Anda di halaman 1dari 13

Referat Kepaniteraan Klinik

Ilmu Kesehatan Mata


Miopia

Disusun oleh:
Putri Paramitha Oeniasih / 01073170122

Pembimbing:
dr. Maria Larasati, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN


MATA
RUMAH SAKIT SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE JUNI - JULI 2019
TANGERANG

1
DAFTAR ISI

BAB 1PENDAHULUAN..........................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................4
2.1 Anatomi dan fisiologi mata..............................................................................................4
2.2 Definisi.............................................................................................................................5
2.3 Epidemiologi....................................................................................................................5
2,4 Etiopatogenesis.................................................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis............................................................................................................7
2.6 Diagnosis.........................................................................................................................8
2.7 Tatalaksana......................................................................................................................9
2.8 Progresivitas ....................................................................................................................9

2.9 Komplikasi ..................................................................................................................... 10


2.10 Prognosis......................................................................................................................11
BAB 3 KESIMPULAN............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

2
BAB 1
PENDAHULUAN

Miopia atau rabun jauh merupakan suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar
sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina pada mata tanpa akomodasi. Prevalensi
penderita miopia di asia mencapai 70 – 90 %, dan angka rata-ratanya meningkat di seluruh
kelompok etnik. Kemudian, penelitian yang pernah dilakukan di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia menunjukkan, dari 300 anak-anak sekolah di perkotaan, 15% di
antaranya mengalami kelainan refraksi.1
Miopia dapat disebabkan karena panjang bola mata anteroposterior terlalu besar atau
karena kekuatan pembiasan media refraksi yang terlalu kuat. Penyebab utamanya adalah
genetik, namun faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi seperti kekurangan gizi dan
vitamin, membaca serta bekerja dengan jarak terlalu dekat dan waktu lama.1
Pada penderita miopia, akan mengatakan melihat lebih jelas bila dekat bahkan terlalu
dekat, sedangkan melihat jauh kabur. Kadang kepala terasa terasa sakit atau mata terasa lelah,
misalnya saat berolah raga atau mengemudi.1,2
Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien miopia adalah koreksi kacamata dengan
menggunakan lensa sferis konkaf (negative) yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal. Lensa sferis negatif ini dapat mengoreksi bayangan pada miopia dengan cara
memindahkan bayangan mundur tepat ke retina.1,2
Maksud dari penulisan ini adalah untuk lebih memahami dan mengerti tentang miopia
agar para penderita miopia dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan maksimal.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Refraksi Mata


Mata mempunyai prinsip yang mirip seperti kamera, yang terdiri dari media refrakta
dengan retina sebagai filmnya. Bagian mata yang penting sebagai media refrakta pada
mata dari depan ke belakang terdiri atas kornea, humor aqueus, lensa, dan humor
vitreus. Media-media refrakta ini bersifat jernih, memiliki permukaannya sendiri-
sendiri, memiliki kurvatura dan indeks bias berlainan, serta melekat satu sama lain
sehingga menjadi satu kesatuan yang jumlah kekuatan refraksi totalnya bukan
merupakan jumlah masing-masing komponennya.1-3

Gambar 1. Anatomi mata

Permukaan kornea (n=1,33) adalah cembung sehingga cahaya yang masuk dapat
berkumpul. Humor aquous (n=1,33) yang memiliki indeks bias sama dengan kornea
akan meneruskan cahaya melewati pupil dan menuju lensa (n=1,42) dimana cahaya
akan lebih difokuskan lagi. Badan kaca, memiliki indeks bias lebih kecil daripada lensa
sehingga cahaya akan disebarkan. Pada mata normal, bayangan yang terbentuk akan
jatuh tepat di retina (makula lutea), dimana sifat bayangan tersebut bersifat nyata,
terbalik, diperkecil, hitam dan dua dimensi. Kemudian, setelah impuls dibawa oleh
nervus optikus, bayangan yang dipersepsi di pusat penglihatan di otak akan menjadi
tegak, ukurannya sama, berwarna, dan tiga dimensi.1-3

4
Gambar 2. Prinsip refraksi mata

2.2 Definisi Miopia


Miopia atau rabun jauh merupakan suatu kondisi dimana sumbu bola mata
anteroposterior dapat terlalu panjang atau kekuatan pembiasaan media refraksi terlalu
kuat. (faktor yang mempengaruhi miopia). Pada miopia, dalam keadaan tanpa
akomodasi, sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga akan difokuskan di depan
retina, sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur.3,4

2.3 Epidemiologi
Prevelansi miopia di dunia cenderung mengalami peningkatan, terutama pada anak-
anak di usia sekolah. Berdasarkan data WHO pada tahun 2010, prevalensi miopia di
dunia sebesar 27% dan 2,8% untuk miopia tinggi, sekitar 90% diantaranya berada di
negara berkembang. Kemudian, diprediksikan bahwa pada tahun 2050, prevelansi
miopia dapat mencapai 49,8% dengan prevelansi miopia tinggi 9,8%. Data yang ada di
Indonesia, berdasarkan penelitian Cahyana et al dengan mengambil sampel kalangan
mahasiswa, ditemukan bahwa prevelansi miopia mencapai 66,6%. Kemudian,
penelitian lain yang dilakukan di daerah perkotaan dan pedesaan menunjukkan
prevalensi di daerah perkotaan sebesar 13,9%, sedangkan di daerah pedesaan sebesar
7,5%.4,5,6

2.4 Etiopatogenesis
Miopia memiliki faktor penyebab yang sangat kompleks. Faktor genetik dan
lingkungan memiliki peran penting pada kejadian miopia. Beberapa penelitian
mendukung bahwa miopia diturunkan secara genetik. Prevalensi anak penderita miopia
dari kedua orang tua yang juga miopia adalah 30-40%. Angka ini menurun menjadi 20-
25% bila hanya salah satu orang tua yang menderita miopia dan 10% pada anak

5
penderita miopia yang memiliki orang tua bukan miopia. Kelainan refraksi dan panjang
sumbu mata diperkirakan berhubungan erat dengan orang tua yang juga memiliki
kelainan tersebut.5-7
Beberapa teori yang dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya miopia,
diantaranya teori aksial, teori Steiger dan Saiful Basri. Teori aksial menyatakan bahwa
status refraksi tergantung pada sumbu bola mata yang lebih panjang sedangkan
kelengkungan kornea dan lensa normal. Pada school myopia, terjadi karena faktor
lingkungan yaitu akibat bekerja dalam jarak dekat sehingga terjadi perpanjangan sumbu
bola mata tanpa disertai perubahan kornea. Diduga karena konvergensi berlebihan, M.
rektus medial berkontraksi berlebihan sehingga bola mata terjepit oleh otot-otot
ekstraokular. Ini menyebabkan polus posterior mata, tempat yang paling lemah dari
bola mata, memanjang. Miopia patologis yang ditandai dengan miopia tinggi umumnya
merupakan miopia aksial.6-8
Teori Steiger atau teori herediter menyatakan bahwa status refraksi ditentukan
oleh kekuatan refraksi kornea, lensa dan sumbu bola mata. Ketiga komponen tersebut
hanya dipengaruhi secara herediter.8
Teori Sato atau teori lentikular atau teori refraktif menjelaskan mekanisme
adaptasi lensa karena akomodasi yang terjadi secara terus menerus. Akomodasi ini
terjadi karena penglihatan jarak dekat, dimana tidak mempengaruhi kornea dan sumbu
bola mata tetapi meningkatkan kekuatan refraksi lensa.8-9
Teori lain adalah teori kurvatura dimana ditemukan kelainan kornea, baik
kongenital (keratokonus, keratoglobus) maupun akuisita (keratektasia) dan lensa,
misalnya lensa terlepas dari zonula Zinnii (pada luksasi lensa atau subluksasi lensa,
sehingga oleh karena kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung.9

