk kegiatan operasional yang sifatnya habis pakai misalnya persediaan
logistik di Rumah Sakit yaitu ada; dapur, farmasi, laboratorium, air, alat tulis kantor (ATK),
kerumah tanggaan (listrik, sabun, tisu, sapu, karbol), loundry, dan persediaan makanan. (Boy
S. Sabarguna, 2009)

178
Bila kenyataan pengalaman selama mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit lebih
baik dari pada yang diharapkannya maka mereka akan puas, sebaliknya bila pengalaman
selama mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit lebih rendah daripada yang mereka harapkan
maka mereka akan merasa tidak puas. (Daryanto, 2001)

Agar tercapainya kepuasan pasien diperlukan peningkatan standar dalam menjaga


mutu pelayanan yang mengacu pada kualitas pelayanan dan fasilitas kesehatan agar dapat
memenuhi kepuasan pasien atau masyarakat.

Pasien baru merasa akan puas, apabila pelayanan kesehatan yang diperolehnya sesuai
dengan harapannya. Apa yang baik untuk konsumen adalah apa yang baik untuk semua
orang. Maka dapat disimpulkan kepuasan pasien merupakan suatu tingkat perasaan pasien
yang timbul dikarenakan hasil dari membandingkan kinerja layanan kesehatan yang
diterimanya dengan apa yang diharapkannya (Purborini dan Hardjoko, 1997).

2. Tujuan Mempelajari Tema

Logistik memiliki tujuan untuk mendistribusikan barang jadi dan bermacam-macam


material dalam jumlah yang tepat pada waktu dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai,
ke lokasi dimana ia dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah (Bowersox, 2006).
Kegiatan logistik itu sendiri sangat penting dalam menunjang kegiatan pengadaan barang
atau jasa dari pihak perusahaan atau organisasi agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya yang dimiliki (Surjasa, 2012).

Sasaran penyelenggaraan logistik adalah mencapai level sokongan barang mulai dari
pengadaan hingga pemasaran yang telah ditentukan sebelumnya dengan total biaya yang
serendah mungkin. Tanggung jawab utama utama manajemen logistik adalah merencanakan
dan mengelola suatu sistem operasi yang mampu mencapai sasaran ini (Bowersox, 2006).

Manajemen logistik memiliki tujuan agar barang dan faktor produksi yang diperlukan
untuk proses produksi atau kegiatan operasional (pelayanan) melalui penerapan konsep
standarisasi, optimalisasi dan akurasi informasi dapat tersedia dengan memenuhi 6 T yaitu
(Pudjiraharjo, 2009):

1. Tepat jenis
179
2. Tepat jumlah
3. Tepat kualitas
4. Tepat waktu
5. Tepat tempat
6. Tepat biaya

Manajemen logistik dalam bidang pelayanan kesehatan merupakan serangkaian


aktivitas yang dilakukan untuk mencapai kepuasan pasien sehingga manajemen logistik
merupakan salah satu penunjang mutu pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, bila kenyataan
pengalaman selama mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit lebih baik dari pada yang
diharapkannya maka pasien akan puas, sebaliknya bila pengalaman selama mendapatkan
pelayanan di Rumah Sakit lebih rendah daripada yang mereka harapkan maka mereka akan
merasa tidak puas. (Boy S., 2009)

Tujuan mempelajari manajemen logistik dalam pelayanan kesehatan ini secara umum
adalah untuk memahami konsep dasar manajemen logistik, dimana unsurnya meliputi :

1. Pengadaan yang berencana


2. Pengangkutan eksternal yang terjamin
3. distribusi internal yang selamat dan aman
4. Pengendalian persediaan yang teliti

Dalam hal pengadaan ada empat faktor penting yang perlu dapat perhatian, yaitu
mutu, jumlah, waktu dan biaya. Sementara itu, empat aspek dalam komponen pengangkutan
adalah pengemasan, pengiriman, serta perencanaan penerimaan barang yang terencana baik
dan dilaksanakan sesuai norma keselamatan, efisiensi dan menguntungkan. (Ratminto, 2009)

3. Logistik
3.1 Pengertian logistik

Logistik adalah salah satu subsistem yang memiliki tugas untuk menyediakan barang
dan bahan dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat sesuai kebutuhan dengan harga
yang efisien untuk kegiatan operasional rumah sakit (Djojodibroto, 1997). Pendapat lain
mengatakan bahwa logistic merupakan suatu ilmu pengetahuan dan seni serta proses

180
mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan
pemeliharaan, serta penghapusan material/alat-alat (Adiatma, 2003).

