Anda di halaman 1dari 10

Pengkhotbah

Pdt. Surya Harefa

Perikop
Keluaran 19:1-25

Ringkasan Khotbah

Kitab Keluaran dapat dibagi menjadi 3 bagian:

1. bangsa Israel di Mesir,


2. keluar dari Mesir dan dituntun di padang gurun, dan
3. berkemah di lembah depan Gunung Sinai.

Pasal 19 ini masuk bagian ke-3 dimana Tuhan menyuruh Musa untuk menyampaikan 3 hal
kepada bangsa Israel:

1. Tuhan menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang telah menyatakan perbuatan baik kepada
bangsa Israel dengan menghukum bangsa Mesir dan menuntun bangsa Israel keluar dari
Mesir. Seumpama induk rajawali menuntun anaknya untuk belajar terbang, Tuhan
mendukung bangsa Israel di sayap-Nya (Keluaran 19:4, Ulangan 32:11-12). Ada kalanya
Tuhan mengijinkan kenyamanan kita hilang dan kita merasa seolah-olah tidak ada
pertolongan Tuhan di saat genting. Dari ilustrasi ini, kita dapat belajar bahwa Tuhan tidak
tinggal diam. Pada saat yang tepat, Tuhan akan menolong seperti induk rajawali
menolong anaknya. Tuntunan Tuhan seringkali berbeda dengan yang kita
harapkan/bayangkan. Tetapi, justru tuntunan Tuhan akan membuat kita lebih dewasa dan
bertumbuh. Jika ada di antara kita yang sedang dalam pergumulan, marilah kita
mengingat dan meyakini bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang jauh lebih
dashyat dari induk rajawali.
2. Kerinduan Tuhan adalah untuk menjadikan kita sebagai harta kesayangan, kerajaan imam
dan bangsa yang kudus (Keluaran 19:5-6). Hal tersebut dapat diwujudkan jika kita
sungguh-sungguh mendengarkan Firman Tuhan dan berpegang pada perjanjian Tuhan
(ayat 5). Tuhan akan menjaga dan merawat kita dengan baik karena kita adalah harta
kesayangan-Nya. Dalam suatu kerajaan, biasanya hanya ada beberapa imam yang
bertugas menjadi perantara antara rakyat biasa dengan Tuhan. Namun, dalam kerajaan
imam, semua rakyat menjalankan fungsi sebagai imam. Kita dapat langsung berhubungan
dengan Tuhan melalui doa karena kita adalah imam. Karena itu kita juga bertugas untuk
mendoakan kebutuhan orang lain terutama orang yang belum percaya. Bangsa yang
kudus artinya dikhususkan/dipisahkan untuk Tuhan, bukan berarti tidak melakukan dosa
sama sekali. Kita harus berbeda dengan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan.
Tuhan rindu agar kita menjadi bangsa yang mementingkan hal yang rohani, dan
mempergunakan harta, talenta, dan waktu kita untuk kemuliaan nama Tuhan. Mari kita
mengingat status kita dan berusaha untuk tampil beda dari bangsa-bangsa yang tidak
percaya Tuhan.
3. Tuhan memberikan penawaran kepada bangsa Israel tanpa paksaan. Ketika bangsa Israel
bersedia mengikat perjanjian (ayat 8) dan melakukan kehendak Tuhan maka Tuhan
berkenan menjumpai bangsa Israel di gunung Sinai pada hari yang ketiga yang disertai
dengan tanda-tanda alam yang dashyat. Ada tuntutan Tuhan supaya mereka
mempersiapkan diri sebelum bangsa Israel dapat mengalami hak istimewa untuk melihat
pernyataan diri Tuhan (Keluaran19:9-10). Tuhan juga rindu agar kita dapat memiliki
pengalaman yang ajaib bersama Tuhan. Untuk itu, kita harus menguduskan diri secara
rohani. Ada 2 prinsip yang dapat diterapkan dalam hal ini: pertama, mari kita mengatur
kehidupan/jadwal kita supaya hari minggu kita dapat beribadah bersama-sama dengan
orang-orang percaya dan merasakan hadirat Tuhan. Kedua, kita mempersiapkan diri
untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Kita tidak tahu kapan
Tuhan Yesus akan datang kembali, karena itu kita harus siap sedia setiap saat dengan
mempersiapkan diri dan mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan.

