Anda di halaman 1dari 8

SOFT CANDY DARI BAHAN AKTIF OLEORESIN

TEMULAWAK (Curcuma xanthorhiza Roxb.)


1) 2) 3)
Amos Lukas , Wahyu Purwanto , Ahmad Yudi Ridwam
Pusat Audit Teknologi, Pusat Teknologi Agroindustri, Alumus Institut Pertanian Bogor
E-mail: yeremia2002@yahoo.com

Abstract
A study of making soft candy with curcuma oleoresin as the active ingredient had
been carried out. The purpose of the study was to find the best formulae of the soft
candy. The properties of the soft candy especially the moisture content, ash content
and toxicity were exxmined. The results show that the formulae with sorbitol and
curcuma of 39.5 g and 1 g respectively (A3B3) has the highest moisture content that
is 14.52%, while the lowest is 11.89% which was obtained in the formulae
containing curcuma of 0.5 g and sorbitol of 37.5 g (A1B1). The highest ash content
was obtained in the formulae containing sorbitol of 38.5 g and curcuma of 0.5 g
(A2B1). The value is 1.1739%.The lowest ash content was found in the formulae
containing 38.5 g of sorbitol and 1 g of curcuma (A2B3), the value is 1.505%. The
toxicity test results show that the soft candy has no bio-active properties. The LC50
of the candy is more than 1000 ppm. Based on hedonic/organoleptic test, the soft
candy with sorbitol and curcuma of 75% and 0.25% respectively is the most
prefered.

Kata kunci : soft candy, oleoresin temulawak, sorbitol, bahan aktif

1. PENDAHULUAN menjadi dua fraksi utama yaitu zat warna


kurkuminoid dan minyak atsiri.(Purnomowati,2008)
1.1. Latar Belakang Sejauh ini, temulawak diperdagangkan dalam
beberapa bentuk yaitu bentuk rimpang temulawak
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya yang utuh, oleoresin temulawak, dan minyak atsiri
akan sumberdaya alam baik flora maupun temulawak. Oleoresin merupakan campuran
faunanya. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki antara resin dan minyak atsiri yang dapat diekstrak
adalah keanekaragaman rempah-rempah yang dari berbagai jenis rempah. Ekstraksi oleoresin
tumbuh tersebar di negara yang memiliki julukan umumnya dilakukan dengan pelarut organik,
zamrud khatulistiwa ini. Rempah-rempah banyak misalnya etilen diklhorida, aseton, etanol, metanol,
digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan heksan (Somaatjaya 1981), eter dan isopropil
jamu, bahan tambahan makanan, dan untuk alkohol.(Moestafa,1981). Pemilihan pelarut yang
pengobatan. tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas dan
Temulawak merupakan tanaman obat berupa kuantitas oleoresin yang diperoleh.
tumbuhan rumpun berbatang semu. Temulawak Permen (boiled sweet) merupakan salah satu
merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh produk pangan yang digemari. Permen dapat
di daerah tropis. Berdasarkan penelitian dan dibuat dari campuran sukrosa dan sirup glukosa
pengalaman, temulawak telah terbukti berkhasiat dengan rasio tertentu dan dimasak dengan suhu
dalam menyembuhkan berbagai jenis penyakit, tinggi. Salah satu jenis permen yang banyak
misalnya sebagai obat gangguan hati, Temulawak beredar saat ini adalah soft candy (permen lunak).
bekerja sebagai kolagoga, yaitu meningkatkan (Jackson,1995). Soft candy merupakan kembang
produksi dan sekresi empedu (Afifah, 2003).. gula yang bertekstur lunak, yang diproses dengan
Selain itu, temulawak juga dapat digunakan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar,
sebagai obat anti inflamasi, penambah nafsu gum, pektin, pati, karagenan, gelatin, dan lain-lain.
makan, batuk, asma, sariawan, dan diare. Efek (Suprianto,2007) Permen dengan bahan aktif
farmakologis yang diberikan oleh temulawak tidak temulawak digunakan untuk memberikan efek lokal
lepas dari peran senyawa aktif yang terdapat di mulut dan tenggorokan. Bentuk ini juga
dalam rimpang temulawak. Secara garis besar, zat digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan
aktif yang terdapat dalam temulawak terbagi atau mengurangi batuk. (Mahendra, 2005).

_______________________________________________________________________________________________________________
Soft Candy Dari Bahan...............(Amos Lukas, Waluyo Purwanto, Ahmad Yudi Ridwam) 151
Diterima 1 November 2011; terima dalam revisi terakhir 6 Desember 2011; layak cetak 15 Desember 2011
digunakan sebesar 1:6 dengan 100 gram serbuk
1.2.Tujuan temulawak sebagai dasar perbandingan. Proses
ekstraksi berlangsung selama 4 jam, dan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan selanjutnya bahan dibiarkan selama 24 jam.
formulasi pembuatan soft candy dengan bahan Kemudian dilakukan proses pemisahan ekstrak
aktif oleoresin temulawak (Curcuma xanthorhiza dengan ampas temulawak. Ekstrak dipisahkan dari
Roxb.) yang terbaik, serta mengkaji produk pelarut dengan menggunakan vacuum rotary
o
terhadap penerimaan konsumen dengan acuan evaporator pada suhu 50 C. (Ria, 1989)
peningkatan nilai tambah produk yang dihasilkan.
2.2.2. Penentuan perbandingan sorbitol dan
2. BAHAN DAN METODE oleoresin temulawak

2.1. Bahan dan Alat Penentuan perbandingan sorbitol dan oleoresin


temulawak dilakukan dengan cara trial and error.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini Dari hasil yang diperoleh kemudian dilakukan uji
antara lain rimpang temulawak, sorbitol cair organoleptik terhadap rasa guna mengetahui
dengan kadar air 25%, maltodekstrin dan formula yang paling baik dan diterima oleh
karagenan. Selain itu digunakan pula bahan kimia konsumen yang akan digunakan proses
untuk analisis seperti etanol 95%, PDA, NaCl. pembuatan soft candy.
Peralatan yang digunakan untuk membuat
permen lunak adalah alat pemotong, saringan, 2.2.3 Pembuatan soft candy
erlenmeyer, rotary evaporator, penangas/kompor,
timbangan, pengaduk, loyang/cetakan, sudip,
Pembuatan soft candy, pengujian terhadap
gelas piala, erlenmeyer, cawan aluminium, cawan
permen guna mengetahui tingkat penerimaan
porselin, dan oven. Alat-alat yang digunakan untuk
konsumen terhadap produk. Pada uji hedonik
keperluan analisis proksimat antara lain labu ukur,
produk, menggunakan panelis sebanyak 30 orang.
kertas saring, erlenmeyer, cawan porselen,
Prosedur pembuatan soft candy pada penelitian
desikator, neraca analitik, pipet, dan buret.
ini adalah sebagai berikut:
1) Penimbangan
Timbanglah bahan-bahan yang diperlukan
2.2 METODE PENELITIAN
sesuai dengan formula atau resep.
2) Pencampuran 1
2.2.1. Ekstraksi Temulawak
Sorbitol cair di campur dengan karagenen,
diaduk hingga merata, kemudian ditambahkan
Rimpang temulawak segar diperoleh dari daerah
maltodekstrin dan diaduk kembali. Air
Cicurug Sukabumi dengan umur panen 12 bulan.
diperlukan untuk melarutkan sorbitol,
Tahap awal proses ekstraksi meliputi proses
karagenan, dan maltodekstrin, namun
pengirisan rimpang, pengeringan rimpang, dan
penggunaan air diusahakan sesedikit mungkin.
penghancuran simplisia. Rimpang yang telah
Kemudian campuran larutan diaduk hingga
diperoleh selanjutnya dibersihkan dari kotoran
homogen, kadang-kadang pemanasan awal
yang masih menempel dan memisahkan dari
diperlukan. Emulsifikasi dilakukan dengan
rimpang yang busuk. Pengirisan dengan
pengocokan pada kecepatan tinggi. Jika telah
menggunakan slicer pada ketebalan 1-3 mm.
teremulsifikasi seluruhnya dengan baik
Irisan temulawak segera dikeringkan dengan
o pengocokan diperlambat dan mulai dilakukan
menggunakan oven yang diatur pada suhu 50 C
pemanasan sampai campuran mendidih dan
selama ± 20 jam. Rimpang yang telah kering
terkondensasi.
dihaluskan dengan menggunakan discmill yang
3) Pemanasan/pemasakan
telah dipasang saringan berukuran 60 mesh.
Pemanasan dilakukan sampai tercapai kadar
Selanjutnya serbuk temulawak dimasukkan ke
air yang diinginkan.
dalam kemasan plastik dan disimpan pada tempat
4) Pendinginan
ditempat yang kering.
Setelah titik akhir dan kadar air tercapai, ke
Proses ekstraksi berlangsung secara maserasi
dalam larutan ditambahkan oleoresin
dengan pemanasan. Metode ini pada prinsipnya
temulawak sesuai dengan jumlah yang
adalah dengan menambahkan pelarut pada bahan
ditetapkan. Kemudian dilakukan pengadukan
dan diaduk pada skala tertentu dengan dilakukan
hingga tercampur merata. Larutan segera
pemanasan. Ekstraksi dilakukan dalam waterbath
dipindahkan ke wadah lain sambil didinginkan.
yang disertai dengan pengadukan (shaker).
5) Pencetakan
Nisbah bahan baku dengan pelarut yang

________________________________________________________________________________________________________________
152 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 3, Desember 2011 Hlm.151-158
Diterima 1 November 2011; terima dalam revisi terakhir 6 Desember 2011; layak cetak 15 Desember 2011
Pada saat permen menjadi plastis (mengental Dalam formulasi, konsentrasi oleoresin
karena dingin) pencetakan dapat dilakukan. temulawak yang digunakan antara 0.25% - 1%
Setelah pencetakan, pendinginan dilakukan dengan konsentrasi sorbitol sebesar 75%. Sorbitol
lebih lanjut sehingga dihasilkan produk yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah
keras. sorbitol cair dengan kadar air 25%. Selain itu juga
6) Pengemasan digunakan maltodekstrin dan karagenan masing-
Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan masing sebesar 10%. Maltodekstrin digunakan
kualitas produk dan memperbaiki penampilan. untuk memudahkan pencampuran oleoresin
temulawak dengan bahan lain, karena
3. HASIL DAN PEMBAHASAN maltodekstrin dapat mensubstitusi dan menyerap
minyak/lemak. Karagenan digunakan karena
3.1. Ektraksi Temulawak karakteristiknya yang dapat berbentuk jelly,
bersifat mengentalkan, dan menstabilkan material
Hasil analisis oleoresin temulawak dapat dilihat utamanya. Pemilihan konsentrasi sorbitol yang
pada Tabel 1. lebih besar dari pada bahan yang lain disebabkan
Tabel 1. Hasil analisis oleoresin temulawak cenderung lebih aman bagi kesehatan gigi karena
Karakteristik Hasil Pengujian hanya sedikit bakteri mulut yang dapat
menguraikan sorbitol sehingga tingkat keasaman
Penampakan Pekat mulut dapat terjaga.
Warna jingga kemerahan Untuk mengetahui penerimaan terhadap produk
dilakukan uji hedonik terhadap rasa. Rasa dipilih
Bau khas temulawak sebagai parameter utama karena rasa merupakan
Rendemen 11,12% salah satu faktor yang menentukan keputusan
konsumen untuk menerima atau menolak suatu
indeks bias 1,4817
produk pangan. Hasil dari uji ini tercantum dalam
kadar kurkumin 9,55 % Tabel 2.
kadar xanthorhizol 26,83% Tabel 2. Hasil uji rasa terhadap berbagai
konsentrasi oleoresin temulawak
Hasil penampakan oleoresin temulawak Malto
sorbitol dekstrin Oleoresin karagenan Rasa
dengan bentuk cair pekat. Warna oleoresin jingga temulawak
kemerahan dengan masih mengeluarkan bau khas (%) (%) (%) (%)
temulawak. Rendemen oleoresin temulawak yang Manis, agak
dihasilkan sebesar 11,12%. Nilai ini lebih rendah 75 12 0,25 8 pahit
dibandingkan dengan yang telah dilakukan oleh 75 12 0,5 8 Pahit
Ria (1989) yaitu sebesar 15,70%, dan tidak jauh 75 12 0,75 8 sangat pahit
beda dengan Yusro (2004) sebesar 11,89%. 75 12 1 8 sangat pahit
Proses pemisahan oleoresin temulawak
menggunakan rotary evaporator yang terlalu lama Berdasarkan uji hedonik terhadap rasa permen
menyebabkan banyak ekstrak yang menguap lunak dapat diketahui bahwa pada konsentrasi
sehingga kadar rendemennya agak kecil. Indeks oleoresin 0,25% dihasilkan rasa manis tetapi agak
bias yang diperoleh sebesar 1,4817 tidak berbeda pahit, sedangkan pada konsentrasi oleoresin 0,5%
jauh dengan standar yaitu sebesar 1,5198. dihasilkan rasa permen lunak pahit. Pada
Berdasarkan hasil uji kromatografi gas diperoleh konsentrasi oleoresin 0,75-1% menghasilkan rasa
kadar kurkumin sebesar 9,55% dan kadar sangat pahit. Hasil dari penentuan jumlah
xanthorhizol sebesar 26,83%. oleoresin temulawak yang akan ditambahkan
didapatkan nilai 0,25% yang digunakan sebagai
3.2. Penentuan Perbandingan Konsentrasi
nilai tengah konsentrasi oleoresin temulawak.
Sorbitol dan Oleoresin Temulawak
Komposisi bahan yang akan digunakan untuk
membuat produk permen lunak disesuaikan hasil
Penentuan perbandingan konsentrasi sorbitol dan
perbandingan penentuan konsentrasi. Faktor
oleoresin temulawak dilakukan guna mendapatkan
perlakuan yang digunakan yaitu:
formula yang tepat sehingga dihasilkan permen
A : konsentrasi sorbitol
lunak yang memiliki karakteristik fisik dan kimia
A1: konsentrasi sorbitol 75%
yang baik, dengan efek farmakologis yang tepat,
A2: konsentrasi sorbitol 77%
serta diterima konsumen. Perbandingan
A3: konsentrasi sorbitol 79%
konsentrasi sorbitol dan oleoresin temulawak
B : konsentrasi oleoresin temulawak
dilakukan dengan cara trial dan error.
B1: konsentrasi oleoresin temulawak 0,125%

_______________________________________________________________________________________________________________
Soft Candy Dari Bahan...............(Amos Lukas, Waluyo Purwanto, Ahmad Yudi Ridwam) 153
Diterima 1 November 2011; terima dalam revisi terakhir 6 Desember 2011; layak cetak 15 Desember 2011
B2: konsentrasi oleoresin temulawak 0,25% Kandungan air yang dihasilkan dari setiap
B3: konsentrasi oleoresin temulawak 0,375% perlakuan dalam penelitian ini berada pada kisaran
Penggunaan sorbitol pada pengolahan candy 11,89 sampai 14,52 %. Berdasarkan pengukuran
yaitu pada konsentrasi 75%, 77%, 79%. Pemilihan kadar air dengan menggunakan metode oven
rentang penggunaan sorbitol yang tidak terlalu diketahui bahwa kadar air tertinggi permen lunak
berbeda dikarenakan salah satu ciri khas dari dimiliki oleh perlakuan A3B3, yaitu 14,52 %.
sediaan permen berbahan sorbitol adalah rasanya Sedangkan kadar air terendah diperoleh pada
yang tidak terlalu manis. Konsentrasi sorbitol yang perlakuan A1B1, yaitu 11,89%.
digunakan masih dalam batas toleransi karena Untuk mengetahui pengaruh penambahan
penggunaan maksimum untuk permen adalah 98% sorbitol dan oleoresin temulawak terhadap nilai
(European commition, 2004). Formulasi permen kadar air permen lunak dilakukan analisis sidik
lunak tertera pada Tabel 3 dan Tabel 4 ragam. Tingkat kepercayaan yang dipakai adalah
95% (α = 0,05). Hasil sidik ragam menunjukkan
Tabel3. Formulasi permen lunak oleoresin
bahwa penambahan sorbitol berpengaruh
temulawak
signifikan terhadap nilai kadar air. Penambahan
bahan baku Konsentrasi oleoresin temulawak dan interaksi kedua
Sorbitol 75% 77% 79% perlakuan tidak memberikan pengaruh signifikan
Maltodekstrin 12% 12% 12% terhadap nilai kadar air permen lunak.
Karagenan 8% 8% 8% Tingginya kadar air dikarenakan waktu
pemasakan permen yang singkat, yaitu sekitar 45
Temulawak 0,125% 0,25% 0,375% menit menyebabkan molekul kadar air tidak
Tabel 4.Formulasi permen lunak oleoresin menguap sempurna. Selain itu juga penggunaan
temulawak sorbitol dan karagenan yang bersifat higroskopis
F A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
S 37,5 37,5 37,5 38,5 38,5 38,5 39,5 39,5 39,5 sehingga dapat menyerap air dari lingkungannya.
M 6 6 6 6 6 6 6 6
3.3.2. Kadar Abu
6
K 4 4 4 4 4 4 4 4 4
T 0,5 0,75 1 0,5 0,75 1 0,5 0,75 1 Kadar abu merupakan parameter kemurnian
J 47 47,25 47,5 48 48,25 48,5 49 49,25 49,5 produk yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral
F = Formulasi M = Maltodekstrin T = Temulawak dalam bahan pangan tersebut (Winarno, 1984).
S = Sorbitol K = Karagenan J = Jumlah
Kadar abu menggambarkan banyaknya mineral
Penambahan aquades tidak termasuk dalam yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat
formulasi karena akan diuapkan kembali pada menguap. Kandungan abu dalam permen lunak
waktu pemanasan. Penambahan aquades pada sebaiknya kurang dari 3%. Dari hasil analisa kadar
pembuatan soft candyini berkisar antara ±15 ml. abu permen lunak oleoresin temulawak berkisar
antara 1,51% sampai dengan 1,74%. Kadar abu
3.3. Analisa Soft Candy tertinggi dihasilkan dari perlakuan A2B1, yaitu
1,74% dan kadar abu terendah diperoleh pada
Analisa terhadap soft candy meliputi analisa sifat perlakuan A2B3, yaitu 1,51%.
fisik dan kimia produk serta uji hedonik guna Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
mengetahui penerimaan konsumen terhadap penambahan oleoresin temulawak tidak
produk. berpengaruh signifikan terhadap nilai kadar abu.
Sedangkan penambahan sorbitol dan interaksi
3.3.1 Kadar Air kedua perlakuan juga tidak memberikan pengaruh
signifikan terhadap nilai kadar abu permen lunak.
Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan erat
kaitannya dengan jumlah air yang tersedia 3.3.3.Uji Organoleptik Soft Candy Temulawak
Jumlah air di dalam bahan yang tersedia untuk
pertumbuhan mikroba dikenal dengan istilah Uji organoleptik merupakan parameter yang
aktivitas air (water activity = aw). Penghambatan penting untuk mengetahui tingkat penerimaan
mikroba secara total akan terjadi pada aw bahan konsumen dan kesukaannya terhadap produk. Uji
pangan kurang dari 0,6. organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik
Kadar air yang terdapat dalam suatu produk dengan panelis sebanyak 30 orang. Penilaian
pangan akan mempengaruhi penampakan, cita organoleptik yang dilakukan dalam uji hedonik ini
rasa, dan umur simpan produk. Menurut Winarno meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan
(1984) kandungan air dalam bahan ikut penerimaan umum terhadap produk. Skala yang
menentukan penerimaan, kesegaran dan daya digunakan terdiri dari tujuh tingkat, yaitu sangat
tahan bahan tersebut. Kandungan air dalam tidak suka, tidak suka, agak tidak suka, netral,
permen lunak sebaiknya kurang dari 20%.

________________________________________________________________________________________________________________
154 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 3, Desember 2011 Hlm.151-158
Diterima 1 November 2011; terima dalam revisi terakhir 6 Desember 2011; layak cetak 15 Desember 2011
agak suka, suka, dan sangat suka. Karena 3.3.6. Uji Hedonik Terhadap Rasa
rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap dan uji hedonik termasuk Rasa merupakan salah satu faktor yang
dalam statistik non parametrik, maka pengujian menentukan keputusan konsumen untuk
statistik yang digunakan adalah uji statistik non menerima atau menolak suatu produk pangan.
parametrik. Pada uji hedonik terhadap rasa dapat diketahui
bahwa tingkat penerimaan terhadap rasa produk
3.3.4. Uji Hedonik Terhadap Warna berbeda-beda. Produk yang paling disukai adalah
produk dari formula A1B2 dengan nilai 4,2
Menurut Soekarto (1981), warna mempunyai arti sedangkan produk yang mendapat nilai terkecil
dan peranan dalam produk pangan, yaitu sebagai adalah produk yang dihasilkan dari formula A1B3
tanda kerusakan, petunjuk tingkat mutu dan dengan nilai 2,80. Peningkatan konsentrasi sorbitol
pedoman proses pengolahan. dalam formula menyebabkan rasa produk semakin
Berdasarkan uji hedonik dapat diketahui bahwa manis serta memberikan sensasi segar, sementara
tingkat kesukaan panelis terhadap warna produk peningkatan konsentrasi oleoresin temulawak
berbeda-beda. Permen lunak dengan perlakuan meningkatkan efek pahit pada after taste produk.
perbandingan sorbitol dan oleoresin temulawak Hasil uji kruskal-wallis terhadap aroma permen
79:0,125 (A3B1) memperoleh nilai tertinggi, yaitu lunak oleoresin temulawak menyatakan bahwa
5,10, sedangkan warna yang paling tidak disukai formulasi produk berpengaruh nyata terhadap rasa
adalah warna produk A1B3 (75:0,375) dengan nilai permen lunak yang dihasilkan.
kesukaan sebesar 4,27. oleoresin temulawak Uji lanjut menunjukkan bahwa permen lunak
Hasil uji kruskal-wallis terhadap warna permen yang dihasilkan dari formula pertama yaitu A1B1
lunak oleoresin temulawak menyatakan bahwa menghasilkan rasa yang berbeda nyata dengan
formulasi produk tidak berpengaruh nyata rasa yang dihasilkan permen lunak dari formula
terhadap warna permen lunak yang dihasilkan. A1B2 dan A3B2. Formula kedua, A1B2
menghasilkan rasa yang berbeda nyata dengan
3.3.5. Uji Hedonik Terhadap Aroma formula A1B3. Formula A1B3 menghasilkan rasa
yang berbeda nyata dengan A3B2.
Aroma merupakan hasil rangsangan kimia dari Tingkat kesukaan menunjukkan bahwa semakin
syaraf-syaraf olfaktori yang berada di bagian akhir tinggi konsentrasi oleoresin temulawak maka
rongga hidung. Aroma merupakan bau yang tingkat kesukaan semakin menurun. Semakin
tercium karena sifatnya yang volatil (Sletser, tinggi konsentrasi oleoresin temulawak
1995). Aroma pada permen lunak dipengaruhi oleh menyebabkan rasa semakin pahit.
bahan-bahan yang digunakan, tetapi aroma yang
mendominasi adalah aroma dari oleoresin 3.3.7. Uji Hedonik Terhadap Tekstur
temulawak.
Dari hasil uji hedonik terhadap aroma permen Tekstur dalam suatu bahan makanan umumnya
lunak dapat diketahui bahwa respon kesukaan dari dipengaruhi oleh kadar air, kadar lemak, protein
tiap panelis terhadap aroma produk hampir sama serta struktur karbohidrat yang dikandungnya.
yaitu dalam rentang 3,73 sampai 4,17. Produk Menurut Dwivena (1991), penambahan pemanis
dengan perlakuan A1B1, A1B2, A3B2 memiliki dapat mempengaruhi struktur makanan, misalnya
nilai yang sama sehingga dapat diartikan netral. meningkatkan kekentalan, menambah bobot rasa,
Penilaian yang relatif sama tersebut dikarenakan meningkatkan mouthfeel dan sebagainya. Yang
aroma yang keluar dari produk didominasi oleh dimaksud tekstur disini adalah sensasi di mulut
aroma oleoresin temulawak yang bersifat volatil. yang diterima ketika mengkonsumsi produk. Dari
Hasil uji kruskal-wallis terhadap aroma permen hasil uji hedonik terhadap tekstur produk hampir
lunak oleoresin temulawak menyatakan bahwa sama, yaitu antara rentang 4,10 - 4,77, atau dapat
formulasi produk tidak berpengaruh nyata dikatakan netral-agak suka.
terhadap aroma permen lunak yang dihasilkan. Hasil uji kruskal-wallis terhadap tekstur permen
Aroma yang tercium memiliki hasil yang netral, hal lunak oleoresin temulawak menyatakan bahwa
tersebut dikarenakan oleoresin temulawak formulasi produk permen lunak tidak berpengaruh
ditambahkan pada saat panas, sehingga pada nyata terhadap tekstur permen lunak yang
kondisi ini terjadi kehilangan minyak atsiri yang dihasilkan.
bersifat volatil.
3.3.8. Uji Hedonik Terhadap Penerimaan Umum

Penerimaan umum merupakan atribut yang


digunakan untuk mengetahui penerimaan panelis

_______________________________________________________________________________________________________________
Soft Candy Dari Bahan...............(Amos Lukas, Waluyo Purwanto, Ahmad Yudi Ridwam) 155
Diterima 1 November 2011; terima dalam revisi terakhir 6 Desember 2011; layak cetak 15 Desember 2011
secara keseluruhan terhadap permen lunak menunjukkan semakin banyak konsentrasi bahan
temulawak, meliputi warna, aroma, rasa, tekstur yang ditambahkan untuk mematikan larva udang
serta penampakan umum suatu permen. Pada uji A. salina, sehingga bahan menjadi semakin tidak
hedonik terhadap penerimaan umum dapat toksik.
diketahui bahwa tingkat penerimaan yang hampir Pengujian toksisitas dilakukan di Laboratorium
sama. Produk yang memiliki nilai rata-rata tertinggi Uji Biofarmaka IPB, Pengujian toksisitas bertujuan
adalah produk dari formula A1B2 dengan nilai untuk mengetahui apakah penggunaan oleoresin
4,37, sedangkan produk yang mendapat nilai temulawak dalam permen lunak masih memiliki
terkecil adalah produk yang dihasilkan dari formula efek farmakologis atau tidak. Pengujian dilakukan
A1B1 dan A1B3 dengan nilai 3,67. pada tiga sampel, yaitu sampel yang memiliki
Hasil uji kruskal-wallis terhadap aroma permen konsentrasi oleoresin temulawak paling tinggi
lunak oleoresin temulawak menyatakan bahwa (konsentrasi sorbitol 75% dan oleoresin temulawak
formulasi produk permen lunak tidak berpengaruh 0,375%), sedang (konsentrasi sorbitol 77% dan
nyata terhadap penerimaan umum permen tablet oleoresin temulawak 0,25%), dan rendah
yang dihasilkan. (konsentrasi sorbitol 79% dan oleoresin temulawak
0,125%).
3.3.9 Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Hasil pengujian diketahui bahwa sampel
Test (BSLT) dengan konsentrasi sorbitol 75% dan oleoresin
temulawak 0,375% memiliki nilai LC50 (µg/l) (lethal
Dalam rangka pengembangan obat tradisional concentration 50) 1452,402 ppm. Sampel dengan
menjadi sediaan fitofarmaka, kepastian akan bahan aktif sedang (sorbitol 77% dan oleoresin
kandungan zat aktif yang berhasiat merupakan temulawak 0,25%) memiliki nilai LC50 sebesar
tuntunan kriteria yang harus dipenuhi. Salah satu 1207,104 ppm dan sampel dengan konsentrasi
uji yang digunakan adalah brine shrimp lethality bahan aktif rendah (sorbitol 79% dan oleoresin
test (BSLT) yaitu pengujian terhadap ekstrak temulawak 0,125%) memiliki nilai LC50 sebesar
tanaman dari bagian tumbuhan terhadap larva 1999,575 ppm. Berdasarkan uji toksisitas
udang A. salina (Meyer et el. 1982). Metode ini menggunakan metode BSLT diketahui bahwa dari
menunjukkan aktivitas farmakologis yang luas. ke tiga sampel yang digunakan mempunyai nilai
Pemilihan uji toksisitas dengan metode ini LC50 >1000 ppm sehingga dapat dikatakan tidak
dikarenakan metode ini cukup sederhana, murah mempunyai kemampuan sifat bioaktif. Tingginya
akan tetapi efektif digunakan sebagai pemandu nilai LC50 yang berada diatas 100 ppm dikarenakan
isolasi senyawa bioaktif. penambahan oleoresin temulawak yang terlalu
Menurut Meyer et el (1982), uji BSTL kecil.
didasarkan pada bioaktivitas senyawa terhadap Sifat toksik dari oleoresin temulawak
larva udang yang tergambarkan dari tingkat diperkirakan disebabkan oleh kandungan senyawa
mortalitas larva udang yang digunakan. Senyawa yang ada di dalam oleoresin temulawak
aktif yang memiliki daya tosisitas yang tinggi diantaranya xhanthorhizol. Sidik et al (1995),
diketahui berdasarkan nilai lethal concentration 50 menambahkan bahwa xhanthorhizol merupakan
(LC50), yaitu suatu nilai yang menunjukkan antibakteri potenisal yang memiliki spektrum luas
konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan terhadap aktifitas bekteri, stabil terhadap panas,
kematian hewan uji hingga 50%. Senyawa kimia dan aman terhadap kulit manusia.
berpotensi bioaktif apabila mempunyai nilai lethal
concentration 50 (LC50) kurang dari 1000 ppm. 3.3.10 Uji Total Plate Count (TPC)
Metodi ini baik digunakan untuk uji aktivitas bahan
penenang, toksik, insektisida,dan uji aktivitas awal Uji TPC digunakan untuk mengetahui jumlah
senyawa sitotoksik dan anti tumor. Adapun mikroorganisme yang terdapat dalam suatu
katagori tosisitas bahan dapat dilihat pada Tabel 5 produk. Uji yang menggunakan hitungan cawan ini
Tabel 5. Kategori sifat toksik bahan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang
Kategori LC₅₀(µg/ml) dapat hidup akan berkembang menjadi sebuah
koloni, jumlah koloni yang hidup dan berkembang
sangat toksik <30 merupakan indeks dari mikroorganisme yang
Toksik 30-1000 dapat berkembang dalam produk tersebut.
tidak toksik >1000 Total Plate Count merupakan pengujian
Sumber : Meyer et al. (1982) mengenai kondisi mikrobiologis dari suatu bahan,
Uji toksisitas BSLT merupakan uji awal yang khususnya yang dapat dikonsumsi. Total
digunakan untuk mengetahui apakah ada senyawa mikroorganisme juga menunjukan tingkat
aktif dalam bahan yang dapat menyebabkan kontaminasi sebagai akibat adanya aktivitas
kematian hewan uji. Semakin besar nilai LC₅₀ mikroorganisme yang ada sehingga dapat

________________________________________________________________________________________________________________
156 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 3, Desember 2011 Hlm.151-158
Diterima 1 November 2011; terima dalam revisi terakhir 6 Desember 2011; layak cetak 15 Desember 2011
merusak mutu permen lunak dan dapat formulasi tidak mempunyai kemampuan bioaktif
membahayakan bila dikonsumsi oleh manusia. karena memiliki nilai LC50 lebih dari 1000 ppm.
Jumlah mikroorganisme yang dapat hidup dan Dari uji organoleptik diperoleh bahwa produk yang
berkembang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu diminati adalah formulasi A1B2 (sorbitol 75%,
faktor intrinsik dan ekstrisik. Faktor ektrinsik oleoresin temulawak 0,25%), A3B2 (sorbitol 79%,
meliputi suhu dan kelembaban relatif sedangkan oleoresin temulawak 0,25%).
faktor intrinsik meliputi pH, aw, kandungan nutrisi
dan senyawa mikrobial. DAFTAR PUSTAKA
Pada pengujian total cemaran mikroba pada
permen lunak oleoresin temulawak dilakukan pada Afifah, Evi dan Tim Lentera. 2003. Khasiat dan
-2 -3
konsentrasi sampel 10 dan 10 . Dari hasil uji Manfaat Temulawak; Rimpang Penyembuh
TPC menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang Aneka Penyakit. Agro media. Jakarta
dihasilkan masih berada batas aman yang .
dikonsumsi yaitu sebesar 1,05 x 103, sedangkan Chapman & Hall. Fellows, PJ. 2000. Food
2
nilai terendahnya sebesar 2 x 10 koloni/gram. Processing Tecnology Principles and Practice.
Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai yang England. Woodhead Publishing Limited.
diperoleh masih berada di bawah batas yang
diijinkan yaitu 5x104 koloni/gram. Hasil uji TPC Dwivena, B. K. 1991. Sorbitol and Manitol. Di
nd
dapat dilihat pada Tabel 6 dalam Alternative Sweetener, 2 ed, Revised
Tabel 6. Hasil Uji TPC Permen Lunak Oleoresin and Expanded. Nabors, L. O. dan Gelardi, R. C.
Temulawak (ed). Marcel Dekker Inc., New York.
No Perlakuan TPC (koloni/g)
European Commission, Joint Research Centre
1 A1B1 2 x 102 2003. PR Analytical Method: Sorbitol.
2 A1B2 6,25 x 102
3 A1B3 1,05 x 103 Gilbertson, G. 1971. Oleoresin as Flavor
4 A2B1 4,5 x 102 Ingridients. Fd Inds. S. Afr.
5 A2B2 3,25 x 102
6 A2B3 7,5 x 102 Goldberg I. 1994. Functional foods. New York:
7 A3B1 5 x 102 Chapmann Hall.
8 A3B2 6 x 102
9 A3B3 1 x 102 Heath, H. A. dan B. Pharm. 1978. Flavor
Dengan hasil yang diperoleh menunjukkan Technology : Profiles, Product, Appilcation. AVI
bahwa produk aman dari cemaran Publishing Company, Inc., London.
mikroorganisme. Proses pembuatan produk
mempengaruhi hasil tersebut karena pencampuran Jackson, E.B. 1995. Sugar Confectionary
pada suhu tinggi dapat membunuh Manufakture. Blackie Academic and Prof.
mikroorganisme. Masih adanya mikroorganisme London.
mungkin dikarenakan penyimpanan yang kurang
baik. Selain itu komponen dalam oleoresin Kennedy, J. f., C. J. Knill dan D.W. Taylor. 1995.
temulawak memiliki komponen yang dapat Maltodextrins. Dalam kearsley, M. W. J. dan S.
berfungsi sebagai antiseptik Z. Diedzic (eds). Handbooks of Starch
Hidrolysis Product and Their Derivatives.
4. KESIMPULAN Blackie Academic & Profesional.