3.2. Tujuan logistik

Secara umum, logistic memiliki tiga tujuan (Adiatma, 2003), yaitu:

1. Tujuan operasional, ialah agar barang tersedia dengan jumlah yang tepat dan mutu
yang memadai.
2. Tujuan keuangan, ialah agar tujuan operasional dapat terlaksana dengan biaya yang
serendah-rendahnya.
3. Tujuan pengamanan, ialah agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,
pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan nilai persediaan yang
sesungguhnya dapat tercermin dalam sistem akuntansi.

3.3 Fungsi logistik

Fungsi logistik dapat disusun dalam bentuk skema siklus kegiatan logistik sebagai
berikut (Mustiksari, 2007):

4. Manajemen

Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau
pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan–tujuan organisasional atau
maksud-maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksaannya adalah suatu
pengelolaan atau managing, sedangkan pelaksananya disebut managing atau manager.
(Terry dan Leslie,2008)

Manajemen pada umunya dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu. Oleh karena ada
keterbatasan orang perorang, maka dipandang perlu untuk mendayagunakan suatu kelompok
untuk mencapai tujuan tertentu. (Terry dan Leslie,2008)

Fungsi-fungsi manajemen terdiri dari (Terry dan Leslie,2008):

1. Planning, yakni mentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang
akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu.

181
2. Organizing, yakni mengelompokkan dan menetukan berbagai kegiatan penting dan
meberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.
3. Staffing, yakni menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan,
penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
4. Motivating, yakni mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan.
5. Controlling, yakni mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab
penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif bila perlu.

5. Manajemen Logistik
Menurut Martin Christoper, manajemen logistik secara umum dapat didefinisikan
sebagai berikut: Logistics is process of strategically managing, part and finished inventory
(and the related information flows) through the organization and its marketing channels in
such a way that current and future profitability are maximized through the cost-effective
fulfillment of orders. Manajemen logistik menyangkut: pengelolaan arus barang atau jasa;
pengelolaan mengenai pembelian, pergerakan, penyimpanan, pengangkutan, administrasi,
dan penyaluran barang; usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaaan
barang. Manajemen logistik mengutamakan pengelolaan, termasuk arus barang dalam
perusahaan. Manajemen logistik berorientasi pada perencanaan dan kerangka kerja yang
menghasilkan rencana tunggal arus barang dan informasi di seluruh perusahaan. (Richardus,
2002)
Dalam membuat suatu perencanaan logistik, biasanya akan menghadapi tiga tipe
situasi perencanaan, yaitu: (1) strategis, (2) operasional, dan (3) taktis. (Bowersox, 2004)
Tabel 1. Perencanaan logistik (Bowersox, 2004)

Klasifikasi Sub-Tipe Contoh Definisi

Perencenaan Jangka panjang. Sistem logistik 1980 Suatu proses untuk


Strategis pengalokasian sumber daya
logistik selama jangka waktu

Status Proyek. Penetapan suatu system yang panjang, yang konsisten

gudang regional suatu dan menunjang bagi seluruh

perusahaan kebijaksanaan dan tujuan


perusahaan

Perencanaan Sampai satu Menambah item baru pada Suatu proses untuk
Operasional tahun. system pengawasan mengembangkan

182
persediaan. kebijaksanaan dan rencana
logistik untuk menangani
Berkala. Anggaran distribusi tahunan.
tindakan manajemen yang

Jadwal Produksi. rutin atau yang regular dalam


suatu organisasi yang berjalan
Kebutuhan perolehan.

Perencanaan Kebutuhan Kemacetan material selama Suatu proses untuk


taktis bantuan khusus. introduksi produk baru. penyesuaian jangka pendek
dari sumber daya logistik
untuk hal-hal yang tidak

Kebutuhan Mempertahankan level menentu atau tidak diduga,

bantuan darurat. pelayanan distribusi selama keadaan yang kompetitif atau

badai hebat. kondisi lingkungan.

Mempercepat perolehan

(expending procurement)

6. Manajemen Logistik dalam Pelayanan Kesehatan


Logistik merupakan salah satu penunjang mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Jika manajemen logistik di Rumah Sakit berjalan dengan baik, maka ketersediaan bahan dan
barang di Rumah Sakit akan terjamin dengan baik. (Boy S. Sabarguna, 2009).

Bahan-bahan yang ada di rumah sakit terdiri dari logistik yang berhubungan dengan
medis dan yang tak terkait langsung. Diantaranya yang penting adalah farmasi rumah sakit,
logistik non medis, dan dapur. Pengendalian logistik sangat penting artinya dibawah ini. (Boy
S. Sabarguna, 2009).

a. Pada hal-hal tertentu obat merupakan salah satu penyebab selamatnya seseorang,
juga keberadaannya harus tersedia dengan tepat.

b. Alat tulis kantor keberadaannya akan menunjang kelancaran administrasi, dan


bentuk serta perawatan yang indah dan jelas akan mewujudkan kelas pelayanan
rumah sakit.

