Kolelitiasis
Kolelitiasis
A. PENGERTIAN
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,
pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan
kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke
belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran
empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi
utama hati.
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan
dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus
koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di
dalam saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa
mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam
saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian
tubuh lainnya.
B. FAKTOR RESIKO
1. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 %
wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu.39 Semakin meningkat usia,
prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
a. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
b. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya
usia.
c. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
2. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 %
wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan
bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
3. Berat Badan
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.
4. Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar
kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu
dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida,
kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
C. FAKTOR RESIKO
1. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih
bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam
kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin
atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Batu Kolesterol
terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari
kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu
tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain
adalah pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna,
masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan
empedu sehingga terjadi pengendapan.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam
empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi
kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi
mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal
kolesterol monohidrat yang padat.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran
empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.
Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah.
E. MANIFESTASI KLINIS
Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke dalam
duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung duktus
sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil, ada
kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus koledokus dan masuk ke
duodenum.
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya
mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik
bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika ductus sistikus tersumbat
oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau
bahu. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. Sekali
serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan
intensitasnya. Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut
terasa melilit, perut terasa kembung, dan lain-lain.
Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung empedu, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari
atau mengurangi makanan berlemak. Namun, jika batu kandung empedu menyebabkan
serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka
dianjurkan untuk pemeriksaan lanjut. Batu empedu yang berada dalam kandung empedu
bisa bertambah besar dan berisiko menyumbat saluran empedu serta dapat menimbulkan
komplikasi (kolesistisis, hidrops, dan empiema). Kandung empedu dapat mengalami
infeksi. Akibat infeksi, kandung empedu dapat membusuk dan infeksi membentuk
nanah. Bilamana timbul gejala, biasanya karena batu tersebut bermigrasi ke saluran
empedu. Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya daripada yang besar. Batu kecil
berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain.
Nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada saluran empedu memiliki sensasi yang
hampir sama dengan nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada bagian kandung
empedu. Apabila batu empedu menyumbat di dalam saluran empedu utama, maka akan
muncul kembali sensasi nyeri yang bersifat hilang-timbul. Lokasi nyeri yang terjadi
biasanya berbeda-beda pada setiap penderita, tetapi posisi nyeri paling banyak yang
dirasakan adalah pada perut atas sebelah kanan dan dapat menjalar ke tulang punggung
atau bahu. Penderita seringkali merasakan mual dan muntah. Peradangan pada saluran
empedu atau yang disebut dengan kolangitis dapat terjadi karena saluran empedu
tersumbat oleh batu empedu. Jika terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan
saluran, maka akan timbul demam.
F. Diagnosis kolelitiasis
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus
timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
3. CT Scanning
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam saluran
empedu.
5. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut.
G. PENCEGAHAN KOLELITIASIS
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat
yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan
terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan
menjaga kebersihan makanan untuk mencegah infeksi, misalnya S.Thyposa,
menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh,
meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan
mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko stagnasi cairan
empedu di kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk menjaga
kadar air yang tepat dari cairan empedu.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap
penderita kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kolelitiasis agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan non bedah ataupun bedah.
Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis dan ESWL. Penanggulangan
dengan bedah disebut kolesistektomi.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit
dan mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan
dengan memerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat
badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan
terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi
kandung empedu.