Pada penelitian ini, rendemen oleoresin temulawak Mahendra, B. 2005. 13 Jenis Tanaman obat
yang dihasilkan sebesar 11,12%(b/b). Dalam Ampuh. Penebar Swadaya. Jakarta.
pembuatan soft candy dengan menggunakan
sorbitol dan oleoresin temulawak tidak McDonald, M. 1984. Uses of Glucose Syrups in
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Food Industry. Scie and Technology Applied
kadar air dan kadar abu soft candy temulawak. Scie. Pub. London.
Pada uji kadar air produk nilai tertinggi dimiliki
oleh perlakuan A3B3, yaitu 14,52 % sedangkan Meyer B.N., et.el. 1982. Brine Shrime: A
kadar air terendah diperoleh pada perlakuan Convenient General Bioassay for Active Plant
A1B1, yaitu 11,89%. Kadar abu tertinggi dihasilkan Constituent. Planta Medica.
dari perlakuan A2B1, yaitu 1,739% dan kadar abu
terendah diperoleh pada perlakuan A2B3, yaitu Moestafa. 1981. Aspek Teknis Pengolahan
1,505%. Uji toksisitas menyatakan bahwa Rempah-rempah Menjadi Oleoresin dan Minyak

_______________________________________________________________________________________________________________
Soft Candy Dari Bahan...............(Amos Lukas, Waluyo Purwanto, Ahmad Yudi Ridwam) 157
Diterima 1 November 2011; terima dalam revisi terakhir 6 Desember 2011; layak cetak 15 Desember 2011
Rempah-rempah. Balai Besar Hasil Pertanian, Sidik, Mulayono MW, dan Muhtadi A. 1995.
Bogor. Temulawak (Curcums xanthorrhiza Roxb).
Yayasan Pengembangan dan Pemanfaatan
Purnomowati, Sri. 2008. Khasiat Temulawak: Obat Bahan Alam. Jakarta.
Tinjauan literatur tahun 1980 -1997.
http://www.indofarma.co.id/index.php?option=co Soekarto S.T. 1981. Penilaian Organoleptik. Pusat
m_content&task=view&id=21&Itemid=125. (31 Pengembangan Teknologi Pangan. Institut
Agustus 2008). Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmat Rukmana, Ir. 1995. Temulawak: Tanaman Somaatmadja, D. 1981. Prospek Pengembangan
rempah dan obat. Penerbit Kanisius. Industri Oleoresin di Indonesia. Komunikasi no.
Yogyakarta. 201. Balai Besar Industri Hasil Pertanian,
Bogor.
Ria, Evelina Bunga. 1989. Pengaruh Jumlah
Pelarut, Lama Ekstraksi, dan Ukuran Bahan Suprianto. 2007. Parameter Mutu Permen Kunyah.
Terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin Indonesia. Food Review,Vol.II.No.2.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Winarno F.G, Srikandi Fardiaz dan Dedi Fardiaz.
Skripsi. IPB, Bogor. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta.
Gramedia.
Setser, C.S. 1995. Sensori Evaluation. Di dalam
Advantages in Baking Technology. B.S Kramel Yusro, Achmad H. 2004. Pengaruh Waktu, Suhu,
dan C.E. Stauffer (Eds) Blakie Academic and dan Nisbah Bahan Baku-Pelarut Pada
Profesional. Glasgow. Ekstrakksi Kurkumin Dari Temulawak dengan
Pelarut Etanol. Skripsi. IPB, Bogor.

________________________________________________________________________________________________________________
158 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 3, Desember 2011 Hlm.151-158
Diterima 1 November 2011; terima dalam revisi terakhir 6 Desember 2011; layak cetak 15 Desember 2011

Anda mungkin juga menyukai