Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat
meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka
secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh
dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu,
seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami
komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal
ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa
dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan
merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar
95% yang diselamatkan.
Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini
untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka
dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-
rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan
khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi)
dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang
besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan
yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka
bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai
perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang
disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi.
Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda
dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar
yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar
daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau
tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan
tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.
Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka
bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar
tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya
komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung
dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status
kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka
bakar dan pengaruh lain yang menyertai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan luka bakar?
2. Bagaimana etiologi dari luka bakar?
3. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari luka bakar?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari luka bakar?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari luka bakar?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari luka bakar?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari luka bakar
2. Untuk mengetahui etiologi dari luka bakar
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari luka bakar
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari luka bakar
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari luka bakar
6. Untuk mengeatahui penatalaksanaan medis dari luka bakar
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari luka bakar

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Luka Bakar


Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan
suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)

Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat


kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik
(electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation) .

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api ditubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas),
akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari
(sunburn).

2.2 Etiologi Luka bakar

Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:

a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat\
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald),
jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar
atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain)
(Moenadjat, 2005).
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar bahan kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industry militer ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
(Moenadjat, 2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang disebabkan karena arus, api dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke
distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak,baik kontak
dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2005).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industry. Akibat terpapar
sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar
radiasi (Moenadjat, 2005).

2.3 Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke


tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik, derajat luka bakar yang berhubungan dengan beberapa
faktor penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan lamanya kulit kontak
dengan sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami keruskan pada
epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung pada penyebabnya.

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Menigkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan
bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke
bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan ke
keropeng luka bakar derajat tiga.

Bila luas bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi


tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bilalebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
(Wim De Jong, 2004)
Penderita syok atau terancam syok
- Anak : luasnya luka >10%
- Dewasa : luasnya luka >15%
Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat
- Wajah, mata
- Tangan dan kaki
- Perineum
Terancam edema laring
- Tertutup asap atau udara hangat
Bagan 2.1 indikasi rawat inap

Pada awalnya tubuh menanggapi dengan memirau (shunting) darah ke


otak dan jantung menjauh dari organ-organ tubuh lainnya. Kekurangan aliran
darah yang berkepanjangan ke organ-organ tersebut bersifat merugikan.
Kerusakan yang dihasilkan bergantung pada keburuhan dasar organ tubuh.
Beberapa organ dapat bertahan hanya untuk beberapa jam tanpa pasokan
darah yang menyediakan sumber gizi. Setelah resusitasi, tubuh mulai
menyerap kembali cairan edema dan membuangnya lewat pembentukan urine
(diuresis). (Black & Hawk, 2009)

Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh


kedalaman luka bakar. walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada
dalam, luas, dan letak luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita
sebelumnya akan sangat memengaruhi prognosis. (Wim De Jong, 2004)
Untuk luka bakar yang lebih kecil, tanggapan tubuh terhadap cedera
terlokalisasi pada area yang terbakar. Namun, pada luka yang lebih luas
(misalnya, meliputi 25% atau lebih total area permukaan tubuh [total body
surface area-TBSA]), tanggapan tubuh terhadap cedera bersifat sistemik dan
sebanding dengan luasnya cedera. Tanggapan sistemik terhadap cedera luka
bakar biasanya bifasik, ditandai oleh penurunan fungsi (hipofungsi) yang
diikuti dengan peningkatan fungsi (hiperfungsi) setiap sistem organ. (Black &
Hawk, 2009)

 Respons Sistemik

Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar yang


berat selama awal periode syok luka bakar mencangkup hipoperfusi
jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan
curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat
adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan natrium serta
protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial.
Ketidakstabilan hemodinamika bukan hanya melibatkan mekanisme
kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit,
volume darah, mekanisme pulmoner dan mekanisme lainnya.

 Respons Kardiovaskuler

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang


signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena
berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler,
maka curah jantung akan terus menurun dan terjadi penurunan
tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan
melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer dan
frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah
perifer menurunkan curah jantung.

Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan


dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah
sehingga curah jantung membaik. Umumnya jumlah kebocoran cairan
yang terbesar terjadi dalam 24-36 jam pertama sesudah luka bakar dan
mencapai puncaknya dalam tempo 6 hingga 8 jam.

Pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total permukaan
tubuh, maka gangguan integritas kapiler dan perpindahan cairan akan
terbatas pada luka bakar itu sendiri sehingga pembentukkan lepuh dan
edema hanya terjadi di daerah luka bakar. Pasien luka bakar yang
lebih parah akan mengalami edema sistemik yang masif. karena
edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar
(sirkumferensial), tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf
pada ekstermitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga
terjadi iskemia.

 Respons Pulmonal

Volume pernapasan sering kali normal atau hanya menurun


sedikit setelah cedera luka bakar yang luas. Setelah resusitasi cairan,
peningkatan volume pernapasan-dimanifestasikan sebagai
hiperventilasi-dapat terjadi, terutama bila klien ketakutan, cemas, atau
merasa nyeri. Hiperventilasi ini adalah hasil peningkatan baik laju
respirasi dan volume tidal dan muncul sebagai hasil hipermetabolisme
yang terlihat setelah cedera luka bakar. Biasanya hal tersebut
memuncak pada minggu kedua pascacedera dan kemudian secara
bertahap kembali ke normal seiring menyembuhnya luka bakar atau
ditutupnya luka dengan tandur kulit.

 Cedera Inhalasi

Paparan terhadap gas asfiksian merupakan penyebab paling


sering mortalitas dini akibat cedera inhalasi. Karbon monoksida (CO),
asfiksian yang paling sering ditemui, dihasilkan ketika zat organik
(misalnya: kayu atau batu bara) terbakar. Ia adalah gas yang tidak
berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang memiliki afinitas
terhadap hemoglobin tubuh 200 kali lebih kuat dibandingkan dengan
oksigen. Dengan menghirup gas CO, molekul oksigen tergeser, dan
CO berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksihemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan terjadi akibat
penurunan kemampuan pengantaran oksigen oleh darah secara
keseluruhan.

 Depresi Miokardium

Beberapa investigator penelitian telah mengemukakan bahwa


factor depresi miokardium terjadi pada cedera yang lebih luas dan
bersirkulasi pada periode pascacedera dini. Depresi pada curah
jantung yang signifikan dan serta-merta terjadi, bahkan sebelum
volume plasma yang beredar berkurang, menunjukkan respons
neurogenic terhadap beberapa zat yang beredar. Penurunan curah
jantung ini sering berlanjut dalam beberapa hari bahkan setelah
volume plasma telah kembali dan keluaran urine kembali normal.
Baru-baru ini, kombinasi mediator inflamasi dan hormone disebutkan
sebagai penyebab depresi miokardium yang terjadi setelah cedera.

 Berubahnya Integritas Kulit

Luka bakar itu sendiri menampilkan perubahan patofisiologi


yang disebabkan akibat gangguan kulit dan perubahan jaringan di
bawah permukaannya. Kulit, ujung saraf, kelenjar keringat, dan
folikel rambut yang cedera akibat terbakar kehilangan fungsi
normalnya. Hal yang terpenting, fungsi barrier kulit hilang. Kulit yang
utuh dalam keadaan normal menjaga agar bakteri tidak memasuki
tubuh dan agar cairan tubuh tidak merembes keluar, mengendalikan
penguapan, dan menjaga kehangatan tubuh. Dengan rusaknya kulit
mekanisme untuk menjaga suhu normal tubuh dapat terganggu, dan
risiko infeksi akibat invasi bakteri meningkat, serta kehilangan air
akibat penguapan meningkat.

 Imunosupresi

Fungsi sistem imun tertekan setelah cedera luka bakar.


Penurunan aktivitas limfosit, dan penurunan pembentukan
immunoglobulin, serta perubahan fungsi neutrofil dan makrofag
terjadi secara nyata setelah cedera luka bakar luas terjadi. sebagai
tambahan, cedera luka bakar mengganggu barrier primer terhadap
infeksi-kulit. Secara bersama, perubahan-perubahan ini menghasilkan
peningkatan risiko infeksi dan sepsis yang mengancam nyawa.

 Respons Psikologis

Berbagai respons psikologis dan emosional terhadap cedera


luka bakar telah dikenali, berkisar mulai dari ketakutan hingga
psikosis. Respons korban dipengaruhi usia, kepribadian, latar
belakang budaya dan etnik, luas dan lokasi cedera, dampak pada citra
tubuh, dan kemampuan koping pracedera. Sebagai tambahan,
pemisahan dari keluarga dan teman-teman selama perawatan di rumah
sakit dan perubahan pada peran normal dan tanggung jawab klien
memengaruhi reaksi terhadap trauma luka bakar.

2.4 Manifestasi Klinik Luka Bakar

Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang


rusak dan disebut sebagai luka bakar superfisial partial thickness, deep partial
thickness dan full thickness. Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar
derajat-satu, -dua, -tiga.
Kedalaman dan Bagian Gejala Penampilan luka Perjalanan
penyebab luka kulit yang kesembuhan
bakar terkena
Derajat satu Epidermis Kesemutan, Memerah, menjadi Kesembuhan
(superfisial): hiperestesia putih ketika ditekan lengkap dalam
tersengat (supersensivitas), minimal atau tanpa waktu satu
matahari, rasa nyeri mereda edema minggu,
terkena api jika didinginkan terjadi
dengan pengelupasan
intensitas kulit
rendah

Derajat-dua Epidermis Nyeri, Melepuh, dasar luka Kesembuhan


(partial- dan hiperestesia, berbintik-bintik dalam waktu
thickness): bagian sensitif terhadap merah, epidermis 2-3 minggu,
tersiram air dermis udara yang dingin retak, permukaan pembentukan
mendidih, luka basah, terdapat parut dan
terbakar oleh edema depigmentasi,
nyala api infeksi dapat
mengubahnya
menjadi
derajat-tiga
Derajat-tiga Epidermis Tidak terasa Kering, luka bakar Pembentukan
(full- , nyeri, syok, berwarna putih eskar,
thickness): keseluruh hematuria seperti bahan kulit diperlukan
terbakar nyala an dermis (adanya darah atau gosong, kulit pencangkokan
api, terkena dan dalam urin) dan retak dengan bagian , pembentukan
cairan mendidih kadang- kemungkinan lemak yang tampak, parut dan
dalam waktu kadang pula hemolisis terdapat edema hilangnya
yang lama, jaringan (destruksi sel kontur serta
tersengat arus subkutan darah merah), fungsi kulit,
listrik kemungkinan hilangnya jari
terdapat luka tangan atau
masuk dan keluar ekstrenitas
(pada luka bakar dapat terjadi
listrik)
Ada yang menjabarkan bahwa derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu :
1) Grade I
a) Jaringan yang rusak hanya epidermis.
b) Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
c) Tes jarum ada hiperalgesia.
d) Lama sembuh + 7 hari.
e) Hasil kulit menjadi normal.
2) Grade II
a) Grade II a
 Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel,
rambut, dan kelenjar keringat utuh,
 Rasa nyeri warna merah pada lesi.
 Adanya cairan pada bula.
 Waktu sembuh + 7 - 14 hari.
b) Grade II b
 Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar
keringan yang utuh.
 Eritema, kadang ada sikatrik.
 Waktu sembuh + 14 – 21 hari.
3) Grade III
a) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
b) Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
c) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
d) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
4) Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.

Berdasarkan kedalaman luka :


a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –
ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan
dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula,
pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik
teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).
1) Derajat II Dangkal (Superficial)
a) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
c) Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera,
dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan
mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam.
d) Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah
muda dan basah.
e) Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
f)Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
2) Derajat II dalam (Deep)
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang
tersisa.
d) Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya
tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera
karena variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama
sekali, daerah yang berwarna merah muda mengindikasikan masih
ada beberapa aliran darah) (Moenadjat, 2001)
e) Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9
minggu (Brunicardi et al., 2005).
3) Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih
dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar
berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang
dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh
karena ujung–ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan
dari dasar luka (Moenadjat, 2001).
4) Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh
dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan
kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang
dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian.
penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan
dan rasa luka (Moenadjat, 2001).

Setiap area luka bakar mempunyai tiga zona cedera, yaitu :

1. Zona koagulasi : area yang paling dalam, dimana terjadi


kematian seluler.
2. Zona statis : area pertengahan, tempat terjadinya gangguan
suplai darah, inflasi, dan cedera jaringan.
3. Zona hiperemia : area yang terluar, biasanya berhubungan
dengan luka bakar derajat 1 dan seharusnya sembuh dalam seminggu.
Dalam menetukan dalamnya luka bakar kita harus memperhatikan faktor-faktor
berikut :

1. Riwayat terjadinya luka bakar


2. Penyebab luka bakar
3. Suhu agen yang menyebabkan luka bakar
4. Lamanya kontak dengan agen
5. Tebalnya kulit

Gambar luka bakar derajat I (superfisial)

Gambar luka bakar derajat II (partial-thickness)


Gambar luka bakar derajat III (full-thickness)

gambar klasifikasi luka bakar

 Luas Luka Bakar


Berbagai metode dalam menentukan luas luka bakar :
a. Rumus Sembilan (Rule of Nines)
Estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar disederhanakan dengan
menggunakan Rumus Sembilan. Rumus Sembilan merupakan cara
yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem
tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan sembilan terhadap
permukaan tubuh yang luas.
gambar rumus sembilan (rule of nines) pada dewasa dan anak-anak

b. Metode Lund and Browder


Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas permukaan tubuh
yang terbakar adalah metode Lund dan Browder yang mengakui
bahwa persentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik,
khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan.
Dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan
memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-
bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi tentang luas
permukaan tubuh yang terbakar. Evaluasi pendahuluan dibuat ketika
pasien tiba di rumah sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua serta
ketiga paska luka bakar karena garis demarkasi biasanya baru tampak
jelas sesudah periode tersebut.
Metode Lund and Browder

c. Metode Telapak Tangan


Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang
dipakai untuk memperkirakan persentase luka bakar adalah metode
telapak tangan (palm method). Lebar telapak tangan pasien kurang
lebih sebesar 1% luas permukaan tubuhnya. Lebar telapak tangan
dapat digunakan untuk menilai luas luka bakar.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

 Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan


adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari
15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang
meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun
dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas
terhadap pembuluh darah.

 Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya


infeksi atau inflamasi.
 GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan
tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.

 Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan


dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.

 Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan


kelebihan cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan
cairan.

 Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan


perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.

 Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon


stress.

 Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein


pada edema cairan.

 BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi


atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

 Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap


efek atau luasnya cedera.

 EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau


distritmia.

 Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan


luka bakar.

2.6 Penatalaksanaan Luka Bakar


a. Pre Hospital

Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk
mencari air. Hal ini akan sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena
tertiup oleh angin. Oleh karena itu, segeralah hentikan (stop), jatuhkan
(drop), dan gulingkan (roll) orang itu agar api segera padam. Bila memiliki
karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah untuk
memadamkan apinya. Sedanguntuk kasus luka bakar karena bahan kimia
atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan bahan kimia atau benda
dingin. Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar
dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan
membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan terbuka karena dapat
menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara luar dan
menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan
obat-obatan penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asam
mefenamat samapai penggunaan morfin oleh tenaga medis

b. Hospital

1) Resusitasi A, B, C.
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,
karenanya harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih
dahulu.
a) Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka
segera pasang Endotracheal Tube (ETT). Tanda-tanda adanya trauma
inhalasi antara lain adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar
pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b) Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan
dada untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah
ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat gerakan pernapasan,
misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae
c) Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
menimbulkan edema. pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok
hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan
pada pasien luka bakar, ada 2 cara yang lazim dapat diberikan yaitu
dengan Formula Baxter dan Evans
2) Resusitasi Cairan
Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan
pada penderita luka bakar yaitu :
a) Cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc NaCl
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
· 3.2000cc glukosa 5%

Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama.
Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairn hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah
jumlah cairan yang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring
pemberian lakukan penghitungan diuresis.

b) Cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah
kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus :
Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc
Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama
diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi
hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah
pemberian hari pertama.
c) Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
d) Monitor urine dan CVP.
e) Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan
nekrotik.
- Tulle
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

f) Terapi obat – obatan topical


Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka
bakar antara lain :
a) Mafenamid Acetate (sulfamylon)
Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan negatif,
terapi pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1–2 kali per hari dengan sarung tangan steril,
menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30 menit, jangan
dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan menyebabkan
macerasi.
b) Silver Nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan
infeksi candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau tosix
epidermal nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari,
yakinkan balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam.
c) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untuk microbial pathogen ; gunakan dengan
hati – hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Keterangan : Berikan 1–2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan
luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
d) Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida
albican dan jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep,
mudah digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai
kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi,
mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan asidosis metabolic.
Dengan pemberian obat–obatan topical secara tepat dan efektif,
diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah
sepsis yang seringkali masih menjadi penyebab kematian pasien.
g) Penatalaksanaan Pembedahan
Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang
melingkar pada ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi
bagian distal akibat pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini
penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal
pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan yaitu membuat irisan
memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan bebas.
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan
mati dengan jalan eksisi tangensial.

c. Proses penyembuhan
Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan
menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika
penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan
luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4–6 minggu.
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera
jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada
tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan
ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar,
atau luka akibat tindakan bedah. Luka dikatakan mengalami proses
penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap
cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi. Kemudian
disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah eksudat berkurang,
jaringan luka semakin membaik.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses
peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu
bengkak, kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungi. Proses
penyembuhannya mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005) yaitu:
- Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh
darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke
tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama
sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini
menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF)
yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan darah
untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini adalah tumor,
rubor, dolor, calor, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak
terjadi infeksi.
- Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan
kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein
yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang
meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh
melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen
dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.

- Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas
terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan
dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat
remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan
kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas
luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 50–
80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).

d. Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan


dalamnya luka bakar; kemudian perawatannya dilakukan melalui tiga fase
luka bakar, yaitu: fase darurat/resusitasi, fase akut atau intermediet, dan
fase rehabilitasi.

 Fase Resusitatif

Fase resusitatif cedera luka bakar terdiri atas waktu antara


cedera awal sampai 36 hingga 48 jam setelah cedera. Fase ini
berakhir ketika resusitasi cairan selesai. Selama fase ini, masalah
saluran napas dan pernapasan yang mengancam nyawa adalah
perhatian utama. Fase ini juga ditandai dengan terjadinya
hypovolemia, yang menyebabkan kebocoran cairan kapiler dari
ruang intravaskuler ke ruang interstisial, menyebabkan edema.
Walaupun cairan tetap berada dalam tubuh, cairan tersebut tidak
mungkin berperan dalam menjaga sirkulasi yang memadai, karena
tidak berada di ruang vaskuler lagi.

 Fase Akut
Fase pemulihan akut setelah luka bakar mayor dimulai
ketika hemodinamik klien sudah stabil, integritas kapiler sudah
kembali, dan diuresis sudah mulai muncul. Waktu tersebut dimulai
kira-kira pada 48 hingga 72 jam setelah waktu cedera. Untuk klien
baik dengan luka bakar moderat atau minor, fase akut pada
dasarnya dimulai pada waktu cedera. Fase akut berlanjut hingga
penutupan luka tercapai.

 Fase Rehabilitasi

Fase rehabilitasi dalam pemulihan mewakili fase terakhir


dalam pemulihan luka bakar dan mencakup waktu sejak penutupan
luka sampai pemulangan dan setelahnya. Dalam rangka mencapai
hasil terbaik, pemberi perawatan harus mengerti konsekuensi
cedera luka bakar, dan penanganan rehabilitasi harus dimulai sejak
hari saat cedera terjadi. Pada akhirnya, program rehabilitasi luka
bakar dirancang untuk pemulihan fungsional dan emosional
maksimal. Cara-cara untuk meningkatkan penyembuhan luka,
mencegah dan meminimalkan deformitas dan parut hipertrofik,
meningkatkan fungsi dan kekuatan fisik, meningkatkan dukungan
emosional, serta memberikan pengajaran adalah bagian dari fase
rehabilitasi yang berlangsung.
Fase Durasi Prioritas
Fase resusitasi yang Dari awitan cedera
 Pertolongan pertama
darurat atau segera hingga selesainya
 Pencegahan syok
resusitasi cairan  Pencegahan gangguan
pernapasan
 Deteksi dan
penanganan cedera yang
menyertai
 Penilaian luka dan
perawatan pendahuluan
Fase akut Dari dimulainya diuresis
 Perawatan dan
hingga hampir penutupan luka
selesainya proses
 Pencegahan atau
penutupan luka penanganan komplikasi,
termasuk infeksi
 Dukungan nutrisi
Fase rehabilitasi Dari penutupan luka
 Pencegahan parut dan
yang besar hingga kontraktur
kembalinya kepada
 Rehabilitasi fisik,
tingkat penyesuaian fisik oksupasional dan
dan psikososial yang vokasional
optimal  Rekonstruksi fungsional
dan kosmetik
 Konseling psikososial

e. Komplikasi
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik
yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk
mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
- Infeksi dan sepsis
- Oliguria dan anuria
- Oedem paru
- ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
- Anemia
- Kontraktur
- Kematian

2.7 Konsep Asuhan Keperawatan Luka bakar/ Luka Bakar


1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka
bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna
kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang
timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan
disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat
sampai pada penurunan ekspansi paru.
b. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb
lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan
klien selama menjalan perawatanketika dilakukan pengkajian. Apabila
dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama
terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari
/ bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
c. Pengkajian B1 (breathing)
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam
sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya
luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
d. Pengkajian B2 (blood)
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
e.Pengkajian B3 (brain)
Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek,
perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran
saraf). Untuk nyeri, gejalanya: Berbagai nyeri; contoh luka bakar
derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan;
gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang
derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar
derajat tiga tidak nyeri.
f. Pengkajian B4 dan B5 (bladder dan bowel)
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai
stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.:
g. Pengkajian B6 (Bone)
Tanda: Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti
selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat,
dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah
jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum
ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda
motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

b Pemeriksaan diagnostik:
 LED: mengkaji hemokonsentrasi.
 Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan
biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat
peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium
dapat menyebabkan henti jantung.
 Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji
fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
 BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
 Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen
menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh
luas.
 Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
 Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif.
 Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera
inhalasi asap.

2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
3) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui rute abnormal luka.
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan dan ketahanan
3. Intervensi keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan .
Kriteria hasil :
a. Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
b. Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
c. Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat
dengan tepat
Intervensi :
(1) Tutup luka sesegera mungkin, kecuali perawatan luka bakar
metode pemejanan pada udara terbuka
Rasional : Suhu berubah dan tekanan udara dapat menyebabkan
nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
(2) Ubah pasien yang sering dan rentang gerak aktif dan pasif
sesuai indikasi
Rasional : Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan
kekuatan otot tetapi tipe latihan tergantung indikasi dan luas
cedera.
(3) Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu
penghangat dan penutup tubuh
Rasional : Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor,
sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil.
(4) Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan
intensitas (skala 0-10)
Rasional : Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya,
keterlibatan jaringan atau kerusakan tetapi biasanya paling berat
selama penggantian balutan dan debridement.
(5) Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Rasional : Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan
dapat meningkatkan mekanisme koping.
(6) Dorong penggunaan tehnik manajemen stress, contoh
relaksasi, nafas dalam, bimbingan imajinatif dan visualisasi.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memperhatikan
relaksasi dan meningkatkan rasa control yang dapat menurunkan
ketergantungan farmakologi.
(7) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Dapat menghilangkan nyeri
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan regenerasi jaringan
b. Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Intervensi :
(1) Kaji atau catat ukuran warna kedalaman luka, perhatikan
jaringan metabolik dan kondisi sekitar luka
Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan
penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada
area grafik.
(2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan
control infeksi
Rasional : Menyiapkan jaringan tubuh untuk penanaman dan
menurunkan resiko infeksi.

3) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kehilangan cairan melalui rute abnormal luka.
Kriteria Hasil :
Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran
urine individu, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab.
Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan
nadi perifer.
Rasional :Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan
mengkaji responkardiovaskuler .
2) Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi warna dan hemates
sesuai indikasi
Rasional : Secara umum penggantian cairan harus difiltrasi untuk
meyakinkan rata-rata haluaran urine 30-50 ml / jam (pada orang
dewasa). Urine bisa tampak merah sampai hitam pada kerusakan otot
massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin.
3) Perkirakan deranase luka dan kehilangan yang tak tampak
Rasional : Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein,
proses inflamasi dan kehilangan melalui evaporasi besar
mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urine, khususnya
selama 24-72 jam pertama setelah terbakar.
4) Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Pergantian cairan tergantung pada berat badan pertama
dan perubahan selanjutnya. Peningkatan berat badan 15-20% pada
72 jam pertama selama pergantian cairan dapat diantisipasi untuk
mengembalikan keberat sebelum terbakar kira-kira 10 hari setelah
terbakar.
5) Selidiki perubahan mental
Rasional : Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat
mengindikasikan ketidakadekuatan volume sirkulasi atau penurunan
perfusi serebral.
6) Observasi distensi abdomen, hematemesess, feses hitam, hemates
drainase NG dan feses secara periodik.
Rasional : Stress (curling) ulkus terjadi pada setengah dan semua
pasien pada luka bakar berat (dapat terjadi pada awal minggu
pertama).
7) Kolaborasi kateter urine
Rasional : Memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan
menengah stasis atau reflek urine, potensi urine dengan produk sel
jaringan yang rusak dapat menimbulkan disfungsi dan infeksi ginjal.

4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan


primer tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi :
Intervensi :
1) Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi
Rasional : Tergantung tipe atau luasnya luka untuk menurunkan
resiko kontaminasi silang atau terpajan pada flora bakteri multiple.
2) Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua
individu yang datang kontak ke pasien
Rasional : Mencegah kontaminasi silang
3) Cukur rambut disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci dari
batas yang terbakar
Rasional : Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri
4) Periksa area yang tidak terbakar (lipatan paha, lipatan leher,
membranmukosa )
Rasional : Infeksi oportunistik (misal : Jamur) seringkali terjadi
sehubungan dengan depresi sistem imun atau proliferasi flora normal
tubuh selama terapi antibiotik sistematik.
5) Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas (termasuk pecahnya lepuh)
dengan gunting dan forcep.
Rasional : Meningkatkan penyembuhan
6) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan


kekuatan dan ketahanan
Kriteria Hasil :
Menyatakan dan menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
mempertahankan posisi, fungsi dibuktikan oleh tidak adanya
kontraktor, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
yang sakit dan atau menunjukkan tehnik atau perilaku yang
memampukan aktivitas.
Intervensi :
1) Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau khususnya
untuk luka bakar diatas sendi.
Rasional :
Meningkatkan posisi fungsional pada ekstermitas dan mencegah
kontraktor yang lebih mungkin diatas sendi.
2) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali pasif
kemudian aktif
Rasional :
Mencegah secara progresif, mengencangkan jaringan parut dan
kontraktor, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot atau sendi dan
menurunkan kehilangan kalsium dan tulang.
3) Instruksikan dan Bantu dalam mobilitas, contoh tingkat walker
secara tepat.
Rasional : Meningkatkan keamanan ambulasi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Luka bakar tak boleh dianggap sepele, meskipun terdapat luka kecil
penanganan harus cepat diusahakan. Penderita luka bakar memerlukan
penanganan secara holistik dari berbagai aspek dan disiplin ilmu. Perawatan
luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, kedalaman luka bakar, faktor
penyebab timbulnya luka dan lain-lain. Pada luka bakar yang luas dan dalam
akan memerlukan perawatan yang lama dan mahal. Dampak luka bakar yang
dialami penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan
sosial bagi pasien dan juga keluarga. Dengan makin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka makin berkembang pula teknik/cara
penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan kesempatan untuk
sembuh bagi penderita luka bakar.

3.2 Saran

Dalam menangani korban luka bakar harus tetap memegang prinsip


steril dan sesuai medis, tidak boleh dilakukan sembarangan karena bisa
mempengaruhi waktu kesembuhan luka bakar. Setiap individu baik tua,
muda, maupun anak-anak diharapkan selalu waspada dan berhati-hati setiap
kali melakukan kegiatan/aktivitas terutama pada hal-hal yang dapat memicu
luka bakar.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Burnner & Suddarth


editor, Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare ; alih bahasa, Agung Waluyo,
dkk; editor edisi bahasa indonesia, Monica Ester. Ed.8. Jakarta : EGC,
2001
R Sjamsuhidajat, Wim De Jong, 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku
Kedokteran. EGC

Black & Hawk. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Buku 2. Singapore:
Elsevier

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 3.
Jakarta: EGC

Doengoes, Marilyn E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan: pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian

Anda mungkin juga menyukai