Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

TERAPI INHALASI

Pembimbing :
dr. Niwan Tristanto. M., Sp.P

Disusun Oleh:
Annisa Firdaus, S.Ked
Kiky Putri Anjany, S.Ked
Muhammad Teguh Hadinata, S.Ked
Reza Nur Said, S.Ked
Winda Nur Annisa, S.Ked
Assela Sanvina Arsita, S.Ked

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Paru


BBKPM Surakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
2018

BAB I
PENDAHULUAN

World Health Association (WHO) 2001 menyatakan bahwa lima penyakit paru
utama adalah merupakan penyebab 17,4% kematian di dunia. Laporan South East
Asia Medical Information Center (SEAMIC 2001) menunjukkan bahwa 5 penyakit
paru utama adalah bagian dari 10 penyebab kematian di Indonesia, yaitu penumonia,
tuberkulosis, bronkitis, emfisema, asma dan keganasan paru.
Terapi inhalasi merupakan salah satu jenis sediaan farmasi untuk penanganan
bagi pasien yang menderita penyakit saluran pernafasan. Terapi inhalasi adalah cara
pemberian obat dalam bentuk partikel aerosol melalui saluran nafas, baik saluran
nafas bagian atas maupun bagian bawah.
Terapi inhalasi memiliki berbagai keuntungan, salah satunya adalah obat ini
dihantarkan langsung ke dalam paru-paru sehingga mengurangi mukus dalam saluran
napas, peradangan dan penyempitan saluran napas secara cepat dan memiliki efek
sistemik yang lebih rendah. Beberapa diantara jenis terapi inhalasi adalah Meter Dose
Inhaler (MDI), MDI dengan spacer, Dry Powder Inhaler (DPI) dan nebulizer, namun
ketepatan cara pemakaian obat jenis ini sangat mempengaruhi keberhasilan terapi.
Beberapa jenis obat seperti mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering
digunakan pada terapi inhalasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara
inhalasi atau pada definisi lainnya menyebutkan bahwa terapi inhalasi adalah cara
pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung masuk menuju
paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi merupakan suatu cara
pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat
pernapasan menuju paru-paru. Terapi inhalasi dapat digunakan pada proses perawatan
penyakit saluran pernafasan yang akut maupun yang kronik, misalnya asma (penyakit
asma paling sering dijumpai pada anak-anak) dan pada saat bayi/anak terserang batuk
berlendir.

II.2 TUJUAN
Terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme, meng-encerkan
sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi. Terapi inhalasi
ini baik digunakan pada terapi jangka panjang untuk menghindari efek samping
sistemik yang ditimbulkan obat, terutama penggunaan kortikosteroid.
Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang ideal untuk penyakit saluran napas
adalah obat dapat sampai pada organ target dengan menghasilkan partikel aerosol
berukuran optimal agar terdeposisi di paru, onset kerjanya cepat, dosis obat kecil, efek
samping minimal karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah, mudah
digunakan, serta efek terapeutik tercapai yang ditandai dengan tampaknya perbaikan
klinis.
Meskipun saluran napas mempunyai beberapa mekanisme antara lain refleks
batuk, bersin serta klirens mukosilier yang akan melindungi terhadap masuk dan
mengendapnya partikel obat sehingga akan mengeliminasi obat inhalasi. Namun
dengan memperhatikan metode untuk menghasilkan aerosol serta cara
penyampaian/delivery obat yang akan mempengaruhi ukuran partikel yang dihasilkan

3
dan jumlah obat yang mencapai berbagai tempat di saluran napas maka diharapkan
obat terdeposisi secara efektif.
Gambar 1. Proses deposisi
Pada gambar menunjukkan mekanisme deposisi di jalan napas yaitu berupa
impaksi, sedimentasi dan difusi. Tetapi pada partikel berukuran 1-10µm, mekanisme
yang akan terjadi yaitu impaksi dan sedimentasi dengan bantuan gravitasi dan proses
difusi / brownian motion akan terjadi apabila ukuran partikel <1µm.Ukuran partikel
akan mempengaruhi sampai sejauh mana partikel menembus saluran napas. Partikel
berukuran < 1µm dapat sampai ke alveolus ataupun di keluarkan kembali dengan cara
ekshalasi, partikel berukuran 1-5µm akan berdeposit pada saluran bronkus, sedangkan
partikel yang berukuran >5µm akan berdeposit di orofaring. Keuntungan dari
mengetahui lokasi-lokasi deposisi pada berbagai jenis ukuran partikel adalah kita
dapat mengetahui seberapa besar ukuran partikel yang dibutuhkan untuk sampai ke
tempat tujuan. β2 reseptor lebih dominan pada bronkiolus dan alveoli, namun otot
pada saluran pernapasan sudah ada dari trakea hingga bronkiolus, sehingga dapat
disimpulkan ukuran partikel yang ideal pada pemberian β2 agonis adalah pada ukuran
1-5µm.

II.3 INDIKASI,KONTRAINDIKASI, dan FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Indikasi penggunaan terapi inhalasi tidak hanya digunakan untuk terapi saja,
tapi juga dapat digunakan untuk uji diagnostik. Uji diagnostik terapi inhalasi dapat
digunakan untuk menguji bronkodilator dengan β2 agonis, uji provokasi bronkus

4
dengan metakolin, dan induksi sputum dengan NaCl 3%. Terapi inhalasi pada
pengobatan digunakan untuk bronkodilatasi, mukolitik, antiinflamasi mukosa
bronkus, antibiotik mukosa bronkus dan alveolus, anestesi lokal bronkus untuk
tindakan bronkoskopi.

Kontraindikasi penggunaan terapi inhalasi bersifat relatif atau tidak mutlak.


Terapi inhalasi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan keadaan alergi terhadap
bahan ataupun obat yang digunakan dalam terapi tersebut.

Terapi inhalasi dapat digunakan untuk memberikan berbagai jenis obat dengan
alat-alat yang berbeda dan dengan sesuai indikasinya. Efek pada terapi inhalasi secara
umum sangat bergantung dengan beberapa faktor, seperti indikasi dan target area,
strategi pengobatan, dosis yang diberikan (kualitas aerosol, karakteristik alat inhaler,
kemampuan pasien menggunakan alat, manuver inspirasi), deposisi, tingkat
kepatuhan pada pengobatan.

II.4 ALAT TERAPI INHALASI


A. Inhaler
Inhaler adalah sebuah alat yang digunakan untuk memberikan obat ke dalam
tubuh melalui paru-paru. Sistem penghantaran obat juga berpengaruh terhadap
banyaknya obat yang dapat terdeposisi pada teknik terapi inhalasi. Ada 3 tipe
penghantaran obat yang ada hingga saat ini, yakni : Metered Dose Inhaler (MDI),
Metered Dose Inhaler (MDI) dengan Spacer, dan Dry Powder Inhaler (DPI).
1. MDI (Metered Dose Inhaler) atau Inhaler dosis terukur
Inhaler dosis terukur merupakan cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi
tertentu agar sejumlah dosis obat mencapai saluran respiratori. Propelan (zat
pembawa) yang bertekanan tinggi menjadi penggerak, menggunakan tabung
aluminium (canister). Partikel yang dihasilkan oleh MDI adalah partikel berukuran <
5 μm. Penggunaan MDI membutuhkan latihan, para dokter sebaiknya mengajarkan
pasiennya cara penggunaan dengan tepat, karena sebagian besar pasien sulit
mempelajarinya hanya dengan membaca brosur atau leaflet. Penggunaan MDI
mungkin tidak praktis pada sekelompok pasien seperti pada anak kecil, usia lanjut,
cacat fisik, penderita artritis, kepatuhan pasien buruk dan pasien yang cenderung
memakai MDI secara berlebihan.

5
Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI adalah kurangnya
koordinasi, terlalu cepat inspirasi, tidak menahan napas selama 10 detik, tidak
mengocok canister sebelum digunakan, tidak berkumur-kumur setelah penggunaan
dan posisi MDI yang terbalik pada saat akan digunakan (NACA, 2008). Obat dalam
MDI yang dilarutkan dalam cairan pendorong (propelan), biasanya propelan yang
digunakan adalah chlorofluorocarbons (CFC) dan mungkin freon/asrchon. Propelan
mempunyai tekanan uap tinggi sehingga didalam tabung (canister) tetap berbentuk
cairan. Kecepatan aerosol rata-rata 30 m/detik atau 100 km/jam. Perlunya koordinasi
antara penekanan canister dan inspirasi napas pada pemakaian inhaler.
2. MDI (Metered Dose Inhaler) dengan ruang antara (spacer)
Ruang antara (spacer) akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut,
sehingga kecepatan aerosol pada saat dihirup menjadi berkurang dan akan
menghasilkan partikel berukuran kecil yang masuk ke saluran respiratori yang kecil
(small airway). Selain itu, juga dapat mengurangi pengendapan di orofaring. Ruang
antara ini berupa tabung 80 ml dengan panjang 10-20 cm. Pada anak-anak dan orang
dewasa pemberian bronkodilator dengan MDI dengan spacer dapat memberikan efek
bronkodilatasi yang lebih baik. Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI
dengan spacer adalah posisi inhaler yang salah, tidak menggocok inhaler, aktuasi
yang banyak tanpa menunggu atau mengocok alat pada saat diantara dosis, obat yang
berada dalam spacer tidak dihirup secara maksimal dan spacer yang tidak cocok
untuk pasien.

Gambar 2. MDI dan spacer

6
3. DPI (Dry Powder Inhaler)
Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan, sehingga mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan MDI. Menurut NACA, inhaler tipe ini berisi serbuk kering.
Pasien cukup melakukan hirupan yang cepat dan dalam untuk menarik obat dari
dalam alat ini. Zat aktifnya dalam bentuk serbuk kering yang akan tertarik masuk ke
paru-paru saat menarik napas (inspirasi). Kesalahan yang umum terjadi pada
penggunaan turbuhaler adalah tidak membuka tutup, tidak memutar searah jarum jam
atau berlawanan arah jarum jam, tidak menahan napas, dan pasien meniup turbuhaler
hingga basah. Selain itu, inspirasi yang kuat pada anak kecil (< 5 tahun) sulit
dilakukan, sehingga deposisi obat dalam sistem respiratori berkurang. Anak usia > 5
tahun, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah dilakukan, karena kurang
memerlukan koordinasi dibandingkan dengan MDI sehingga dengan cara ini deposisi
obat didalam paru lebih besar dan lebih konstan dibandingkan dengan MDI tanpa
spacer. Penggunaan inhaler jenis DPI (Dry Powder Inhaler) ini tidak memerlukan
spacer sebagai alat bantu, sehingga lebih praktis untuk pasien. Beberapa jenis inhaler
bubuk kering yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu diskus, turbuhaler, dan
handihaler.

Mouthpiece

Saluran inhalasi Reservoir

Pengatur dosis
Pemutar dosis

Pemutar

Gambar 3. DPI

7
B. Nebulizer

Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat
yang telah diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk
anak-anak, usila dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis
nebulizer berupa kompresor dan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam
menggunakan nebulizer, karena pasien cukup bernapas seperti biasa dan kabut obat
akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Satu dosis obat akan terhirup habis tidak
lebih dari 10 menit. Contoh produk yang bisa digunakan daengan nebulizer: Bisolvon
solution, Pulmicort respules, Ventolin nebulas. Anak-anak usia kurang dari 2 tahun
membutuhkan masker tambahan untuk dipasangkan ke nebulizer

Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati
bronkospasme akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan sesak napas dan
epiglottis

Keuntungan nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada


tempat/sasaran aksinya seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis
yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik.
Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih
cepat daripada rute lainnya seperti: subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui
nebulizer telah lembab, yang dapat membantu mengeluarkan sekresi bronkus.

Alat nebulizer dapat mengubah obat berbentuk larutan menjadi aerosol secara
terus-menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau
gelombang ultrasonik. Aerosol merupakan suspensi berbentuk padat atau cair dalam
bentuk gas dengan tujuan untuk menghantarkan obat ke target organ dengan efek
samping minimal dan dengan keamanan dan efektifitas yang tinggi. Partikel aerosol
yang dihasilkan nebulizer berukuran antara 2-5 μ, sehingga dapat langsung dihirup
penderita dengan menggunakan mouthpiece atau masker. Berbeda dengan alat MDI
(Metered Dose Inhaler) dan DPI (Dry Powder Inhaler) dimana alat dan obat
merupakan satu kesatuan.

8
Ada dua jenis nebulizer yang umumnya sering digunakan:

1) Nebulizer jet : menggunakan jet gas terkompresi (udara atau oksigen) untuk
memecah larutan obat menjadi aerosol.
2) Nebulizer ultrasonik : menggunakan vibrasi ultrasonik yang dipicu secara
elektronik untuk memecah larutan obat menjadi aerosol.

II.5 CARA PEMAKAIAN TERAPI INHALASI


a. Inhaler
Cara penggunaan alat terapi inhalasi yang tepat tergantung pada tipe alat terapi
yang digunakan oleh pasien, maka pasien harus mengetahui dan memahami langkah-
langkah yang tepat dalam menggunakan alat terapi inhalasi yang mereka gunakan.
Tahapan cara penggunaan inhaler memiliki langkah-langkah penting untuk menilai
tepat/tidak tepat penggunaan inhaler pada pasien tersebut.
Tabel 1. Cara pemakaian Inhaler
MDI MDI dengan spacer DPI
Membuka tutup inhaler Membuka tutup inhaler Putar dan buka tutupnya
Memegang inhaler tegak Memegang inhaler tegak Posisi inhaler tegak lurus
lurus lurus
dan mengocok tabung dan mengocok tabung inhaler memutar pegangan dan
inhaler putar kembali sampai
terdengar klik
Bernapas dengan pelan Memasang inhaler tegak Bernapas dengan pelan
lurus dengan spacer
Meletakkan mouthpiece Meletakkan mouthpiece Meletakkan mouthpiece
diantara gigi tanpa diantara gigi tanpa diantara gigi tanpa
menutupnya tanpa menutupnya tanpa menutupnya tanpa menutup
menutup bibir hingga menutup bibir hingga bibir hingga mouthpiece
mouthpiece tertutup rapat mouthpiece tertutup rapat tertutup rapat
Mulai inhalasi pelan Pertahankan posisi inhaler -
melalui mulut dan tekan dan tekan canister
canister
Melanjutkan inhalasi dan Melakukan inhalasi dan Inhalasi dengan kuat dan
menahan napas ekshalasi secara normal dalam

9
sampai 10 detik untuk 4 kali napas
Ketika sedang menahan Mengeluarkan inhaler dari Mengeluarkan inhaler dari
napas, keluarkan inhaler mulut mulut
dari mulut
Ekshalasi dengan pelan Ekshalasi dengan pelan dari Ekshalasi dengan pelan dari
dari mulut mulut mulut
Menutup kembali inhaler Menutup kembali inhaler Menutup kembali inhaler
Berkumur – kumur setelah Berkumur – kumur setelah Berkumur – kumur setelah
menggunakan inhaler menggunakan inhaler menggunakan inhaler

b. Nebulizer
Nebulizer terdiri dari beberapa bagian yang terpisah yang terdiri dari generator
aerosol, alat bantu inhalasi (masker, mouthpiece) dan obatnya sendiri. Masker dan
mouthpiece pada nebulizer memiliki beberapa ukuran yang dapat disesuaikan untuk
penggunaanya pada anak-anak atau orang dewasa, sehingga diharapkan jika
menggunakan masker atau mouthpiece dengan ukuran yang tepat, larutan obat yang
melalui nebulizer berubah menjadi gas aerosol tersebut dapat dihirup/dihisap dengan
baik dan keberhasilan terapi yang didapatkan juga dirasakan optimal.
Berikut adalah cara untuk penggunaan nebulizer :
 Persiapan
o Tempatkan pasien pada posisi tegak/40-90 derajat yang memungkinkan
klien ventilasi dan pergerakan diafragma maksimal.

o Kaji suara napas, pulse rate, status respirasi, saturasi oksigen sebelum
medikasi diberikan.
o Kaji heart rate selama pengobatan, jika heart rate meningkat 20x per
menit, hentikan terapi nebulizer, pada pasien hamil, heart fetus harus
dikaji.
 Prosedur
o Berikan oksigen suplemen, dengan flow rate disesuaikan menurut
kondisi/keadaan pasaien, pulse oxymetri/ hasil AGD. Inhalsi katekolamin
dapat merubah ventilasi-perfusi paru dan memperburuk hipoksemia untuk
periode singkat.

10
o Pasang nebulizer dan tube dan masukkan obat ke dalam nebulizer sesuai
program (obat- obat bronchodilator ada yang berupa cairan untuk
pengobatan hirup, cairan bronchodilator sebanyak 0,3-0,5 ml.
o Ditambahkan /dicampur sejumlah normal saline steril sebanyak 1 ml
sampai 1,5 ml ke nebulizer sesuai program.
o Hubungkan nebulizer ke sumber kompresi gas, berikan oksigen 6-8
liter/menit, sesuaikan flow rate oksigen sampai kabut yang keluar sedikit
tipis, jika terlalu kuat arusnya obat dapat terbuang sia-sia.

o Pandu pasien untuk mengikuti tehnik bernapas yang benar, lanjutkan terapi
sampai kabut tidak lagi produksi.
o Kaji ulang suara napas, pulse rate, saturasi oksigen dan respiratory rate.
II.6 KELEBIHAN dan KEKURANGAN TERAPI INHALASI
Penggunaan alat terapi inhalasi memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan
dan kekurangan alat terapi inhalasi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan alat terapi inhalasi
Alat Kelebihan Kekurangan
MDI 1. kecil, mudah dibawa 1. manuver sulit
2. lebih murah 2. deposisi orofaringeal besar
3. tidak perlu penyiapan obat 3. tidak semua obat ada dalam bentuk
ini
4. resiko kontaminasi minimal 4. sulit untuk dosis tinggi
MDI+spacer 1. koordinasi minimal 1. repot bagi sebagian pasien
2. deposisi orofaringeal minimal 2. lebih mahal daripada MDI
3. kurang praktis
DPI 1. koordinasi sedikit 1. perlu arus inspirasi kuat (>30L/menit)
2. tidak ada pelepasan freon 2. resiko deposisi orofaringeal
3. aktivasi dengan upaya napas 3. tidak semua obat ada dalam bentuk
ini
4. tidak perlu penyiapan 4. sulit untuk dosis tinggi
obat
5. resiko kontaminasi
minimal
Nebulizer jet 1. koordinasi minimal 1. mahal
2. dosis tinggi dapat diberikan 2. kemungkinan kontaminasi alat
3. tidak ada pelepasan freon 3. resiko, gangguan listrik dan
mekanik
4. tidak semua obat bisa
dinebulisasi
5. perlu kompresor, tidak praktis
dibawa
6. perlu menyiapkan cairan obat
7. perlu waktu lebih lama
Nebulizer 1. koordinasi minimal 1. mahal
Ultrasonik 2. dosis tinggi dapat diberikan 2. kemungkinan kontaminasi alat
3. tidak ada pelepasan freon 3. resiko, gangguan listrik dan mekanik

11
4. tidak berisik 4. tidak semua obat bisa dinebulisasi
5. waktu relatif singkat 5. ukuran besar, tidak praktis
dibawa
6. perlu menyiapkan cairan obat
7. perlu waktu lebih lama

II.7 ZAT UNTUK TERAPI INHALASI


Pada terapi inhalasi dapat digunakan beberapa jenis zat untuk terapi, seperti β2
agonis, kortikosteroid, antikolinergik, dan antihistamin. Keuntungan dari pemberian
zat-zat ini adalah dapat memberikan efek bronkodilator yang maksimal dan lebih baik
dari cara pemberian lain, dengan efek samping sistemik yang minimal.
Berikut ini adalah beberapa contoh obat-obatan untuk terapi inhalasi :
Tabel 3. Contoh obat terapi inhalasi
Nama Obat Kandungan Jenis obat Penggunaan
Beklometason Beklometason dipropionat 50 mcg/semprot Inhalasi MDI
dipropionat Beklometason dipropionat 200 mg/dosis, laktosa qs Inhalasi DPI
Budesonid Budesonid 100 mcg, 200 mcg/semprot Inhalasi MDI
Budesonid 100 mcg Inhalasi DPI

Budesonid 0,25 mg, 0,50 mg/ml Inhalasi nebulizer

Budesonid 80 mcg/160 mcg, formoterol fumarat 4,5


mcg Inhalasi DPI
Fenoterol Fenoterol HBr 0,2 mg/dosis Inhalasi MDI
Fenoterol HBr 0,05 mg, Ipatropium Br 0,02 mg Inhalasi nebulizer

Fenoterol HBr 1,0 mg/ml Inhalasi nebulizer


Flutikason propionat Flutikason propionat 0,5 mg/2 ml Inhalasi nebulizer
Flutikason propionat 50 mcg, salmeterol sinapoat 25
mcg Inhalasi MDI
Heptaminol asefilinat Heptaminol asefilinat 500 mg Tablet Oral
Ipatropium Ipatropium bromida 0,02 mg Inhalasi MDI
Ipatropium bromida 0,25 mg/1 ml Inhalasi nebulizer
Ketotifen Ketotifen 1 mg/tablet, 1 mg/5 ml sirup Sirup,tablet Oral
Metaproterenol Metaproterenol sulfat 0,75 mg/dosis Inhalasi MDI
Metaproterenol sulfat 2 mg/ml, 20 mg/tablet Sirup,tablet Oral
Natrium kromoglikat Natrium kromoglikat 5 mg Inhalasi MDI+spacer
Nedocromil Natrium nedokromil 2 mg/inhalasi (aerosol) Inhalasi MDI
Natrium nedokromil 2 mg/inhalasi (aerosol) Inhalasi MDI+spacer
Prokaterol Prokaterol HCl Inhalasi MDI
Prokaterol HCl 50 mcg, 25 mcg, 5 mcg/ml Sirup,tablet Oral
Salbutamol Salbutamol 100 mcg/takar Inhalasi MDI
Salbutamol 200 mcg, laktosa 200 mg/dosis Inhalasi DPI

Salbutamol 2,5 mg/2,5ml NaCl Inhalasi nebulizer

12
Salbutamol sulfat 2 mg/5 ml Sirup Oral

Salbutamol sulfat 2 mg;4mg Tablet Oral

Salbutamol sulfat 120 mcg, Ipatropium Br 21 mcg Inhalasi MDI

Salbutamol sulfat 1 mcg,beklometason dipropionat


50 mcg Inhalasi MDI
Teofilin Teofilin etilendiamin 24 mg Inhalasi nebulizer
Teofilin anhidrat 130 mg, efedrin HCl 12,5 mg Tablet Oral
Terbutalin Terbutalin sulfat 0,25 mg;0,50/dosis Inhalasi DPI
Terbutalin sulfat Amp 0,5 mg/ml Inhalasi nebulizer

Terbutalin sulfat 1,5 mg, guaifenesin 50 mg/5 ml Sirup Oral

Terbutaline sulfat 2,5 mg Tablet Oral


Tiotropium bromid Titropium Br 18 mcg Inhalasi DPI
Zafirlukas Zafirlukas 20 mg Tablet Oral

II.8 KORTIKOSTEROID INHALASI


Kortikosteroid dapat digunakan untuk terapi inhalasi. Ini dikarenakan terdapat
kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti beclomethasone, budesonide,
flunisolide, fluticasone, and triamcinolone, yang memungkinkan untuk mengantarkan
kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim.
Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam
dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak
menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara
inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan
bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator).
Contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:
 Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 μg , 125 μg /dosis) Inhalasi
aerosol Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 μg, 2 kali sehariAnak 4-16
tahun; 50-100 μg, 2 kali sehari
 Beclomethasone dipropionate Becloment (beclomethasone dipropionate
200μg/ dosis) Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol: 200μg , 2 kali seharianak: 50-
100 μg 2 kali sehari.
 Budesonide Pulmicort (budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg / dosis) Inhalasi
aerosolSerbuk inhalasi Inhalasi aerosol: 200 μg, 2 kali sehariSerbuk inhalasi:
200-1600 μg / hari dalam dosis terbagianak: 200-800 μg/ hari dalam dosis
terbagi.

13
Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus
dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan
kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosis.
II.9 EFEK SAMPING
Penggunaan terapi inhalasi dapat memberikan efek samping walaupun
kemungkinannya minim. Macam-macam efek samping yang dapat muncul seperti
palpitasi, retensi CO2, depresi SSP, bronkospasme, glaukoma, kontaminasi
mikroorganisme bila desinfeksi kurang, kerusakan partikel pada penggunaan jenis
nebulizer yang tidak sesuai.

II.10 KESIMPULAN
Terapi inhalasi merupakan pemberian obat dalam bentuk aerosol sehingga
dapat menghantarkan obat langsung masuk ke paru-paru dan menggapai target
sasaran yaitu mukosa dan ujung reseptor neuron di dalamnya. Obat yang diberikan
dengan cara ini dapat di absorbsi secara cepat dan memiliki efek sistemik lebih
rendah. Tujuan terapi inhalasi untuk keadaan serangan yang membutuhkan
pengobatan segera, misalanya untuk mengatasi bronkospasme, mengencerkan sputum,
menurunkan hiperaktivitas bronkus dan mengatasi infeksi. Indikasi terapi inhalasi ada
dua yaitu untuk diagnostik (induksi sputum dengan NaCl 3%, uji provokasi bronkus)
dan terapi (bronkodilatasi, mukolitik, antiinflamasi) . Tidadk ada kontraindikasi
mutalk dalam pemberian terapi inhalasi, namun harus hati-hati bila pasien memiliki
alergi terhadap obat-obatan yang digunakan dalam terapi inhalasi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi, yaitu
ukuran aprtikel, gravitasi, inersia, aktivitas kinetik, ketepatan pemakaian alat maupun
obat. Terapi inhalasi memiliki beberapa jenis yaitu Meter Dose Inhaler (MDI), MDI
dengan spacer, Dry Powder Inhaler (DPI), Nebulizer. Keuntungan dari penggunaan
terapi inhalasi adalah terapi ini lebih efektif, kerja lebih cepat pada organ target dan
membutuhkan dosis obat yang lebih kecil sehingga efek samping lebih sedikit.
Kerugiannya adalah bila penggunaan tidak tepat dapat mempengaruhi keberhasilan
terapi. Selain itu bila tidak dibawah pengawasan dokter mungkin dapat terjadi iritasi
pada mulut dan gangguan pernafasan. Efek samping terapi inhalasi terjadi bila
diberikan dalam jumlah besar dan tidak diawasi dengan baik, misalnya penyempitan
pada jalan nafas, iritasi dan infeksi pada jalan nafas.

14
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Newman SP. Aerosol deposition considerations in inhalation therapy. Chest


88(Suppl. 2),152S–160S
2. Broeders ME, Vincken W, Corbetta L. The ADMIT series – Issues in
Inhalation Therapy. 7. Ways to improve pharmacological management of
COPD: the importance of inhaler choice and inhalation technique. Prim. Care
Respir. J. 20(3),338–343 (2011).

3. Bia FJ, Brady JP, Brady LW, et al. Kamus Kedokteran Dorlan. Alih Bahasa:
Harjono RM, Hartono A, Japaries W, et al. Harjono RM, Oswari J, Ronardy
DH, et al, Ed. EGC. Jakarta. 1994; 1910.
4. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiology).
Alih Bahasa: Andrianto P. Oswari J, Ed. EGC. Jakarta. 1995; 609-21.
5. Rasmin M, Rogayah R, Wihastuti R, Fordiastiko, Zubaedah, Elsina S.
Prosedur Tindakan Bidang Paru dan Pernapasan–Diagnostik dan Terapi.
Bagian Pulmonologi FKUI. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001; 59-64.
6. Setiawati A, Zunilda SB, Suyatna FD. Pengantar Farmakologi. Dalam:
Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, Ed.
Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta. 1995;
6.

15

Anda mungkin juga menyukai