Pengkhotbah
Pdt. Surya Harefa

Perikop
Keluaran 20:4-6

Ringkasan Khotbah

Titah kedua yang menyatakan agar kita tidak menyembah Tuhan secara sembarangan berisi 2
larangan:

1. Larangan membuat patung untuk disembah. Tuhan tidak melarang membuat patung
(contoh: Bilangan 21:8). Larangan ini berlaku bagi hal membuat patung yang tujuannya
untuk disembah. Keluaran 32:2-4: Yang pertama kali melanggar titah kedua ini ternyata
Harun, kakak dan juru bicara Musa sendiri, yang ditetapkan sebagai imam. Kita yang
sudah percaya pun bisa jatuh ke dalam dosa ini dan akibatnya adalah murka Tuhan yang
luar biasa artinya Tuhan tidak kompromi akan dosa. Patung untuk disembah dibuat
berdasarkan pengertian dan imajinasi pembuat mengenai Allah sedangkan tidak ada
orang yang pernah melihat rupa-Nya. Jadi bila seseorang menggambarkan Tuhan
berdasarkan pengertian dan imajinasinya, itu pasti penggambaran tentang Tuhan yang
salah. Yohanes 4:24: karena Allah adalah Roh maka tidak bisa digambarkan dengan
benda seperti patung yang berwujud. Dari esensi ini kita bisa mengerti bahwa meski kita
tidak membuat patung pun, bisa saja kita melanggar titah kedua ini. Segala sesuatu
bentuk penyembahan yang berdasar pada imaginasi kita itu adalah pelanggaran akan titah
kedua. Contoh: doa orang yang meminta Tuhan menampakkan diri bila benar-benar ada,
atau doa janji serius melayani kalau Tuhan menyatakan diri, dsb. Sebaiknya kita berdoa
supaya Tuhan menolong mata rohani kita agar bisa melihat Tuhan.
2. Larangan menyembah dan beribadah kepada patung. Kita harus beribadah, yaitu
menyembah dan melayani Tuhan. Tapi aspek kedua ini mengajak kita untuk lebih jauh
lagi, yaitu untuk menyembah dan melayani Tuhan dengan tidak sembarangan. Dengan
adanya patung dapat membantu kita untuk mengimajinasikan Tuhan sehingga lebih
mudah menyembah tetapi Tuhan ingin kita menyembah-Nya sesuai dengan cara yang
Tuhan inginkan. Allah kita adalah Allah yang cemburu (Keluaran 20:5). Ada 2 jenis
cemburu, yaitu cemburu tanpa alasan tepat, dan cemburu dengan alasan tepat. Cemburu
yang dimiliki Allah adalah cemburu dengan alasan tepat, cemburu kudus, benar, yang
hanya dimiliki Allah. Patung sebagus apapun tidak mungkin menggambarkan Allah dan
jauh lebih rendah dari keberadaan Allah sesungguhnya. Kalau kita menyembah patung,
kita merendahkan Allah. Itulah sebabnya Allah cemburu. Keluaran 20:5: murka Tuhan
sedemikian besar atas pelanggaran ini dan Tuhan bahkan mengatakan bahwa orang yang
menyembah patung adalah orang yang membenci Dia. Jangan menyembah dan melayani
Tuhan sesuka hati, tetapi kita harus terus mengoreksi diri akan pengertian yang kurang
sempurna mengenai Tuhan atau pelayanan yang tidak sesuai dengan keinginan Tuhan.

Pemahaman dan penyembahan yang salah terhadap Allah akan diteruskan dari generasi ke
generasi sehingga bisa dimengerti tentang bagian mengenai murka Tuhan sampai ke keturunan
keempat. Tetapi di sisi lain dinyatakan tentang kemurahan Allah yang menunjukkan kasih setia-
Nya kepada beribu-ribu orang yang mengasihi-Nya dan berpegang pada perintah Tuhan.
Kemurahan Allah jauh lebih besar, tinggi dan dalam dibanding kecemburuan Allah. Itulah
sebabnya kita bisa diampuni Allah. Mari kita memelihara titah kedua dengan cara mengasihi
Tuhan dan berpegang pada perintah-Nya bukan karena Allah cemburu dan akan murka, tapi
karena Allah adalah Allah yang menunjukkan kasih setia-Nya kepada kita. Sudahkah kita
menyembah dan melayani Tuhan baik secara pribadi maupun bersama-sama di gereja?

Pengkhotbah
Pdt. Surya Harefa

Perikop
Keluaran 20:7

Ringkasan Khotbah

Titah ketiga ini melarang untuk menyebut nama “TUHAN”, Allah kita, dengan sembarangan.
Nama “TUHAN” adalah penggambaran dari sifat Allah, nama Tuhan harus dikuduskan,
dimuliakan dan dijunjung tinggi sebagai yang teramat kudus dan suci.

Penerapan titah ketiga ini:

1. Dalam ungkapan sehari-hari. Tidak boleh mengucapkan nama Tuhan secara basa-basi
atau sembrono karena itu artinya mendukung kepalsuan kita/membohongi diri kita
sendiri. Para ahli alkitab sekarang menyebut nama Tuhan ini dengan nama Yahweh
(Ibrani: YHWH). Ketika kita menyebut nama Tuhan secara teologis seperti “puji Tuhan”,
“Tuhan memberkati”, kita harus mengucapkannya dengan sungguh-sungguh sebagai
ungkapan kerinduan hati kita.
2. Sumpah/janji. Dalam Matius 5:34, Ulangan 6:13, Ibrani 6:16, jelas ditekankan bahwwa
kita tidak boleh bersumpah dusta. Alkitab tegas melarang sumpah dusta yang merupakan
suatu dosa. Penilaian secara positif terhadap sumpah/janji yaitu kita boleh bersumpah jika
kita sungguh menyatakannya sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
3. Dalam ibadah. ketika kita menyanyi atau berdoa dan menyebut nama Tuhan tidak dengan
ketulusan hati sehingga ini merupakan peluang pelanggaran titah ketiga tanpa kita sadari.
Di sisi lain, ketika kita memuji Tuhan dan berseru kepada-Nya dalam doa dan ucapan
syukur, kita harus benar-benar memahami dan berpegang pada konsep bahwa Tuhan
Yesus yang terutama dan di atas segala-galanya dalam hidup kita.

Keluaran 20:7: Tuhan tidak berkenan kepada orang yang menyebut nama-Nya dengan
sembarangan. Pelanggaran akan titah ketiga ini akan mendatangkan hukuman yang tertentu.
Apakah kita sudah serius melakukan aspek positif dari titah ketiga ini? Mari kita mengaku dosa
dan meminta ampun bila kita telah melanggar titah ini dan menggunakan nama Tuhan dengan
sikap hormat sehingga kita dapat membawa hormat dan kemuliaan bagi nama-Nya.

Pengkhotbah
Pdt. Surya Harefa

Perikop
Keluaran 20:8-11

Ringkasan Khotbah

Kita perlu mengatur kehidupan kita dan meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang
penting dalam hidup kita. Ada 4 hal mengenai hari Sabat yang ditegaskan dalam Ulangan 5:12-
15 dan Keluaran 20:8–11:
1. Ingat dan kuduskan hari Sabat (Ul 5:12, Kel 20:8). Selain mengingat hari Sabat, kita juga
diperintahkan untuk menguduskan hari Sabat dengan memisahkan, membedakan,
mengkhususkan hari Sabat untuk Tuhan. Hari Sabat bagi bangsa Israel adalah Jumat malam
sampai Sabtu malam, namun bagi orang Kristen, hari Sabat adalah hari pertama, yaitu hari
Minggu. Mengapa berbeda? Orang Kristen merayakan hari Sabat pada hari Minggu karena
mengikuti perubahan yang dilakukan oleh Tuhan. Walaupun tidak ada ayat Firman Tuhan yang
mengatakan hal itu secara eksplisit, namun ada banyak ayat-ayat yang mencatat peristiwa-
peristiwa yang membuat kita mengambil kesimpulan tersebut, seperti kebangkitan, penampakan
Tuhan Yesus setelah kebangkitan, dan hari Pentakosta pada hari Minggu. Tuhan Yesus
memberikan Paskah yang baru dengan makna yang baru dengan membedakan dan
mengkhususkan hari Minggu dengan hari-hari yang lain. Peristiwa-peristiwa yang sangat penting
dalam kekristenan dan berakar dari bangsa Yahudi diberi makna baru dan terjadinya juga di hari
yang baru, sehingga kita dapat mengambil kesimpulan hari Sabat orang Kristen telah mengalami
perubahan oleh Tuhan. Kita harus meluangkan waktu hari Minggu untuk hari Sabat.

2. a. Bekerja dengan segenap hati (Ul 5:13, Kel 20:9). Orang Kristen harus mau bekerja
dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan mengerjakan segala bagian pekerjaannya (Kolose
3:23, Efesus 4:25: standar bekerja orang Kristen). Menurut Max Weber, etika kerja orang Kristen
telah membuat negara Eropa yang dipengaruhi etika kekristenan lebih maju dibandingkan
dengan negara Eropa yang dipengaruhi pengajaran komunis. Malas bekerja merupakan
pelanggaran titah ke-4.
b. Maksimal bekerja 6 hari seminggu (Ul 5:13, Kel 20:9). Apabila kita melanggar maka ada
kerugian yang lebih besar dibandingkan dengan keuntungan. Contohnya generasi yang lahir
setelah perang dunia ke-2 di Jepang bekerja keras membangun Jepang, namun ada juga akibat
negatif seperti banyak orang yang stres dan bunuh diri, banyak keluarga berantakan, rendahnya
tingkat kebahagiaan. Hal ini terjadi karena mereka melanggar batasan yang Tuhan buat. Mari
kita bekerja keras, namun ada batasannya yaitu hari Minggu.

3. Pedoman mengisi hari Sabat (Ul 5:14, Kel 20:10). Tujuan utama kita berhenti dari rutinitas
dan beristirahat di hari Minggu supaya hari itu dikhususkan untuk Tuhan. Hari Minggu
merupakan hari untuk kita menyembah dan melayani Tuhan bersama-sama orang percaya di
gereja. Karena seluruh hidup kita adalah milik Tuhan, seharusnya setiap hari kita beribadah dan
melayani Tuhan. Tetapi Tuhan menurunkan standar tuntutan-Nya itu dan mengijinkan kita untuk
bersama-sama beribadah dan melayani di gereja hanya di hari Minggu.

4. Alasan dan dasar mengingat hari Sabat (Ul 5:15, Kel 20:11): penciptaan, penyelamatan dan
berkat Tuhan. Perintah untuk mengingat hari Sabat adalah untuk kebaikan kita sehingga kita
menyadari bahwa segala berkat berasal dari Tuhan dan bersyukur. Kita mengingat Tuhan sebagai
Pencipta kita yang telah menyelamatkan kita dari perbudakan dosa supaya kita menjadi anak-
anak-Nya. Mari kita mempergunakan hari Minggu untuk mensyukuri berkat Tuhan.

Pengkhotbah
Pdt. Surya Harefa

Perikop
Keluaran 20:12

Ringkasan Khotbah

I. Bagian Perintah: ‘Hormatilah ayahmu dan ibumu’. Menghormati adalah sikap dan tindakan
dari seorang anak terhadap orangtua. Ada beberapa aspek dalam menghormati, yaitu:

① Dalam bahasa Ibrani, hormat berarti menjadi berat, membuat berat. Menjadi berat berarti
menjadi lambat, tidak cepat-cepat, tidak sembrono, tidak sembarangan melainkan sopan tehadap
ayah dan ibu. Dalam penerapan kita tidak sembarangan berbicara melainkan memikirkan dulu
apa yang pantas disampaikan oleh anak kepada orangtua. Sebaiknya kita memilih, merenungkan
kata-kata yang pantas. Jangan memandang rendah orang tua terutama saat kita memiliki tingkat
pendidikan atau kekayaan yang lebih baik dari mereka. Jangan mengutuk, mengharapkan hal-hal
yang buruk atau berbicara hal-hal yang jahat kepada orang tua. Semuanya itu adalah pelanggaran
berat terhadap titah 5 dan di masa PL hal itu bisa dihukum mati. Marilah koreksi diri, sikap,
perkataan dan tindakan terhadap orang tua. Walaupun mereka kurang baik, jahat bahkan kejam,
tetapi kita harus berjuang untuk tetap sopan tanpa memandang kondisi mereka.

