Anda di halaman 1dari 8

TELEOLOGI

Oleh :
Andreas Dwi Setyanto 18-1191
Dimas Yusuf Sanny Fadillah 18-1207
Laurensius Galih Pradito 18-1231
Mohammad Rifky Fajri 18-1239
Renate Prahasita Tungga Candrika 18-1250

ATMI Cikarang
BAB I

PENDAHULUAN

Cinta akan kebijaksanaan merupakan arti filsafat secara harafiah (Morris

dalam Knight, 2009). Jika mendengar kata filsafat, kebanyakan manusia akan

langsung mengeluh, mengatakan bahwa filsafat itu sulit, dan pada akhirnya akan

mengatakan bahwa mereka membenci filsafat. Padahal tanpa mereka sadari

mereka sudah berfilsafat dalam diri mereka. Penting bagi manusia untuk

mempelajari filsafat, karena filsafat adalah apa yang kita yakini, dan akan menjadi

pemikiran yang mengacu kepada perbuatan, terutama cabang filsafat teleologi.

Cabang filsafat teleologi mempelajari tentang tujuan. Tujuan merupakan konsep

dasar yang harus diketahui manusia, kehidupan manusia selalu disetir oleh tujuan.

Menurut Warren, (2002) ada 5 keuntungan jika kita memiliki tujuan dalam hidup,

yaitu:

1. Memberi arti untuk kehidupan kita.

2. Menyederhanakan hidup, jadi kita memiliki standar untuk menilai apa yang

kita perbuat.

3. Memfokuskan kehidupan.

4. Memotivasi hidup.

5. Mempersiapkan kita untuk kekekalan.


BAB II
ISI

Teleologi berasal dari akar kata Yunani τέλος, telos, yang berarti akhir, tujuan,

maksud, dan λόγος, logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan

segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi

dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsufJerman abad ke-18. Teleologi

merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan,

rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana

hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi

merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan

di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran

filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan" objektif di

luar manusia.

Etika

Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik

buruknya suatu tindakan dilakukan. Perbedaan besar tampak antara teleologi

dengan deontologi. Secara sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan

prinsip keduanya. Dalam deontologi, kita akan melihat sebuah prinsip benar dan

salah. Namun, dalam teleologi bukan itu yang menjadi dasar, melainkan baik dan

jahat. Ketika hukum memegang peranan penting dalam deontologi, bukan berarti

teleologi mengacuhkannya. Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana

yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah
tujuan dan akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi

jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran

teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan

demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut

hukum. Hal ini membuktikan cara pandang teleologis tidak selamanya terpisah

dari deontologis. Perbincangan "baik" dan "jahat" harus diimbangi dengan "benar"

dan "salah". Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan

hedonisme, ketika "yang baik" itu dipersempit menjadi "yang baik bagi saya".

Tokoh

Plato
Pandangan Plato tentang pencapaian hidup yang baik

tidak lepas dari teorinya mengenai jiwa dan ide-

ide. Untuk mencapai kebahagiaan, jiwa manusia harus

sampai kepada dunia ide-ide. Hal ini hanya bisa terjadi

dengan cara pengandalan rasio atau akal budi.

Aristoteles

Aristoteles menegaskan "kebahagiaan adalah sesuatu

yang final, serba cukup pada dirinya, dan tujuan dari

segala tindakan...". Dengan demikian, semua tindakan

yang bertujuan untuk membahagiakan orang lain atau

diri sendiri dikatakan baik


Thomas Aquinas

Filsuf sekaligus teolog Thomas Aquinas menegaskan

bahwa Allah adalah "tujuan" dari segala

sesuatu. Dengan demikian, segala sesuatu yang

berorientasi kepada Allah dikatakan "baik", dan segala

sesuatu yang tertuju di luar Allah dikatakan "jahat".

Penggolongan Teleologi

Hedonisme

Hedonisme mengorientasikan "kesenangan" sebagai hal terbaik bagi manusia.

Eudaimonisme

Paham teleologis ini menegaskan bahwa tujuan akhir hidup manusia adalah

kebahagiaan (eudaimonia).

Utilitarisme

Dalam utilitarisme, tujuan perbuatan-perbuatan moral adalah memaksimalkan

kegunaan atau kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang.


PEMBAHASAN

Teleologi merupakan cabang filsafat metafisika yang mempelajari arah, tujuan

dan sasaran. Pada kehidupan nyata apakah kita dapat mempergunakan kehendak

bebas kita sebagai manusia untuk tujuan yang baik? Apakah tujuan tersebut sesuai

dengan kehendak Allah? Atau hanya pemikiran pribadi yang nantinya akan

membawa kita kedalam kebinasaan? Misalnya, saat hari minggu, kita

diperhadapkan pada pilihan untuk pergi ke gereja atau tidak, dan kita memilih ke

gereja. Namun, saat di gereja, kita justru bermain handphone dan chatting dengan

teman atau pacar kita. Saat itulah kita harus kembali memikirkan tujuan kita pergi

ke gereja, apakah tujuan kita pergi ke gereja untuk beribadah kepada Tuhan

karena kerinduan kita, atau hanya sebatas rutinitas atau kewajiban sebagai orang

Kristen? Setelah kejatuhan dalam dosa manusia tetap memiliki kehendak bebas.

Manusia memiliki natur dosa, sehingga apapun yang manusia lakukan tidak akan

pernah baik, karena selalu tersimpan tujuan yang jahat dibalik perbuatannya.

Melalui karya penebusan Yesus Kristus, Allah memberikan kemampuan untuk

kita bisa tidak berdosa.


BAB III

KESIMPULAN

Teleologi merupakan suatu tolak ukur penentu baik atau jahatnya suatu perbuatan.

Sekarang ini yang menjadi permasalahan adalah, jika manusia mempersempit arti

kata “baik” menjadi “baik bagi saya” (Bartens, 2000). Apalagi jika manusia sudah

memiliki paham hedonisme dan eudaimonisme, yaitu manusia menjadikan

kesenangan duniawi sebagai tujuan akhir hidupnya. Keadaan ini sangatlah

memprihatinkan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk dapat mengerti

mengenai konsep teleologi, supaya tujuan yang baik dapat diseimbangkan dengan

perbuatan yang baik. Kita diciptakan dengan tujuan, oleh karena itu penting bagi

kita untuk hidup dengan tujuan. “You are made for a mission. God is at work in

the world, and he wants you to join him. This assignment is called your mission.

Living on purpose is the only way to really live” (Warren, 2002, hal.281). Jika kita

tidak mengetahui tujuan hidup kita, maka kita akan gagal menjalani hidup dan

mengalami hidup yang gagal.


Daftar Pustaka
 Lorens Bagus.2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 1085.
 https://id.wikipedia.org/wiki/Teleologi
 Ten Napel, H. (2009). Kamus teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
 http://tentangpaper.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai