Anda di halaman 1dari 16

DEKONSTRUKSI DERRIDA KISAH CINTA TOKOH FIRDAUS,OLA,

WIE, DAN TRA DALAM NOVEL RENJANA KARYA ANJAR


ANASTASIA
Nur Adila Qibtiyah / PB-11020074230
surel: nuradilaqibtiyah@gmail.com

1. Latar Belakang
Bergulir atas nama cinta lama yang kembali. Wie yang telah
memiliki ikatan pernikahan dengan Dalimah dan Tra yang
menemukan laki-laki idamannya yaitu Raka, ternyata sama-sama
masih menyimpan rasa yang tak pupus oleh waktu. Wie seolah-olah
berada di persimpangan jalan yang membingungkan. Renjananya
pada Tra kembali hadir melalui puisi yang dikirim melalui surel oleh
seseorang. Seseorang yang menurut persepsi Wie adalah Tra. Ternyata
dibalik surel itu adalah Daru, laki-laki homoseksual yang pernah
menatuh rasa cinta pada Wie.
Disisi lain renjana hati Romo Daus kepada Ola kembali
terbambang. Kehadiran Ola sepulangnya dari luar negeri dan
pertemuan mereka di gereja membuat Daus menyadari aliran cinta
yang kembali mengisi kerontang hatinya. Sosok Ola yang dewasa,
bijak, dan pengertian mengisi kesepiaannya selama ini.
Menurut pengarang Renjana, Anjar renjana adalah rasa hati yang
paling dalam, kangen, bisa juga rindu. Intinya tentang cinta. Cinta
yang abadi, cinta yang tidak akan sakit jika harus berpisah, cinta yang
dibalur dengan ketulusan serta doa panjang untuk kebahagiaan.
Renjana' adalah pernyataan tentang komitmen. Yakni, komitmen
kepada cinta, waktu dan pilihan. "Cinta untuk semua hal dan
komitmen pada waktu karena ada hal-hal yang kadang menuntut
kesabaran, dan tentang pilihan hidup masing-masing. Kompleksitasan
kehidupan tokoh dalam novel Renjana karya Anjar, baik tokoh utama
maupun tokoh sampingan membuat cerita yang tergambar seakan-
akan utuh. Hal inilah yang menjadikan peluang yang terbuka cukup
lebar untuk dilakukan pengajian dengan menggunakan teori
dekonstruksi.
Dekonstruksi adalah salah satu pemikiran dalam era
poststrukturalisme yang dipopulerkan oleh Jacques Derrida. Paham
dekonstruksi merupakan salah satu paham yang dikategorikan
sebagai paham poststrukturalis. Poststruktularis menolak
kemapanan atau kebakuan teori-teori strukturalisme, karena dianggap
terlalu menyederhanakan persoalan yang sesungguhnya dan
cenderung menolak pluralisme (Nurgiyantoro, 2010:59). Pada
sumber lain, Fayyadl (2011:82) mengatakan bahwa dekonstruksi
menggugat modus pemaknaan yang terpusat dan cenderung bulat
seperti yang mungkin diinginkan oleh teks atau yang dengan sengaja
dimunculkan secara terang-benderang oleh hubungan logis dari
teks tersebut.
Dengan menerapkan pembacaan dekonstruktif, akan terlihat jelas
bahwa kekuatan teks yang “tak terkatakan” tidak selalu sejalan
dengan pembacaan yang dominan itu. Kekuatan itu adalah logika
yang disepelekan atau diremehkan sebagai makna sekunder
logika yang sewaktu-waktu membahayakan bangunan teks atau
menghasilkan paradoks-paradoks yang ambigu, yang