② Dalam bahasa Yunani, membuat/menganggap berat berarti menghargai, memberi harga.


Seorang anak harus menganggap orang tuanya berharga, benilai, berbobot dan hal ini meliputi
keberadaan, pandangan, nasehat dan kebiasaan. Dalam penerapannya kita menghargai setiap
perbedaan kebiasaan dan pandangan, serta jangan menganggap remeh pendapat orang tua yang
berbeda dengan kita. Menganggap berharga juga berarti memelihara orang tua, sebab mereka
adalah media yang Tuhan pakai dan atur untuk menghadirkan, mengasuh dan membesarkan kita
di dunia. Sehingga saat orang tua tidak dapat melakukan apa-apa lagi, maka kita harus
memelihara mereka. Jangan menghindari tanggung jawab untuk memelihara orang tua dengan
dalih kepentingan kita. Perbedaan budaya antara Jepang dan Indonesia tentang hal merawat
orangtua, haruslah disepakati sebelum menikah melalui konseling pernikahan.

③ Menghormati berarti taat (Efesus 6:1-2). Ketaatan satu langkah lebih maju dari menghargai,
yakni taat pada apa yang kita hargai. Dengan kata lain kita harus mau melakukan apa yang
diminta atau diperintahkan. Ada beberapa batasan dalam aspek ketaatan, yaitu:
a. Firman Tuhan (Kis. 5:29). Kita tidak harus melakukan perintah orang tua yang bertentangan
dengan Firman Tuhan. Namun hal ini bukan menjadi batasan dalam sikap sopan dan
menghargai. Walaupun tidak melakukan perintah tetapi harus menjaga sikap sopan dan
menghargai mereka. Contohnya orang tua yang belum percaya Yesus dan memberikan perintah
yang tidak sesuai Firman Tuhan harus tetap dihormati, dihargai dan dipelihara.
b. Orang tua harus mengajar anak-anak untuk menghormati mereka dengan contoh yang benar.
Jadilah orang tua yang mudah dihormati dan dihargai oleh anak-anak. Miliki kualitas yang tinggi
dan baik sehingga anak-anak bisa hormat dan taat pada orang tua. Berilah contoh yang baik
untuk setiap perintah yang diberikan dan kondisikan diri agar mudah dihormati oleh anak-anak.
c. Orang tua harus memperhatikan kondisi dan tahap perkembangan anak. Ketaatan anak kepada
perintah orangtua menyesuaikan dengan pertumbuhan mereka. Bayi dan balita harus memiliki
ketaatan mutlak pada perintah orangtua. Namun ketika beranjak remaja dan dewasa maka
ketaatan penuh akan berkurang, kemudian diganti dengan kemampuan mengambil keputusan
sendiri. Jadi jangan sampai anak-anak mengalami ketergantungan pada orang tua.

II. Janji Tuhan: ‘supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu’.
Dibalik perintah yang sulit untuk dilakukan, ada janji Tuhan yang indah. Hormat pada orang tua
akan memperoleh umur panjang yang bahagia. Keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat. Anak anak yang bisa menghormati orang tua, akan memiliki hubungan baik dengan
sesama, termasuk menghormati atasan dan pimpinan dalam masyarakat. Hubungan baik dengan
sesama akan membawa kedamaian dengan orang-orang disekeliling, tidak memiliki musuh
sehingga dapat menikmati umur panjang dengan bahagia.

