Anda di halaman 1dari 3

Biografi Singkat Tokoh Kemerdekaan

dr. Muwardi

(1907-1948)

dr. Muwardi merupakan tokoh muda yang berperan penting dalam peristiwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Muwardi lahir di Desa Randukuning, Pati, Jawa Tengah
hari rabu tanggal 30 Januari 1907. Muwardi mempunyai orang tua yang bernama Mas
Sastrowardojo dan Roepeni, seorang mantri guru. Ayah Muwardi masih keturunan langsung
dari Raden Sunan Landoh atau Syeh Jangkung. Sedangkan, Ibu Muwardi masih keturunan
Ario Damar (Bupati Palembang). Muwardi merupakan anak ke-7 dari 13 bersaudara.
Muwardi lahir di keluarga ningrat, sehingga Muwardi dapat menikmati fasilitas yang layak,
terutama pendidikan.

Muwardi bersekolah di HIS (Hollandsch Indlandsche School) di Kudus, yaitu sekolah


dasar dengan bahasa pengantarnya adalah bahasa Belanda dan merupakan sekolah dasar untuk
anak-anak dari golongan bangsawan, tokoh terkemuka, atau pegawai negeri, yang lama
sekolahnya adalah 7 tahun. Pada zaman itu, tidak ada Taman Kanak-Kanak, sehingga
langsung masuk sekolah dasar. Karena sekolahnya jauh dari rumah, Sastrowardojo ayah
Muwardi, memindahkan Muwardi ke ELS (Europesche Lagere School) di Pati. Mata
pelajaran yang diberikan di tingkat pendidikan dasar umum pada saat itu sama dengan mata
pelajaran pendidikan dasar sekarang. Contohnya meliputi membaca, menulis, berhitung,
bahasa Belanda, sejarah Belanda dan Hindia Belanda, ilmu bumi, pengetahuan alam,
menyanyi, menggambar, dan olahraga. Muwardi lulus dari ELS pada tahun 1921. Setelah
lulus Muwardi melanjutkan sekolahnya di STOVIA (School Top Opleiding Voor Inlandshe
Aartsen) atau Sekolah Dokter Bumi Putera di Jakarta. Saat sekolah di STOVIA, Muwardi
juga mengikuti aktivitas mahasiswa dan kepanduan. Sehingga Muwardi lulus pada tanggal 1
Desember 1933.
Selepas lulus, Muwardi menjadi asisten seorang dokter yang bernama Dr. Hendarmin.
Setelah lima tahun lamanya bekerja menjadi dokter swasta, Muwardi mendapat brevet atau
yang disebut suatu pengakuan keahlian bagi seorang dokter. Muwardi sempat tinggal di
Kebonsirih bersama istrinya yang bernama Soeprapti yang sudah meninggal dan
meninggalkan seorang putri yang bernama Tjitjik dan seorang putra yang masih bayi bernama
Adi. Muwardi juga pernah tinggal di dekat Jalan Kebayoran atau Palmerah. Karena hidup di
tengah masyarakat gembel, Muwardi dijuluki sebagai Dokter Gembel dari kawan-kawan
seprofesinya. Julukan ini memang terdengar merendahkan tetapi sebenarnya menyiratkan
kekaguman.

Muwardi merupakan aktivis di bidang kepanduan. Muwardi sempat dipilih menjadi


Assistant Troep atau Ploeg-leider atau Kepala Pasukan Pandu. Tingkat tersebut pada NIPV
adalah tingkat Pandu kelas I. Tingkatan itu adalah tingkatan yang jarang dicapai oleh seorang
pandu bumi putera. NIPV (Nederlands Indische Padvinders Club) adalah organisasi
kepanduan untuk usia anak-anak. Muwardi keluar dari NIPV pada tahun 1925 karena rasa
nasionalisme. Selain kepanduan ada aktivitas lain yang Muwardi ikuti. Salah satunya adalah
Jong Java. Muwardi mendapat kepercayaan untuk memimpin Redaksi Majalah Jong Java.
Kemudian seiring berjalannya waktu, Muwardi dipercaya menjadi Ketua Jong Java Cabang
Jakarta. Jong Java sendiri ternyata juga mempunyai organisasi kepanduan yang bernama Jong
Java Padvinderij (JJP) yang dipimpin oleh Muwardi.

Muwardi merupakan ketua Barisan Pelopor Daerah Jakarta Raya dan sekitarnya.
Wakilnya adalah Wilopo, S.H. Muwardi juga membentuk Barisan Pelopor tingkat kecamatan.
Berita kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik akhirnya tersebar luas. Salah satu rencana di
kalangan para pemuda dan pemimpin-pemimpin pergerakan adalah proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Oleh karena itu, para pemuda membentuk Barisan Pelopor untuk mengamankan
para pemimpin perjuangan, seperti Soekarno dan Hatta. Muwardi dapat amanah untuk
memimpin Barisan Pelopor di daerah Jakarta. Barisan Pelopor mempunyai markas yang
bertempat di Jalan Cik Di Tiro No.7. Setiap hari rapat digelar untuk mempersiapkan strategi
bagi kemerdekaan Indonesia. Sehari sebelum proklamasi, Barisan Pelopor mengadakan rapat
akbar di Lapangan Ikada yang sekarang menjadi Lapangan Banteng. Barisan Pelopor
mempunyai tugas untuk mengamankan lapangan itu dari kerusuhan tentara Jepang. Para
pemda mengelilingi dan mengawasi gerak-gerik tentara Jepang.
Muwardi mendapat tugas dari para pemuda bersama Sayuti Melik untuk
membangunkan Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 untuk memproklamasikan
kemerdekaan. Proklamasi kemerdekaan akhirnya dibacakan tepat pada pukul 10 pagi di Jalan
Pegangsaan Timur no. 56, Jakarta yang merupakan kediaman Bung Karno. Setelah
pembacaan proklamasi dan upacara selesai, Bung Hatta dan pemimpin-pemimpin lainnya
pulang. Sedangkan, Muwardi masih tinggal untuk berunding dengan Sudiro untuk memilih
siapa saja orang yang tepat untuk bertanggung jawab atas keamanan pribadi Bung Karno yang
menjadi Presiden pertama RI sesudah kemerdekaan. Akhirnya diputuskan bahwa Sumantoyo,
Sukarto, dan Tukimin yang menjaga keamanan Bung Karno. Saat Bung Karno menjadi
Presiden dan akan meyusun kabinet, Muwardi mendapat tawaran langsung dari Bung Karno
untuk menjabat sebagai Menteri Pertahanan, namun Muwardi menolak karena hendak
meneruskan kariernya menjadi dokter. Banyak hal yang Muwardi perjuangkan, diantaranya
adalah bidang kedokteran, bidang kepanduan, dan bidang pertahanan dan keamanan. Berkat
kegigihannya dalam belajar dan berjuang untuk negara tercinta, dr.Muwardi merupakan tokoh
yang sangat inspiratif dan menjadi kebanggan bangsa Indonesia.

Rakyanistri Hayu Kinantyan

XI MIPA 2 / 27

Anda mungkin juga menyukai