JUDUL
EVALUASI PROGRAM GURU PEMBELAJAR PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA
DAN KESEHATAN SEKOLAH DASAR BERBASIS CIPP DI KOTA YOGYAKARTA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Oleh
Pelaksanaan Penelitian ini dibiayai oleh DIPA BLU Universitas Negeri Yogyakarta Nomor
SP DIPA 042.01.2.400904 2018 tanggal, 5 Desember 2017 berdasarkan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Penelitian Nomor: 106.15/UN34.16/PL/2018 Tanggal, 01 Februari 2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan kemudahan dan
pengetahuan kepada kita semua. Penelitian kelompok (research group) dengan judul “Evaluasi
Program Guru Pembelajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Sekolah Dasar Berbasis
CIPP (context, input, process, product) di Kota Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta” dapat
terselesaikan dengan paripurna. Penelitian ini merupakan bagian dari tri dharma perguruan tinggi
dengan tema profesi pendidikan jasmani dengan harapan mampu memberikan kontribusi dan
tilikan bermakna terhadap semua pihak yang terkait dengan Program Guru Pembelajar secara
khusus di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Peneliti memberikan perhatian khusus kepada Program Guru Pembelajar karena guru
sebagai bagian terdepan dari pendidikan di Indonesia selayaknya mendapatkan perhatian khusus
agar secara signifikan kinerjanya berdampak pada peserta didik dan segala hal yang
melingkupinya. Penelitian ini merupakan hasil kolaborasi dan andil dari berbagai pihak sehingga
dapat terlaksana sesuai tujuan, untuk itu kami memberikan apresiasi tinggi kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta
2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Negeri
Yogyakarta
3. Ketua Kelompok Kerja Guru Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
4. Guru-guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan sekolah dasar di Kota Yogyakarta,
Daerah Istimewa Yogyakarta
5. Para mahasiswa sebagai asisten penelitian
Akhir kata, teriring harapan hasil penelitian ini dapat di berdaya guna dan memantik pemikiran
kita akan kemajuan pendidikan.
iii
ABSTRAK DAN SUMMARY
Evaluasi Program Guru Pembelajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Sekolah Dasar
Berbasis CIPP di Kota Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta
Oleh:
Drs. Agus Sumhendartin Suryobroto, M.Pd.
Tri Ani Hastuti, M.Pd.
Herka Maya Jatmika, M.Pd.
Abstrak
Program Guru Pembelajar di Kota Yogyakarta sudah terlaksana sejak tahun 2016. Secara
komprehensif, data mengenai pelaksanaannya belum terungkap. Aspek konteks, masukan, proses,
dan produk merupakan empat hal utama yang mendasari pengungkapan program tersebut. Tujuan
utama penelitian ini adalah evaluasi program Guru Pembelajar (GP) jenjang sekolah dasar di Kota
Yogyakarta pada lima guru pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan (PJOK) yang melalui
model evaluasi Stufflebeam meliputi context, input, process, dan product (CIPP).
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif evaluatif dengan subjek penelitian
sejumlah 10 guru PJOK sekolah dasar negeri di Kota Yogyakarta yang diambil melalui mekanisme
purposive. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Keabsaan data
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
Hasil penelitian terjabar sebagai berikut: 1) dari komponen context, kebijakan GP telah terlaksana
dengan baik. Secara spesifik subjek penelitian sudah memahami konsep dan pelaksanaan program
guru pembelajar secara daring dan tatap muka; 2) dari komponen input, nilai uji kompetensi guru
(UKG) masing-masing subjek adalah 40.76, dalam kategori sedang. Namun, 1 dari 5 guru tersebut
berhasil mencapai nilai tinggi, 46.04, sehingga para guru tersebut tepat apabila mengikuti program
guru pembelajar. Fasilitas daring sudah mencukupi, terlebih adanya dukungan sekolah dan dinas
pendidikan Kota Yogyakarta; 3) komponen proses, penggunaan metode, media, materi/modul dan
waktu tatap muka sudah dijalankan dengan proporsional. Sementara untuk blended learning,
manajemen waktu perlu ditelaah.; 4) komponen produk, pencapaian program ini sesuai dengan
target yang dicanangkan oleh Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Kendala yang ditemukan adalah
perbedaan persepsi tentang isi modul yang dipelajari secara daring, masih kurangnya instruktur
nasional saat moda tatap muka.
Kata kunci: Evaluasi, Program Guru Pembelajar, CIPP, Guru PJOK Sekolah Dasar
Using the Context, Input, Process, and Product Evaluation Model (CIPP) to Evaluate Elementary School Teacher-
Learner Program of Physical Education in Yogyakarta City
The goal of this research which was carried out in ten selected public elementary school in the City of Yogyakarta
aims to evaluate the elementary teacher-learner program in physical education through Stufflebeams context, input,
process, product (CIPP) model. In the research, a general scanning pattern in the scope of descriptive qualitative
research is used. The data collection instrument consists of the professional competence developed by researchers.
Field notes of physical education teachers, informal interviews and related artifacts were collected. To ensure
trustworthiness, several steps were taken including member checks, triangulation and peer review. This review of the
ten elementary physical education teacher highlights the effectiveness of the teacher-learner model in facilitating
teacher teaching learning and professional development.
Key words: CIPP model, elementary physical education teacher, teaching-learning program
DAFTAR ISI
iv
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. ii
PRAKATA............................................................................................................................. iii
ABSTRAK DAN SUMMARY ............................................................................................. iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL
v
Tabel 1. Hasil Uji Kompetensi Guru Tahun 2015 ................................................................. 3
Tabel 2. Model Evaluasi Berdasarkan Tujuan ...................................................................... 11
Tabel 3. Sebaran Sasaran Guru Pembelajar .......................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 1. Roadmap Penelitian ............................................................................................. 6
Gambar 2. Metode Program Guru Pembelajar ..................................................................... 16
Gambar 3. Desain Guru Pembelajar ..................................................................................... 16
Gambar 4. Tahapan dan Target Penelitian Sesuai CIPP ....................................................... 19
DAFTAR LAMPIRAN
vii
Lampiran 1. Biodata Ketua Penelitian .................................................................................. 50
Lampiran 2. Biodata Anggota Penelitian .............................................................................. 54
Lampiran 3. Biodata Anggota Penelitian .............................................................................. 60
Lampiran 4. Pernyataan Kesediaan Melaksanakan Penelitian dari Ketua Peneliti .............. 66
Lampiran 5. Surat Keterangan Keterlibatan Mahasiswa dalam Penelitian ........................... 67
Lampiran 6. Personalia Peneliti ............................................................................................ 68
Lampiran 7. Pembiayaan ...................................................................................................... 70
Lampiran 8. Jadwal Penelitian .............................................................................................. 71
Lampiran 9. Berita Acara Penelitian ...................................................................................... 72
Lampiran 10. Kontrak Penelitian ........................................................................................... 75
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Guru memiliki peran strategis dalam pendidikan, sekaligus aktor utama dalam
proses belajar mengajar. Karena perannya yang sangat penting terutama dalam
menyiapkan generasi muda pewaris negara ini, persyaratan pendidikan formal guru
dituntut minimal S1 atau D4. Selain berpendidikan formal S1/D4, seorang guru dituntut
memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Di samping itu jabatan guru sebagai
jabatan profesional, maka guru memiliki Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman dan
norma tingkah laku guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.
Selain berperan dalam proses pembelajaran, guru dituntut mampu memberi
inspirasi kepada peserta didik untuk menjadi manusia yang merdeka, manusia yang cerdas
yang mampu melakukan terobosan baru dalam membangun negara kita (Ahmad Sjafii
Maarif, (2014) dalam Sugito (2015). Guru dituntut mampu memberi inspirasi kepada anak
didik untuk menjadi warga negara yang bangga dengan semangat nasionalisme dengan
mengajarkan pendidikan karakter yang menyangkut tiga unsur yaitu moral, perasaan
moral, dan tindakan moral. Ketiganya saling terkait dan penting untuk diperhatikan agar
karakter tidak sebatas pengetahuan saja, tetapi menjadi sikap dan tindakan seseorang (Paul
Suparno, (2014) dalam Sugito, 2015).
Hingga saat ini parameter yang dilakukan untuk mengetahui kompetensi guru
profesional dan sebagai pemetaan kualitas guru di Indonesia adalah UKG. Pelaksanaan
UKG pada tahun 2015 diperoleh hasil bahawa UKG dibawah standar minimum. Rata-
rata nasional hasil UKG 2015 untuk kedua bidang kompetensi yaitu profesional dan
pedagogik adalah 53,02. Dari seluruh wilayah Indonesia, diketahui hanya tujuh daerah
yang memiliki nilai diatas 5,5. Daerah yang berhasil mencapai standar ketuntasan minimal
masih terpusat di pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Bali dan Bangka Belitung. Rata-rata nasional, untuk kompetensi
bidang pedagogik baru mencapai 48,94 dan hanya ada satu provinsi yang nilainya di atas
rata-rata nasional sekaligus mencapai standar ketuntasan minimal (SKM) 56,91 yaitu
Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara keseluruhan, setelah dianalisis kompetensi
pedagogik ada beberapa aspek yang tidak baik. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil
tersebut, antara lain sangat dimungkinkan bahwa sistem UKG online belum didukung oleh
sistem yang baik karena secara geografis Indonesia sangat luas dan belum semua daerah
terjangkau oleh internet. Selain itu mungkin dari sisi sumber daya manusia (SDM) banyak
guru-guru khususnya guru Pendidikan Jaasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) sudah
senior secara umur bahkan mendekati pensiun sehingga secara teknis ujian online
2
memerlukan pengetahuan dan keterampilan mengoperasikan komputer yang memadai.
Sisi psikologis, berdasarkan pengalaman UKG tahun sebelumnya tidak ada
konsekuensinya, namun UKG 2015 sebagai persyaratan cairnya tunjangan profesi hal ini
menyebabkan rasa pesimis dan tidak bergairah. Namun sangat mungkin juga bahwa secara
internal beberapa dari guru PJOK kurang kreatif dalam mensikapi adanya UKG padahal
pemerintah juga sudah menyebarluaskan kisi-kisi soal UKG baik melalui internet, dinas
maupun organisasi profesi. Hal tersebut disadari benar, karena beberapa dari guru PJOK
yang aktif mencari sumber belajar dalam menghadapi UKG baik melalui media elektronik
maupun buku-buku hasilnya sangat memuaskan. Hal ini menunjukkan adanya korelasi
yang positif bahwa usaha belajar dengan yang tidak melakukan apa-apa memang berbeda
secara signifikan. Meskipun sangat mungkin hasil UKG rendah bukan berarti kompetensi
guru yang dimiliki tidak baik, mungkin mengajarnya bagus. Karena UKG yang
dilaksanakan selama ini berbasis teori saja.
Hasil UKG tahun 2015 merupakan data awal dalam pemetaan kompetensi yang
secara detail menggambarkan kondisi objektif guru dan merupakan informasi penting bagi
pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait dengan materi dan strategi pembinaan yang
dibutuhkan oleh guru. Tabel di bawah ini memberikan informasi hasil UKG tahun 2015
secara keseluruhan untuk semua daerah di Indonesia :
Tabel 1. Hasil Uji Kompetensi Guru Tahun 2015
Rerata Kompetensi
No Propinsi Profesional Pedagogik
1. Aceh 45,27 45,27
2. Bali 55,92 55,92
3. Bangka Belitung 55,10 55,10
4. Banten 52,20 52,20
5. Bengkulu 50,50 50,50
6. DI Yogyakarta 62,36 62,36
7. DKI Jakarta 58,36 58,36
8. Gorontalo 48,88 48,88
9. Jambi 48,67 48,69
10. Jawa Barat 55,15 55,15
11. Jawa Tengah 58,93 58,93
12. Jawa Timur 56,71 56,71
13. Kalimantan Barat 50,28 50,28
14. Kalimantan Selatan 53,14 53,14
15. Kalimantan Tengah 48,23 48,23
16. Kalimantan Timur 52.30 52,30
17. Kalimantan Utara 51,95 51,95
18. Kepulauan Riau 54,72 54,72
3
19. Lampung 49,75 49,75
20. Maluku 44,57 44,57
21. Maluku Utara 41,96 41,96
22. Nusa Tenggara Timur 49,26 47,07
23. Nusa Tenggara Barat 47,07 49,26
24. Papua 47,91 47,93
25. Papua Barat 47,52 47,52
26. Riau 51,68 51,68
27. Sulawesi Barat 46,83 44,81
28. Sulawesi Selatan 49,12 49,12
29. Sulawesi Tengah 46,85 44,85
30. Sulawesi Tenggara 47,77 47,77
31. Sulawesi Utara 48,25 48,75
32. Sumatera Barat 54,77 54,77
33. Sumatera Selatan 48,62 48,62
34. Sumatera Utara 48,96 48,96
Sumber: http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/01/7-provinsi-raih-nilai-terbaik-
uji-kompetensi-guru-2015
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana evaluasi context program Guru Pembelajar Pendidikan Jasmani Olahraga
Kesehatan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta DIY ?
2. Bagaimana evaluasi input program Guru Pembelajar Pendidikan Jasmani Olahraga
Kesehatan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta DIY ?
3. Bagaimana evaluasi proccess Guru Pembelajar Pendidikan Jasmani Olahraga
Kesehatan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta DIY ?
4. Bagaimana evaluasi product Guru Pembelajar Pendidikan Jasmani Olahraga
Kesehatan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta DIY ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian evaluasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui, mengungkap
dan mendeskripsikan segala hal yang terkait dengan program Guru Pembelajar PJOK
Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta DIY.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan bahan informasi tentang evaluasi program guru pembelajar
khususnya untuk guru pendidikan jasmani. Evaluasi yang dilakukan diharapkan akan
memperbaiki manajemen program PGP sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk
pemetakan tentang keunggulan dan keefektifan program, kualifikasi nara sumber
nasional, kualifikasi instruktur nasional, dan modul pembelajaran.
2. Manfaat Praksis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
rekomendasi kepada (a) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (b) Pengelola PGP
tingkat Pusat dan Daerah, dan (c) nara sumber dan instruktur nasional mata pelajaran
PJOK, (d) guru-guru PJOK, (e) sistem dan mekanisme PGP, (f) sistem pelaksanaan
UKG. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pelaksanaan
program PGP mata pelajaran PJOK di Kota Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta.
E. Roadmap Penelitian
5
Penelitian ini berjalan sesuai dengan tahapan-tahapan sebagai berikut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
A. Uji Kompetensi Guru
Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) pada tahun 2015 menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan kalau tidak boleh dikatakan belum memuaskan. Menanggapi hasil
UKG tersebut dan hasil pada tahun-tahun sebelumnya maka pemerintah mencari solusi
untuk meningkatkan kompetensi guru di bidang pedagogik dan profesional dengan
program GP pada tahun 2016. Harapan dari program ini adalah kualitas guru Indonesia
semakin baik dan dapat menginspirasi peserta didik sehingga mampu menjadi manusia
mandiri. Penelitian sebelumnya (Eko Purwanti, 2014) tentang pengembangan model
pembinaan kompetensi pedagogik bagi guru Sekolah Dasar pascasertifikasi, menunjukkan
hasil bahwa kompetensi pedagogik guru Sekolah Dasar pada kategori sedang. Mengingat
program GP ini masih baru, maka untuk mengetahui apakah program ini dapat menjadi
solusi dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia maka sudah selayaknya untuk
dievaluasi agar dapat diambil keputusan untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
Keberadaan program tersebut relevan dengan Evaluasi Tren Kualitas Pendidikan
Indonesia (Sabar Budi Raharjo, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang tanggapan dan kelayakan satuan pendidikan terhadap penerapan delapan
standar nasional pendidikan (SNP), trend kuantitas dan kualitas pendidikan, status
akreditasi sekolah, tingkat pemenuhan, rasional dan tanggapan terhadap SNP, urutan
delapan standar nasional yang harus dicapai, standar nasional yang paling sulit dicapai,
tingkat kepuasan peserta didik terhadap pelayanan sekolah dan hambatan-hambatan dalam
mencapai SNP.
Pendidikan Jasmani merupakan bagian dari pendidikan nasional, senantiasa
berbenah untuk peningkatan peserta didik, guru, kurikulum maupun sistemnya. Dalam
kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan, relevan dengan penelitian Teguh
Haryadi (2007) dengan judul Manajemen Diklat di LPMP dalam Meningkatkan Mutu
Alumni Diklat Guru Pendidikan Jasmani. Penelitian ini menganalisis dan mendeskripsikan
efektivitas penyelenggaraan diklat guru pendidikan jasmani di LPMP Sulawesi Tengah.
Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu (1) tahap orientasi, (2) tahap
eksplorasi, dan (3) tahap member cek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan
diklat berjalan dengan efektif dengan indikator adanya persiapan/perencaanan yang cukup
matang, penyelenggaraan berjalan dengan lancar dan hasilnya sesuai dengan harapan yaitu
7
meningkatnya kemampuan dan motivasi kerja guru pendidikan jasmani di sekolah tempat
alumni bekerja.
Evaluasi suatu program sangat penting dilakukan agar konsistensi terhadap tujuan
dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Program guru pembelajar disiapkan untuk
pengembangan dan pembinaan profesi guru berkelanjutan sehingga guru benar-benar
memiliki komitmen untuk senantiasa konsisiten pada kompetensinya. Guru belajar
dikelompokkan pada karakteristiknya berdasarkan hasil UKG dicapai yang didampingi
oleh Instruktur Nasional untuk masing-masing rombongan belajarnya. Pengembangan
pelatihan pembinaan bagi guru-guru ini sudah disesuaikan dengan kelemahan atau
kekurangan berdasarkan analisis hasil UKG dan materi apa yang harus dipelajari. Anyi
Einstein Moses (2016) mengungkapkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara
stress dan produktivitas guru-guru; terdapat hubungan positif yang signifikan antara
modifikasi perilaku guru dan produktivitas mereka; dan bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara cara guru berkomunikasi dengan siswa dan staf dan produktivitas mereka.
Dianjurkan antara lain bahwa guru harus memiliki kegiatan fisik secara teratur, menjadi
positif dan berkomunikasi dengan orang lain untuk mengurangi stres. Berdasarkan pada
hasil penelitian tersebut, dan dianalogkan dengan program GP adalah adanya program
pembelajaran bagi guru-guru baik melalui moda daring, tatap muka dan kombinasi yang
termonitor oleh IN maka akan memotivasi para guru untuk meyelesaikan beban bahan
ajar/modul yang harus diselesaikan dalam waktu yang sudah ditentukan.
Lebih lanjut, Ignasia Mligo, Linda Mitchell, Beverley Bell (2016) dari hasil
penelitiannya merekomendasikan untuk praktek di masa depan perlu dibuat perubahan,
bagi para pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah agar dapat mengatasi tantangan
yang sudah diidentifikasi. Perlu penyediaan pendidikan awal guru, pengembangan
profesional dan pengembangan sumber daya sehingga guru profesional mengajar secara
filosofis dan mendorong perkembangan dan pembelajaran siswa yang penuh makna.
Selaras dengan hasil penelitian ini, program GP merupakan program pengembangan
pembinaan profesional di Indonesia agar guru-guru dapat meningkatkan kualitas
profesionalnya sehingga dapat mengajar dengan baik dan mampu menginspirasi peserta
didiknya dengan memberikan pembelajaran dengan cara mengajar yang menarik,
menantang dan bermakna bagi peserta didik.
Jika dilihat dari pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, kelihatannya bapak ibu
guru sudah melaksanakan kewajiban mengajarnya dengan baik, namun ternyata setelah
8
dilaksanakan UKG hasilnya tidak seperti yang terlihat. Hal ini benar adanya, karena UKG
yang dilaksanakan hanya sebatas teori saja belum ada ujian praktiknya atau uji kinerjanya.
Keadaan tersebut tidak jauh berbeda yang terjadi di salah satu universitas di Turki,
Sehriban Koca (2016) dalam penelitian menunjukkan bahwa guru pre-service umumnya
dianggap diri mereka lebih kompeten dalam proses belajar-mengajar kursus musik.
Evaluasi bentuk pengamatan berdasarkan indikator kinerja yang disusun oleh peneliti
menunjukkan bahwa kompetensi mereka dalam perencanaan pelajaran, materi persiapan,
organisasi lingkungan belajar, dan manajemen waktu dianggap kurang kompeten. Relevan
dengan keadaan kompetensi guru di Indonesia, kompetensi pedagogik yang dicapai oleh
guru masih rendah dengan rata-rata 48,94.
Penelitian ini menggunakan model evaluasi CIPP karena bertujuan untuk suatu
perbaikan, seperti dalam Zhang, Guili, dkk, (2011: 59) bahwa evaluasi CIPP termasuk
dalam kategori perbaikan/akuntabilitas, dan salah satu model evaluasi yang paling banyak
digunakan. Hal ini sebagai pilihan yang dirasa tepat mengingat program GP merupakan
program baru dari pemerintah yang memungkinkan banyak kelemahan di lapangan yang
membutuhkan perbaikan. Selain itu keberhasilan program GP sangat didukung oleh
integritas dari guru itu sendiri. Guru PJOK Sekolah Dasar peserta program GP hendaknya
dapat menggali potensi dan memimpin dirinya sendiri maupun memimpin timnya. Pada
sisi yang lain, bagi seorang IN dalam program GP harus selalu bisa memimpin dan
membawa anggotanya untuk berhasil, dengan cara memonitor proses belajarnya.
Pernyataan tersebut relevan dengan Mihaela, Veronica and Dana (2014: 270) bahwa
manajer dalam olahraga dapat bertindak baik sebagai pemimpin organisasi olahraga,
mencapai manajemen puncak dan sebagai pemimpin dalam suatu tim.
Program GP ini diluncurkan sebagai tindak lanjut dari pemetaan kualifikasi guru
di Indonesia dalam bentuk pengembangan pembinaan dan pelatihan guru profesional yang
berkelanjutan dan memiliki tujuan yang jelas dengan target jangka pendek di tahun 2016
hasil UKG mencapai angka 6,5. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Ardhika dan
Sugiyanto (2013:221) bahwa program latihan, menurut adalah proses berjenjang dan
berkelanjutan yang mempunyai sasaran yang jelas, terukur dan dapat
dipertanggungjawabkan
B. Makna Evaluasi
9
Evaluasi menurut Orthen dan Sanders dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi
Safruddin (2009: 1-2) adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu
dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam
menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang
diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
Evaluation is the proccess of delineating, and providing descriptive and
judgmental information about the worth and merit of some object’s goals, design,
implementation, and impact in order to guide decision making, serve needs for
accountability, and promote understanding of the involved phenomena (Stufflebeam, 2003:
10). Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai
pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (worth and merit) dari tujuan yang dicapai,
desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu
pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman tentang fenomena. Inti dari evaluasi
adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
Many recent definitions encompass this original definition of the term. We concur
that evaluation is determining the worth or merit of an evaluation object (whatever is
evaluated). More broadly, we define evaluation as the identification, clarification and
application of defensible criteria (Menurut Fitzpatrick dkk, 2004: 5). Evaluasi adalah
menentukan nilai atau manfaat dari suatu objek evaluasi (apa pun yang dievaluasi) dan juga
mendefinisikan evaluasi sebagai identifikasi, klarifikasi dan penerapan kriteria
dipertahankan.