Pengkhotbah
Pdt. Surya Harefa

Perikop
Keluaran 20:13

Ringkasan Khotbah

Dasa titah ke-6 memuat larangan yang sangat pendek yaitu “jangan membunuh” tetapi
mempunyai cakupan yang luas. Larangan membunuh ini bukan artinya tidak boleh membunuh
semua makhluk hidup tetapi hanya berlaku untuk manusia. Walaupun begitu harus diingat bahwa
Tuhan memerintahkan manusia untuk mengusahakan dan memelihara dunia ini artinya kita perlu
juga menjaga dan memelihara hewan dan tumbuhan di dalamnya (tidak sembarangan
membunuh) (Kejadian 2:15). Larangan ini juga tidak berlaku bagi petugas yang ditunjuk oleh
Tuhan untuk menegakkan keadilan dengan menghukum orang-orang yang melanggar perintah
Tuhan (Roma 13:4; Keluaran 21:12-17; Ulangan 20:10-18).
Larangan tidak boleh membunuh artinya kita tidak boleh membunuh sesama manusia tetapi juga
diri sendiri. Cara membunuh diri sendiri dapat dibagi 2, yaitu:
1. Secara langsung. Alasan membunuh diri bermacam-macam seperti kekecewaan, kesedihan
atau sakit hati akibat hilang pekerjaan, keadaan ekonomi yang sulit, patah hati, ataupun sakit
yang tidak sembuh-sembuh. Orang Kristen pun tidak kebal terhadap berbagai masalah seperti itu
tetapi janganlah itu menjadi alasan untuk membunuh diri. Bahkan alasan bunuh diri apapun
tidaklah diperbolehkan menurut dasa titah ke-6 ini. Kita perlu belajar dari Ayub mengenai ini.
Ayub sangat diberkati Tuhan dengan banyak harta kekayaan dan anak tetapi kehilangan
segalanya dalam satu hari saja. Bahkan istrinya tidak memihak kepadanya lagi dengan menyuruh
dia mengutuki Tuhan dan mati. Teman-temannya yang datang untuk menghibur dia akhirnya
malah menuduh dia telah berbuat dosa sehingga mengalami semuanya itu. Walaupun mengalami
kesedihan yang begitu mendalam dia tidak menyerah dan bunuh diri.
2. Secara perlahan-lahan. Ketika kita merusak tubuh kita dengan olahraga yang berlebihan atau
membahayakan (memanjat gunung berapi saat mau meletus, dsb), bekerja atau belajar berlebihan
sehingga sakit, ataupun makan makanan yang tidak sehat secara berlebihan, itu semua adalah
tindakan membunuh diri secara perlahan dan merupakan bentuk pelanggaran titah ke-6 juga.

Mengenai membunuh sesama manusia juga dapat dibagi dua yaitu:


1. Secara langsung, yang jelas adalah pelanggaran titah ke-6.
2. Secara perlahan-lahan. Ketika kita menyakiti hati orang lain dengan perkataan atau
perbuatan kita sehingga dia akhirnya sakit hati dan bunuh diri, artinya kita telah membunuhnya
secara perlahan-lahan. Ini juga adalah bentuk pelanggaran titah ke-6.

Satu hal penting yang juga berkaitan dengan titah ke-6 ini adalah hal aborsi. Manusia berusaha
menentukan sejak kapan janin di dalam kandungan disebut makhluk hidup dari segi ilmu
kedokteran dan hukum. Tetapi firman Tuhan jelas berkata bahwa janin itu adalah karya Tuhan
dan sangat dihargai oleh Tuhan (Hakim-hakim 13:7; Mazmur 139:13; Yesaya 44:2,24; Yesaya
49:1,5; Yeremia 1:5; Galatia 1:15). Memang ada keadaan khusus seperti keadaan yang
membahayakan jiwa ibu bila tidak dilakukan aborsi tetapi ini sangat jarang sekali. Jelas bahwa
tindakan aborsi adalah pelanggaran titah ke-6, tindakan yang harus kita hindari.

Mari kita taat dan setia akan dasa titah yang ada dalam firman Tuhan, belajar untuk menyerahkan
setiap masalah kepada Tuhan serta mencontoh kepada para tokoh Alkitab yang sudah
memenangkan ujian.

Pengkhotbah
Pdt. Surya Harefa

Perikop
Keluaran 20:14; Matius 5:27-28

Ringkasan Khotbah

Berzinah dalam arti harafiah berarti berhubungan seksual dengan wanita yang sudah menikah.
Kata cabul dalam alkitab dipakai dengan arti berhubungan seksual dengan wanita yang belum
menikah. Tapi kata zinah ini dalam alkitab dipakai dengan arti yang lebih luas, yaitu
berhubungan seks dengan pria yang bukan suami atau wanita yang bukan istri. Bahkan zinah
juga dipakai untuk menggambarkan waktu bangsa Israel menyembah selain Allah. Hukuman dari
pelanggaran ini adalah hukuman mati terhadap baik pria maupun wanita yang melakukan
hubungan seks dengan istri atau suami orang lain. Saat ini banyak istilah yang digunakan untuk
‘menghaluskan’ perzinahan, tetapi semua adalah usaha iblis supaya dosa kelihatan bukan dosa
malah indah, sehingga kita tertarik. Ini juga taktik yang dipakai iblis terhadap Hawa. Mari kita
sadari bahwa langgaran berzinah adalah dosa dan hukumannya adalah hukuman mati.

