Anda di halaman 1dari 3

HARINGGASHON MA PASAHATHON HATA NI KRISTUS

(Berdiri Teguh di dalam Ajaran Kristus)

Psalmen 145: 17-21

Puji-pujian yang daripada Raja Daud, yang menyampaikan rasa syukurnya yang besar
dan dalam atas penyertaan Tuhan di kehidupannya. Tentu dengan demikianlah kita diminta
untuk menjadi seperti Daud yang menyanyikan atau menyerukan Tuhan atas penyertaan
dalam hidup kita hingga saat ini. Daud merupakan teladan. Kita tahu akan kisah daripada
Daud, seorang anak bungsu yang menjadi penggembala, dipilih Tuhan dan diurapi melalui
Samuel untuk menjadi raja Israel. Terlebih lagi kisah ia mengalahkan Goliath pahlawan
Filistin. Kesetiaan Daud tidaklah dapat diragukan. Dosanya dalam memperistri Bersyeba
tentu membuat Allah marah dan menghukumnya. Ia menerima dengan penuh rasa kesalahan
dibarengi akan kesetiaan kepada Allah. Ketakutannya akan Allah merupakan rasa kehilangan
yakni hidup tanpa Allah, Daud takut akan hal tersebut sebab ia telah mengecewakan Allah.
Oleh karena itulah ia menjadi gambaran akan sosok yang teladan. Bahkan dalam kitab-kitab
Raja-raja (bukanlah lagi membahas kerajaan/ pemerintahan Daud) ia menjadi perbandingan
bagi raja-raja lain bahkan Salomo putranya yang dikenal sebagai raja yang bijaksana. (1 Raj
11: 32-34) Mungkinkah kita dapat setia seperti Daud?

Menyerukan segala suka dan duka yang kita alami bersama dengan Allah yang
merupakan kunci daripada kebahagiaan. Era globalisasi mengajari kita kini untuk belajar
memahami bahwa sesuatu akan bernilai jika itu diakui. Kala kita senang tentu kita akan
menunjukkannya di dalam media sosial kita, bahkan ketika sakit maupun duka kita juga
melakukan hal demikian. Ini bukan merupakan kesalahan namun ini prospek daripada masa
kini, inilah wujud kebutuhan masa kini yakni untuk saling mengerti. Tentu dengan era ini
justru mempermudah kita untuk menyuarakan kasih Allah ke seluruh penjuru. Namun hal
demikian sulit untuk dilakukan karena ketidaksempurnan kita sendiri. Yang menjadi masalah
ialah mereka yang percaya diri menyatakannya namun sebenarnya salah atau sesat. Sesatkah
kita?

Untuk menjawab hal tersebut kita haruslah menjawab pertanyaan tentang, bagaimana
kita memahami keberadaan Allah di dalam kehidupan ini? Kita mungkin menjawabnya
bahwa kehadiran Allah terasa pada momen-momen tertentu di dalam hidup kita, baik duka
maupun suka. Kita meyakini bahwa Allah hadir di setiap waktu di kehidupan kita. Kita tidak
merasakan kehadiran Allah karena indera kita yang tumpul dan kurang untuk memahami
kehadiranNya. Sehingga apakah indera kita harus dilatih agar lebih tajam untuk merasakan
kehadiranNya? Tentu jika bisa maka lakukanlah, namun sesungguhnya jawaban dari cara
merasakan kehadiran Allah ialah dengan tindakan/ perilaku kita. Jika kita melakukan segala
kehendak Allah melalui FirmanNya, maka kita dapat merasakan kehadiranNya. Allah selalu
ada di dekat kita namun kitalah yang menghindar daripadaNya.

Dalam perikop nas ini pada ay. 1-7 ditunjukkan kepada kita bagaimana Daud
menyuarakan kemuliaan dan kebesaran Allah. Allah berperan besar dalam hidup Daud,
demikian juga di dalam hidup kita. Allah ialah kebenaran (adil) yang menebus, memulihkan
dan membenarkan kita. Dan Allah ialah pengasih, Ia mengasihi setiap ciptaanNya. (ay.17).
Seperti bangsa Israel yang selalu menjauh daripadaNya, namun Allah akan selalu hadir untuk
mereka. Berbicara akan tindakan di dalam merasakan kehadiran Allah, dalam nas ini terdapat
3 acuan yang dapat menjadi implementasi atas tindakan kita untuk merasakan kehadiran
Allah, yakni berseru, takut, dan mengasihi. (ay. 18-20) Ketiga hal inilah yang dapat dilakukan
sebagai tindakan kita di dalam merasakan kehadiran Allah. Dengan berseru atau berdoa
memanggil namaNya kita menjalin komunikasi/ hubungan. Takut kepadaNya menandakan
akan kepatuhan kita di dalam mendengarkan setiap pintaNya. Dan dengan mengasihiNya kita
disadarkan akan betapa besarnya peranan Allah di dalam hidup kita. Namun ada pertanyaan
bagi kita, antara lain:

1. Kapan sajakah kita berseru memanggilNya (berdoa)?

Pada realitasnya kita hanya berdoa, bersyukur dan menyerukan namaNya yakni ketika
kita dipenuhi dengan sukacita (keberuntungan) dan juga di kala kita benar-benar di dalam
kesusahan (membutuhkan pertolongan). Manakah lebih baik membuat doa menjadi
keharusan atau kebiasaan? Mungkin kesan dari keharusan ialah seakan-akan kita dipaksa,
namun makna dari keharusan ialah tentang keteguhan dan komitmen. Sedangkan kebiasaan
bermakna bagian daripada hidup, sehingga doa ialah bagian kehidupan kita, jika kita tidak
berdoa maka perasaan kita akan tidak enak. Kedua hal tersebut ialah baik adanya, sebab itu
kita harus membuat penyeruan, ucap syukur dan doa kepada Allah menjadi keharusan yang
dibiasakan.

2. Sungguhkan kita takut kepadaNya, sehingga kita telah benar jauh daripada dosa?

Tentu dosa tidak akan pernah jauh daripada kita, itu melingkari kehidupan kita.
Mungkin karena kita manusia yang tidak sempurna makanya kita mudah jatuh ke dalam dosa.
Tentu itu merupakan pernyataan orang yang malas, tidak memiliki semangat Kristus.
Ketakutan hadir karena ketidaktahuan, jika kita tahu apa yang terjadi dengan kita besok
mungkin kita tidak perlu berdoa tapi lebih baik menyusun rencana atau strategi untuk besok.
Sehingga sudahkah kita mengetahui/ mengenal Allah dengan cukup baik? Mari percaya
kepada Allah, berserah kepadaNya. Karena jika kita benar-benar mengenal Allah kita
bukanlah takut karena penghukuman atau kuasaNya yang besar tersebut. Melainkan kita takut
akan kehilangan Allah di dalam hidup kita, seperti Daud di dalam dosa dan
penghukumannya.

3. Seberapa besarkah cinta kita padaNya?

Berbicara tentang cinta tentu merujuk kepada nafsu yang nantinya mengikat dan
menundukkan kita. Romeo melakukan segalanya untuk dapat menemui cintanya Juliet,
walalupun kedua keluarganya berselisih. Sudahkan kita terikat dan tunduk kepada Allah,
sehingga kita mau melakukan segalanya bagi Dia. Tentu sulit karena di dunia ini banyak
orang yang kita cintai, yang mungkin membuat fokus kita kabur kepada Allah. Namun cinta
atau kasih merupakan ajaran daripada Allah (Kristus), jadi ketika kita mencintai orang lain itu
menjadi representasi kasih atau cinta kita kepada Allah, sebab Allah mengasihi seluruh
ciptaanNya. Permasalahannya ialah kita masuk kepada dunia yang hanya mementingkan diri
sendiri sehingga cinta kita menyakiti orang lain. Oleh sebab itu jika kita memang mengenal
Allah tunjukkanlah melalui kasih atau cinta yang universal layaknya Allah.

Dalam ketiga pertanyaan ini kita disadarkan akan sesungguhnya makna peribadahan atau
kehidupan kita yang selama ini. Menjawab tiga pertanyaan tersebut maka kita akan
mengetahui seberapa jauh kita telah mengenal Allah, yang kemudian merasakan
kehadiranNya di dalam hidup kita. Sehingga melalui hal tersebut kita mampu untuk
menyuarakan, menyerukan dan memberitakan kemuliaan Allah di hidup kita ini. Layaknya
Daud yang begitu setia kepada Allah hingga ajalnya. Allah telah memberikan segalanya
kepada Daud kekayaan, kekuasaan, kehormatan, sukacita, pengampunan dan segalanya.
Namun kini di dalam nas ini kita disadarkan bahwa Allah ialah segalanya bagi Daud.
Sudahkah kita demikian?

Anda mungkin juga menyukai