Anda di halaman 1dari 11

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KITIN DAN KITOSAN DARI KULIT

UDANG WINDU (Penaeus monodon) DENGAN


SPEKTROSKOPI INFRAMERAH

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF CHITIN AND CHITOSAN FROM WINDU SHRIMP


(Penaeus monodon) WITH INFRARED SPECTROSCOPY

Edward J. Dompeipen
Balai Riset dan Standarisasi Industri Ambon, Jl Kebun Cengkeh Ambon-97128
Email : dompeipenedward@yahoo.com

Received : 10/07/2017 ; revised : 19/07/2017 ; accepted : 07/08/2017 ;


Published online : 11/08/2017

ABSTRAK

Kitin dan kitosan merupakan biopolimer alami pada Krustasea dan Jamur. Kitosan digunakan secara ekstensif
sebagai bahan baku di berbagai industri. Penelitian bertujuan untuk mengekstraksi kitin dan kitosan dari kulit
udang windu melalui reaksi deproteinisasi, demineralisasi, dekolorisasi dan deastilasi. Rendemen kitin dan
kitosan yang dihasilkan secara berturut turut adalah 60,5% dan 63,0%. Derajat deasetilasi kitosan dari kulit
udang windu adalah 37,88 % untuk kitin dan 53,25 % untuk kitosan. Hasil analisis terhadap spektrum FTIR kitin
1
memperlihatkan beberapa puncak utama pada bilangan gelombang 3554,45 cm- yang menunjukkan vibrasi
-1
pembengkokan amida sekunder dan amina (NH) sekunder pada bilangan gelombang 1670,35 cm serta
-1
1427,32cm menunjukkan adanya vibrasi peregangan CH. Hasil analisis spektrum FTIR kitosan menunjukkan
-1
adanya vibrasi peregangan simetris pada 3302,20 cm akibat adanya tumpang tindih OH dan amina (NH), vibrasi
-1
peregangan 1577,71 cm disebabkan oleh perambatan C = O peregangan (amida I) dan vibrasi peregangan
-1
1666,30 cm yang menunjukkan amida sekunder. Hasil karakterisasi dengan spektroskopi inframerah
menunjukkan bahwa senyawa hasil ekstraksi adalah kitin dan kitosan.

Kata kunci : Isolasi, identifikasi, kulit udang windu, kitin, kitosan, spektroskopi inframerah.

ABSTRACT

Chitin and chitosan are natural biopolymers in crustaceans and fungi. Chitosan is used extensively as raw
materials in various industries. The study aimed to extract chitin and chitosan from windu shrimp shells through
deproteinization, demineralization, decolorization and deacetylation reactions. The yields of chitin and chitosan
which were produced successively were 60,5 % and 63,0 %. The degree of deacetylation of chitosan from windu
shrimp was 37,88 % for chitin and then 53,25 % for chitosan. The analysis of FTIR chitin spectrum showed some
major peaks at wavelength 3554,45 cm-1 indicating secondary bending amide and secondary amine (NH)
-1 -1
vibration at wave number 1670,35 cm and 1427,32 cm indicating stretch vibration of CH. The results of FTIR
-1
spectroscopy analysis showed a symmetrical stretch vibration at 3302,20 cm due to overlapping of OH and
-1
amine (NH), stretching vibration 1577,71 cm caused by propagation C = O stretching (amide I) and stretch
-1
vibration 1666,30 cm indicating secondary amide. The results of characterization by infrared spectroscopy
showed that the extraction compound was chitin and chitosan.

Key words : Isolation,identification, windu shrimp skin, chitin, chitosan, infrared spectroscopy.

PENDAHULUAN tersusun dari monomer-monomer; 2-asetamida-


2-deoksi-D-Glukosa (N-asetil glukosamin)
Kulit udang pada umumnya termasuk (Horton 2002). Ikatan antara monomer kitin
udang windu mengandung protein (25 – 40 %), adalah ikatan glikosida pada posisi β- (1-4). Kitin
kitin (15 – 20 %) dan kalsium karbonat (45 – 50 menjadi salah satu potensi yang layak untuk
%). Kandungan kitin pada limbah kulit udang dikembangkan karena potensi pemanfaatnnya
sekitar 20 – 50 % berat kering (Suhardi dalam yang besar dalam dunia industri. Kendala utama
Mardiyah K 2011). Senyawa kitin adalah di industri adalah kitin kurang dapat
biopolimer terbanyak setelah selulosa. dimanfaatkan karena sifat fisikanya yang sukar
11
Keberadaan kitin di alam mencapai 10 larut dalam air dan kereaktifannya yang rendah,
ton/tahun dan merupakan senyawa organik untuk mengatasinya kitin dapat diubah secara
terbanyak di dunia (Kurita 2006). Polimer kitin kimia menjadi kitosan dengan menggunakan
©2017-BI Ambon. All right reserved