Titah ketujuh selain sebagai larangan, sekaligus juga adalah perintah. Yaitu kalau kita mau
berhubungan seks, harus dengan suami atau istri kita sendiri. Dalam keluarga mungkin kita
sering merasakan pria atau wanita lain kelihatan lebih baik seperti pepatah “rumput tetangga
terlihat lebih hijau”. Tetapi kalau kita tanya ke tetangga kita kemungkinan besar tetangga kita
akan berpikir hal yang sama bahwa rumput kitalah yang kelihatan lebih hijau. Dan seandainya
benar-benar terbukti bahwa rumput tetangga kita itu lebih hijau, walaupun tidak kita lihat
tentunya itu karena tetangga kita lebih berusaha merawat sehingga rumput mereka lebih baik.
Pelajaran yang bisa diambil bagi para suami yaitu perlu lebih menghargai, mengasihi dan
memelihara istrinya, dan bagi para istri yaitu suami akan kelihatan lebih bijaksana dan perhatian
bila istri-istri banyak memuji dan mau berkorban untuk suami. Hal yang penting adalah jangan
menuntut dulu, tapi berusahalah terlebih dahulu.

Untuk yang belum menikah, titah ketujuh ini adalah larangan total untuk berhubungan seks
dengan siapa saja. Yusuf adalah teladan yang baik. Dia yang dijual oleh saudara-saudaranya
sendiri sebagai budak tetapi kemudian berhasil di rumah Potifar, tidak menerima ajakan istri
Potifar untuk tidur bersama. Secara manusia, dengan dia menerima tawaran ini dapat
mengokohkan posisinya di rumah Potifar tetapi kita dapat lihat integritas iman Yusuf yang
menolak hal ini. Ketika kita menghadapi masalah, kita harus menghadapi dan tidak boleh lari,
tetapi ketika kita menghadapi tawaran untuk berzinah, kita harus lari seperti Yusuf yang lari
ketika dipaksa istri Potifar. Orang yang merasa kuat dalam hal seks justru adalah orang-orang
yang jatuh dan malah terperangkap dalam kecanduan akan dosa seks ini.

Matius 5:27-28: Orang Israel hanya memahami titah ketujuh sebagai perbuatan fisik saja tetapi
Yesus menuntut titah ketujuh ini diterapkan sampai dengan keinginan, pemikiran dan hati kita.
Beberapa cara menjaga diri dari dosa seks supaya kita tetap kudus dalam hal seks ini yaitu:
1. Ayub 31:1,9: bagian ini menuliskan standar yang ditetapkan Ayub yaitu dia membuat
perjanjian dengan matanya supaya tidak melihat wanita lain yang bukan istrinya sehingga dia
tertarik untuk melakukan hubungan seks dengan orang tersebut. Komitmen ini memang terutama
bagi pria, tetapi perlu juga kerjasama dari wanita agar tidak mengenakan pakaian yang bisa
menggoda kaum pria.

2. Kita perlu menghindari situasi berdua di tempat tertutup. Waktu istri Potifar menuduh Yusuf
berusaha menodainya, tidak ada yang membela Yusuf. Dan istri Potifar berani memaksa Yusuf
sampai memegang bajunya karena tidak ada orang lain yang melihat (Kejadian 39:11), sehingga
tidak ada saksi yang bisa membela Yusuf.

3. Menyadari bahayanya pornografi. Perkembangan teknologi (internet, dll) membuat


pornografi makin berkembang dan banyak orang terjerumus. Pornografi mengajarkan banyak hal
yang salah mengenai seks (merendahkan wanita menjadi hanya objek untuk memenuhi kepuasan
pria; mengajarkan seks sebagai sesuatu yang tidak berhubungan dengan Tuhan).

Seks sebenarnya ciptaan Allah yang sangat baik dan mulia karena dalam Kejadian 2 setelah
Allah memberkati manusia, Allah memberi perintah untuk bertambah banyak. Dan Allah sudah
menentukan setelah laki-laki dan perempuan meninggalkan orang tuanya dan bersatu dalam
pernikahan barulah seks diizinkan. Marilah kita menjaga diri baik-baik agar bisa menikmati
ciptaan Tuhan ini sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah.

Pengkhotbah
Pdt. Surya Harefa

Perikop
Keluaran 20:15; Efesus 4:28

Ringkasan Khotbah

Mencuri adalah segala perbuatan mengambil sesuatu yang bukan hak kita, bukan milik kita yang
sah. Titah yang ke-8 ini memiliki cakupan yang sangat luas, salah satunya yaitu pencurian harta
benda.

Ada beberapa point penting yang terkandung dalam dasa titah ke-8 ini yaitu: 1) Jangan mencuri.
Dalam dasa titah ke-8 ini, Tuhan melarang kita untuk melakukan perbuatan mencuri. 2) Konsep
penatalayan Allah (Mazmur 89:12, Roma 11:36, Matius 25:14-30). Konsep dasarnya yaitu
“Segala sesuatu adalah milik Tuhan”, dan Allah mempercayakan beberapa bagian kepada kita
(Matius 25:14-30). Maksud Tuhan menitipkan beberapa bagian kepada kita adalah supaya kita
memelihara dan mengembangkan apa yang dititipkan oleh Tuhan tersebut. Kita diajar supaya
kita jangan iri terhadap apa yang diberikan Allah terhadap orang lain. Kita diajarkan untuk
mengetahui apa yang Tuhan titipkan dan memelihara serta membangunnya untuk kemuliaan
Tuhan. Tuhan memberikan kebebasan kepada kita untuk mengelola semua titipan tersebut tetapi
ada tanggung jawab yang harus kita berikan kepada Tuhan. Dengan memiliki konsep dasar ini,
maka kita akan terhindar dari kemungkinan untuk melakukan dosa mencuri.

Wujud kita melakukan dasa titah ke-8 dalam Efesus 4:28 yaitu :
1. Harus mau menjadi orang yang bekerja keras dalam melakukan hal yang baik
2. Mengubah konsep dasar hidup (lihat konsep penatalanan Allah), bagaimana kita bisa
memberi sesuatu kepada orang yang berkekurangan dan tidak mencari keuntungan sendiri.

Ada beberapa kategori pencurian, yaitu : 1) Pinjaman/piutang. Apa yang dipinjam tidak
dikembalikan. 2) Waktu. tidak menggunakan waktu dengan baik. Contoh dalam hal bekerja,
bekerjalah sesuai dengan standard waktu yang telah ditetapkan. Begitu juga dalam hal beribadah,
saat beribadah pergunakanlah seluruh waktu ibadah untuk Tuhan, dst. 3) Hak. Ada hak dan ada
kewajiban dimana jika kita tidak melakukan kewajiban kita, maka ada orang lain yang tidak
mendapatkan haknya. Dengan kata lain, tidak melakukan kewajiban = mencuri hak orang lain. 4)
Selain itu ada juga berbagai bentuk pencurian, seperti dalam persembahan (persembahan khusus
dan perpuluhan). Dalam hal ini gereja memiliki 2 pandangan berbeda mengenai kewajiban
melakukan persembahan ini, wajib dan tidak wajib. Pandangan pertama (wajib) memiliki nilai
positif dari pandangan ini yaitu membentuk disiplin dalam diri kita. Pada pandangan kedua
(tidak wajib) pun ada beberapa nilai positifnya, yaitu adanya konsep persembahan harus disertai
dengan rasa syukur.

Dengan kata lain jangan memberi persembahan dengan terpaksa. Konsep segala sesuatu adalah
100% milik Allah, dimana segala sesuatu pun harus 100% untuk kemuliaan Allah. Perpuluhan
tidak wajib 10% tetapi seharusnya bisa lebih dari 10%. Begitu juga dengan waktu, bukan hanya
di gereja saja memuji dan memuliakan nama Tuhan, tetapi setiap hari kita harus memuji,
memuliakan dan menyembah Tuhan. Seperti dalam Maleakhi 3:10-11, Tuhan memberikan kunci
kebahagiaan untuk sisi ekonomi kita, jika kita melakukan kewajiban kita dengan membawa
seluruh persembahan perpuluhan untuk Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai