Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERJUANGAN CUT NYAK DHIEN

Dosen Pengampu : Yuliani Sri Widaningsih, M.Pd.

Disusun oleh :

Nama : Brillian Arya Pratama

NIM : 2252000034

Prodi/Kelas : PGSD 2A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO

2022/2023
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4
2.1 Latar Belakang Cut Nyak Dhien......................................................................................4
2.2 Perjuangan Cut Nyak Dhien Dalam Menghadapi Kolonial.............................................5
2.2.1 Belanda Menyerang Aceh..........................................................................................5
2.2.2 Perlawanan Cut Nyak Dhien Terhadap Belanda.......................................................6
2.3 Kondisi Akhir Hidup Dari Cut Nyak Dhien.....................................................................7
2.3.1 Pembuangan Cut Nyak Dhien Ke Sumedang............................................................7
2.3.2 Wafatnya Cut Nyak dhien..........................................................................................8
BAB III.......................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................9
3.2 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................10

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aceh merupakan salah satu wilayah Indonesia yang letaknya di bagian paling barat.
Masa penjajahan Belanda terhadap Aceh mendatangkan dampak yang sangat merugikan.
Wilayah Aceh sangat ingin dikuasai oleh Belanda dan kemudian pada tahun 1873 Belanda
menyerang Aceh. Namun, di Aceh memiliki para Pahlawan yang siap menjaga dan
mempertahankan wilayahnya dari serbuan Belanda. Sebut saja Cut Nyak Dhien yaitu istri
dari salah satu pahlawan Nasional juga yang bernama Teuku Umar ia adalah seorang
Pahlawan wanita yang gagah berani melawan kolonialisme Belanda terhadap Aceh sehingga
Belanda pun banyak menghabiskan uang yang banyak hanya untuk berperang melawan Cut
Nyak Dhien.

Ia adalah seorang wanita keturunan Bangsawan yang taat beragama ia juga masih
keturunan Minangkabau. Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik. Ia
memperoleh pendidikan pada bidang agama(yang dididik oleh orang tua ataupun guru
agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan
sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya).

 Pengetahuan tentang rumah tangga seperti memasak, cara menghadapi atau melayani
suami, serta hal lain tentang tata kehidupan berumahtangga didapatkan dari ibunya dan
kerabat orangtua perempuan tersebut. Karena didikan tersebut, Cut Nyak Dhien mempunyai
sifat-sifat yang tabah, lembut dan tawakal. Karena perjuangannya melawan Belanda beserta
para pahlawan lainnya ia dikenal sebagai Pahlawan Nasional. Perjuangannya tidak akan
pernah dilupakan sampai kapanpun oleh bangsa Indonesia khususnya daerah Aceh. Dalam
makalah ini kami mencoba menggambarkan bagaimana perjuangan Cut Nyak Dhien
melawan Belanda.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Latar Belakang Cut Nyak Dhien?


2. Bagaimana Perjuangan Cut Nyak Dhien dalam menghadapi Kolonial?
3. Bagaimana Kondisi Akhir Hidup dari Cut Nyak Dhien?

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama
di Lampadang, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia,
seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau
dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika
kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut
Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri
uleebalang Lampagar.

Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik. Ia memperoleh
pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah
tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik
baik oleh orang tuanya). Pengetahuan tentang rumah tangga seperti memasak, cara
menghadapi atau melayani suami, serta hal lain tentang tata kehidupan berumahtangga
didapatkan dari ibunya dan kerabat orangtua perempuan tersebut. Karena didikan tersebut,
Cut Nyak Dhien mempunyai sifat-sifat yang tabah, lembut dan tawakal.

Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada
usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek
Ibrahim Lamnga, putra dari Teuku Po Amat uleebalang Lamnga XIII mukim Tungkop, Sagi

4
XXVI mukim Aceh besar. Teuku Ibrahim anak seorang uleebalang, tetapi juga disebabkan
seorang pemuda yang taat agama, berpandangan luas, seorang alim yang memperoleh
pendidikan dari Dayah Bitay. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

Pernikahan mereka dilangsungkan secara meriah, Teuku Nanta mendatangkan penyair


terkenal Do Karim untuk membawakan syairnya dihadapan para undangan, syair-syair yang
dibawakan mengandung ajaran-ajaran agama yang sangat berguna bagi pegangan hidup.
Setelah Cut Nyak Dhien dan Teuku Ibrahim merasa sudah cukup siap mandiri membiayai
rumah tangganya, mereka pindah rumah yang telah disediakan oleh Teuku Nanta.

2.2 Perjuangan Cut Nyak Dhien Dalam Menghadapi Kolonial

2.2.1 Belanda Menyerang Aceh

Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai
melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citdadel van Antwerpen.
Perang Aceh meletus. Perang Aceh 1 (1873-1874), yang dipimpin oleh Panglima
Polem dan Sultan Machmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Kohler. Saat itu, Belanda
mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai
Ceureumen dibawah pimpinan Kohler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya
Baiturrahman dan membakarnya.

Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang ini. Ibrahim Lamnga yang bertarung di


garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Kohler tewas tertembak pada
April 1873. Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni
1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan
Belanda.

Selama berkecamuknya peperangan, Teuku Chik Ibrahim meninggalkan Cut Nyak


Dhien di Lampadang untuk berjuang. Oleh karena itu, Teuku Ibrahim jarang berada dirumah.
Bersama Teuku Imum Leungbata maju keperbatasan VI mukim dan berusahan menaklukkan
Meuraksa. Belanda semakin gencar untuk menundukkan daerah lainnya di luar Keraton dan
Mesjid Raya.

Pasukan Belanda bergerak terus menuju wilayah IX mukim dan pasti akan menuju ke
VI mukim, berbulan-bulan Teuku Chik Ibrahim tidak bertemu Cut Nyak Dhien.
Kedatangannya ingin mengabarkan kepada Cut Nyak Dhien dan rakyat VI mukim harus
meninggalkan Lampadang dan mengungsi ke tempat yang lebih aman dan menyiapkan bekal

5
yang cukup untuk melakukan perjalanan yang panjang. Pada tanggal 29 desember 1875,
rombongan Cut Nyak Dhien meninggalkan Lampadang.

2.2.2 Perlawanan Cut Nyak Dhien Terhadap Belanda

Ribuan tentara Belanda tewas dan jutaan uang dihabiskan demi mengejar Cut Nyak
Dhien. Tokoh tokoh yang membantu perjuangan Cut Nyak Dhien diantaranya adalah Teuku
Ali Baet menantunya yang memberikan uang dan senjata kepada rombongan. Ada pula
Teuku Raja Nanta, adik Cut Nyak Dhien yang sempat berpisah dari rombongan karena
kejaran Belanda, dan akhirnya syahid di pedalaman Meulaboh. Pada saat itu pula .terjadi
perlawanan oleh Sultan Muhamammad Daud Syah dan Panglima Polim yang berjuang di
daerah Pidie. Dalam perjuangan grilyanya, pendukung setia Cut Nyak Dhien selalu menjaga
siang malam dan berpindah dari satu Dalam perjuangannya, Cut Nyak Dhien dibantu oleh
para uleebalang, datuk-datuk, serta penyair-penyair tempat ke tempat yang lain untuk
menghindari penggerebekan yang dilakukan Belanda yang tidak lain adalah imbas dari
pelaporan para pengkhianat yang memberitahukan dimana posisi rombongan Cut Nyak
Dhien.

Akibat kematian suaminya, Cut Nyak Dien memimpin perlawanan melawan Belanda
di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan
suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 dan berisi
laki-laki dan wanita karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh,
selain itu, Cut Nyak Dien semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit
encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulitnya memperoleh makanan. Hal
ini membuat iba para pasukan-pasukannya, termasuk salah satu pasukannya bernama Pang
Laot Ali yang melaporkan lokasi markas Cut Nyak Dien pada Belanda karena iba, selain itu,
agar Belanda mau memberinya perawatan medis dan membawa Belanda ke markas Cut Nyak
Dhien di Beutong Le Sageu.

Pengaruh Cut Nyak Dhien di Masyarakat cukup besar dikalangan penduduk , baik
dikalangan atas maupun dikalangan bawah,  cukup besar.Cut nyak dhien telah kelaparan
ditengah hutan-hutan sementara patroli telah memburunya kemana saja dari suatu tempat
sembunyian ketempat sembunyian lain.Berminggu lamanya tidak ada sesuap nasi pun masuk

6
kedalam perutnya.Sementara itu makanan nya hanyalah pisang-pisang hutan yang
direbus.Enam tahun lamanya wanita ini berjuang mati-matian.

           Dari pengakuan ini jelas bahwa Cut Nya’ Din adalah tokoh wanita yang luar
biasa.Belanda akan tetap menghadapi seribu satu kesulitan beliau tidak uzur sekali karena
tuanya.Dalam kesulitan wanita ini hidup dihutan timbullah kesimpulan dikalangan sebagian
pengagum Cut nyak Dhien bahwa terlalu mahal kiranya bakti yang harus dibayar oleh
seorang wanita lemah dan tua seperti dia.Panglima laot adalah pengikut Cut Nyak Dhien
yang pertama menasehatkan agar pahlawan wanita ini meyerah saja, sebab sudah sia-sia saja
melakukan perlawanan.Dengan keamarahan Cut Nyak Dhien maka diusirlah Panglima
Laot.Panglima laot telah tidak tabah mempercerminkan kesengsaraan yang telah diderita oleh
Cut Nyak Dhien, pada posisi perlawanan telah semakin sulit akibat jepitan dari pengepungan
oleh Belanda yang tak henti-hentinya mencari Cut Nyak Dhien.Karena terlalu banyak
penyerangan dari Belanda makanya pasukan Cut Nyak Dhien terpaksa mengundurkan diri.

Cut Nyak Dhien sudah uzur sekali dan dinaikkan keatas tanduh untuk dibawa ke
Meulaboh.Sepanjang perjalanan Cut Nyak Dhien terus mengutuk pasukan Belanda.Akhirnya
dari Meulaboh,Cut Nyak Dhien diberangkatkan dengan kapal Belanda ke Kutaraja.Awal
tahun 1907, beliau dibuang kesumedang tanggal 23 januari 1907.Hal ini menyebabkan
Panglima Laot yang menyebabkan dia terharu dan demi kesetiaan nya kepada pahlawan
wanita ini ingin mengkhianatinya supaya terpelihara dari azab sengsara dalam hutan
belantara, tiadalah tepat adanya.[8]

2.3 Kondisi Akhir Hidup Dari Cut Nyak Dhien

2.3.1 Pembuangan Cut Nyak Dhien Ke Sumedang

Ada 2 Kapten Belanda yang menjabat saat perjuangan Cut Nyak Dhien, yaitu Van
Heutz dan Van Dalen. Selama Van Heutz memimpin penjajahan (1898-1904), rakyat Aceh
menderita korban sebanyak 20.600 orang. Pada tanggal 8 februari 1904 Van Dalen
melakukan perjalanan panjang selama 163 hari kepedalaman Aceh, ia disertai 10 brigade
marsose. Tujuannya adalah untuk menumpas habis perlawanan Aceh yang masih aktif di
tanah Gayo (Aceh tengah dan Aceh tenggara).[9]

Karena pengejaran habis-habisan tersebut, ruang gerak rombongan Cut Nyak Dhien
tedesak, baik dari segi material senjata, bahan makanan yang tersedia, mental berjuang yang
semakin kendur, serta fisik yang mulai menurun dikarenakan berbagai faktor yang membuat

7
Cut Nyak Dhien menjadi sakit-sakitan dan terkadang dipapah saat melakukan perpindahan
dari satu gubuk ke gubug yang lain.

Kondisi ini membuat Pang Laot, salah seorang pengikut setia Cut Nyak Dhien
mengusulkan kepada Cut Nyak Dhien untuk menghentikan perlawanan dan menjaga
kesehatannya dalam perawatan Belanda, namun Cut Nyak Dhien meresponnya dengan
kemarahan sambil mengeluarkan perkataan: “lebih baik aku mati di rimba daripada menyerah
kepada kafir Kompeni”.[10]

Cut Nyak Dhien dikejar sampai ke daerah Beutong, namun sekali lagi pasukan Aceh
berhasil melarikan diri dengan jumlah yang sangat sedikit untuk melindungi Cut Nyak Dhien.
Pada tanggal 7 november 1905, seorang anak kecil kurir Cut Nyak Dhien berhasil ditangkap
oleh pang Laot dan dimintai keterangannya tentang keberadaan Cut Nyak Dhien. Berita itu
membuat jendral Van Veltmen langsung memerintahkan pasukannya untuk bergerak.
Akhirnya pencarian pun berakhir, Cut Nyak Dhien ditemukan, namun Cut Gambang putri
Cut Nyak Dhien berhasil melarikan diri dengan lukak di dadanya. Pada saat ditangkap, Cut
Nyak Dhien tidak mampu menahan emosinya kepada Pang Laot, Cut Nyak Dhien
melontarkan sumpah serapah baik kepada Pang Laot, maupun kepada Belanda yang pada saat
itu memperlihatkan sikap hormat.

Setelah ia ditangkap, ia dibawa ke Banda Aceh dan dirawat disitu. Penyakitnya seperti
rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Belanda takut bahwa kehadirannya akan
membuat semangat perlawanan, selain itu karena terus berhubungan dengan pejuang yang
belum tunduk, akhirnya Belanda kesal, jadi ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat.

2.3.2 Wafatnya Cut Nyak dhien

            Setelah ia dipindah ke Sumedang, pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien
meninggal karena usianya yang sudah tua. [11]Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada
tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. Pada tahun 1960,
orang lokal Sumedang yang mencari tahu kembali siapakah "Ibu Perbu", telah meninggal,
namun, informasi datang dari surat resmi pemerintah Belanda pada "Nederland Indische",
ditulis oleh Kolonial Verslag, bahwa "Ibu Perbu", pemimpin pemberontakan provinsi Aceh
telah dibuang di Sumedang, Jawa Barat. Hanya terdapat satu tahanan politik wanita Aceh
yang dikirim ke Sumedang, sehingga disadari bahwa Ibu Perbu adalah Cut Nyak Dhien,
"Ratu Jihad" dan diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.

8
Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya, tulisan bahasa Arab,
Surat At Taubah dan Al Fajar serta hikayat cerita Aceh.Gerakan Aceh Merdeka melakukan
perlawanan di Aceh untuk merdeka dari Republik Indonesia sehingga mengurangi jumlah
peziarah ke makam Cut Nyak Dhien, selain itu, daerah makam ini sepi akibat sering diawasi
oleh aparat, bahkan tidak ada yang tahu letak makam Cut Nyak Dhien berada di Gunung
Puyuh. Kini, makam ini mendapat biaya perawatan dari kotak amal di daerah makam karena
pemerintah Sumedang tidak memberikan dana.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

            Cut Nyak Dhien adalah salah satu pejuang wanita dari tanah rencong atau Aceh yang
memperjuangkan Aceh dari serbuan Belanda. Cut Nyak Dhien adalah wanita yang taat
beragama karena sejak kecil ia sudah dididik oleh keluargannya yang memang keturunan
bangsawan. Pada tahun 1873 Belanda menyerang Aceh dan dimulailah perang Aceh I dengan
Aceh dipimpin oleh Sultan Machmud melawan Belanda yang dipimpin oleh Koler. Pada saat
itu kesultanan Aceh memenangkan peperangan dengan tewasnya Koler. 
            Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru
ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. Pada
tahun 1960, orang lokal Sumedang yang mencari tahu kembali siapakah "Ibu Perbu", telah
meninggal, namun, informasi datang dari surat resmi pemerintah Belanda pada "Nederland
Indische", ditulis oleh Kolonial Verslag, bahwa "Ibu Perbu", pemimpin pemberontakan
provinsi Aceh telah dibuang di Sumedang, Jawa Barat. Hanya terdapat satu tahanan politik
wanita Aceh yang dikirim ke Sumedang, sehingga disadari bahwa Ibu Perbu adalah Cut Nyak
Dhien, "Ratu Jihad" dan diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.

9
DAFTAR PUSTAKA. Jakarta : Salamandani Pustaka. 2009
1. 3Soetrisno Eddy, 100 Pahlawan NasionalMuchtaruddin, Ibrahim, Cut Nyak Dhien.
Jakarta: Balai Pustaka. 2001.
2.  Mansur.s. Amhadi, Api   Sejarah. Jakarta : Salamandani Pustaka. 2009
3. Soetrisno Eddy, 100 Pahlawan Nasional 1 dan Sejarah Perjuangan. Jakarta: Ladang
Pustaka dan Inti Media. 2001
4.  Said H.Mohammad,Aceh Sepanjang Abad.Medan:PT.Harian Waspada Medan,hal 479

1 dan Sejarah Perjuangan. Jakarta: Ladang Pustaka dan Inti Media. 2001
4.      Said H.Mohammad,Aceh Sepanjang Abad.Medan:PT.Harian Waspada Medan,hal 479

10

Anda mungkin juga menyukai