Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

VENTRIKEL SEPTAL DEFEK (VSD)

1. Pengertian VSD

Ventrikel Septal Defek (VSD) adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak
sempurnanya penutupan dinding pemisah antar ventrikel. Kelainan ini paling sering
ditemukan pada anak-anak dan bayi dan dapat terjadi secara kongenital dan traumatik (I
Wadyan Sudarta, 2013: 32).

VSD adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. (Heni et al, 2001; Webb GD et al, 2011; Prema R,
2013; AHA, 2014) Ventrikel Septal Defek (VSD) menggambarkan suatu lubang pada
sekat ventrikel. Defect tesebut dapat terletak di manapun pada sekat ventrikel, dapat
tunggal atau banyak, dan ukuran serta bentuknya dapat bervariasi.

VSD (Ventricular Septal Defect) atau Defek Septum Ventrikel adalah suatu
keadaan abnormal jantung berupa adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel
kanan.(Rita &Suriadi, 2001).

2. Klasifikasi
Klasifikasi VSD (Ventricular Septal Defect) dibagi berdasarkan letak defek yang terjadi,
yaitu :
1) Perimembranase , merupakan lesi yang terletak tepat dibawah katup aorta. VSD tipe
ini terjadi sekitar 80% dari seluruh kasus VSD.
2) Muskular , merupakan jenis VSD dengan lesi yang terletak di otot-otot septum dan
terjadi sekitar 5-20% dari seluruh angka kejadian VSD.
3) Suprakistal ,jenis lesi DSV ini terletak dibawah katup pulmonalis dan berhubungan
dengan jalur jalan keluar ventrikel kanan. Presentasi kejadian jenis VDS ini sekitar 5-
7% di negara-negara barat dan 25% di kawasan timur.
4) Arterioventrikuler, kekurangan komponen endikardial dari septum interventrikuler.
Klasifikasi VSD berdasarkan ukurannya :

1) VSD kecil
a. Biasanya asimtomatik
b. Defek kecil 1-5 mm
c. Tidak ada gangguan tumbuh kembang
d. Bunyi jantung normal, terkadang ditemukan suara bising di peristaltik yang
menjalar ke seluruh tubuh perikardium dan berakhir pada waktu distolik karna
terjadi penutupan VSD.
e. Tidak diperlukan kateterisasi
f. Menutup secara spontan pada umur 3 tahun.
g. EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit peningkatan aktivitas ventrikel kiri
h. Radiologi: ukuran jantung normal, vaskularisasi paru normal atau sedikit
meningkat
2) VSD sedang
a. Sering terjadi symtom pada bayi
b. Sesak nafas
c. Defek 5-10 mm BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
d. Mudah menderita infeksi
e. Takipneu
f. Retraksi bentuk dada normal
g. EKG: terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri maupun kanan, tetapi kiri lebih
meningkat. Radiology: terdapat pembesaran jantung derajat sedang, conus
pulmonalis menonjol, peningkatan vaskularisasi paru dan pemebsaran pembuluh
darah di hilus.
3) VSD besar
a. Sering timbul pada masa neonatus
b. Dipsneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam minggu
pertama setelah lahir
c. Pada minggu ke 2 dan 3 simtom mulai timbul
d. Sesak nafas saat tidur, kadang tampak sianosis karena kekurangan oksigen
e. Gangguan tumbuh kembang
f. EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan kiri
g. Radiologi: pembesaran jantung nyata dengan conus pulmonalis yang tampak
menonjol pembuluh darah hilus membesar dan peningkatan vaskularisasi paru
perifer

3. Embriologi dan Anatomi


Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi pada minggu
ke 4 dan minggu ke 8 kehidupan janin. Bersamaan dengan pembagian antrium tunggal
menjadi antrium kanan dan kiri. Septum ventrikel yang pertama terbentuk pars
mebaranasea yang kemudian bergabung dengan endocardial cushion dan bulbus kordis
(bagian proksimal trunkus anteriosus) pars muskularis septum kemudian mula terbentuk,
bersama dengan pertumbuhan lebi lanjut bulbus kordis dan endocardial cushion.
Hasil perkembangan ini adalah terbentuknya septum ventrikel pars membranase dan
pars muskularis, serta katup mitral yang mempunyai kontak jaringan dengan aorta,
sedangkap katup triskupid dan katup plpmonal terpisah. Salah satu bentuk pada proses ini
dapat menyebabkan lubang pada septum ventrikel.

4. Etiologi
Sebelum bayi lahir, ventrikel kanan dan kiri belum terpisah, seiring perkembangan
fetus, sebuah dinding/sekat pemisah antara kedua ventrikel tersebut normalnya terbentuk.
Akan tetapi, jika sekat itu tidak terbentuk sempurna maka timbullah suatu keadaan
penyakit jantung bawaan yang disebut defek septum ventrikel. Penyebab terjadinya
penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti (idopatik), tetapi ada
beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu :
1) Faktor prenatal (faktor eksogen):
a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
e. Ibu meminum obat-obatan penenang
2) Faktor genetik (faktor endogen)
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah/ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
e. Kembar identic (Prema R, 2013)

Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 30% dari seluruh kelainan
jantung (Kapita Selekta Kedokteran, 2000). Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak
tertutup sempurna. Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena
trauma. Kelainan VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain misalnya trunkus
arteriosus, Tetralogi Fallot. Kelainan ini lebih banyak dijumpai pada usia anak-anak,
namun pada orang dewasa yang jarang terjadi merupakan komplikasi serius dari berbagai
serangan jantung (Prema R, 2013; AHA, 2014).

5. Patofisiologi

Ventricular Septal Defect (VSD) terjadi akibat adanya kebocoran di septum


interventrikular. Kebocoran ini terjadi karena kelambatan dari pertumbuhannya. Biasanya
terjadi di pars muskularis atau di pars membranasea dari septum. Defek tersebut dapat
terletak dimanapun pada septum ventrikel, dapat tunggal atau banyak dengan bentuk dan
ukuran yang bervariasi. Kebocoran di pars muskularis biasanya kecil. Kebocoran
ditempat lainnya mempunyai ukuran bermacam-macam.

Pada defek yang berukuran tidak lebih dari 1 cm, terdapat perbedaan tekanan antara
ventrikel kanan dan kiri. Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Tekanan
ventrikel kiri yang lebih besar menyebabkan arus kebocoran berlangsung dari kiri ke
kanan (L to R Shunt). Volume darah dari ventrikel kiri ini setelah melalui defek lalu
masuk ke dalam arteri pulmonalis bersama-sama darah yang berasal dari ventrikel kanan.
Biasanya pada defek yang kecil ini tidak terjadi kebocoran, dengan demikian ventrikel
kanan tidak mengalami beban volume dan tidak menjadi dilatasi. Jumlah darah yang
mengalir melalui arteri pulmonalis akan bertambah, demikian pula vena-vena pulmonalis
isinya akan bertambah dan mengalirkan darah ke atrium kiri. Kelebihan darah ini
menyebabkan dilatasi dari atrium kiri. Ventrikel kiri, disamping volume darahnya yang
bertambah, juga harus bekerja keras sehingga terjadi hipertrofi. Dengan kata lain arteri
pulmonalis, atrium kiri, dan ventrikel kiri yang mengalami kelainan pada saat ini,
sehingga jantung kiri yang membesar. Bila defek itu makin besar, maka volume darah
yang mengalir ke ventrikel kanan juga bertambah. Dengan bertambahnya volume darah
ini, maka ventrikel kanan manjadi dilatasi, dan arteri pulmonalis juga bertambah lebar.
Selama sirkulasi ini berjalan lancar, tidak ada peningkatan tekanan di dalam arteri
pulmonalis.

Selanjutnya seperti pada kelainan ASD, lambat laun pada penderita ini pun akan
terjadi perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru, yaitu penyempitan dari
lumen arteri-arteri di perifer. Hipertensi pulmonal lebih cepat terjadi pada VSD. Dengan
adanya hipertensi pulmonal ini, ventrikel kanan menjadi besar karena darah yang
mengalir ke dalam arteri paru-paru mengalami kesulitan. Dengan adanya resistensi yang
besar pada arteri-arteri pulmonalis, maka atrium kiri yang semula dilatasi kini berkurang
isinya dan kembali normal. Pada saat ini yang berperan dalam kelainan ini adalah
ventrikel kanan, arteri pulmonalis dengan cabang-cabangnya yang melebar terutama
bagian sentral. Jadi sekarang yang membesar terutama adalah jantung kanan. Keadaan ini
mirip dengan kelainan ASD dengan hipertensi pulmonal.

Defek pada septum yang besar menyebabkan keseimbangan antara tekanan pada
kedua ventrikel. Ada kalanya defek itu sangat besar sehingga kedua ventrikel itu menjadi
satu ruangan (Single Ventricle). Arah kebocoran pada keadaan ini tergantung pada
keadaan dari arteri pulmonalis dan aorta. Bila tekanan di dalam arteri pulmonalis tinggi
karena adanya kelainan pada pembuluh darah paru maka darah dari ventrikel kanan akan
mengalir ke dalam ventrikel kiri. Bila di dalam aorta terdapat tekanan yang tinggi,
kebocoran berlangsung dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan (L to R Shunt).

Darah arterial dari atrium kiri masuk ke atrium kanan. Aliran tidak deras karena
perbedaan tekanan atrium kiri dan kanan tidak besar (tekanan atrium kiri lebih besar dari
tekanan atrium kanan. Beban pada atrium kanan, atrium pulmonalis kapiler paru, dan
atrium kiri meningkat, sehingga tekanannya meningkat. Tahanan katup pulmonal naik,
timbul bising sistolik karena stenosis relatif katup pulmonal. Juga terjadi stenosis relatif
katup trikuspidal, sehingga terdengar bising diastolik. Penambahan beban atrium
pulmonal bertambah, sehingga tahanan katup pulmonal meningkat dan terjadi kenaikan
tekanan ventrikel kanan yang permanen. Kejadian ini berjalan lambat.

