PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari luka bakar
2. Untuk mengetahui etiologi dari luka bakar
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari luka bakar
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari luka bakar
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari luka bakar
6. Untuk mengeatahui penatalaksanaan medis dari luka bakar
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari luka bakar
BAB 2
PEMBAHASAN
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api ditubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas),
akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari
(sunburn).
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat\
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald),
jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar
atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain)
(Moenadjat, 2005).
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar bahan kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industry militer ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
(Moenadjat, 2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang disebabkan karena arus, api dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke
distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak,baik kontak
dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2005).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industry. Akibat terpapar
sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar
radiasi (Moenadjat, 2005).
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Menigkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan
bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke
bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan ke
keropeng luka bakar derajat tiga.
Respons Sistemik
Respons Kardiovaskuler
Pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total permukaan
tubuh, maka gangguan integritas kapiler dan perpindahan cairan akan
terbatas pada luka bakar itu sendiri sehingga pembentukkan lepuh dan
edema hanya terjadi di daerah luka bakar. Pasien luka bakar yang
lebih parah akan mengalami edema sistemik yang masif. karena
edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar
(sirkumferensial), tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf
pada ekstermitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga
terjadi iskemia.
Respons Pulmonal
Cedera Inhalasi
Depresi Miokardium
Imunosupresi
Respons Psikologis
Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk
mencari air. Hal ini akan sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena
tertiup oleh angin. Oleh karena itu, segeralah hentikan (stop), jatuhkan
(drop), dan gulingkan (roll) orang itu agar api segera padam. Bila memiliki
karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah untuk
memadamkan apinya. Sedanguntuk kasus luka bakar karena bahan kimia
atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan bahan kimia atau benda
dingin. Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar
dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan
membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan terbuka karena dapat
menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara luar dan
menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan
obat-obatan penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asam
mefenamat samapai penggunaan morfin oleh tenaga medis
b. Hospital
1) Resusitasi A, B, C.
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,
karenanya harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih
dahulu.
a) Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka
segera pasang Endotracheal Tube (ETT). Tanda-tanda adanya trauma
inhalasi antara lain adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar
pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b) Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan
dada untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah
ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat gerakan pernapasan,
misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae
c) Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
menimbulkan edema. pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok
hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan
pada pasien luka bakar, ada 2 cara yang lazim dapat diberikan yaitu
dengan Formula Baxter dan Evans
2) Resusitasi Cairan
Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan
pada penderita luka bakar yaitu :
a) Cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc NaCl
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
· 3.2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama.
Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairn hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah
jumlah cairan yang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring
pemberian lakukan penghitungan diuresis.
b) Cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah
kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus :
Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc
Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama
diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi
hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah
pemberian hari pertama.
c) Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
d) Monitor urine dan CVP.
e) Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan
nekrotik.
- Tulle
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
c. Proses penyembuhan
Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan
menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika
penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan
luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4–6 minggu.
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera
jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada
tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan
ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar,
atau luka akibat tindakan bedah. Luka dikatakan mengalami proses
penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap
cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi. Kemudian
disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah eksudat berkurang,
jaringan luka semakin membaik.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses
peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu
bengkak, kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungi. Proses
penyembuhannya mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005) yaitu:
- Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh
darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke
tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama
sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini
menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF)
yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan darah
untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini adalah tumor,
rubor, dolor, calor, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak
terjadi infeksi.
- Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan
kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein
yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang
meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh
melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen
dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
- Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas
terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan
dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat
remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan
kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas
luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 50–
80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).
Fase Resusitatif
Fase Akut
Fase pemulihan akut setelah luka bakar mayor dimulai
ketika hemodinamik klien sudah stabil, integritas kapiler sudah
kembali, dan diuresis sudah mulai muncul. Waktu tersebut dimulai
kira-kira pada 48 hingga 72 jam setelah waktu cedera. Untuk klien
baik dengan luka bakar moderat atau minor, fase akut pada
dasarnya dimulai pada waktu cedera. Fase akut berlanjut hingga
penutupan luka tercapai.
Fase Rehabilitasi
e. Komplikasi
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik
yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk
mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
- Infeksi dan sepsis
- Oliguria dan anuria
- Oedem paru
- ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
- Anemia
- Kontraktur
- Kematian
b Pemeriksaan diagnostik:
LED: mengkaji hemokonsentrasi.
Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan
biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat
peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium
dapat menyebabkan henti jantung.
Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji
fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen
menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh
luas.
Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif.
Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera
inhalasi asap.
2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
3) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui rute abnormal luka.
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan dan ketahanan
3. Intervensi keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan .
Kriteria hasil :
a. Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
b. Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
c. Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat
dengan tepat
Intervensi :
(1) Tutup luka sesegera mungkin, kecuali perawatan luka bakar
metode pemejanan pada udara terbuka
Rasional : Suhu berubah dan tekanan udara dapat menyebabkan
nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
(2) Ubah pasien yang sering dan rentang gerak aktif dan pasif
sesuai indikasi
Rasional : Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan
kekuatan otot tetapi tipe latihan tergantung indikasi dan luas
cedera.
(3) Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu
penghangat dan penutup tubuh
Rasional : Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor,
sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil.
(4) Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan
intensitas (skala 0-10)
Rasional : Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya,
keterlibatan jaringan atau kerusakan tetapi biasanya paling berat
selama penggantian balutan dan debridement.
(5) Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Rasional : Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan
dapat meningkatkan mekanisme koping.
(6) Dorong penggunaan tehnik manajemen stress, contoh
relaksasi, nafas dalam, bimbingan imajinatif dan visualisasi.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memperhatikan
relaksasi dan meningkatkan rasa control yang dapat menurunkan
ketergantungan farmakologi.
(7) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Dapat menghilangkan nyeri
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan regenerasi jaringan
b. Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Intervensi :
(1) Kaji atau catat ukuran warna kedalaman luka, perhatikan
jaringan metabolik dan kondisi sekitar luka
Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan
penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada
area grafik.
(2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan
control infeksi
Rasional : Menyiapkan jaringan tubuh untuk penanaman dan
menurunkan resiko infeksi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka bakar tak boleh dianggap sepele, meskipun terdapat luka kecil
penanganan harus cepat diusahakan. Penderita luka bakar memerlukan
penanganan secara holistik dari berbagai aspek dan disiplin ilmu. Perawatan
luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, kedalaman luka bakar, faktor
penyebab timbulnya luka dan lain-lain. Pada luka bakar yang luas dan dalam
akan memerlukan perawatan yang lama dan mahal. Dampak luka bakar yang
dialami penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan
sosial bagi pasien dan juga keluarga. Dengan makin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka makin berkembang pula teknik/cara
penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan kesempatan untuk
sembuh bagi penderita luka bakar.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Black & Hawk. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Buku 2. Singapore:
Elsevier
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 3.
Jakarta: EGC