31
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

larutan basa kuat. Struktur kimia senyawa kitin dari PT Wahana Lestari Investama, Kecamatan
disajikan pada Gambar 1 Sintesis kitosan Wahai, Kabupaten Maluku Tengah, NaOCl
meliputi penghilangan protein (deproteinisasi) teknis, NaOH, HCl teknis,dan akuades.
dan kandungan mineral (demineralisasi), yang Alat yang digunakan dalam penelitian ini
masing-masing dilakukan dengan menggunakan adalah :Ekstraktor, neraca timbang, pH meter,
larutan basa dan asam. spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra
Produk kitosan hasil sintesis diperoleh Red).
setelah melalui proses deasetilasi dengan cara
dipanaskan dalam larutan basa (Tolaimatea et Isolasi kitin dan kitosan dari limbah kulit
al. 2003; Mardiyah 2011). Kitosan merupakan udang windu. (Metode Hong) (Salami 1998)
polimer yang tersusun dari kopolimer dari Proses isolasi senyawa kitin dan kitosan
glukosamin dan N-asetilglukosamin. Struktur dengan menggunakan metode Hong (Salami
kitosan diilustrasikan pada Gambar 2. Kitosan 1998) dengan prosedur sebagai berikut ; limbah
disebut juga poli (1,4)-2-amina-2-deoksi-β-D- kulit udang dicuci dengan air hingga bersih,
glukosa. kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari,
Kitosan telah banyak diaplikasikan kemudian dihaluskan (dicacah) untuk
diberbagai bidang industri seperti kedokteran, mendapatkan ukuran sebesar 50 mesh.
farmasi, dan pengolahan pangan. Kitosan
pertama kali ditemukan pada tahun 1859 oleh Deproteinasi. (Metode Hong) (Salami 1998)
Rouqet dengan cara mendidihkan kitin dalam Alat ekstraksi diisi dengan kurang lebih 7
larutan potasium hidroksida (Li et al. 1997). Kg limbah kulit udang yang telah ditambahkan
Kitosan [poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)- larutan NaOH 3,5 % dengan perbandingan 10 : 1
D-glukopiranosa)] adalah merupakan senyawa (v/b), kemudian dipanaskan dalam ekstraktor
o
poli aminosakarida yang disintesis melalui selama 2 jam pada suhu 65 C. Setelah dingin,
penghilangan sebagian gugus 2-asetil dari kitin disaring dan dinetralkan dengan akuades.
[poli(2-asetamido-2-deoksi-β-(1-4)-D gluko Padatan yang diperoleh dikeringkan dalam
o
piranosa)], biopolimer linear dengan 2000-5000 ekstraktor tanpa pelarut pada suhu 60 C hingga
unit monomer, saling terikat dengan ikatan kering.
glikosidik β-(1-4). Kitosan (C6H11NO4)n adalah
senyawa yang berbentuk padatan amorf Demineralisasi. (Metode Hong) (Salami 1998)
berwarna putih kekuningan, bersifat polielektrolit. Kulit udang produk hasil deproteinasi 4,2
Umumnya larut dalam asam organik, pH sekitar kg ditambah larutan asam kuat, HCl 1 N dengan
4 – 6,5; tidak larut pada pH yang lebih rendah perbandingan 15 : 1 (v/b) dimasukkan dalam
o
atau lebih tinggi. Kelarutan dipengaruhi oleh ekstraktor pada suhu 60 C selama 30 menit,
bobot molekul dan derajat deasetilasi (Mima et kemudian didinginkan. Proses selanjutnya
al. 1983). disaring dan padatan dinetralkan dengan
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan akuades, kemudian dikeringkan dalam ekstraktor
o
isolasi senyawa kitin dan kitosan dari kulit udang tanpa pelarut pada suhu 60 C.
windu serta melakukan identifikasi senyawa kitin
dan kitosan dengan menggunakan spektroskopi Dekolorisasi. (Metode Hong) (Salami, 1998)
inframerah. Reaksi dekolorisasi dilakukan dengan
larutan NaOCl 0,315 % ditambahkan kedalam
METODE PENELITIAN produk hasil demineralisasi dengan
perbandingan 10 : 1 (v/b) dalam ekstraktor
o
Ruang lingkup selama selama 1 jam pada suhu 40 C,
Penelitian ini dilakukan dengan metode kemudian padatan disaring dan dinetralkan
observatif dan eksperimental yang meliputi: dengan akuades. Padatan hasil penetralan
o
isolasi senyawa kitin dan kitosan dan identifikasi dikeringkan pada ekstraktor pada suhu 80 C
sifat kimiawi senyawa kitin dan kitosan dengan sampai berat tetap.
menggunakan spektroskopi inframerah.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Deasetilasi (Metode Knorr) (Salami, 1998)
Proses, Balai Riset dan Standarisasi Industri Reaksi isolasi kitosan selanjutnya
Ambon dan Laboratorium Instrumen, Pusat adalah proses deasetilasi 2,70 kg kitin dengan
Penelitian Kimia LIPI Serpong. mengikuti metode Knorr (Salami 1998) yaitu
dengan menambahkan NaOH 60 % dengan
Bahan dan Alat perbandingan 20 : 1 (v/b) dan dimasukkan
o
Bahan penelitian yang digunakan kedalam ekstraktor pada suhu 80 – 100 C
adalah : Bahan baku : limbah kulit udang windu selama 1 jam. Setelah dingin disaring dan
32
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

padatan yang diperoleh dinetralkan dengan Dengan demikian, isolasi kitin dari kulit
akuades.Padatan kemudian dikeringkan dalam udang memerlukan pengeluaran dua penyusun
o
ekstraktor tanpa larutan pada suhu 80 C selama utama kulit, yaitu protein melalui deproteinisasi
24 jam dan kitosan siap dianalisis. dan kalsium karbonat anorganik melalui
demineralisasi, bersamaan dengan sejumlah
Penentuan Derajat Deasetilasi (DD) kecil pigmen dan lipid yang umumnya
berdasarkan Spektrum FTIR (Metode Domszy dikeluarkan selama dua tahap sebelumnya.
dan Robers) (Khan 2002) . Dalam beberapa kasus, langkah
Metode kuantitatif menggunakan dekolorisasi tambahan diterapkan untuk
spektrofotometri infra merah dapat dilakukan menghilangkan sisa pigmen. Banyak metode
dengan cara menghitung % transmitansi atau telah diusulkan dan digunakan selama bertahun-
absorbansi. Perhitungan derajat deasetilasi (DD tahun untuk menyiapkan kitin murni; Namun,
%) dari spektra infra merah pada kitin dan ki tidak ada metode standar yang diterapkan. Baik
tosan dapat dilakukan dengan cara deproteinisasi dan demineralisasi dapat
membandingkan absorbansi pada bilangan dilakukan dengan menggunakan metode kimiawi
gelombang untuk gugus amida-NH (1650-1500) atau enzimatik. (Islem et al. 2015)
-1
cm (A 1655) dengan absorbansi pada bilangan Isolasi kitin yang dilakukan dalam
gelombang untuk gugus amina primer (3500- penelitian ini menggunakan metode Hong
-1
3200) cm (A 3450), dengan nilai absorbansi (Salami 1998), meliputi deproteinasi,
1,33 pada proses deasetilasi sempurna demineralisasi dan dekolorisasi. Tahapan
(Basttaman 1989) deproteinasi dilakukan dengan menambahkan
Persamaan yang dipakai adalah sbb : NaOH encer, protein akan larut dengan adanya
NaOH
( ) Deproteinisasi (Metode Hong) (Salami 1998)
Proses deproteinisasi memiliki tingkat
Dimana : kesulitan karena terkait kuatnya ikatan kimia
A1665 = Absorbansi pada bilangan gelombang antara kitin dan protein. Deproteinisasi dilakukan
-1
1665 cm secara heterogen dengan menggunakan bahan
A3450 = Absorbansi pada bilangan gelombang kimia yang juga mendepolimerisasi biopolimer.
-1
3450 cm Pengambilan protein secara keseluruhan sangat
1,33 = Tetapan yang diperoleh dari penting untuk aplikasi biomedis, karena
perbandingan A1665/A3450 untuk persentase populasi manusia alergi terhadap
kitosan dengan asetilasi penuh kerang, penyebab utamanya adalah komponen
protein (Percot et al. 2003; Islem 2015).
Identifikasi senyawa kitin dan kitosan secara Proses kimia adalah pendekatan
kimia pertama yang digunakan dalam deproteinisasi.
Identifikasi senyawa kitin dan kitosan Berbagai bahan kimia telah diuji sebagai reagen
secara kimia meliputi analisis secara deproteinisasi adalah NaOH, Na2CO3, NaHCO3,
instrumentasi kimia yaitu dengan menggunakan KOH, K2CO3, Ca(OH)2, Na2SO3, NaHSO3,
spektrofotometer FTIR (Fourier Transorm Infra CaHSO3, Na3PO4 dan Na2S. Kondisi reaksi
Red). sangat bervariasi dalam setiap penelitian. NaOH
adalah pereaksi preferensial dan diaplikasikan
HASIL DAN PEMBAHASAN pada konsentrasi mulai dari 0,125 sampai 5,0 M,
o
pada suhu yang bervariasi (sampai 160 C) dan
Isolasi kitin dari limbah kulit udang lama proses (dari beberapa menit sampai
Sumber utama bahan baku untuk beberapa hari). Selain deproteinisasi,
produksi kitin adalah kutikula dari berbagai jenis penggunaan NaOH selalu menghasilkan
krustasea, terutama kepiting dan udang. Pada deasetilasi parsial kitin dan hidrolisis penurunan
krustasea atau kerang yang lebih spesifik, kitin biopolimer (Islem et al. 2015).
ditemukan sebagai penyusun jaringan kompleks Pada penelitian ini proses deproteinisasi
dengan protein dimana deposit kalsium karbonat dilakukan dengan menggunakan pelarut NaOH
membentuk tempurung yang kaku. Interaksi 3,5 % direaksikan dalam ekstraktor selama 2 jam
o
antara kitin dan protein sangat intim dan ada pada suu reaksi 65 C. Protein yang dapat
juga sebagian kecil protein yang terlibat dalam dikeluarkan dari kulit udang adalah sebesar 30
kompleks protein polisakarida (Jonson et al. % dari 7 Kg kulit udang.
1989; Islem et al. 2015).

33
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

Demineralisasi Protein, lemak, fosfor, magnesium dan besi turut


Pada tahapan demineralisasi, produk terbuang dalam proses ini.
hasil deproteinisasi direaksikan kembali dengan
larutan HCl 1 N selama 30 menit pada suhu 60 Dekolorisasi Kitin
o
C. Demineralisasi bertujuan untuk penghilangan Senyawa karoten, beberapa komponen
mineral, terutama kalsium karbonat. astacene, asthaxantin, chataxanthin dan lutein,
Demineralisasi umumnya dilakukan dengan merupakan pembentuk warna kulit udang
perlakuan asam dengan HCl, HNO3, H2SO4, (Robert 1992), Senyawa ini dihilangkan dari kulit
CH3COOH dan HCOOH (Percot et al. 2003; udang dengan bleaching dengan NaS2O4 atau
Islem et al. 2015). Di antara asam ini, pereaksi dengan NaOCl. Pada penelitian ini dilakukan
preferensial adalah asam hidroklorida encer. proses dekolorisasi dengan menggunakan
Demineralisasi mudah dicapai karena melibatkan larutan NaOCl 0,31 % direndam pada suhu
dekomposisi kalsium karbonat ke dalam garam kamar selama 1 jam. Proses selanjutnya adalah
kalsium yang larut dalam air dengan pelepasan gugus asetil pada kitin dilepaskan yang dikenal
karbon dioksida seperti yang ditunjukkan pada dengan reaksi deasetilasi kitin.
persamaan berikut:
Deasetilasi
2 HCl + CaCO3 CaCl2 + H2O + CO2 Asam atau alkali dalam pandangan
kimia dapat digunakan untuk reaksi deasetilasi
kitin. Namun, ikatan glikosidik sangat rentan
Gelembung gas CO2 dalam proses terhadap asam, oleh karena itu, reaksi
reaksi merupakan indikator berlangsungnya deasetilasi dengan alkali lebih sering digunakan
reaksi HCl dengan garam mineral yang terdapat (Hajji et al. 2014). Reaksi deasetilasi kitin
dalam limbah kulit udang yang masih melewati dilakukan melalui cara heterogen , atau
proses deproteinisasi. Selanjutnya terbentuk homogen (Chang et al. 2004; Hajji et al. 2014).
banyak buih dan gelembung udara dengan Reaksi deastilasi kitin pada dasarnya adalah
volume yang cukup besar, dan hal ini merupakan reaksi pengubahan gugus asetil (-
berlangsung selama kurang lebih 5 - 10 menit. NHCOCH3 ) pada kitin menjadi gugus amina (-
Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gas CO2 NH2).(Minda et al. 2010)
dan H2O di permukaan larutan berdasarkan Pada penelitian ini, reaksi deasetilasi
reaksi demineralisasi.(Bastaman 1989). kitin dilakukan dengan menggunakan larutan
Sebagian besar mineral lainnya ada basa kuat NaOH 60 %, dengan vaeiasi waktu
dalam kulit udang bereaksi dan menjadi garam deasetilasi selama 1; 1,5 dan 2 jam dengan suhu
o
terlarut dengan adanya asam. Kemudian, garam reaksi 80 C. Rendemen kitosan dihitung
terlarut dapat dengan mudah dipisahkan dengan berdasarkan berat kitosan yang dihasilkan dibagi
menggunakan proses penyaringan fasa padat dengan berat kitin yang dipergunakan pada awal
kitin diikuti dengan pencucian dengan reaksi. Rendamen kitosan yang diperoleh
menggunakan air.(Shahidi et al. 2001) sebesar 63,0 %.
Rendemen produk hasil demineralisasi Mekanisme reaksi deasetilasi kitin yang
adalah sebesar 60,5 %. Rendemen limbah kulit terjadi pada larutan basa. Karbon karbonil suatu
udang yang telah mengalami demineralisasi senyawa ester dalam larutan basa dapat
menunjukkan nilai yang lebih tinggi jika diserang oleh suatu nukleofil yang baik tanpa
dibandingkan dengan tepung kulit udang windu protonasi sebelumnya (Minda 2010). Proses
(48,57 % b/b) (Saleh et al. 1999). Pada deasetilasi gugus asetil pada asetamida kitin
penelitian yang dilakukan oleh Minda Azhar dkk , dapat dijelaskan sebagai berikut: gugus karbon
-
rendemen kitin yang diperoleh adalah sebesar karbonil diserang oleh nukleofil OH , akibatnya
20,72 %. (Minda et al. 2010). terjadi reaksi adisi sehingga terbentuk zat antara.
Hal ini kemungkinan disebabkan Zat antara ini selanjutnya mengalami reaksi
perbedaan lamanya pemanasan selama proses elimininasi sehingga gugus asetil pada
demineralisasi dan suhu reaksi. Keduanya asetamida kitin lepas membentuk asetat (Minda
dilarutkan masing-masing dalam larutan asam et al. 2010)
klorida 1 N, setelah itu dipanaskan pada suhu
o
berbeda pada pada 60 C, penelitian ini dan Karakterisasi Kitin dan Kitosan dengan
pada penelitian Minda Azhar dkk direndam spektroskopi infra merah
dalam larutan Na2S2O4 tanpa pemansan selama Kitin dan kitosan hasil dari ekstraktor
tiga jam. Selama proses demineralisasi, dapat diidentifikasi dengan menggunakan
senyawa kalsium akan bereaksi dengan asam spektroskopi inframerah yang bertujuan untuk
klorida yang larut dalam air (Bastaman 1989). mengetahui gugus fungsi karakteristiknya.
34
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

Spektroskopi inframerah (IR) adalah salah satu juga mencatat jumlah puncak yang sama yang
-1
teknik analisis yang penting dan telah banyak berada di antara 834,54 dan 3554,45 cm
digunakan. Tersedia untuk ilmuwan yang (Gambar 3).
mengerjakan analisis senyawa bahan alam Menurut Burner dkk, kitin alami
seperti kitin dan kitosan. terbentuk terutama sebagai α-kitin dan β-kitin.
Spektroskopi infra merah didasarkan Deskripsi dan penafsiran spektrum infra merah
pada vibrasi atom dalam suatu molekul. senyawa kitin ini telah banyak dipublikasikan
Spektrum inframerah diperoleh dengan para Ilmuwan (Bruner et al. 2009). Spektrum
melewatkan radiasi elektromagnetik inframerah inframerah kitin menampilkan serangkaian pita
melalui sampel yang memiliki momen dipol serapan sempit, khas dari kristal sampel
permanen atau diinduksi dan menentukan fraksi polisakarida. Daerah vibrasi peregangan C = O
apa yang ada dalam sampel berdasaarkan pada bagian amida, antara bilangan gelombang
-1
radiasi penyerapan pada energi dengan panjang 1700 dan 1500 cm , menghasilkan pita serapan
gelombang tertentu (Stuart et al. 2004; Jolanta yang berbeda untuk α-kitin dan β-kitin. Untuk α-
2010). kitin, pita amida I terpecah menjadi dua
-1
Energi setiap puncak pada spektrum komponen pada 1660 dan 1630 cm (karena
penyerapan sesuai dengan frekuensi vibrasi pengaruh ikatan hidrogen atau adanya bentuk
molekul, sehingga memungkinkan untuk enol dari bagian amida (Burner et al. 2009),
-1
mengidentifikasi kualitatif jenis ikatan tertentu sedangkan untuk β-kitin pada 1630 cm . Pita
dalam sampel. Spektrometer infra merah amida II diamati pada kedua spektrum kitin:
-1 -1
biasanya mencatat energi radiasi pada 1558 cm untuk α-kitin dan 1562 cm
elektromagnetik yang ditransmisikan melalui untuk β-kitin (Focher et al. 1992; Jolanta et al.
sampel sebagai fungsi dari panjang gelombang 2010).
atau frekuensi spektrum total dianalisis dengan Penanda karakteristik lainnya adalah
proses interferensi dan diubah menjadi rentang deformasi C-H dari ikatan β-glikosidik. Pita Ini
-1
frekuensi atau panjang gelombang dengan bergeser dari 890 cm pada β-kitin menjadi 895
-1
proses matematika yang dikenal sebagai cm pada α-kitin. Spektrum inframerah β-kitin
Transformasi Fourier. mengungkapkan dua ikatan tambahan untuk
-1
Spektroskopi infra merah Fourier- deformasi CHx sekitar 1455 dan 1374 cm dan
Transform (FTIR) telah meningkatkan secara sejumlah besar pita yang lebih sempit di daerah
dramatis kualitas spektrum inframerah dan vibrasi peregangan C-O-C dan C-O (1200-950
-1
meminimalkan waktu yang dibutuhkan untuk cm ) tidak diamati pada β-kitin, seperti
mendapatkan data (Smith et al. 1996; Jolanta ditunjukkan pada Gambar 3, spektrum FTIR dari
2010). kitin yang diisolasi dari kulit udang pada
Spektrum FTIR biasanya tercatat di penelitian ini, mengkonfirmasi bahwa kitin ini
-1 -1
tengah inframerah (4000 cm sampai 400 cm ) menyerupai β-kitin daripada α-kitin.
-1
dengan resolusi dari 4 cm dalam mode Karakteristik pita pada spektrum
absorbansi untuk 8 sampai 128 pemindaian inframerah kitin hasil penelitian dan kitin standar
pada suhu kamar. Sampel untuk FTIR disiapkan ditampilkan pada Tabel 1. Perbandingan nilai
dengan cara menggiling bubuk campuran kering absorbansi untuk pita spektrum inframerah pada
-1
dengan bubuk KBr, seringkali dengan bilangan gelombang 1670,35 cm pada
perbandingan 1 : 5 (Contoh : KBr) lalu ditekan spektrum kitin hasil ekstraksi dengan 1661,50
-1
untuk membentuk cakram. cm pada spektrum kitin standar, menunjukkan
adanya vibrasi peregangan ikatan N–H yang
Identifikasi senyawa kitin mengindikasikan gugus amina sekunder.
Produk hasil kitin yang diperoleh setelah Silverstein menjelaskan bahwa salah satu
kulit udang melewati proses reaksi serapan karakteristik untuk senyawa kitin adalah
deproteinisasi, demineralisasi dan dekolorisasi, adanya serapan peregangan lemah pada daerah
-1
dikarkterisasi dengan menggunakan 1650 cm yang mengindikasikan adanya gugus
spektroskopi infra merah (FTIR) dan kemudian C = O pada ikatan (-NHCOCH3) (Silverstein
dibandingkan dengan spektrum FTIR kitin 1986).
standar (Gambar 4). Pita serapan pada bilangan gelombang
-1
Spektrum FTIR dari kitin standar 3554,45 cm pada spektrum kitin hasil ekstraksi
mengandung sepuluh puncak utama pada merupakan vibrasi pembengkokan ikatan N–H
kisaran 690,99; 752,33; 896,28; 1026,33; yang mengindikasikan adanya gugus amida
1073,93; 1418,74; 1661.50; 2886,81; 2961,32; sekunder. Pola pita serapan ini sama dengan
-1
3268,63; dan 3436,35 cm (Gambar 4); yang diperlihatkan pada spektrum kitin standar
-1
Sedangkan spektrum FTIR hasil penelitian ini yaitu pada bilangan gelombang 3436,35 cm .
35
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

-1
Pita serapan pada 2879,72 cm pada Karakteristik pita serapan spektrum
-1
kitin hasil ekstraksi dan 2886,81 cm pada kitin inframerah senyawa kitosan hasil penelitian dan
standar menunjukkan adanya vibrasi kitosan standar ditunjukkan pada Tabel 2. Pita
peregangan simetri ikatan C-H alifatik. Penanda serapan dari spektrum inframerah kitosan hasil
-
karakteristik lainnya adalah pita serapan pada penelitian pada bilangan gelombang 3302,20 cm
-1 1
bilangan gelombang 1427,32 cm pada , menunjukkan adanya vibrasi pembengkokan
spektrum inframerah kitin hasil penelitian ini gugus OH dan NH. Pada spektrum inframerah
menunjukkan adanya vibrasi peregangan ikatan kitosan standar juga terdapat serapan di
-1
C–N yang mengindikasikan adanya gugus amina bilangan gelombang 3377,95 cm .
alifatik. Pada spektrum kitin standar juga Vibrasi peregangan pada bilangan
-1
menunjukkan penyerapan pada daerah panjang gelombang 1666,30 cm merupakan pita
-1
gelombang yang sama yaitu 1418,74 cm . serapan gugus ikatan C=O yang menunjukkan
Menurut silverstein salah satu serapan adanya gugus amida sekunder, sedangkan pita
-1
karakteristik untuk senyawa kitin adalah adanya serapan 3064,89 cm merupakan vibrasi
-1
serapan peregangan pada daerah 1310 cm pembengkokan gugus OH dan gugus NH2. Pola
yang mengindikasikan adanya gugus C - N pada pita serapan ini sama dengan yang diperlihatkan
ikatan (-NHCOCH3) (Silverstein 1986) pada spektrum kitosan standar yaitu pada
-1
Adanya ikatan C-O pada kitin hasil bilangan gelombang 1660,55 cm dan 2922,85
-1
ekstraksi dapat ditunjukkan dengan adanya cm . Menurut silverstein dkk, salah satu
vibrasi ulur pada bilangan gelombang 1096,57 serapan karakteristik untuk senyawa kitosan
-1
cm , pada spektrum kitin standar juga adalah adanya serapan peregangan lemah pada
-1
menunjukkan pola penyerapan yang sama pada daerah 1650 cm yang mengindikasikan adanya
-1
bilangan gelombang 1073,93 cm . Adanya gugus C = O pada ikatan (-NHCOCH3)
ikatan C–O–C pada spektrum kitin hasil ekstraksi (Silverstein et al.1989)
-1
dinyatakan dengan vibrasi regangan pada Pita serapan pada 2801,50 cm pada
-1 -1
daerah bilangan gelombang 896,90 cm . Pola kitosan hasil ekstraksi dan 2922,85 cm pada
yang sama juga terjadi pada spektrum kitin kitosan standar menunjukkan adanya vibrasi
standar, adanya vibrasi regangan pada daerah peregangan simetris ikatan C-H. Pita serapan
-1 -1
bilangan gelombang 896,28 cm . pada bilangan gelombang 1577,71 cm pada
Salah satu tanda bahwa senyawa kitin spektrum inframerah kitosan hasil penelitian
adalah adanya vibrasi ulur pada daerah bilangan menunjukkan adanya vibrasi peregangan ikatan
-1
gelombang 834,54 cm , yang mengindikasikan C=O yang mengindikasikan adanya gugus
ikatan β-1,4-glikosidik. Pada spektrum kitin karbonil. Pada spektrum kitosan standar juga
standar juga menunjukkan pola yang sama. menunjukkan penyerapan pada daerah bilangan
-1
Dengan adanya penyerapan spektrum utama gelombang yang sama yaitu 1587,94 cm .
pada daerah bilangan gelombang tertentu yang Adanya ikatan antara C-O pada kitosan
menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang hasil ekstraksi dapat ditunjukkan dengan adanya
mengindikasikan bahwa senyawa hasil ekstraksi vibrasi peregangan simetris pada bilangan
-1 -1
adalah kitin. gelombang 1255,56 cm dan 1132,23 cm .
. Pada spektrum kitosan standar juga
Identifikasi senyawa kitosan menunjukkan pola penyerapan yang sama pada
-1
Produk hasil kitosan yang diperoleh bilangan gelombang 1154,64 cm dan 1077,93
-1
setelah kitin melewati proses reaksi deasetilasi, cm . Salah satu tanda bahwa senyawa kitosan
dikarakterisasi dengan menggunakan adalah adanya vibrasi ulur pada daerah bilangan
-1
spektroskopi infra merah (FTIR) dan kemudian gelombang 854,97 cm , yang mengindikasikan
dibandingkan dengan spektrum inframerah adanya ikatan β-1,4-glikosidik. Pada spektrum
kitosan standar (Gambar 6). kitin standar juga menunjukkan adanya vibrasi
-1
Spektrum inframerah kitosan standar ulur pada bilangan gelombang 897,41 cm .
menunjukkan dua belas puncak utama pada Berdasarkan analisis karakteristik
kisaran 897,41; 1026,63; 1077,93; 1154,64; spektrum inframerah yang dibandingkan dengan
1259,54; 1422,73; 1587,94; 1660,55; 2361,41; spektrum kitosan standar menunjukkan bahwa
-1
2922.85; 2922,85 dan 3377,95 cm .; sedangkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
sampel kitosan dari hasil penelitian mencatat kedua spektrum. Adanya spektrum utama pada
puncaknya mulai dari panjang gelombang daerah panjang gelombang tertentu yang
854,97; 1045,42; 1132,23; 1161,56; 1255,56; menunjukkan adanya gugus fungsi utama yang
1382,13; 1577,71; 1666,30; 2013,58; 2801,50; mengindikasikan bahwa senyawa hasil reaksi
-1
3064,89 dan sampai 3302 cm . deastilasi dalam penelitian adalah kitosan.

36
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

Berdasarkan spektrum inframerah dapat Perbedaan spektra FTIR antara kitin


diperkirakan bahwa telah terjadi perubahan hasil penelitian dan kitin standar sebagai berikut
senyawa kitin menjadi kitosan. Spektrum kitosan : Terjadinya kenaikan intensitas pada bilangan
-1
yang diperoleh diperlihatkan pada Gambar 6. gelombang 3489,23 cm yang dapat diartikan
Spektrum kitosan menginformasikan adanya pita terjadinya penurunan pada serapan OH
-1
serapan pada bilangan gelombang 3302,20 cm intermolekuler, hal ini dikarenakan konsentrasi
sebagai hasil dari vibrasi pembengkokan gugus dari OH intermolekuler semakin lemah.
OH. Lebarnya serapan dan pergeseran bilangan Adanya pergeseran daerah serapan
gelombang gugus OH ini disebabkan adanya vibrasi rentangan NH amida pada bilangan
-1
tumpang tindih dengan gugus NH dari amina. gelombang 3554,45 cm dikarenakan adanya
-1
Serapan pada bilangan gelombang 2801,50 cm ikatan hidrogen di dalam molekul sehingga
mengindikasikan gugus C-H dari alkana yaitu ikatan NH semakin panjang yang mengakibatkan
menunjukkan vibrasi peregangan gugus CH2. bilangan gelombang bergeser ke kanan.
Hilangnya gugus metil (CH3) yang terikat pada Bergesernya serapan gugus karbonil
amida (NHCOCH3) dapat diketahui dari C=O amina sekunder pada bilangan gelombang
-1
hilangnya serapan pada bilangan gelombang 1670,35 cm dikarenakan Ikatan hidrogen yang
-1
2982,65 cm serta hilangnya gugus C=O suatu terjadi memperpanjang ikatan O-H yang asli,
amida (NHCO) diketahui dari hilangnya pita akibatnya ikatan C=O semakin panjang sehingga
serapan yang terdapat pada bilangan gelombang bilangan gelombang bergeser kekanan.
-1
1670,35 cm . Serapan khas kitosan terlihat pada Adanya vibrasi NH amina primer pada
-1 -1
bilangan gelombang 1666,30 cm menunjukkan bilangan gelombang 1043,49 cm menyebabkan
vibrasi peregangan N-H dari amida (Silverstein terbentuknya gugus amina primer. Tidak adanya
et al.1989). serapan NH amina sekunder pada bilangan
-1
1670,35 cm merupakan akibat dari proses
deproteinasi dengan larutan NaOH.

Gambar 1. Struktur molekul Kitin

Gambar 2. Struktur molekul Kitosan

37
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

Gambar 3. Spektrum FTIR Kitin

Gambar 4. Spektrum FTIR Kitin Standar

Tabel 1. Karakterisasi FTIR Kitin


-1
No. Gugus fungsi Bilangan Gelombang, cm
Kitin Standar Kitin
1. (vb) amida 3436,35 3554,45
2. (vb) tumpang tindih OH 3268,63 3489,23
3. (vs) CH alifatik 2961,32 2982,65
4. (vs) CH alifatik 2886,81 2879,72
5. (v) NH2 [amina sekunder] 1661,50 1670,35
6. (v) C-N [amina] 1418,74 1427,32
7. (ω) C-O 1073,93 1096,57
8. (v) NH [Amina primer] 1026,33 1043,49
9 (v) C-O-C 896,28 896,90
10 (ω) β-1,4-glikosidik 752,33 834,58
Keterangan: vb=vibrasi pembengkokan, vs=vibrasi peregangan simetri, v=vibrasi peregangan, ω = vibrasi ulur

38
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

Gambar 5. Spektrum FTIR kitosan

Gambar 6. Spektrum FTIR Kitosan Standar

Tabel 2. Karakterisasi Spektrum FTIR Kitosan


-1
No. Gugus fungsi Bilangan Gelombang, cm
Kitosan Standar Kitosan
1. (vb) O – H tumpang tindih (vs) N – H 3377,95 3302,20
2. (vb) C – H alifatik 2922,85 3064,89
3. (vs) C – H alifatik 2922,80 2801,50
4. (vs) C-H aromatik 2361,41 2013,58
5. (v) C = O [Amida sekunder] 1660,55 1666,30
6. (v) C=O) Protonasi Amida sekunder 1587,94 1577,71
7. (v) C – H 1422,73 1382,13
8. (vs) C-O 1259,54 1255,56
9 (vs) C–O 1154,64 1161,55
10 v(C–O–C) 1077,93 1132,23
11 v(C–O–C) 1026,63 1045,42
12 ω β-1,4-glikosidik 897,41 854,97
Keterangan : v : vibrasi peregangan, vs: vibrasi peregangan simetris, vb : vibrasi pembengkokan, ω : vibrasi ulur

Derajad Deastilasi (DD) Kitin dan Kitosan kitosan dilakukan dengan cara membandingkan
Proses terjadinya reaksi deasetilasi kitin absorbansi pada bilangan gelombang untuk
-1 -1
menjafi kitosan dapat dihtung berdasarkan gugus amida –NHCO (1650 cm - 1500 cm )
spektra infra merah. Perhitungan derajat dengan absorbansi pada bilangan gelombang
-1
deasetilasi dari spektra infra merah kitin dan untuk gugus amina primer –NH2 (3500 cm -

39
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

-1
3200 cm ). Pada proses deasetilasi kitin yang prawn shells. England : The Queen
sempurna, nilai absorbansi (A) untuk vibrasi University of Belfast.
gugus amida adalah 1,33 (Basttaman 1989).
Pada penelitian ini berdasarkan Baxter, A., Dillon, M., Taylor, KD., Roberts, GAF.
perbandingan tersebut diperoleh derajat 1992. Improved method for IR deter-
deasetilasi kitin sebesar 37,88 % dan derajat mination of the degree of N-acetylation of
deasetilasi kitosan sebesar 53,25 %. Menurut chitosan. Int J Biol Macromol 14 : 166–
Baxter dkk (1992) dalam Dutarte dkk (2005), 169.
menjelaskan bahwa jika derajat deasetilasi < 60
%, maka polimer disebut kitin dan apabila derajat Brugnerotto, J., Lizardi, J., Goyoolea, F.,
deasetilasi > 60 %, maka polimer disebut Arguelles-Monal, W., Desbrieres, J.,
kitosan. Rinaudo, M. 2001. An infrared
Pendapat lain disampaikan oleh investigation in relation with chitin and
Brugnerotto dalam Duarte dkk. 2002, chitosan characterization. Polymer 42 :
menyatakan bahwa; kitin terdeasetilasi < 50 % 3569–3580.
dan apabila > 50 % maka disebut kitosan.
Derajat deasetilasi hasil isolasi kitosan dari kulit Brunner, E., Ehrlich, H., Schupp, P., Hedrich, R.,
udang windu adalah 37,88 % untuk kitin dan Hunoldt, S., Kammer, M., Machill, S.,
53,25 % untuk kitosan, dengan demikian hasil Paasch, S., Bazhenov, V.V., Kurek, D.V.,
penelitian ini sudah sesuai dengan pernyataan Arnold, T., Brockmann, S., Ruhnow, M.,
diatas untuk kitin, sedangkan untuk kitosan Born, R. 2009. Chitinbased scaffolds are
sesuai dengan pernyataan Brugnerotto (2001). an integral part of the skeleton of the
marine demosponge Lanthella basta.
KESIMPULAN DAN SARAN J.Struct. Biol 168 : 539–547.

Kesimpulan Chang, M. Y., Juang, R. S. 2004. Adsorption of


Penelitian ini telah berhasil mengisolasi tannic acid, humic acid and dyes from
senyawa kitin dan kitosan dari kulit udang waterusing the composite of chitosan and
melalui proses reaksi deproteinisasi dengan activated clay. Journal of Colloid and
NaOH, demineralisasi dengan HCl, dekolorisasi Interface Science 278 : 18–25.
dengan NaOCl dan deasetilasi dengan NaOH.
Rendemen kitin dan kitosan yang dihasilkan Duarte, M., Ferreira, M., Marväo, M., Rocha, J.
secara berturut turut 60,5 % dan 63,0 %. Derajat 2002. An optimized method to determine
deasetilasi hasil isolasi kitosan dari kulit udang the degree of acetylation of chitin and
windu adalah 37,88 % untuk kitin dan 53,25 % chitosan by FTIR spectroscopy. Int J Biol
untuk kitosan. Hasil karakterisasi dengan Macromol 31 : 1–8.
spektroskopi inframerah menunjukkan bahwa
senyawa hasil ekstraksi adalah kitin dan kitosan. Fitri, K. 2005. Kajian adsorpsi dan desorpsi Ag
3-
(S2O3)2 dalam limbah fotografi pada dan
Saran dari adsorben kitin dan asam humat
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terimobilisasi pada kitin, Tesis. Universitas
tentang karakterisasi senyawa kitin dan kitosan Gadjah Mada, Yogyakarta. Indonesia
dengan menggunakan instrumentasi kimia
1 13
lainnya seperti H NMR, C NMR untuk Focher, B., Naggi, A., Torri, G., Cosani, A.,
memperoleh data struktur molekul kitin dan Terbojevich, M. 1992. Structural
kitosan yang lebih valid. differences between chitin polymorphs and
their precipitates from solutions-evidence
UCAPAN TERIMAKASIH from CP-MAS 13CNMR, FT-IR and FT-
Raman spectroscopy. Carbohydr Polym
Penulis menyampaikan terimaksih 17 : 97–102.
kepada Balai Riset dan Standarisasi Industri
Ambon yang telah memberikan dana untuk Hajji, S., Younes, I., Ghorbel-Bellaaj, O., Hajji,
pelaksanaan penelitian ini. R., Rinaudo, M., Nasri, M., Jellouli, K.
2014. Structural differences between chitin
DAFTAR PUSTAKA and chitosan extracted from three different
marine sources. Int. J. Biol. Macromol 65 :
Bastaman. 1989. Studies on degradation and 298–306.
extraction of chitin and chitosan from
40
Dompeipen / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 31-41

Horton, R.H., Moran, L.A., Ochs, R.S., Rawn. Negreaa, P., Cauniib, A., Saracc, I., Butnariuc,
J.D., Scrimgeour, K.G. 2002. Principles of M. 2015. The study of infrared spectrum of
biochemistry. Third edition. New York : chitin and chitosan extract as potential
Prentice-Hall,Inc. sources of biomass. Digest Journal Of
Nanomaterials And Biostructures 10 (4) :
Islem, Y., Marguerite, R. 2015 Chitin and 1129 – 1138.
chitosan preparation from marine sources.
structure, properties and applications. Mar. Percot, A., Viton, C., Domard, A. 2015.
Drugs 13 : 1133-1174. Characterization of shrimp shell
deproteinization. Biomacromolecules 4 :
Johnson, E.L., Peniston, Q.P. 1982. Utilization of 1380–1385.
shellfish waste for chitin and chitosan
production. In Chemistry & Biochemistry of Robert, G.A.F. 1992. Chittin Chemistry. London :
Marine Food Products; Martin, R.E., Flick, The Macmillan Press Ltd.
G.J., Hebard, C.E., Ward, D.R., Eds.; AVI
Publishing Co.: Westport, CT, USA, 1982; Salami, L. 1998. Pemilihan Metode isolasi kitin
Chapter 19, p. 415. dan ekstraksi kitosan dari limbah kulit
udang windu (Peneaus monodon) dan
Jolanta, K., Małgorzata, M., Zbigniew, K., Anna aplikasinya sebagai bahan koagulasi
B., Krzysztof, B., Jorg, T., and Piotr, S. limbah cair industri tekstil. Skripsi Jurusan
2010. Application of spectroscopic Kimia FMIPA UI. Jakarta.
methods for structural analysis of chitin Saleh M, Agustin TA, Suptijah P, Heruwati ES.
and chitosan. Mar. Drugs 8 : 1567-1636. 1999. Pembuatan khitosan dari kulit udang
windu (Penaeus monodon) dan uji
Jothi Na And Kunthavai Nachiyar Rb. 2014. koagulasi proteinnya. JPPI (3) : 72-77.
Isolation and identification of chitin and
chitosan from cuttle bone of sepia Shahidi, F., Arachchi, JKV., Jeon, Y-J. 1999.
prashadi winckworth. Int J Curr Sci 11 : Food Applications of Chitin and
18-25. Chitosans.Trends in Food Sci and Technol
10.
Kurita K., Sugita, K., Kodaira, N., Hirakawa, M.,
Yang, Y. 2006. Preparation and evaluation Silverstein, RM., Francis, XW., David, JK.1989.
of trimethylated chitin as a versatile Spectrometric identification of organic
precursor for facile chemical modifications. compound. Seventh Edition.
Biomacromol 6 : 1414-1418.
Smith, B.C. 1996. Fundamentals of Fourier
Li, J., Du, Y.M., Liang, H.B., Yao, P.J., Wei, Y.A. Transform Infrared Spectroscopy; CRC
2006. Effect of immobilized neutral Press: Boca Raton, FL, USA.
protease on the preparation and
physicochemical properties of low Stuart, B.H. 2004. Infrared Spectroscopy:
molecular weight chitosan and Fundamentals and Applications (Analytical
chitooligomers. J. Appl. Polym. Sci 102 : Techniques in the Sciences (AnTs) *);
4185–4193. Chichester, UK : John Wiley & Sons Ltd.

Mardiyah Kurniasih, Dwi Kartika. 2011.Sintesis Suhardi. 1993. Kitin dan Kitosan. Pusat Antar
dan karakterisasi fisika-kimia kitosan. Universitas Pangan dan Gizi. Yogjakarta :
Jurnal Inovasi 5 (1) : 42 UGM.
Mima, S., Miya, M., Iwamoto, R. and Yoshikawa,
S. 1983. J Appl Polym Sci. 28 (6): 1909- Tolaimate, A., Desbrieres J, Rhazi M, Alagui A
1917 2003. Contribution to thepreparation of
chitins and chitosans with controlled
Minda, A., Jon Efendi, Erda Syofyeni, Rahmi physic-chemical properties. Poly 44 : 7939
Marfa Lesi, dan Sri Novalina. 2010. - 7952.
Pengaruh konsentrasi NaOH dan KOH
terhadap derajat deasetilasi kitin dari
limbah kulit udang. Eksakta 1 (11).

41

Anda mungkin juga menyukai