menggerogoti pembacaan yang dominan. Logika permainan
yang dibentuk oleh pembacaan dekonstruktif menunjukkan bahwa
sebuah teks dapat saja menyangkal sesuatu yang ditegaskannya,
meskipun kerap kali penyangkalan itu implisit dan samar. Adanya
penyangkalan yang berusaha ditutup-tutupi dengan satu
pembacaan yang dominan, membuat pemaknaan tak lagi tunggal,
melainkan majemuk dan melebar ke arah lain, ke telos-telos yang tak
bisa dikendalikan (Fayyadl, 2011:82).
Berkat dekonstruksi Derrida, makna kini tidak lagi dipandang
sebagai sesuatu yang mutlak, tunggal, universal, dan stabil, tetapi
makna selalu berubah. Klaim-klaim kebenaran absolut, kebenaran
universal, dan kebenaran tunggal, yang biasa mewarnai gaya
pemikiran filsafat sebelumnya, semakin digugat, dipertanyakan, dan
tidak lagi bisa diterima. Secara sepintas, seolah-olah tidak pada
tawaran “konkret” dari metode dekonstruksi. Namun, yang
diinginkan oleh dekonstruksi adalah menghidupkan kekuatan-
kekuatan tersembunyi yang turut membangun teks. Teks dan
kebudayaan tidak lagi dipandang sebagai tatanan makna yang utuh,
melainkan sebagai arena pertarungan yang terbuka. Tugas
dekonstruksi membongkar struktur-struktur metafisis dan retoris
yang bermain dalam teks, bukan untuk menolak atau
menyingkirkan struktur-struktur tersebut, melainkan untuk
mendeskripsikannya kembali dengan cara lain.
Metode dekonstruksi menunjukkan ketidak-berhasilan upaya
penghadiran kebenaran absolut, dan ingin menelanjangi agenda
tersembunyi yang mengandung banyak kelemahan dan ketimpangan
di balik teks-teks. Dekonstruksi, secara garis besar adalah cara untuk
membawa kontradiksi-kontradiksi yang bersembunyi di balik
konsep-konsep kita selama ini dan keyakinan yang melekat pada diri
ini ke hadapan kita. Dekonstruksi adalah cara membaca teks, sebagai
strategi. Pembacaan dekontrukstif hanya ingin mencari
ketidakutuhan atau kegagalan tiap upaya teks menutup diri dengan
makna atau kebenaran tunggal. Dia hanya ingin menumbangkan
susunan hierarki yang men-strukturkan teks (Norris, 2006:14).
Sebuah teks yang telah dibangun dengan konstruksi yang
mapan dan mempunyai makna optimal, apabila dibaca melalui
pembacaan dekonstruksi dapat mengalami konstruksi ulang,
sehingga teks dapat mengalami pergeseran makna, dan
dimungkinkan memiliki banyak makna. Sebuah teks tidak lagi
memiliki makna tunggal dan optimal, namun plural.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses dekonstruksi Derrida terhadap kisah cinta
tokoh Firdaus, Ola, Wie, dan Tra dalam novel Renjana karya
Anjar?
2. Bagaimana bentuk dekonstruksi Derrida terhadap kisah cinta
tokoh Firdaus, Ola, Wie, dan Tra dalam novel Renjana karya
Anjar?
3. Bagaimana bentuk teks sastra baru yang dihasilkan dari
dekonstruksi Derrida terhadap kisah cinta tokoh Firdaus, Ola,
Wie, dan Tra dalam novel Renjana karya Anjar?

3. Tujuan
1. Mendeskripsikan proses dekonstruksi Derrida terhadap kisah
cinta tokoh Firdaus, Ola, Wie, dan Tra dalam novel Renjana
karya Anjar.
2. Mendeskripsikan bentuk dekonstruksi Derrida terhadap kisah
cinta tokoh Firdaus, Ola, Wie, dan Tra dalam novel Renjana
karya Anjar.
3. Mendeskripsikan bentuk teks sastra baru yang dihasilkan dari
dekonstruksi Derrida terhadap kisah cinta tokoh Firdaus, Ola,
Wie, dan Tra dalam novel Renjana karya Anjar.

4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat bersifat keilmuan dan kepraktisan.
Artinya, hasil penelitian bermanfaat bagi pengembangan ilmu
(teoretis) dan dapat pula bermanfaat dalam hal yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari (praktis).
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap perkembangan ilmu kritik sastra.
2. Manfaat Praktis
Ada beberapa manfaat praktis yang dapat diperoleh dari hasil
penelitian ini, yaitu:
a) secara praktis,
bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu acuan penelitian selanjutnya yang sejenis,
yaitu penelitian tentang dekonstruksi pada karya sastra;
b) bagi pembaca,
hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
sarana untuk mempelajari salah satu penerapan teori
dekonstruksi secara lebih lanjut;
c) bagi dosen,
hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
contoh penerapan teori dekonstruksi sehingga dapat
dijadikan sebagai media.

5. Definisi Istilah
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menghindari
terjadinya perbedaan penafsiran istilah-istilah yang digunakan
sebagai judul penelitian ini, maka perlu dijelaskan batasan istilah
yang dimaksudkan. Istilah-istilah tersebut ialah:
a) Dekonstruksi adalah cara membaca teks, sebagai strategi.
Pembacaan dekonstrukstif hanya ingin mencari ketidakutuhan
atau kegagalan tiap upaya teks menutup diri dengan makna atau
kebenaran tunggal. Dia hanya ingin menumbangkan susunan
hierarki yang men-strukturkan teks (Norris, 2006:14).
b) Novel adalah bentuk prosa fiksi yang memiliki ukuran
panjang yang lebih besar dibandingkan dengan cerita pendek.
Novel cenderung tidak akan selesai dibaca dalam sekali duduk,
satu atau dua jam saja (Nurgiyantoro, 2010:10).