6
Gambar 3. Pembiasan sinar pada miopia fokus di depan retina

2.5 Manifestasi Klinis


Keluhan penderita berupa penglihatan buram jika melihat atau membaca dari
jarak jauh dan kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala. Pasien dengan miopia akan
menyatakan melihat lebih jelas bila dekat, dan akan menjadi kabur apabila melihat jauh.
Orang dengan miopia umunya sering menggosok-gosok mata untuk membuat
kurvatura kornea lebih datar sementara. Selain itu ia mungkin sering menyempitkan
celah mata untuk mendapatkan efek celah (slit), yang merupakan usaha untuk
mengurangi aberasi kromatis dan sferis. Kemudian, pada anak sekolah dengan miopia
akan sering mendekati papan tulis ketika sedang mencatat pelajarannya.8-9
Menurut derajat, beratnya miopik dapat dibagi menjadi :
a. Miopia ringan, dimana miopia 1-3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Berdasarkan klinis :
1. Simpel  kurang dari 6 Dioptri, atau tanpa kelainan patologi
2. Pseudomiopia  peningkatan kekuatan refraktif akibat akomodasi terus
menerus
3. Patologi  miopia tinggi disertai perubahan patologi pada segmen posterior
Adapun tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada miopia tinggi antara lain, bola
mata lebih menonjol dengan kamera okuli anterior yang lebih dalam. Pupil relatif lebih
lebar dengan iris tremulans yang menyertai cairnya badan kaca. Badan kaca dapat
tampak keruh (obscurasio corpori vitrei). Kekeruhan juga mungkin ditemukan pada
polus posterior lensa. Terdapat stafiloma posterior, fundus tigroid di polus posterior
retina (pigmen tidak terbagi rata, tetapi berkelompok-kelompok seperti bulu harimau).

7
Bisa ditemukan atrofi koroid berbentuk sabit miopik (myopic crescent) atau plak anular
(annular patch) di sekitar papil, berwarna putih dengan pigmentasi di pinggirnya.
Perdarahan mungkin terjadi terutama di daerah makula, yang mungkin masuk ke dalam
badan kaca. Proliferasi sel epitel pigmen di daerah makula (bintik hitam Forster Fuchs)
bisa ditemukan. Miopia tinggi merupakan faktor predisposisi untuk ablatio retina.9

2.6 Diagnosis
Pemeriksaan oftalmologis yang dilakukan dapat berupa cara objektif dengan
menggunakan oftalmoskopi direk, retinoskop dan pemeriksaan dengan menggunakan
autorefraktometer. Pemeriksaan tajam penglihatan atau visus secara subjektif dengan
menggunakan Snellen chart pada jarak 6 meter harus dilakukan. Kelainan refraksi
diukur dalam derajat dioptri dan sebutan miopia menggunakan tanda – (minus).
Ketajaman penglihatan yang kurang baik pada miopia dapat dikoreksi dengan
menggunakan lensa sferis – (S-). Koreksi tajam penglihatan dimulai dengan
menggunakan Sferis negatif terkecil yang akan memberikan ketajaman penglihatan
terbaik tanpa akomodasi.10
Pemeriksaan objektif dengan menggunakan autorefraktometer, dimana
pembacaan dilakukan sebanyak tiga kali pada masing – masing mata pasien. Hasil
kemudian dijumlahkan dan dirata-rata untuk mendapatkan status refraksi pasien.
Namun, meskipun refraktometer jauh lebih mudah dan cepat dibandingkan
pemeriksaan dengan menggunakan Snellen, baku emas untuk diagnosis kelainan
refraksi tetap pemeriksaan visus subjektif.3,10
Pada penderita miopia patologik, segmen posterior memberikan gambaran
kelainan pada badan kaca, papil saraf optik, makula dan fundus. Pada badan kaca, dapat
ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters
atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang hubungannya belum jelas diketahui dengan keadaan miopia. Pada papil saraf
optik, terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil lebih pucat meluas kearah
temporal. Kresen miopia dapat keseluruh lingkaran papil sehingga seluruh lingkaran
papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur. Pada
makula, berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan
subretina pada daerah makula. Dan seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa
penipisan koroid dan retina, akibat penipisan retina ini bayangan koroid tampak lebih
jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.5,8,10
8
Gambar 4. Gambaran miopi patologi

2.7 Progresifitas Miopia


Pada umumnya, progresifitas miopia berkisar antara 0,35 sampai 0,55 dioptri
per tahun. Semakin muda onset dari miopia, maka progresifitasnya akan semakin cepat.
Selain itu, derajat miopianya juga cenderung lebih besar. Pada beberapa kasus,
progresifitas miopia dapat berlanjut hingga dewasa dengan kecepatan 0,02 sampai 0,10
dioptri/tahun dan dapat menjadi lebih tinggi pada kalangan akademisi hingga 0,20
dioptri/tahun. Pada keadaan tertentu, perkembangan miopia dapat sangat progresif.
Kondisi ini disebut juga sebagai progressive myopia atau miopia patologis dengan
kecepatan hingga 4 dioptri/tahun.10-11

2.8 Tatalaksana
Penanganan miopia dapat berupa koreksi dengan lensa sferis negatif terkecil.
Untuk miopia ringan-sedang, diberikan koreksi penuh yang harus dipakai terus
menerus baik untuk penglihatan jauh maupun dekat. Namun, untuk kasus-kasus orang
dewasa dengan derajat presbiobi yang kurang lebih sama dengan miopianya, dapat
menggunakan lensa khusus untuk presbiopi, atau saat membaca dapat melepaskan kaca
mata lensa sferis negatifnya.9-11
Pada miopia tinggi, mungkin untuk penglihatan jauh diberikan pengurangan
sedikit dari koreksi penuh (2/3 dari koreksi penuh) untuk mengurangi efek prisma dari
lensa yang tebal. Untuk penderita >40 tahun, harus dipikirkan derajat presbiopianya,
sehingga diberikan kacamata dengan koreksi penuh untuk jauh, untuk dekatnya
dikurangi dengan derajat presbiopianya.3,10-12

9
Selain mengoreksi dengan lensa sferis negatif, terdapat beberapa hal yang
penting diperhatikan untuk menjaga kesehatan mata. Diusahakan cukup tidur,
pekerjaan dekat dikurangi, banyak bekerja di luar, jangan membaca terus menerus,
penggunaan alat-alat elektronik harus dibatasi. Kemudian, kacamata harus selalu
dipakai, penerangan lampu yang baik terutama saat membaca, dari atas dan belakang,
membaca dalam posisi kepala tegak jangan membungkuk.
Terdapat beberapa pilihan operasi yang saat ini digunakan sebagai terapi dari
miopia antara lain, incisional corneal surgery (RK), ablative corneal surgery (PRK,
LASIK, LASEK, Intra-LASIK), keratoplasty (FTK, LTK, CK). Pemilihan tekhnik
operasi dapat membuat penderita miopia untuk tidak menggunakan kacamata maupun
lensa kontak. Namun, dilakukan operasi bukan berarti menghambat progresifitas
miopia sehingga sangat mungkin dilakukan operasi hingga dua kali.
Tatalaksana pada miopia patologi juga dapat dilakukan koreksi dengan
kacamata maupun lensa kontak. Pada miopia patologi, tindakan operatif kornea tidak
disarankan, misal tindakan LASIK, namun implantasi IOL merupakan tindakan bedah
yang disarankan. Tindakan lain, dapat dilakukan vitrectomy, macular scleral buckling,
laser fotocoagulation dan edukasi terhdap pasien.

2.9 Komplikasi12
Komplikasi dari miopia patologi, yakni miopia tinggi yang terkait dengan
perubahan patologi terutama di segmen posterior mata. Tingginya derajat miopia ini
disebabkan peningkatan panjang aksial bola mata:
a. Stafiloma Posterior
Merupakan penonjolan dari dinding mata bagian posterior. Hal ini diduga karena
pada kasus miopia tinggi terdapat elongasi axis yang berkonsekuensi terjadinya
penarikan pada dinding posterior.
1. Dome-shaped Macula
Dikarakteristikan dengan penonjolan ke arah anterior pada makula.

Gambar 5. Dome-shaped makula

10
2. Retinal Atrophy
Merupakan suatu kondisi dimana koroid dan retina mengalami kerusakan.
Elemen-elemen retina mengalami proses peregangan dan menurunnya suplai
darah, arteri vena retina tampak lebih lurus, retina akan mengalami penipisan.
Atrofi retina yang kemudian akan menjadi skotoma yaitu defek lapang pandang.
3. Penipisan koroid dan sklera
Adanya konvergensi yang berlebihan, akomodasi yang terus menerus dan
kontraksi muskulus orbikularis okuli akan mengakibatkan tekanan intra okuler
meningkat yang selanjutnya menimbulkan peregangan sklera. Selain itu pada
akomodasi dimana terjadi kontraksi muskulus ciliaris akan menarik koroid,
sehingga menyebabkan atropi.
4. Perubahan Pada Area Makula
Terdapat penipisan pada retina, kehilangan selsel rods dan sel-sel cones serta
area makula lebih datar. Terjadi degenerasi kistik serta atrofi. Perubahan yang
sering terjadi pada area makula adalah bintik Fuchs, bintik ini merupakan
degenerasi terlokalisir, terkait dengan pertumbuhan jaringan neovaskular koroid
menjadi ruang epitel pigmen subretina dan proliferasi epithelium pigmen retina
pada jaringan. Pemunculan bintik biasanya terkait dengan pendarahan dari
jaringan neovaskuler. Gambaran oftalmoskopis bintik Fuchs Koroid bervariasi.
Pada tahap awal (sebelum perdarahan), tampak gambaran sebagai bintik gelap,
bulat atau oval dan elevated, batas tegas, dikelilingi retina yang tampak normal.
Warnanya bisa tampak abu-abu, hijau keabu-abuan atau merah keabu-abuan,
tergantung keberadaan jaringan lain. Ukurannya bisa lebih kecil atau lebih besar
dari discus opticus. stroma koroid dan menurunnya sirkulasi pembuluh
Perubahan lain pada makula adalah macular holes. Ini disebabkan oleh efek
traksi dari vitreoretinal

2.10 Prognosis
Pada miopia ringan-sedang, umumnya prognosis baik dan orang dengan miopia
dapat menjalankan aktifitas sehari-hari dengan baik apabila dilakukan koreksi dengan
lensa sferis negatif (-). Kemudian, perbaikan gaya hidup yang dapat memelihara
kesehatan mata juga akan meningkatkan prognosis.

11
BAB 3
KESIMPULAN

Pada miopia, dalam keadaan tanpa akomodasi, sinar sejajar yang datang dari
jarak tak terhingga akan difokuskan di depan retina, sehingga pada retina didapatkan
lingkaran difus dan bayangan kabur. Prevelensi miopia baik di dunia maupun di
Indonesia sangat tinggi dan diprediksikan bahwa pada tahun 2050, prevelansi miopia
dapat mencapai 49,8% dengan prevelansi miopia tinggi 9,8%.
Terdapat beberapa teori yang menjadi etiopatogenesis miopia antara lain teori
aksial yang menyatakan bahwa status refraksi tergantung pada sumbu bola mata yang
lebih panjang. Kemudian, teori genetik, teori kurvatura, terdapat juga miopia patologis
yang ditandai dengan miopia tinggi yang terkait dengan perubahan patologi terutama
di segmen posterior mata. Pada miopia patologi, dapat terjadi komplikasi-komplikasi
yang mengancam penglihatan, antara lain perubahan pada area makula, atrofi retina,
dan penipisan koroid-sklera.
Orang dengan miopia umumnya penglihatan buram ketika melihat jauh.
Tatalaksana pada miopia dapat dilakukan koreksi dengan lensa sferis negatif (-).
Penting juga dilakukan pemeliharaan mata seperti mengurangi penggunaan alat-alat
elektronik, mengurangi durasi membaca, dan membaca di tempat terang.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. anatomi & embriologi mata: Glaukoma. Edisi
ke-17. Jakarta: EGC; 2015. hal.1-228.
2. Dunaway, D dan lan Berger. Worldwide Distribution Of Visual Refractive Errors And
What To Expect At A Particular Location, Presentation to the International Society for
Geographic and Epidemiologic Ophthalmology. [online]. www. Infocusonline.org. [14
November 2016].
3. Suhardjo, Hartono. Miopia. Buku ajar oftalmologi. Jakarta : 2007.
4. Nurwinda S, Rejeki SA, Mulnaringnum U. Hubungan antara ketaatan berkacamata
dengan progresifitas miopia. JKKI. 2013;5:79-84.
5. Nurjanah. Skrining miopia pada siswa sekolah dasar di kabupaten temanggung. JIKM.
2018;2:134-140.
6. Dewi W, Fifin L, Trilaksana N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan miopia pada
anak SD di daerah perkotaan dan daerah pinggiran kota. JKD. 2018;7:947-61.
7. Agung W, Prilia T. Miopia patologi. JOI. 2010;6:19-26.
8. Damian C, Zepita. Myopia: incidence, pathogenesis, management and new possibilities
of treatment. Russian Ophthalmological Journal. 2014; 1:96–101.
9. Saiful Basri. Etiopatologis dan penatalaksaan miopia pada anak usia sekolah. Jurnal
kedokteran Syiah kuala. 2014;14: 181-86.
10. Rinda Wati. Akomodasi dalam refraksi. Jurnal kesehatan andalas. 2018; 7: 13-17.
11. Liesegang TJ. Skuta GL. Cantor LB. Optic of the Human Eye In Clinical Optic. Chapter
3. American Academy of Ophthalmology. San Fransisco. 2014: pp.116 – 117.
12. Yasushi I. Overview of the complications of high myopia. The journal of retinal and
vitreous disease. 2017;37:2347-2350.

13

Anda mungkin juga menyukai