Anda di halaman 1dari 9

DEKONTRUKSI PADA NOVEL TANAH SURGA MERAH KARYA

ARAFAT NUR

RESTI SUCI RAHMADHANI RUAZ

BP. 1820732008

A. Pendahuluan

Kehidupan manusia dengan berbagai macam persoalannya menyunguhkan

realitas yang menarik untuk kemudian diangkat ke dalam karya sastra. Karya

sastra tidak pernah berangkat dari fiktif belaka, apalagi dari kepalsuan, tetapi

karya sastra selalu berangkat dari realitas, sehingga karya sastra terkadang

dikatakan sebagai bias dan bayang-bayang kehidupan (Suryaman, 2004: 287).

Seiring berjalannya waktu, karya sastra semakin berkembang. Karya sastra

pada saat ini telah berada pada masa postmodernisasi. Pada masa ini peneliti

dituntut untuk lebih kritis dalam membaca karya sastra, sehingga muncullah

metode-metode pembacaan teks seperti dekonstruksi. Dekonstruks adalah sebuah

upaya saksama untuk menganalisis teks dengan mencoba mengungkapkan

berbagai kemungkinan yang sebetulnya terkandung di dalamnya, termasuk yang

tertindas atau terselubung, baik sengaja, sadar, atau tidak, dengan cara

membongkarnya. Hal ini dilakukan dengan analisis tekstual yang ketat,

menjajaki dan mencoba menemukan berbagai kandungan maknanya, termasuk

beragam makna alternatif yang mungkin bisa dimunculkan darinya.

Dekonstruksi memang berpusat pada teks, tetapi paham yang dipegang

lebih luas. Teks tidak dibatasi maknanya. Bahkan dekonstruksi juga menolak

struktur lama yang telah lazim. Dekonstruksionis menganggap bahwa bahasa

1
teksbersifat logis dan konsisiten. Misalkan, sebuah tema besar bahwa kejahatan

akan terkalahkan dengan kebaikan oleh paham dekonstruksi tidak selalu

dibenarkan. Di era sekarang, sastra boleh saja membalik atau menggembosi.

Novel merupakan salah satu karya sastra yang dapat diteliti menggunakan

teori dekonstruksi. Karena biasanya pengarang menuntun pembaca untuk

memaknai sebuah karya sesuai dengan harapan pengarang. Hal ini membuat

pembaca cenderung mempercayai satu makna dominan sebagi kebenaran

mutlak, sehingga mereka tidak melihat atau menilai karya sastra secara objektif

dengan penilaian dua arah melalui dua perspektif yang berbeda. Pemaknaan

tunggal ini terjadi pada sebagian besar karya sastra. Salah satunya pada

novel Tanah Surga Merah karya arafat Nur. Adapun cara memahami perwatakan

tokoh, diantaranya: tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, gambaran

yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun

cara berpakaian, menunjukkan bagaiman perilakunya, melihat bagaimana tokoh

itu berbicara tentang dirinya sendiri, memahami jalan pikirannya, melihat

tokoh lain berbicara tentangnya, melihat bagaimana tokoh lain berbincang

dengannya, melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi

terhadapnya dan melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi terhadap tokoh

lainnya ( Aminuddin, 2013: 80−81).

Novel novel Tanah Surga Merah karya Arafat Nur yang juga memuat

masalah-masalah sosial. Novel ini diterbitkan pada tahun 2016 oleh Gramedia

Pustaka Utama., dan novel ini merupakan Pemenang Unggulan dalam Sayembara

Dewan Kesenian Jakarta 2016. Novel ini bercerita tentang perjuangan tokoh

Murad dalam menentang kebijakan-kebijakan pemerintah maupun dunia

2
pendidikan yang jauh dari substansi dan bentuk ideal. Tokoh utama dari novel ini

ialah Murad. Dia merupakan seorang mantan tentara gerlya digambarkan oleh

penulis sebagai tokoh yang terkenal dikampungnya karena memiliki jiwa

pemberontak, sekaligus membunuh teman seperjuangannya sehingga menjadi

buronan polisi. Secara fisik tokoh Murad digambarkan sebagai pria yang sudah

tidak muda lagi, akan tetapi agar orang tidak mengenalinya dia mencukur jangut

agar keliatan muda dan mempangkas kepalanya dengan model gaya anak muda

zaman sekarang agar orang tidak mengenalinya.