6. Kajian Pustaka
6.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian sebelumnya yang relevan dilakukan oleh Angga
Krisna Waloyo Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas
Sastra Universitas Negeri Malang pada tahun 2010, dalam
skripsinya dengan judul “Kajian Dekonstruksi Tokoh Aswatama
dalam Novel "Manyura" Karya Yanusa Nugroho”. Masalah yang
dianalisis dalam penelitian tersebut adalah perspektif pendekatan
dekonstruksi dalam: (1) kategori tokoh Aswatama, (2) peran tokoh
Aswatama, (3) teknik penokohan Aswatama, dan (4) gaya
penceritaan tokoh Aswatama. Hasil dari penelitian tersebut adalah
(1) Tokoh Aswatama secara Konseptual adalah tokoh protagonis,
tokoh antagonis sekaligus tokoh protagonis, Aswatama beroposisi
dengan Yudistira= protagonis/anagonis; (2) a. Aswatama sebagai
representasi atas tema cerita, b. Aswatama dalam hubungan antar
tokoh adalah dinamis, konflik Aswatama pada dasarnya adalah
konflik dengan batinnya, c. Aswatama sebagai pusat cerita yang
menghadirkan alur: eksposisi, komplikasi, hingga klimaks dan
resolusi, d. Aswatama sesuai dengan dunia, di mana dirinya
dituliskan kembali dalam cerita, dan dalam setting latar kehadiran
Aswatama adalah logis; (3) a. Penokohan Aswatama sebagai
Aswatama menggunakan metode dramatik, b. Penokohan
Aswatama sebagai Lintang Kumbarapati menggunakan metode
langsung, c. Penokohan Aswatama sebagai psike gelapnya
menggunakan gabungan metode langsung dan metode dramatik;
(4) a. Gaya penceritaan Aswatama dalam adegan ditemukan
adanya jejak tanda penyebab kematian Aswatama, b. Aswatama
dalam gambaran fisik dalam cerita ada dua jenis, pertama
mengikuti pakem pewayangan, yakni sosok tokoh Aswatama
berambut serta bertelapak kaki kuda, dan kedua memiliki cirri fisik
selayaknya manusia pada umumnya.
Penelitian seblumnya yang relevan dilakukan oleh Ninik
Mardiana dan Wahyu Widayari pada tahun 2013, mahasiswa
Universitas Dr. Soetomo Surabaya yang diterbitkan dalam sebuah
jurnal ilmiah “ Fonema”. Sebuah jurnal ilmiah milik Universitas
Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian tersebut berjudul “ Dekonstruksi
Derridean terhadap Sistem Stratifikasi Sosial Bali dalam Novel
Tarian Bumi Karya Oka Rusmini.” Masalah dalam penelitian
tersebut adalah sistem stratifikasi sosial dalam novel Tarian Bumi
karya Oka Rusmini. Hasil dari penelitian tersebut adalah (1) trace
merujuk aturan nama, dalam keempat karya Oka Rusmini, tidak
ditemukan adanya usaha yang tergolong dekonstruksi. Penamaan
masyarakat Bali memiliki kesadaran untuk senantiasa taat kepada
aturan sistem stratifikasi di Bali yang berlaku. (2) Representasi
kepercayaan mengiringi sistem Stratifikasi di Bali, secara umum
ada tiga yaitu: kepercayaan menjadi penari merupakan anugrah
dewa, kepercayaan Brahmana adalah keturunan dewa, dan
kepercayaan akan ada kesialan yang menimpa keluarga laki-laki
jika menikah dengan wanita yang mempunyai kasta lebih rendah
darinya. (3) nilai prestisius dan daya tarik kasta brahmana terlihat
dari adanya jejak ambisius tokoh wanita sudra yang ingin dinikahi
lelaki brahmana dan usaha dari tokoh berkasta brahmana menjadi
nama baik dinastinya. Nilai prestisius kasta brahmana dapat
bergeser karena keadaan kekayaan dan pendidikan.
Kemudian penelitian sebelumnya yang relevan dilakukan Ayu
Mauliddina pada tahun 2014. Dengan judul “ Dekonstruksi
Toshiko sebagai Tokoh Tambahan dalam Novel Kagi Karya
Tanizaki Jun‟ichirou”. Penelitian dilakukan sebagai syarat
kelulusan dalam menempuh jenjang sarjana tingkat I. Peneliti
tersebut merupakan mahasiswa Program Studi Sastra Jepang,
Fakultas Ilmu Budaya di Universita Brawijaya, Malang. Fokus
masalah dalam penelitian tersebut adalah bagaimana
dekonstruksi tokoh Toshiko sebagai tokoh tambahan
dalam novel Kagi karya Tanizaki Jun‟ichirou. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa tokoh tambahan dalam novel Kagi
memiliki peranan yang sangat penting karena keberadaannya
menjadi motor penggerak jalannya cerita dan dapat memicu
konflik yang terjadi diantara kedua tokoh utama. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tokoh tambahan memiliki peranan penting di
dalam sebuah cerita.
Berdasarkan pemaparan penelitian terdahulu yang relevan di
atas, dapat disimpulkan bahwa : persamaan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu yang relevan terletak pada teori yang
digunakan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu yang relevan terletak pada rumusan masalah dan objek
yang dikaji.

