Anda di halaman 1dari 121

PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP

PAJAK PENGHASILAN BADAN TERUTANG


(Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate
di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

ANDY AZHARI
NIM 1111046100106

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH


PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H./2015 M.
'w sl0zrH 9s?I
YIUYXYf
HYfANIYAYOIH f,IUYAS IUflCfN I{VASI SYIISUflAINN
ruI})TNH NYO HYTUYAS SYITNXY.{
Oruvrsr u,uoNoxtr) rvrvruvnw ronrs wvuooud
HYTUVAS NYYNVflUfld ISYUINflSNOX
ro0zzt600z60r U.t6I'drN
IS'W "fl'S'BIIauIY B{lrf,
{M
IsdF{S Surqurrqtusd ueso6l
90IOOI9TOIIII : WIN
IUYHZY AONY
:
qslo
(r(S'g'S) qu;rudg lutouo{f, uuu[rug rulag
qalo.radurel,X 1zru,{5 ntBS qEIuS Iqnueuetr{ {n}un uu4n[u1q
ISdIU)IS
@tOZ-ttOZ unqel ersauopq {oJg €srng Ip
eletsg IBoU uep,(gador4 roDIeS qepe.(g {oJg rBUBC }lqreued uwgzsrued eped Ipn]S)
CNYINUSI NY(VS NY-IISYHCNf,d XVfYd
dYOYHUUJ YgY'I Nf,I ISfYNYIAI NV(I TY(IOru UNIXNUIS HNUYONSd
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Nama : Andy Azhari


NIM : 1111046100106
Program Studi : Muamalat (Ekonomi Islam)
Konsentrasi : Perbankan Syariah
Instansi : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Modal dan Manajemen Laba terhadap Pajak
Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada Perusahaan Penerbit
Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2013-2014).

Menyatakan dengan sesungguhnya dan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang


saya buat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, kecuali apabila dalam
pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada
institusi manapun, serta bukan karya jiplakan milik orang lain. Saya bertanggung
jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus
dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya
paksaan dan tekanan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik
jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jakarta, Oktober 2015

Andy Azhari
NIM. 1111046100106

iv
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menganalisis apakah long term debt to asset ratio, debt
to equity ratio dan manajemen laba secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap
pajak penghasilan badan terutang. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan
penerbit daftar efek syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS versi
20.0.

Hasil pengujian secara simultan atau uji F dihasilkan bahwa long term debt to
asset ratio, debt to equity ratio dan manajemen laba secara bersama-sama
berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang pada taraf signifikansi 0,001
dengan alpha 5% atau 0,001 < 0,05. Selanjutnya untuk pengujian secara parsial atau
uji t dari ketiga variabel independen ditemukan bahwa hanya variabel Long Term
Debt to Asset Ratio yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap variabel
dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang pada taraf signifikansi 0,023 dengan
alpha 5% atau (0,023 < 0,05). Sedangkan variabel Debt to Equity Ratio dan variabel
Manajemen Laba secara parsial tidak berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan
terutang perusahaan.

Kata Kunci : Long term debt to asset ratio, debt to equity ratio, manajemen laba dan
pajak penghasilan badan terutang

Dosen Pembimbing : Erika Amelia, S.E., M.Si

v
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai uswatun
khasanah dalam hidup ini yang telah menuntun umatnya dari alam kegelapan menuju
ke alam yang terang benderang.
Alhamdulillah, penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Modal
dan Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada
Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014)” telah dapat penulis selesaikan. Penulisan
karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Syariah (S.E.Sy) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk mempersembahkan yang
terbaik kepada almamater, kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang
telah ikut andil dalam penyelesaian skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan, penulis
sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A dan Bapak Abdurrauf, Lc, M.A, selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Erika Amelia S.E,. M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu serta memberikan arahan dengan penuh kesabaran dan
memberikan masukan yang sangat bermanfaat demi terselesaikannya skripsi ini

vi
dengan baik. Terimakasih banyak Bu atas segala ilmu bermanfaat yang telah
diberikan kepada saya, semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.
4. Segenap dosen dan staf akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
5. Orangtua tercinta, Bapak Achmad Ghozali dan Ibu Inah Maryanah atas segala
limpahan kasih sayang, doa beserta dukungan yang tiada pernah henti-hentinya
untuk saya. Terima kasih atas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah
dilakukan demi pendidikan saya selama ini. Terimakasih bapak dan ibu, tanpa
kalian skripsi ini bukanlah apa-apa.
6. Kakak saya: “Imran Rosyadi S.Sos., MM” beserta istri “Rusbiantari S.E” dan si
endut “Raffa”. Kakak “Nurfadillah” beserta suami “Suhandi” dan putranya
“Adit”. Beserta adik penulis yang tercantik “Annisa Amalia”. Terimakasih
untuk kehangatan keluarga yang diberikan, dukungan dan segala motivasi yang
diberikan untuk penulis.
7. Sahabat terbaik penulis selama menjalani kuliah di UIN Jakarta, untuk Ahmad
Syaugi “Amechenko” terimakasih untuk sharing atas segala ilmu-ilmunnya
terkait pelajaran, persahabatan dan termasuk juga seputar problematika
percintaan, hehe, dan Rahmad Abdillah “Bos” (teman yang selalu jadi objek
canda tawa), hehe becanda boss. Terima kasih broo untuk persahabatan dan
kebersamaannya. Sukses selalu untuk kita, Amin Ya Allah.
8. Yella Novela Dara Amelia, terima kasih atas segala kebaikan-kebaikan dan
dorongan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga sukses selalu
dalam menggapai cita-citanya.
9. Teman-teman seperjuangan perbankan syariah 2011, terimakasih untuk
kebersamaannya selama ini. Semoga perjuangan kita akan berbuah manis dan
sukses untuk kita semua.

vii
10. Serta seluruh pihak yang telah berjasa namun belum mampu penulis sebutkan
satu persatu. Terimakasih untuk segala bantuannya, semoga kebaikan kalian
dibalas dengan pahala yang berlimpah oleh Allah SWT. Amin..

Semoga Allah SWT dengan ridho-Nya membalas segala kebaikan dengan


pahala yang berlipat ganda. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha
dengan semaksimal mungkin memberikan yang terbaik. Penulis menyadari skripsi ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya saran dan
kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.
Demikian skripsi ini penulis buat, semoga bermanfaat untuk masyarakat luas dan
menambah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, Oktober 2015

Andy Azhari

NIM. 1111046100106

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG ........................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH........................................ iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................... 7

1. Pembatasan Masalah ...................................................................... 7

2. Perumusan Masalah ....................................................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8

1. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8

2. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9

D. Review Studi Terdahulu....................................................................... 10

E. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 14

F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 17

ix
A. Pasar Modal Syariah ............................................................................ 17

1. Pengertian Pasar Modal Syariah .................................................... 17

2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah ............................................. 18

3. Saham Syariah................................................................................ 19

B. Konsep Modal ...................................................................................... 22

C. Struktur Modal ..................................................................................... 22

1. Pengertian Struktur Modal ............................................................. 22

2. Rasio Struktur Modal ..................................................................... 23

3. Komponen Struktur Modal ............................................................ 24

4. Teori Struktur Modal...................................................................... 25

5. Faktor Penentu Struktur Modal ...................................................... 29

D. Manajemen Laba .................................................................................. 33

1. Pengertian Manajemen Laba .......................................................... 33

2. Motivasi Manajemen Laba............................................................. 34

3. Pola Manajemen Laba .................................................................... 37

4. Teknik Manajemen Laba................................................................ 38

5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba ......................................... 40

E. Pajak Penghasilan................................................................................. 42

1. Pengertian Pajak Penghasilan ........................................................ 42

2. Subjek Pajak Penghasilan .............................................................. 43

3. Objek Pajak Penghasilan ................................................................ 46

4. Tarif Wajib Pajak Badan ................................................................ 49

x
F. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian............................51

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 55

A. Metode Penelitian................................................................................. 55

B. Metode Penentuan Sampel ................................................................... 56

C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 59

D. Definisi Operasional Variabel .............................................................. 59

1. Variabel Terikat (Dependent Variabel) ......................................... 60

a. Pajak Penghasilan Badan Terutang .......................................... 60

2. Variabel Bebas (Independent Variabel) ......................................... 60

a. Long Term Debt to Asset Ratio ................................................ 60

b. Debt to Equity Ratio ................................................................. 61

c. Manajemen Laba ...................................................................... 61

E. Teknik Analisis Data ............................................................................ 63

1. Statistik Deskriftif .......................................................................... 63

2. Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 64

a. Uji Normalitas .......................................................................... 64

b. Uji Multikolinieritas ................................................................. 65

c. Uji Heteroskedastisitas ............................................................. 66

d. Uji Autokorelasi ....................................................................... 66

3. Analisis Regresi Berganda ............................................................. 68

4. Uji Hipotesis .................................................................................. 70

a. Koefisien Determinasi (R2) ...................................................... 70

xi
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ............................... 70

c. Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t) ................................... 71

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 72

A. Penemuan dan Pembahasan ................................................................. 72

1. Analisis Statistik Deskriptif ........................................................... 72

B. Hasil Uji Asumsi Klasik ...................................................................... 74

1. Hasil Uji Normalitas ...................................................................... 74

a. Melalui Uji Histogram & Kurva Normal P-Plot ..................... 74

b. Melalui Uji Kolmogorov-Smirnov Test .................................... 76

2. Hasil Uji Multikolinieritas ............................................................. 77

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ......................................................... 78

4. Hasil Uji Autokorelasi.................................................................... 80

C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ............................................... 81

1. Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................................... 81

2. Hasil Uji Hipotesis ......................................................................... 82

a. Uji Signifikansi Simultan (F-Test) ........................................... 82

b. Uji Signifikansi Parsial (t-test) ................................................. 83

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 90

A. Kesimpulan .......................................................................................... 90

B. Saran..................................................................................................... 91

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 94

LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Review Studi Terdahulu................................................................... 11

Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Sampel ............................................................... 57

Tabel 3.2 Daftar Sampel Perusahaan ............................................................... 58

Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ............................................ 72

Tabel 4.2 One-Sample Kolmogorof-Smirnov Test ........................................... 77

Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas .............................................................. 78

Tabel 4.4 Hasil Uji Run test ............................................................................. 80

Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi ...................................................... 81

Tabel 4.6 Hasil Uji Simultan (F-Test) ............................................................. 82

Tabel 4.7 Hasil Uji Parsial (t-test) ................................................................... 84

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran.................................................................15

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Histogram Normal Curve......................75

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Grafik P-P Plot......................................76

Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Grafik Scatterplot.....................79

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan yang bersumber dari

sektor pajak dilakukan melalui perluasan wajib pajak, perluasan objek pajak,

perubahan tarif pajak dan penegakan hukum dibidang perpajakan. Dengan perluasan

wajib pajak dan objek pajak maka semua pihak: negara dan institusi bisnis maupun

non bisnis mempunyai kepentingan untuk mengetahui dan memahami cara-cara

menghitung, melaporkan, serta menyetorkan kewajiban pajaknya. Apabila wajib

pajak melakukan kesalahan perhitungan dan pembayaran pajak maka akan

menghadapi sanksi administratif atau sanksi pidana. Ada dua kemungkinan kesalahan

yang terjadi dalam perhitungan dan pembayaran pajak, kemungkinan pertama karena

ketidaktahuan dan kemungkinan lain adalah karena unsur kesengajaan atau

kecurangan untuk melakukan penghindaran pajak.1

Tahun 2013 merupakan tahun dimana pemerintah mulai gencar-gencarnya

melakukan penggalian sektor pajak yang potensial untuk meningkatkan penerimaan

dari sektor pajak, dan salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah di sektor

property dan real estate. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Potensi, Kepatuhan

dan Penerimaan (PKP), mulai tahun 2013 Ditjen Pajak fokus ke sektor properti secara

nasional. Ditjen Pajak akan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang
1
Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia, Cetakan 2 (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h.iii

1
2

bergerak di sektor properti. Hal tersebut tak lepas dari adanya potential loss

penerimaan pajak menurut hasil penelitian awal Ditjen Pajak. Potential loss tak lepas

dari tidak dilaporkannya transaksi sebenarnya dari proses jual-beli tanah maupun

bangunan termasuk properti, real estate dan apartemen.2

Ditinjau dari segi ekonomi, pajak merupakan alat pemindahan sumber daya

dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut

akan mempengaruhi daya beli (purchasing power) atau kemampuan belanja

(spending power) sektor privat. Oleh karena itu, agar tidak terjadi gangguan terhadap

jalannya aktivitas perusahaan, maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola

secara baik. Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang

akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun

pengeluaran pembangunan. Namun bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang

dapat mengurangi laba bersih atau keuntungan perusahaan. Berdasarkan perbedaan

kepentingan yang terjadi antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan perusahaan

selaku pihak pembayar pajak, tidak dapat dipungkiri bahwa indikasi praktik-praktik

guna menghindari pembayaran pajak yang besar memang nyata terjadi dilakukan oleh

perusahaan selaku wajib pajak.

Terdapat beberapa cara yang umum ditempuh perusahaan dalam rangka

meminimalisir beban pajak secara legal yang masih diperbolehkan sesuai dengan

2
Nidia Zuraya, “Penerimaan Pajak Hilang, Ditjen Pajak Awasi WP Sektor Properti”, artikel
diakses pada 22 September 2014 dari www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/penerimaan-
pajak-hilang-ditjen-pajak-awasi-wp-sektor-properti.
3

peraturan perpajakan yang berlaku. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah

dengan memainkan kebijakan leverage atau tingkat penggunaan hutang. Perusahaan

dapat menyiasatinya melalui teknik keuangan dengan memanfaatkan kebijakan

penggunaan hutang dalam mendanai aktivitas operasionalnya yang tertuang dalam

komposisi struktur modal perusahaan.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan banyak perusahaan yang

melakukan rekayasa utang untuk mengurangi besaran pajaknya. Salah satu cara yang

digunakan yaitu memperbesar utang sehingga bunga utang besar dan beban pajaknya

menurun..3

Penggunaan hutang oleh perusahaan akan menimbulkan biaya bunga yang

harus dibayarkan secara periodik kepada kreditur atau investor obligasi. Peraturan

perpajakan memperlakukan biaya bunga sebagai bagian dari biaya usaha. Oleh karena

itu, semakin besar bunga hutang perusahaan maka pajak yang terutangnya akan

menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha. Sebagaimana dijelaskan

dalam pasal 6 ayat (1) a UU Nomor 17 tahun 2000 yang menyatakan bahwa biaya

bunga dapat menjadi unsur pengurang penghasilan kena pajak. Dalam situasi tertentu,

keadaan inilah yang dapat mendorong adanya penggunaan utang yang semakin besar

di dalam komponen struktur modal perusahaan.

3
Ramdhania El Hida, “Dirjen Pajak: Banyak Perusahaan Rekayasa Utang Untuk Kurangi
Pajak”, artikel diakses pada 22 September 2014 dari http://finance.detik.com/dirjen-pajak-banyak-
perusahaan-rekayasa-utang-untuk-kurangi-pajak.
4

Berbeda dengan perusahaan yang berlabel sebagai emiten non syariah di

Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perusahaan yang tergolong sebagai penerbit daftar

efek syariah yang sahamnya masuk dalam kategori Indeks Saham Syariah Indonesia

(ISSI), penghindaran beban pajak dengan cara memanfaatkan kebijakan hutang

berbunga dalam komposisi struktur modal akan terbatasi dengan adanya peraturan

Bapepam dan LK Nomor: Kep-208/BL/2012 yang hingga saat ini masih

diimplementasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tentang kriteria dan

penerbitan daftar efek syariah, dimana salah satu poinnya mengatur besaran rasio

total hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak boleh melebihi

dari 45% bagi emiten yang sahamnya dikategorikan sebagai saham syariah.

Implikasi dari penerapan peraturan tersebut adalah adanya pembatasan dalam

hal penggunaan hutang berbunga pada emiten syariah di BEI. Imbasnya teknik

penghindaran pajak secara legal (tax avoidance) melalui hutang dengan maksud

memanfaatkan biaya bunga pinjaman sebagai tax deductible akan terbatasi dengan

adanya peraturan tersebut.

Selain memanfaatkan kebijkan bunga atas hutang yang dapat dijadikan

pengurang pajak, cara lain yang juga kerap ditempuh perusahaan dalam rangka

menyiasati sebuah peraturan perpajakan yang terasa kurang menguntungkan bagi

perusahaan adalah dengan cara melakukan praktik manajemen laba guna merekayasa

angka laba yang dijadikan sebagai dasar pengenaan penghasilan kena pajak.
5

Perpajakan dapat menjadi motivasi bagi manajer untuk melakukan

manajemen laba, yaitu dengan cara memperkecil taxable income dalam rangka

mengurangi pajak.4 Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah,

menyembunyikan dan merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan

memainkan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan.5

Kesenjangan informasi terkadang mendorong manajer untuk berperilaku oportunist

dalam mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Manajer hanya akan

mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya, apabila

tidak ada manfaat yang bisa diperoleh, manajer cenderung akan menyembunyikan

atau menunda pengungkapan informasi, bahkan kalau diperlukan manajer akan

mengubah informasi tersebut.

Fenomena manajemen laba yang berkaitan dengan kasus pajak pernah terjadi

di Indonesia yang dilakukan oleh Grup Bakrie, salah satunya adalah Kasus PT.

Kaltim Prima Coal (KPC) yang merupakan salah satu perusahaan tambang batu bara

milik Grup Bakrie selain PT. Bumi Resources Tbk dan PT. Arutmin Indonesia yang

diduga terkait tindak pidana pajak tahun 2007. Dimana KPC diduga (setelah

penyelidikan) oleh Ditjen Pajak memiliki kurang bayar sebesar Rp 1,5 triliun dan

ditemukan adanya indikasi tindak pidana pajak berupa rekayasa penjualan yang

dilakukan oleh KPC pada tahun 2007 untuk meminimalkan pajak. Hal inilah yang

4
William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario:
Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.361
5
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris (Jakarta: PT. Grasindo, 2008),
h.15
6

dapat menimbulkan praktek manajemen laba yang berhubungan dengan pajak dalam

merekayasa aktifvitas operasional dari sisi pengakuan pendapatan dan beban untuk

tujuan meminimalkan pajak yang dibayar.6

Undang-undang pajak penghasilan menentukan jenis-jenis penghasilan

sebagai obyek pajak, namun pada umumnya penghasilan yang dinyatakan sebagai

obyek pajak tidak secara spesifik mengatur saat pengakuan pendapatan dan biaya

terkait. Dalam beberapa hal, wajib pajak mempunyai kebebasan di dalam membuat

kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan penentuan saat pengakuan

pendapatan dan biaya, meskipun kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan harus

diterapkan secara taat asas atau konsisten dari tahun ke tahun. Berbagai metode

akuntansi digunakan pihak manajemen dalam rangka penghematan pajak.7 Celah

inilah yang dapat membuka peluang bagi manajemen untuk melakukan upaya-upaya

untuk menunda atau mempercepat pengakuan pendapatan dan biaya, sehingga dapat

menekan jumlah pajak yang akan dibayarkan.8

6
Hidayani, “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Earnings
Management (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia)”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013), h.3
7
William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario:
Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.359
8
Lilis Setiawati dan Na’im, “Manajemen Laba” (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia,
2001), h.159
7

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dengan

ini penulis bermaksud untuk melakukan penelitian skripsi dengan mengangkat judul

“Pengaruh Stuktur Modal dan Manajemen Laba Terhadap Pajak Penghasilan

Badan Terutang”. Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor

Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, agar

permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas, maka penulis memfokuskan

dan membatasi penelitian pada: Indikator struktur modal dalam penelitian ini diukur

dengan menggunakan proksi Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) dan Debt to

Equity Ratio (DER). Perhitungan yang digunakan peneliti sebagai proksi manajemen

laba dilakukan dengan pendeteksian melalui model yang dikembangkan oleh Friedlan

(1994). Pajak Penghasilan yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari angka

Pajak Penghasilan Badan Terutang atau pajak kini yang tercantum dalam laporan

keuangan perusahaan. Penelitian ini mengambil sampel perusahaan yang tercatat

sebagai penerbit daftar efek syariah atau saham syariah sektor property dan real

estate di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2014.


8

2. Perumusan Masalah

Untuk mengangkat permasalahan yang dibahas dalam penelitian skripsi ini,

maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

a) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) berpengaruh terhadap pajak

penghasilan badan terutang?

b) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap pajak penghasilan

badan terutang?

c) Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan

terutang?

d) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio

(DER) dan manajemen laba secara simultan berpengaruh terhadap pajak

penghasilan badan terutang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan

bukti empiris mengenai:

a) Pengaruh Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) terhadap pajak

penghasilan badan terutang.


9

b) Pengaruh Debt to Equity (DER) terhadap pajak penghasilan badan terutang.

c) Pengaruh manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang.

d) Pengaruh simultan Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity

Ratio (DER) dan manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang

terkait dengan topik penelitian, diantaranya:

a) Bagi Pemerintah.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah khususnya

direktorat jenderal pajak untuk mengeluarkan regulasi terkait besaran

maksimal penggunaan struktur modal perusahaan yang berasal dari dana

eksternal berupa hutang yang berbunga terkait untuk kepentingan pajak.

Selain itu untuk meminimalisir praktik manajemen laba, pemerintah dapat

mengeluarkan peraturan yang ketat terkait penerapan transparansi dalam

laporan keuangan dan berupa sanksi tegas terhadap perusahaan yang

melakukan penyimpangan terkait pelaporan keuangannya.


10

b) Bagi Perusahaan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan

untuk mengambil keputusan keuangannya, terutama dalam menentukan

struktur modal yang efisien dan profitable namun tanpa mengabaikan aspek

resiko dan etika bisnis yang bermoral.

c) Bagi Akademisi

Sebagai referensi guna mempermudah akademisi dalam mempelajari

manajemen keuangan perusahaan dan mengenai konsep perpajakan.

d) Bagi Peneliti

Untuk memperdalam pengetahuan penulis, terutama yang berkaitan

dengan struktur permodalan perusahaan, manajemen laba dan sistem

perpajakan.

D. Review Studi Terdahulu

Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap

beberapa sumber kepustakaan dan penelitian-penelitian terdahulu tekait tema, penulis

menemukan referensi untuk mengembangkan dan mendukung kelancaran penulisan

skripsi ini. Adapun studi terdahulu yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini

adalah:
11
12
13
14

E. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pajak merupakan salah satu kewajiban perusahaan sebagai wajib pajak yang

dapat dipaksakan dengan Undang-undang dan merupakan pengorbanan sumber daya

ekonomis yang tidak memberikan imbalan (kontraprestasi) secara langsung bagi

perusahaan. Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan sistem “Self Assessment”

khususnya pajak penghasilan dalam hal ini untuk penentuan jumlah besarnya pajak

terhutang ditentukan oleh wajib pajak sendiri. Salah satu cara untuk mencapai

efesiensi perhitungan kewajiban pajak yang dibayar oleh perusahaan adalah dengan

melakukan manajemen pajak.

Berdasarkan hal tersebut penulis menduga ada indikasi manajemen pajak

dalam upaya meminimalkan pajak penghasilan yang dilakukan oleh perusahaan

selaku wajib pajak dengan memanfaatkan kebijakan keuangan dan peraturan

perpajakan. Seperti dalam hal penentuan kebijakan struktur permodalan perusaahaan

yang dominan menggunakan hutang untuk tujuan mendapatkan biaya bunga sebagai

pengurang pajak. Sampai dengan melakukan praktik manajemen laba untuk

memanipulasi angka laba yang akan dikenakan sebagai dasar perhitungan laba kena

pajak. Secara singkat kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam

gambar 1.1 sebagai berikut:


15

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran

Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor


Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2013 - 2014

Annual Report Emiten


Tahun 2013 -2014

Variabel Independen : Variabel Dependen :

X1 : LDAR Pajak Penghasilan


Badan Terutang
X2 : DER

X3 : Manajemen Laba

Analisis Regresi Linier Berganda

Uji Asumsi Klasik & Uji Hipotesis

Kesimpulan & Saran


16

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penelitian ini, maka disusun sistematika penulisan yang

terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:

 BAB I PENDAHULUAN :

Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan

dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Kerangka Pemikiran

Penelitian dan Sistematika Penelitian.

 BAB II LANDASAN TEORI :

Pasar Modal Syariah, Konsep Modal, Struktur Modal, Manajemen Laba dan

Teori Pajak, Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis.

 BAB III METODE PENELITIAN :

Metode Penelitian, Definisi Operasional Variabel Penelitian, Uji Asumsi

Klasik dan Uji Hipotesis Analisis Regresi Berganda.

 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN :

Intepretasi hasil Analisis Statistik Deskriptif, Uji Asumsi Klasik dan Uji

Hipotesis Regresi Linier Berganda.

 BAB V PENUTUP :

Kesimpulan dan Saran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pasar Modal Syariah

1. Pengertian Pasar Modal Syariah

Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang memperjualbelikan

berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka pendek, menengah maupun jangka

panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh

perusahaan swasta. Pasar modal (capital market) mempertemukan pemilik dana

(supplier of fund) dengan pengguna dana (user of fund) dengan tujuan investasi

jangka menengah (midle term investment) dan investasi jangka panjang (longe term

investment). Kedua pihak melakukan jual beli modal yang berwujud efek. Pemilik

dana menyerahkan sejumlah dana dan penerima dana (perusahaan terbuka)

menyerahkan bukti kepemilikan berupa efek.1

Sementara itu, pasar modal yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip-prinsip syariah dapat disebut sebagai pasar modal syariah.2 Pengertian ini

hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Heri Sudarsono yang mendifinisikan

1
Muhammad Nasarudin Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2007), h.291
2
Burhanuddin Susanto, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), h.131

17
18

pasar modal syariah sebagai pasar modal yang instrumen-instrumen di dalamnya

berprinsipkan syariah.3

Dengan mengacu pada pengertian tersebut, dapat dimengerti bahwa terdapat

perbedaan antara kegiatan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional.

Secara umum perbedaan tersebut dapat dilihat pada landasan akad-akad yang

digunakan dalam transaksi atau surat berharga yang diterbitkannya. Dalam pasar

modal syariah, apabila suatu perusahaan ingin mendapatkan pembiayaan melalui

penerbitan surat berharga, maka perusahaan yang bersangkutan sebelumnya harus

memenuhi kriteria penerbitan efek syariah.4

2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah

Prinsip syariah merupakan kesesuaian dengan sistem syariah yang ada yang

meliputi tidak diperkenankan bertransaksi barang dan jasa yang diharamkan seperti

riba, maysir dan gharar. Oleh karena itu, jika ada perusahaan atau bank umum yang

membuat atau mendistribusikan barang atau jasa yang haram, maka tidak termasuk

dalam (daftar) pasar modal syariah.5

Adapun prinsip pasar modal syariah adalah:6

3
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi
(Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h.199
4
Burhanuddin Susanto, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, h.131-132.
5
Ibid., h.131
6
Yani Mulyaningsih, Kriteria Investasi Syariah dalam Konteks Kekinian (Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2008), h.96
19

a. Instrumen atau efek yang diperjualbelikan harus sejalan dengan prinsip

syariah yang terbebas dari unsur riba, maysir dan gharar (ketidakpastian).

b. Emiten yang mengeluarkan efek syariah baik berupa saham ataupun sukuk

harus mentaati semua aturan syariah.

c. Semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, bukan mengharapkan

keuntungan dari kontrak utang piutang.

d. Semua transaksi tidak mengandung gharar atau spekulasi.

Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan

kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan.

Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi

dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.

Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka,

tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tidak

ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus

transparan, diharamkan adanya insider trading.

3. Saham Syariah

Instrumen atau surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek syariah

berbentuk penyertaan modal kepemilikan atau saham dan sukuk. Penyertaan modal

atau saham merupakan salah satu bentuk penanaman modal pada suatu entitas (badan

usaha) yang dilakukan dengan menyetorkan sejumlah dana tertentu dengan tujuan
20

untuk menguasai sebagian hak pemilikan atas perusahaan. Pemegang saham atau

investor mendapatkan hasil melalui pembagian deviden dan capital gain. Perusahaan

penerbit saham pada umumnya berbentuk Perseroan Terbatas (PT).7

Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang

berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham

menyatakan bahwa pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian kalau

seseorang investor membeli saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang

saham perusahaan.8 Regulasi tentang saham diatur dalam pasal 40,41,42 KUHD.

Pemegang saham mempunyai hak untuk menuntut dividen (return) dan hak-hak lain

yang diberikan oleh anggaran dasar perseroan.9

Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut

diterbitkan oleh:10

1) Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran

dasarnya bahwa kegiatan usaha emiten dan perusahaan publik tidak

bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

2) Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran

dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak

7
Muhammad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: Serambi, 2009), h.224
8
Sawidji Widoatmojo, Cara Cepat Memulai Investasi Saham: Panduan Bagi pemula,
(Jakarta: Gramedia, 2004), h.39
9
Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h.93
10
Otoritas Jasa Keuangan, “Pasar Modal Syariah”, artikel diakses pada 4 April 2015 dari
http://www.ojk.go.id/sharia-capital-id
21

bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria

sebagai berikut:

I. kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam

peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:

a. perjudian dan permainan yang tergolong judi;

b. perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;

c. perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;

d. bank berbasis bunga;

e. perusahaan pembiayaan berbasis bunga;

f. jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi

(maisir), antara lain asuransi konvensional;

g. memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan

barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram

bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI;

dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;

h. melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);

II. rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total aset tidak lebih dari 45%, dan
22

III. rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya

dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari

10%.

B. Konsep Modal

Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan

operasi perusahaan. Modal terdiri dari item-item yang ada disisi kanan suatu neraca,

yaitu utang, saham biasa, saham preferen dan laba ditahan.11

Menurut Thomas Copeland modal adalah suatu aktiva dengan umur lebih dari

satu tahun yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.12 Dari kedua

pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa modal adalah dana yang digunakan

untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan yang tidak

diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.

C. Struktur Modal

1. Pengertian Struktur Modal

Struktur modal adalah perbandingan antara sumber jangka panjang yang

bersifat pinjaman dan modal sendiri.13

Struktur modal juga dapat didefinisikan sebagai perimbangan atau

perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.14

11
Lukas Setia Atmaja, Manejemen Keuangan (Yogyakarta: Andi, 2002), h.115
12
Suyadi Prawirosentono, Pengantar Bisnis Modern: Studi Kasus Indonesia dan Analisis
Kualitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.365
13
Suad Husnan, Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka Panjang)
(Yogyakarta: BPFE, 2000), h.275
23

Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali, struktur modal adalah proporsi dalam

menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh

menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang

yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar

perusahaan.15

Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan struktur modal adalah proporsi dalam pemenuhan kebutuhan

belanja perusahaan, dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinsai atau

panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber

utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.

2. Rasio Struktur Modal

Weston dan Copeland memberikan suatu konsep tentang faktor leverage sebagai

rasio proksi dari struktur modal. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku

seluruh hutang (debt = D) terhadap total aktiva (total aset = TA) atau nilai total

perusahaan. Bila membahas tentang total aktiva, yang dimaksudkan adalah total nilai

buku dari aktiva perusahaan berdasarkan catatan akuntansi. Nilai total perusahaan

berarti total nilai pasar seluruh komponen struktur modal perusahaan.16

14
Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (Yogyakarta: BPFE, 2001),
h.296
15
Ahmad Rodoni dan Herni Ali, Manajemen Keuangan, (Jakarta: Mitra Wacana Media,
2010), h.137
16
Weston J Fred and Thomas E Copeland, Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan, Jilid II
(Jakarta: Binarupa Aksara, 1997), h.21
24

Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan

perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari

hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham.17

3. Komponen Struktur Modal

Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri dari dua komponen,

yakni hutang jangka panjang dan modal sendiri, yang diuraikan sebagai berikut:18

1. Hutang Jangka Panjang (Long Term Debt)

Hutang jangka panjang meliputi pinjaman dari bank atau sumber lain yang

meminjamkan uang untuk waktu jangka panjang lebih dari 12 bulan.

Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman

yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk

melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan

obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam

surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu

pelunasan obligasi tersebut).19

2. Modal Sendiri (Equity)

Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh

dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan

tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas

17
Hadi Wahyono, “Komperasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Studi Empiris di Bursa
Efek Jakarta, Jurnal riset ekonomi dan manajemen, vol. 2 No.2, Mei (2002), h.12
18
Warsono, Manajemen Keuangan (Malang: UMM Press, 2003), h.236
19
Arthur J Keown, Manajemen Keuangan: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi (Jakarta: PT. Indeks
Kelompok Gramedia, 2004), h.38
25

sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama

dari modal sendiri yaitu modal saham preferen dan modal saham biasa,

sebagaimana dijelaskan berikut ini:

a. Modal Saham Preferen

Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak

istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan

daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak

memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak.

b. Modal Saham Biasa

Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan

uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan

datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual

sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas

pendapatan dan asset telah dipenuhi.

4. Teori Struktur Modal

Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika

Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya kita sebut

MM), mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling

berpengaruh yang pernah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat

membatasi, MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh

struktur modalnya. Dengan perkataan lain, hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak


26

menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal

tidak relevan. Tetapi, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis,

antara lain:20

a. Tidak ada biayai broker (pialang)

b. Tidak ada pajak

c. Tidak ada biaya kebangkrutan

d. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama seperti

manajemen mengenai peluang investasi perusahaan dimasa mendatang

e. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang

Menurut Brigham dan Houston (2001), meskipun beberapa dari asumsi-

asumsi ini terlihat tidak realistis, hasil-hasil MM yang tidak relevan sangat

penting artinya. Dengan menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal

tidak relevan, MM juga memberikan beberapa petunjuk kepada kita tentang apa

yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan sehingga akan

mempengaruhi nilai suatu perusahaan.21 Hasil kerja MM menandai awal dari riset

atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk melemahkan

asumsi-asumsi MM dalam upaya mengembangkan teori struktur modal yang

20
Eugene F Brigham and Joel F Houston, Manajemen Keuangan (Jakarta: Erlangga, 2001),
h.30
21
Ibid., h.31
27

lebih realistis. Riset dalam bidang ini sangat luas, tetapi garis besarnya

diringkaskan dalam bagian berikut:22

1) Efek Pajak

MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan

asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan

pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran dividen

kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini

mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal

mereka. Sebenarnya, MM memperlihatkan bahwa jika semua asumsi yang

lain berlaku, perbedaan perlakuan ini menyebabkan suatu situasi yang

memerlukan pembelanjaan dengan 100 persen utang. Akan tetapi, kesimpulan

ini diubah beberapa tahun kemudian oleh Merton Miller (kali ini tanpa

Modigliani) ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Ia menyatakan

bahwa semua penghasilan dari obligasi pada umumnya adalah bunga, yang

dikenakan pajak sebagai penghasilan perorangan pada tarif yang mencapai

39,6 persen, sementara penghasilan dari saham biasanya sebagian berasal dari

dividen dan sebagian dari keuntungan modal. Selanjutnya, keuntungan modal

dikenakan pajak dengan tarif maksimum 28 persen, dan pajak ini

ditangguhkan sampai saham itu terjual dan keuangan terealisasi. Jika saham

itu ditahan sampai si pemilik meninggal, tidak ada pajak keuntungan modal

apapun yang harus dibayar. Jadi, bila ditimbang, pengembalian atas saham
22
Ibid., h.32
28

biasa dikenakan pajak dengan tarif efektif yang lebih rendah daripada

pengembalian atas utang. Karena situasi pajak ini, Miller berpendapat bahwa

investor bersedia menerima pengembalian atas saham sebelum pajak yang

relatif rendah dibandingkan dengan pengembalian atas obligasi sebelum

pajak. Jadi, seperti yang dikemukakan Miller, dapat dikurangkannya bunga

untuk tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang,

tetapi perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham

menurunkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan pada saham dan dengan

demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas.

2) Efek Biaya Kebangkrutan

Menurut Brigham dan Houston (2001), masalah yang berkait kebangkrutan

semakin cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih

banyak utang dalam struktur modalnya. Karena itu, biaya kebangkrutan

menghalangi perusahaan menggunakan utang yang berlebihan. Biaya yang

terkait dengan kebangkrutan mempunyai dua komponen: probabilitas

terjadinya dan biaya-biaya yang akan timbul bila kesulitan keuangan telah

muncul. Perusahaan yang labanya lebih labil, bila semua hal lain sama,

menghadapi peluang kebangkrutan yang lebih besar sehingga harus

menggunakan lebih sedikit utang daripada perusahaan yang stabil.23

23
Ibid., h.33
29

3) Trade-Off Theory

Argumen-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut

dengan teori trade-off dari leverage, di mana perusahaan menyeimbangkan

manfaat dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang

menguntungkan) dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih

tinggi.24

4) Teori Pengisyaratan

Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Keuangan, Brigham dan Houston

(2001) menyatakan bahwa MM mengasumsikan bahwa investor memiliki

informasi yang sama mengenai prospek perusahaan seperti yang dimiliki para

manajer, ini disebut kesamaan informasi (symmetric information). Akan

tetapi, dalam kenyataannya manajer mempunyai informasi yang lebih baik

daripada investor luar. Hal ini disebut ketidaksamaan informasi (asymmetric

information) dan ini sangat berpengaruh terhadap keputusan struktur modal

yang optimal.25

5. Faktor Penentu Struktur Modal

Menurut Moeljadi penentuan struktur modal perlu mempertimbangkan

beberapa hal, yang dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini:26

24
Ibid., h.33
25
Ibid., h.35
26
Mulyadi, Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif (Malang:
Banyumedia, 2006), h.274
30

a. Tujuan Perusahaan

Jika tujuan manajer adalah memaksimumkan kemakmuran/kekayaan para

pemegang saham, maka struktur modal yang optimal adalah yang dapat

memaksimumkan nilai pasar perusahaan. Sedangkan apabila tujuan para

manajer memaksimumkan keamanan pekerjaannya, maka struktur modal yang

optimal terletak pada leverage rata-rata perusahaan lain dalam satu industri.

b. Tingkat leverage perusahaan dalam satu industri

c. Kemampuan dana intern

Penentu utama dana intern adalah tingkat pertumbuhan pendapatan. Tingkat

pertumbuhan pendapatan yang tinggi memungkinkan manajemen memperoleh

dana yang lebih besar daripada laba ditahan yang akan mengurangi dana

pinjaman.

d. Pemusatan pemilikan dan pengendalian suara

Apabila saham yang ada dalam perusahaan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil

pemilik, maka manajer akan segan untuk mengeluarkan saham baru.

e. Batas kredit

Usaha manajemen untuk menyesuaikan leverage dengan yang lain diinginkan

dipengaruhi oleh sikap kreditor terhadap perusahaan tersebut.

f. Ukuran Perusahaan

Suatu perusahaan yang berukuran besar lebih mudah memperoleh pinjaman

jika dibandingkan dengan perusahaan kecil.


31

g. Pertumbuhan aktiva perusahaan

Pertumbuhan aktiva dapat dijadikan indikator bagi kesempatan

pengembangan perusahaan pada waktu yang akan datang, sebab dapat

memberikan gambaran bagi kebutuhan dana secara total dalam perusahaan

tersebut.

h. Stabilitas Earnings

Berhubung variabilitas earnings dapat menjadi ukuran risiko bisnis suatu

perusahaan, maka calon kreditor cenderung memberikan pinjaman kepada

perusahaan yang mempunyai earnings yang relatif stabil.

i. Biaya modal sendiri

Karena biaya modal sendiri (cost of equity) dapat merefleksikan harga saham,

maka turun naiknya harga saham akan menunjukkan harapan bagi equity

financing yang murah/mahal yang dapat mengakibatkan dept financing

menjadi kurang/lebih menarik. Perubahan harga saham akan mempunyai

hubungan yang negatif dengan rasio leverage

j. Biaya utang

Jika biaya utang kd > rentabilitas aktiva re, maka penambahan utang akan

membawa efek yang unfavourable bagi rentabilitas modal sendiri.

k. Tarif pajak

Karena pembayaran bunga merupakan tax-deductible bagi perusahaan, maka

debt-financing akan lebih menarik daripada equity-financing. Dengan


32

demikian, tarif pajak dan rasio leverage dihipotesiskan mempunyai hubungan

yang positif.

l. Perkiraan tingkat inflasi

Perkiraan tingkat inflasi akan mempengaruhi permintaan dan penawaran dan.

Dalam keadaan inflasi yang tinggi, perusahaan lebih menyukai debt-

financiing.

m. Kemapuan dana sumber utang

Penawaran dana secara agregat terutama dipengaruhi oleh kebijakan

pemerintah. Berkurangnya ketersediaan dana ekstern mengakibatkan debt-

financing menjadi lebih mahal.

n. Kebiasaan umum di pasar modal

Kebiasaan yang kaku di pasar modal, misalnya investor yang hanya

menyenangi surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh bank, perusahaan

asuransi, dan public utility, akan menyulitkan perusahaan untuk segera

mengubah struktur modalnya.

o. Struktur aktiva

Apabila komposisi aktiva suatu perusahaan bersifat capital-intensive, maka

yang diutamakan adalah equity-financing. Artinya, modal pinjaman hanya

merupakan pelengkap, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana bagi modal

kerja.
33

D. Manajemen Laba

1. Pengertian Manajemen Laba

Menurut Sri Sulistyanto secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai

upaya menajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-

informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang

ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Istilah intervensi dipakai sebagai

dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara

pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai

kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka

standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang

diterima dan diakui secara umum.27

Menurut Healy and Wahlen, manajemen laba terjadi ketika para manajer

menggunakan keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi

untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin

mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi

hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporakan dalam

laporan keuangan.28

27
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris (Jakarta: Grasindo, 2008), h.6
28
P.M. Healy and J.M. Wahlen, “A Review of The Earnings Management Literature and its
implication for standard setters”, Accounting Horizons Vol. 13 No. 4 (Dec 1999), h.368
34

2. Motivasi Manajemen Laba.

Secara umum terdapat beberapa hal yang memotivasi individu atau badan

usaha melakukan tindakan creative accounting atau manajemen laba, yaitu:29

a. Motivasi Bonus.

Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah

insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam

menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam jumlah

relatif tetap dan rutin. Sementara, bonus yang relatif lebih besar nilainya

hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus

yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Kinerja manajer salah satunya

diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan

skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa

terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan

manajemen laba agar dapat menampilkan kinerja yang baik demi

mendapatkan bonus yang maksimal.

b. Motivasi Utang.

Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan

ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa kontrak bisnis

dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau

menginvestasikan dananya di perusahaan, tentunya manajer harus

29
Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi dan Liza Alvia, Creative Accounting–Mengungkap
Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h.31
35

menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Untuk memperoleh

hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif dari

manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan keuangannya

pun seringkali muncul.

c. Motivasi Pajak.

Tindakan manajemen laba tidak hanya terjadi pada perusahaan go public dan

selalu untuk kepentingan harga saham, tetapi juga untuk kepentingan

perpajakan. Kepentingan ini didominasi oleh perusahaan yang belum go

public. Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan

menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari

nilai yang sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk

bertindak kreatif melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba

fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan

kebijakan akuntansi perpajakan.

d. Motivasi Initial Public Offering (IPO).

Motivasi ini banyak digunakan oleh perusahaan yang akan go public ataupun

sudah go public. Perusahaan yang akan go public akan melakukan penawaran

saham perdananya ke publik atau lebih dikenal dengan istilah Initial Public

Offering (IPO) untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor.

Begitupun dengan perusahaan yang sudah go public untuk kelanjutan dan

ekspansi usahanya.
36

e. Motivasi Pergantian Direksi.

Praktik manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian

direksi atau chief executive officer (CEO). Menjelang berakhirnya masa

jabatan, direksi cenderung bertindak kreatif dengan memaksimalkan laba agar

performa kerjanya tetap terlihat baik pada tahun terakhir ia menjabat.

Motivasi utama yang mendorong hal tersebut adalah untuk memperoleh bonus

yang maksimal pada akhir masa jabatannya.

f. Motivasi Politis.

Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya

banyak menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan-perusahaan strategis

semisal perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap mendapatkan

subsidi, perusahaan-perusahaan tersebut cenderung menjaga posisi

keuangannya dalam keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak

terlalu baik karena jika sudah baik, kemungkinan besar subsidi tidak lagi

diberikan.

Dari penjelasan di atas terdapat beberapa motivasi yang mendorong terjadinya

manajemen laba, namun yang sejalan dengan penelitian ini yaitu ditinjau dari

motivasi perpajakan (taxation motivations). Scott mengemukakan bahwa motivasi

penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun

demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak

sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum

perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba. Intinya
37

manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba demi

mengurangi beban pajak yang harus dibayar.30

3. Pola Manajemen Laba

Menurut Scott ada empat pola manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan

yaitu:31

1. Taking a bath

Manajemen laba dengan pola taking a bath biasanya dilakukan ketika

perusahaan melakukan reorganisasi termasuk saat pergantian CEO. Taking a

bath dilakukan dengan melaporkan rugi yang besar pada periode sekarang.

2. Income Minimization

Income minimization adalah pola manajemen laba yang serupa dengan taking

a bath namun dalam bentuk yang tidak terlalu ekstrim. Income minimization

dilakukan dengan memilih kebijakan yang dapat meminimalkan laba seperti

penghapusan beberapa aset dan intangible asset, beban pemasaran, dan beban

R&D.

3. Income Maximization

Manajer melakukan income maximization dengan tujuan untuk meningkatkan

laba perusahaan agar bisa mencapai bogey dalam skema bonus. Namun

30
William R. Scott, Financial Accounting Theory (Toronto Ontaria: Pearson, 2012), h.432-435
31
William R. Scott, Financial Accounting Theory, 3rd edition (Prentice Hall: United States of
America, 2003), h.383
38

income maximization yang dilakukan akan berhenti ketika sudah mencapai

cap yang ada dalam skema bonus.

4. Income Smoothing

Income smoothing mungkin adalah pola yang paling menarik dalam

manajemen laba. Manajer akan melakukan income smoothing diantara bogey

dan cap. Skema bonus memberikan insentif bagi manajemen untuk

mempertahankan laba di antara bogey dan cap.

4. Teknik Manajemen Laba

Manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:32

1) Perubahan metode akuntansi

Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode

sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode

akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu

dengan cara yang berbeda, misalnya:

a) Mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun

(sum of the year digit) ke metode depresiasi garis lurus (straight line)

b) Mengubah periode depresiasi

2). Memainkan kebijakan perkiraaan akuntansi


32
Asyik dan Soelistyo, “Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba: Penetapan
Rasio Keuangan Sebagai Discriminator”, Jurnal riset akuntansi Indonesia. Vol.15 No. 33 (Juli, 2000),
h.23.
39

Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan

perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk

melibatkan subyektifitas dalam menyusun estimasi, misalnya:

a) Kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih

b) Kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi

c) Kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum

terputuskan.

3). Menggeser periode biaya atau pendapatan

Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan atau sering disebut

manipulasi keputusan operasional, misalnya:

a) Mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan

sampai periode akuntansi berikutnya.

b) Mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya.

c) Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman

tagihan sampai periode akuntansi berikutnya.

d) Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba.

e) Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai.


40

5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba

Pada penelitian skripsi ini, manajemen laba dideteksi dengan menggunakan

discretionary accrual yang diukur menggunakan model yang dikembangkan oleh

Friedlan (1994).33 Secara umum penelitian tentang manajemen laba menggunakan

pengukuran berbasis akrual dalam mendeteksi ada tidaknya manipulasi. Salah satu

kelebihan dalam pendekatan total accrual adalah pendekatan tersebut berpotensi

untuk dapat mengungkapkan cara-cara untuk menurunkan atau menaikkan laba,

karena cara-cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketahui pihak luar.

Total Accrual dalam perhitungan laba terdiri atas nondiscetionary dan discretionary

accrual, nondiscretionary accrual merupakan komponen akrual yang terjadi secara

alami atau wajar seiring dengan perubahan aktivitas perusahaan. Sedangkan

discretionary accrual merupakan komponen akrual yang berasal dari rekayasa

manajemen (earnings management).34 Sesuai penelitian yang dilakukan oleh

Gumanti (2000),35 umumnya poin awal dalam pengukuran discretionary accruals

adalah total accruals, dimana total accruals tersebut terdiri dari komponen non

discretionary accruals dan discretionary accruals. Selanjutnya model yang

dikembangkan Friedlan (1994) digunakan untuk mengukur discretionary accruals.

33
Freidlan J. M. 1994. Accounting Choice of Issuers of Initial Public Offerings. Contempo-
rary Accounting Research 11 (1) (1994): 1-31.
34
Veronica dan Bachtiar, Y. S. Good Corporate Governance Information Asymetry and
Earnings Management. (Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, 2004)
35
Tatang Ari Gumanti. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. 2 (2) (2000): 104-115
41

Model pengukuran atas discretionary accruals pada penelitian ini dijelaskan dengan

formula sebagai berikut:

TA = NOI - CFO
Keterangan :

 TA = Total Accruals

 NOI = Net Operating Income

 CFO = Cash Flow Operting Activities.

Kemudian akan diukur nilai discretionary accruals dengan menggunakan

persamaan :

DACpt = (TApt/SALEpt) – (TApd/SALEpd)


Keterangan :

 DACpt = discretionary accrual periode tes

 TApt = total accruals periode tes

 SALEpt = penjualan periode tes

 TApd = total accruals periode dasar

 SALEpd = penjualan periode dasar

Didalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba, pada umumnya

akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu discretionary accruals negatif
42

dan positif.36 discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang

dilakukan manajer dengan pola income increasing, sedangkan negatif akan

menunjukkan manipulasi income decreasing, bentuk-bentuk discretionary accruals

tersebut disesuaikan dengan motivasi yang dilakukan oleh manajer.

E. Pajak Penghasilan

1. Pengertian Pajak Penghasilan

Pengertian Pajak penghasilan adalah, pajak yang dikenakan terhadap subyek

pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat

pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban

pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.37

Dasar hukum pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 Tanggal 23 September 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 4893, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985) yang

merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal

31 Desember 1983 Tentang PPh, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983

Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263.38

36
Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi dan
return saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7 (3, 2004). h.316-332.
37
Erly Suandy, Perpajakan, edisi kedua, cetakan kedua (Jakarta: Salemba Empat, 2010),
h.81
38
Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia, Edisi kedua (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
h.171
43

2. Subjek Pajak Penghasilan

Secara umum pengertian subjek adalah siapa yang dikenakan pajak. Menurut

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak

penghasilan, yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah orang pribadi, warisan

yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan

bentuk usaha tetap (BUT). Penjelasan dari masing-masing subjek pajak penghasilan

adalah sebagai berikut:39

a. Orang pribadi

Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau

berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

Dalam hal ini, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan

subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.

Penunjukkan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan

yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan, demikian juga dengan

tindakan penagihan selanjutnya.

39
Endah Nilam Rahmadani, “Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Pajak Penghasilan
Badan Terutang,” (Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010),
h.15-18
44

c. Badan

Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang

meliputi, Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Badan Usaha Milik

Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, firma,

kongsi, koperasi, yayasan, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap dan bentuk

badan lainnya.

d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh

orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua

belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang

berupa:

1) Tempat kedudukan manajemen

2) Cabang perusahaan

3) Kantor perwakilan

4) Gedung kantor

5) Pabrik

6) Bengkel
45

7) Pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang

digunakan untuk eksplorasi pertambangan.

8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan dan kehutanan

9) Proyeksi konstruksi instalasi atau proyek perakitan

10) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

11) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak

berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung

risiko di Indonesia.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang PPh, subjek pajak dalam

PPh terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Kedua jenis

subjek pajak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Subjek pajak dalam negeri

Yang dimaksud subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara

fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Hal ini

dapat dilihat dalam ketentuan berikut:

1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang

berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak.
46

b. Subjek pajak luar negeri

sedangkan yang menjadi subjek pajak luar negeri adalah:

1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun

berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12

bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia.

2) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun

berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12

bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia

bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha

tetap di Indonesia.

3. Objek Pajak Penghasilan

Dalam peraturan perpajakan yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu

yang dapa dikenakan pajak. Objek PPh adalah penghasilan. Pengertian penghasilan

menurut undang-undang PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
47

luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.40

Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang

diterima oleh wajib pajak dapat dikategorikan atas empat sumber, yaitu:

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan

hubungan kerja dan pekerjaan bebas.

b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan

c. Penghasilan dari modal

d. Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan hutang dan lain sebagainya.

Berdasarkan empat kategori di atas, sesuai dengan pasal 4 ayat (1) Undang-

undang PPh telah diberikan uraian mengenai objek PPh antara lain:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,

gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali

ditentukan lain dalam undang-undang PPh.

b. Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

40
Ibid., h.19
48

1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan

badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya

karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan atau pengambilalihan usaha.

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,

badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh

menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang

bersangkutan

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan

pengembalian hutang.

g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi.

h. Royalti.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.


49

k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m. Selisish lebih karena penilaian kembali aktiva.

n. Premi asuransi.

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri

dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang

iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas anggotanya.

p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

4. Tarif Wajib Pajak Badan

Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008, tarif PPh untuk WP Badan terdiri dari

3 (tiga) tarif, yaitu tarif sesuai Pasal 17 ayat (2a) UU PPh, tarif sesuai Pasal 17 ayat

(2b) UU PPh, dan tarif sesuai Pasal 31E UU PPh.41

a. Tarif Pasal 17 Ayat (2a) UU PPh

Besarnya tarif PPh adalah 25% (dua puluh lima persen) dan sudah

diberlakukan sejak Tahun Pajak 2010. Tarif PPh ini adalah tarif umum yang berlaku

41
Ferry Aditama dan Anna Purwaningsh, “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Non Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” (Jurnal,
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta), h.7-8
50

bagi semua WP Badan, khususnya WP Badan yang tidak memenuhi syarat Pasal 17

ayat (2b) maupun Pasal 31E UU PPh.

b. Tarif Pasal 17 Ayat (2b) UU PPh

Bagi WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk atau go public), mendapat

pengurangan tarif sebesar 5% (lima persen) dari tarif normal atau dengan kata lain

mulai Tahun Pajak 2010, tarif untuk WP Badan yang sudah go public adalah 20%

(dua puluh persen). WP Badan yang berhak mendapat penurunan atau pengurangan

tarif PPh ini adalah WP Badan yang sudah go public dengan kriteria sebagai berikut:

1) Saham diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

2) Jumlah saham yang dilempar ke publik minimal 40% (empat puluh persen)

dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki oleh

minimal 300 pihak (pemegang saham) baik orang pribadi ataupun badan.

3) Masing-masing pihak (pemegang saham) hanya boleh memiliki saham kurang

dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang disetor.

Kondisi yang disebutkan pada kedua poin terakhir tersebut harus dipenuhi

dalam jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun

pajak. Jika salah satu dari ketiga kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi, maka WP

Badan tersebut harus menggunakan tarif PPh yang ditetapkan dalam Pasal 17 ayat

(2a) UU PPh, yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen).


51

c. Tarif Pasal 31E UU PPh.

Besarnya tarif PPh menurut pasal ini adalah 50% (lima puluh persen) dari tarif

umum yang disebutkan pada Pasal 17 ayat (1) huruf b atau Pasal 17 ayat (2b) UU

PPh. Dengan kata lain, ada diskon tarif PPh sehingga tarif yang dikenakan kepada

WP Badan yang memenuhi syarat hanya sebesar 14% (untuk tahun pajak 2009) atau

12,5% (mulai tahun pajak 2010).

WP Badan yang berhak mendapatkan fasilitas ini adalah WP Badan yang

jumlah peredaran brutonya dalam satu Tahun Pajak tidak lebih dari Rp 50 milyar.

Cara penghitungannya dapat dilihat pada memori penjelasan Pasal 31E UU PPh.

Menurut penegasan dalam poin 2.c. Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor

SE 66/PJ./2010 tanggal 24 Mei 2010, yang dimaksud dengan ‘peredaran bruto’

adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha, baik yang berasal dari Indonesia

maupun dari luar Indonesia, sebelum dikurangi dengan biaya fiskal.

F. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian

1. Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang

Long Term Debt to Asset Ratio adalah rasio yang mengukur seberapa besar

jumlah aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang jangka panjang. Aktiva didanai

dari dua sumber, yaitu dari investor dan kreditor. Penggunaan hutang oleh

perusahaan akan menimbulkan biaya bunga yang harus dibayarkan secara

periodik kepada kreditur atau investor obligasi. Peraturan perpajakan


52

memperlakukan biaya bunga sebagai bagian dari biaya usaha. Oleh karena itu,

semakin besar bunga hutang perusahaan maka pajak yang terutangnya akan

menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha. Sebagaimana

dijelaskan dalam pasal 6 ayat (1) a UU Nomor 17 tahun 2000 yang menyatakan

bahwa biaya bunga dapat menjadi unsur pengurang penghasilan kena pajak.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Endah Nilam Rahmadani (2010)

tentang pengaruh Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan

Badan Terutang, menunjukkan semakin besar rasio Long Term Debt to Asset

Ratio maka akan menurunkan jumlah Pajak Penghasilan Badan Terutang.

Berdasarkan keterkaitan antar variabel Long Term Debt to Asset Ratio terhadap

Pajak Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu:

Ha1 : Long Term Debt to Asset Ratio berpengaruh signifikan terhadap Pajak

Penghasilan Badan Terutang.

2. Debt to Equity Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang

Debt to Equity Ratio adalah perbandingan rasio total hutang dengan ekuitas yang

didefinisikan sebagai proporsi penggunaan total hutang dengan modal sendiri

(ekuitas) dalam kebijakan struktur modal perusahaan. Semakin tinggi rasio

berarti semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang

saham. Peraturan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia membedakan perlakuan

biaya bunga pinjaman dengan pengeluaran deviden, bahwa bunga pinjaman

dapat dikurangkan sebagai biaya (Tax deductible) sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a

UU Nomor 17 tahun 2000 sedangkan pengeluaran deviden tidak dapat


53

dikurangkan sebagai biaya (Non-Tax deductible) sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf a

UU Nomor 17 tahun 2000. Pendanaan yang dominan berasal dari hutang akan

menimbulkan biaya berupa bunga hutang yang tinggi, yang tentunya hal ini akan

berdampak pula pada besaran pajak perusahaan. Penelitian sebelumnya

dilakukan oleh Endah Nilam Rahmadani (2010) tentang pengaruh Debt to Equity

Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang yang menunjukkan hasil

bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan

positif terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang. Namun berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Yulianti tentang pengaruh Debt to Equity Ratio

terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang yang menunjukkan bahwa Debt to

Equity Ratio berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan negatif terhadap

Pajak Penghasilan Badan Terutang, yang berarti semakin besar Debt to Equity

Ratio maka akan menurunkan jumlah Pajak Penghasilan Badan Terutang.

Berdasarkan keterkaitan antar variabel Debt to Equity Ratio terhadap Pajak

Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu:

Ha2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Pajak Penghasilan

Badan Terutang.

3. Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang

Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan dan

merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan memainkan metode


54

dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan.42. Perpajakan dapat menjadi

motivasi bagi manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu dengan cara

memperkecil taxable income dalam rangka mengurangi pajak.43 Berbagai metode

akuntansi digunakan pihak manajemen dalam rangka penghematan pajak.44

Penelitian yang dilakukan oleh Chandra Yuliana (2011) menunjukkan hasil

bahwa motivasi pajak mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba.

Berdasarkan keterkaitan antar variabel Manajemen Laba terhadap Pajak

Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu:

Ha3 : Manajemen Laba berpengaruh signifikan terhadap Pajak Penghasilan Badan

Terutang.

42
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris (Jakarta: PT. Grasindo, 2008),
h.15
43
William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario:
Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.361
44
Ibid., h.359
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis

dengan pendekatan kuantitatif. Deskristif-analitis adalah analisis yang ditujukan

untuk menguji hipotesis-hipotesis dan mengadakan interpretasi yang lebih dalam

tentang hubungan-hubungan, sedangkan jenis penelitiannya adalah deskriptif dan

verifikatif.1

Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui variasi besaran tingkat

struktur modal, manajemen laba dan pajak penghasilan badan terutang pada

perusahaan yang bergerak di sektor property dan real estate yang tergolong sebagai

emiten yang mengeluarkan Daftar Efek Syariah (DES) periode pelaporan keuangan

tahun 2013-2014. Sedangkan penelitian verifikatif dilakukan untuk menjawab

pertanyaan dalam rumusan masalah, yaitu bagaimana pengaruh struktur modal (Long

Term Debt to Assets Ratio & Debt to Equity Ratio) dan manajemen laba secara

parsial maupun secara simultan terhadap pajak penghasilan badan terutang

perusahaan yang tergolong emiten syariah sektor properti dan real estate periode

2013-2014 berturut-turut.

1
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Cetakan Kelima (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999),
h.105

55
56

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan penerbit saham syariah pada

sektor property dan real estate yang termasuk dalam Indeks Saham Syariah Indonesia

(ISSI) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2013-2014. Sampel penelitian

ditarik menggunakan teknik non-probability sampling atau penarikan sampel secara

tak acak dengan prosedur judgment / purposive sampling. Kriteria penentuan sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan penerbit Daftar Efek Syariah pada sektor property dan real estate

di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2014.

2. Perusahaan konsisten termasuk dalam kategori penerbit Daftar Efek Syariah

selama periode penelitian tahun 2013-2014 sesuai surat keputusan yang

diterbitkan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang Daftar Efek

syariah.

3. Perusahan sampel menerbitkan laporan keuangannya secara lengkap beserta

data yang dibutuhkan penulis selama periode penelitian tahun 2013-2014 dan

bisa diakses melalui website www.idx.co.id Bursa Efek Indonesia.


57

Tabel 3.1

Kriteria Pemilihan Sampel

Keterangan Jumlah

Perusahaan penerbit Daftar Efek Syariah (DES) sektor property dan

real estate di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013-2014. 45

 Pelanggaran Kriteria 1

Perusahaan tidak konsisten termasuk dalam kategori penerbit Daftar

Efek Syariah selama periode penelitian tahun 2013-2014 sesuai (7)

surat keputusan yang diterbitkan Dewan Komisioner Otoritas Jasa

Keuangan tentang Daftar Efek syariah.

 Pelanggaran Kriteria 2

Perusahan sampel menerbitkan laporan keuangannya secara lengkap

beserta data yang dibutuhkan penulis selama periode penelitian (6)

tahun 2013-2014 dan bisa diakses melalui website www.idx.co.id

Bursa Efek Indonesia.

Jumlah Sampel Terseleksi yang Digunakan 32

Sumber: Data diolah penulis, 2015.

Berdasarkan kriteria penentuan sampel tersebut, diperoleh data sebagai berikut:


58

Tabel 3.2
Daftar Sampel Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Properti dan
Real Estate Tahun 2013-2014

No Nama Perusahaan Kode


Perusahaan
1 PT Agung Podomoro Land Tbk. APLN
2 PT Alam Sutera Realty Tbk. ASRI
3 PT Bekasi Asri Pemula Tbk BAPA
4 PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk. BEST
5 PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk. BIPP
6 PT Bukit Darmo Property Tbk. BKDP
7 PT Sentul City Tbk. BKSL
8 PT Bumi Serpong Damai Tbk. BSDE
9 PT Cowell Development Tbk. COWL
10 PT Ciputra Development Tbk. CTRA
11 PT Ciputra Property Tbk. CTRP
12 PT Ciputra Surya Tbk. CTRS
13 PT Duta Anggada Realty Tbk. DART
14 PT Intiland Development Tbk. DILD
15 PT Duta Pertiwi Tbk. DUTI
16 PT Bakrieland Development Tbk. ELTY
17 PT Megapolitan Development Tbk. EMDE
18 PT Fortune Mate Indonesia Tbk. FMII
19 PT Gowa Makassar Tourism GMTD
Development Tbk.
20 PT Jaya Real Property Tbk. JPRT
21 PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. KIJA
22 PT Lamicitra Nusantara Tbk. LAMI
23 PT Lippo Cikarang Tbk. LPCK
24 PT Lippo Karawaci Tbk. LPKR
25 PT Modernland Realty Tbk. MDLN
26 PT Metropolitan Land Tbk. MTLA
27 PT Nirvana Development Tbk. NIRO
28 PT Pakuwon Jati Tbk. PWON
29 PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk. RBMS
30 PT Pikko Land Development Tbk. RODA
31 PT Danayasa Arthatama Tbk. SCBD
32 PT Summarecon Agung Tbk. SMRA
Total 32 Sampe Perusahaan
Sumber: Data Diolah dari website www.idx.co.id
59

C. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara yang dicatat oleh pihak lain. Data sekunder

umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam data

dokumenter yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.2 Peneliti

memperoleh data-data penelitian yang bersumber dari:

1. Penelitian pustaka (library research)

Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang

diteliti melalui buku, artikel, jurnal, laporan penelitian, tesis, internet dan

perangkat lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Penelitian lapangan (field research)

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari

laporan keuangan perusahaan penerbit daftar efek syariah sektor property

dan real estate di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014.

D. Operasional Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel dependen (Y) dan dua variabel

independen (X) yang akan diuji dengan menggunakan teknik regresi linier berganda.

2
Nur Indriantoro dan Babang Suparno, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen, Edisi Pertama (Yogyakarta: Lembaga Penerbit BPFE, 2002), h. 147.
60

1. Dependent Variabel (Y)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen. Dalam penelitian ini Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang

merupakan variabel dependen. Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang adalah pajak

yang dikenakan terhadap laba yang dihasilkan atau diperoleh perusahaan dalam satu

tahun pajak. Dengan kata lain, PPh Badan Terutang adalah laba fiskal yang sudah

direkonsiliasikan fiskal dikali dengan tarif PPh Badan Terutang. Dalam laporan

keuangan PPh Badan terutang sering disebut dengan beban pajak kini (Current Tax

Expense).

2. Independent Variabel (X)

Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi

variabel dependen (variabel terikat). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel

independen yaitu sebagai berikut:

a. Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) = X1

Merupakan rasio hutang jangka panjang dengan aset yaitu bahwa pendanaan

perusahaan untuk membeli aset menggunakan hutang jangka panjang nya.

Rasio ini diperoleh dengan membandingkan jumlah hutang jangka panjang

dengan total aset.3

3
Agnes Sawir, Analisis Kinerja dan Perencanaan Keuangan Perusahaan (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka, 2003), h.10
61

b. Debt to Equity Ratio (DER) = X2

Merupakan rasio hutang dengan ekuitas yang didefinisikan sebagai

proporsi penggunaan total hutang dengan modal sendiri dalam kebijakan

struktur modal perusahaan. Setelah semua data perusahaan yang dijadikan

sampel terkumpul, selanjutnya adalah menghitung besarnya Debt to Equity

Ratio dengan rumus:

c. Manajemen Laba = X3

Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan

pendekatan model Friedlan (1994)4, discretionary accrual merupakan

perbedaan antara total accruals pada periode yang diuji yang distandarisasi

dengan penjualan pada periode yang diuji dan total accruals pada periode

dasar yang distandarisasi dengan penjualan pada periode dasar.

Secara sistematis, total accruals itu sendiri merupakan selisih antara

laba bersih operasi (net operating income) dengan aliran kas dari aktivitas

operasi (cash flow operating activities), dalam menghitung total accrual

menggunakan rumus sebagai berikut :

4
Friedlan, J.M “Accounting Choices of Issuer of Initial Public Offering”. Contemporary
Accounting Research, 11 (1, 1994)
62

TA = NOI - CFO

Keterangan :

TA = Total Accruals

NOI = Net Operating Income

CFO = Cash Flow Operting Activities.

Kemudian akan diukur nilai discretionary accruals dengan menggunakan

persamaan :

DACpt = (TApt/SALEpt) – (TApd/SALEpd)

Keterangan :

DACpt = discretionary accrual periode tes

TApt = total accruals periode tes

SALEpt = penjualan periode tes

TApd = total accruals periode dasar

SALEpd = penjualan periode dasar

Di dalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba, pada umumnya

akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu discretionary accruals


63

negative dan positif.5 discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang

dilakukan manajer dengan pola income increasing, sedangkan negative akan

menunjukkan manipulasi income decreasing, bentuk-bentuk discretionary accruals

tersebut disesuaikan dengan motivasi yang dilakukan oleh manajer.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan statistik

yaitu dengan penerapan Statistical Product and Services Solutions (SPSS) for

windows 22.0. setelah data-data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul,

langkah selanjutnya yaitu melakukan analisis data yang terdiri dari metode statistik

deskriptif, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Adapun penjelasan mengenai metode

analisis data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum,

range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi). Statistik deskriptif

mendeskripsikan data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah

dipahami. Statistik deskriptif digunakan untuk mengembangkan profil

5
Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi dan return
saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7 (3, 2004). h.316-332.
64

perusahaan yang menjadi sampel. Statistik deskriptif berhubungan dengan

pengumpulan dan peningkatan data, serta penyajian hasil peningkatan tersebut.6

2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik yang digunakan atas data sekunder dalam

penelitian ini meliputi uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan

autokorelasi yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal

atau tidak. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa

nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka

uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara

untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu

dengan analisis grafik dan uji statistik.7

Uji kolmogorov-smirnov merupakan salah satu bagian dari uji

statistik. Uji kolmogorov-smirnov dapat dijadikan petunjuk apakah suatu

data terdistribusi normal atau tidak. Pada uji kolmogorov-smirnov, jika

tingkat signifikan dibawah 0,05, maka data yang diuji memiliki

perbedaan yang signifikan dengan data normal baku sehingga data yang

6
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 5 (Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011), h.19
7
Ibid., h.160.
65

diuji tidak berdistribusi normal. Sebaliknya jika tingkat signifikansi di

atas 0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi normal.8

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).

Pada model regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak

terjadi korelasi. Pengujian ini menggunakan matrik korelasi antar variabel

bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen. Jika

variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel tersebut

tidak ortogonal atau terjadi kemiripan. Variabel ortogonal adalah variabel

independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen bernilai

nol. Variabel ortogonal adalah variabel independen sama dengan nol.

Dalam kata lain, jika terjadi korelasi maka dinamakan problem

multikolinearitas (multikol).9 Pada kasus multikolinearitas serius,

koefisien regresi tidak lagi menunjukkan pengaruh murni dari variabel

independen dalam model.

Pendeteksian multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan

tolerance value dan variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini

menunjukkan setiapvariabel independen yang dijelaskan oleh variabel

8
Ibid., h. 165.
9
Ibid., h. 105.
66

independen lainnya. Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10 maka tidak

terjadi multikolinearitas.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain. Jika varience dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan

jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi

ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada

tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel

terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu SRESID.10 Jika

tidak terdapat pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di

bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu

model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi

maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena

observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan antara satu sama

lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak

bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik
10
Ibid., h.139
67

adalah yang bebas dari autokorelasi.11 Jika dalam model regresi terjadi

autokorelasi yang kuat maka dapat menyebabkan dua variabel yang tidak

berhubungan menjadi berhubungan, biasa disebut spourious regresioan.

Hal ini dapat terlihat dari R2.

Cara untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan

menggunakan Durbin Watson Test (D-W). Dasar pengambilan keputusan

ada tidaknya autokorelasi dalam model regresi adalah sebagai berikut:12

1. Bila nilai D-W terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan

(4-du) maka koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada

autokorelasi.

2. Bila nilai D-W lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound

(dl) maka koefisien autokorelasi > 0, berarti ada autokorelasi

positif.

3. Bila nilai D-W lebih besar dari (4-dl) maka koefisien autokorelasi <

0, berarti ada autokorelasi negatif.

4. Bila nilai D-W terletak antara batas atas (du) dan batas bawah (dl)

atau D-W terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak

dapat disimpulkan.

Dalam hal pengujian autokorelasi selain dengan menggunakan uji

Durbin-Watson, untuk memperkuat hasil yang lebih akurat terkait

11
Ibid., h.110
12
Ibid., h.111
68

masalah autokorelasi, penulis juga menggunakan uji Run test. Run test

sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat digunakan untuk

menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi atau tidak.

Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan

bahwa residual adalah acak atau random.

Run test digunakan untuk melihat apakah residual terjadi secara

random atau tidak. Uji run test akan memberikan kesimpulan yang lebih

pasti jika terjadi masalah pada Durbin-Watson Test ketika nilai d terletak

antara d L dan d U atau d diantara (4-dU) dan (4-dL) yang akan

menyebabkan pengujian autokorelasi tidak menghasilkan kesimpulan

yang pasti atau pengujian tidak meyakinkan jika menggunakan DW test.

Sebuah penelitan dikatakan bebas masalah autokorelasi jika hasil run test

menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05, yang berarti bahwa data

yang dipergunkan cukup random sehingga tidak terdapat masalah

autokorelasi pada data yang diuji.13

3. Analisis Regresi Berganda

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi

berganda. Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel

dependen dengan menggunakan data variabel dependen yang sudah diketahui

13
M Nashihun Ulwan, “Mendeteksi Autokorelasi dengan Run Test”, artikel diakses pada 23
Juni 2015 dari http://www.portal-statistik.com/2014/05/mendeteksi-autokorelasi-dengan-run-test.html.
69

besarnya.14 Model regresi berganda umumnya digunakan untuk menguji

pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen

dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linear.15

Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah model

persamaan regresi linier berganda. Adapun variabel independen terdiri dari

Struktur Permodalan yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio & Debt to

Asset Ratio dan Manajemen Laba yang dihitung melalui pendekatan model

Friedlan (1994). Sedangkan variabel dependennya adalah Pajak Penghasilan

(PPh) Badan Terutang. Persamaan regresi yang diinterpretasikan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = a + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e
Dimana :

Y = PPh Badan Terutang

a = Konstanta

β1, β2, β2 = Koefisien Regresi

X1 = Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR)

X2 = Debt to Equity Ratio (DER)

X3 = Manajemen Laba

e = error

14
Singgih Santosa, Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, (Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2010), h.163.
15
Nur Indriantoro dan Bambang Sopumo, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen, Edisi Pertama (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2002), h. 211.
70

4. Uji Hipotesis

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur

dari goodness of fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai

koefisien determinasi (R2), uji statistik F dan statistik t.

a. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa besar persentase

variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu

menjelaskan variasi variabel dependen.16

Uji ini digunakan untuk menjelaskan besarnya besarnya kontribusi

atau pengaruh variabel independen long term debt to asset ratio, debt to

equity ratio dan manajemen laba terhadap variabel dependen pajak

penghasilan badan terutang. Besarnya koefisien determinasi dilihat dari

nilai Adjusted R-Squared (R2) pada koefisien regresinya.

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Pengujian ini untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel

independen secara bersama-sama (simultan) terhadap perubahan nilai

variabel dependen. Untuk itu perlu dilakukan uji F atau ANOVA yang

dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansi yang ditetapkan

untuk penelitian dengan probability value dari hasil penelitian.17

16
Duwi Priyatno. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS, (Yogyakarta: Andi, 2010),
h.66
17
Imam Ghozali, Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS, (Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2009), h.127
71

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel terikat.

Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan uji statistik F:

1) Taraf signifikansi α = 0,05

2) Kriteria pengujian dimana Ha diterima apabila p value < α dan

Ha ditolak apabila p value > α

c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Menurut Imam Ghozali, uji statistik t pada dasarnya menunjukkan

seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual

(parsial) dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan signifikan level 0,05 (α = 5%). Penerimaan atau

penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria :18

1) Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (Koefisien

regresi tidak signifikan). Ini berarti secara parsial variabel

independen tidak mempunyai pengaruh secara signifikan

terhadap variabel dependen.

2) Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien

regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen

tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

dependen.
18
Ibid., h.129
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penemuan dan Pembahasan

1. Analisis Statistik Deskriptif

Output data hasil pengelolaan statistik dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4.1

Deskripsi Statistik Variabel Penelitian

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Pajak_Penghasilan 64 1027246575 560048091102 104238067364 116518602352
LDAR 64 1,9 50,1 19,312 11,6113
DER 64 18,0 224,2 85,772 46,5179
Manajemen_Laba 64 -1,98 3,42 ,1902 ,93798
Valid N (listwise) 64
Sumber : Output SPSS, 2015

Berdasarkan tabel di atas diperoleh gambaran nilai minimum, maksimum, rata-

rata dan standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian sebagai berikut :

a. Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek

syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 2013-

2014, PPh badan terutang perusahaan yang terkecil adalah Rp 1.027.246.575

yang dimiliki oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk pada tahun 2013 dan

PPh badan terutang yang terbesar adalah Rp 560.048.091.102 yang dimiliki

oleh PT Lippo Karawaci Tbk pada tahun 2014. Nilai standar deviasi sebesar

72
73

Rp 116.518.602.352 dan rata-rata jumlah PPh badan terutang yang dibayar

oleh perusahaan adalah sebesar Rp 104.238.067.364.

b. Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek

syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 2013-

2014, Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) perusahaan yang terkecil

adalah 1,9% yang dimiliki oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk pada

tahun 2013 dan nilai Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) yang terbesar

adalah 50,1% yang dimiliki oleh PT Cowell Development Tbk. Sedangkan

rata-rata Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) adalah 19,312% dan standar

deviasi sebesar 11,6113%.

c. Debt to Equity Ratio (DER)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek

syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 2013-

2014, Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan yang terkecil adalah 18,0%

yang dimiliki oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk pada tahun 2014 dan

nilai Debt to Equity Ratio (DER) yang terbesar adalah 224,2% yang dimiliki

oleh PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk. Sedangkan rata-rata

Debt to Equity Ratio (DER) adalah 85,772% dan standar deviasi sebesar

46,5179%.
74

d. Manajemen Laba (Discretionary Accrual)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek

syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 2013-

2014, nilai discretionary accrual yang merupakan proksi manajemen laba

terendah sebesar -1,98 dilakukan oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk,

koefisien bernilai negatif yang berarti perusahaan terindikasi melakukan

income decreasing atau menurunkan laba pada tahun 2013 dan untuk nilai

discretionary accrual tertinggi sebesar 3,42 dilakukan oleh PT Bukit Darmo

Property Tbk, koefisien bernilai positif yang berarti perusahaan terindikasi

melakukan income increasing atau menaikan laba. Sedangkan rata nilai

koefisien discretionary accrual adalah 0,1902 dan standar deviasi sebesar

0,93798.

B. Hasil Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

a. Uji Normalitas melalui Histogram dan Kurva Normal P-Plot

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak.

Model regresi yang baik memiliki distribusi yang normal atau mendekati

normal. Normalitas data dilihat melalui histogram display normal curve,

berdasarkan bentuk gambar kurvanya Data dikatakan normal jika bentuk


75

kurva memiliki kemiringan yang cenderung imbang, pada sisi kiri maupun

sisi kanan, dan kurva berbentuk lonceng yang hampir sempurna.

Gambar 4.1

Hasil Uji Normalitas

histogram display normal curve

Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015

Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan bahwa data dapat dikatakan normal,

karena kurva tidak condong (miring) ke kanan maupun ke kiri, namun

cenderung ditengah dan berbentuk seprti lonceng.

Selanjutnya, deteksi normalitas juga dapat dilakukan dengan melihat kurva

normal p-plot, penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik.

Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploating data

akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal maka
76

garis yang menghubungkan data sesungguhnya akan mengikuti garis

diagonalnya.

Gambar 4.2

Hasil Uji Normalitas

Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015

Berdasarkan gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa model dalam penelitian

memenuhi asumsi normalitas, karena titik-titik data berada disekitar garis

diagonal dan bergerak mengikuti arah garis diagonal tersebut.

b. Uji Normalitas melalui One-Sample Kolmogorv-Smirnov Test

Untuk mendapatkan tingkat uji normalitas yang lebih signifikan maka

penelitian ini juga menggunakan uji statistic non parametric Kolmogrov-

Smirnov. Pada Tabel 4.2 dibawah ini diperoleh Asymp-sig (2-tailed) > taraf
77

nyata (α) atau 0,078 > 0,05. hal ini berarti data residual berasal dari distribusi

normal.

Tabel 4.2

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Standardized
Residual
N 64
Mean 0E-7
a,b
Normal Parameters Std.
,97590007
Deviation
Absolute ,159
Most Extreme
Positive ,159
Differences
Negative -,113
Kolmogorov-Smirnov Z 1,273
Asymp. Sig. (2-tailed) ,078
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015

2. Hasil Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Apabila terjadi korelasi

antar variabel bebas, maka terdapat masalah multikolinieritas pada model regresi

tersebut.

Model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi antar variabel

independennya (multikolinieritas). Model regresi dapat dikatakan bebas dari masalah

multikolinieritas jika VIF tidak lebih dari 10 (VIF<10) dan nilai Tolerance tidak
78

kurang dari 0,1. Dalam penelitian ini hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada

tabel 4.3 di bawah ini:

Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel Collinearity Statistics Keterangan


Tolerance VIF
LDAR 0,595 1,682 Tidak ada multikolinieritas
DER 0,593 1,687 Tidak ada multikolinieritas
Manajemen 0,958 1,016 Tidak ada multikolinieritas
Laba
Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa nilai VIF ketiga variabel,

LDAR, DER dan Manajemen Laba tidak lebih dari angka 10 (VIF < 10), masing-

masing yaitu: 1,682, 1,687 dan 1,016. Nilai Tolerance masing-masing sebesar 0,595,

0,593 dan 0.958 yang menunjukkan lebih dari 0.1 (Tolerance > 0.1). Maka dapat

disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas dari masalah

multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan varians dan residual atau pengamatan ke pengamatan yang lain.

Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka

disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas

atau tidak terjadi heteroskedastisitas.


79

Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui

dengan melihat adata tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai

prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) dimana sumbu Y

adalah adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y

sesungguhnya). Dasar analisis dari uji heteroskedastisitas melalui grafik plot adalah

sebagai berikut :

1. Jika pola tertentu, seperti titik - titik yang ada membentuk pola tertentu yang

teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, setra titik - titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Gambar 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015


80

Berdasarkan gambar 4.3 di atas menunjukkan bahwa titik-titik menyebar

secara acak dan tidak membentuk suatu pola baik di atas maupun di bawah angka 0

sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian

ini bebas dari heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak dipakai.

4. Hasil Uji Autokorelasi

Hasil uji autokorelasi Durbin Waston menunjukkan angka 2,367, yang dapat

dibandingkan dengan jumlah sampel (n) = 64 dan variabel bebas (k) = 3 pada tingkat

signifikansi 5% maka diperoleh batas bawah (dl) sebesar 1,498, batas atas (du)

sebesar 1,694, kemudian 4 – du = 2,305 dan 4 – dl = 2,501. Karena nilai Durbin

Watson terletak antara (4 – du) dan (4 – dl) atau (2,305 < 2,367 < 2,501), menurut

kaidah statistik tentang uji autokorelasi, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan / no

decision.

Tabel 4.4

Hasil Uji Run Test

Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -21896536765,33918
Cases < Test Value 32
Cases >= Test Value 32
Total Cases 64
Number of Runs 31
Z -,504
Asymp. Sig. (2-
,614
tailed)
a. Median
81

Seperti yang terlihat pada tabel 4.4, hasil uji autokorelasi melalui run test

menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.614 > 0.05. Dimana kaidah yang

berlaku adalah penelitian dikatakan bebas dari masalah autokorelasi ketika nilai

Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05, yang berarti bahwa data yang dipergunkan cukup

random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada data yang diuji

C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

1. Hasil Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam output

SPSS, koefisien determinasi terletak pada Model Summaryb dengan melihat Adjusted

R Square, karena disesuaikan dengan jumlah variabel independen yang digunakan

dalam penelitian.

Tabel 4.5

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb
Mode R R Square Adjusted R Std. Error of Durbin-
l Square the Estimate Watson
1 ,488a ,238 ,200 1,042E+11 2,367
a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER
b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
Sumber: Output SPSS yang diolah, 2015.

Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square

sebesar 0,200 atau sebesar 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi variabel
82

independen LongTerm Debt to Asset Ratio, Debt to Equity Ratio dan Manajemen

Laba terhadap variabel dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang sebesar 20%,

sedangkan sisanya sebesar 80% dipengaruhi oleh faktor lain seperti kepatuhan,

ketaatan dan pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang pajak yang berlaku,

firm size, dan kepemilikan perusahaan.

2. Hasil Uji Hipotesis

a. Uji Signifikansi Simultan (F-Test)

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen LongTerm

Debt to Asset Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Manajemen Laba

secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Pajak

Penghasilan Badan Terutang.

Tabel 4.6

Hasil Uji Simultan (F-Test)

ANOVAa
Model Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares
Regression 2,033E+23 3 6,778E+22 6,237 ,001b
1 Residual 6,520E+23 60 1,087E+22
Total 8,553E+23 63
a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
b. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER
Sumber: Output SPSS yang diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.6 hipotesis (Uji F) didapat nilai signifikansi model regresi

secara simultan sebesar 0,001. Nilai ini lebih kecil dari significance level 0,05 (5%),

yaitu 0,001 < 0,05. Selain itu dapat juga dilihat dari hasil perbandingan antara f-
83

hitung dan f-tabel yang menunjukkan nilai f-hitung sebesar 6,237, sedangkan f-tabel

sebesar 2,76. Dari hasil tersebut terlihat bahwa f-hitung > f-tabel yaitu 6,237 > 2,76,

maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel independen LongTerm Debt

to Asset Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Manajemen Laba

berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu Pajak

Penghasilan (PPh) Badan Terutang. Dengan kata lain, jika penggunaan komponen

hutang dalam struktur permodalan yang tertuang dalam rasio LDAR dan DER dapat

dikelola dengan baik dan secara efisien, maka hal tersebut dapat meningkatkan laba

perusahaan yang secara tidak langsung juga akan berakibat pada peningkatan pajak

perusahaan, sedangkan untuk variabel manajemen laba motif income increasing

nampaknya lebih bermanfaat untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan

daripada hanya sekedar melakukan income decreasing atau manipulasi menurunkan

laba untuk tujuan meminimalkan pajak perusahaan, pada akhirnya dari motif

manajemen laba melalui income increasing yang ditempuh perusahaan ini akan

meningkatkan laba dan tentu akan berdampak pada kenaikan laba kena pajak yang

dijadikan sumber perhitungan beban pajak penghasilan badan terutang.

b. Uji Signifikansi Parsial (t-test)

Uji t digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi secara parsial

atau pengaruh masing-masing variabel independen LongTerm Debt to Asset Ratio,

Debt to Equity Ratio dan Manajemen Laba terhadap variabel dependen Pajak

Penghasilan Badan Terutang.


84

Tabel 4.7

Hasil Uji Parsial (t-test)

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized T Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta

(Constant) -1715685464,0 28832315114,4 -,060 ,953

1 LDAR 3425943548,7 1466727201,5 ,341 2,336 ,023


DER 477766319,1 366672623,1 ,191 1,303 ,198
Manajemen_Laba - 6241873443,5 14110024676,8 -,050 -,442 ,660
a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
Sumber: Output SPSS yang diolah, 2015

Uji t statistik ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi,

variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen. Uji t dilakukan untuk mengetahui mana di antara tiga variabel independen

yang berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang. Uji t dilakukan dengan

membandingkan t-hitung dengan t-tabel, taraf siginifikansi yaitu 5% : 2 = 2,5% (uji 2

sisi), dengan derajat kebebasan (df) = n-k-1 yaitu 64-3-1 = 60 (n adalah jumlah

sampel dan k adalah jumlah variabel indpenden). Dari pengujian 2 sisi (signifikansi =

0,025), maka diperoleh t-tabel sebesar 2,052. Sehingga hasil pengujian dapat

ditunjukkan sebagai berikut:


85

1) Pengaruh LongTerm Debt to Assets Ratio (LDAR) terhadap Pajak

Penghasilan Badan Terutang.

Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji parsial (t-test) di atas, diperoleh nilai

signifikansi variabel LongTerm Debt to Assets Ratio (LDAR) sebesar 0,023 <

0,05 (taraf signifikansi). Selain itu juga dapat dilihat dari hasil perbandingan

antara t-hitung dan t-tabel yang menunjukan nilai t-hitung sebesar 2,336,

sedangkan t-tabel sebesar 2,000. Dari hasil tersebut terlihat bahwa t-hitung >

t-tabel yaitu 2,336 > 2,000, maka dapat disimpulkan bahwa Ha1 diterima,

artinya secara parsial variabel LongTerm Debt to Asset Ratio (LDAR)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh)

Terutang. LongTerm Debt to Assets Ratio (LDAR) memiliki koefisien positif

atau searah terhadap pajak penghasilan badan terutang yang berarti bahwa

semakin tinggi rasio LDAR yang merupakan prosentase penggunaan hutang

jangka panjang dalam membiayai aktivanya, maka hal ini akan berimplikasi

pula terhadap kenaikan pajak penghasilan (PPh) terutang perusahaan.

Hasil temuan penelitian ini berbeda dengan penelitian Endah Nilam

Rahmadani (2010) yang menemukan bahwa rasio LDAR mempunyai

hubungan yang negatif terhadap PPh badan terutang. Namun, hampir serupa

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hujati (2011). Perbedaanya,

penelitian Hujati menggunakan rasio penggunaan seluruh total hutang

terhadap total aktiva atau Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai proksi struktur
86

modalnya yang menemukan bahwa DAR berpengaruh positif terhadap PPh

terutang.

Implikasi hasil temuan penelitian ini adalah bahwa ketika peningkatan

penggunaan hutang oleh perusahaan dapat diimbangi dengan pengelolaan

aktiva yang dilakukan secara tepat, cermat dan efisien dengan memperhatikan

segala pertimbangan aspek ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas

usaha, justru hal ini merupakan sesuatu yang dapat mendatangkan keuntungan

dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan laba yang otomatis juga akan

memperbesar pajak penghasilan perusahaan.

Kroger, sebuah perusahaan manufaktur di Amerika Serikat merupakan

contoh yang baik dari perusahaan yang menggunakan hutang secara bijak.

Kroger mempunyai beban hutang yang besar, tetapi aktiva yang dibeli melalui

hutang tersebut memberikan penghasilan yang lebih besar daripada biaya

hutangnya, sehingga leverage atau hutang mampu menambah laba perusahaa.

Perusahaan tersebut berhasil mengoptimalkan struktur modalnya sehingga

dapat meningkatkan laba perusahaan dan tentunya dapat meningkatkan pula

penerimaan pajak negara dari sektor pajak.1

Selain itu, adanya peraturan Bapepam-LK Nomor: Kep-208/BL/2012

yang hingga saat ini masih diterapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK),

tentang kriteria dan penerbitan daftar efek syariah yang mengatur besaran

1
Eugene Brigham F dan Houston F, Manajemen Keuangan. Buku dua, (Jakarta: Erlangga,
2001), h.4
87

penggunaan hutang yang berbasis bunga pada emiten syariah nampaknya

membawa dampak positif yaitu berupa peningkatan pengenaan laba kena

pajak. Hal ini terjadi karena pada emiten syariah, unsur biaya bunga yang

dapat menjadi pengurang pajak terdapat lebih sedikit dibandingkan emiten

non syariah yang masih dominan menggunakan hutang dengan sistem ribawi.

2) Pengaruh Debt to Equty Ratio (DER) terhadap Pajak Penghasilan Badan

Terutang.

Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji parsial (t-test) di atas, diperoleh nilai

signifikansi variabel Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 0,198 > 0,05 (taraf

signifikansi). Selain itu dilihat dari hasil perbandingan antara t-hitung dan t-

tabel yang menunjukan nilai t-hitung sebesar 1,303, sedangkan t-tabel sebesar

2,000. Dari hasil tersebut terlihat bahwa t-hitung < t-tabel yaitu 1,303 <

2,000, maka dapat disimpulkan bahwa H2 ditolak, artinya secara parsial

variabel Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap

variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang.

Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti

(2007), Endah Nilam Rahmadani (2010) dan Hujati (2011) yang menyatakan

bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan positif

3) Pengaruh Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang.

Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji parsial (t-test) pada model regresi,

diperoleh nilai signifikansi variabel manajemen laba sebesar 0,660 > 0,05

(taraf signifikansi). Selain itu dilihat dari hasil perbandingan antara t-hitung
88

dan t-tabel yang menunjukan nilai t-hitung sebesar -0,442, sedangkan t-tabel

sebesar 2,000. Dari hasil tersebut terlihat bahwa t-hitung < t-tabel yaitu -

0,442 < 2,000, maka dapat disimpulkan bahwa H3 ditolak, artinya secara

parsial variabel Manajemen Laba tidak berpengaruh signifikan terhadap

variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang.

Untuk hasil penelitian lain yang terkait tema yaitu seputar manajemen

laba dan pajak, Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Tanomi (2014), yang menyatakan tidak terdapat pengaruh antara pajak

dengan manajemen laba. Namun, berbeda dengan hasil penelitian Lindira dan

Gusti (2014) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan negatif

antara pajak penghasilan dan manajemen laba.

Berdasarkan tabel 4.6 di atas juga dapat diperoleh model persamaan analisis

regresi linier berganda sebagai berikut:

Pajak_Penghasilan = -1715685464,0 + 3425943548,7 LDAR +

477766319,1 DER - 6241873443,5 Manajemen Laba

1) α = konstanta sebesar -1715685464,0, artinya apabila variabel independen

yaitu LDAR, DER dan Manajemen Laba dianggap konstan (bernilai 0), maka

variabel dependen yaitu pajak penghasilan (PPh) badan terutang adalah

sebesar Rp -1.715.685.464,0.
89

2) LongTerm Debt to Asset Ratio (LDAR) sebesar 3425943548,7, artinya apabila

variabel LDAR mengalami kenaikan sebesar 1% sedangkan variabel lainnya

dianggap konstan, maka variabel dependen PPh Badan Terutang akan

mengalami kenaikan sebesar Rp 3.425.943.548,7 dan sebaliknya.

3) Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 477766319,1 artinya apabila variabel

DER mengalami kenaikan sebesar 1% sedangkan variabel lainnya dianggap

konstan, maka variabel dependen PPh Badan Terutang akan mengalami

kenaikan sebesar Rp 477.766.319,1 dan sebaliknya.

4) Manajemen Laba sebesar -6241873443,5, artinya apabila variabel Manajemen

Laba mengalami kenaikan sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya

dianggap konstan, maka variabel dependen PPh Badan Terutang akan

mengalami penurunan sebesar Rp 6.241.873.443,5 dan sebaliknya.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan serangkaian hasil pengujian yang dilakukan menggunakan

metode analisis regresi linier berganda maka dihasilkan kesimpulan penelitian

sebagai berikut:

a. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, dapat disimpulkan bahwa

Ha1 diterima, secara parsial variabel Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR)

berpengaruh signifikan dengan arah koefisien positif terhadap variabel Pajak

Penghasilan (PPh) Terutang.

b. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, dapat disimpulkan bahwa

H2 ditolak, secara parsial variabel Debt to Equity Ratio (DER) tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang.

c. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, dapat disimpulkan bahwa

H3 ditolak, secara parsial variabel Manajemen Laba tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang.

d. Berdasarkan hasil pengujian secara simultan (F-test), maka dapat disimpulkan

bahwa secara simultan variabel independen Long Term Debt to Asset Ratio

(LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Manajemen Laba berpengaruh

90
91

signifikan terhadap variabel dependen yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Badan

Terutang.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mencoba mengemukakan saran yang

mungkin dapat bermanfaat.

1. Bagi Perusahaan:

Meskipun ada keuntungan pajak yang ditimbulkan dari penggunaan hutang

dalam hal penentuan kebijakan struktur permodalan oleh perusahaan, namun

rasio hutang bisa berarti buruk pada situasi ekonomi sulit dan suku bunga

tinggi, dimana perusahaan yang memiliki rasio hutang yang tinggi dapat

mengalami masalah keuangan, namun selama ekonomi baik dan suku bunga

rendah maka penggunaan hutang justru dapat meningkatkan keuntungan.

Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari resiko pada kreditor

berupa ketidakmampuan perusahaan membayar semua kewajibannya. Dari

sudut pandang pemegang saham, rasio yang tinggi akan mengakibatkan

pembayaran bunga yang tinggi pula, yang pada akhirnya akan mengurangi

pembayaran dividen. Oleh karena itu, sudah seharusnya penggunaan hutang

dalam komposisi struktur modal dapat disikapi dengan bijak agar tidak hanya

mementingkan kepada tujuan dan kepentingan jangka pendek saja seperti

untuk motif pajak misalnya. Tetapi, penggunaan hutang juga harus didasarkan
92

kepada konsep kelangsungan usaha dalam jangka panjang, agar dapat

meminimalisir resiko kebangkrutan dan tetap menjaga nilai positif di mata

investor dalam hal pembagian dividen saham. Seperti halnya dengan

kebijakan hutang dalam struktur modal yang harus disikapi secara cermat,

penggunaan teknik pengelolaan laba juga harus dilakukan berdasarkan

pertimbangan tepat dan tentunya dilakukan dengan wajar tanpa harus

melanggar peraturan standar akuntansi keuangan, peraturan perpajakan yang

berlaku dan tentunya tetap menjalankan prinsip etika bisnis yang bermoral.

2. Bagi Pemerintah dan Otoritas Terkait Regulasi di Pasar Modal

Agar tidak terjadi konflik kepentingan antara pemerintah dan sektor privat

dalam hal penggunaan struktur modal dan hutang oleh perusahaan dalam

menyikapi masalah perpajakan, diharapkan pemerintah selaku regulator dapat

memberlakukan kembali keputusan No. 1002/KMK.04/1984 tanggal 8

oktober 1984 tentang besaran rasio DER untuk keperluan pajak penghasilan,

yang hingga saat ini dibekukan melalui surat keputusan

No.254/KMK.01/1985 tanggal 5 maret 1985 untuk jangka waktu yang tidak

ditentukan. Maupun menerbitkan peraturan baru terkait permasalahan ini yang

tentunya dengan memperhatikan segala aspek ekonomi yang sesuai dengan

iklim usaha saat ini


93

3. Bagi Penelitian Berikutnya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini.

Untuk penelitian berikutnya semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan

dapat memperbaiki dalam hal jumlah variabel dan kriteria sampel, pemilihan

rasio keuangan, model pendeteksian lain yang lebih akurat dalam

memprediksi manajamen laba sehingga dapat menemukan faktor-faktor yang

tepat dalam mempengaruhi pajak penghasilan badan terutang.


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Ferry dan Anna Purwaningsh. “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap


Manajemen Laba Pada Perusahaan Non Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia”, Jurnal Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011.
Asyik dan Soelistyo, “Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba:
Penetapan Rasio Keuangan Sebagai Discriminator”, Jurnal riset akuntansi
Indonesia. Vol.15 No. 33 Juli, 2000.
Brigham, Eugene F and Joel F Houston. Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga,
2001.
Friedlan, J. M. Accounting Choice of Issuers of Initial Public Offerings.
Contemporary Accounting Research 11 1, 1994.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 5.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011.
Ghozali, Imam. Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2009.
Healy, P.M and J.M. Wahlen, “A Review of The Earnings Management Literature
and its implication for standard setters”, Accounting Horizons Vol. 13 No. 4
Dec 1999.
Hidayani. “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Earnings
Management (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi,
Universitas Pendidikan Indonesia, 2013.
Husnan, Suad. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka
Panjang. Yogyakarta: BPFE, 2000.
Indriantoro, Nur dan Babang Suparno. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi
dan Manajemen, Edisi Pertama. Yogyakarta: Lembaga Penerbit BPFE, 2002.
J Fred, Weston and Thomas E Copeland. Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan,
Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.
J Keown, Arthur. Manajemen Keuangan: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi. Jakarta: PT.
Indeks Kelompok Gramedia, 2004..
Manan, Abdul. Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal
Syariah Indonesia. Jakarta: Kencana, 2009.
Mulyadi. Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Malang:
Banyumedia, 2006.
Mulyaningsih, Yani. Kriteria Investasi Syariah dalam Konteks Kekinian. Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2008.
Nafik H.R, Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syariah. Jakarta: Serambi, 2009.
Nasarudin Irsan, Muhammad dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia.
Jakarta: Kencana, 2007.
Nazir, Muhammad. Metode Penelitian, Cetakan Kelima. Jakarta: Ghalia Indonesia,
1999.

94
95

Nilam Rahmadani, Endah. “Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Pajak


Penghasilan Badan Terutang,” Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Prawirosentono, Suyadi. Pengantar Bisnis Modern: Studi Kasus Indonesia dan
Analisis Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Priantara, Diaz. Perpajakan Indonesia, Edisi kedua. Jakarta: Mitra Wacana Media,
2013.
Priyatno, Duwi. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: Andi,
2010.
Riyanto, Bambang. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE,
2001.
Rodoni, Ahmad dan Herni Ali. Manajemen Keuangan. Jakarta: Mitra Wacana Media,
2010.
Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi
dan return saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7, 3,
2004
Santosa, Singgih. Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo, 2010.
Sawir, Agnes. Analisis Kinerja dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka, 2003.
Scoot, William R. Financial Accounting Theory 2nd Edition. Scarrborough Ontario:
Prentice Hall Canada Inc, 2000.
Scott, William R. Financial Accounting Theory. Toronto Ontario: Pearson, 2012.
Scott, William R. Financial Accounting Theory, 3rd edition. Prentice Hall: United
States of America, 2003.
Setia Atmaja, Lukas. Manejemen Keuangan. Yogyakarta: Andi, 2002.
Setiawati, Lilis dan Na’im, “Manajemen Laba”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, 2001.
Suandy, Erly. Perpajakan, edisi kedua, cetakan kedua. Jakarta: Salemba Empat, 2010.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi.
Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Sulistiawan, Dedhy, Yeni Januarsi dan Liza Alvia. Creative Accounting–
Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba
Empat, 2011.
Sulistyanto, Sri, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris. Jakarta: PT. Grasindo,
2008.
Susanto, Burhanuddin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010.
Ari Gumanti, Tatang. “Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka”, Jurnal
Akuntansi dan Keuangan. 2 2, 2000.
Veronica dan Bachtiar, Y. S. “Good Corporate Governance Information Asymetry
and Earnings Management”. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar,
2004.
96

Wahyono, Hadi. “Komperasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Studi Empiris di
Bursa Efek Jakarta”, Jurnal riset ekonomi dan manajemen, vol. 2 No.2, Mei
2002.
Warsono. Manajemen Keuangan. Malang: UMM Press, 2003.
Widoatmojo, Sawidji. Cara Cepat Memulai Investasi Saham: Panduan Bagi pemula.
Jakarta: Gramedia, 2004.

Sumber Website:
Ulwan, M. Nasihun. “Mendeteksi Autokorelasi dengan Run Test”. Artikel diakses
pada 23 Juni 2015 dari http://www.portal-statistik.com/2014/05/mendeteksi-
autokorelasi-dengan-run-test.html.
Zuraya, Nidia. “Penerimaan Pajak Hilang, Ditjen Pajak Awasi WP Sektor Properti”.
Artikel diakses pada 22 September 2014 dari
www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/penerimaan-pajak-hilang-
ditjen-pajak-awasi-wp-sektor-properti.
Otoritas Jasa Keuangan. “Pasar Modal Syariah”. Artikel diakses pada 4 April 2015
dari http://www.ojk.go.id/sharia-capital-id.
El Hida, Ramdhania. “Dirjen Pajak: Banyak Perusahaan Rekayasa Utang Untuk
Kurangi Pajak”. Artikel diakses pada 22 September 2014 dari
http://finance.detik.com/dirjen-pajak-banyak-perusahaan-rekayasa-utang-
untuk-kurangi-pajak.
 Lampiran Data-Data Penelitian

 Data Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang

PPh Terutang (Current Tax)


No Kode Perusahaan
Tahun 2014 Tahun 2013
1 APLN 293.332.178.000 270.251.732.000
2 ASRI 189.628.119.000 186.413.167.000
3 BAPA 2.411.407.529 1.769.234.088
4 BEST 41.526.492.433 65.795.998.104
5 BIPP 4.818.856.655 3.682.648.463
6 BKDP 7.635.670.387 1.357.784.517
7 BKSL 30.387.629.952 40.790.670.282
8 BSDE 309.861.607.648 373.305.894.466
9 COWL 41.443.383.617 27.899.878.534
10 CTRA 355.038.971.618 302.246.365.484
11 CTRP 111.183.376.394 93.836.162.327
12 CTRS 91.796.341.692 75.606.966.121
13 DART 87.009.186.000 60.651.706.000
14 DILD 96.427.315.940 73.444.456.257
15 DUTI 99.475.459.546 97.309.514.256
16 ELTY 19.526.561.174 31.729.848.160
17 EMDE 17.680.212.416 13.549.336.201
18 FMII 1.961.612.051 2.824.881.876
19 GMTD 15.916.697.566 15.290.230.831
20 JPRT 108.065.648.000 85.394.878.000
21 KIJA 79.320.424.644 93.424.934.124
22 LAMI 9.225.625.000 8.065.867.000
23 LPCK 98.513.372.865 74.767.827.955
24 LPKR 560.048.091.102 306.247.927.953
25 MDLN 143.042.310.171 91.117.883.920
26 MTLA 70.210.353.000 50.809.096.000
27 NIRO 21.130.880.651 20.251.228.633
28 PWON 259.524.224.000 193.765.527.000
29 RBMS 2.462.556.364 1.027.246.575
30 RODA 34.220.579.353 33.403.528.428
31 SCBD 96.377.081.000 150.351.435.000
32 SMRA 299.332.430.000 226.317.800.000
 Data Rasio LDAR & DER Tahun 2013

No Kode Perusahaan Long Term Debt Total Asset Total Debt Total Ekuitas LDAR DER
1 APLN 7.258.586.782.000 19.679.908.990.000 12.467.225.599.000 7.212.683.391.000 36,9 172,9
2 ASRI 5.377.642.758.000 14.428.082.567.000 9.096.297.873.000 5.331.784.694.000 37,3 170,6
3 BAPA 30.930.030.754 175.635.233.972 83.135.962.299 92.499.271.673 17,6 89,9
4 BEST 408.908.558.909 3.360.272.281.414 883.452.694.685 2.476.819.586.729 12,2 35,7
5 BIPP 83.076.439.473 561.406.598.837 126.968.794.620 434.437.804.217 14,8 29,2
6 BKDP 179.682.876.411 845.487.178.846 254.836.207.890 590.650.970.956 21,3 43,1
7 BKSL 2.251.608.547.924 10.665.713.361.698 3.785.870.536.508 6.879.842.825.190 21,1 55,0
8 BSDE 4.720.743.994.363 22.572.159.491.478 9.156.861.204.571 13.415.298.286.907 20,9 68,3
9 COWL 441.808.556.557 1.944.913.754.306 762.326.960.130 1.182.586.794.176 22,7 64,5
10 CTRA 3.220.154.139.164 20.114.871.381.857 10.349.358.292.156 9.765.513.089.701 16,0 106,0
11 CTRP 1.744.533.993.433 7.653.881.472.162 3.081.045.626.268 4.572.835.845.894 22,8 67,4
12 CTRS 448.165.265.849 5.770.169.834.673 3.274.505.037.052 2.495.664.797.621 7,8 131,2
13 DART 1.337.022.888.000 4.768.449.638.000 1.841.771.878.000 2.926.677.760.000 28,0 62,9
14 DILD 1.740.666.192.738 7.526.470.401.005 3.430.425.895.884 4.096.044.505.121 23,1 83,7
15 DUTI 511.313.717.462 7.473.596.509.696 1.428.544.530.018 6.045.051.979.678 6,8 23,6
16 ELTY 740.478.732.018 12.301.124.419.066 5.135.730.903.278 7.165.393.515.788 6,0 71,7
17 EMDE 91.473.455.591 938.536.950.089 380.595.770.404 557.941.179.685 9,7 68,2
18 FMII 68.185.121.296 429.979.371.877 146.581.586.357 283.397.785.520 15,9 51,7
19 GMTD 415.211.801.414 1.307.846.871.186 904.423.011.764 403.423.859.422 31,7 224,2
20 JPRT 415.631.086.000 6.163.177.866.000 3.479.530.351.000 2.683.647.515.000 6,7 129,7
21 KIJA 2.316.508.748.894 8.255.167.231.158 4.069.135.357.955 4.186.031.873.203 28,1 97,2
22 LAMI 17.280.675.000 612.074.767.000 253.450.327.000 358.624.440.000 2,8 70,7
23 LPCK 81.317.498.245 3.854.166.345.345 2.035.080.266.357 1.819.086.078.988 2,1 111,9
24 LPKR 12.281.225.413.069 31.300.362.430.266 17.122.789.125.041 14.177.573.305.225 39,2 120,8
25 MDLN 2.530.189.628.445 9.647.813.079.565 4.972.112.587.194 4.675.700.492.371 26,2 106,3
26 MTLA 422.763.128.000 2.834.484.171.000 1.069.728.862.000 1.764.755.309.000 14,9 60,6
27 NIRO 646.594.947.705 2.955.009.137.912 1.104.718.377.867 1.850.290.760.045 21,9 59,7
28 PWON 2.345.869.289.000 9.298.245.408.000 5.195.736.526.000 4.102.508.882.000 25,2 126,6
29 RBMS 2.988.078.964 158.997.539.543 31.163.379.030 127.834.160.513 1,9 24,4
30 RODA 457.786.683.660 2.750.856.730.771 1.029.740.133.555 1.721.116.597.216 16,6 59,8
31 SCBD 782.814.701.000 5.550.429.288.000 1.255.256.029.000 4.295.173.259.000 14,1 29,2
32 SMRA 3.963.506.937.000 13.659.136.820.000 9.001.470.153.000 4.657.666.667.000 29,0 193,3
 Data Rasio LDAR & DER Tahun 2014

No Kode Perusahaan Long Term Debt Total Asset Total Debt Total Ekuitas LDAR DER
1 APLN 9.264.304.640.000 23.686.158.211.000 15.223.273.846.000 8.462.884.365.000 39,1 179,9
2 ASRI 7.750.062.788.000 16.924.366.954.000 10.553.173.020.000 6.371.193.934.000 45,8 165,6
3 BAPA 32.118.392.483 176.171.620.663 76.625.843.194 99.545.777.469 18,2 77,0
4 BEST 251.243.973.116 3.652.993.439.542 803.492.240.778 2.849.501.198.764 6,9 28,2
5 BIPP 98.179.527.813 617.584.221.361 164.803.358.823 452.780.862.538 15,9 36,4
6 BKDP 83.682.665.838 829.193.043.343 231.347.145.941 597.845.897.402 10,1 38,7
7 BKSL 1.258.591.288.679 9.796.065.262.250 3.585.237.676.023 6.210.827.586.227 12,8 57,7
8 BSDE 4.331.968.409.729 28.134.725.397.393 9.661.295.391.976 18.473.430.005.417 15,4 52,3
9 COWL 1.843.840.563.863 3.682.393.492.170 2.334.406.888.063 1.347.986.604.107 50,1 173,2
10 CTRA 4.086.625.795.160 23.283.477.620.916 11.862.106.848.918 11.421.370.771.998 17,6 103,9
11 CTRP 2.338.111.955.706 8.861.322.202.870 3.973.692.159.579 4.887.630.043.291 26,4 81,3
12 CTRS 436.423.576.371 6.121.211.474.227 3.102.694.012.136 3.018.517.462.091 7,1 102,8
13 DART 1.387.919.969.000 5.114.273.658.000 1.867.445.219.000 3.246.828.439.000 27,1 57,5
14 DILD 2.733.483.167.468 9.004.884.010.541 4.534.717.461.562 4.470.166.548.979 30,4 101,4
15 DUTI 821.773.734.561 8.024.311.044.118 1.775.893.448.385 6.248.417.595.733 10,2 28,4
16 ELTY 1.747.927.206.935 14.506.123.496.863 6.892.121.547.959 7.614.001.948.904 12,0 90,5
17 EMDE 183.913.152.674 1.179.018.690.672 576.053.997.101 602.964.693.571 15,6 95,5
18 FMII 48.594.868.020 459.446.166.175 173.624.705.738 285.821.460.437 10,6 60,7
19 GMTD 347.024.724.202 1.524.317.216.546 857.970.061.541 666.347.155.005 22,8 128,8
20 JPRT 435.090.129.000 6.684.262.908.000 3.482.331.602.000 3.201.931.306.000 6,5 108,8
21 KIJA 2.821.362.362.105 8.505.270.447.485 3.843.434.033.668 4.661.836.413.817 33,2 82,4
22 LAMI 18.831.022.000 631.395.724.000 234.382.204.000 397.013.520.000 3,0 59,0
23 LPCK 108.329.891.288 4.309.824.234.265 1.638.364.646.380 2.671.459.587.885 2,5 61,3
24 LPKR 14.389.379.227.138 37.761.220.693.695 20.114.771.650.490 17.646.449.043.205 38,1 114,0
25 MDLN 3.408.432.891.141 10.446.907.695.182 5.115.802.013.637 5.331.105.681.545 32,6 96,0
26 MTLA 461.505.883.000 3.250.717.743.000 1.213.581.467.000 2.037.136.276.000 14,2 59,6
27 NIRO 578.798.557.659 3.037.200.775.668 1.296.939.347.778 1.740.261.427.890 19,1 74,5
28 PWON 4.574.524.360.000 16.770.742.538.000 8.487.671.758.000 8.283.070.780.000 27,3 102,5
29 RBMS 3.045.215.141 155.939.885.534 23.772.179.228 132.167.706.306 2,0 18,0
30 RODA 224.644.513.871 3.067.688.575.340 963.427.430.240 2.104.261.145.100 7,3 45,8
31 SCBD 1.087.840.689.000 5.569.183.172.000 1.621.222.893.000 3.947.960.279.000 19,5 41,1
32 SMRA 5.394.244.925.000 15.379.478.994.000 9.386.842.550.000 5.992.636.444.000 35,1 156,6
 Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2012

NO KODE PERUSAHAAN NET INCOME CFO TAC = NI - CFO SALES TAC / SALES
1 APLN 841.290.753.000 1.212.098.318.000 (370.807.565.000) 4.689.429.510.000 -0,08
2 ASRI 1.216.091.539.000 2.030.764.133.000 (814.672.594.000) 2.446.413.889.000 -0,33
3 BAPA 4.488.128.775 3.036.496.328 1.451.632.447 25.179.996.061 0,06
4 BEST 470.357.197.085 590.455.734.781 (120.098.537.696) 965.113.274.649 -0,12
5 BIPP (15.132.023.671) 3.185.409.667 (18.317.433.338) 30.129.322.906 -0,61
6 BKDP (58.396.173.479) (33.889.529.354) (24.506.644.125) 13.399.164.622 -1,83
7 BKSL 220.926.021.026 437.469.854.535 (216.543.833.509) 622.705.425.776 -0,35
8 BSDE 1.478.858.784.945 222.677.916.607 1.256.180.868.338 3.727.811.859.978 0,34
9 COWL 69.675.152.924 87.968.447.755 (18.293.294.831) 311.479.199.666 -0,06
10 CTRA 849.382.875.816 1.728.003.003.225 (878.620.127.409) 3.322.669.123.181 -0,26
11 CTRP 319.151.767.553 476.534.148.682 (157.382.381.129) 826.474.506.998 -0,19
12 CTRS 273.913.555.964 632.112.158.786 (358.198.602.822) 1.048.459.429.865 -0,34
13 DART 180.828.252.000 90.161.315.000 90.666.937.000 845.718.621.000 0,11
14 DILD 200.435.726.378 176.531.408.127 23.904.318.251 1.262.035.941.211 0,02
15 DUTI 613.327.842.111 613.665.489.784 (337.647.673) 1.569.176.913.981 0,00
16 ELTY (1.102.086.243.270) 817.470.902.679 (1.919.557.145.949) 2.926.314.200.813 -0,66
17 EMDE 4.172.791.951 (9.972.867.682) 14.145.659.633 109.022.049.506 0,13
18 FMII 969.288.096 27.153.751.005 (26.184.462.909) 37.314.237.000 -0,70
19 GMTD 64.373.090.893 255.948.620.894 (191.575.530.001) 239.910.571.770 -0,80
20 JPRT 427.924.997.000 283.290.266.000 144.634.731.000 1.101.821.376.000 0,13
21 KIJA 380.022.434.090 654.678.104.035 (274.655.669.945) 1.400.611.694.161 -0,20
22 LAMI 42.110.956.000 21.483.746.000 20.627.210.000 132.245.488.000 0,16
23 LPCK 407.021.908.297 432.537.904.830 (25.515.996.533) 1.013.069.147.506 -0,03
24 LPKR 1.322.847.018.938 1.288.793.481.006 34.053.537.932 6.160.214.023.204 0,01
25 MDLN 346.990.418.362 132.340.141.358 214.650.277.004 1.057.768.000.026 0,20
26 MTLA 203.895.228.000 39.612.962.000 164.282.266.000 678.729.373.000 0,24
27 NIRO 25.191.704.174 (4.991.059.013) 30.182.763.187 94.275.918.437 0,32
28 PWON 766.495.905.000 1.367.992.038.000 (601.496.133.000) 2.165.396.882.000 -0,28
29 RBMS 1.922.865.325 2.243.225.151 (320.359.826) 41.729.192.546 -0,01
30 RODA 70.799.940.574 483.253.773.996 (412.453.833.422) 210.413.594.731 -1,96
31 SCBD 69.466.498.000 262.729.854.000 (193.263.356.000) 684.916.111.000 -0,28
32 SMRA 792.085.965.000 1.309.508.416.000 (517.422.451.000) 3.463.163.272.000 -0,15
 Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2013

NO KODE PERUSAHAAN NET INCOME CFO TAC = NI - CFO SALES TAC / SALES
1 APLN 930.240.497.000 1.489.047.912.000 (558.807.415.000) 4.901.191.373.000 -0,11
2 ASRI 889.576.596.000 2.337.050.459.000 (1.447.473.863.000) 3.684.239.761.000 -0,39
3 BAPA 5.025.737.151 (7.971.607.459) 12.997.344.610 40.154.840.297 0,32
4 BEST 744.813.729.973 755.074.683.512 (10.260.953.539) 1.333.134.194.769 -0,01
5 BIPP 109.387.233.278 716.068.562 108.671.164.716 57.595.616.624 1,89
6 BKDP (59.138.577.166) (18.524.660.423) (40.613.916.743) 11.385.096.413 -3,57
7 BKSL 605.095.613.999 (2.457.384.696) 607.552.998.695 961.988.029.182 0,63
8 BSDE 2.905.648.505.498 548.881.192.619 2.356.767.312.879 5.741.264.172.193 0,41
9 COWL 48.711.921.383 11.558.703.530 37.153.217.853 330.837.427.396 0,11
10 CTRA 1.413.388.450.323 2.742.630.542.979 (1.329.242.092.656) 5.077.062.064.784 -0,26
11 CTRP 442.124.140.880 510.404.743.107 (68.280.602.227) 1.447.736.761.478 -0,05
12 CTRS 412.809.066.465 605.248.008.607 (192.438.942.142) 1.261.563.139.632 -0,15
13 DART 180.800.291.000 (85.544.196.000) 266.344.487.000 829.383.362.000 0,32
14 DILD 329.608.541.861 245.691.834.305 83.916.707.556 1.510.005.415.515 0,06
15 DUTI 756.858.436.790 257.459.202.436 499.399.234.354 1.604.535.230.345 0,31
16 ELTY (212.236.227.150) 282.075.455.970 (494.311.683.120) 3.200.099.599.309 -0,15
17 EMDE 34.002.476.382 75.194.293.493 (41.191.817.111) 225.134.645.500 -0,18
18 FMII (7.958.072.266) 6.236.342.338 (14.194.414.604) 50.720.539.334 -0,28
19 GMTD 91.845.276.661 (462.940.933.984) 554.786.210.645 301.085.455.287 1,84
20 JPRT 546.269.619.000 352.184.687.000 194.084.932.000 1.315.680.488.000 0,15
21 KIJA 104.477.632.614 945.214.157.370 (840.736.524.756) 2.739.598.333.777 -0,31
22 LAMI 54.340.019.000 42.155.041.000 12.184.978.000 123.722.737.000 0,10
23 LPCK 590.616.930.141 13.631.600.894 576.985.329.247 1.327.909.165.616 0,43
24 LPKR 1.592.491.214.696 (2.078.824.228.757) 3.671.315.443.453 6.666.214.436.739 0,55
25 MDLN 2.451.686.470.278 (306.894.356.330) 2.758.580.826.608 1.843.944.981.934 1,50
26 MTLA 240.967.649.000 22.389.465.000 218.578.184.000 854.973.964.000 0,26
27 NIRO 7.206.354.968 206.688.043.383 (199.481.688.415) 263.489.864.662 -0,76
28 PWON 1.136.547.541.000 2.103.061.995.000 (966.514.454.000) 3.029.797.151.000 -0,32
29 RBMS (13.984.028.601) 26.784.809.641 (40.768.838.242) 20.544.931.500 -1,98
30 RODA 376.806.804.889 23.475.274.756 353.331.530.133 640.032.612.090 0,55
31 SCBD 1.754.524.211.000 1.406.940.821.000 347.583.390.000 2.730.844.761.000 0,13
32 SMRA 1.095.888.248.000 (716.648.000) 1.096.604.896.000 4.093.789.495.000 0,27
 Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2014

NO KODE PERUSAHAAN NET INCOME CFO TAC = NI - CFO SALES TAC / SALES
1 APLN 983.875.368.000 621.187.784.000 362.687.584.000 5.296.565.860.000 0,07
2 ASRI 1.176.955.123.000 653.035.948.000 523.919.175.000 3.630.914.079.000 0,14
3 BAPA 7.046.505.797 (7.138.086.935) 14.184.592.732 45.435.885.620 0,31
4 BEST 391.352.903.299 488.838.984.808 (97.486.081.509) 839.637.332.535 -0,12
5 BIPP 19.658.721.859 21.272.069.665 (1.613.347.806) 98.672.667.613 -0,02
6 BKDP 7.194.926.446 22.728.101.064 (15.533.174.618) 107.391.372.309 -0,14
7 BKSL 40.727.292.707 38.327.257.924 2.400.034.783 712.472.394.627 0,00
8 BSDE 3.996.463.893.465 126.342.552.051 3.870.121.341.414 5.571.872.356.240 0,69
9 COWL 165.397.041.451 54.207.738.387 111.189.303.064 566.385.701.354 0,20
10 CTRA 1.794.142.840.271 1.989.104.868.881 (194.962.028.610) 6.344.235.902.316 -0,03
11 CTRP 398.603.030.590 547.958.158.582 (149.355.127.992) 1.662.474.689.613 -0,09
12 CTRS 583.796.318.489 37.221.013.448 546.575.305.041 1.713.275.574.259 0,32
13 DART 408.108.626.000 51.009.384.000 357.099.242.000 1.287.984.466.000 0,28
14 DILD 432.417.358.803 737.126.509.346 (304.709.150.543) 1.833.470.463.312 -0,17
15 DUTI 701.641.438.319 269.660.839.437 431.980.598.882 1.543.419.395.688 0,28
16 ELTY 423.151.432.586 138.091.393.268 285.060.039.318 1.579.947.206.733 0,18
17 EMDE 45.023.513.886 83.983.094.030 (38.959.580.144) 311.279.776.496 -0,13
18 FMII 2.423.674.916 7.041.553.503 (4.617.878.587) 44.485.466.213 -0,10
19 GMTD 120.000.195.583 40.065.235.627 79.934.959.956 316.638.970.381 0,25
20 JPRT 714.531.063.000 113.990.308.000 600.540.755.000 1.936.340.442.000 0,31
21 KIJA 394.055.213.379 290.997.155.681 103.058.057.698 2.799.065.226.163 0,04
22 LAMI 38.389.080.000 31.392.034.000 6.997.046.000 130.470.990.000 0,05
23 LPCK 844.123.258.897 (35.472.067.553) 879.595.326.450 1.792.376.641.870 0,49
24 LPKR 3.135.215.910.627 731.470.095.313 2.403.745.815.314 11.655.041.747.007 0,21
25 MDLN 711.211.597.935 146.827.172.833 564.384.425.102 2.839.771.320.340 0,20
26 MTLA 309.217.292.000 8.965.918.000 300.251.374.000 1.117.732.408.000 0,27
27 NIRO (108.501.147.457) 63.457.416.294 (171.958.563.751) 245.385.905.043 -0,70
28 PWON 2.599.141.016.000 1.994.263.395.000 604.877.621.000 3.872.272.942.000 0,16
29 RBMS 3.001.250.377 330.780.603 2.670.469.774 49.251.127.287 0,05
30 RODA 517.557.620.084 (185.660.481.980) 703.218.102.064 685.034.406.501 1,03
31 SCBD 131.543.016.000 54.727.230.000 76.815.786.000 963.242.156.000 0,08
32 SMRA 1.387.516.904.000 (1.475.017.061.000) 2.862.533.965.000 5.333.593.142.000 0,54
 Nilai Discretionary Accrual Tahun 2013-2014

DACpt = (TApt/SALESpt) – (TApd/SALESpd)


NO KODE PERUSAHAAN 2014 2013
1 APLN 0,1825 -0,0349
2 ASRI 0,5372 -0,0599
3 BAPA -0,0115 0,2660
4 BEST -0,1084 0,1167
5 BIPP -1,9031 2,4948
6 BKDP 3,4226 -1,7383
7 BKSL -0,6282 0,9793
8 BSDE 0,2841 0,0735
9 COWL 0,0840 0,1710
10 CTRA 0,2311 0,0026
11 CTRP -0,0427 0,1433
12 CTRS 0,4716 0,1891
13 DART -0,0439 0,2139
14 DILD -0,2218 0,0366
15 DUTI -0,0314 0,3115
16 ELTY 0,3349 0,5015
17 EMDE 0,0578 -0,3127
18 FMII 0,1760 0,4219
19 GMTD -1,5902 2,6411
20 JPRT 0,1626 0,0162
21 KIJA 0,3437 -0,1108
22 LAMI -0,0449 -0,0575
23 LPCK 0,0562 0,4597
24 LPKR -0,3445 0,5452
25 MDLN -1,2973 1,2931
26 MTLA 0,0130 0,0136
27 NIRO 0,0563 -1,0772
28 PWON 0,4752 -0,0412
29 RBMS 2,0386 -1,9767
30 RODA 0,4745 2,5123
31 SCBD -0,0475 0,4095
32 SMRA 0,2688 0,4173
Lampiran Hasil Statistik : Uji Asumsi Klasik

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Pajak_Penghasilan 64 1027246575 560048091102 104238067364 116518602352


LDAR 64 1,9 50,1 19,312 11,6113
DER 64 18,0 224,2 85,772 46,5179
Manajemen_Laba 64 -1,98 3,42 ,1902 ,93798
Valid N (listwise) 64

Uji Normalitas
Uji Multikolinieritas
a
Coefficients

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

(Constant)

1 LDAR ,595 1,682

DER ,593 1,687

Manajemen_Laba ,985 1,016

a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan


Uji Heteroskedastisitas

Hasil Uji Autokorelasi


b
Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-


Square Estimate Watson
a
1 ,488 ,238 ,200 1,042E+11 2,367

a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER


b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan

Koefisien Determinasi

Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate
a
1 ,488 ,238 ,200 1,042E+11

a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER


b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan

Hasil Pengujian Hipotesis Uji t

a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -1715685464,0 28832315114,4 -,060 ,953

1 LDAR 3425943548,7 1466727201,5 ,341 2,336 ,023

DER 477766319,1 366672623,1 ,191 1,303 ,198

Manajemen_Laba -6241873443,5 14110024676,8 -,050 -,442 ,660

a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan

Hasil Pengujian Hipotesis Uji F


a
ANOVA

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.


b
Regression 2,033E+23 3 6,778E+22 6,237 ,001

1 Residual 6,520E+23 60 1,087E+22

Total 8,553E+23 63

a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan


b. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER

Anda mungkin juga menyukai