183
c. Pelayanan makanan dari dapur akan merupakan bagian kepuasan pasien yang
penting dari sehari-hari berlangsung.

d. Ketika komponen logistik ini mempunyai spesifikasi tersendiri, sehingga perlu


disesuaikan dengan keadaan.

e. Nilai uang yang beredar pada ketiga hal ini dapat sekitar 15-25% total penerimaan
atau engeluaran, terutama yang besar dari sektor farmasi.

Barang yang termasuk dalam logistik farmasi rumah sakit meliputi obat-obatan, alat
kesehatan, dan bahan non medis yang terkait langsung, seperti : kertas EKG. Sedangkan
barang yang termasuk dalam logistik non medis meliputi ATK (Alat Tulis Kantor), alat listrik
(bahan dan lain-lain) dan yang terakhir adalah logistik dapur yang meliputi makanan basah
dan kering (Boy S. Sabarguna, 2009).

6.1 Logistik Utama Rumah Sakit

6.1.1 Logistik Farmasi

6.1.1.1 Kegiatan pengendalian

Kegiatan farmasi RS yang perlu dikendalikan meliputi kebijakan, pengadaan, perkiraan


yang berhubungan dengan pembuatan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian obat
tersebut kepada pasien. (Mukisi, 1995)

Kegiatan yang perlu pengendalian adalah :

Tabel 2. Kegiatan pengendalian

NO Pengendalian Uraian

1 Pengadaan Pengadaan barang yang tepat waktu, dan tepat


jumlah

2 Penerimaan Diterima oleh petugas yang tepat, jumlah dan jenis


yang tepat
3. Pembuatan Dibuat oleh etugas yang berwenang

184
4. Penyimpanan Disimpan dengan mencegah kerusakan dan
mencegah kadaluarsa
5. Pendistribusian Didistribusi dengan tepat waktu oleh orang yang
tepat

6.1.2 Logistik Non Medis


Logistik non medis di Rumah Sakit biasanya merupakan barang kecil dan disebut
dengan barang keperluan rumah tangga dari rumah sakit. Jenis-jenisnya antara lain alat tulis
kantor, alat kebersihan, dan alat-alat listrik.

Pembicaraan logistik non medis penting karena hal dibawah ini ;

a. Walaupun terdiri dari barang-barang kecil, sering murah harganya, tetapi dapat
mengangkat nama baik RS, seperti WC tidak ada risol jadi bau.

b. Terdiri dari beberapa jenis barang kecil yang mudah hilang.

c. Walaupun terdiri dari barang yang kecil, bila dijumlahkan akan bernilai rupiah
besar, apalagi dalam jangka waktu yang lama.

Kepentingan tadi biasanya baru akan terasa bila telah terjadi kasus, dan nantinya akan
ada saling menyalahkan diantara yang terlibat, untuk menghindari hal ini, ada baiknya diatur
pengendalian yang sederhana tetapi tepat, sedemikian rupa dalam artian tidak menjadi rumit
dan birokratis, tetapi cukup mudah untuk diikuti, tepat dalam arti bisa menjamin terjadinya
efisiensi. (Boy S. Sabarguna, 2009).

6.1.2.1 Prosedur Logistik non medis

Tabel 3. Prosedur logistik non medis

No Kelompok Uraian

1 Kebutuhan Ruangan, instansi, atau bagian RS yang membutuhkan barang


harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

2 Permintaan Permintaan ditulis pada formulir permintaan yang telah


ditandatangani oleh yang berwenang seperti : Ka. Ruangan,
Ka. Instalasi, dan lain-lain.

185
3 Administrasi Petugas administrasi logistik harus memperhatikan keadaan
barang di gudang, jatah bila ada, dan barang bekas harus
sudah kembali.

4 Logisti Bila tidak ada barangnya, maka dijanjikan sesuai


kesanggupan.

5 Pemberian Bila barang bekas tidak kembali karena hilang maka baru
diberikan setelah ada persetujuan Ka. TU. Hal ini agar
menjamin kehati-hatian

6 Pencatatan Pemberian dicatat sesuai pedoman yang ada.

Ruangan Instalasi Bagian

Kebutuhan

Ditandatangani
Formulir
Ka. Ruangan dan
permintaan lain lain

Jatah

Kembali yang
bekas

Administrasi
Keadaan barang
logistik di gudang

Bekas tak
Tidak ada kembali

Janjikan diberikan Persetujuan


kepala TU

186
dicatat

Gambar 1. Prosedur logistik non medis

6.1.3 Logistik Dapur

Pelayanan gizi rumah sakit atau dapur rumah sakit bukan hanya merupakan hal
kebiasaan memenuhi kebutuhan makanan, tetapi merupakan hal penting yang meliputi :

a. Bagian dari terapi penyakit


b. Bagian dari kepuasan pasien
c. Bagian dari penghematan pasien
d. Bagian dari penerimaan rumah sakit

6.1.3.1 Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit


Secara lengkap dan tentu ada penyesuaian mengikuti kelas rumah sakit. Kegiatan
pelayanan gizi rumah sakit meliputi hal dibawah ini.
a. Pengadaan dan Penyediaan makanan
b. Melaksanakan penyuluhan
c. Mengembangkan tenaga pelaksana gizi
d. Menyelenggarakan administrasi dan tata usaha pelayanan gizi

6.1.3.2 Proses pelayanan gizi rumah sakit


Dalam proses ini yang perlu diperhatikan. (Dirjen. Yan. Med, 1992)
a. Dikerjakan di rawat inap, berupa penyajian makanan, atau di rawat jalan berupa
penyuluhan gizi.
b. Dalam hal makanan perlu diet atau tidak.
c. Perlu diperhatikan penghematan biaya dalam langakh penyediaan dan pengelolaan
makanan.
d. Proses penyajian harus menarik, karena akan berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
e. Bila diberi makanan diet, berilah pasien penjelasan yang cukup, sehingga tidak
menganggap makanan tidak enak.

187
f. Amati makanan sisa asien, bila banyak sisa makanan pasien, upayakan cari
penyebabnya.

6.2 Fungsi, Alur, dan Proses Logistik

Manajemen logistik mampu menjawab tujuan dan bagaimana cara mencapai tujuan
dengan ketersediaan bahan logistik setiap saat bila dibutuhkan dan dipergunakan secara
efisien dan efektif. Dalam sistem administrasi manajemen logistik (Subagya, 1994):

Unsur Fungsi Fungsi logistik:


manajemen: manajemen:

Fungsi Perencanaan
Man Planning
Fungsi Penganggaran
Money Organizing
Fungsi Pengadaan
Material Actuating
Fungsi Penyimpanan
Machine Controlling
Fungsi Penyaluran
Method
Fungsi Penghapusan

Fungsi Pengendalian

188
Gambar 2. Sistem Administrasi Manajemen Logistik

Pelaksanaan manajemen yang baik, maka unsur manajemen diproses melalui fungsi
manajemen dan fungsi tersebut merupakan pegangan umum untuk dapat terselenggaranya
fungsi logistik (Subagya, 1994).

Fungsi logistik dapat disusun dalam bentuk skema siklus kegiatan logistik sebagai
berikut (Mustiksari, 2007):

Perencanaan

Penghapusan Penganggaran

Pengendalian (control)

Pendistribusian Pengadaan

Penyimpanan

Gambar 3. Siklus Logistik

189
Setiap fungsi logistik tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain. Untuk itu
akan dibahas satu persatu fungsi logistik tersebut (Mustiksari, 2007).

6.2.1 Fungsi Perencanaan Manajemen Logistik

Pengertian umum adalah proses untuk merumuskan sasaran dan menentukan langkah
yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan secara
khusus perencanan logistik adalah merencanakan kebutuhan logistik yang pelaksanaannya
dilakukan oleh semua calon pemakai (user) kemudian diajukan sesuai dengan alur yang
berlaku di setiap organisasi (Mustikasari, 2007). Subagya menyatakan perencanaan adalah
hasil rangkuman dari kaitan tugas pokok, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan
atau lingkungan yang merupakan cara terencana dalam memuat keinginan dan usaha
merumuskan dasar dan pedoman tindakan (Subagya, 1994).

Pengelolaan logistik cenderung semakin kompleks dalam pelaksanannya sehingga akan


sangat sulit dalam pengendalian apabila tidak didasari oleh perencanaan yang baik.
Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi dan reporting yang
memadai dan berfungsi sebagai umpan balik untuk tindakan pengandalian terhadap devisi
yang terjadi (Subagya, 1994).

Suatu rencana harus didukung oleh semua pihak, rencana yang dipaksakan akan sulit
mendapatkan dukungan bahkan sebaliknya akan berakibat tidak lancar dalam
pelaksanaannya. Dibawah ini akan dilukiskan bagan kerjasama antara pimpinan, perencana,
pelaksana dan pengawas (Subagya, 1994).

Pimpinan/Staf

Pengkajian
Pengendalian

Persiapan
Pelaksanaan
Sasaran
190
Pengawasan

Pengawas

Gambar 4. kerjasama antara pimpinan, perencana, pelaksana dan pengawas

Dalam suatu kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan pencapaian
tujuan (sasaran) diperlukan kerjasama yang terus menerus antara pimpinan / staf, perencana,
pelaksana dan pengawas dengan masing-masing kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
uraian tugas masing-masing. Seluruh kegiatan diarahkan pada pencapaian tujuan (untuk
mencapai sasaran) organisasi (Subagya, 1994).

Perencanaan dapat dibagi kedalam periode sebagai berikut (Subagya, 1994):

a. Rencana jangka panjang (Long range)

b. Rencana jangka menengah (Mid range)

c. Rencana jangka pendek (Short range)

Periodisasi dalam suatu perencanaan sekaligus merupakan usaha penentuan skala


perioritas secara menyeluruh dan berguna untuk usaha tindak lanjut yang terperinci. Melalui
fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan ini akan menghasilkan antara lain (Subagya,
1994):

a. Rencana Pembelian

b. Rencana Rehabilitasi

c. Rencana Dislokasi

d. Rencana Sewa

e. Rencana Pembuatan.
191
Dalam tahapan perencanaan logistik pada umumnya dapat menjawab dan
menyimpulkan pernyataan sebagai berikut (Subagya, 1994):

a. Apakah yang di butuhkan (what) untuk menentukan jenis barang yang tepat

b. Berapa yang di butuhkan (how much, how many) untuk menentukan jumlah yang tepat

c. Bilamana dibutuhkan (when) untuk menentukan waktu yang tepat

d. Di mana dibutuhkan (where) untuk menentukan tempat yang tepat

e. Siapa yang mengurus atau siapa yang menggunakan (who) untuk menentukan orang atau
unit yang tepat

f. Bagaimana diselenggarakan (how) untuk menentukan proses yang tepat

g. Mengapa dibutuhkan (why) untuk memeriksa apakah keputusan yang diambil sudah tepat.

6.2.2 Fungsi Penganggaran Manajemen Logistik

Penganggaran (budgetting), adalah semua kegiatan dan usaha untuk merumuskan


perincian penentu kebutuhan dalam suatu skala tertentu/skala standar yaitu skala mata uang
dan jumlah biaya (Subagya, 1994).

Dalam fungsi penganggaran, semua rencana dari fungsi perencanaan dan penentu
kebutuhan dikaji lebih lanjut untuk disesuaikan dengan besarnya biaya dari dana yang
tersedia. Dengan mengetahui hambatan dan keterbatasan yang dikaji secara seksama maka
anggaran tersebut merupakan anggaran yang dapat dipercaya.

Apabila semua perencanaan dan penentu kebutuhan telah diperiksa berulang kali dan
diketahui untung ruginya serta telah diolah dalam rencana biaya keseluruhan, maka
penyediaan dana tersebut tidak boleh diganggu lagi, kecuali dalam keadaan terpaksa.

Pengaturan keuangan yang jelas, sederhana dan tidak rumit akan sangat membantu
kegiatan. Dalam menyusun anggaran terdapat beberapa hal yang harus di perhatikan antara
lain adalah:

192
a. Peraturan terkait

b. Pertimbangan politik, sosial, ekonomi dan tehnologi

c. Beberapa hal yang berhubungan dengan anggaran

d. Pengaturan anggaran seperti: sumber biaya pendapatan sampai dengan


pengaturan logistik

Sumber
Dana yang tersedia
dana

Pembentukan tim
anggaran

Perencanaan

Pengumpulan dan
pengolahan data untuk
anggaran

Penyusunan
Misi Tujuan
anggaran

Persetujuan
Direktur

193
Evaluasi Pelaksanaan
Anggaran di akhir
periode

Gambar 5. Skema fungsi penganggaran

Sumber anggaran di suatu rumah sakit beragam, tergantung pada institusi yang ada
apakah milik pemerintah atau swasta. Pada Rumah sakit Pemerintah, sumber anggaran dapat
berasal dari Dana Subsidi (Bappenas, Depkes, Pemda) dan dari penerimaan rumah sakit.
Sedangkan pada rumah sakit swasta sumber anggaran berasal dari Dana Subsidi (Yayasan
dan Donatur), Penerimaan rumah sakit dan Dana dari pihak ketiga (Mustikasari, 2007).

Alokasi anggaran logistik Rumah Sakit 40 %-50 % dalam bentuk obat dan bahan
farmasi, alat tulis kantor, cetakan, alat rumah tangga, bahan makanan, alat kebersihan dan
suku cadang (Mustikasari, 2007).

6.2.3 Fungsi Pengadaan Manajemen Logistik

Pengadaan adalah semua kegiataan dan usaha untuk menambah dan memenuhi
kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu
yang tadinya belum ada menjadi ada. Kegiatan ini termasuk dalam usaha untuk tetap
mempertahankan sesuatu yang telah ada dalam batas efisiensi. (Subagya, 1994). Sedangkan
Mustikasari berpendapat fungsi pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasi atau
mewujudkan kebutuhan yang telah direncanakan atau telah disetujui sebelumnya.

Pengadaan tidak selalu harus dilaksanakan dengan pembelian tetapi didasarkan dengan
pilihan berbagai alternatif yang paling tepat dan efisien untuk kepentingan organisasi. Cara
yang dapat dilakukan untuk menjalankan fungsi pengadaan adalah:

a. Pembelian
194
b. Penyewaan

c. Peminjaman

d. Pemberian ( hibah )

e. Penukaran

f. Pembuatan

g. Perbaikan

Proses pengadan peralatan dan perlengkapan pada umumnya dilaksanakan dengan


tahapan sebagai berikut:

Perencanaan Penyusunan Pengiklanan Pemasukan dan


dan penentuan dokumen undangan pembukuan
dokumen tender tender lelang penawaran

Masa sanggah Pengusulan dan Evaluasi penawaran


penentuan
pemenang

Penunjukkan Pengaturan Pelaksanaan


pemenang kontrak kontrak

Gambar 6. Proses pengadaan peralatan dan perlengkapan

6.2.4 Fungsi Penyimpanan Manajemen Logistik


195
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan pengelolaan
barang persediaan di tempat penyimpanan (Mustikasari, 2007). Penyimpanan berfungsi untuk
menjamin penjadwalan yang telah ditetapkan dalam fungsi sebelumya dengan pemenuhan
yang tepat dan biaya serendah mungkin. Fungsi ini mencakup semua kegiatan mengenai
pengurusan, pengelolaan dan penyimpanan barang. Fungsi yang lain adalah: kualitas barang
dapat dipertahankan, barang terhindar dari kerusakan, pencarian barang yang lebih mudah
dan barang yang aman dari pencuri.

Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam fungsi penyimpanan adalah:

a. Pemilihan lokasi

Aksesibilitas, utilitas, komunikasi, bebas banjir, mampu menampung barang


yang disimpan, keamanan dan sirkulasi udara yang baik.

b. Barang (Jenis, bentuk barang atau bahan yang disimpan)

Jenis dan bentuk barang dapat digolongkan ke dalam:

1) Barang biasa: Kendaraan, mobil ambulan, alat berat, brankas, kursi roda dll.

2) Barang khusus: Obat, alat medis dll.

c. Pengaturan ruang

Bentuk tempat penyimpanan, rencana penyimpanan, penggunaan ruang secara


efisien dan pengawasan ruangan.

d. Prosedur atau sistem penyimpanan

Formulir transaksi, kartu catatan, kartu pemeriksaan, cara pengambilan barang,


pengawetan dll.

e. Penggunaan alat bantu

f. Pengamanan dan keselamatan

Pencegahan terhadap api, pencurian, tindakan pencegahan terhadap kecelakan,


gangguan terhadap penyimpanan dan tindakan keamanan. (Subagya, 1994)

196
G
a
m
b
a
r

Gambar 7. Skema fungsi penyimpanan barang logistik

6.2.5 Fungsi Penyaluran (Distribusi) Manajemen Logistik

Penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha untuk mengelola


pemindahan barang dari satu tempat ketempat lainnya (Subagya, 1994). Faktor yang
mempengaruhi penyaluran barang antara lain:

a. Proses Administrasi

b. Proses penyampaian berita (data informasi)

c. Proses pengeluaran fisik barang

d. Proses angkutan

197
e. Proses pembongkaran dan pemuatan

f. Pelaksanaan rencana-rencana yang telah ditentukan

Ketelitian dan disiplin yang ketat dalam menangani masalah penyaluran merupakan
unsur yang sangat penting untuk mencapai tujuan yang diharapkan. (Subagya, 1994)

6.2.6 Fungsi Penghapusan Manajemen Logistik

Penghapusan adalah kegiatan atau usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban


sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (Subagya, 1994). Alasan
penghapusan barang antara lain:

a. Barang hilang, akibat kesalahan sendiri, kecelakaan, bencana alam,


administrasi yang salah, tercecer atau tidak ditemukan

b. Teknis dan ekonomis: setelah nilai barang dianggap tidak ada manfaatnya.
Keadaan tersebut disebabkan beberapa faktor: kerusakaan yang tidak dapat
diperbaiki, obsolete (meningkatkan efisiensi atau efektivitas), kadaluarsa yaitu
suatu barang tidak boleh dipergunakan lagi menurut ketentuan waktu yang
ditetapkan, aus atau deteriorasi yaitu barang mengurang karena susut,
menguap atau hadling, Busuk karena tidak memenuhi spesifikasi sehingga
barang tidak dapat dipergunakan lagi.

c. Surplus dan ekses

d. Tidak bertuan: Barang-barang yang tidak diurus

e. Rampasan yaitu barang-barang bukti dari suatu perkara

Program penghapusan dapat ditinjau dari dua aspek antara lain:

a. Aspek yuridis, administrasi dan prosedur

Dalam aspek yuridis mencakup pembentukan panitia penilai, identifikasi dan


inventarisasi peraturan yang mengikat, persyaratan atau ketentuan terhadap
barang yang dihapus, penyelesaian kewajiban sebelum barang dihapus.