6.2 Definisi Novel


Dalam kesusastraan dikenal bermacam-macam jenis sastra
(genre). Menurut Warren dan Wallek (1995: 298) bahwa genre
sastra bukan sekedar nama, karena konvensi sastra yang berlaku
pada suatu karya membentuk ciri karya tersebut. Menurutnya,
teori genre adalah suatu prinsip keteraturan. Sastra dan sejarah
sastra diklasifikasikan tidak berdasarkan waktu dan tempat, tetapi
berdasarkan tipe struktur atau susunan sastra tertentu. Genre sastra
yang umum dikenal adalah puisi, prosa dan drama. Menurut
Nurgiyantoro (2010 : 1) Dunia kesusastraan mengenal prosa
(Inggris: prose) sebagai salah satu genre sastra di samping genre-
genre yang lain.
Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut fiksi (fiction),
teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative
discourse). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan
(disingkat: cerkan) atau cerita khayalan. Bentuk karya fiksi yang
berupa prosa adalah novel dan cerpen. Novel sebagai sebuah karya
fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model
kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun
melalui sebagai unsur instrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh,
latar, sudut pandang, dan lain-lain, yang kesemuannya tentu
bersifat naratif.
Novel berasal dari bahasa italia novella, yang dalam bahasa
jerman Novelle, dan dalam bahasa Yunani novellus. Kemudian
masuk ke Indonesia menjadi novel. Dewasa ini istilah novella dan
novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah
Indonesia novelette (Inggr is: novelette), yang berarti sebuah karya
prosa fiksi yang panjangnya cakupan, tidak terlalu panjang, namun
juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi yang
mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam
dan disajikan dengan halus (Nurgiyantoro, 2010: 9)
6.3 Jenis Novel
Novel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni novel
percintaan, novel petualangan, dan novel fantasi. Novel percintaan
melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara imbang, bahkan
kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel
ini digarap hampir semua tema, dan sebagian besar novel
termaksud jenis ini. Novel petualangan sedikit sekali memasukkan
peranan wanita. Jika wanita tersebut dalam novel jenis ini, maka
penggambarannya hampir stereotif dan kurang berperan. Jenis
novel petualangan adalah “bacaan kaum pria” karena tokoh-tokoh
di dalamnya pria dan dengan sendirinya melibatkan banyak
masalah dunia lelaki yang tidak ada hubungannya dengan wanita.
Meskipun dalam jenis novel petualangan ini sering ada percintaan
juga, namun hanya bersifat sampingan belaka; artinya novel itu
tidak semata-mata berbicara persoalan cinta.
Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan
serba tidak mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel
jenis ini mempergunakan karakter yang tidak realistis, setting dan
plot yang juga tidak wajar untuk menyampaikan ide-ide
penulisnya. Jenis novel ini mementingkan ide, konsep dan gagasan
sastrawannya yang hanya dapat jelas kalau diutarakan dalam
bentuk cerita fantastik, artinya menyalahi hukum empiris, hukum
pengalaman sehari-hari. Novel merupakan salah satu karya sastra
imajinatif yang merupakan hasil dari pemikiran rekaan manusia.
Jenis fiksi ini memuat cerita yang kompleks mengenai kehidupan
seseorang maupun masyarakat.
Menurut Jakob Sumarjo (1986:29), novel sebagai sebuah karya fiksi
juga menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model
kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui
berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan
penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya
bersifat imajiner. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan
manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Fiksi
merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang
terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa cerita rekaan
atau khayalan, tak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja
lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara
intens, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan,
perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi
kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya
seni. Fiksi menawarkan model-model kehidupan sebagaimana
yang diidealkan oleh pengarang sekaligus menunjukkan sosoknya
sebagai karya seni yang berunsur estetik dominan

6.4 Dekonstruksi
Derrida menyatakan metafor adalah konsep metafisik yaitu
perbedaan antara yang literal dengan yang metaforis bersandar
pada sebuah anggapan bahwa pada dasarnya terdapat arti baku
bagi setiap kata dan terdapat perbedaan antara yang indrawi dan
non indrawi. Jika metafor ini terkait erat dengan metafisika maka
untuk mendekonstruksikannya kita harus menghancurkan
anggapan metafor itu dari metafisikanya sendiri maka yang
rasional menurutnya adalah transpormasi diri penulisan filsafat itu
sendiri.
Di dalam essaynya “White Mythology” Derrida memperlihatkan
bahwa metafor sebetulnya dibentuk oleh keseluruhan jaringan
konsep dan assosiasi yang digunakan dalam wacana. Heidegger
mensyaratkan bahwa kita senantiasa tinggal dalam bahasa tetapi
Derrida sebaliknya bahwa kita senantiasa bergerak dalam bahasa
yang tidak stabil, karena menurutnya baik metafor atau bukan
metafor akhirnya hanya merupakan pasangan-pasangan lawan
kata secara semantik. Sedangkan dalam “The Retrait of Metaphor”,
Derrida menafsirkan gagasan Heidegger tentang Metafor yang
mengartikan membaca teks dengan menangkap arti teks dengan
teks lainnya dan seterusnya menanarik semua teks tersebut kearah
istilah kunci.
Derrida menjelaskan dekonstruksi dengan kalimat negasi.
Menurutnya dekonstruksi bukan suatu analisis dan bukan kritik,
bukan suatu metode, bukan aksi maupun operasi.
Singkatnya,dekonstruksi bukanlah suatu alat penyelesaian dari
“suatu subjek individual atau kolektif yang berinisiatif dan
menerapkannya pada suatu objek, teks, atau tema
tertentu”. Dekonstruksi adalah suatu peristiwa yang tidak
menunggu pertimbangan, kesadaran, atau organisasi dari suatu
subjek, atau bahkan modernitas.
Derrida mengadaptasi kata dekonstruksi dari kata destruksi
dalam pemikiran Heidegger. Kata dekonstruksi bukan secara
langsung terkait dengan kata destruksi melainkan terkait kata
analisis yang secara etimologis berarti “untuk menunda”-
sinonim dengan kata men-dekonstruksi. Terdapat tiga poin penting
dalam dekonstruksi Derrida, yaitu: pertama, dekonstruksi, seperti
halnya perubahan terjadi terus-menerus, dan ini terjadi dengan
cara yang berbeda untuk mempertahankan kehidupan;
kedua, dekonstruksi terjadi dari dalam sistem-sistem yang hidup,
termasuk bahasa dan teks; ketiga, dekonstruksi bukan suatu kata,
alat, atau teknik yang digunakan dalam suatu kerja
setelah fakta dan tanpa suatu subyek interpretasi.
Dalam teori dekonstruksinya Derrida menunjukkan kelemahan
dari ucapan untuk mengungungkapkan makna dengan
menggunakan kata difference dengan kata differance berasal dari
kata difference yang mencakup tiga pengertian, yaitu:
1. to differ– untuk membedakan, atau tidak sama sifat dasarnya;
2. differe (Latin)– untuk menyebarkan, mengedarkan;
3. to defer– untuk menunda.
Dalam pengucapannya tidak terdengar perbedaan tetapi
perbedaan pemakaian huruf „a‟ untuk mengganti huruf „e‟ hanya
terlihat dalam tulisan. Ini dilakukan Derrida untuk menunjukkan
peleburan makna dari tiga pengertian dalam kata difference yang
tidak dapat dilakukan olehlogosentrisme dan fonosentrisme.
Melalui tulisan terjadi otonomisasi teks.Dekonstruksi adalah suatu
peristiwa yang tidak menunggu pertimbangan, kesadaran, atau
organisasi dari suatu subjek, atau bahkan modernitas Menurut
Derrida bahasa bersumber pada teks atau “Tulisan”. Tulisan adalah
bahasa yang maksimal karena tulisan tidak hanya terdapat dalam
pikiran manusia, tetapi konkret di atas halaman.Tulisan memenuhi
dirinya sendiri karena Tulisan terlepas dari penulisnya begitu ia
berada di ruang halaman. Ketika dibaca, Tulisan langsung terbuka
untuk dipahami oleh pembacanya.

7. Metode Penelitian
7.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara untuk
menghampiri objek penelitian. Pendekatan merupakan langkah
pertama dalam usaha mewujudkan tujuan dari penelitian yang
dilakukan. Pendekatan juga mampu mengarahkan penelusuran
sumber-sumber sekunder (Ratna, 2007:55). Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis.
Menurut Ratna (2007:61) pendekatan sosiologis dapat
membantu memahami gender, feminis, status peranan,
wacana sosial dan sebagainya. Pendekatan sosiologis ini
menganalisis manusia sebagai bagian dari masyarakat, dengan
proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu.
Pendekatan sosiologis menganggap karya sastra sebagai milik
masyarakatPendekatan sosiologis ini digunakan karena
pendekatan ini memiliki implikasi metodologis berupa
pemahaman mendasar mengenai kehidupan dalam
masyarakat. Selain itu, pendekatan sosiologis digunakan juga
karena terdapat hubungan antara karya sastra dengan masyarakat.
Pendekatan ini digunakan untuk membantu memahami teori
dekonstruksi yang menjadi dasar untuk mengaji dan menganalisis
novel Renjana. Hal ini akan berkesinambungan karena dalam novel
unsur yang begitu tampak adalah interaksi dari beragam unsur
sosial kemasyarakatan.

7.2 Sumber Data dan Data Penelitian


Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Renjana
karya Anjar Anastasia. Novel ini diterbitkan oleh PT Gramedia
Pustaka Utama Anggota IKAPI, Jalan Palmerah Barat 29-37 Jakarta
10270. Renjana memiliki dua sampul, sampul pertama berwarna
merah muda menyerupai pintu, kemudian sampul kedua berwarna
kuning dengan gambar menyerupai pusaran waktu. Pada sampul
kedua terdapat judul yang ditulis dalam huruf kecil semua “
renjana” dan sub judul yang ditulis menggunakan huruf kapital
pada awal katanya “ Yang Sejati Tersimpan di dalam rasa” dan di
bawahnya tertulis nama pengarang yang ditulis dalm huruf kecil
semua “anjar”. Novel Renjana terdiri dari 239 halaman dan dibagi
menjadi 10 bab. Pada bagian awal sebelum bagian ke 1 terdapat
komentar pembaca dan pengantar penulis.
Dalam ilmu sastra, data penelitian merupakan data formal
misalnya: kata-kata, kalimat, dan wacana (Ratna, 2007:47). Data
penelitian ini adalah kutipan-kutipan dari isi novel yang berupa
kata, kalimat, wacana yang mengandung informasi-informasi
terkait dengan bentuk-bentuk dekonstruksi pada novel Renjana
karya Anjar Anastasia.

7.3 Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini dalam mengumpulkan data menggunakan
teknik baca catat dan teknik dokumentasi. Kedua teknik tersebut
dipadukan guna memperoleh data-data yang sesuai dengan arah
penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah
sebagai berikut.
1) Membaca novel, pada tahapan ini novel yang menjadi objek
penelitian, novel Renjana karya Anjar Anastasia, dibaca
berulang kali guna mendapatkan pemahaman atas isi novel.
2) Inventarisasi data, mengumpulkan data dengan cara mencatat
kutipan-kutipan yang ada dalam novel yang berhubungan
dengan fokus penelitian, baik kata, kalimat, ataupun wacana
yang dapat merepresentasikan bentuk dekonstruksi pada novel
Renjana karya Anjar Anastasia.
3) Klasifikasi data, mengklasifikasikan data sesuai dengan
rumusan masalah
4) Membuat korpus data, setelah mengklasifikasikan data tahap
selanjutnya adalah membuat korpus data guna mempermudah
penganalisisan data.

7.4 Teknik Penganalisisan Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik analisis isi atau content analysis. Menurut
Endraswara (2008:160) menyatakan bahwa analisis isi digunakan si
penulis yang hendak mengungkap, memahami dan menangkap
pesan karya sastra dan pemahaman tersebut penulis
mengandalkan tafsir sastra atau melalui metode yang
disebut hermeneutika, adalah cara yang digunakan untuk
menafsirkan isi pesan dari karya sastra. Lebih lanjut, Ratna
(2007:48) menyatakan bahwa analisis isi berhubungan dengan isi
komunikasi. Dalam karya sastra, isi yang dimaksud adalah pesan-
pesan. Sebagaimana metode kualitatif, dasar pelaksanaan metode
analisis adalah penafsiran. Dasar penafsiran dalam metode
analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan melalui metode
hermeneutika tersebut. Melalui tafsir sastra atau hermeneutika
tersebut maka teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini disebut juga teknik deskriptif kualitatif.
Teknik deskriptif adalah melukiskan dan menafsirkan keadaan
yang sekarang. Tujuan analisis deskriptif adalah untuk melukiskan
bentuk kehidupan beragama, bentuk dekonstruksi kehidupan
beragama, dan reaksi masyarakat dalam novel terhadap
dekonstruksi kehidupan beragama pada novel Renjana karya Anjar
Anastasia.Penganalisisan dilakukan pada setiap rumusan masalah
dengan data yang telah terklasifikasi dan berdasarkan teori
yang digunakan. Teknik analisis data berhubungan dengan
proses pengambilan data dan analisis data (Endraswara,
2008:80). Adapun prosedur analisis data dalam penelitian ini
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1) Jejak dekonstruksi yang tersebar dalam novel. Setelah
dikumpulkan dan diidentifikasi, disejajarkan dan dibandingkan
dengan wacana-wacana atau realitas di luar teks dengan
tujuan membalikkan oposisi-oposisi hierarki yang menunjukkan
adanya saling ketergantungan di antara yang bertentangan.
2) Hasil yang didapat tidak sekadar perbandingan tetapi juga
pemikiran balik wacana tersebut yang ditekankan pada hasil
pembalik oposisi biner yang bertentangan berupa makna
dekonstruksi untuk memudahkan pembaca memahami
makna yang terangkai dalam novel Renjana.
3) Analisis dekonstruksi terhadap oposisi-oposisi biner yang sudah
ditemukan untuk memberikan sekaligus menyampaikan kepada
pembaca bahwa telah terjadi dekonstruksi cerita dalam novel
Renjana.

8. Rancangan Sistematika Pelaporan Penelitian


8.1 Proses Dekonstruksi Derrida dalam Kisah Cinta Tokoh Firdaus,
Ola, Wie, dan Tra dalam Novel Renjana Karya Anjar

1 2
TRACE /
TEKS JEJAK

6
3
REDOUBLI
DIFFERANCE
NG

4
5
RE-
RUPTURE
WRITTING
Sumber : Ryan,Michael.2011

8.2 Bentuk Dekonstruksi Derrida dalam Kisah Cinta Tokoh Firdaus,


Ola, Wie, dan Tra dalam Novel Renjana Karya Anjar
Lihat lampiran 1

8.3 Bentuk Teks Sastra Baru yang Dihasilkan dari Dekonstruksi


Derrida dalam Kisah Cinta Tokoh Firdaus, Ola, Wie, dan Tra
dalam Novel Renjana Karya Anjar
(masih direncanakan dengan berbagai sumber)

9. Daftar Rujukan
Al-Fayyadl, Muhammad. 2011. Derrida . Yogyakarta: LKis.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi,
Model, Teori, dan Aplikasi.Yogyakarta: CAPS
http://staff.undip.ac.id/sastra/fauzan/2009/07/22/dekonstruksi-
terhadap-figur-keturunan-darah-biru/ diakses pada 28
Februari 2014
http://susdamitasyaridomo.blogspot.com/2012/10/makalah-
dekonstruksi_7262.html diakses pada 28 Februari 2014
Mardiana, Ninik dan Wahyu Widayari. 2013. Dekonstruksi Derridean
terhadap Sistem Stratifikasi Sosial Bali dalam Novel Tarian Bumi
Karya Oka Rusmini. Surabaya: “Fonema” Jurnal Ilmiah
Universitas Dr. Soetomo.
Mauliddina, Ayu. 2014. Dekonstruksi Toshiko sebagai Tokoh
Tambahan dalam Novel Kagi Karya Tanizaki Jun’ichirou.
Program Studi Sastra Jepang. Fakultas Ilmu Budaya.
Universitas Brawijaya. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Norris, Christopher. 2006. Membongkar Teori
Dekonstruksi Jacques Derrida . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada Perss.
Ratna, 2007.Metode Penelitian Sastra.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ryan,Michael.2011.Teori Sastra.Yogyakarta: Jalasutra
Sumardjo, Jakob dan Saini, K.M. 1986.Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:
PT. Gramedia
Waloyo, Angga Krisna. 2010. Kajian Dekonstruksi Tokoh Aswatama
dalam Novel "Manyura" Karya Yanusa Nugroho. Skripsi,
Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang. Tidak diterbitkan.
Wellek, Rene dan Austin, Warren. 1995. Teori Kesusastraan.
Terjemahan oleh Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai