Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997.
Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan
yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan
rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan
utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi
peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok
dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery
Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut
kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet
Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU
Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU
Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14
menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus
diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya
sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi
dengan pembangunan mental (character building) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat
keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha/ konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan
tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa,
aparat dan penguasa).
pendapat
pada masa Orde Baru konsep utamanya adalah pembangunan, maka pada masa transisi ini, konsep itu
adalah reformasi. Seperti layaknya sebuah matra suatu era, maka pada kata reformasi ditumpukan muatan
nilai-nilai utama yang menjadi landasan dan harapan proses bernegara dan bermasyarakat. Reformasi
secara sederhana berarti perubahan pada struktur maupun aturan-main baik dalam bidang ekonomi
maupun politik. Secara teoretik, perubahan tersebut diupayakan agar tatanan negara dan masyarakat baru
akan menjadi lebih demokratik secara politik dan lebih rasional secara ekonomi. orde pembangunan ini
telah kehilangan satu fondasi utama kekuasaannya, stabilitas ekonomi. Keruntuhan tersebut mengimbas
pada persoalan represifnya struktur politik rejim lama. Harapan sudah pupus, penguasa bukan lagi
"problem solver" tetapi "the problem itself." Ketika terjadi penembakan pada 6 mahasiswa di Kampus
Trisakti, masyarakat tidak lagi bisa menerima kesewenang-wenangan tersebut. Mereka menuntut turunnya
Jenderal Soeharto dari pusat kekuasaan. Bersamanya, runtuh pulalah suatu tatanan kekuasaan ekonomi
dan politik yang ada.
Persoalannya kemudian adalah bagaimanakah bentuk tatanan ekonomi politik baru tersebut? Apakah
platform dasarnya? Bagaimanakah proses mencapai tatanan baru tersebut? Kekuatan sosial politik
apakah yang mesti memegang peranan dalam proses transisi dan era baru itu? Apakah upaya untuk
merombak warisan kekuasaan lama? Berapa lamakah penyembuhan krisis ekonomi dan politik yang ada?
Apakah biaya politiknya? Bagaimanakah upaya meminimalisir kerentanan ekonomi Indonesia menghadapi
fluktuasi ekonomi global?
Kiranya persoalan-persoalan itulah yang akan menjadi pusat perhatian web-site ini. Oleh karena
kompleksitas dari persoalan-persoalan tersebut, maka sebagai awal kajian, web-site ini akan memfokuskan
perhatian pada tiga hal. Pertama adalah deskripsi dari kejadian-kejadian yang berhubungan dengan proses
transisi politik di Indonesia. Besertanya akan ditampilkan pula archive, foto-foto, dan rekaman audio dari
beberapa nara sumber. Kedua berupa analisa dari peristiwa dan dinamika sosio-politik oleh beberapa
pakar, pemerhati, dan media masa. Dan ketiga adalah perspektif dari kelompok NIU (Web
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama
terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul
suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini
menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut.
Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan
yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Berikut ini adalah
beberapa hal yang menyebabkan timbulnya Reformasi.
1. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik.
Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di
pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan
adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore
(secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat,
tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga
sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
2. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak
munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga
menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum
agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
3. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum
mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0%
dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia
mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.
Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak
dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah
besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
4. Krisis Kepercayaan
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan
masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak
merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung
DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR akhirnya berubah
menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut
sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat
demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari
Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR
mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak
dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan
mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan
Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana
Negara.