198
b. Aspek rencana pelaksana teknis

Evaluasi, rencana pemisahan dan pembuangan serta rencana tindak lanjut.


Cara penghapusan yang lazim dilakukan antara lain:

1) Pemanfaatan langsung: usaha merehabilitasi atau merekondisi komponen


yang masih dapat digunakan kembali dan dimasukkan sebagai barang
persediaan baru.

2) Pemanfaatan kembali: usaha meningkatkan nilai ekonomis dari barang


yang dihapus menjadi barang lain

3) Pemindahan: mutasi kepada instansi yang memerlukan dalam rangka


pemanfaatan langsung

4) Hibah: pemanfaatan langsung atau peningkatan potensi kepada badan atau


pihak di luar instansi (Pemerintah)

5) Penjualan atau Pelelangan: dijual baik di bawah tangan atau dilelang

6) Pemusnahan: menyangkut keamanan dan keselamatan lingkungan


(Subagya, 1994)

Membentuk panitia
penilai

Identifikasi dan
inventarisasi
Cara penghapusan:
Persyaratan atau ketentuan 1. Pemanfaatan langsung
barang yang dihapus
2. Pemanfaatan kembali
3. Pemindahan
Penyelesaian kewajiban 4. Hibah
sebelum barang dihapus
5. Penjualan atau
pelelangan
Penghapusan 6. Pemusnahan

199
Gambar 8. Skema Fungsi Penghapusan manajemen logistik

6.2.7 Fungsi Pengendalian Manajemen Logistik

Pengendalian adalah sistem pengawasan dari hasil laporan, penilaian, pemantauan dan
pemeriksaan terhadap tahapan manajemen logistik yang sedang atau telah berlangsung
(Mustikasari, 2007). Bentuk kegiatan pengendalian antara lain:

a. Merumuskan tatalaksana dalam bentuk manual, standar, kriteria, norma,


instruksi dan prosedur lain

b. Melaksanakan pengamatan (Monitoring), evaluasi dan laporan, guna


mendapatkan gambaran dan informasi tentang penyimpangan dan jalannya
pelaksanaan dari rencana

c. Melakukan kunjungan staf guna mengidentifikasi cara pelaksanaan dalam


rangka pencapaian tujuan

d. Melakukan supervisi

Agar pelaksanaan pengendalian dapat berjalan dengan baik diperlukan sarana


pengendalian sebagai berikut:

a. Struktur organisasi yang baik

b. Sistem informasi yang memadai

c. Klasifikasi yang selalu mengikuti perkembangan menuju standardisasi

d. Pendidikan dan pelatihan

e. Anggaran yang cukup memadai (Subagya, 1994)

7. Contoh Penerapan Manajemen Logistik

Manajemen logistik adalah kemampuan untuk mengelola aliran barang, jasa,


informasi, uang dan ide serta aliran manusia itu sendiri. Manajemen logistik merupakan
penunjang mutu pelayanan kesehatan. Dalam manajemen logistik terdapat alur fungsi
kegiatan logistik yang meliputi perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan,
200
penyaluran, penghapusan, dan pengendalian. Jika fungsi-fungsi tersebut berjalan dengan
baik, maka mutu pelayanan kesehatan akan terjamin dengan baik. Dalam contoh penerapan
ini, kelompok kami akan membahas mengenai perbandingan penerapan fungsi kegiatan
logistik pada rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Kami akan membandingkan
manajemen logistik obat di RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya dan Rumah Sakit
Muhammadiyah Surabaya.

Perencanaan obat. Pada RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya yakni setiap melakukan
perencanaan dilakukan pembuatan Rancangan Rencana Kebutuhan Anggaran (RRKA) oleh
penunjang medisnya. Dalam RRKA pencatatan yang dilakukan adala nama obat, jumlah obat,
harga obat, dan expired date obat yang direncanakan. Namun, perencanaan obat belum
berjalan dengan baik karena terdapat stagnant dan stockout obat di RSUD Dr. M.
Soewandhie Surabaya yang dipengaruhi oleh perhitungan perencanaan yang belum dilakukan
dengan baik dan belum adanya struktur organisasi dan uraian jabatan di seksi penunjang
medis yang mengurus logistik tersebut. (Hanum, 2010) Pada Rumah Sakit Muhammadiyah
Surabaya tidak terdapat metode tertentu dalam melakukan perencanaan kebutuhan obat. Cara
yang dilakukan hanya berdasarkan feeling, pemakaian periode sebelumnya, dan trend
musiman penyakit yang terjadi. Belum adanya metode perencanaan tertentu di Rumah Sakit
Muhammadiyah menyebabkan ketidaktepatan jumlah pemakaian obat dengan kebutuhan riil.
Adanya kejadian stagnant dan stockout obat merupakan konsekuensi konkret tidak adanya
metode perencanaan. Stagnant juga terjadi dikarenakan keterlambatan pengiriman obat dari
pihak distributor, pemesanan obat generik kepada lebih dari satu perusahaan farmasi dan
pesanan tiba dalam waktu yang hampir bersamaan, atau kasus untuk obat tertentu yang tidak
terlalu banyak. Sedangkan penyebab stockout adalah ketersediaan obat tergantung
kontinyuitas dari detailer dari masing-masing perusahaan farmasi untuk menawarkan produk
obat tertentu kepada dokter. Jika detailer-nya tidak secara kontinyu menawarkan kembali
produk tersebut, maka dokter akan beralih kepada detailer lain yang membawa produk yang
sama dengan merk yang berbeda. Selain itu, juga bisa terjadi karena perusahaan farmasi tidak
memproduksi kembali jenis obat dengan merk tertentu, pemesanan yang tidak banyak
dilakukan jika pemakaian sedikit, pemakaian obat yang fluktuatif sehingga tidak dapat
diprediksi penggunaan obat untuk periode berikutnya. (Uswatun, 2010)

Pengadaan obat. Pada RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya pengadaan obat berasal
dari dana APBD dan terdapat tiga macam pengadaan yang dilakukan yaitu secara lelang,
201
penunjukan langsung dan swakelola. Proses pengadaan secara lelang dilakukan jika dana
yang digunakan dalam pembelian obat lebih dari 50.000.000,-, pengadaan secara penunjukan
langsung dilakukan jika dana yang dikeluarkan kurang dari sama dengan 50.000.000,- dan
lebih dari sama dengan 5.000.000.,- dan pengadaan secara swakelola dilakukan jika dana
yang dikeluarkan kurang dari 5.000.000,-. Pengadaan secara lelang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rumah sakit dan jika di rumah sakit masih memiliki persediaan yang
cukup sampai kebutuhan yang diadakan datang. Pengadaan secara penunjukan langsung
dilakukan untuk memenuhi kebutuan yang diperlukan dalam waktu yang relatif cepat tetapi
tidak mendesak. Pengadaan secara swakelola dilakukan jika kebutuhan tersebut mendesak
dan harus dipenuhi. (Hanum, 2010) Berbeda dengan Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya,
pengadaan obat hanya berdasarkan jumlah yang tercatat dalam kartu stok. Jika obat
mendekati habis maka dilakukan pemesanan. Akibat dari pemesanan yang dilakukan sebelum
obat habis adalah bila terjadi keterlambatan pengiriman atau kekosongan pabrik untuk jenis
obat tersebut maka akan terjadi stockout obat. (Uswatun, 2010)

Penerimaan merupakan rangkaian kegiatan logistik agar menjamin obat yang diterima
dalam keadaan baik jenis dan jumlahnya sesuai dengan dokumen yang menyertainya dan
sesuai dengan permintaan. Pada RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya barang yang diterima
dicatat dan dilakukan pemeriksaan obat dan datanya dimasukkan ke dalam komputer dan
kartu stok yang tersimpan di ruangan administrasi. Kemudian obat disimpan di dalam gudang
penyimpanan dan dipantau melalui kartu stok dan komputer. Penerimaan dan penyimpanan
obat tersebut telah memenuhi prosedur penerimaan obat dengan kategori baik. (Hanum,
2010) Sedangkan, pada Rumah Sakit Muhammadiyah belum ada metode tertentu untuk
pengendalian persediaan obat dalam hal penerimaan dan penyimpanan dikarenakan
keterbatasan waktu dan tenaga petugas gudang logistik. Pengendalian obat tersebut hanya
dilakukan secara sederhana menggunakan kartu stok saja. (Uswatun, 2010)

Stagnant dan stockout yang terjadi pada kedua rumah sakit tersebut harus
diselesaikan. Terdapat beberapa saran sebagai alternatif pemecahan masalah dalam
manajemen logistik obat pada kedua rumah sakit tersebut. Pada RSUD Dr. M. Soewandhie
Surabaya perlu dibuat struktur organisasi beserta uraian jabatan yang mengurusi logistik di
seksi penunjang medisnya sehingga dapat lebih fokus dalam mengatur bidang logistik.
Dengan demikian, organisasi tersebut dapat membuat perencanaan obat dengan tepat
sehingga tidak terjadi stagnant dan stockout lagi. Pada Rumah Sakit Muhammadiyah
202
Surabaya diperlukan rancangan rencana kebutuhan anggaran obat untuk memprediksi alokasi
dana tahunan rumah sakit dan memprediksi jumlah obat yang dibutuhkan sehingga
meningkatkan ketepatan jumlah pemakaian obat. Selain itu, dibutuhkan penambahan tenaga
petugas gudang logistik agar pendataan obat dapat berjalan dengan baik.

203

Anda mungkin juga menyukai