Anda di halaman 1dari 6

Nama : Yourinda Prasadanti, Hilmy Abdul A, Amaldjati

Npm : 1606872376, 1706049604, 1806134871


Mata Kuliah : Pengantar Filsfat dan Pemikiran Modern
Pengajar : Dr. Naupal, S.S, M.Hum

ONTOLOGI

Sejak awal ada beberapa pemikir di dunia barat yang telah membahas perenungan
ontoligi itu sendiri, yang mana ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan “apa”. Thales
seorang filsuf merenungkan dan mencari apa yang menjadi hakikat “yang ada”, yang pada
akhirnya ia memiliki kesimpulan adal usul dari apa yang ada di udara. Ontologi sendiri
adalah azas dalam batasan ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaaan serta
penafsiran tentang hakikat interaksi (metafisika). Paham idealisme atau spiritualisme,
materialisme, monisme, dualisme, pluralisme, dan yang lainnya adalah paham ontologi yang
akan menentukan dan masing-masing tentang apa yang kita bahas dan pertanyakan yang
perlu ditelaah sesuai dengan yang dipikirkan seseorang.

Konsep monisme di dalamnya memiliki arti satu, hakikatnya satu. Dimana kosep
monisme ini terdapat dua jenis, yaitu monisme materialisme yang bersifat abadi, contohnya
adalah hanya terjadi perubahan bentuk saja, sehingga bersifat abadi. Untuk yang kedua
adalah monisme spiritualisme atau idealisme di dalamnya memiliki arti roh, tidak ada yang
abadi selain roh, dimana bumi dan tubuh hanya wahana untuk roh. Konsep dualisme
memiliki artian ada dua keadaan atau unsur yang saling berbanding terbalik, seperti kaya dan
miskin, murah dan mahal,tinggi dan rendah, dan yang lainnya, akan tetapi kedua unsur ini
menjadikan kehidupan menjadi harmoni. Konsep pluralisme merupakan keadaan kehidupan
ini bersumber dari keberagaman yang ada disekitar dan konsep multikultural adalah konsep
yang lahir dari konsep pluralisme.

Seorang tokoh yang bernama Louis O. Kattsoff telah membagi ontologi menjadi tiga
bagian, yaitu : ontologi bersahaja, ontologi kuantitatif,ontologi kualitatif, dan ontologi
monistik. Ontologi bersahaja sendiri merupakan sebab segala sesuatu bisa dilihat di dalam
sewajarnya dan apa adanya, untuk ontologi kuantitatif dikatakan itu karena dipertanyakannya
tentang tunggal atau jamaknya dan menjawab ontologi kualitatif juga berangkat dari
pertanyaan “apakah itu merupakan jenis yang dipertanyakan”. Ontologi monistik merupakan
salah satu yang diakui, kontribusi, perbedaan, dan perubahan dipertimbangkan semu belaka.
Untuk ontologi monistik ini melahirkan monisme atau idealisme dan materalisme.

EPISTEMOLOGI

Epistemologi adalah salah satu cabang dari filsafat yang berkaitan dengan teori
pengetahuan, epistomologi sendiri memiliki arti yaitu filsafat mengenai pengetahuan yang
sebenarnya. Kata epistemologi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani klasik yaitu episteme
yang memiliki arti "pengetahuan" dan akhiran –logi yang memiliki arti "wacana". Wacana
sendiri berasal dari kata yunani logos yang berarti "wacana". Epistemologi menekankan
bahwa harus ada hakikat kebenerannya untuk membuktikan pengetahuan apapun itu tanpa
terkecuali. Di dalam filsafat juga terdapat kata doxa. Doxa memiliki arti yaitu kepercayaan
umum atau sebuah dogma yang tidak dketahui sumber-sumber validnya. Contoh dari doxa
diantaranya ada dua, yaitu yang pertama: asumsi-asumsi yang diyakini oleh banyak orang
tetapi asumsi tersebut belum teruji kebenarannya, contoh yang kedua adalah bayangan-
bayangan yang ada di benak banyak orang. Filsafat sendiri ingin keluar dari semua doxa ini
dan sampai lah ke episteme.