6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala umum yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Takipneu
b. Dispneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam minggu
pertama setelah lahir
c. Adanya sianosis dan clubbing finger
d. Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis karena
kekurangan oksigen akibat gangguan pernafasan
e. Bayi mudah lelah saat menyusu, sehingga ketika mulai menyusu bayi tertidur karena
kelelahan.
f. Muntah saat menyusu
g. BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
h. Gangguan tumbuh kembang
i. EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan kiri
j. Radiology: pembesaran jantung nyata dengan conus pulmonalis yang tampak
menonjol pembuluh darah hilus membesar dan peningkatan vaskularisasi paru perifer
(PDPDI, 2009; Webb GD et al, 2011; Prema R, 2013)

Pada VSD kecil: biasanya tidak ada gejala-gajala. Bising pada VSD tipe ini bukan
pansistolik,tapi biasanya berupa bising akhir sistolik tepat sebelum S2.
Pada VSD sedang: biasanta juga tidak begitu ada gejala-gejala, hanya kadang-kadang
penderita mengeluh lekas lelah., sering mendapat infeksi pada paru sehingga sering
menderita batuk.
Pada VSD besar: sering menyebabkan gagal jantung pada umur antara 1-3 bulan,
penderita menderita infeksi paru dan radang paru. Kenaikan berat badan lambat. Kadang-
kadang anak kelihatan sedikit sianosis.
7. Pemeriksaan Fisik
1) VSD kecil
- Palpasi:
Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba getaran bising pada
SIC III dan IV kiri.
- Auskultasi:

Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi jantung II agak keras.
Intensitas bising derajat III s/d VI.

2) VSD besar
- Inspeksi:
Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak keringat bercucuran. Ujung-
ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol ialah nafas pendek dan retraksi pada
jugulum, sela intercostal dan regio epigastrium.
- Palpasi:
Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada dinding dada
- Auskultasi:
Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan sering diikuti ‘click’
sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada pangkal arteria
pulmonalis yang melebar. Bunyi jantung kedua mengeras terutama pada sela iga II
kiri.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000; PDPDI, 2009; Webb GD et al, 2011)

8. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto rontgen toraks hipertrofi ventrikel kiri
2) Elektrochardiografi
3) Echocardiogram hipertrofi ventrikel kiri
4) MRI
5) Uji masa protrombin ( PT ) dan masa trombboplastin parsial ( PTT ) yang dilakukan
sebelum pembedahan dapat mengungkapkan kecenderungan perdarahan.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000; PDPDI, 2009; Webb GD et al, 2011; AHA, 2014).
9. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Gagal jantung
b. Endokarditis
c. Insufisiensi aorta
d. Stenosis pulmonal
e. Hipertensi pulmonal (penyakit pembuluh darah paru yang progresif)
(PDPDI, 2009; Webb GD et al, 2011)

10. Prognosis

Kemungkinan penutupan defek septum secara spontan cukup besar, terutama pada
tahun pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat berkurang pada
pasien berusia lebih dari 2 tahun dan umumnya tidak ada kemungkinan lagi di atas usia 6
tahun. Secara keseluruhan, penutupan secara spontan berkisar 40-50%. (Kapita Selekta
Kedokteran, 2000; Webb GD et al, 2011).

Beberapa pasien akan berkembang menjadi penyakit vaskuler obstruktif berupa


hipertensi pulmonar akut, Eisenmenger syndrome pada saat terapi referal diberikan serta
terjadinya peningkatan sianosis secara progresif. Penggunaan opsi bedah saat ini memilki
mortalitas kurang dari 2% pada pasien isolasi. Mungkin juga akan ditemukan pasien yang
memerlukan transplan paru atau jantung dan paru (Prema R, 2013)

11. Penatalaksanaan
1) Non Farmakologis
a. Pembedahan:
1. Menutup defek dengan dijahit melalui cardio pulmonary bypass
2. Pembedahan pulmonal arteri nunding (pad) atau penutupan defek untuk
mengurangi aliran ke paru.
b. Non pembedahan : menutup defek dengan alat melalui kateterisasi jantung
2) Farmakologi
Pemberian vasopresor atau vasodilator:
a. Dopamin (intropin)
Memiliki efek inotropik positi pada miocard, menyebabkan peningkatan curah
jantung dan peningkatan tekanan sistolik serta tekanan nadi, sedikit sekali atau
tidak ada efeknya pada tekanan distolik, digunakan untuk gangguan
hemodinamika yang disebabkan bedah jantung terbuka (dosis diatur untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi ginjal)
b. Isopreterenol (isuprel)
Memiliki efek inotropik positif pada miocard, meyebabkan peningkatan curah
jantung : menurunan tekanan distolik dan tekanan rata – rata sambil
meningkatkan tekanan sistolik.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi VSD :
1) Pada VSD kecil: ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan.
Diperlukan operasi untuk mencegah endokarditis infektif.
2) Pada VSD sedang: jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu sampai
umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal
jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi dapat dilakukan
pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.
3) Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya pada
keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam pengobatannya menggunakan
digitalis. Bila ada anemia diberi transfusi eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan
terapi besi. Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada
gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6 bulan.
4) Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen: operasi paliatif atau operasi
koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami
arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat
sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup,
kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui
defek.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000; PDPDI, 2009; Webb GD et al, 2011; AHA, 2014)
DAFTAR PUSTAKA

AHA (2014). Ventricular Septal Defect (VSD).


https://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/CongenitalHeartDefects/AboutCong
enitalHeartDefects/Ventricular-Septal-Defect- Diakses pada 08 Februari 2020.
Kapita Selekta Kedokteran (2000). Defek septum ventrikel, Bab VI Ilmu Kesehatan Anak Ed.
III Jilid 2 Editor: Arif Mansjoer, et al. Jakarta: Media Aesculapius FK UI hal.445-
447
Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung: Pencegahan Serta
Pengobatannya. Yogyakarta: Nuha Medika

Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha Medika

Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia (2009). Ilmu Penyakit Dalam Ed. V Jilid 2
Editor: Aru W.S., et al. Jakarta: FKUI
Prema R (2013). Ventricular septal defect. http://emedicine.medscape.com/article/892980-
overview#aw2aab6b2b2 Diakses pada 08 Februari 2020.
Sudarta, I Wayan. 2013. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Webb GD, Smallhorn JF, Therrien J, Redington AN (2011). Congenital heart disease. In:
Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P, eds. Braunwald's Heart Disease: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. 9th ed. Philadelphia, Pa: Saunders
Elsevier:chap 65.
Wilkinson, Judith M dan Nancy R. Ahern. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Ed. 9. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA ANAK DENGAN VENTRICULAR
SEPTAL DEFECT (VSD)

1. Pengkajian
1) Pengkajian Umum
a. Identitas Klien
Nama, tanggal lahir, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, alamat, nama ayah,
tanggal MRS, tanggal pengkajian, diagnosa medis, no.register, sumber informasi.
b. Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari
jenis defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi
sesak, pembengkakan pada tungkai dan berkeringat banyak.
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Anak mengalami sesak nafas berkeringat banyak dan pembengkakan pada
tungkai tapi biasanya tergantung pada derajat dari defek yang terjadi.
2. Riwayat kesehatan lalu
a) Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus
Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta
penyakit DM pada ibu.
b) Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
c) Riwayat Neonatus
Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea, anak rewel dan kesakitan,
tumbuh kembang anak terhambat, terdapat edema pada tungkai dan
hepatomegaly, sosial ekonomi keluarga yang rendah.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan
defek jantung, penyakit keturunan atau diwariskan, penyakit kongenital atau
bawaan.

2) Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath)
Inspeksi: gambaran bentuk dada, simetris, adanya insisi, selang di dada atau
penyimpangan lain. Gambarkan pengunaan otot-otot pernafasan
tambahan: gerakan cuping hidung, retraksi sub sterna dan interkostal atau sub
clavia. Tentukan rata-rata pernafasan dan keteraturannya. Bila diintubasi catat
ukuran pipa endotrakeal, jenis dan setting ventilator. Ukur saturasi oksigen dengan
menggunakan oximetri pulse dan analisa gas darah.
Palpasi: Pemeriksaan fokal fremitus, pergerakan retraksi dada ada krepetasi atau
tidak. Pergerakan dada simetris.
Perkusi: ada suara sonor atau hipersonor saar dilakukan perkusi.
Auskutasi: gambarkan bunyi nafas, kesamaan bunyi nafas, berkurang / tidaknya
udara nafas, stidor, crakles, wheezing.
b. B2 (Blood)
Inspeksi: perhatikan denyut dan irama jantung, kaji warna kuku, membrane
mukosa bibir. Gambarkan warna bayi atau anak (mungkin menunjukkan latar
belakang masalah jantung, pernafasan, darah). Sianosis, pucat juindice, mouting.
Palpasi: ada nyeri dada atau tidak saat dipalpasi, terutama pada dekat sternum.
Perkusi: Normalnya timbul suara pekak atau sonor.
Auskultasi: Tentukan poin maksimum impuls, poin dimana bunyi jantung
terdengar paling keras. Kaji apakah ada bunyi jantung murmur atau bunyi
abnormal jantung lainnya.
c. B3 (Brain)
Inspeksi: Observasi reflek moro, sucking, Gambarkan respon pupil pada bayi
yang usia kehamilannya lebih dari 32 minggu.
Palpasi: Lakukan pemeriksaan babinski, plantar dan reflek lain yang diharapkan.
Tentukan tingkat respon, refleks patela, ada nyeri atau tidak pada (kepala, vertebra
torakalis)
Perkusi: Ada suara pekak atau sonor normalnya jika di bagian tulang, ada suara
redup pada bagian abdomen.
Auskultasi: tidak ada pemeriksaan auskultasi, tetapi ada pemeriksaan rinne atau
tes pendengaran. Normalnya pasien mendengar bunyi AC dua kali lebih lama
daripada ketika ia mendengar bunyi BC (AC>BC)
d. B4 (Bladder)
Inspeksi: Observasi warna dan konsistensi urine normalnya putih bening, ada lesi
atau tidak pada abdomen.
Palpasi: Ada nyeri saat di palpasi organ ginjal. (palpasi bimanual)
Perkusi: Normalnya pekak, ada cairan atau tidak pada abdomen. (pemeriksaan
unduluting fluid wafe, atau shifting dullnes)
Auskultasi: -
e. B5 (Bowel)
Inspeksi: Tentukan adanya distensi abdomen, meningkatnya lingkar perut, kulit
yang terang, adanya eritema dinding abdomen, tampaknya peristaltic, bentuk usus
yang dapat dilihat, status umbilicus, observasi jumlah, warna, dan konsistensi
feces.
Auskultasi: Gambarkan bising usus (ada/tidak).
Perkusi: Normalnya redup pada abdomen dan pekak pada area hati, ada cairan
atau tidak pada abdomen (pemeriksaan unduluting fluid wafe, atau shifting
dullnes).
Palpasi: Palpasi area hati.
f. B6 (Bone) dan Muskuloskeletal.
Inspeksi: Gambarkan gerakan bayi : random, bertujuan, twitching, spontan,
tingkat aktivitas dngan stimulasi, evaluasi saat kehamilan dan
persalinan. Gambarkan sikap dan posisi bayi/anak : fleksi atau
ekstensi. Gambarkan adanya perubahan lingkar kepala (bila ada indikasi) ukuran,
tahanan fontanel, dan garis sutura. Gambarkan respon pupil pada bayi yang usia
kehamilannya lebih dari 32 minggu.
Palpasi: Ada nyeri atau tidak saat ditekan pada daerah dada, ekstremitas atas
ataupun bawah. Ada suara krepetasi atau tidak pada persendian.
Perkusi: Normalnya pekak atau sonor.
Auskultasi: -

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung.
2. Nyeri berhubungan dengan luka insisi, pembedahan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sesak, hipoksemia, penurunan
kemampuan difusi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada
saat makan dan meningkatnya kebutuhan anak.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak adekuatnya
suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi, pembedahan.
8. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap penyakitnya
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
keperawatan kriteria hasil keperawatan
1 Penurunan Tujuan: Setelah Observasi 1. Memberikan data
curah jantung diberikan asuhan 1. Observasi kualitas untuk evaluasi
yang keperawatan selama 1 dan kekuatan intervensi dan
berhubungan x 24 jam diharapkan denyut jantung , memungkinkan
dengan penurunan curah nadi perifer, warna deteksi dini terhadap
malformasi jantung tidak terjadi. dan kehangatan adanya komplikasi.
jantung Kriteria Hasil : Anak kulit. 2. Mengetahui
akan menunjukkan 2. Tegakkan derajat perkembangan
tanda-tanda cyanosis (misal : kondisi klien serta
membaiknya curah warna membran menentukan
jantung. mukosa derajat intervensi yang tepat.
finger). 3. Obat – obat digitalis
Kolaborasi 4. Memperkuat
3. Berikan obat – kontraktilitas otot
obat digitalis jantung sehingga
sesuai order. cardiac output
4. Berikan obat – meningkat / sekurang
obat diuretik – kurangnya
sesuai order klien bisa
beradaptasi dengan
keadaannya.
Mengurangi
timbunan cairan
berlebih dalam tubuh
sehingga kerja
jantung akan lebih
ringan.
2. Nyeri Setelah diberikan Observasi 1. Mengontrol tingkat
berhubungan asuhan keperawatan 1. Pantau dan catat respon nyeri dan
dengan luka selama 1 x 24 jam PQRST menilai tingkat respon
insisi, diharapkan nyeri nyeri pasien.
pembedahan. berkurang. Terapeutik 2. Nyeri dapat diatasi
Kriteria hasil: 2. Anjurkan klien dengan segera.
1. Pasien menyatakan untuk melaporkan 3. Setelah dilakukan
penurunan nyeri dada, nyeri dengan manajemen
TTV normal, wajah segera keperawatan nyeri,
rileks. 3. Lakukan nyeri dapat teratasi. Dan
manajemen nyeri pasien merasa nyaman.
keperawatan :
4. Dengan diberikan
4. Atur posisi
fisiologis terapi analgesik respon
5. Istirahatkan klien nyeri yang dirasakan
6. Beri O2 tambahan pasien teratasi
7. Manajemen
lingkungan (tenang)
8. Teknik relaksasi
pernapasan
9. Kolaborasi
pemberian terapi
farmakologis
analgesik.

3. Gangguan Setelah diberikan 1. Berikan respirasi 1. Untuk


pertukaran gas asuhan keperawatan support ( 24 jam post meminimalkan resiko
berhubungan selama 1 x 24 jam op) kekurangan oksigen.
dengan sesak, diharapkan gangguan 2. Analisa gas darah 2. Untuk mengetahui
hipoksemia, pertukaran gas tidak 3. Batasi cairan adanya hipoksemia
penurunan terjadi dan hiperkapnia.
kemampuan dengan kriteria 3. Untuk meringankan
difusi. hasil : kerja jantung.
- Pertukaran gas tidak
terganggu dan pasien
tidak sesak.
4. Perubahan Setelah diberikan 1. Hindarkan kegiatan 1.Menghindari
nutrisi kurang asuhan keperawatan perawatan yang tidak kelelahan pada klien
dari kebutuhan selama 1 x 24 jam perlu pada klien 2. klien diharapkan lebih
tubuh diharapkan kebutuhan 2. Libatkan keluarga termotivasi untuk terus
berhubungan nutrisi terpenuhi dalam pelaksanaan melakukan latihan
dengan dengan Kriteria aktifitas klien aktifitas jika kelelahan
kelelahan pada hasil : 3.Hindarkan kelelahan dapat diminimalkan
saat makan1. makanan habis 1 yang sangat saat maka masukan akan
dan porsi. makan dengan porsi lebih mudah diterima
meningkatnya 2. Mencapai BB kecil tapi sering dan nutrisi dapat
kebutuhan normal. 4. Pertahankan nutrisi terpenuhi peningkatan
kalori. 3. Nafsu makan dengan mencegah kebutuhan metabolisme
meningkat. kekurangan kalium harus dipertahan dengan
dan natrium, nutrisi yang cukup baik.
memberikan zat besi. 2.Mengimbangi
5. Sediakan diet yang kebutuhan metabolisme
seimbang, tinggi zat yang meningkat.anak
nutrisi untuk mencapai yang mendapat terapi
pertumbuhan yang diuretik akan kehilangan
adekuat. cairan cukup banyak
6. Jangan batasi sehingga secara
minum bila anak fisiologis akan merasa
sering minta minum sangat haus.
karena kehausan.
5. Intoleransi Setelah diberikan 1. Anjurkan klien 1. Melatih klien agar
aktivitas asuhan keperawatan untuk melakukan dapat beradaptasi dan
berhubungan selama 1 x 24 jam permainan dan mentoleransi terhadap
dengan diharapkan pasien aktivitas yang ringan. aktifitasnya.
ketidak dapat melakukan 2. Bantu klien untuk 2. Melatih klien agar
seimbangan aktivitas secara memilih aktifitas dapat toleranan terhadap
antara mandiri sesuai usia, kondisi aktifitas.
pemakaian dengan kriteria dan kemampuan. 3. Mencegah kelelahan
oksigen oleh hasil : 3. Berikan periode berkepanjangan.
tubuh dan - pasien mampu istirahat setelah
suplai oksigen melakukan aktivitas melakukan aktifitas.
ke sel. mandiri.

6. Gangguan Setelah diberikan 1. Monitor tinggi dan1. 1.Mengetahui


pertumbuhan asuhan keperawatan berat badan setiap perubahan berat badan
dan selama 1 x 24 hari dengan2. 2.Tidur dapat
perkembangan jam diharapkan timbangan yang mempercepat
berhubungan pertumbuhan dan sama dan waktu pertumbuhan dan
dengan tidak perkembangan tidak yang sama dan perkembangan anak.
adekuatnya terganggu didokumentasikan
suplai dengan kriteria dalam bentuk
oksigen dan hasil : - BB dan TB grafik.
zat nutrisi ke mencapai ideal 2. Ajarkan anak
jaringan. untuk sering
beristirahat dan
hindarkan
gangguan pasa saat
tidur.
7. Resiko infeksi Setelah diberikan 1. Pantau tanda dan 1.Infeksi dapat
berhubungan asuhan keperawatan gejala infeksi terdeteksi lebih dini.
dengan luka selama 1 x 24 (misalnya suhu tubuh,
insisi, jam diharapkan resiko denyut jantung, suhu 2. Resiko terjadi infeksi
pembedahan. infeksi tidak terjadi. kulit, lesi kulit, dapat di hambat.
Kriteria Hasil: penampilan luka). (infeksi tidak terjadi)
1. Infeksi akibat luka 2. Bersihkan, pantau,
insisi dan pembedahan dan fasilitasi proses
tidak terjadi. penyembuhan luka
2. yang di tutup dengan
jahitan, klip, atau
staples.
8. Cemas Setelah diberikan 1. Orientasikan klien 1. Menyesuaikan klien
berhubungan asuhan keperawatan dengan lingkungan dengan lingkungan
dengan selama 1 x 24 jam 2. Ajak keluarga untuk sekitar.
ketidaktahuan diharapkan cemas mengurangi cemas 2. Peran keluarga dalam
terhadap berkurang klien jika kondisi mengatasi cemas pasien
penyakit. dengan kriteria sudah stabil sangat penting.
hasil : 3. Jelaskan keadaan 3.Untuk mempersiapkan
- Pasien tidak bertanya- yang fisiologis pada klien lebih awal dalam
tanya. klien post op mengenal situasinya.
- Cemas berkurang.
Pasien tidak tampak
bingung.

4 IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
5. EVALUASI
Menilai keberhasilan dari intervensi yang telah dibuat.
18

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMBUH KEMBANG PADA ANAK

1. Pengertian

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam


struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses
diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2002). Teori lain mengatakan
perkembangan adalah aspek progresif adaptasi terhadap lingkungan yang bersifat
kualitatif. Contoh perubahan kualitatif ini adalah peningkatan kapasitas fungsional
penguasaan terhadap beberapa keterampilan yang lebih kecil, misalnya anak usia
prasekolah dengan berpartisipasi dalam percakapan telepon dengan orang tua mereka
(Potter & Perry,2005).

Masa perkembangan usia pra sekolah merupakan masa dimana perkembangan


kognitif sudah mulai menunjukan perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri
untuk memasuki sekolah sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu
berdasarkan apa yang mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman belajar
dengan lingkungan dan orang tuanya.

Pertumbuhan merupakan peningkatan jumlah dan ukuran sedangakan


perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dan
tingkat yang paling rendah dan kompleks melalui proses maurasi dan pembelajaran
(Whalex dan Wone, 2000)

Tumbuh kembang adalah suatu proses, dimana seseorang anak tidak hanya
tumbuh menjadi besar tetapi berkembang menjadi lebih terampil yang mencakup dua
eristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan.

1. Pertumbuhan (Growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalalm julmla besar,


ukuran/dimensi, tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur berat,
panjang, umur tulang dan keseimbangan elektrolit.
2. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur
dan fungsi tibuh yang lebih kompleks, dalam pola teratur dan dapat diramalkan
19
sebagai hasil antara lain proses pematangan termasuk perkembangan emosi,
intelektual dan tingkah lau sebagai hasil dengan lingkungan. Untuk terciptanya
tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologis, psikosoisal dan
perilaku yang merupakan proses yang unik dan hasil akhir berbeda- beda yang
member cirri tersendiri pada setiap anak.

Perkembangan manusia terdiri dari beberapa tahap berdasarkan klasifikasi umur


dengan ciri pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda, antara lain
(Markum,1991):

1. Tahap perkembangan anak usia 0-11 bulan (bayi)


2. Tahap perkembangan anak usia toddler
3. Tahap perkembangan anak usia prasekolah
4. Tahap perkembangan anak usia sekolah
5. Tahap perkembangan anak usia remaja
6. Tahap perkembangan anak usia dewasa muda
7. Tahap perkembangan usia dewasa menengah
8. Tahap perkembangan usia dewasa lanjut.

Anak usia prasekolah mendekati tahun antara 3 sampai dengan 6 tahun (Potter &
Perry, 2005). Sedangkan teori lain menyebutkan bahwa masa prasekolah adalah pada
usia 2 hingga 6 tahun dimana pertumbuhan melambat, aspek jasmani bertambah,
kondisi fungsi dan mekanisme motorik bertambah, cepat menangkap pelajaran
(Markum, 1991). Usia prasekolah merupakan dasar perkembangan sikap,
pengetahuan, keterampilan dan daya cipta anak didalam menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang


1) Faktor keturunan (herediter)
Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbang anak melalui
instruksi genetic dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan, gangguan
pertumbuhan selain disebabkan leh kelainan kromosom (contoh : syndrome
Down, Syndrom Turner) juga disebabkan oleh Faktor lingkungan yang kurang
memadai.
a. Seks : kecukupan dan perkembangan pada anak lai-laki berbeda dengan
perempuan
b. Ras : ras/suku nbangsa dapat mempengaruhi tumbang anak, beberapa suku
bangsa memiliki karakteristik.
2) Faktor lingkungan
20
a. Lingkungan internal
1. Intelegensi
Pada umumnya intelegensi tinggi, perkembangan lebih baik dibandingkan
jika intelegensi rendah.
2. Hormon
Ada 3 hormon yang mempengaruhi anak yaitu somatotropik untuk
pertumbuhan tinggi badan terutama pada masa kanak-kanak, hormone
tiroid menstimulasi pertumbuhan sel inerstitiil testis, memproduksi
testosterone dan ovarium, memproduksi estrogen yang mempengaruhi
perkembangan alat reproduksi
3. Emosi
Hubungan yang hangat dengan orang tua, saudara, teman sebaya serta guru
berpengaruh terhadap perkembangan emosi, social, intelektual anak, cara
anak berinteraksi dengan keluarga akan mempengaruhi interaksi anak di
luar rumah.
b. Lingkungan eksternal
1. Kebudayaan
Budaya keluarga / masyarakat mempengaruhi bagaimana anak
mempersepsikan dan memahami kesehatan berperilaku hidup sehat.
2. Status sosial ekonomi
Anak yang berbeda dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang social
ekonomi yang rendah serta banyak punya keterbatasan untuk memenuhi
kebutuhan primernya.
3. Nutrisi
Untuk tumbang anak secara optimal memerlukan nutrisi adekuat yang
didapat dari makanan bergizi.
4. Iklim/cuaca
Iklim tertentu dapat mempengaruhi status kesehatan anak.
5. Olahraga/latihan fisik
Olahraga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan psikososial
anak.
6. Posisi anak dalam keluarga
Posisi anak sebagai anak tunggal, sulung, anak tengah, anak bungsu.
21
3. Periode Perkembangan
Menurut Donna, L Wong (2000) perkembangan anak secara umum terdiri dari :
1) Periode prenatal
Terjadi pertumbuhan yang cepat dan sangat penting karena terjadi pembetukan organ
dan system orga anak, selain itu hubungan antara kondisi itu member dampak pada
pertumbuhannya.
2) Periode bayi
Periode ini terdiri dari neonates (0-28 hari) dan bayi (28-12 bulan). Pada periode ini,
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat terutama pada aspek kognitif, motorik
dan sosial.
3) Periode kanak-kanak awal
Terdiri atas usia anak 1-3 tahun yang disebut toddler dan prasekolah (3-6 tahun).
Toddler menunjukkan perkembangan motorik yang lebih lanjut pada usia prasekolah.
Perkembangan fisik lebih lambat dan menetap.
4) Periode kanak-kanak pertengahan
Periode ini dimulai pada usia 6-11 tahun dan pertumbuhan anak laki-laki sedikit lebih
meningkat dari pada perempuan dan perkembangan motorik lebih sempurna.
5) Periode kanak-kanak akhir
Merupakan fase transisi yaitu anak mulai masuk usia remaja pada usia 11-18 tahun.
Perkembangannya yang mencolok pada periode ini adalah kematangan identitas
seksual dengan perkembangannya organ reproduksi.

4. Perkembangan Anak Balita


Periode penting dalam tumbang anak adalah masa balita. Perkembangan kemampuan
berbahasa, kreativitas, keadaan social emosional dan intelegensi berjalan sangat cepat dan
merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar
kepribadian juga dibentuk pada masa-masa ini. Sehingga setiap kelainan/penyimpangan
seksual apapun, apabila tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik maka akan
mengurangi kualitas perkembangan.
Krasenburg,dkk (1981) melalui DDST (Denver Development Screening Test)
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan
anak balita yaitu:
1) Personal social (kepribadian/tingkah laku social)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungan.
2) Fine Motor Adaptif (gerakan motorik halus)
22
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk melakukan gerakan yang
melibatkan bagian tubuh dan dilakukan otot-otot kecil memerlukan koordinasi yang
cermat, missal : keterampilan menggambar.
3) Language (bahasa)
Kemampuan untuk member respon terhadap suara, mengikuti perintah berbicara
spontan.
4) Gross Motor (Motorik Kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Beberapa “milestone”
pokok yang harus diketahui dalam mengikuti taraf perkembangan secara awal.
Milestone adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak umur tertentu,
misalnya :
a. 4-6 minggu : tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara 1-2 minggu
kemudian
b. 10-16 minggu : menegakkan kepala, tengkurap sendiri, menoleh ke arah suara
c. 20 minggu : meraih benda yang didekatkan kepadanya
d. 26 minggu : dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya
e. 9-10 bulan : menunjuk dengan jari telunjuk, memegang benda dengan dengan
jari telunjuk dan ibu jari
f. 13 bulan : berjalan tanpa bantuan, mengucapkan kata-kata tunggal
23
DAFTAR PUSTAKA

Berhrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.Jakarta: EGC
Hidayat, A.Z. 2011. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta.
Salemba Medika.
Kriteria Hasil NOC. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
Muscari, Mary.E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
Supartini. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
Wong, D.L,dkk. 2004. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku Kedokteran
EGC
24
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PADA ANAK DENGAN VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
DI RUANG PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT (PICU) RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA

DISUSUN OLEH:

WINNI WIDYAPUTRI B.
NIM. P27820716014

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

2020
25
LAPORAN PENDAHULUAN TUMBUH KEMBANG PADA ANAK
DI RUANG PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT (PICU) RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA

DISUSUN OLEH:

WINNI WIDYAPUTRI B.
NIM. P27820716014

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

2020

Anda mungkin juga menyukai