TERAPI INHALASI
Pembimbing:
Disusun Oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................... 28
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi inhalasi adalah cara pemberian obat dalam bentuk partikel aerosol
melalui saluran nafas, baik saluran nafas atas dan bawah. Saluran nafas atas
dimulai dari rongga hidung dengan sinus disekitarnya, laring, faring, dan
proksimal trakea, sedangkan saluran nafas bawah dimulai dari bronkus,
bronkioli sampai ke alveoli. Target sasaran ini termasuk mukosa dan ujung
reseptor neuron di dalamnya (Pradjnaparamita, 2008).
Terapi inhalasi memegang peranan penting dalam pengobatan penyakit
respiratorius yang akut dan kronik. Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat
ke paru-paru untuk segera bekerja.Penumpukan mukus di dalam saluran
napas, peradangan dan pengecilan saluran napas dapat dikurangi secara cepat
(Djojodibroto, 2009).
Obat yang diberikan dengan cara inhalasi ini mengalami absorpsi secara
cepat karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas
pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, obat
dapat diberikan langsung pada bronkus. Keputusan untukmenggunakanterapi
inhalasimungkin didasarkan padagejala, temuan fisik, dan hasildarites
fungsiparu-paru (Supriyatno, 2010).
Jumlah obat yang perlu diberikan pada terapi inhalasi lebih sedikit
dibanding cara pemberian lainnya. Namun cara pemberian ini diperlukan alat
dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan
sering mengiritasi epitel paru. (Pradjnaparamita, 2008).
Keuntungan terapi inhalasi adalah obat langsung menuju sasaran,
awitannya cepat, diperlukan dosis yang lebih rendah untuk mendapatkan efek
yang sama, dan harga untuk setiap dosis lebih murah, efek samping obat
minimal karena konsentrasi obat didalam rendah (Laube, 2014).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
bagian percabangan yang ketujuh belas sampai ke sembilan belas yang
merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua
puluh sampai kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris
dan sakus alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan
bagian respirasi.
3
Percabangan bronkus
4
cepat, dosis obat kecil, efek samping minimal karena konsentrasi obat di
dalam darah sedikit atau rendah, mudah digunakan, serta efek terapeutik
tercapai yang ditandai dengan tampaknya perbaikan klinis (Dolovich, 2001).
Pada gambar menunjukkan mekanisme deposisi di jalan napas yaitu
berupa impaksi, sedimentasi dan difusi. Ukuran partikel akan mempengaruhi
sampai sejauh mana partikel menembus saluran napas. Partikel berukuran >
15 mm tersaring oleh filtrasi rambut hidung sedangkan > 10 mm akan
mengendap di hidung dan nasofaring. Partikel yang besar ini terutama
mengendap karena benturan inersial bila terdapat aliran udara yang cepat
disertai perubahan arah atau arus turbulen. Partikel berukuran 0,5 5 mm
akan mengendap secara sedimentasi karena gaya gravitasi sedangkan partikel
berukuran < 0,1 mm akan mengendap karena gerak Brown. Dengan demikian
untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan secara
inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran pernapasan.
Bentuk aerosol yang digunakan yaitu suspensi partikel di dalam gas, dan
partikel dalam aerosol yang mempunyai ukuran berkisar 2-10 m7 atau 1-7-
m.9
5
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya
terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi
sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan
segera dan untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya
(Rasmin, 2001).
Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme, meng-
encerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi.
Terapi inhalasi ini baik digunakan pada terapi jangka panjang untuk
menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkan obat, terutama
penggunaan kortikosteroid (Rasmin, 2001).
Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurang efek
samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau peroral, karena
dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis lainnya, dan pada bayi
yang mengalami batuk lendir, pada bayi atau anak- anak ini kemampuan
reflek batuk ini sangat lemah. Sehingga dibutuhkan terapi inhalasi ini
yang akan membantu lendir di dalam paru- paru mencair. Terapi ini biasanya
digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun
kronik, misalnya pada penyakit asma. Asma termasuk penyakit yang sering terjadi
pada anak-anak. Asthma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang
mempunyai ciri bronchospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas).
Selain asma ada batuk / pilek karena alergi adalah gangguan saluran pernafasan yang
paling umum terjadi. Banyak cara dicoba untuk mempercepat penyembuhan dan
pengurangan gejala akibat masalah ini termasuk secara inhalasi.
6
- Uji provokasi bronkus dengan metakolin
- Induksi sputum dengan NaCl 3 %.
Penggunaan terapi inhalasi dalam masalah respirasi biasanya ditujukan
untuk :
- Bronkodilatasi
- Mukolitik
- Antiinflamasi mukosa bronkus
- Antibiotik mukosa bronkus dan alveolus
- Anastesi lokal bronkus untuk tindakan bronkoskopi
Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis,
fibrosis kistik, bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang
kental dan lengket (Rasmin, 2001).
7
G. Cara Penggunaan Berbagai Terapi Inhalasi
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (Rasmin, 2001):
1. Inhaler dosis terukur (MDI, metered dose inhaler)
2. Penguapan (gas powered hand held nebulizer)
3. Inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB), serta
4. Pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator.
1. Inhaler dosis terukur (MDI/ Metered Dose Inhaler)
Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan
cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis
obat mencapai saluran pernafasan. Pada inhaler ini bahan aktif obat
disuspensikan dalam kurang lebih 10 ml cairan pendorong (propelan) dan
yang biasa digunakan adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon =
CFC) pada tekanan tinggi.
Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga di dalam tabung
(kanister) tetap berbentuk cairan. Bila canister ditekan, aerosol
disemprotkan keluar dengan kecepatan tinggi yaitu 30 m/detik dalam
bentuk droplet dengan dosis tertentu melalui aktuator (lubang). Pada ujung
aktuator ukuran partikel berkisar 35 m, pada jarak 10 cm dari kanister
besarnya menjadi 14 m, dan setelah propelan mengalami evaporasi
seluruhnya ukuran partikel menjadi 2,8-4,3 m. Dengan teknik inhalasi
yang benar maka 80% aerosol akan mengendap di mulut dan orofarings
karena kecepatan yang tinggi dan ukurannya besar, 10% tetap berada
dalam aktuator, dan hanya sekitar 10% aerosol yang disemprotkan akan
sampai ke dalam paru-paru.
Inhaler dosis terukur atau lebih sering disebut MDI diberikan dalam
bentuk inhaler aerosol dengan/tanpa spacer dan bubuk halus (dry powder
inhaler) yaitu diskhaler, rotahaler, dan turbohaler. Pada umumnya
digunakan pada pasien yang sedang berobat jalan dan jarang dipergunakan
di rumah sakit. Cara ini sangat mudah dan dapat dibawa kemana-mana
oleh pasien, sehingga menjadi pilihan utama pagi penderita asma (Rasmin,
2001).
8
MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat
dan bagian mouthpiece. Bila bagian kotak yang mengandung zat ini
dibuka (ditekan), maka inhaler akan keluar melalui mouthpiece.
a. Pemakaian inhaler aerosol.
Pemberian inhaler aerosol yang ideal adalah dengan alat yang
sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai
saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas
atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang tua.
Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai
(Rasmin, 2001).
Pemakaian inhaler aerosol tanpa ruang antara (spacer).
Menurut Kamps (2000) dan Dolovich (2001) pada cara inhalasi ini
diperlukan koordinasi anatar penekanan canister dengan inspirasi
napas. Berikut cara pemakaian inhaler aerosol tanpa ruang antara
(spacer):
1) Inhaler dikocok lebih dahulu agar obat homogen
2) Tutup inhaler dibuka inhaler dipegang tegak
3) Dilakukan maksimal ekspirasi pelan-pelan mulut inhaler diletakan
di antara kedua bibir
4) Mulut canister diletakkan diatara bibir, lalu bibir dirapatkan dan
lakukan inspirasi perlahan sampai maksimal
5) Pada waktu yang sama kanester ditekan untuk mengeluarkan obat
tersebut dan penarikan napas diteruskan sedalam-dalamnya
6) Menahan napas sampai 10 detik atau dengan menghitung hitungan
10 hitungan pada inspirasi maksimal
7) Prosedur tadi dapat diulangi setelah 30 detik sampai 1 menit
kemudian tergantung dosis yang diberikan oleh dokter.
8) Setelah proses selai jangan lupa berkumur untuk mencegah efek
samping.
Langkah-langkah di atas harus dilaksanakan sebelum pasien
menggunakan obat asma jenis MDI. Langkah di atas sering tidak
9
diikuti sehingga pengobatan asma kurang efektif dan timbul efek
samping yang tidak diinginkan. Beberapa ahli mengidentifikasi
beberapa kesalahan yang sering dijumpai antara lain kurangnya
koordinasi pada saat menekan kanister dan saat menghisap, terlalu
cepat inspirasi, tidak berhenti sesaat setelah inspirasi, tidak mengocok
kanister sebelum digunakan, dan terbalik pemakaiannya.
Kesalahankesalahan di atas umumnya dilakukan oleh anak yang lebih
muda, manula, wanita, dan penderita dengan social ekonomi dan
pendidikan yang rendah (kamps, 2000).
10
kanister dengan saat penghisapan dapat dikurangi atau bahkan tidak
memerlukan koordinasi (Ahonen, 2000).
Berikut adalah cara penggunaan Metered Dose Inhalaer (MDI)
dengan spacer:
1) Inhaler dikocok lebih dahulu dan buka tutupnya
2) Kemudian mulut inhaler dimasukan ke dalam lubang ruang antara
3) mouth piece diletakan di antara kedua bibir, lalu kedua bibir
dikatupkan, pastikan tidak ada kebocoran
4) tangan kiri memegang spacer, dan tangan kanan memegang
kanester inhaler tekan kanester sehingga obat akan masuk ke
dalam spacer,
5) kemudian tarik napas perlahan dan dalam, tahan napas sejenak,
lalu keluarkan napas lagi. Hal ini bisa diulang sampai merasa yakin
obat sudah terhirup habis.
Easyhaler
Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan
alternatif dari MDI. Komponennya terdiri dari plastik dan cincin
stainless steel dan mengandung serbuk untuk sekurang-kurangnya 200
dosis. Masing-masing dosis obat dihitung secara akurat dengan cara
menekan puncak alat (overcap) yang akan memutari silinder (metering
cylindric) pada bagian bawah alat tersebut. Cekungan dosis berisi
sejumlah obat berhubungan langsung dengan mouth piece. Saluran
udara ke arah mouthpiece berbentuk corong dengan tujuan untuk
mengoptimalkan deposisi obat di saluran napas. Terdapat takaran dosis
yang berguna untuk memberi informasi kepada pasien mengenai sisa
dosis obat. Pelindung penutup berguna untuk mencegah kelembaban.
Partikel obat yang halus (<10 ) sulit untuk melayang jauh dan
cenderung untuk menggumpal, oleh karena itu zat aktif tersebut
dicampur dengan sejumlah kecil laktosa yang berperan sebagai
pembawa. Pada easyhaler ukuran partikel laktosa cukup besar untuk
deposit di saluran napas bawah sehingga diharapkan akan jatuh di
11
orofaring. Keadaan ini mempunyai keuntungan untuk memberitahukan
pada penderita bahwa obatnya benar terhisap dengan rasa manis di
mulut (Ahonen, 2000).
12
6) masukan talam kembali, letakan mendatar dan tarik penutup
sampai tegak lurus dan tutup kembali
7) keluarkan napas, masukan diskhaler dan rapatkan bibir, jangan
menutupi lubang udara, bernapas melalui mulut sepat dan dalam,
kemudian tahan napas, lalu keluarkan napas perlahan-lahan.
8) putar diskhaler dosis berikut dengan menarik talam keluar dan
masukan kembali.
Pemakaian rotahaler.
1) Pegang bagian mulut rotahaler secara vertikal, tangan lain memutar
badan rotahaler sampai terbuka
2) masukan rotacaps dengan sekali menekan secara tepat ke dalam
lubang empat persegi sehingga puncak rotacaps berada pada
permukaan lubang
3) pegang permukaan rotahaler secara horizontal dengan titik putih di
atas dan putar badan rotahaler berlawanan arah sampai maksimal
untuk membuka rotacaps
4) keluarkan napas semaksimal mungkin di luar rotahaler, masukan
rotahaler dan rapatkan bibir dengan kepala agak ditinggikan
dengan kepala agak ditengadahkan ke belakang
5) hiruplah dengan kuat dan dalam, kemudian tahan napas selama
mungkin.
6) Lalu keluarkan rotahaler dari mulut, sambil keluarkan napas secara
perlahan-lahan.
Pemakaian turbohaler.
1) Putar dan lepas penutup turbohaler
2) pegang turbohaler dengan tangan kiri dan menghadap atas lalu
dengan tangan kanan putar pegangan (grip) ke arah kanan sejauh
mungkin kemudian putar kembali keposisi semula sampai
terdengar suara klik
3) hembuskan napas maksimal di luar turbohaler
13
4) letakkan mouth piecedi antara gigi, rapatkan kedua bibir sehingga
tidak ada kebocoran di sekitar mouth piece kemudian tarik napas
dengan tenang sekuat dan sedalam mungkin
5) sebelum menghembuskan napas, keluarkan turbohaler dari mulut.
Jika yang diberikan lebih dari satu dosis ulangi tahapan 2 5
(tanda panah) dengan selang waktu 1 2 menit pasang kembali
tutupnya.
Setelah penggunaan inhaler.
Basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini untuk
mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut
dan tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat
efek obat (terutama kortikosteroid) (Rasmin, 2001).
Cara mencuci inhaler.
Kegagalan mencuci inhaler dengan cara yang benar akan menimbulkan
sumbatan dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah/dosis obat. Cuci
bekas serbuk yang tertinggal di corong inhaler. Keluarkan bekas obat dan
basuh inhaler dengan air hangat dengan sedikit sabun. Keringkan dan
masukan kembali ke dalam tempatnya (Rasmin, 2001).
Cara untuk mengetahui inhaler sudah kosong.
Setiap inhaler telah dilabelkan dengan jumlah dos yang ada. Contoh di
bawah akan menerangkan bagaimana untuk menentukan kandungan obat
di dalam inhaler. Jika botol obat mengandungi 200 hisapan dan kita harus
mengambil 8 hisapan sehari, maka obat habis dalam 25 hari. Jika kita mula
menggunakan inhaler pada tanggal 1 Mei, maka gantikan inhaler tersebut
dengan yang baru pada/atau sebelum tanggal 25 Mei. Tulis tanggal mula
menggunakan inhaler pada botol obat untuk menghindari kesalahan
(Rasmin, 2001).
Kandungan inhaler juga boleh diperkirakan dengan cara memasukkan
botol obat ke dalam air. Kedudukan botol obat di dalam air
menggambarkan kandungan obat dalam inhaler.
14
2. Penguapan (Nebulizer)
Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol terus menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang berbentuk dihirup
penderita melalui mouth piece atau sungkup Bronkodilator yang diberikan
dengan nebulizer . memberikan efek bronkodilatasi (pelebaran bronkus)
yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan
dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang
digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol terus-
menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada
saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang
(Bertrand, 2001).
Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebuliser adalah tidak atau
sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan
tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur (misalnya salbutamol dan
natrium kromoglikat). Kekurangannya adalah karena alat cukup besar,
memerlukan sumber tenaga listrik dan relatif mahal.
Cara ini digunakan dengan memakai disposible nebulizer mouth
piecedan pemompaan udara (pressurizer) atau oksigen. Larutan nebulizer
diletakan di dalam nebulizer chamber. Cara ini memerlukan latihan khusus
dan banyak digunakan di rumah sakit. Keuntungan dengan cara ini adalah
dapat digunakan dengan larutan yang lebih tinggi konsentrasinya dari
MDI. Kerugiannya adalah hanya 50 70% saja yang berubah menjadi
aerosol, dan sisanya terperangkap di dalam nebulizer itu sendiri.
Cara menggunakannya yaitu (Rasmin, 2001):
a. Buka tutup tabung obat, masukan cairan obat ke dalam alat penguap
sesuai dosis yang ditentukan
b. gunakan mouth piece atau masker (sesuai kondisi pasien). Tekan
tombol on pada nebulizer
15
c. jika memakai masker, maka uap yang keluar dihirup perlahan-lahan
dan dalam inhalasi ini dilakukan terus menerus sampai obat habis
masker.
d. Bila memakai mouth piece, maka tombol pengeluaran aerosol ditekan
sewaktu inspirasi, hirup uap yang keluar perlahan-lahan dan dalam.
e. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai obat habis (10 15 menit).
Beberapa contoh jenis nebulizer uap antara lain:
a. Simple nebulizer
b. Jet nebulizer, menghasilkan partikel yang lebih halus, yakni antara 2
8 mikron. Biasanya tipe ini mempunyai tabel dan paling banyak
dipakai di rumah sakit. Alat ini paling banyak digunakan banyak
negara karena relatif lebih murah daripada ultrasonic nebuliser.
Dengan gas jet berkecepatan tinggi yang berasal dari udara yang
dipadatkan dalam silinder ditiupkan melalui lubang kecil dan akan
dihasilkan tekanan negatif yang selanjutnya akan memecah larutan
menjadi bentuk aerosol. Aerosol yang terbentuk dihisap pasien melalui
mouth piece atau sungkup. Dengan mengisi suatu tempat pada
nebuliser sebanyak 4 ml maka dihasilkan partikel aerosol berukuran <
5 m, sebanyak 60-80% larutan nebulisasi akan terpakai dan lama
nebulisasi dapat dibatasi. Dengan cara yang optimal maka hanya 12%
larutan akan terdeposit di paru-paru (Reiser, 2007). Bronkodilator yang
diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang
bermakna tanpa menimbulkan efek samping (Bertrand, 2001).
16
c. Ultrasonik nebulizer, alat tipe ini menggunakan frekuensi vibrator
yang tinggi, sehingga dengan mudah dapat mengubah cairan menjadi
partikel kecil yang bervolume tinggi, yakni mencapai 6 cc/menit
dengan partikel yang uniform. Besarnya partikel adalah 5 mikron dan
partikel dengan mudah masuk ke saluran pernapasan, sehingga dapat
terjadi reaksi, seperti bronkospasme dan dispnoe. Oleh karena itu alat
ini hanya dipakai secara intermiten, yakni untuk menghasilkan sputum
dalam masa yang pendek pada pasien dengan sputum yang kental. Alat
ini juga menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi dari
piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan cairan memecah
17
menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah tidak
menimbulkan suara bising dan terus menerus dapat mengubah larutan
menjadi aerosol sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan
memerlukannbiaya perawatan lebih besar.
18
H. Kortikosteroid Inhalasi
Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral,
parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-
soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and
triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke
saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian
kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam
dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak
menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan
secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral,
atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan
bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada
kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah
berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah
menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau
lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan
pertama pada serangan akut yang parah.
Contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:
a. Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 g , 125 g /dosis) Inhalasi
aerosol Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 g, 2 kali sehariAnak 4-16
tahun; 50-100 g, 2 kali sehari
b. Beclomethasone dipropionate Becloment (beclomethasone dipropionate
200g/ dosis) Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol: 200g , 2 kali seharianak:
50-100 g 2 kali sehari.
c. Budesonide Pulmicort (budesonide 100 g, 200 g, 400 g / dosis)
Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi Inhalasi aerosol: 200 g, 2 kali
sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 g / hari dalam dosis terbagianak: 200-
800 g/ hari dalam dosis terbagi.
d. Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus
dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan
19
penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan
pengurangan dosis.
Berikut adalah contoh dari penggunaan terapi inhalasi :
1. Contoh obat Nebulizer (Ventolin) dan dosis :
20
Semakin besar suatu partikel, maka akan semakin cepat pula partikel
tersebut menempel pada saluran pernapasan. Akan tetapi keadaan ini juga
tergantung pada viskositas dari bahan pelarut yang dipakai.
3. Inersia
Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air mempunyai massa
yang lebih besar daripada molekul gas di dalam saluran pernapasan.
Partikel yang ada di bronkus lebih mudah bertabrakan daripada parti.kel
yang ada di saluran pernapasan yang besar. Semakin kecil diameter
saluran pernapasan, maka akan semakin besar pula pengaruh dari inersia
gas.
4. Aktivitas kinetic
Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil dari 0,5 mikron.
Semakin besar energi kinetik yang digunakan, maka akan semakin besar
kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol dan akan semakin
mudah terjadinya kolisi dan selain itu juga akan semakin mudah partikel
tersebut bergabung.
5. Sifat-sifat alamiah dari partikel.
Sifat-sifat alamiah dari partikel ditentukan oleh tonik (osmotik). Larutan
yang hipotonik akan mudah kehilangan air akibat dari penguapan. Aerosol
elektrik yang dihasilkan oleh ultrasonik nebulizer bermuatan lebih besar
daripada mekanikal nebulizer. Pada temperatur yang panas molekul-
molekul akan mempunyai ukuran yang lebih besar dan akan mudah jatuh.
6. Sifat-sifat dari pernapasan.
Pada prinsifnya jumlah dari aerosol yang berubah menjadi cairan
ditentukan pula oleh volume tidal, frekuensi pernapasan, kecepatan aliran
inspirasi, dan apakah bernapas melalui mulut atau hidung, dan juga
memeriksa faal pernapasan pada umumnya.
21
1. Perubahan anatomi
Bagaimana efek perubahan anatomi pada awaltahun kehidupan tidak jelas.
Saluran pernapasan anak relatif lebih kecil dibandingkan dewasa sehingga
aliran udara inspirasi lebih rendah yang menyebabkan deposit obat
terutama pada saluran pernapasan sentral.
2. Kompetensi
Kompetensi atau kemampuan anak merupakan faktor sangat penting
dalam delivery obat. Anak kecil tidak mempunyai kompetensi untuk
melakukan manuver inhalasi yang kompleks. Alat/ jenis inhalasi yang
tersedia dan dipasarkan saat ini dibuat untuk orang yang bisa melakukan
inhalasi melalui mulut waktu melakukan manuver inhalasi yang kompleks,
misalnya pressured metered dosed inhalers (pMDIs). Anak sekolah sudah
dapat melakukan usaha inspirasi maksimal yang diperlukan untuk
menggunakan alat inhalasi jenis dry powder inhaler (DPI) dan hanya
sedikit yang bisa menggunakan pMDI
3. Pola pernapasan bayi
Pola pernapasan bayi dan anak akan mempengaruhi seberapa banyak
aerosol yang diinhalasi ke dalam paru-paru. Pernapasan pada bayi dan
anak menunjukkan volume pernapasan tidal yang kecil sehingga
mengurangi delivery obat, pola pernapasan bervariasi luas dengan aliran
udara inspirasi (inspiratory flow rates=IFR) bervariasi antara 0 sampai 40
L/menit. Aliran udara yang cepat akan menyebabkan deposit pada saluran
napas yang lebih proksimal.
4. Anak yang menangis mempunyai IFR tinggi dan terjadi pernapasan mulut
sehingga seharusnya akan meningkatkan delivery obat ke paru-paru.
Namun, kenyataannya jumlah obat yang diinhalasi ke paruparu berkurang
karena kurang baiknya masker muka menempel dan pada waktu menangis
pernapasan pendek dan cepat.
22
J. Beberapa zat yang terdapat pada terapi inhalasi
Beberapa zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya
adalah beta 2 simpatomimetik, seperti metaprotenolol (Alupen), albuterol
(Venolin dan Proventil), terbutalin (Bretaire), bitolterol (Tornalat), isoetarin
(Bronkosol), Steroid seperti beklometason (Ventide), triamnisolon
(Azmacort), flunisolid ( Aerobid), Antikolinergik seperti atropin dan
ipratropium (Atrovent), dan Antihistamin sebagai pencegahan seperti natrium
kromolin (Intal).
Keuntungan dari aerosol ini baik diberikan secara aerosol maupun dengan
inhaler, adalah memberikan efek bronkodilator yang maksimal yang lebih baik
dari cara pemberian lain, sementara itu pengaruh sistemiknya hampir tidak
ada. Oleh karena itu cara pengobatan ini adalah merupakan cara yang paling
optimal.
Salah satu terapi inhalasi yang paling banyak digunakan adalah terapi
inhalasi pada asma. yaitu tata laksana serangan dan tata laksana jangka
panjang. Seorang anak yang telah didiagnosis asma harus ditentukan
klasifikasinya. Berdasarkan Konsensus Nasional Penanganan Asma (KNAA)
klasifikasi asma di luar serangan adalah asma episodik jarang, episodic sering,
dan asma persisten (UKK Pulmunologi IDAI, 2000).
Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan obat pengendali (controller)
untuk tata laksana jangka panjangnya sedangkan pada asma episodik sering
dan asma persisten harus diberikan obat pengendali. Obat pengendali dari
golongan antiinflamasi yang sering digunakan adalah budesonid,
beklometason dipropionat, flutikason, dan golongan natrium kromoglikat
(UKK Pulmunologi IDAI, 2000).
Bila terjadi serangan maka digunakan obat pereda (reliever). Obat yang
sering digunakan yaitu golongan bronkodilator seperti metilsantin (teofilin),
2 agonis, dan ipratropium bromida. Obat-obat ini dapat digunakan secara
oral, parenteral, dan inhalasi, tetapi untuk metilsantin pemberian secara oral
dan intravena lebih dipilih daripada inhalasi karena obat ini menyebabkan
iritasi saluran napas.
23
Telah diketahui secara luas bahwa obat antiinflamasi yang sering
digunakan adalah golongan steroid. Mekanisme dasar asma adalah terjadinya
reaksi inflamasi sehingga pengendalian dengan obat antiinflamasi sangat
dianjurkan pada asma episodik sering dan persisten. Namun harus disadari
penggunaan kortikosteroid jangka panjang peroral atau parenteral dapat
mengganggu tumbuh kembang anak secara keseluruhan selain efek samping
lain yang mungkin timbul seperti hipertensi dan moon-face. Untuk itu
pemberian inhalasi sangat dianjurkan. Jenis terapi inhalasi yang diberikan
dapat disesuaikan dengan usia pasien dan patokan ini tidak berlaku secara
kaku. Patokan yang diajukan oleh Dolovich dan Everard di bawah ini dapat
dipakai sebagai acuan. Bagaimana sebenarnya penggunaan obat inhalasi pada
asma anak dapat diterangkan sebagai berikut:
24
penambahan ipratropium bromida akan meningkatkan FEV1 yang lebih tinggi
lagi.
Pada serangan asma yang berat, KNAA (2000), menganjurkan pemberian
2 agonis bersama-sama dengan ipratropium bromid. Pemberian cara
nebuliser untuk usia 18 bulan- 4 tahun dianjurkan menggunakan mouthpiece
daripada masker muka untuk menghindarkan deposisi obat di muka dan mata.
Apabila dengan pemberian inhalasi obat tersebut serangan asma tidak
teratasi/sedikit perbaikan maka dapat diberikan steroid sistemik. Pemberian
steroid sistemik perlu diperhatikan pada anak dengan serangan asma yang
sering karena anak ini berisiko mengalami efek samping akibat pemberian
steroid sistemik berulang kali seperti supresi adrenal, gangguan pertumbuhan
tulang, dan osteoporosis. Untuk mengurangi pemberian steroid oral berulang,
maka sebagai alternatifnya dapat diberikan inhalasi budesonid dosis tinggi
(1600 mg perhari) pada anak yang serangan asmanya tidak teratasi dengan
penanganan inhalasi 2 agonis di rumah dan mereka belum/tidak perlu
perawatan di rumah sakit (Nuhoglu, 2001).
Penggunaan obat pereda secara inhalasi pada serangan asma sangat
bermanfaat dan justru sangat dianjurkan, namun demikian penggunaannya
masih belum banyak. Hal ini dimungkinkan karena penggunaannya yang
belum banyak diketahui dan harga obat masih mahal. Hal ini berlaku bukan
hanya di Indonesia, tetapi juga berlaku di negara maju. Penggunaannya pada
orang dewasa lebih banyak dibandingkan dengan anak (Nikander, 2000;Rabe,
2000)
Penatalansanaan di luar serangan maka obat inhalasi asma hanya diberikan
apabila memerlukan obat pengendali; yang biasa digunakan adalah natrium
kromoglikat dan golongan steroid. Natrium kromoglikat menurut KNAA
diberikan apabila termasuk asma episodik sering sedangkan penggunaan
steroid dapat diberikan pada asma episodik sering dan asma persisten.
Natrium kromoglikat menunjukkan absorbsi yang tidak baik sehingga hanya
efektif bila diberikan secara inhalasi. Obat ini tersedia dalam nebuliser
25
solution, serbuk aerosol dan aerosol dengan dosis 20 mg untuk nebulizer atau
2 mg secara aerosol.
Penggunaan steroid pada asma anak masih jarang mengingat samping
yang mungkin ditimbulkan. Namun beberapa peneliti telah membuktikan
bahwa dengan penggunaan yang tepat dengan dosis, cara, dan jenis yang
sesuai maka efek samping dapat dikurangi. Penggunaan obat inhalasi yang
salah akan meningkatkan efek samping seperti jamur/kandidiasis di daerah
mulut, suara serak, dan efek lainnya. Dengan inhalasi sebagian obat juga akan
beredar ke seluruh tubuh melalui sistem gastrointestinal dan selanjutnya akan
dielimininasi melalui hati sehingga dalam peredaran sistemik kadarnya
berkurang. Obat yang baik adalah yang dapat elimininasi tubuh dengan baik
artinya kadar di dalam sirkulasi menjadi kecil. Penggunaan steroid inhalasi
pada asma episodik sering dan asma persisten memerlukan waktu yang lama
dan dosis yang mungkin bervariasi. Pada awal pengobatan dapat diberikan
dosis tinggi (400-800 mg per hari) dan diturunkan secara perlahan sampai
tercapai dosis optimum untuk anak tersebut dan dipertahankan pada dosis
optimum untuk beberapa lama dan kemudian diturunkan secara bertahap
sampai pada akhirnya kalau memungkinkan tidak digunakan sama sekali.
Penggunaan waktu lama (sekitar 2-3 tahun) dengan dosis 400 mg perhari tidak
mengganggu proses tumbuh kembang anak (Allen,2000).
Untuk bayi dan anak berusia di bawah 4 tahun yang memerlukan steroid
inhalasi dapat digunakan suspensi budesonid inhalasi (pulmicort respules)
yang diberikan dengan nebulizer (Szefler, 2001).
Jadi penggunaan steroid inhalasi dapat lebih aman apabila kita mengetahui
cara penggunaannya.
26
BAB III
PENUTUP
27
serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan
ventilator.
Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya adalah beta
2 simpatomimetik, kortikosteroid, antikolinergik, dan antihistamin. Bahaya iritasi
saluran napas dan terjadinya bronkospasme serta reaksi hipersensitivitas (obat atau
vehikulum) dapat terjadi pada penggunaan terapi ini.
Efek samping dan komplikasi terapi inhalasi adalah jika aerosol
diberikan dalam jumlah besar, maka dapat menyebabkan penyempitan pada
saluran pernapasan (bronkospasme). Disamping itu bahaya iritasi dan infeksi
pada jalan napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat terjadi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Bia FJ, Brady JP, Brady LW, et al. Kamus Kedokteran Dorlan. Alih Bahasa:
Harjono RM, Hartono A, Japaries W, et al. Harjono RM, Oswari J,
Ronardy DH, et al, Ed. EGC. Jakarta. 1994; 1910.
Rab T. Ilmu Penyakit Paru. Qlintang S, Ed. Hipokrates. Jakarta. 1996; 674-81.
29