Episteme adalah pengetahuan yang sesungguhnya. Jika seseorang sudah mendapatkan


sebuah episteme berarti orang tersebut sudah masuk ke dalam jalan yang benar yaitu sebuah
kebenaran yang sudah valid sumber-sumbernya. Terdapat sebuah metode untuk mendapatkan
kebeneran tersebut, metode itu adalah dengan cara dibuktikan/diuji/diteliti/ditelaah sampai
kita sendiri sudah merasa puas dengan kebeneran yang kita amati. Terdapat beberapa ara-cara
untuk mendapatkan kebenaran ini, diantaranya adalah:

1. Korespondensi: korespondensi adalah segala sesuatu itu adalah benar jika sesuai
dengan fakta yang ada.
2. Koherensi: koherensi adalah jika kita dapat mengetahui faktanya jika nalar atau
jalan berpikir kita bagus dan membuat cara berpikir kita menjadi sistematis.
Contohnya: semua manusia akan meninggal, karena segala hal yang ada di dunia
ini, jika dia bergerak pastinya dia akan hancur.
3. Pragmatisme: pragmatisme adalah segala sesuatu dianggap benar jika hal tersebut
memiliki nilai guna
4. Performatif: performatif adalah segala sesuatu kebenaran diputuskan oleh orang-
orang yang memiliki sebuah otoritas, seperti hakim, kepala negara, dokter yang
mendiagnosis pasiennya, dan lain-lain. Salah satu contoh kebenaran diputuskan
oleh orang yang memiliki otoritas adalah penetapan 1 syawal.

AKSIOLOGI

Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu “aksios” yang
berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Jadi, aksiologi, merupakan cabang filsafat yang
mempelajari nilai. Dengan kata lain, aksiologi adalah teori nilai. Aksiologi adalah ilmu
tentang nilai dan rasa. Aksiologi menghasilkan etika dan estetika. Contohnya adalah setelah
kita percaya pada Tuhan bahwa Tuhan ada, maka kita melakukan sembahyang atau
menyembah Tuhan. Untuk apa kita percaya Tuhan bila tidak etis terhadap Tuhan itu sendiri.
Ujung dari etika adalah kebaikan dan kebahagiaan.

Perkembangan etika dan estetika tersebut perlu menilik bagaimana sejarah


menghadapkan kita pada urgensi keberadaan etika dan estetika. Etika menjadi sangat penting
seiring perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan berkembang
kearah yang sulit ditentukan. Satu sisi ilmu pengetahuan telah menghasilkan terobosan-
terobosan yang menyelamatkan manusia seperti penanggulangan terhadap wabah-wabah,
juga memberikan banyak kemudahan dan efisiensi seperti penemuan pesawat dan mesin-
mesin. Namun dari penemuan tersebut timbul banyak problem lain yang telah diperhitungkan
atau mungkin juga sama sekali tidak terduga. Sebagai comtoh adalah perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang nuklir. Kita dapat melihat betapa luar biasa sumber energi yang
dihasilkan dari proyektor nuklir, dan dampaknya terhadap lingkungan cukup lebih baik
dibandingkan energi bahan bakar. Namun, sebuah kenyataan pula bahwa kota Hiroshima
luluh lantah oleh bom nuklir.

Dari berbagai contoh yang telah diutarakan di atas, maka harus ada kesepahaman
bersama tentang keberlanjutan dan kemaslahatan bersama yang dimulai melalui penanaman
itikad baik dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Pada titik inilah Aksiologi menjadi
penting. Etika, moral , dan estetika menjadi kajian yang penting dan sangat beresiko bila
memisahkannya dengan kemajuan zaman.

Aksiologi adalah bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Aspek yang menentukan
nilai antara lain aspek psikologis dan logis. Perbedaan-perbedaan ideologis ataupun
lingkungan berpengaruh terhadap penentuan nilai-nilai dan menghasilkan tafsiran yang
bermacam-macam. Kaum hedonis menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan
yang dijabarkan oleh individu atau masyarakat. Kaum idealis mengakui sistem objektif
norma rasional sebagai kriteria. Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolok
ukur. Pengetahuan tentang rasa dan nilai ini kemudian diturunkan dari aksiologi menjadi dua
bahasan besar yaitu etika dan estetika.

Etika

Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos
(Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya
kebiasaan (Hamersma, 1985; Rapar, 1996; Tim Dosen UGM, 2007), watak, kelakuan, tabiat,
dan cara hidup. Dalam Bahasa Indonesia istilah moral atau etika dibahasakan sebagai
kesusilaan.

Ada yang mendefinisikan etika dan moral sebagai teori mengenai tingkah laku
manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral adalah suatu ide
tentang tingkah laku manusia (baik dan buruk) menurut situasi yang tertentu. Fungsi etika itu
ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk).
Kita mungkin cukup terbiasa mendengar seseorang mempertanyakan soal standar moral.
Sesulit itulah moral hendak ditegakkan karena nilai dan rasa dari suatu perilaku bersifat
relatif selain memiliki aspek kondisional. Namun, pembentukkan nilai moral bersama selalu
menemukan puncaknya dimana semua orang setuju, tentu melalui proses-proses sebagaimana
penjajahan secara fisik kini menjadi tindakan terlarang, mesikpun masih banyak cara
menjajah yang halus terjadi, setidaknya semua Negara menyetujui untuk menghentikan
tindakan-tindakan penjajahan.

Estetika

Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal
dari kata Yunani yaitu aisthetika atau aisthesis. Kata tersebut berarti halhal yang dapat
dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika sebagai bagian dari aksiologi selalu
membicarakan permasalahan, pertanyaan, dan isu-isu tentang keindahan, ruang lingkupnya,
nilai, pengalaman, perilaku pemikiran seniman, seni, serta persoalan estetika dan seni dalam
kehidupan manusia (Wiramiharja, 2006).

Pada zaman Yunani Kuno, filsafat keindahan yang saat ini lebih banyak dianggap
sebagai bagian dari aksiologi, lebih banyak dibicarakan dalam metafisika karena sifatnya
yang abstrak. Tokoh yang membicarakan estetika di masa itu adalah Sokrates dan Plato. Plato
berpendapat bahwa seni (art) adalah keterampilan untuk memproduksi sesuatu. Hasil seni
adalah sebuah tiruan (imitasi). Lukisan merupakan contoh dari hasil seni yang berupa tiruan
tentang alam atau sesuatu yang ideal. Karya seni merupakan tiruan yang ada dalam dunia ide
dan tidak memiliki sifat yang sempurna. Seni bagi Plato tidaklah penting karena tidak
memiliki pengaruh terhadap kehidupan manusia. Seni sebagai sebuah imitasi, Aristoteles
sependapat dengan Plato. Namun berbeda sudut pandang tentang makna seni dalam
kehidupan. Bagi Artistoles, seni seperti yang dicontohkan dalam bentuk puisi memiliki
pengaruh yang besar bagi manusia. Bahkan menurutnya bahwa puisi sebagai hasil karya
sastra atau seni lebih memiliki nilai filsafat ketimbang sejarah..

Dalam kelas kuliah PFPM juga dijelaskan cabang pemikiran dari aksiologi ini antara lain:

Hedonisme

Hedonisme sendiri awalnya dianggap positif karena definisinya adalah untuk mencari
sebuah kebahagiaan tanpa merasakan penderitaan dan mengungkapkan tujuan manusia
adalah untuk mencapai kesenangan. Namun pada saat ini, kata hedonisme distigmakan
negatif. Pada dasarnya manusia pastilah ingin selalu bahagia dan menjaukan dirinya dari
kemungkinan-kemungkinan merasa sedih. Perilaku tersebut yang menyebabkan manusia
mencari alat-alat pemuas untuk mencapai kebahagiaan, begitu pula menciptakan alat-alat
untuk menghindari potensi kesedihan.

Epikulerisme

Epikulerisme adalah gagasan dari pemikiran seorang filsuf Yunani bernama Epikiros.
Epikuros menitik-beratkan persoalan kenikmatan. Menurutnya apa yang baik adalah yang
mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah yang mengakibatkan
ketidaknikmatan, Bahwa tujuan hidup untuk mencapai kenikmatan semaksimal mungkin dan
menghindari penderitaan seminimal mungkin.

Utilitarianisme

Utilitarianisme dikemukakan oleh Jeremy Bentham. Baik dan buruk ditentukan oleh
manfaat. Seseorang atau sesuatu dianggap baik apabila memberi manfaat bagi kehidupan,
sedangkan sebaliknya, akan dianggap buruk bila tidak memberi manfaat. Nilai guna dapat
membahagiakan sebanyak mungkin orang.
DAFTAR PUSTAKA

Bahrun,2013,”Ontologi,Epistimologi, dan Aksiologi”.Sulesana.vol.8.No.2.Makassar:BTP


Makassar.

Abadi,Totok Wahyudi,2016.”Aksiologi:Antara Etika,Moral dan


Estetika”.Kanal.Sidoarjo:Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Anda mungkin juga menyukai