Anda di halaman 1dari 8

CLBK

"Kita putus aja," kata Laura pelan.

"Kita apa? Kamu nggak salah ngomong?" Tanyaku meyakinkan sekali lagi tidak salah
dengar dengan apa yang baru saja Laura katakan. Namun ia tidak menjawab, hanya berdiri
dan pergi meninggalkanku yang belum sepat mengejarnya.

Kau tahu bagaimana perasaanku? Seperti baru saja disulap menjadi kanebo kering
mendengar kata "putus" dari kekasihku yang baru saja sebulan lalu jadian. Apa salahku?
Tolong sebutkan?

Aku ingat beberapa bulan lalu ketika pertama kali bertemu dengannya saat
penerimaan siswa baru. Ia tidak sengaja melawatiku yang sedang akan bermain basket. Ia
bertanya tentang letak studio untuk audisi yang kutunjakan karena jalannya serah denganku.

Saat pertama kali bertemu dengannya aku merasa biasa saja. Ia tidak cantik,
badannya malah tergolong kurus. Ia bahkan tidak tinggi, suaranya sedikit merdu. Tapi ada
satu yang dapat mengalihkan pandangku, yaitu gitar yang sedang di bawanya.

"Lo mau ikutan audisi?" Tanyaku penasaran.

"Iya," jawabnya singkat, sepertinya ia sedikit gugup.

"Well, ini ruangannya. Good luck," ucapku saat sudah sampai.

"Terima kasih."

Kulirik sebentar gadis itu. Ia mencoba menenangkan diri dengan mengambil nafas
sedalam - dalamnya sebelum masuk ruang audisi. Aku yang penasaram tidak jadi ke
lapangan basket, malah mengikutinya masuk dan duduk di salah satu kursi penonton.

Ia menaiki panggung dengan hati - hati lalu mengotak - ngatik gitar listriknya agar
tersambung ke sound sistem. Sebelum memetik gitarnya menggunakan pick, ia
memeperkenalkan diri terlebih dahulu.
"Halo, nama saya Laura Tigris. I'll bring something special for you."

Sejak saat itulah aku tahu namanya Laura Tigris. Dengan gemetar ia mulai memetik
gitar listrik menggunakan pick. Aku ternganga. Canon rock yang ia cover mengalun lancar
dan merdu bagi siapa saja yang mendengarnya. Ternyata Laura adalah seorang melodys. Dan
aku tahu belajar melodys sangat susah, membutuhkan waktu yang lama, juga harus
mempunyai bakat, karena aku juga pernah mempelajarinya tapi gagal. Alhasil hanya dapat
memainkan gitar ritem saja.

Setelah mengakhiri petikan gitarnya semua penonton yang ada di ruang audisi
bersorak dan bertepuk tangan. Salah satu juri berjalan naik ke panggung, menjabat tangan
Laura untuk memberinya selamat saat itu juga ia langsung di terima dan masuk group band
sekaligus murid baru sekolah ini. Sejak saat itu aku jatuh cinta padanya.

Mari aku diskripsikan sedikit tentang diriku sendiri agar kalian tahu rupa serta sifat
dasarku. Aku Axon Beneli, umur tujuh belas tahun kelas sebelas IPA 3. Tinggiku sekitar 180.
cm. Dengan berat badan 70 kg. Hobiku bermain basket dan kadang jika bosan bermain gitar.
Aku pada dasarnya orang yang dingin, acuh terhadap sekitar yang membuat teman - teman
perempuan malah menganggapnya cool. Aku ini jenis laki - laki yang tidak suka menjalin
hubungan. Aku suka mengejar perempuan, tapi jika merasa mereka sudah mulai
menyukaiku, tidak ragu sedikit pun aku langsung meninggalkannya.

Tapi entah kenapa melihat Laura aku merasa beda. Bahkan kuniati menjadi
kekasihnya. Untuk itu aku mengejarnya. Hingga tidak di sangka ia menerima pernyataan
cintaku. Tapi itu hanya satu bulan. Aku habkan belum pernah berkencan dengannya karena
kami sibuk dengan urusan masing - masing. Satu bulan itu waktu yang singkat.

Setelah tidak lagi menjalin hubungan nampaknya ia biasa - biasa saja, berbeda
denganku yang sangat terluka. Atau mungkin ini wajar karena ia kekasih pertamaku? Tapi
sebagai lelaki aku harus bersikap tegar juga kan?

Hari ini adalah hari senin setelah beberapa hari yang lalu aku putus dengannya.
Ketika semua para murid berlomba lari cepat masuk ke gerbang sebelum bel sekolah
berbunyi dan penjaga itu menutup grabangnya. Aku malah memperlambat langkah, sengaja,
karena tanpa Laura sadari, gadis itu baru saja melewatiku.

"Buruan masuk, mau saya tutup gerbangnya, udah jam tujuh," seru penjaga gerbang
berumur empat puluhan kepadaku.

"Maaf pak," ucapku lalu berlari sebelum penjaga itu benar - benar menutup pintu
gerbangnya.

"Met pagi Axon"

Bagai di sambar petir di siang hari, suara merdu gadis itu terdengar di telingaku. Aku
pikir Laura sudah pergi ke kelasnya. Aku pikir berhasil menghindari gadis itu. Nyatanya malah
sekarang kami berdua bertemu dan berjalan ke arah koridor bersama.

"Gimana weekendmu?" Tanya Laura dengan tersenyum.

"Em good," jawabku asal. sebenarnya hatiku sedang kacau gara - gara Laura, aku
hanya berusaha menetralkannya sekarang, walau pun sulit. Berada sedekat ini dengan Laura
selalu membuatku sulit setelah putus.Berada di dekat gadis itu serasa mencekikku. Tapi aku
harus terlihat kuat.

"Gimana weekendmu, Laura?" Aku berusaha basa - basi juga terhadapnya.

"Not good" Jawab gadis itu sambil memutar bola matanya.

Ini akan menjadi obrolan yang sangat menarik jika saja kelas Laura masih seratus kilo
meter lagi. Sayangnya, gadis itu sudah berpamitan masuk kelas, lagi - lagi dengan senyuman
itu.

Beberapa bulan berlalu sejak kami putus. Saat ini adalah class meeting acara sekolah.
Entah kenapa kami jadi duduk berdua di depan studio musik sekolah yang tempatnya
bersebelahan dengan lapangan basket. Ia menggengam sebotol air minum. Sedangkan aku
yang awalnnya membelakanginya berbalik 45° menghadap samping karena ingin bersandar
di tembok.
"Axon," sapanya pelan sambil memainkan tutup botol yang di pegangnya. Aku tidak
menjawab, hanya menunggunya bicara.

"Aku seneng kita kayak gini, rasanya lebih nyaman aja kalo kita temenan," katanya
sambil menunduk, ia sama sekali tidak ingin melihatku. Sedangkan aku juga masih di posisi
yang sama. Mendengar perkataaannya aku sebenarnya tidak terima. Itu bagimu Laura,
bukan bagiku, kamu mutusin aku tanpa alasan, batinku.

"Iya bener," dan hanya kata sialan itu yang dapat meluncur di mulutku. Kulihat
reaksinya, tampak biasa saja. Sialan!

"Oh ya hari ini Victor ijin bolos latian, tolong temenin aku latian ya? Kamu kan bisa
main ritem," pintanya yang segera aku iyakan tanpa ragu. Jika itu adalah cara aku bisa terus
dekat dengannya, why not?

Sore itu aku menemaninya latihan band di sudio musik sekolah kami. Hingga tidak
terasa sudah akan gelap. Lalu semua anggota pamit pulang. Tapi ia masih betah memainkan
gragon force coverannya.

"Gue anter pulang, ini uda hampir malem," kataku saat kami sudah mengunci studio.

"Makasih Axon," jawabnya sambil tersenyum. Lalu aku mengantarkannya pulang


untuk pertama kalinya. Ia naik motor duccati kesayanganku, lalu aku meraih tangannya.
Kupegangi saja sepanjang jalan. Aku tidak dapat melihat wajahnya saat ini, tapi ia tidak
menolak saja rasanya sudah cukup.

Beberapa tahun tidak terasa, aku sibuk dengan kampus baruku sedangkan Laura
sibuk dengan persiapan ujiannya. Awalanya aku merasa hubungan kami akan berkembang,
tapi yang ada malah semakin menjauh. Lalu aku berusaha melupakannya dan mulai
mencoba menjadi Axon Beneli yang dulu. Suka mengejar tapi tidak suka di kejar. Dan ya, aku
mulai menggoda Anggia, sahabat Laura, tidak lama hanya dua bulan ini sebelum Laura dan
Anggia diterima di kampus yang sama. Toh Laura juga sepertinya sedang dekat dengan
seseorang.
Sebut aku bajingan karena mendekati Anggia sahabat Laura sendiri sampai ia rela
memutuskan hubungan dengan kekasihnya tapi aku tidak kunjung menyatakan perasaanku
pada Anggia. Karena sudah jelas aku hanya main - main, berusaha melupkan Laura Tigris.
Lalu suatu sore ketika aku senggang berada di apartement milik saudariku, Laura telepon.

"Axon," sapanya. Aku selalu menunggunya bicara terlebih dahulu.

"Aku lagi sendirian di sini, ini juga pertama kali di tempat asing, Anggia belum
dateng, kamu mau nemenin aku nggak?" Pintanya. Apa lagi yang bisa kulakukan selalin
mengiyakan ajakan Laura?

Kalian boleh menyebutku lemah atau bucin, karena jika ada sangkut pautnya dengan
Laura aku selalu lemah. Laura adalah kelemahanku. Dengan cepat aku melajukan motor
duccati kesayangku menuju apartementnya dan mengajaknya ke taman. Sebelumnya kami
berhenti di circle K, aku membeli minuman botol, sedangkan ia membeli ice cream coklat.

"Deon nggak marah kita jalan?" Tanyaku saat kami duduk di kursi taman.

"Aku nggak bilang, lagian cuman deket kok nggak pacaran."

"Oh ya?" Tanyaku. Ada sedikit perasaan senang.

"Iya, kamu sendiri gimanan sama Anggia? Dia sampe mutusin pacarnya lho, jangan
main - mainlah!" Protesnya.

Kenapa disini aku yang sakit karena ucapannya? Ini tidak ada urusannya dengan
Anggia sama sekali. "Btw kapan - kapan ayo karaoke." Ajakku mengalihakan pembicaraan.

"Ayo, aku juga penasaran sama kampusmu, kapan - kapan ajak aku kesana ya?"

"Gampang, uda malem, yuk balik,"

"Aslinya sih aku masih pengen di sini, di partement sepi."

"Uda malem Laura, besok kalo mau kesini lagi gue anterin," kataku lalu menarik
tangannya. Ia hanya menurut.
Sejak saat itu aku terus saja bertemu dengannya. Kami makan bersama jika
menemukan cafe yang baru buka, lalu menonton bioskop, juga berkumpul dengan teman -
teman satu SMA dulu. Aku ingat saat kami akan ke bioskop. Ia menggandeng tanganku. "Ini
gantinya kencan pas SMA kita dulu kan nggak pernah kencan," katanya raing.

"Ya ya terserah kamu aja," kataku berlagak dingin tapi aslinya dalam hati aku sangat
senang. Kami juga pernah tidak sengaja bertemu di luar kota saat ada kegiatan masing -
masing. Dan benar tebakan kalian, aku pulang dengannya malam itu. Sepanjang jalan
menggenggam tangannya posesive. Sampai suatu saat Anggia protes. "Laura terus Laura
terus, aku kamu anggep apa?"

"Kita kan cuma temen."

"Axon kamu jahat, dan aku benci kalian!” katanya pergi. Lalu Laura menelpon ingin
menceritakan sesuatu dan aku segera ke apartementnya.

"Aku habis berantem sama Anggia." Katanya. Aku merasa bersalah. "Lagian kamu sih
ngapain main - main sama dia! Kalo suka ya jadian aja! Nggak usah kayak gitulah!" Teriak
Laura marah kepadaku. Aku juga sedikit emosi. Kenapa sih ia tidak peka sama sekali bahwa
yang selalu aku cintai dari dulu sampai sekarang adalah dirinya! Aku rela membuang semua
perempuan yang dekat denganku, hanya untuk sekedar jalan bersamanya!

"Terus Deon sendiri kamu anggep apa?!" Teriakku sama marahnya. Bahkan aku sudah
berdiri.

"Deon cuma temen deket! Lagian aku uda nolak dia! Ini bahas Anggia ya! Gara - gara
kamu aku jadi di musuhin sama dia!"

"Ya uda kalo gitu mendingan kita nggak usah hubungan lagi! Gue pergi.!" Kataku
beranjak tapi Laura malah lari dan memelukku dari belakang.

"Kamu bodoh Axon!" Katanya sambil menangis. Rasanya baru kali ini aku
mendengarnya menangis. "Jangan pergi!" Lanjutnya.
"Bilang kalo kamu sayang sama aku Laura, aku nggak bakalan pergi!" Perintahku
dengan suara berat.

" Apa kurang jelas selama ini kalo aku sayang kamu Axon?! Tapi kamu malah deketin
Anggia! Kamu mau manas - manasin aku?!"

"Gue Cuma berusaha move on tapi gagal! Terus kenapa kamu malah minta putus
waktu itu?"

"Uda jelas alasannya bodoh! Soalnya aku uda jatuh cint sama kamu! Aku juga tau
kamu tipe yang suka buang cewek kalo ada yang suka sama kamu! Anggia contohnya! Jadi
aku milih putus dan bisa deket kamu dari pada pacaran tapi rasanya nggak kayak pacaran!
Aku sayang kamu Axon, dari dulu, jangan pergi!" Katanya masih memelukku. Aku melepas
pelukannya. Lalu menghadapnya, melihat wajah tangisnya.

"Kamu itu yang oon! Dari semua cewek kenapa cuma kamu aja yang aku pacarin?!
Simpulin sendiri!”

"Aku kan oon, kamu aja yang harus bilang, aku takut salah kesimpulan lagi."

"Dengerin baik – baik! resapi! Aku Axon Beneli sayang sama kamu, Laura Tigris. Mau
balikan nggak?"

"Nggak mau."

"What?"

"Nggak mau nolak."

Dan saat itulah aku baru bisa merasa lega, memeluknya erat sekaligus tidak ingin
menekan perasaanku lagi padanya seperti yang selama ini kupendam. Aku tidak akan segan -
segan mencurahakan segala cinta dan kasih sayang yang kumiliki untuknya, my melodies
guitar, Laura Tigris.
Halo semuanya nama saya Isma Olivia, lahir di Blora 3 Maret 1993. Dulu saya tinggal
di Lamongan, tapi karena sekarang sudah menikah saya ikut suami tinggal di Surabaya, jadi
warga Surabaya. Saya juga sudah punya satu bayi. Sebenarnya saya adalah lulusan dokter
hewan Universitas Airlangga, karena suami saya belum mengijinkan saya bekerja risiko
bekerja menjadi dokter hewan sangat tinggi, sering berkutat dengan bakteri, virus, parasite
dan saya pernah tertular) jadi saya mengembangkan hobi yang dulu pernah saya tekuni,
yaitu menulis. Saya suka menulis cerpen, puisi dan diary (waktu jaman SD) dan tentu saja
tidak saya publikasikan. Oh ya ini adalah karya pertama saya bergenre teenlit yang terniat,
karena saya suka menulis romance di akun wattpad bernama @chachaprima. Semoga
semua sukakarya saya. Love.

Anda mungkin juga menyukai