Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH HIV/AIDS

TREND DAN ISSUE, PERILAKU YANG BERISIKO


TERTULAR/MENULARKAN HIV AIDS

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Dosen Pembimbing:
Ns. Frana Andrianur, S.Kep., M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019
MAKALAH HIV/AIDS
TREND DAN ISSUE, PERILAKU YANG BERISIKO
TERTULAR/MENULARKAN HIV AIDS

Disusun oleh:
Kelompok 1
1. Ade Baginda
2. Dyan Nitarahayu
3. Edi Suhartono
4. Reni Rahmi Putri

Dosen Pembimbing:
Ns. Frana Andrianur, S. Kep., M. Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah “Trend and Issue serta Perilaku yang Berisiko
Tertular/Menularkan HIV AIDS ” dapat kami selesaikan.
Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah
SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga
akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar
Keperawatan HIV-AIDS. Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang
berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.

Samarinda, Agustus 2019

Kelompok 1

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR DIAGRAM vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 3
D. Manfaat Penulisan 3
E. Sistematika Penulisan 4
BAB II TELAAH PUSTAKA
A. Trend dan Issue Keperawatan HIV AIDS 5
B. Perilaku Berisiko Tertular/Menularkan HIV AIDS 21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 23
B. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

Grafik 2.1 : Jumlah HIV dan AIDS yang Dilaporkan per Tahun sd Desember 2017 5

Grafik 2.2 : Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menurut kelompok umur tahun 6
2010 - 2017
Grafik 2.3 : Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menurut kelompok umur tahun 7
2010 - 2017
Grafik 2.4 : Jumlah Kumulatif AIDS yang Dilaporkan Menurut Pekerjaan/Status 9
Tahun 1987 - Desember 2017
Grafik 2.5 : Case Fatality Rate AIDS yang Dilaporkan Menurut Tahun, 2000- 11
September 2017

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 : Persentase Infeksi HIV yang Dilaporkan Menurut Jenis Kelamin Tahun 6
2008 – 2017
Tabel 2.2 : Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Tahun, 1987- 2017 7

Tabel 2.3 : Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Kelompok Umur Tahun 1987- 8
2017
Tabel 2.4 : Persentase AIDS yang Dilaporkan Menurut Jenis Kelamin Tahun 8
1987-2017
Tabel 2.5 : Kumulatif AIDS yang Hidup, Meninggal dan Jumlah AIDS per 9
100.000 Penduduk (Case Rate) di Provinsi Tahun 1987 - Desember
2017
Tabel 2.6 : Jumlah Kematian AIDS yang Dilaporkan Menurut Kelompok Umur 10
Tahun 1987- 2017

Tabel 2.7 : Jumlah Kematian AIDS yang Dilaporkan Menurut Jenis Kelamin 11
Tahun 1987- 2017

vi
DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

Diagram 2.1 : Persentase AIDS yang Dilaporkan Menurut Faktor Risiko Tahun 1987 10
- Desember 2017

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trend kejadian Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno
Deficiency Syndrom (HIV/AIDS) didunia cenderung meningkat setiap
tahunnya. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2017 di
dunia didapatkan 36.900.000 orang terinfeksi HIV/AIDS. Di Indonesia
menurut Dirjen PP dan PL Kemenkes RI (2017), ada sekitar 10.376 orang
terinfeksi HIV/AIDS. Bila dilihat keseluruhan provinsi di Indonesia, DKI
Jakarta menempati urutan pertama HIV/AIDS sebanyak 51.981/5257 orang
data tahun 2017, dan provinsi Kalimantan Timur penderita HIV/AIDS
sebanyak 813/51 orang. Jadi di Indonesia dan dunia memerlukan penangganan
HIV/AIDS yang sama sehingga dapat menekan peningkatan HIV/AIDS.
Pemerintah Indonesia telah mengupayakan penanggulangan HIV/AIDS
dengan berbagai macam cara. Menurut Permenkes RI (2013), penanggulangan
HIV/AIDS dilakukan melalui 5 (lima) kegiatan yaitu; 1) promosi kesehatan; 2)
pencegahan penularan HIV/AIDS; 3) pemeriksaan diagnosis HIV/AIDS; 4)
pengobatan, perawatan dan dukungan; serta 5) rehabilitasi. Menurut Kemenkes
RI (2014), layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan
HIV/AIDS diwujudkan melalui voluntary counseling and testing (VCT).
Infeksi HIV pada kelompok berisiko, populasi berisiko, yakni pengguna
narkoba suntik (penasun), pekerja seks wanita langsung, pekerja seks wanita
tidak langsung (terselubung menggunakan perantara), waria, dan Lelaki
Sesama Lelaki (LSL), hanya prevalensi HIV pada pekerja seks wanita
langsung dan tidak langsung yang tidak meningkat dalam kurun waktu 2003-
2017.
Trend prevalensi jumlah HIV dan AIDS yang dilaporkan per tahun
sampai dengan desember 2017, HIV 48.300 dan AID 9280. Kelompok umur
pada kelompok 25-49 menjadi kelompok tertinggi yaitu 69,2 %. Demikian juga
prevalensi HIV yang dilaporkan menurut jenis kelamin Oktober-Desember

1
2017 tertinggi yaitu pada laki-laki sebesar 62%. Kebijakan pemerintah pada
kurun waktu 2013-2017 antara lain intervensi terhadap populasi berisiko,
seperti pengguna narkoba suntik, pekerja seksual, dan pencegahan penularan
dari ibu kepada bayinya. Sebagai contoh, periode 2013 hingga desember 2017,
jumlah ibu hamil HIV positif yang mendapat obat Antiretroviral (ARV) terus
meningkat, secara berturut-turut 601 orang, 1.070 orang, 1.544 orang, dan
1.456 orang.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, epidemi HIV di indonesia
sebagian besar terkonsentrasi pada kelompok populasi kunci, dengan tren dan
tingkat pravalensi yang bervariasi antara satu provinsi dengan provinsi lain.
Situasi yang berbeda terdapat di tanah papua yang memiliki epidemi meluas
tingkat rendah dan jumlah Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) perempuan
melebihi jumlah ODHA laki-laki. Angka kasus HIV terbesar terdapat di DKI
jakarta, provinsi padat penduduk lainnya di pulau Jawa, Papua Barat dan
Papua. Dalam periode terdahulu epidemi HIV dipicu oleh perilaku berbagai
alat suntik di kelompok penasun, dan saat ini penularan seksual menjadi mode
utama HIV dengan dampak besar pada kelompok Lelaki Sesama Lelaki (LSL)
Indonesia telah membuat kemajuan yang luar biasa dalam meningkatkan
angka pemeriksaan HIV. Secara bersamaan jumlah ODHA yang menjalani
pengobatan ARV telah meningkat menjadi lebih dari 60.000 pada tahun 2015
dari hanya beberapa ribu saja di tahun 2011. Meskipun demikian, tingkat
cakupan ini tidak cukup mencapai tujuan 2020. Peran tenaga kesehatan seperti
dokter, perawat dan seluruh tim sangatlah penting untuk tahu tentang trend
perilaku yang berisiko tertular dan menular kan HIV/AIDS.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas tentang tren
dan issue keperawatan HIV-AIDS di Indonesia, Issue dan Etik dalam
keperawatan HIV/AIDS di Idonesia.

2
B. Rumusan Masalah
Tingginya kasus HIV/AIDS di Indonesia menjadi ketertarikan penulis
untuk mengetahui “Bagaimana trend dan issue serta perilaku berisiko
tertular/menularkan HIV/AIDS.”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami trend dan issue keperawatan HIV-
AIDS di Indonesia, serta perilaku yang berisiko tertular/menularkan HIV
AIDS.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami trend dan issue keperawatan HIV-AIDS
di Indonesia
b. Mahasiswa dapat memahami perilaku yang berisiko
tertular/menularkan HIV AIDS.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam
trend dan issue serta perilaku yang berisiko tertular/menularkan HIV
AIDS.
2. Bagi Institusi Pelayanan
Menjadi acuan dalam memberikan wawasan tentang trend dan issue serta
perilaku yang berisiko tertular/menularkan HIV AIDS.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan tentang trend dan issue serta perilaku yang
berisiko tertular/menularkan HIV AIDS.

3
4. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan wawasan dan
pengetahauan dalam trend dan issue serta etik keperawatan HIV/AIDS di
Indonesia.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini dibagi dalam beberapa bab, yaitu:
Bab I : Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan
sistematika penulisan.
Bab II : Berisi telaah pustaka yang terdiri dari Trend dan issue
serta perilaku yang berisiko tertular/menularkan
HIV/AIDS.
Bab III : Berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

4
BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Trend dan Issue Keperawatan HIV AIDS


1. Trend HIV AIDS
Menurut Maryati (2010) menyatakan trend adalah suatu gerakan
(kecenderungan) naik atau turun dalam jangka panjang, yang diperoleh
dari rata–rata perubahan dari waktu ke waktu. Rata-rata perubahan tersebut
bisa bertambah bisa berkurang. Jika rata-rata perubahan bertambah disebut
trend positif atau trend mempunyai kecenderungan naik. Sebaliknya, jika
rata–rata perubahan berkurang disebut trend negatif atau trend yang
mempunyai kecenderungan menurun.
Grafik 2.1 Jumlah HIV dan AIDS yang Dilaporkan per Tahun sd Desember 2017

Berdasarkan grafik 2.1 didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan


jumlah kasus HIV dan mengalami naik turun pada jumlah kasus AIDS,
jumlah kasus HIV pada tahun 2005 sebanyak 859 orang dan mengalami
peningkaan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 48.300 orang. Sedangkan
pada jumlah kasus AIDS pada tahun 2005 sebanyak 5395 orang dan
mengalami peningkaan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 9280 orang.

5
Grafik 2.2 Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menurut kelompok umur tahun 2010 - 2017

Berdasarkan grafik 2.2 didapatkan hasil bahwa jumlah infeksi HIV


yang dilaporkan menurut kelompok umur pada tahun 2010-2017 yaitu
sebagian besar berada di kelompok umur 25-49 tahun sedangkan sebagian
kecil pada kelompok umur 5 – 14 tahun.

Tabel 2.1 Persentase Infeksi HIV yang Dilaporkan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008 – 2017

Berdasarkan tabel 2.1 didapatkan hasil bahwa persentase infeksi HIV


yang dilaporkan menurut jenis kelamin tahun 2008 – 2017 yaitu sebagian
besar pada jenis kelamin laki-laki sedangkan hampir separuhnya pada jenis
kelamin perempuan.

6
Grafik 2.3 Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menurut kelompok umur tahun 2010 - 2017

Berdasarkan grafik 2.3 jumlah infeksi HIV menurut kelompok pengguna


terbanyak pada kelompok “tidak diketahui”.

Tabel 2.2 Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Tahun, 1987- 2017

Pada tabel 2.2 diatas jumlah penderita AIDS sampai oktober 2017 yaitu
sebesar 102.667.

7
Tabel 2.3 Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Kelompok Umur Tahun 1987- 2017

Berdasarkan tabel 2.3 diatas total jumlah penderita AIDS hingga tahun
2017 yaitu sebesar 102.667 orang, dan kelompok terbanyak pada penderita
AIDS yaitu pada kelompok umur 20-29 tahun sebanyak 33.395 orang.

Tabel 2.4 Persentase AIDS yang Dilaporkan Menurut Jenis Kelamin Tahun 1987-2017

Berdasarkan tabel 2.4 laki-laki menjadi penderita AIDS terbanyak hingga


tahun 2017 sebesar 58.764 orang.

8
Grafik 2.4 Jumlah Kumulatif AIDS yang Dilaporkan Menurut Pekerjaan/Status Tahun 1987 -
Desember 2017

Berdasarkan grafik 2.4 menunjukkan jumlah kumulatif penderita AIDS


berdasarkan pekerjaan, terbanyak pada kelompok (tidak diketahui).

Tabel 2.5 Kumulatif AIDS yang Hidup, Meninggal dan Jumlah AIDS per 100.000 Penduduk
(Case Rate) di Provinsi Tahun 1987 - Desember 2017

9
Berdasarkan tabel 2.5 diatas bisa di lihat bahwa Kumulatif AIDS yang
Hidup, Meninggal dan Jumlah AIDS per 100.000 Penduduk terbanyak di papua
sebesar 620.56.

Diagram 2.1 Persentase AIDS yang Dilaporkan Menurut Faktor Risiko Tahun 1987 - Desember
2017

Berdasarkan diagram 2.1 Persentase AIDS yang Dilaporkan Menurut


Faktor Risiko Tahun 1987 – Desember terbanyak pada kelompok hetero sexual.

Tabel 2.6 Jumlah Kematian AIDS yang Dilaporkan Menurut Kelompok Umur
Tahun 1987- 2017

Tabel 2.6 diatas menunjukkan jumlah kematian AIDS yang dilaporkan


menurut kelompok umur dengan jumlah total hingga tahun 2017 sebesar 15.429
dan paling terbanyak pada kelompok umur 30-39 tahun.

10
Tabel 2.7 Jumlah Kematian AIDS yang Dilaporkan Menurut Jenis Kelamin
Tahun 1987- 2017

Berdasarkan tabel 2.7 dilihat dari jumlah kematian AIDS menurut jenis
kelamin yaitu pada jenis kelamin laki-laki dengan jumlah total hingga tahun 2017
sebesar 8.970 orang.

Grafik 2.5 Case Fatality Rate AIDS yang Dilaporkan Menurut Tahun, 2000-September 2017

Berdasarkan grafik 2.5 dapat dijelaskan bahwa Case Fatality Rate AIDS
hingga tahun 2017 paling tinggi pada tahun 2000 yaitu sebesar 21,38% dan paling
rendah pada tahun 2017 yaitu sebesar 0,8%.

11
2. Issue HIV AIDS
Infeksi HIV Pada ibu hamil dapat menular pada janin. Meskipun
80% ibu hamil dengan HIV telah mendapat obat antiretroviral (ARV),
masih ada 180.000 anak yang tertular HIV selama proses kelahiran atau
menyusui di tahun 2017. Angka tersebut masih jauh dari target dari tahun
2018 yang kurang dari 40.000. Sekitar 110.000 anak meninggal karena
penyakit terkait AIDS pada tahun 2017 (Yantri dkk, 2018).
Ulasan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun
2014, menyebutkan estimasi peningkatan ibu hamil positif HIV, dari
14.194 pada tahun 2011 menjadi 19.636 di tahun 2016. Angka anak usia di
bawah 4 tahun dengan HIV yang didapat dari ibunya, meningkat dari 390
pada tahun 2011 dan menjadi 903 pada tahun 2016. Demikian pula dengan
angka HIV pada populasi usia reproduksi 15-49 tahun, meningkat dari
19.528 pada tahun 2011 menjadi 37.672 di tahun 2016. Meningkatnya
angka HIV akan menambah beban social dan ekonomi yang cukup besar
di masa depan.
a. Resiko infeksi HIV pada kehamilan
Ibu hamil dengan HIV dapat menularkan virus HIV kepada
bayinya ketika hamil, saat proses persalinan dan saat menyusi. Tanpa
intervensi, transmisi HIV kumulatif dari antepartum, intrapartum dan
postpartum sekitar 35-40% (Rimawi et al, 2016). Resiko penularan HIV
dari ibu ke bayi selama kehamilan diperkirakan sebersar 5-10% saat
persalinan 10-20%, dan selama menyusui 16-30%. Menurut Gumbo et
al (2010) Transmisi vertical ini dapat dicegah melalui upaya
Preventation of Mother to Child Transmission (PMTCT) atau
Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA). Melalui upaya
konseling, skrining HIV, pemberian antiretroviral untuk ibu dan bayi,
proses persalinan yang aman dan tidak menyusui, maka transmisi ibu ke
bayi dapat ditekan hinggan kurang dari 2% (Rimawi et al, 2016).
Berikut beberapa faktor-faktor yang dapat meningkatkan penularan
HIV ibu ke bayi/anak antara lain ( De Lemos, 2013) :

12
1) Faktor Ibu
a) Muatan virus HIV tinggi dan kadar CD4 ibu hamil yang
rendah. Jika muatan virus HIV tidak terdeteksi , resiko
penularan <1% berbanding 27% jika muatan virus yang
tinggi.
b) Merokok atau menggunakan heroin, metadon atau kokain
selama kehamilan meningkatkan resiko penularan.
c) Tidak mendapat terapi HIV selama kehamilan dan
persalinan. Anka penularan 12,8% berbanding <1% pada
ibu yang mendapat terapi HIV.
d) Status gizi ibu yang kurang selama kehamilan
e) Ibu memiliki penyakit lain, seperti tuberkulosis, hepatitis
atau malaria
f) Infeksi vagina di trimester ketiga kehamilan seperti
kandidiasis, trikomoniasis dan bacterial vaginosis,
menggandakan resiko penularan HIV.
2) Faktor persalinan
a) Persalinan pervaginam dilaporkan lebih meningktakan
resiko penularan transmisi daripada seksio sesarea.
b) Ketuban pecah lebih dari 4 jam meningkatkan resiko
penularan hingga dua kali lipat. Jika terjadi pada kelahiran
preterm, angka penularan menjadi 22% berbanding 9%
pada bayi lahir aterm.
c) Persalinan lama atau sulit, resiko penularan HIV dari ibu
kandung ke anak juga semakin tinggi karena kontak antara
bayi dengan darah/lendir yang semakin lama
d) Episiotomi, ekstraksi vakum, dan forcep juga meningkatkan
resiko penularan HIV.
3) Faktor bayi
a) Bayi lahir premature (6% berbanding bayi lahir aterm).

13
b) Bayi dengan berat lahir rendah, hampir dua kali lebih
mungkin untuk HIV Positif
c) Bayi yang tidak mendapat ARV atau tidak sesuai waktunya
d) Menyusui atau memberi makanan campuran
b. Diagnosis HIV pada kehamilan
Penegakkan diagnosis HIV memerlukan pemeriksaan
darah. Tabel 2.8 menunjukkan jenis tes diagnostik yang tersedia
untuk menegakkan diagnosis HIV pada ibu hamil (Rimawi et al,
2016) :
Tabel 2.8 modalitas tes diagnostik HIV pada kehamilan
Jenis tes Kegunaan Masa Lama hasil Sn Sp
HIV Tes jendela tes
ELISA Antibodi 3 bulan 2 hari – 2 >99% >98%
HIV minggu
Tes antigen Protein p24 11 hari – 1 2 hari – 1 90% 100%
(p24) bulan minggu
Tes Antibodi 11 hari – 1 2 hari – 2 >99,7% >99,3%
generasi ke- dan p24 bulan minggu
4
PCR/NAAT Melalui 12 hari 2 hari – 1 >99% >99%
genetik HIV minggu
Tes rapid Antibodi 3 bulan Dalam 20 >99% >98%
menit

Jika pravelesnis HIV cukup tinggi (lebih dari 5%) dalam


populasi yang diuji, diagnosis HIV positif memerlukan dua tes
reaktif berurutan. Jika terdapat perbedaan hasil tes dimana tes 1
reaktif, tes 2 tidak reaktif dan tes 3 reaktif, maka harus dianggap
tidak menyakinkan dan klien diminta untuk kembali dalam 14 hari
untuk pengujian ulang. Untuk individu dengan hasil tes 1 reaktif,
tes 2 tidak reaktif dan tes 3 tidak reaktif, maka dianggap HIV
negatif.
Jika pravelensi HIV rendah (kurang dari 5 %) dalam
populasi yang diuji, diagnosis HIV positif memerlukan tiga tes
reaktif berurutan. Jika hasil tes 1 reaktif dan hasil tes 2 tidak

14
reaktif, hasil akhir dianggap HIV negatif. Jika dalam kasus tersebut
tes 1 menggunakan metode uji generasi keempat, antibodi
(Ab)/antigen (Ag), dan tes 2 menggunakan tes Ab saja, hasilnya
harus dianggap tidak menyakinkan dan individu tersebut harus uji
ulang setelah 14 hari. Untuk individu dengan hasil tes 1 reaktif, tes
2 reaktif dan tes 3 tidak reaktif, hasilnya harus dianggap tidak
menyakinkan dan individu harus diminta untuk kembali dalam 14
hari untuk pengujian ulang.
c. Tatalaksana HIV pada kehamilan
Stigma negatif, diskriminasi dan minimnya pengetahuan
tentang HIV dan AIDS adalah masalah terbesar di Indonesia dalam
upaya menurunkan pravelensi orang dengan HIV. Stigma negatif
tidak hanya muncul dari masyarakat umum, namun masih juga ada
dari tenaga kesehatan. Sebagai salah satu penyakit menular
seksual, HIV dan AIDS kerap diasosiasikan dengan perempuan
pekerja seks komersial dan lelaki penjaja seks dengan lelaki
sebagai kelompok beresiko. Sejak tahun 2007 trend penularan
HIV/AIDS berpindah pada kelompok yang tak terduga yaitu ibu
rumah tangga yang sebagian besar akan hamil dan meneruskan
keturunan. Ibu rumah tangga yang tertular HIV dari suaminya,
menempati 3 besar status penderita HIV. Stigma negatif yang dapat
mengurangi dukungan sosial dari keluarga dan masyarakat untuk
ibu hamil dengan HIV/AIDS, harus dapat dihilangkan agar ibu
hamil dan pasangannya mendapat pelayanan penatalaksanaan HIV
dengan baik (Yantri dkk, 2018).
Penanggulangan penularan HIV telah menjadi masalah
global. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) no 52 tahun 2017 tentang tiga eliminasi, salah satunya
eliminasi penularan HIV, selain sifilis dan hepatitis B, dari ibu ke
anak. Eliminasi penularan ditargetkan tercapai pada tahun 2022.

15
Penatalaksanaan infeksi HIV pada ibu hamil telah lama
dikenal dengan sebutan Program Pencegahan dari ibu ke Anak
(PPIA), dengan komponen utamanya :
1) Pemeriksaan/skrinning HIV bagi ibu hamil dan pasangannya.
2) Pengobatan dengan ARV dan menghubungkan ibu hamil dengan
layanan pengobatan ARV seumur hidup.
3) Pengobatan antiretrovirus pada bayi, pemeriksaan HIV dini pada
bayi yang terpapar dan tindak lanjut semua bayi yang terpapar
sampai status HIV anak ditentukan.
d. Skrining HIV
Angka cakupan HIV pada ibu hamil di Indonesia juga
masih rendah. Pemeriksaan sukarela melalui pelayanan Voluntary
Counseling and Testing (VCT) umumnya menekankan pada
kesadaran pasien untuk melakukan pemeriksaan HIV. Masih
banyak pasien yang tidak peduli kesehatan atau merasa takut
diketahui jika menderita HIV. Penyaki HIV masih dianggap tabu
oleh sebagaian masyarakat bahkan petugas medis, membuat
paseien menghindar sehingga pelayanan VCT belum optimal dan
tidak mencapai target. Saat ini dikembangkan pelayanan Provider
Initiated Testing and Counseling (PITC), dimana petugas
kesehatan memberikan konseling dan rekomendasi klinik untuk
pemeriksaan HIV. Pelayanan PITC diharapkan dpat meningkatkan
angka cakupan terapi HIV lebih dini.
Peningkatan cakupan HIV diperlukan agar terapi dapat
dilakukan lebih dini pada ibu dan untuk pencegahan penularan
bayi. Upaya ini dilakukan melalui strategi skrinning perempuan
usia produktif yaitu :
1) Skrinning sebelum hamil
Wanita yang berencanahamil dianjurkan untuk melakukan tes
HIV sesegara mungkin, demikian juga pasangannya.
2) Skrinning saat hamil

16
Rekomendasi tes HIV pada kunjungan antenatal pertama. Jika
hasil tes negatif tetapi ibu hamil beresiko tinggi terpajan HIV
maka harus dites kembali pada trimester ketiga atau selama
persalinan atau pasca persalinan.
3) Skriniing tes HIV pada pasangan
4) Skrinning saat persalinan
Jika diketahui ibu hamil belum menjalani tes HIV selama
kehamilan dpaat dilakukan tes HIV menggunakan tes diagnostik
cepat.
5) Skrinning koinfeksi HIV
Infeksi oportunistik yang paling sering diderita penderita HIV
adalah tuberculosis. Diperkirakan terdapat 78.000 kasus
koinfeksi TB-HIV di Indonesia pada tahun 2015. Infeksi
oportunistik lainnya terkait denagn rute penularan adalah
hepatitis dan sifilis. Skrinning TB, Hepatitis B, Hepatitis C dan
siifilis dianjurkan pada ibu hamil dengan HIV.
e. Terapi Antiretroviral (ARV)
Angka HIV AIDS di Indonesia pada tahun 2015
diperkirakan sekitar 630.000 orang, dimana hanya 9% diantarnya
menjalani pengobatan antiretroviral. Angka cakupan ini rendah jika
dibandingka dengan kawasan Asia Tenggara dengan rerata
cakupan 39%. Angka kasus HIV terbanyak di DKI Jakarta dan
Papua.
Obat ARV yang digunakan untuk wanita hamil dan
menyusui dengan HIV bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan
mencegah anak terinfeksi. Manfaat lainnya untuk mencegah
penularan HIV secara seksual.
Terapi ARV harus mulai pada semua ibu hamil dengan
HIV, terlepas dari stadium klinis WHO dan jumlah CD4, serta
terus diberikan seumur hidup.

17
Ada 4 kategori obat-obatan antireotroviral yang sering
digunkan dalam kehamilan yaitu nucleoside and nucleotide
analogue reverse transcriptase inhibitor (NRTSIs), non-nucleoside
reverse transcripate inhibitors (NNRTIs), protease inhibitors (PIs)
dan integrase inhibitors (INSTI).
Tabel 2. Kategori obat Antiretroviral untuk ibu hamil
Kategori ARV
NRTIs NNRTIs PIs INSTI
TDF tenofovir EFV Efavirenz LPV/r Lopinavir RAL
Ftc emtricitabine RPV Rilpivirine (+Ritonavir) Raltegavir
AZT zidovudine ATZ Atazavanir (+Ritonavir)
3TC Lamivudine DRV Daruvanir (+Ritonavir)
ABC Abacavir

Terapi lini pertama ARV terdiri dari kombiasi 2 NRTIs


dengan satu NNRTI atau satu INSTI yaitu :
TDF + 3 TC (atau FTC ) + EFV
Atau jika ada kontraindikasi atau tidak memungkinkan , alternatif
pilihan:
1) AZT+ 3TC+ EFV
2) AZT + 3TC + NVP
3) TDF + 3 TC (atau FTC ) + NVP
Efek samping obat-obat NRTIs yang dapat terjadi antara
lain : gangguan hematologi, kardiomiopati dan ganguan fungsi
hati. Efek smaping nevirapine dan efavirenz yang sering adalah
ruam (rash) dan hepatotoksik sehingga nevirapine tidak digunakan
sebagai terapi lini pertama kecuali tidak ada pilihan lain. Efavirenz
sebaiknya tidak digunakan pada trimester pertama karena terdapat
kasus yang dilaporkan menyebabkan cacat tabung saraf janin.
Protease inhibitor mempunyai efek samping mual, muntah, diare
dan gangguan fungsi hati. Pada sebuah uji coba pada hewan,
dilaporkan tidak ada efek teratogenik yang ditemukan.

18
f. Metode Persalinan
Pada tahun 1999, hasil metaanalisis dari 15 penelitian
kohort prospektif menunjukkan pengurangan 50% transmisi
vertical melalui kelahiran seksio sesarea, setelah disesuaikan
dengan terapi antiretroviral, stadium penyakit ibu dan berat lahir
bayi. Banyak penelitian tidak menyesuaikan dengan muatan virus.
Pada pasien yang menggunakan ARV dengan muatan virus tidak
terdeteksi, resiko penularan menjadi sangat rendah sehingga timbul
pertanyaan akan manfaat kelahiran sesar pada kondisi ini.
Durasi ketuban pecah dapat dikaitkan dengan tingkat
penularan yang lebih tinggi. Meta analisis kelompok HIV Perinatal
Internasional menemukan bahwa resiko penularan vertical
meningkat 2% untuk siap peningkatan 1 jam durasi ketuban pecah.
Data menunjukkan bahwa tidak ada penurunan tingkat transmisi
jika kelahiran sesar dilakukan setelah ketuban pecah. Keputusan
metode persalinan menjadi bersifat individual. Mark dkk meneliti
pada kelompok ibu hamil HIV dengan muatan virus tidak terdektsi,
90 ribu (54%) memiliki kelahiran pervaginam dan 77 ibu (46%)
memiliki kelahiran seksio sesarea. Tidak ditemukan kasus
penularan HIV pada bayi.
Penggunaan terapi yang tepat akan menurunkan muatan
virus sebanyak 1 log dalam bulan pertama dan menjadi tidak
terdeteksi dalam 6 bulan kemudian. Semakin tinggi muatan virus,
semakin lama penurunannya, namun jika muatan virus menetap
atau meningkat pada 6 bulan, maka dapat dipertimbangkan sebagai
kegagalan pengobatan. Kegagalan virul didefinisikan sebagai
muatan virus yang tetap terdeteksi melebihi 1000 kopi (yaitu dua
pengukuran muatan virus berturut-turut dalam interval 3 bulan)
setelah setidaknya 6 bulan setelah memulai rejimen ARV baru.

19
g. Profilaksis ARV
Profilaksis direkomendasikan untuk dimulai sedini
mungkin, yaitu pada usia kehamilan 14 minggu, dan pilihan
penggunaan profilaksis dilakukan selama 4 sampai 6 minggu
peripartum, yaitu obat NVP atau AZT untuk bayi, terlepas dari
apakah ibu sedang menyusui.
h. Terapi ARV untuk Neonatus
WHO merekomendasikan pemberian ARV profilaksis
untuk bayi yang lahir dari HIV positif berdasarkan resiko tinggi
dan resiko rendah. Bayi resiko tinggi adalah yang memenuhi
kriteria yaitu lahir dari ibu HIV positif yang mendapat terapi ARV
kurang dari 4 minggu saat melahirkan atau lahir dari ibu HIV
positif dengan viral load > 1000 copies/ml pada 4 minggu sebelum
melahirkan, jika pemeriksaan viral load dapat dilakukan atau lahir
dari HIV positif secara aksidental saat hamil atau menyusui atau
idenifikasi pertama kali selama masa postpasrtum dengan atau
tanpa tes HIV negattif prenatal
Resiko tinggi Resiko rendah
Menyusui AZT + NVP 12 minggu NVP 6 minggu
Susu formula AZT + NVP 6 minggu AZT atau NVP 6
minggu

Bayi yang baru lahir dari ibu HIV positif biasanya diobati
dengan AZT selama enam bulan minggu pertama kehidupan. AZT
dapat membantu untuk mencegah bayi terinfeksi HIV sebagai
akibat dari paparan darah ibu selama persalinan.
i. Profilaksis Pada Bayi
Bayi yang lahir dengan ibu HIV, dala waktu 12-24 jam
harus mulai menerima terapi zidovudine, dilanjutkan selama 6
minggu. Waktu pemberian 4 minggu dapat mempertimbangkan
untuk bayi dari ibu yang berhasil menekan muatan virus HIV.
Profilaksis tambahan dengan nevirapin diperlukan untuk bayi

20
terpajan HIV dari ibu hamil yang tidak menerima ART antepartum.
Pada anak usia 18 bulan, anak menjalani tes virologi HIV untuk
memastikan apakah anak terinfeksi HIV atau sudah bebas dari
transmisi vertical.
j. Kontrasepsi
Semua perempuan, termasuk perempuan yang hidup
dengan HIV, harus memiliki hak yang sama untuk memilih jumlah
anak yang akan mereka inginkan dan untuk menempatkan mereka
sesuai dengan keadaan hidup mereka sendiri.

B. Perilaku yang Berisiko Tertular/Menularkan HIV AIDS


Perilaku berisiko terkena HIV/AIDS merupakan orang yang mempunyai
kemungkinan terkena infeksi HIV/AIDS atau menularkan HIV/AIDS pada
orang lain bila dia sendiri mengidap HIV/AIDS, karena perilakunya. Mereka
yang mempunyai perilaku berisiko tinggi adalah :
1. Perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti pasangan dalam melakukan
hubungan seksual dan pasangannya.
2. Perempuan dan laki-laki tuna susila.
3. Orang yang dalam melakukan hubungan seksual secara tidak wajar
seperti hubungan seksual melalui dubur (anal) dan mulut (oral), misalnya
pada homoseksual dan biseksual.
4. Penggunaan narkotika dengan suntikan, yang menggunakan jarum suntik
secara bergantian (Ronald Hutapea, 1995).
International Labor Organization (2001) menyebutkan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko infeksi HIV bagi kelompok pekerja tertentu. Beberapa
jenis situasi kerja lebih rentan terhadap risiko infeksi HIV daripada yang lain
meskipun masalah utama adalah salah satu dari perilaku, bukan pekerjaan.
Berikut ini adalah daftar indikatif:
1. Bekerja melibatkan mobilitas, khususnya yang bepergian secara teratur
dan jauh dari pasangan

21
2. Bekerja di lingkungan geografis terisolasi dengan interaksi sosial yang
terbatas dan terbatasnya fasilitas kesehatan
3. Bekerja dengan sesama/satu jenis kelamin
4. Situasi di mana pekerja tidak dapat mengendalikan perlindungan
terhadap infeksi
5. Pekerjaan yang didominasi oleh laki-laki, di mana perempuan berada
dalam minoritas kecil
6. Bekerja melibatkan risiko kerja, seperti kontak dengan darah manusia,
cairan tubuh lainnya, dan jarum suntik.
Golongan individu yang memiliki resiko tinggi untuk menularkan/tertular
HIV dan AIDS disebut kelompok perilaku berisiko tinggi. Yang termasuk
kelompok ini yaitu:
1. Pekerja seks perempuan dan laki-laki
2. Pelanggan pekerja seks
3. Penyalahgunaan narkoba suntik (penasun / IDU)
4. Waria pekerja seks dan pelanggannya
5. Lelaki suka lelaki (gay/homo)
6. Narapidana/warga binaan
Sementara sebagian orang yang karena aktivitas atau profesinya
termasuk dalam kelompok rentan, yaitu:
1. Orang dengan mobilitas tinggi (sipil maupun militer)
2. Perempuan, remaja
3. Anak jalanan, pengungsi
4. Ibu hamil
5. Penerima transfusi darah
6. Petugas pelayanan kesehatan

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Trend adalah suatu gerakan (kecenderungan) naik atau turun dalam
jangka panjang, yang diperoleh dari rata–rata perubahan dari waktu ke
waktu. Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan
Desember 2017, HIV-AIDS telah dilaporkan oleh 421 (81,9%) dari 514
kabupaten/kota di seluruh provinsi di indonesia. Jumlah kasus HIV yang
dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017 mengalami
kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan
sampai dengan Desember 2017 sebanyak 280.623. Sedangkan jumlah
AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan 2017 relatif stabil
setaip tahunnya. Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan
Desember 2017 sebanyak 102.667 orang.
2. Issue tentang HIV AIDS, sejak tahun 2007 tren penularan HIV/AIDS
berpindah pada kelompok yang tak terduga yaitu ibu rumah tangga yang
sebagian besar akan hamil dan meneruskan keturunan. Ibu rumah tangga
yang tertular HIV dari suaminya, menempati 3 besar status penderita
HIV.
3. Perilaku berisiko terkena HIV/AIDS merupakan orang yang mempunyai
kemungkinan terkena infeksi HIV/AIDS atau menularkan HIV/AIDS
pada orang lain bila dia sendiri mengidap HIV/AIDS, karena
perilakunya.

B. Saran
1. Untuk Penulis
Diharapkan dapat menambah beberapa sumber referensi lain untuk
trend dan issue serta perilaku yang berisiko tertular/menularkan
HIV/AIDS baik itu dari buku maupun jurnal yang terbaru.

23
2. Institusi Pelayanan
Hendaknya institusi pelayanan dan pemerintah melakukan
peningkatan berbagai upaya dalam pencegahan HIV-AIDS, lebih giatnya
dilakukan penyuluhan tentang bahaya HIV-AIDS dan perlunya
pengobatan seumur hidup jika terinfeksi.
3. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menambahkan koleksi sumber referensi dan buku
terbaru di perpustakaan tentang keperawatan HIV-AIDS yang terbaru.
4. Masyarakat
Diharapkan masyarakat tidak mendiskriminasi pasien HIV AIDS
tetapi memberi dukungan untuk saling mengingatkan pentingnya minum
obat secara teratur. Masyarakat diharapkan memiliki perilaku hidup yang
baik, saling percaya kepada pasangan masing-masing, tidak melakukan
seks bebas, minum-minuman, tato, dan penggunaan jarum suntuk
bersamaan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Gumbo F, Duri K, Kandawasvika, Kurewa N, Mapingure M, Munjoma M, et al.


Risk factors of HIV vertical transmission in a cohort of women under a
PMTCT program at three periurban clinics in a resource-poor setting. J
Perinatol 2010 Nov; 30 (11):717-723

Kajian Nasional Respon HIV dibidang Kesehatan Republik Indonesia. 2017

Laporan Situasi Perkembangan HIV-AIDS dan PIMS Di Indonesia Januari-


Desember. 2017. Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI

Maryati. 2010. Strategi Pembelejaran Inkuiri Diakses dari


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/maryatissimsi/7strategi
pembelajaran-inkuiripdf.pdf.
Modul Pelatihan Puskesmas Peduli NHA. 2012. Informasi Dasar HIV AIDS.

Nursalam, Kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi


HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Profil Kesehatan Kota Samarinda. 2016. Dinas Kesehatan Kota Samarinda

Rimawi BH, Haddad L, Badell ML, Chakraborty R. Management of HIV Infection


during Pregnancy in the United States: Updated Evidence-Based
Recommendations and Future Potential Practices. Infect Dis Obstet Gynecol.
2016;2016

World Health Organization (WHO). 2018. Global HIV & AIDS Statistic- 2018
fact sheet.

Yantri, Eny dkk. 2018. Optimalisasi Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal Menuju Generasi Emas Di Era JKN. Padang: Perinasia.

25

Anda mungkin juga menyukai