B. Metode Penelitian

Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif


kualitatif. Penyusunan desain dalam penelitian ini juga harus dirancang
berdasarkan prinsip metode deskriptif kualitatif, yaitu mengumpulkan, mengolah,
mereduksi, menganalisis dan menyajikan data secara objektif atau sesuai dengan
kenyataan yang ada di lapangan untuk memperoleh data. Untuk itu, peneliti dalam
menjaring data akan mendeskripsikan pembedahan teks novel Tanah Surga
Merah karya Arafat Nur dengan menggunakan teori dekonstruksi Jacques
Derrida.

C. Pembahasan
Dekonstruksi adalah cara membaca teks, sebagai strategi. Dekonstruksi tidak
semata-mata ditujukan terhadap tulisan, tetapi semua pernyataan kultural sebab
keseluruhan pernyataan tersebut adalah teks yang dengan sendirinya sudah
mengandung nilai-nilai, prasyarat, ideologi, kebenaran, dan tujuan-tujuan tertentu.
Oleh karena itu, sikap, tingkah laku, situasi kampus, pemerintah, dan sebagainya,
adalah teks yang dapat dibaca seperti buku. Dengan demikian dekonstruksi tidak
terbatas hanya melibatkan diri dalam kajian wacana, baik lisan maupun tulisan,
melainkan juga kekuatan-kekuatan lain yang secara efektif mentransformasikan
hakikat wacana.

3
Novel ini terdiri dari dua puluh tujuh bab dengan jumlah halaman 312
halaman. Awal kisah dimulai dari kembalinya Murad ke Aceh setelah lima tahun
hidup dalam pelarian. Murad melarikan diri ke pemukiman Pusong. Murad
bertemu dengan Abduh teman seperjuangannya waktu menjadi gerliya dan
melarikan diri ke nrumah orang tuanya, dan ketika merasa tidak aman murad
melarikan diri ke desa nterpencil yang bernma Kleklok dan bertemu dengan
Jemala, Jemala membawa teungku (Murad) ke tempat yang lebih aman
dibandingkan Klekklok disebabkan orang yang memburu Murad akan tiba di
Klekklok. Jemala tidak menyaka akan membawa lari buronan polisi dan
menyelamatkannya. Cerita ini di tutup dengan Jemala dan Murad saling
berpegangan tangan dan memandangi hamparan luasnya ladang ganja. Berakhir
dengan bahagia karena Murad menemukan cinta sejatinya yaitu Jemala.
Bentuk pemikiran tokoh Murad Dalam penelitian ini, tokoh Murad
merupakan objek penelitian yang akan dianalisis menggunakan pendekatan
dekonstruksi. Sekilas tentang tokoh Murad di atas akan diuraikan dalam dua
bentuk analisis yaitu: (1) Perwatakan tokoh Murad sebelum didekonstruksi dan
(2) Perwatakan tokoh Murad setelah didekonstruksi.
a). Perwatakan Tokoh Murad dalam Novel Tanah Surga Merah Karya
Arafat Nur Sebelum Didekonstruksi.
Pada hakikatya tokoh diciptakan oleh pengarang memilik sifat-sifat yang
berbeda. Sifat-sifat inilah yang menentukan watak tokoh. Sehingga sifat itu
menjadi ciri khas tokoh yang bersangkutan. Menurut Aminuddin (2013: 80−81)
ada beberapa cara memahami watak tokoh, diantaranya: tuturan pengarang
terhadap karakteristik pelakunya, gambaran yang diberikan pengarang lewat
gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaian, menunjukkan
bagaimana perilakunya, melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya
sendiri,memahami jalan pikirannya, melihat tokoh lain berbicara tentangnya,
melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, melihat bagaimana tokoh-
tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya dan melihat bagaimana tokoh
itu dalam mereaksi terhadap tokoh lainnya. Novel Tanah Surga Merah karya
Arafat Nur, tokoh Murad merupakan tokoh utama dalam novel ini. Berikut ini

4
akan dideskripsikan watak tokoh Murad dalam novel Tanah Surga Merah karya
Arafat Nur sebelum didekonstruksi.
A. Pembunuh, Mantan tentara gerlya, Buronan.
Tokoh ini paling banyak terlibat dalam penceritaan. Tokoh Murad
digambarkan oleh penggarang sebagai mantan tentara gerilya, pembunuh, dan
buronan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut:
“Aku hanya seorang mantan tentara gerilya yang menjabat Wakil Panglima
Sagoe merangkap juru bicara” ( Nur, 2016: 14).

“Inilah aku; Murad, yang telah menembak teman seperjuangan yang coba
memerkosa seorang gadis belia” (Nur, 2016: 22).

