PENDAHULUAN
1
menyebabkan kebutaan total. Penyakit katarak terutama disebabkan oleh proses
degenerasi yang berkaitan dengan usia. Katarak kini masih menjadi penyakit
paling dominan pada mata dan merupakan penyebab utama dari kebutaan di
seluruh dunia. Paling sedikit 50% dari semua kebutaan disebabkan oleh katarak,
dan 90% diantaranya terdapat di negara berkembang tidak terkecuali di
Indonesia(Awopi, Wahyuni dan Sulasmini, 2016)
Mengetahui bahwa katarak dan glaukoma merupakan penyebab tertinggi
dari kebutaan di Indonesia dan juga keduanya merupakan penyakit yang dapat
berkaitan, peneliti ingin mengetahui angka kejadian glaukoma fakomorfik pada
pasien katarak senilis di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
2
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Menambah pengalaman dan wawasan, serta bahan dalam penerapan
ilmu metode penelitian.
2. Meningkatkan pengetahuan pembaca dan penulis tentang angka
kejadian penyakit glaukoma akibat katarak senilis.
3. Meningkatkan pengetahuan pembaca dan penulis mengenai penyakit
katarak dan glaukoma.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis dan
glaukoma
2.1.2 Glaukoma
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokuler, atrofi
papil saraf optik, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
maupun karna berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut
bilik mata atau di celah pupil (Putri, 2018). Berdasarkan bentuknya,
glaukoma terdiri dari 2 bentuk yaitu glaukoma sudut terbuka dan
glaukoma sudut tertutup ( Ilyas dan Yulianti,2017). Klasifikasi vaughen
untuk glaukoma ada 4, yaitu;
1. Glaukoma Primer
Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak
didapatkan kelainan yang merupakan penyebab glaukoma.
Berdasarkan ( Ilyas dan Yulianti,2017) glaukoma ini didapatkan
pada orang yang telah memiliki bawaan glaukoma seperti
susunan anatomi bilik mata yang menyempit atau kelainan
pertumbuhan pada sudut bilik mata. Glaukoma primer bersifat
bilateral yang tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata
terbuka maupun tertutup, pengelompokan ini berguna untuk
penatalaksanaan dan penelitian.
5
2. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital merupakan jenis yang sangat langka.
Berdasarkan Vaughan (2015), glaukoma kongenital terbagi
menjadi3, yaitu; Glaukoma kongenital primer, Anomali
perkembangan iris dan komea dan Berbagai kelainan termasuk
arinidia, neurofibromatosis, Sindrom Struge-Weber, Sindrom
Lowe dan Rubella kongenital.
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50%,
diagnosis pada 6 bulan pertama 70% dan pada akhir tahun
pertama 80%, Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora.
Dapat dijumpai fotofobia dan pengurangan kilau komea, pupil
juga tidak berespon terhadap cahaya. Peningkatan tekanan
intraokular merupakan tanda kardinal dari glaukoma. Temuan-
temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah komea (melebihi
11,5 mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan membrane
descement, peningkatan kamera anterior (disertai penigkatan
generalisata segmen anterior mata), edema dan kekeruhan stroma
komea (Vaughan, 2015).
3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder dapat terjadi karena beberapa penyebab,
salah satunya adalah akibat kelainan lensa. Glaukoma akibat
kelainan lensa bisa dalam bentuk fakolitik dan fakomorfik.
Glaukoma fakolitik adalah keadaan akut dari glaukoma sudut
terbuka yang terjadi akibat kebocoran lensa pada katarak matur
dan hipermatur. Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sudut
tertutup sekunder yang disebabkan oleh lensa intumesens .
Glaukoma ini dapat terjadi pada mata yang sebelumnya sudah
memiliki sudut terbuka atau yang memiliki sudut sempit atau
tertutup ( Sowka, 2006).
6
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma
(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut (Ilyas dan
Yulianti, 2017). Pada glaukoma absolut komea terlihat keruh,
bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa,
mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit (Ilyas dan Yulianti,
2017). Sering mata dengan buta ini menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris, keadan ini menimbulkan rasa sakit
sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik (Ilyas dan Yulianti,
2017).
7
2.2 Kerangka Teori
Katarak senilis
Inflamasi segmen
anterior mata
hambatan aliran
humor akuos
8
BAB III
METODE PENELITIAN
9
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
n = Jumlah sampel
n = 96,4 = 100
10
3.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penilitian ini adalah pasien yang telah didiagnosis
katarak senilis di RSMP
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis
katarak kongenital , katarak juvenile dan katarak karena diabetes
melitus
11
terhadap diafragma
iris lensa ke anterior
dan oleh blockade
pupil karena lensa
Katarak Setiap kekeruhan Rekam medik Nominal 1.Katarak
senilis pada lensa mata senilis (+)
yang terjadi pada 2.Katarak
usia lanjut ( diatas senilis (-)
50 tahun)
12
3.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Tahap Pengolahan Data
13
3.8 Alur Penelitian
Populasi terjangkau di
RSMP
Kriteria inklusi
dan eksklusi
Sampling desain dengan
metode lemeshow
Informed consent
Pengisian kuesioner
Pengumpulan, pengolahan
dan analisis data
14
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas S. 2017. Ilmu penyakit mata. Anatomi dan fisiologi mata. Edisi kelima . Jakarta:
FK UI.
15
Notoatmodjo,S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Putri, S. & T. (2018) ‘Karakteristik Penderita Glaukoma Primer Sudut Terbuka dan
Sudut Tertutup di Divisi Glaukoma di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar Periode 1 Januari 2013 hingga 31 Desember 2014’,
Directory Of Open Access Journal (DOAJ) Universitas Udayana.
Vaughan, Asbury. 2015. Oftalmologi umum. anatomi & embriologi mata: Glaukoma.
Edisi ke-17. Jakarta: EGC
16