Secara umum istilah evaluasi dapat diartikan suatu proses pemberian
pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu tersebut
dapat berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu kesatuan/kelompok tertentu
(Roswati, 2008: 65).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk
mencari informasi, menentukan nilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta
alternatif strategi yang diajukan sehingga dapat membantu penyempurnaan pelaksanaan
kebijakan beserta perkembangan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Model Evaluasi
10
Evaluasi memiliki suatu model-model yang dapat digunakan oleh evaluator. Model
evaluasi berdasarkan tujuan, menurut Endang Mulyatiningsih (2012: 116-117)
diidentifikasi ada sembilan model evaluasi, seperti pada tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Model Evaluasi Berdasarkan Tujuan
No Nama Tujuan Tokoh
1 Student Untuk mengukur kinerja dan Ralph Tyler, Ben
gainby testing kemajuan belajar siswa, banyak Bloom, Jim Popham,
digunakan dalam bidang bidang Mal Provus
ilmu psikologi
2 Instutisional Untuk mengevaluasi efektifitas Dressel
self-study by kerja karyawan/staff
staff
3 Blue-Ribbon Untuk mengevaluasi kinerja James Conant, Clark
Panel kepemimpinan dalam Xerr dan David Henry
memberikan pelayanan awal
4 Transaction Untuk memahami aktivitas klien Smith, Parlett-
observation dalam mengatasi konflik nilai Hamilton, Robert
Stake
5 Management Untuk meningkatkan rasionalitas Leon Lassinger,
Analysis keputusan/kebijakan oleh seorang Stufflebeam dan Mary
manajer Alkin
6 Instructional Untuk menghasilkan metode Lee Cronbach, Julian
Research pembelajaran yang efektif melalui Stanley, Don
penelitian eksperimen Compbell
7 Social Policy Untuk pengembangan kebijakan James Coleman,
Analysis institusional melalui pengukuran David Cohen, Carol
keadaan sosial Weiss, Mostellery
8 Goal-free Untuk menilai pengaruh program Michael Scriven
evaluation terhadap konsumen
9 Adversary Untuk menetapkan pilihan terbaik Tom Owens, Murray
evaluation diantara beberapa opsi yang Levine, dan Bob
tersedia Wolfe
Sumber: Endang Mulyatiningsih (2012: 116-117)
Setiap kegiatan yang dilaksanakan mempunyai tujuan tertentu dan begitu juga
evaluasi. Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin (2009: 42-43) ada dua tujuan
evaluasi yaitu tujuan evaluasi formatif dan sumatif. Tujuan evaluasi formatif adalah
mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat berlangsung, sekaligus
mengidentifikasi hambatan. Tujuan evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir.
Tujuan evaluasi adalah untuk mengukur ketercapaian program.
Beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu model evaluasi
program adalah Stufflebeam, Metfessel, Michael Scriven, Stake dan Glaser (Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, 2009: 40-41) membedakan model evaluasi
menjadi delapan, yaitu (1) Goal Oriented Evaluation Model, (2) Goal Free Evaluation
11
Model, (3) Formatif Summatif Evaluation Model (4) Countennce Evaluation Model, (5)
Responsive Evaluation Model, (6) CSE-UCLA Evaluation Model, (7) CIPP Evaluation
Model, dan (8) Discrepancy Model. Selain itu, menurut Farida Yusuf (2008: 13-21) terdapat
empat model-model evaluasi yaitu (1) Model evaluasi CIPP, (2) Evaluasi model UCLA, (3)
Model Brinkerhoff, dan (4) Model Stake atau model Countance.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model evaluasi
yaitu (1) Goal Oriented Evaluation Model, (2) Goal Free Evaluation Model, (3) Formatif
Summatif Evaluation Model (4) Countennce Evaluation Model, (5) Responsive Evaluation
Model, (6) CSE-UCLA Evaluation Model, (7) CIPP Evaluation Model, dan (8) Discrepancy
Model.
Evaluasi CIPP
In term of Stufflebeam’s CIPP evaluation model, one very useful approach to
educational evaluation is known as the CIPP, or Context, Input, Process, Product approach.
Basically, the CIPP evaluation model requires that a series of questions be asked about the
four different elements of the model on context, input, process, and product (Tiantong &
Tongchin, 2013: 159). Maksudnya adalah dalam model evaluasi CIPP, salah satu pendekatan
yang sangat berguna dikenal sebagai CIPP, atau Context, Input, Proccess, Product. Pada
dasarnya, model evaluasi CIPP mengharuskan serangkaian pertanyaan akan ditanya tentang
empat elemen yang berbeda dari model pada konteks, input, proses, dan produk.
Konsep CIPP evaluasi model CIPP (context, input, proccess and product)
ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan
membuktikan, tetapi untuk memperbaiki. Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam
berbagai bidang seperti, pendidikan, manajemen, perusahaan dan sebagainya serta dalam
berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi (Eko, 2014: 181).
The CIPP evaluation model belongs in the improvement/accountability category,
and is one of the most widely applied evaluation models (Zhang, Guili, dkk, 2011: 59).
Evaluasi CIPP termasuk dalam kategori perbaikan/akuntabilitas, dan salah satu model
evaluasi yang paling banyak digunakan.
Klasifikasi model evaluasi berdasarkan tujuannya, evaluasi CIPP termasuk model
management analysis yang bertujuan untuk mengevaluasi keputusan/kebijakan seorang
manajer. Model evaluasi CIPP dilakukan secara komprehensif untuk memahami aktivitas-
aktivitas program mulai dari munculnya ide program sampai pada hasil yang dicapai setelah
program dilaksanakan. Model evaluasi CIPP dilakukan secara sistematis untuk
12
mengevaluasi apakah program telah dilaksanakan dengan langkah-langkah yang benar.
Evaluasi konteks (context) dilakukan untuk melihat kembali pertimbangan-pertimbangan
yang mendasari sebuah program diusulkan sehingga diketahui apakah program diusulkan
sesuai dengan kebutuhan dan apakah tujuan program sesuai untuk memenuhi kebutuhan.
Evaluasi input dilakukan untuk mempelajari apakah perancangan program telah
mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia. Evaluasi proses (process) dilakukan untuk
mempelajari apakah pelaksanaan program sudah sesui dengan rencana. Evaluasi produk
(product) dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan program telah tercapai dengan baik
(Endang Mulyatiningsih, 2012: 124).
Penelitian ini menggunakan model CIPP untuk mengevaluasi program GP PJOK
Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta DIY. Model evaluasi CIPP banyak digunakan dalam
berbagai bidang. Model evaluasi CIPP memiliki komponen-komponen context, input,
proccess, dan product.
1) Evaluasi Context
Evaluasi context yaitu melihat kembali pertimbangan yang mendasari program untuk
diusulkan. Hal ini bertujuan agar dapat diketahui kebutuhan dan kesesuian program untuk
memenuhi kebutuhan.
2) Evaluasi Input
Evaluasi input dilakukan untuk mempelajari perancangan program telah
mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia.
3) Evaluasi Proccess
Evaluasi proccess dilakukan untuk mempelajari pencapaian tentang pelaksanaan
program.
4) Evaluasi Product
Evaluasi product dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan program yang telah
dilaksanakan.
Definisi Program
Program adalah aplikasi sistematis dari sumber daya yang dipandu oleh logika,
keyakinan, mengidentifikasi asumsi kebutuhan manusia dan faktor yang berhubungan dengan
manusia sebagai sumberdaya. Program lebih dari sekedar kegiatan yang terdiri dari beberapa
komponen. Komponen penting dari program dapat menjadi objek evaluasi (Yarbrough,
Shulha, Hopson. et-al, 2011: xxiii- xxiv).
13
Pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan maka program merupakan
sebuah sistem yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi
berkesinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi di dalam sebuah organisasi yang
artinya harus melibatkan sekelompok orang (Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin, 2009:
4).
Program, menurut Farida (Eko, 2014: 8) adalah sebagai segala sesuatu yang
dicobalakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Program
sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan dalam pelaksanaannya
berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang
melibatkan banyak orang.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan program adalah serangkaian aktivitas
terpilih dan diprioritaskan berupa aplikasi yang sistematis. Program dibuat sebagai tuntunan
kegiatan yang sudah dirancang sesuai dengan tujuan dan sasaran terukur. Program merupakan
unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Pelaksanaan melalui program
maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan.
14
dan mengembangkan diri bukan untuk pemerintah, kepala sekolah, tapi memamng sejatinya
setiap pendidik atau guru adalah pembelajar. Hanya dari guru yang terus belajar dan berkarya
akan muncul generasi pembelajar sepanjang hayat yang terus menerus berkontribusi pada
masyarakat dan lingkungannya. Guru Pembelajar adalah guru yang senantiasa terus belajar
selama mengabdikan dirinya di dunia pendidikan.Oleh karena itu, ketika aseorang guru
memutuskan untuk berhenti atau tidak mau belajar maka pada saat itu berhenti juga menjadi
guru atau pendidik.
Seorang guru merupakan role atau contoh bagi peserta didik sehingga penampilan
awal guru sangat berpengaruh terhadap kelanjutan pembelajaran para peserta didiknya. Guru
dapat menyajikan proses pembelajaran yang menarik, memberi motivasi, dan menginspirasi
dari pengetahuan dan pengalaman guru dari berbagai sumber belajar. Pengetahuan dan
pengalaman dapat diperoleh dari buku, televisi, internet, seminar, pendidikan dan pelatihan.
Beberapa alasan guru harus tetap belajar, pertama adalah profesi guru merupakan bidang
pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas berkesempatan
mengembangkan keprosesionalan secara berkelnajutan dengan belajar sepanjang hayat.
Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni menuntut guru harus belajar
beradaptasi dengan hal-hal baru. Ketiga, karakter peserta didik senatiasa berbeda dari
generasi ke generasi menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Contohnya metode pembelajaran
yang digunakan pada peserta didik terdahulu akan sulit diterapkan pada peserta didik generasi
sekarang. Oleh karena itu metode yang digunakan harus disesuaikan dengan karakterisrik
peserta didiknya.
Berdasarkan kajian diatas ddapat disimpulkan bahwa guru pembelajar adalah guru
yang senantiasa belajar memperbaharui ilmunya dengan berbagai sumber belajar, baik dari
buku, televisi, internet, seminar, pendidikan dan pelatihan agar dapat beradapatasi dengan
perkembangan jaman dalam rangka meningkatkan profesionalismenya.
15
dibawah ini adalah ilustrasi dari ketiga metode dan desain dari program guru pembelajar
tersebut:
Kompetensi Pedagogik
16
Kompetensi Pedagogik, menurut Menteri Pendidikan Nasional (2007: 5), tentang
Standar kualifikasi dan Kompetensi Guru dalam buku Standar Nasional Pendidikan telah
menggaris bawahi 10 kompetensi inti yang harus dimiliki guru yang terkait dengan standar
kompetensi pedagogik. Kesepuluh kompetensi tersebut adalah :
a) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, cultural, emosional, dan
intelektual
b) Menguasai teori-teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
c) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran atau bidang
pengembangan yang diampu
d) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik
e) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran
f) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya
g) Berkomunikasi secara afektif, empatik, dan santun dengan peserta didik
h) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
i) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran
j) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran
17
c) Sub kompetensi melaksanakan pembelajaran, indikator; menata latar pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d) Sub kompetensi mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensinya, indikator: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai
potensi akademik, memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
non akademik.
Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional, menurut Anik Ghufron (2008: 13), merupakan kemampuan
untuk menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan untuk
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi lulusan yang ditetapkan. Setiap
subkompetensi tersebut memiliki indikator essensial sebagai berikut :
a) Menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuan
b) Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi yang diajarkan
c) Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dalam pembelajaran
d) Mengorganisasi materi kurikulum bidang studi yang diajarkan
e) Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas
Kedua kompetensi tersebut diatas adalah materi yang dikemas dalam bentuk modul
yang harus dipeajari oleh peserta program GP/PKB
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan evaluasi digunakan sebagai
pendekatan utama penelitian, ditunjang dengan pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan
penunjang. Model evaluasi yang digunakan adalah model CIPP (context, input, process,
dan product) yang dikembangkan oleh Daniel L. Stufflebeam.
B. Subjek Penelitian
Informan atau subjek penelitian dalam penelitian ini adalah para guru sekolah dasar
di Kota Yogyakarta. Untuk mendapatkan informan yang otentik dan kredibel, subjek
penelitian diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Lebih lanjut, data
kuantitatif didapatkan melalui mekanisme cluster sampling. Untuk memberikan data yang
beragam, direncanakan informan yang dijadikan subjek teliti dan sampel adalah para guru
18
PJOK sekolah dasar negeri dan swasta Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mekanisme purposive dikedepankan untuk memberikan validitas dan kebenaran data.
C. Teknik Pengumpulan Data
Metode wawancara lewat FGD, pembagian kuisioner, observasi dan dokumentasi
merupakan teknik yang dipergunakan untuk mengungkap pengalaman guru PJOK dalam
menjalani program guru pembelajar. Instrumen yang dipergunakan meliputi panduan
wawancara, lembar observasi dan lembar analisis dokumen, diskusi terfokus, dan
kuisioner. Data pendukung lainnya diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video
D. Analisis Data
Teknik analisis data menggunakan model deskriptif analitis yang dibantu dengan
lembar observasi dan dokumentasi. Langkah-langkah yang hendak diterapkan dalam
metode analisis data berturut-turut berupa, 1) klasifikasi data, 2) display data, 3) melakukan
penafsiran dan interpretasi serta pengambilan kesimpulan (Kaelan, 2003)
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data di atas menunjukkan bahwa rata-rata skor UKG PJOK SD adalah 60,497
sedangkan variasi data ditunjukan dengan: nilai tertinggi adalah 90, nilai terendah adalah
28,89, nilai median adalah 61,11, nilai modus adalah 61,11, dan standar deviasi sebesar
11,415.
Apabila data tersebut dikelompokkan menjadi 10 kelompok kompetensi (grade) maka
sebarannya dapat dilihat pada table berikut.
Skor UKG PJOK SD Berdasarkan Grade
20
Grade Grade Grade Grade Grade Grade Grade Grade Grade
Grade 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 91-100
0 0 1 6 33 41 68 23 9 0
Dari data di atas dapat diketahui bahwa skor terbagi ke dalam 7 grade, dan terdapat 3
grade yang tidak terisi yaitu grade 1, grade 2 dan grade 10. Berdasarkan skor, peserta
terbanyak menempati grade 7 sebagai grade yang ditempati oleh nilai median dan nilai modus.
Nilai tertinggi ada pada grade 9 ditempati oleh 9 orang sedangkan nilai terendah ada pada
grade 3 yang ditempati oleh 1 peserta.
Data lain yang dapat dianalisis adalah data mengenai usia guru PJOK SD yang dikaitkan
dengan skor UKG. Berdasarkan data tersebut terdapat hubungan terbalik antara usia dan skor
UKG dengan koefisian korelasi sebesar -0,213 yang artinya makin tua usia guru PJOK makin
rendah skor yang diperoleh. Hal ini diduga berkaitan dengan pemahaman guru PJOK SD
dengan kemampuan memahami pertanyaan dan kemampuan TIK yang jauh tertinggal dari
mereka yang muda. Meskipun hasil analisis ini tidak menunjukkan signifikansi yang
meyakinkan, namun tetap menjadi catatan penting dalam pelaksanaan UKG PJOK terutama
pada masa yang akan datang.
Nilai
Usia
Statistik UKG
Max 59 90
Min 23 28,89
Mean 45,17127 60,49729
Modus 52 61,11
SD 9,526842 11,38436
Korelasi -0,21305
Analisis lain dari hasil UKG PJOK SD yang teramati adalah perbedaan rerata skor
antara guru PNS dan guru Non PNS atau guru Swasta. Berdasarkan hasil analisis skor UKG
guru PNS sebesar 60,598 sementara rerata skor guru swasta adalah 60,312 yang tidak
kompetensi yang berbeda. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, rerata peserta berlatar
belakang SMA adalah 54,125, peserta berlatar belakang D2/D3 50,494, peserta berlatar
belakang D4/S1 62,694, dan peserta berlatar belakang S2 sebesar 71,297. Berdasarkan data
21
tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan guru, makin tinggi nilai
Berdasarkan sebaran data yang disajikan dalam bentuk diagram batang horizontal dapat
diasumsikan bahwa data berdistribusi normal, seperti terdapat pada gambar berikut ini.
81-90
61-70
41-50
21-30
0-10
0 10 20 30 40 50 60 70
22
NO TEMA SUB TEMA PERNYATAAN RESPONDEN
kompetensi guru. Kalau bahasa yang
sering dimunculkan diteman-teman
guru itu...datang..kerjakan..kemudian
lupakan.. ndak usah dibawa repot
pak...”
“Kepala sekolah kami sempat
berpesan...ndak perlu risau..yang
penting paling tidak memperoleh skor
tidak dibawah 55..itu sudah aman”
“Menghadapi UKG kami bersama
teman-teman secara rutin menggelar
acara bedah kisi-kisi pak..tapi yaitu
pak..kisi-kisi yang ada sebagian besar
kami dapat dari internet, ternyata
semakin dipelajari justru semakin
membingungkan... Trus sebetulan saya
juga membeli dari seorang teman,
sebuah buku yang berisikan kisi-kisi
test UKG pak, tebalnya kurang lebih
300an halaman. Tapi setelah saya
membaca..lakok malah semakin pusing
dan tidak jelas...”
23
NO TEMA SUB TEMA PERNYATAAN RESPONDEN
“Soal model uraian dengan
illustrasi...terus terang membuat kami
bingung.. terkadang bagi kami
hubungan antara pernyataan dan
pertanyaan susah difahami..”
2 Permasalahan teknis Informasi dan “Informasi yang kami terima terkait
dalam pelaksanaan Sosialisasi pelaksanaan UKG seringkali sifatnya
UKG mendadak dan tidak jelas...dan hanya
ada beberapa orang saja ditingkat
bawah (kabupaten/ kecamatan) yang
mempunyai kewenangan.. jadinya kita
justru paling seringnya dapat informasi
dari berita baik di koran maupun di
internet pak..dan rata-rata kok medeni
ancamannya itu..”
“Sosialisasi pelaksanaan UKG masih
kurang begitu jelas...teman-teman yaa
ada yang menanggapi serius pak..tapi
yaa ada yang akhirnya terus luweh-
luweh..paling juga sama dengan
program-program yang lain, nanti ndak
ada tindak lanjutnya. Demikian
sebagian teman-teman memahaminya
pak..”
“Kalau mendengar berita-berita yang
dibicarakan teman-teman...UKG itu
benar-benar medeni pak..katanya kalau
ndak lulus akan dihentikan
sertivikasinya...”
“Semestinya pelaksanaan UKG untuk
setiap bidang studi bersamaan
pak..kalau seperti ini akhirnya yang
mendapat giliran belakangan yang
mendapat keuntungan”
Proses Test “Terus terang kalau saya saat itu
terganggu dengan beberapa teman
yang kebetulan berada didekat
saya...kebetulan ia ibu-ibu dan
gaptek..jadi bentar2 tanya...dan
akhirnya saya jadi ndak konsen deh
dengan test saya..padahal waktunya
kan terbatas.
“Tempat pelaksanaan test pengaturan
tempatnya sempit..epet epetan mas,
jadi agak tidak nyaman untuk
mengerjakan”
3 Kebutuhan paska Konten (pedagogi, - “Waktu itu saya penerimaan waktu
UKG pedagogi yang ilmu pedagogik sangat terbatas.”
spesifik penjas,
24
NO TEMA SUB TEMA PERNYATAAN RESPONDEN
keterampilan PTK - “Apakah seperti ini caranya? Atau
dan menulis) bagaimana cara menganalisis, nanti
ini bagaimana? Misalnya penelitian
tindakan kelas itu.”
- “Yang sangat kita butuhkan adalah
untuk menunjang profesi yang
berkelanjutan ini diadakannya
pelatihan penulisan yang ada di
sekolah-sekolah.”
Kritik model - “Tidak perlu nunggu setahun sekali
pengembangan penataran yang dilupakan satu bulan.
profesi tradisional Belum lagi nanti kalau ditanya, ah
mung koyo wingi kae. Materinya
sudah basi, membosankan, gurune di
sana ngantuk.”
Metode (COP, Modul, - Jadi kalau saya punya group,
Kemitraan) katakanlah group saya sendiri.
- Ketika kita harus belajar, ya belajar
tentang itu. Nah, saran saya suatu saat
nanti, itu ada modul-modul baru.
- Kemudian kita juga dijembatani dari
misalnya kalau kita itu dari penjas ya
kita ya dijembatani universitas terkait
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah terumuskan di awal, yakni hendak mencoba
melakukan eksplorasi pada tiga bidang: 1) Refleksi peserta tes UKG terhadap tingkat kesulitan
soal pada wilayah dua kompetensi, 2) permasalahan teknis yang muncul dalam proses test;
serta 3) kebutuhan tindak lanjut untuk peningkatan kompetensi pada taraf lanjut pasca UKG.
Untuk selanjutnya data hasil penelitian akan disajikan berturut-turut sebagai berikut:
1. Refleksi peserta tes UKG terhadap tingkat kesulitan soal pada wilayah dua
kompetensi
a. Pemahaman dan respon konseptual terhadap UKG
Respon terhadap suatu konsep kegiatan tentunya menjadi salah satu faktor
penentu akan keseriusan upaya yang dilakukan seseorang untuk mengikuti suatu
kegiatan. Hal ini pula pastinya yang berlaku terhadap kegiatan pelaksanaan test UKG.
Uji Kompetensi Guru (UKG) merupakan wacana dalam dunia pendidikan (sekolah)
saat ini yang secara nyata menempati rangking atas sebagai sebuah bahan
perbincangan. Namun, apa dan bagaimana sebenarnya substansi dari UKG itu sendiri
tidak senantiasa difahami secara baik oleh para guru. Terlebih, secara nyata banyak
fakta masa lalu menunjukkan, sekian banyaknya program/ kegiatan dalam berbagai
25
bidang yang keberlanjutan dan substansinya tidak begitu jelas. Bahasa “ini hanya
proyek” menjadi bahasa latah dalam masyarakat untuk menilai semua program
pemerintah yang berlaku. Walaupun tidak setragis dalam berbagai program kegiatan
yang lain, namun nampaknya stigma itu juga tidak lepas menimpa kegiatan
pelaksanaan UKG. Hal ini tercermin dari ungkapan salah satu responden:
“kebanyakan guru tidak begitu yakin pak bahwa UKG ini menjadi isntrumen
yang serius untuk memperbaiki kompetensi guru. Kalau bahasa yang sering
dimunculkan diteman-teman guru itu...datang..kerjakan..kemudian lupakan..
ndak usah dibawa repot pak (Jarwo).”
Sekilas apa yang diungkapkan responden ini bernada positif, bahwa mereka
melakukan langkah-langkah yang serius untuk menghadapi kegiatan test UKG.
Namun, ketika mencoba untuk direfkesikan pada ranah substansi dari tujuan UKG itu
sendiri yakni untuk menjadi cermin terhadap penguasaan kompetensi guru. Dengan
berbagai macam langkah bersiapan berupa bedah kisi-kisi tersebut, terlihat bahwa guru
26
tidak dalam ranah bagaimana meningkatkan kompetensi yang mereka miliki, namun
lebih sekedar membenahi diri dalam rangka menghadapi test. Dengan demikian, perlu
dicurigai bahwa hasil tes UKG yang didapat bukan merupakan cerminan penguasaan
kompetensi seorang guru, namun sekedar merupakan cerminan kesiapan seorang guru
dalam menghadapi test.
b. Refleksi tingkat kesulitan dan muatan soal
Sebuah instrument test dalam sebuah kerangka proses evaluasi semestinya
secara konten harus merepresentasikan realitas konteks yang hendak dievaluasi. Dalam
kerangka metodologi hal ini sering dinyatakan sebagai validitas konten. Dalam hal ini,
barangkali soal-soal dalam UKG tentunya sudah divalidasi oleh sekian banyak ahli
yang kompeten di bidang ini. Namun, secara nyata hasil penelusuran menunjukkan,
bahwa barangkali satu hal yang mungkin terlupa untuk diperhatikan adalah berjalannya
dua macam kurikulum pendidikan jasmani yang saat ini berlaku di sekolah. Sebagian
besar sekolah masih menggunakan kurikulum 2006 (KTSP) sementara di beberapa
sekolah sudah menggunakan kurikulum 2013 (K-13). Meskipun secara konsep dalam
ranah konten (profesional) hal ini tidak terlalu membawa dampak yang signifikan,
namun pada ranah pedagogis hal ini sedikit mempengaruhi cara pandang. Walaupun
juga sebenarnya kalau ditarik dari substansi standar kompetensi guru, hal ini
seharusnya tidak begitu berpengaruh. Namun, dari hasil FGD persoalan ini sempat
muncul dan menjadi penekanan dari beberapa responden. Bahwa pemakaian istilah dan
cara berpikir yang mencoba dibangun oleh kurikulum 2013 terutama dalam ranah
pedagogis berbeda dengan kurikulum 2006, yang pada ujung-ujungnya hal ini menjadi
kesulitaan tersendiri dari peserta tes UKG (guru). Seperti penrnyataan responden
sebagai berikut:
“Soal-soal UKG tahun ini khususnya untuk kompetensi pedagogis lebih
mengacu pada kurikulum K-13, padahal di sekolah kami masih menggunakan
KTSP, sehingga terus terang kami merasa kesulitan. Beberapa istilah dan proses
pendekatan pembelajaran tidak sempat kami pelajari yang itu sebenarnya
penerapannya untuk kurikulum 2013 (Fatima).”
Kesulitan lain yang dialami oleh peserta yang terekam melalui penelitian ini
adalah terkait dengan model soal. Model-model ilustrasi yang kemudian diikuti
pertanyaan ternyata bagi beberapa guru menjadikan kesulitan. Kosakata, tanda baca,
serta pilihan ilustrasi diakui oleh guru (responden) menjadikan kesulitan tersendiri bagi
para guru. Ditambah dengan terbatasnya waktu ujian yang tidak terlalu lama, secara
27
nyata juga sudah menambah tekanan secara psikologis. Hal ini terungkap seperti
pernyataan Jundiman, “Soal model uraian dengan illustrasi...terus terang membuat
kami bingung, terkadang bagi kami hubungan antara pernyataan dan pertanyaan susah
difahami.”
Kesulitan-kesulitan lain yang muncul melalui penelusuran dalam penelitian ini
menyatakan bahwa sebagian disebabkan karena unsur kebaruan yang belum sempat
dipelajari oleh para guru, terutama guru-guru yang cenderung sudah senior secara umur
(tua). Seperti yang dinyatakan dua responden dalam penelitian ini sebagai berikut:
“Terus terang untuk guru-guru yang sudah di atas usia 45 tahun seperti saya,
banyak hal-hal baru yang benar-benar saya tidak tahu. Terutama terkait dengan
kompetensi profesional (Jarwo).”
“Nek kompetensi pedagogis itu menurut sayaa...mau digonta ganti
kurikulumnya toh tetep sama pak, pada wilayah kompetensi profesional itu
yang berkembang dan banyak hal baru yang kadang kita belum tahu (Asih).”
Di lain sisi, ada beberapa responden yang mengaku sebenarnya tidak merasa
kesulitan dalam mengerjakan soal-soal dalam tes UKG. Namun, mereka justrru terkejut
tatkala hasilnlya tidak sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini, mereka merasa keberatan
dan mempunyai keinginan untuk seandainya sistem dalam tes UKG online tersebut
dapat menunjukkan kesalahan dari hasil pekerjaan guru per-item tes, sehingga dapat
menjadi sumber umpan balik bagi pelaksanaan tes UKG selanjutnya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan responden:
“Saya itu merasa banyak yang bisa...dan yakin saya itu bahwa bisa..tapi tahu
tahu keluar hasil kok yang benar Cuma sdikit.. terus terang saya malah
bingung.. tapi yaa mau gimana lagi pak, lawong saya tidak bisa tahu di soal
nomer berapa yang salah je (Tarjo).”
kompetensi guru yang sesungguhnya. Terutama bagi mereka yang mengajar praktik
seperti guru penjas. Banyak aspek dari pengajaran penjas yang sulit untuk diukur
Selama ini dari UKG yang dilakukan cenderung yang tertulis, istilahnya tertulis
dengan skor itu saja. Sedangkan kompetensi guru itu istilahnya di kemampuan
berpikir tetapi juga kemampuannya di lapangan juga. Ha mungkin usulannya
jangan sampai mereka yang secara di komputer itu dapat 90 tetapi di praktik 5.
Kalau bisa kan mending sama-sama 75 tapi di dua sisi, di pengetahuan dan di
praktik. Untuk itu mungkin usulan saya kalau bisa ya seperti itu.
28
Selain persoalan substansi dari soal dan kemampuan dari guru, satu hal yang
sebenarnya sifatnya sederhana namun harus menjadi sebuah evaluasi bagi pelaksanaan
UKG ke depan adalah terkait dengan hal teknis pelaksanaan. Menurut beberapa responden,
meskipun teknis pelaksanaan yang kurang mendukung, cukup berpengaruh terhadap hasil
capaian yang diperoleh guru dalam tes UKG. Beberapa kendala teknis yang dimaksud
diantara adalah:
a. Informasi dan Sosialisasi
“Informasi yang kami terima terkait pelaksanaan UKG seringkali sifatnya
mendadak dan tidak jelas dan hanya ada beberapa orang saja di tingkat bawah
(kabupaten/ kecamatan) yang mempunyai kewenangan. Jadinya kita justru
paling seringnya dapat informasi dari berita baik di koran maupun di internet
pak dan rata-rata kok medeni ancamannya itu (Asih).”
29
Realitas yang menggejala, ketika wacana tersaji menjadi sebuah informasi di media
dan sedikit bernada mengancam salah satu sisi dari bidang profesi guru, hal ini akan
bergulir menjadi wacana yang masif dan mendapatkan respon yang reaktif dari para
guru. Utamanya lagi adalah guru-guru yang tidak mudah mendapatkan informasi yang
dapat dipertanggungjawabkan. Mereka dengan cepat akan meyakini informasi yang
diterimanya sebagai sebuah kebenaran.
“Sosialisasi pelaksanaan UKG masih kurang begitu jelas. Teman-teman yaa
ada yang menanggapi serius pak, tapi yaa ada yang akhirnya terus luweh-
luweh. Paling juga sama dengan program-program yang lain, nanti ndak ada
tindak lanjutnya. Demikian sebagian teman-teman memahaminya pak
(Joko).”
Hasil skor perolehan test UKG belum secara tepat menggambarkan tingkat
kompetensi yang dikuasi oleh guru. Dikarenakan, perolehan hasil test tidak hanya
mewakili kemampuan guru, namun hambatan selama kegiatan proses test UKG juga
turut mempengaruhi tidak optimalnya hasil capaian skor yang diperoleh oleh guru.
Demikian setidaknya apa yang diungkapkan oleh salah satu responden:
“Terus terang kalau saya saat itu terganggu dengan beberapa teman yang
kebetulan berada didekat saya. Kebetulan ia ibu-ibu dan gaptek, jadi bentar2
tanya...dan akhirnya saya jadi ndak konsen deh dengan test saya, padahal
waktunya kan terbatas (Tarjo).”
30
responden bahwa, “tempat pelaksanaan test pengaturan tempatnya sempit, epet epetan
mas, jadi agak tidak nyaman untuk mengerjakan (Karim).”
Tema lain yang kami temukan dalam analisis adalah kebutuhan pengembangan
profesi guru paska mengikuti UKG. Dalam tema ini, analisis menunjukkan sub-tema
kegiatan pengembangan profesi selama ini, dan aspirasi mereka terhadap metode
pengembangan profesi.
a. Konten
dan penelitian tindakan kelas berikut teknik penulisannya. Jundiman mengakui dirinya
sebagai guru generasi lama yang memulai karirnya sebagai guru setelah menyelesaikan
pendidikan lanjut D2 dan S1. Namun demikian, ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan pedagogi yang dari berbagai pendidikan dirasa masih belum memberi bekal
“Waktu itu saya penerimaan waktu ilmu pedagogik sangat terbatas. Untuk itu,
untuk pembelajaran kaitannya untuk hanya untuk pengetrapan-pengetrapan
saja. Dilanjutkan dengan pendidikan yang D2, yang mungkin juga cumak
nyrempet-nyrempet aja kaitannya dengan prilaku dan tingkah seseorang yang
kita pelajari dan berpikir yang untuk kemajuan dan suatu pengertian. Hal
seperti itu untuk pendidikan yang sekarang melanjutkan S1 saja ini adalah ya
kaitannya sudah berambilalih…Hal seperti itu memang sangat minim sekali
para guru-guru untuk mendapatkan pedagogik itu.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Tarjo yang merasakan titik lemah
berkaitan dengan apa yang secara keseharian dia lakukan dalam profesinya. Tarjo
31
menyarankan bahwa kegiatan pengembangan profesi; “kalau bisa materi-materinya itu
yang mengandung esensi untuk sebagai tugas pokok, materinya itu yang sebagai guru
sehari-hari. Jadi membuat RPP, menyajikan media, terus penilaian dan penyampaian
materi, apa itu mikro.” Rafiq menambahkan usulan tentang materi-materi yang
langsung terhadap praktik mengajar keseharian guru. Rafiq mengatakan, “kalau untuk
terkait dengan teknis pelaksanaannya, seperti pada sosialisasi K-13 kemarin. Itu
kemampuan pedagogi menjadi lebih khusus tentang pedagogi yang digunakan untuk
“Untuk menyikapi hal ini yaitu memang saya sepakat diadakan suatu diklat
yang diklat itu juga hanya satu basis, misalnya hanya untuk olahraga. Itu dari
depan tadi sudah saya utarakan selama ini memang untuk guru olahraga
memang agak dianaktirikan. Jadi kita disamakan dengan guru kelas dan nanti
untuk materi olahraga itu dikesampingkan (Jundiman).”
informasi baru tentang pengajaran dan pembelajaran lebih sering disampaikan oleh
kepala sekolah atau guru kelas yang kebanyakan latar belakang pendidikannya bukan
pendidikan jasmani. Bagi Jundiman, hal ini mengakibatkan “materi-materi yang ada
kaitannya dengan penjas itu persentasenya sedikit sekali untuk yang tercovernya.”
profesi ditentukan guru karena merujuk pada resep yang ditentukan pemerintah.
Misalnya, sekarang ini guru dituntut untuk melakukan penelitian tindakan kelas
32
(PTK). Bagi peserta diskusi, kegiatan pengembangan profesi seyogyanya menawarkan
tentang PTK karena bagi mereka,PTK merupakan hal baru, bahkan bagi lulusan ilmu
seperti ini caranya? Atau bagaimana cara menganalisis, nanti ini bagaimana? Misalnya
penelitian tindakan kelas itu.” Lebih lanjut Harjo menyatakan bahwa kemampuan
menulis laporan hasil PTK sama pentingnya dengan pemahaman dan kemampuan
melakukan PTK. Harjo mengatakan, “Yang sangat kita butuhkan adalah untuk
menunjang profesi yang berkelanjutan ini diadakannya pelatihan penulisan yang ada
di sekolah-sekolah.”
profesi selama ini. Kecenderungan yang muncul adalah bahwa berbagai kegiatan
insidental, dan sporadis. Tarjo berkata, “Di tingkat Bantul ini sering insidental, sering
2 bulan atau 3 bulan sekali tergantung kebutuhan.” Belum lagi ditambah dengan
“Hanya memang karena waktunya itu sangat sempit. Jadi untuk menguasai
kurikulum K-13 yang waktunya hanya 1 minggu kemudian dilaksanakan satu
hari full, itu memang melelahkan sekali, banyak ilmu yang tidak masuk
(Tarjo).”
Hal ini mengakibatkan, “Pelatihan atau penataran sejenisnya itu khan mungkin fresh
hanya 2 minggu. Habis itu hilang. Satu bulan kemudian hilang (Harjo).” Lebih detail,
Tarjo menggambarkan serapan materi yang sering tidak optimal. Hal ini diperparah
33
dengan reduksi yang signifkan ketika apa yang didapat akan diimbaskan pada rekan
“Seperti itu, tapi kalau nganu khan ada lupanya. Katakanlah saya diberi materi
tentang atletik, katakanlah begitu di kecamatan Sedayu tanggal ini. Mungkin 1
minggu kedepan, 50% saya lupa apa yang disampaikan. Padahal yang saya
tangkap, hanya 60%. Itu seperti itu ya yang saya sampaikan yo luwih sithik
meneh. Jadi kalau kita KKG hari Sabtu, biasanya bulan depan itu baru KKG
lagi karena di tingkat kecamatan itu satu bulan sekali kita aktif (Tarjo).”
“Untuk sementara di tempat saya itu KKGnya untuk pengisian materi hanya itu-itu
saja.” Tidak banyak yang kemudian bersikap apatis terhadap kegiatan pengembangan
profesi. Tarjo mengeluhkan, “Belum lagi nanti kalau ditanya, ah mung koyo wingi
metode apa yang menurut mereka akan efektif. Menurut responden, ketersediaan
materi belajar untuk guru relatif minim. Mereka mengalami kesulitan dalam mencari
buku dan bahan bacaan yang relevan dengan pengembangan profesi. Ketersediaan
modul adalah yang diidentifikasi responden sebagai salah satu sumber belajar yang
informasi tingkat penguasaan guru atas kompetensi profesional dan pedagogi. Dari
titik inilah guru mesti belajar mengembangkan diri dengan bantuan modul-modul yang
cakupan isinya ada pada tingkat kompetensi guru tersebut. Jamas menyatakan, “Ketika
kita harus belajar, ya belajar tentang itu. Nah, saran saya suatu saat nanti, itu ada
34
“Mungkin ya tadi hanya menambahkan saja dari rekan yang terdahulu yaitu
modul-modul yang isinya tentang UKG atau mungkin materi atau bahan yang
untuk tahun kedepannya (Joko).”
kebudayaan telah menyiapkan tindak lanjut dari UKG ini yang salah satunya adalah
dengan publikasi modul yang membantu guru dalam belajar dan meningkatkan
kompetensinya.
berkelanjutan. Komunitas praktis dipahami secara cair, baik komunitas informal (grup
online) sampai yang lebih formal seperti kelompok kerja guru (KKG). Harjo
group, katakanlah group saya sendiri.” Lain dengan Harjo, kebanyakan peserta diskusi
memandang bahwa KKG adalah area yang paling strategis dan dapat diakses dengan
guru, itu keterkaitan dengan UKG kemarin alangkah baiknya nanti di kecamatan ada
KKG pak.”
secara keorganisasian. Tidak semua KKG bersifat aktif, kalaupun ada yang aktif belum
“Ha kalau di KKG ini, forumnya katakanlah di tingkat kecamatan, kita eksis.
Di Bantul ini forum KKG ini berputar. Jadi nanti perwakilan kecamatan
berputar di seluruh kecamatan. Butuh pengimbasan katakanlah gitu. Jadi habis
diberikan materi, sama tokoh masing-masing kecamatan diimbaskan (Tarjo).”
Walaupun sebagian peserta bersikap skeptis terhadap KKG, tapi mereka merasakan
KKG ini berpotensi besar sebagai media dalam mengembangkan diri maupun profesi
keguruan.
35
Berikutnya, responden juga menyampaikan aspirasi mereka tentang
dan mengembangkan profesi guru. Asih menyatakan, “Itu nanti dari instansi yang
lebih berkompeten memberi suatu arahan, atau mungkin materi di dalam UKG tingkat
kecamatan yang dilaksanakan.” Salah satu institusi tersebut adalah perguruan tinggi.
Bagi mereka, universitas merupakan sumberdaya yang tak ternilai dalam membantu
seperti itu kemudian kita juga dijembatani dari misalnya kalau kita itu dari penjas ya
menyatakan bahwa kemitraan yang erat perlu dijalin juga dengan komunitas praktis
kebutuhan guru paska mengikuti UKG. Identitikasi ini digambarkan dalam 3 sub-
tema: (1) konten kegiatan PKB, (2) kritik terhadap pelaksanaan pengembangan profesi
tradisional berikut (3) pandangan mereka tentang alternatif kegiatan PKB. Data yang
digali menunjukkan keorisinalitas gagasan dan usulan mereka tentang apa yang terbaik
C. Pembahasan
Dari analisis data di atas, secara tersirat dapat dikatakan bahwa guru memiliki
pemahaman yang beragam tentang pengembangan profesi. Berdasar definisi secara luas,
36
pengembangan profesi mencakup semua tipe pembelajaran profesional yang dilakukan oleh
guru terhitung mulai dari saat kelulusan dari program pendidikan keguruan strata 1 atau
setelah mengikuti pendidikan keguruan seperti SGO dan D-2/3/4 (Armour & Yelling, 2004).
Walaupun mereka mengerti berbagai kegiatan yang mencakup pengembangan profesi, mereka
berkelanjutan semestinya mengakar pada pembelajaran guru (Armour & Yelling, 2007).
pemahaman yang memadai tentang kaitannya UKG dan pengembangan profesi berkelanjutan
(PKB). Data menunjukkan bagaimana guru lebih menempatkan UKG sebagai syarat dan harus
dipersiapkan secara khusus dalam menghadapi test. Seyogyanya, UKG mesti diperlakukan
sebagai cermin yang dengan apa adanya merefleksikan kondisi kekinian kompetensi guru.
Setelah UKG adalah, guru perlu melakukan pengembangan keprofesian secara berkelanjutan
Pada titik ini yang diperlukan adalah apa teori pembelajaran untuk guru ini dan
bagaimana mereka mesti belajar sebagai proses pengembangan profesi mereka. Salah satu
pengembangan dari teori konstruktivisme dalam pembelajaran (Kirk & MacDonald, 1998).
konstruktif, kumulatif, berorientasi pada tujuan, diagnostic, dan reflektif (Simons, 1993).
Dengan kata lain, proses belajar berlangsung bukan karena sesorang yang berpengetahuan
37
apa yang sudah diketahuinya dan terus menerus sehingga menjadi suatu bangunan
sosial dan kontekstual. Kirk dan MacDonald (1998) menyatakan bahwa dalam pengertian
kultural dan dipengaruhi oleh konteks tersebut. Kesimpulannya, pembelajaran adalah “suatu
proses aktif dan kreatif yang melibatkan interaksi individu dengan lingkungan dan pembelajar
lainnya (Kirk & MacDonald, 1998, hal. 377).” Peserta diskusi memahami pendekatan
pembelajaran apa yang tepat untuk mereka sendiri. Data menunjukkan pentingnya
pembelajaran yang sifatnya terus menerus berdasarkan apa yang sudah mereka miliki.
Konsep lain pembelajaran yang disituasikan adalah apa yang disebut sebagai
pengakuan pertisipasi pinggiran dan komunitas praktis. Penjabaran dari ide pokok ini adalah
bahwa seorang sarjana yang baru saja lulus pendidikan keguruan kemudian memasuki dunia
kerja. Dalam dunia kerja ini ada suatu komunitas guru pendidikan jasmani yang secara sosial
memiliki norma, tingkah laku, pilihan bahasa, dan cara berkomuniasi. Orang baru dalam
komunitas kemungkinan besar akan kaku dan kikuk saat pertama kali bergabung. Inilah yang
disebut sebagai partisipasi pinggiran. Dalam konsep ini, pembelajaran yang disituasikan
memberikan pengakuan terhadap “orang baru” dan membimbing untuk masuk dalam
komunitas, terlibat dalam pembicaraan, menyumbang ide, dan berbagai kegiatan lainya yang
membantu orang baru tersebut untuk bergerak menuju pusat komunitas praktis. Pada titik
inilah pembelajaran berlangsung dari dan oleh sesama anggota komunitas. Oleh sebab itu,
pembelajaran yang disituasikan memiliki arti penting sebagai dasar teori karena konsep
guru pendidikan jasmani (Borko, 2004; Parker, Patton, Madden, & Sinclair, 2010; Putnam &
Borko, 2000). Konsep ideal PKB ini menjadi aspirasi para guru peserta diskusi yang
38
menganggap peran komunitas praktis seperti KKG dan MGMP adalah hal yang penting
sebagai apa yang secara teoritik disebut sebagai pembelajaran yang disituasikan (situated
learning).
yang tidak bersifat terus menerus atau berkelanjutan. Dalam melakukan berbagai aktifitas
pengembangan profesi, seorang guru biasanya melakukan beragam aktivitas yang tidak jarang
antara satu aktivitas dengan yang lain tidak berkaitan sama sekali atau bahkan saling
bertentangan. Ini hal yang lumrah dan tidak bisa dihindari karena penyelenggara kegiatan
pengembangan profesi di luar kuasa dan kendali guru. Apa yang bisa dilakukan oleh guru
adalah menemukan apa yang disebut kombinasi berbagai kegiatan yang optimal (optimal mix)
dari pengembangan profesi untuk guru dari berbagai latar konteks (Armour & Yelling, 2007).
Selain itu, pengembangan profesi model baru seharusnya mencakup perspektif individu dan
organisasi, berpikiran secara luas namun memulai langkah dari hal kecil, kerjasama tim,
umpan balik (feedback) secara terus menerus, dan hal baru yang dipelajari harus
dampak pada pembelajaran siswa. Kita sering mendengar slogan dari berbagai
penyelenggaran pelatihan bahwa misi mereka adalah hendak merubah sikap, perilaku, dan
cara guru mengajar. Asumsi merubah praktik mengajar guru ini sudah saatnya dibenahi. Kini
saatnya, menurut Guskey (1995) sebagai mana dikutip oleh Armour dan Yelling (2007),
penyelenggara kegiatan pengembangan profesi untuk menyadari bahwa guru hanya akan
berubah secara signifikan setelah mereka mendapatkan bukti atas meningkatnya pembelajaran
murid-murid mereka.
tugas mudah. Penelitian dalam bidang pengembangan profesi juga miskin teori yang
39
menjelaskan bagaimana pengembangan profesi berdampak pada siswa. Penelitian oleh
Armour dan Yelling (2007) pun hanya menggali pembelajaran guru. Namun, dalam praktik
pengembangan profesi dan pengumpulan data mereka, guru diminta secara berkelajutan dan
terus menerus mereflesikan apa yang telah mereka pelajari. Kedua peneliti ini menyimpulkan
bahwa guru pendidikan jasmani “menilai secara positif pembelajaran professional (guru)
secara kolaboratif karena mereka merasakan bahwa hasil pembelajaran mereka dapat
diterapkan untuk siswa mereka dan pada konteks sekolah mereka” (Armour & Yelling, 2007,
p. 181). Data menunjukkan bahwa peserta merasakan perlunya konten yang berkaitan dengan
pengembangan pedagogi mereka dalam mengajar pendidikan jasmani. Hal ini justru
menunjukkan bahwa apapun kegiatan PKB harus berdampak pada perubahan mereka
mengajar. Pada gilirannya, mereka berharap akan mengimbas pada efektifitas murid belajar.
Ada banyak faktor yang menentukan apakah suatu kegiatan pengembangan profesi
klasifikasi yang dilakukan oleh Garret, Porter, Desimone, Birman, dan Yoon (2001) saat
mereka melakukan penelitian efektifitas pengembangan profesi guru matematika dan ilmu
pengetahuan alam. Faktor-faktor tersebut meliputi ciri struktural, ciri inti, dan koherensi.
Alinea di bawah ini merupakan penjabaran dari faktor tersebut sebagaimana analisis data
focus group discussion merujuk pada aspirasi guru yang merujuk pada ciri-ciri tersebut.
Ciri struktural PKB yang efektif meliputi tipe aktifitas, durasi, dan partisipasi secara
kolektif. Berdasar tipe aktifitas, secara umum kegiatan pengembangan profesi dalam bentuk
pelatihan, lokakarya, kuliah, seminar, dan konferensi. Ciri-ciri umum dari kegiatan tersebut
adalah disampaikan oleh ahli dan guru hadir sebagai peserta sesuai jadwal yang ditentukan.
Berbagai jenis pengembangan profesi ini sering dikritisi karena tidak efektif dalam
mengembangkan profesi guru karena mengambil tempat di luar sekolah dan ruang kelas
sehingga tidak mendekatkan guru dengan konteks profesi mereka. Selain itu, kegiatan
40
pengembangan profesi tersebut juga memiliki waktu, materi, dan aktivitas yang memadai
untuk meningkatkan pengetahuan guru dan mendorong perubahan yang bermakna di dalam
praktik mengajar. Tentu saja pandangan peserta diskusi tentang tipe aktifitas masih belum
merefleksikan konsep tersebut. Namun kita bisa menarik benang merah bahwa guru
beraspirasi PKB yang selama ini di luar konteks mereka. Data menunjukkan kompetensi apa
yang mereka ingin kuasai dan hal ini terkait dengan perubahan bermakna tentang cara
mengajar mereka.
Lantas bagaimana aspirasi guru ini mesti diejawantahkan? Garret dkk (2001)
traditsional, walaupun Borko (2004) berargumen untuk tidak selalu dilakukan di sekolah,
kegiatan ini mengambil tempat di sekolah dan dilaksanakan selama jam sekolah tersebut.
Selain itu, mentoring dan coaching dilaksanakan, setidaknya sebagian dari kegiatan, selama
proses pembelajaran siswa di kelas dan sesuai dengan rencana kegiatan guru yang sudah
terjadwal. Dengan demikian kegiatan ini akan lebih kontekstual dan lebih mudah menjaga
kelangsungannya. Selain itu, bentuk kegiatan dapat berupa kelompok belajar guru, jaringan
atau kolaborasi guru, komite, magang, dan pusat informasi. Hal ini persis dengan keyakinan
guru terhadap berbagai komunitas profesi sebagai media untuk mengejawantahkan kegiatan
Melengkapi uraian di atas, Garret dkk (2001) menambahkan bahwa tipe aktivitas
pengembangan profesi guru mesti lebih responsif terhadap bagaimana guru belajar, dapat
berbagai tipe baru pengembangan profesi guru, manfaat bagi guru mencakup durasi waktu
yang lebih lama dan mendorong partisipasi kelompok guru dari satu sekolah secara kolektif.
41
Hasil analisis jelas sekali menunjukkan bagaimana kegiatan pengembangan profesi
selama ini kurang efektif ditinjau dari durasi kegiatan. Garret dkk (2001) mengidentifikasi
pentingnya memikirkan ulang durasi kegiatan pengembangan profesi. Kegiatan yang lebih
lama waktunya diharapkan akan semakin (1) memungkinkan tersedianya kesempatan untuk
diskusi materi yang lebih mendalam, pemahaman baru tentang konsepsi dan mis-konsepsi
siswa, dan strategi pedagogi dan (2) memungkinkan guru untuk mencoba hal baru dalam
pengajaran mereka dan mendapatkan umpan balik . Selain itu, kegiatan dengan waktu yang
memadai akan memberikan kesempatan bagi guru untuk belajar lebih mendalam,
Hampir semua responden mengamini peran komunitas praktis seperti KKG dan
MGMP sebagai wahana yang potensial dalam mengembangkan profesi mereka. Hal ini karena
kegiatan berbasis komunitas berpotensi kolektif. Kegiatan pengembangan profesi yang efektif
disarankan untuk dirancang secara kolektif untuk guru yang berasal dari satu sekolah, satu
departemen, atau bahkan satu kelas. Dengan rancangan kegiatan yang ditujukan untuk satu
kelompok guru ini akan memberikan beberapa keuntungan. Pertama, guru yang bekerja secara
tentang konsep, keterampilan, dan masalah yang muncul. Kedua, guru yang berasal dari satu
tempat lebih memungkinkan untuk saling berbagi materi kurikulum, pembelajaran, dan
evaluasi belajar siswa. Di dalam kelompok ini, guru akan mampu mengintegrasikan apa yang
mereka pelajari dengan aspek instruksional yang lain. Ketiga, guru dengan siswa yang sama
terus menerus karena dengan desain kegiatan ini dapat mengembangakan budaya profesional
dimana guru dalam satu sekolah atau guru yang mengajar kelas yang sama akan
42
mengembangkan pemahaman bersama tentang tujuan instruksional, metode, masalah, dan
solusi.
Selain ciri-ciri struktural, PKB yang efektif memiliki ciri-ciri utama, seperti
memfokuskan pada materi, pengembangan belajar secara aktif, dan penerapan rencana
pembelajaran. Tentang focus pada materi, isi materi kegiatan pengembangan profesi di
Indonesia lebih cenderung bervariasi. Bahkan beberapa guru mengikuti beberapa kegiatan
yang mungkin tidak ada kaitannya dengan pendidikan jasmani. Tentu bukan semata-mata
salah guru tersebut. Tetapi karena penilaian kegiatan pengembangan profesi lebih berorientasi
pada level kegiatan itu, seperti tingkat lokal, nasional, atau internasional. Selain itu, guru
pendidikan jasmani juga sangat dikaitkan dengan olahraga secara umum dan berbagai
kegiatan keolahragaan yang tidak ada kaitan dengan pengajaran pendidikan jasmani bisa
terhitung nilai tinggi jika tingkatnya nasional ataupun internasional. Walaupun belum ada
kesimpulan teoritik yang memberi informasi tentang efektifitas variasi materi, beberapa ahli
menyarankan untuk memfokuskan isi materi yang dapat meningkatkan kinerja guru dalam
mengajar. Fokus isi materi ini mencakup pengetahuan tentang isi mata pelajaran dan
pemahaman tentang bagaimana siswa belajar isi materi tersebut (Garret, dkk, 2001). Nampak
dari data bahwa aspirasi guru tentang tindak lanjut UKG adalah pada materi seperti yang
menekankan pada pengembangan belajar secara aktif. Belajar secara aktif dapat dilakukan
melalui beberapa jenis kegiatan, misalnya melakukan pengamatan guru senior mengajar atau
mengajar dan diamati oleh rekan sejawat untuk mendapatkan masukan dan umpan balik.
Secara lebih rinci, guru saling mengunjungi pengajaran mereka atau mendatangkan ahli untuk
mengamati dan saling berdiskusi secara reflektif tentang tujuan dan strategi pembelajaran.
43
Walaupun data tidak mengindikasikan konsep PKB ini, dapat ditafsirkan bahwa pembelajaran
guru yang bersifat aktif akan menjadi terobosan penting dalam PKB mereka.
jarak antara teori dan praktis yang mengakibatkan lemahnya daya serap guru terhadap konten
materi yang baru dan lebih sering di antara mereka mendapatkan kesulitan untuk
menerapkannya di ruang kelas mereka. Salah satu wujud belajar secara aktif adalah dengan
dan kemudian menerapkan pengetahuan barunya itu dalam praktik pengajaran mereka. Secara
teoritik, kegiatan ini akan menjembatani apa yang dipelajari dengan konteks guru tersebut
bekerja.
pengembangan profesi dapat dirasakan jika kegiatan tersebut menjadi bagian dari koherensi
pengembangan profesi yang satu sama lainnya tidak memiliki kaitan, saling terpecah-pecah,
dan sporadis. Demikian juga responden dalam penelitian ini mengeluhkan hal yang sama. Hal
ini sering terjadi karena proses penilaian pengembangan profesi guru saat kenaikan pangkat
cenderung tidak memperhatikan isi kegiatan dan lebih fokus pada level dan reputasi kegiatan
atau penyelenggara kegiatan tersebut. Garret dkk (2001) menegaskan bahwa koherensi dapat
dicapai dengan tiga cara: “(1) dimana kegiatan tersebut dilaksanakan berdasar apa yang sudah
dipelajari guru, (2) menekankan isi materi dan pedagogi yang sesuai dengan standar
kurikulum nasional, dan (3) mendukung guru dalam mengembangkan komunikasi profesi
dengan guru lain secara terus menerus dan berkelanjutan” (hal. 927).
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis dan representasi penelitian pada bab IV, peneliti menyimpulkan
bahwa guru-guru di kota Yogyakarta memiliki nilai rata-rata (60,5) yang berada di atas apa
yang ditargetkan pemerintah, yakni 55. Selain itu, analisis statistik juga menunjukkan bahwa
usia berbanding terbalik dengan pencapaian skor UKG. Artinya, semakin tua usia guru maka
akan ada kemungkinan mendapatkan skor yang semakin rendah. Data juga menginformasikan
bahwa status guru, baik PNS maupun non-PNS, tidak berpengaruh terhadap pencapaian skor
UKG. Hal ini mengindikasikan bahwa baik guru PNS maupun non-PNS relatif memiliki
Sedangkan dari data FGD, kami menemukan 3 tema utama yang kemudian kami telusuri
lebih jauh sub-tema yang mendukung tema utama tersebut. Tema utama tersebut adalah; (1)
refleksi peserta terhadap sistem dan pelaksanaan UKG, (2) permasalahan teknis dalam
pelaksanaan UKG, dan (3) kebutuhan paska UKG. Berikut kesimpulan untuk tiap-tiap tema
utama tersebut.
Bagi kebanyakan guru, pemahaman UKG belum sepenuhnya dipahami sebagai media
untuk cermin diri yang kemudian mesti ditindaklanjuti dalam bentuk program-program
pengembangan profesi. Akibatnya, respon guru cenderung menanggapi test sebagai test
sehingga apa yang mereka lakukan adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi test dan
guru tidak harus belajar menghadapi UKG. Bagi mereka, yang perlu dilakukan adalah tindak
lanjut setelah mengetahui kompetensi mereka yang ditunjukkan oleh skor hasil test.
Selanjutnya, guru-guru peserta FGD merasakan kesulitan soal UKG yang ditentukan
apakah sekolah mereka sudah menerapkan kurikulum 2013 atau belum. Menurut mereka, guru
yang sekolahnya sudah menerapkan K-13 akan cenderung lebih mudah mengerjakan soal
45
UKG. Kesulitan juga dialami guru pada ranah teknis dari mulai istilah yang tidak familiar,
tanda baca, ilustrasi, sampai pada kegagapan beberapa guru terhadap penggunaan IT.
UKG meliputi kebutuhan akan kegiatan PKB yang berkelanjutan, yakni konten, kritik
meliputi pengayaan pedagogi, pedagogi yang berkaitan dengan pendidikan jasmani, dan PTK
membelajarkan guru. Kritik ini menjadi titik tolak bagi mereka untuk menawarkan metode
adalah yang sifatnya kemitraan dan community based dalam hal ini komunitas praktis baik
B. Saran
Dari apa yang kami identifikasi dalam penelitian ini, kami merumuskan beberapa
dan praktisioner. Untuk peneliti, termasuk diri kami, penelitian lanjutan akan lebih baik jika
difokuskan pada salah satu pendekatan, apakah hanya kuantitatif atau kualitatif saja. Perlu
juga dilakukan penelitian serupa untuk daerah-daerah lain di Indonesia. Tindak lanjut dari
FGD akan lebih mendalam jika diadakan penelitian kualitatif yang mengupas secara
Penentu kebijakan dapat menggunakan informasi ilmiah dalam penelitian ini terutama
yang terkait dengan pelaksanaan UKG. Kami menyajikan sejauhmana guru memahami UKG
berikut kemungkinan kekeliruan perspepsi mereka terhadap UKG. Usaha pemerintah bisa
dilakukan sebagai usaha korektif. Selain itu, berbagai kendala dan kesulitan yang dialami guru
46
juga kami paparkan sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki sistem dan pelaksanaan
UKG di tahun-tahun berikutnya. Tak kalah pentingnya adalah analisis kami tentang kebutuhan
guru akan program-program PKB paska UKG. Kami juga menafsirkan dan membahas data
yang kami analisis dengan teori-teori tentang PKB yang efektif. Di masa yang akan datang,
Terakhir, penelitian ini dapat dikonsumsi oleh praktisioner dalam bidang pendidikan,
respon guru terhadap fenomena terkini dalam pendidikan (UKG). Guru-guru juga dapat
mengambil pelajaran tentang PKB manakah yang efektif bagi peningkatan profesi mereka.
Sehingga diharapkan mereka akan terus menerus mengembangkan diri dan selalu
47
DAFTAR PUSTAKA
Borko, H. (2004). Profesional development and teacher learning: mapping the terrain.
Educationa Researcher, 33(8), 3-15.
Creswell, J.W. (2009). Research Design (Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. 3rd edition. Los Angeles: Sage Publication.
Kemdikbud. (2016). 7 Provinsi Raih Nilai Terbaik Uji Kompetensi Guru 2015. Jakarta:
Kemdikbud. Diambil pada tanggal 20 Januari 2017, dari
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/01/7-provinsi-raih-nilai-
terbaik-uji-kompetensi-guru-2015
Kirk, D., & Macdonald, D. (1998). Situated learning in physical education. Journal of
Teaching in Physical Education, 17, 376-387.
Natalia Premastuti dan Laurentius Saptono. (2017). The Influence of the Effectiveness of
Accounting Learning Process on Students’ Learning Achievements. Jurnal
Cakrawala Pendidikan, Nomor 3, tahun 2017.
48
Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya; Departemen Pendidikzan Nasional Republik
Indonesia, Biro Hukum dan Organisasi Sikjen Depdiknas, Jakarta.
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin. (2014). Evaluasi Program Pendidikan (Pedoman
Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan). Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (2006); Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
Biro Hukum dan Organisasi Sikjen Depdiknas, Jakarta.
Worthen, B.R & Sanders, J.R. (2005). Educational Evaluation: Theory dan Practice. Ohio:
Charles A. Jones Publishing Company.
49
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. IDENTITAS
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
50
9. Strategi dan Model Pembelajaran Penjas IV/2016/2017 S1
10. Persiapan Profesi Guru Pendidikan Jasmani VI/2016/2017 S1
11. Teknologi Pembelajaran Penjas V/2015/2016 S1
12. Sarana dan Prasarana Pendidikan Jasmani IV/2015/2016 S1
13. Persiapan Profesi Guru Pendidikan Jasmani VI/2015/2016 S1
14. Pengajaran Mikro Pendidikan Jasmani IV/2015/2016 S1
No Jenis Pelatihan/Pendidikan
1. Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2013 di Yogyakarta
E. Karya ilmiah dalam jabatan/pangkat terakhir, yang relevan dengan Bidang Ilmu (3
tahun terakhir)
1. Penelitian
51
2. Artikel Publikasi (3 tahun terakhir)
3. Penulisan Buku
52
G. Kegiatan Penunjang Tri Dharma Perguruan Tinggi (3 tahun terakhir)
No Kegiatan Keterangan
1. Seminar Olahraga Internasional Diselenggarakan oleh FIK UNY
2. Seminar Olahraga Nasional Diselenggarakan oleh FIK UNY
3. Seminar Olahraga Nasional Diselenggarakan oleh Pascasarjana UNY
4. Seminar Pendidikan Diselenggarakan oleh Pascasarjana UNY
5. Workshop Kurikulum 2013 Diselenggarakan oleh UNY
No Kegiatan
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
53
Lampiran 2. Biodata Anggota Peneliti
A. Identitas
B. Riwayat Pendidikan
No Universitas Program Bidang Ilmu Tahun Lulus
54
C. Mata Kuliah yang Diampu
No Mata Kuliah Semester/ Strata Keterangan
tahun akademik
1 Permainan Bola Basket Genap/ 2004/2005 – S1
sekarang
2 PPC Genap/ 2002- sekarang S1
3 Pengajaran Target, Gasal/2013/2014- sekarang S1
Striking Fielding
4 Pengajaran Atletik, Gasal/2013/2014 S1
Aquatic, dan Senam
5 Persiapan Profesi Penjas Genap/ 2006/2008-2014 S1
6 Sarana Prasarana Penjas Genap/ 2008/2009-sekarang S1
7 Teknologi Pembelajaran Gasal/ 2012-2016 S1
Penjas
8 Dasar-dasar Penjas Gasal/2015-sekarang S1
9 Perencanaan Pembelajaran Gasal/2016-sekarang S1
E. Penelitian/Karya Ilmiah dalam Jabatan/Pangkat terakhir yang relevan dengan bidang Ilmu
(5 tahun terakhir)
1. Penelitian
No Judul Sumber Dana Keterangan
1 Tanggapan Mahasiswa terhadp Kurikulum DIPA UNY 2017
Pendidikan Profesi Guru Sarjana Mengajar di
Daerah Terdepan Terluar dan Tertinggal (PPG-
SM3T) Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan
Rekreasi FIK UNY
2 Manajemen Sarana dan Prasarana Olahraga DIPA UNY 2016
pada Kelas Khusus Olahraga SMA N 4
Yogyakarta
55
3 Pengembangan Sarana Net untuk pembelajaran DIPA UNY 2016
Penjsor
4 Sikap dan Pengetahuan Masyarakat terhadap DIPA UNY 2016
BLS dan PPPK
5 Pengembangan Instrumen Evaluasi DIPA UNY 2015
Penyelenggaraan Pembelajaran Matakuliah
Pengajaran Mikro Prodi PJKR FIK UNY
6 Pengembangan Buku Praktik Pembuatan Sarana DIPA UNY 2015
dan Prasarana Pendidikan Jasmani dan Olahraga
7 Pengembangan Media Gambar Untuk DIPA UNY 2015
Pembelajaran Permainan Bola Basket di SMA
8 Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan ???? 2015
Jasmani Integratif
9 Pengembangan Bola Dalam Pembelajaran DIPA UNY 2015
Permainan Bola Kecil Untuk Siswa Sekolah Dasar
10 Kemampuan Mahasiswa PJKR FIK UNY dalam DIPA UNY 2014
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
pada Pengajaran Mikro Tahun 2014
11 Efektifitas Penggunaan Perangkat Jurnal DIPA UNY 2014
terhadap Hasil Belajar Matakuliah Pernainan
Bola Basket
12 Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Praktik DIPA UNY 2013
Pengalaman Lapangan Mahasiswa UNY Tahun
2013
13 Tingkat Pemahaman Taktik dan Strategi DIPA UNY 2013
Permainan Bolabasket Mahasiswa PJKR FIK UNY
56
Permainan Bola Basket di Prosiding
SMA (2017)
https://www.scribd.com/document/347177589/Prosiding-Seminar-Nasional-Olahraga-2016-
5. Teaching Game for Universitas-Negeri-Semarang
Understanding Sebuah
Pendekatan Pembelajaran
Prosiding Unnes
Permainan Bola Boasket yang
Menyenangkan. (2016)
http://lppm.uny.ac.id/sites/lppm.uny.ac.id/files/Prosiding%20Semnas%20LPPM%202016.pdf
6. Pengembangan Buku Panduan
Praktik Pembuatan Sarana dan
Prasarana Pendidikan Jasmani
dan Olahraga.
57
of Collaboration and
Responsibility. (2014)
14. Faktor Pendukung Prestasi ISSN 0216-1699
Bola Basket Peserta
Ekstrakurikuler Bola Basket di
SMA N 1 Depok Sleman (2014)
15. Standarisasi Tes Keterampilan ISBN 978-602-8429-65-8
Bola Basket STO Sebagai Tes
Baku Untuk Mahasiswa FIK
UNY Dalam Matakuliah Dasar
Gerak Bola Basket. (2013)
16. Karakteristik Psikologis Atlet Jurnal Terakreditasi.......
di Pusat Pendidikan dan
Latihan Pelajar (PPLP). (2013)
58
3 Panitia Seminar Internasional dan Nasional
4 Peserta Seminar Internasional dan Nasional
5 Nara sumber PPM
6 Instruktur PLPG
7 Instruktur PPG SM3T
8 Panitia Penyusunan Borang Akreditasi Prodi
9 Panitia Peringatan Idul Adha
10 Peserta Tri Eks STO
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
59
Lampiran 3. Biodata Anggota Peneliti
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Universitas Negeri Universitas Negeri -
Yogyakarta Semarang
Bidang Ilmu Pendidikan Jasmani Pendidikan Olahraga -
Tahun Masuk-Lulus 2000-2004 2006-2010 -
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Tanggapan Guru Pembelajaran -
Pendidikan Jasmani Pendidikan Jasmani,
SMU Negeri di Olahraga dan
Kabupaten Bantul Kesehatan Melalui
Terhadap Kurikulum
60
Berbasis Kompetensi Pendekatan Lesson
Mata Pelajaran Study
Pendidikan Jasmani
Nama Pembimbing/Promotor 1. Wawan Sundawan 1. Dr. Khomsin, -
S., M.Ed. M.Pd.
2. Drs. Agus 2. Prof. Dr. Tandiyo
Sumhendartin S., Rahayu, M.Pd.
M.Pd.
61
12 2016 Pengembangan Model Instruksional Gerak Lemlit 10 juta
Kinestetik bagi Anak Sekolah Dasar UNY
13 2016 Falsification Test and Praxis Concept of Hibah 60 juta
Indonesian Physical Fitness Test Bersaing
Instrument (IPFTI) and the Development RISTEKDI
of Physical Education Test Model for KTI
Children Ages 6 - 12 years
62
Penyuluhan Pentingnya Asupan Gizi Bagi Dana DIPA 6 juta
8 2016 Taekwondoin yang Masuk Pembinaan Atlet UNY
Berbakat Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Pelatihan dan Pendampingan Implementasi Dana DIPA 6 juta
9 2016 Kurikulum 2013 bagi Para Guru Penjasorkes UNY
SD Se Kecamatan Banguntapan Bantul
63
4. The International Conference of Crushing Cultural Barriers: 2009
Sport Industry Experiencing with Social
Sports
5. The International Conference of Rise of Physical Educators 2009
Sport Profesionalism (The
Emergence of Lesson Study)
6. The Third International Seminar on Educating Novice Teachers 2011
Sport and Physical Education About Teaching Personal and
Social Responsibility
Through Apprenticeship
7. The First International Conference Biomolecular Aspect of 2015
on Innovative Research Across Physical Activity and Healthy
Discipline Diet on Atherosclerosis
Patomechanism in
Cardiovascular Disease
8 The 6th International Congress on Developing design and 2017
Interdisciplinary Behavior and Socia construction of backspin
Sciences 2017 (ICISos 2017) serving skill tests to assess
the learning outcomes of
Table Tennis Serving
H. Kegiatan Lainnya
64
3 Collaboration Research Program, School of 2015 Invited Lecturer
Health and Physical Education, Tsukuba
University, Japan
4 Collaboration Research Program, School of 2016 Invited Lecturer
Health and Physical Education, Tsukuba
University, Japan
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
65
Lampiran 4. Pernyataan Kesediaan Melaksanakan Penelitian dari Ketua Peneliti
66
Lampiran 5. Surat Keterangan dari Ketua Jurusan/Prodi tentang keterlibatan Mahasiswa
dalam Penelitian
67
Lampiran 6. Personalia Peneliti
68
7. Menyusun draft
artikel jurnal
terakreditasi
3 Herka Maya Jatmika, M.Pd. Anggota Peneliti 1. Menyusun proposal
10 jam/minggu dan laporan akhir
penelitian
2. Menyusun
69nstrument
penelitian
3. Melakukan
pengambilan data
kualitatif
4. Melakukan olah
data kuantitatif dan
kualitatif
5. Menyusun artikel
hasil penelitian
untuk jurnal
terakreditasi
6. Melakukan internet
research
7. Mempresentasikan
hasil penelitian
pada konferensi
terindeks
8. Melakukan
korespondensi
dengan pakar terkait
temuan hasil
penelitian
4 Widiyo Nugroho Mahasiswa 1. Melakukan kegiatan
5 jam/minggu surat menyurat
2. Mempersiapkan,
menggandakan, dan
mendistribusikan
instrumen penelitian
3. Melakukan internet
research
5 Anugraha Gading Dewantara Mahasiswa 1. Mempersiapkan,
5 jam/minggu menggandakan, dan
mendistribusikan
instrumen penelitian
2. Dokumentasi
penelitian
3. Membantu
pengambilan data
kuantitatif
69
Lampiran 7. Pembiayaan
2.700.000
3 Lain-lain
a. Seminar proposal dan hasil 1 X 300.000 300.000 300.000
penelitian
b. Laporan hasil penelitian 1 X 250.000 250.000 250.000
c. Publikasi jurnal terindeks 3.000.000 3.000.000
70
1 X
d. Publikasi konferensi 3.000.000 650.000 650.000
1 X 650.000
4.200.000
TOTAL BIAYA 15.000.000
71
Lampiran 9. Berita Acara Penelitian
72
73
74
75
Lampiran 10. Kontrak Penelitian
76
77
78