“Sekarang arah telah berbalik tajam, aku bukan lagi pahlawan melainkan
penjahat buronan yang diintai polisi dan diburu orang-orang Partai Merah
yang menaruh dendam kesumat”(Nur, 2016: 10).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh Murad merupakan


tokoh antagonis, Murad sebagai tentara gerilya, sekaligus membunuh teman
seperjuangannya sehingga menjadi buronan polisi. Secara fisik tokoh Murad
digambarkan sebagai pria yang sudah tidak muda lagi, akan tetapi agar orang
tidak mengenalinya dia mencukur jangut agar keliatan muda dan mempangkas
kepalanya dengan model gaya anak muda zaman sekarang agar orang tidak
mengenalinya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:
“Sebagai pelarian yang dituduh pembunuh keji tentunya membuatku tidak
bisa tenang. Sekalipun cambang dan janggut sudah kuluruhkan dengan
beberapa botol krim perontok bulu murahan yang kubeli di depot obat Riau
dan membutuhkan usaha penuh selama tiga tahun terakhir, aku tetap cemas
kalau-kalau orang yang berkeliaran di terminal ini masih mengenaliku. Tidak
mungkin aku merontokkan semua alis dan kumis, dan aku tidak bisa
mengubah bentuk rahangku yang sedikit keras. Demikianlah dengan tonjolan
dagu, tetap seperti adanya. Sedangkan rambut sengaja kupangkas cepak
dengan membiarkan bagian atas lebih panjang, mirip gaya rambut anak muda
zaman sekarang, sehingga dengan sendirinya menutupi sebagian besar batang
usiaku yang sebenarnya (Nur, 2016: 10).

Dari kutipan di atas, terlihat bahwa tokoh Murad memiliki ciri-ciri fisik seperti
anak muda meskipun umurnya tidak sesuai lagi dengan penampilannya. Murad
melakukan hal tersebut agar pelariannya tidak diketahui oleh musuhnya.

5
B. Catatan Kejahatan
Murad kembali ke Aceh dalam situasi yang tidak tepat, kembalinya Murad
ketanah kelahirannya bertepatan dengan masa pemilihan umum, meskipun
kecintaannya terhadap tanah kelahirannya menyebabkan dia kembali lagi akan
tetapi, status Murad sebagai buronan polisi sangat membahayakan hidupnya,
bahkan rekam jejak Murad sebagai mantan aktivis GAM dipandang dapat
berpotensi mengacaukan pemilu di Aceh. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:

“Jadi kenapa pula kau kembali?” Tanya Abduh.


“Ini rumahku, ini kampungku, dan ini negeriku, bagaimana mungkin aku tidak
kembali? Aku tidak bisa hidup di tempat lain,” ucapku agak kesal dengan
mata yang juga agak terbelalak. Kemudian aku menyadari suaraku terlampau
tinggi, dan dengan melunak aku melanjutkan, “Aku tidak betah tinggal di
negeri lain. Selalu teringat kemari dan jiwaku begitu tersiksa.”
“Tapi, polisi dan orang-orang Partai Merah masih terus mencarimu sampai
sekarang. Apakah kau sadar kalau bahaya mengintaimu?” ucap Abduh
sepertinya baru saja menyadari keadaanku yang terancam” (Nur, 2016: 27).

Dari kutipan di atas terlihat bahwa keadaan Murad ke tanah kelahirannnya


sangat tidak tepat, karena keadaan Murad yang sangat terancam disertai dengan
catatan kejahatan yang dilakukan oleh Murad yang menembak Jumadil sehingga
Murad menjadi buronan polisi dan menjadi incaran oleh Partai Merah.
C. Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok
tersebut (Soekanto, 2015:319).
Menurut Soelaeman (2008: 229), kemiskinan dapat digolongkan dalam tiga
unsur, yaitu: (1) kemiskinan yang disebabkan oleh baniah ataupun mental
seseorang, (2) kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam, dan (3)
kemiskinan buatan. Gambar kemiskinan yang dialami tokoh Murad dan Muktar
dalam novel Tanah Surga Merah terlihat dalam teks berikut:
“Aku meninggalkannya dengan wajah murung setelah memberikan kepada
tiap-tiap putrinya selembar uang kertas bergambar Tuanku Imam Bonjol
karena malu rasanya bila aku memberikan uang bergambar Kapitan Patimura
yang sedang menggenggam sebilah parang yang tak berharga itu untuk dua
anak sahabatku yang malang” (Nur, 2016: 59).

6
Murad bukanlah orang kaya karena dia hanya memiliki dua lembar uang
bergambar Tuanku Imam Bonjol atau pecahan lima ribuan dan tiga lembar uang
bergambar Kapitan Pattimura atau pecahan seribuan. Mukhtar lebih msikin
dibandingkan Murad akhirnya memberikan uang bergambar Tuanku Imam Bonjol
kepada kedua anak Mukhtar.
b) Perwatkan tokoh Murad dalam novel Tanah Surga merah Setelah
Didekonstruksi.
Dekonstruksi adalah cara ataumetode melacak unsur-unsur aporia,yaitu
yang berupa makna paradoksial ,makna kontradiktif, makna ironidalam karya
sastra. Tujuan pendekatan dekonstruksi sesunggunya adalah ingin menyingkap
makna-makna tersembunyi yang mengandung banyak kelemahan dan
kepincangan dibalik teks-teks. Bagi Derrida, dekonstruksi merupakan suatu
yangpositif karena telah membongkar dan menjungkir balikkan makna atau logika
sesatyang ada didalamnya, dekonstruksi memberi peluang untuk membangun hal-
hal baru danmenemukan makna baru ( Haryanto, 2012: 308). Berikut ini adalah
uraianperwatakan tokoh Murad dalam novel Tanah Surga merah Setelah
Didekonstruksi.
A. Menjadi Teungku di kampung Klekklok
Karena Murad ingin melarikan diri dari musuh dan polisi setempat dimanapun
dia berada, Murad menyamar menjadi sosok Teungku di kampung Klekklok.
Sehingga Murad sangat disanjung-sanjung di kampun tersebut. Hal ini terlihat
pada kutipan berikut:
“Aku mohon teungku bersedia datang untuk peusijuk, demi keberkatan dan
keselamatan. Sudah menjadi semacam adat di kampung ini bahwa anak lembu
yang baru lahir harus di peusijuk.” (Nur, 2016: 282).
“kedua ekor lembu itu harus segera di peusijuk agar terhindar dari berbagai
nasib buruk, seperti serangan penyakit, atau malah mati mendadak.”(Nur,
2016: 292).
Dari kutipan di atas masyarakat memohon agar Teungku (Murad) agar
melakukan ritual peusijuk yanng diadakan oleh masyarakat kelkklok kalau ada
lemnbunya melahirkan agar lembu mereka terhindar dari nasib buruk, serangan
penyakit atau mati mendadadak.

7
B. Guru mengaji

Sosok Teungku Ahli Ghafar (Murad) menyuruh warga desa klekklok agar

membeli perlengkapan untuk mengaji, dan warga setempat mengumpulkan uang

dan memninta subangan dari rumah ke rumah agar anak-anak tersebut bisa

mengaji. Meskipun Teungku Ahli Ghafar tidak begitu ahli dibidang agama dia

bisa membaca alquran dan menngajarkan anak –anak setempat mengaji. Karena

desa klekklok tidak taat beribadah mangaknya sering terjadi musibah. Hal ini

terlihat pada kutipan berikut:

“bahwa warga kampung ingin sekali anak-anak mereka untuk mengajar

mengaji. Teungku (Murad) menyuruh warga untuk mengumpulkan uang

seadanya untuk membeli papan, atap, paku dan segala keperluan (Nur, 2016:

72).”

D. SIMPULAN

Simpulan

Setelah dianalisis, ditemukan beberapa perbedaan watak tokoh Murad

sebelum didekonstruksi dan setelah didekonstruksi. Sebelum didekonstruksi

perwatakan yang dimiliki tokoh Murad dalam novel Tanah Surga Merah adalah

mantan tentara gerlya, buronan, polisi, dan memiliki catatan kejahtan. Namun

setelah dilakukan dekonsruksi perwatakan yang ditemukan pada tokoh Murad

dalam novel Tanah Surga Merah menjadi kontradiktif dengan sebelumnya, yaitu:

menjadi teungku terkenal di kampung dan guru mengaji.

8
Daftar Pustaka

Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar

Baru Algesindo

Haryanto, Sindung. 2012. Spektrum Teori Sosial (dari Kalsik hingga

Postmodern). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Nur, Arafat. 2016. Tanah Surga Merah. Jakarta : PT Gramedia

Suryaman, M. 2004. “Nilai Sastra Dalam Novel Orang- Orang Proyek

KaryaAhmad Tohari”. Jurnal Litera. Vol. III, No. 2, Juli 2004.

Anda mungkin juga menyukai