Anda di halaman 1dari 13

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN

TENGGOROKAN (THT)

LARYNGOPHARYNGEAL REFLUX (LPR)

Disusun oleh:

Maissy Wijayanti Chandra, S.Ked

07120090006

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE

2013
LARYNGOPHARYNGEAL REFLUX (LPR)
1.1 Introduksi
Laryngopharyngeal Reflux (LPR) adalah sebuah kondisi pada seseorang yang mengalami
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau penyakit refluks gastroesophageal, ketika
asam lambung naik ke laringofaring.

Laringofaring atau hipofaring merupakan bagian paling kaudal dari faring dan tempat di
mana tenggorokan berhubungan dengan esofagus. Laringofaring terletak inferior dari
epiglottis dan melebar hingga lokasi di mana jalur ini bercabang menjadi jalur pernapasan
(laring) dan pencernaan (esofagus). Pada titik ini, laringofaring berhubungan
langsung/menyatu dengan esophagus secara posterior. Esofagus mengalirkan makanan
dan cairan menuju lambung; sedangkan udara masuk ke laring pada bagian anterior.
Ketika menelan, makanan akan masuk ke jalurnya sedangkan aliran udara akan sementara
terhenti.
1.2 Epidemiologi
Laryngopharingeal Reflux pada umumnya lebih banyak menyerang wanita dengan usia di
atas 40 tahun, rata-rata berusia 57 tahun. Tidak ada predileksi ras tertentu. Lebih dari 55%
tidak memiliki gejala suara serak, 20-45% menunjukkan gejala rasa terbakar pada ulu
hati, regurgitasi, dan gangguan pencernaan.
1.3 Etiologi
Penyebab dari LPR di antaranya adalah:
 Menurunnya tekanan LES karena hiatus hernia, diet (lemak, coklat, mint, produk
susu, dll), tembakau, alkohol, obat-obatan (teofilin, nitrat, dopamine, narkotik,
dll).
 Motilitas esofagus yang abnormal karena penyakit neuromuskular, laringektomi,
etanol.
 Penurunan resistensi mukosa karena radioterapi rongga mulut, radioterapi
esofagus, xerostomia.
 Penurunan salivasi
 Pengosongan lambung yang tertunda/lambat karena obstruksi, diet (lemak),
tembakau, dan alkohol.
 Peningkatan tekanan intraabdominal karena kehamilan, obesitas, makan yang
berlebihan, minuman karbonasi.
 Hipersekresi asam lambung atau pepsin karena stress, obat-obatan, alkohol, diet.

1.4 Patofisiologi
Berbeda dari GERD, pada LPR sering tidak terdapat gejala rasa seperti terbakar maupun
gejala regurgitasi. Laring sangat rentan terhadap refluks dari lambung, sehingga pasien
lebih banyak mengalami gejala laringofaringeal dibandingkan gejala seperti terbakar atau
regurgitasi. Terdapat 4 jenis pertahanan fisiologis yang melindungi traktus aerodigestif
dari cedera refluks: LES (Lower Esophageal Spinchter), fungsi motorik esofageal dengan
pembersihan asam lambung, resistensi jaringan mukosa esofageal, dan spingter esofageal
atas.

Ketika keempat mekanisme perlindungan di atas gagal, maka epitel pernapasan yang
bersilia pada laring posterior menjadi rentan dan mengakibatkan disfungsi dari silia
tersebut sehingga terjadi stasis dari mukus. Akumulasi dari mukus menyebabkan sensasi
post-nasal drip dan menstimulasi “throat clearing”. Iritasi langsung dari zat refluks dapat
menyebabkan batuk dan tersedak (laringospasme) karena sensitivitas pada ujung sensorik
laring meningkat akibat inflamasi lokal. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut
menyebabkan edema pita suara, ulkus kontak, dan granuloma, kemudian menghasilkan
gejala yang berhubungan dengan LPR: suara serak, globus faringeus, dan nyeri
tenggorokan.
Refluks asam lambung diklasifikasikan menjadi:
1. Fisiologis: asimptomatik, postprandial, tanpa temuan abnormalitas
2. Fungsional: asimptomatik
3. Patologik: simptom lokal, manifestasi sekunder dari LPR
4. Sekunder

1.5 Manifestasi/Gejala Klinis


 Suara serak
 Batuk
 Globus faringeus
 Throat clearing
 Disfagia
 Nyeri tenggorokan
 Wheezing
 Laringospasme
 Halitosis

GERD LPR
Heartburn + -
Esofagitis + Jarang
Laringitis - (kecuali sangat parah) Selalu laringitis posterior
Perubahan Suara - +
Abnormalitas Spincter LES UES
Refluks Nokturnal/saat berbaring Siang hari/saat berdiri

1.6 Diagnosis
 Anamnesis
o Signifikansi dan non-spesifikasi relatif dari gejala suara serak terhadap
laringitis, biasanya laringitis bersifat ringan dan sembuh spontan. Bila
laringitis persisten, harus dicari etiologinya: infeksi virus atau bakteri, alergi,
trauma pita suara, postnasal discharge, atau LPR.
o Disfonia persisten atau progresif lebih dari 2-3 minggu membutuhkan
pemeriksaan laringofaring untuk menyingkirkan kanker dan kondisi serius
lainnya.
o Belafsky, et al mengembangkan suatu sistem penilaian diagnostik, yaitu
Reflux Symptom Index (RSI) untuk membantu dokter menilai derajat relatif
dari gejala LPR saat penilaian awal dan setelah pengobatan. Skor RSI > 13
dianggap abnormal.

 Laringoskopi
o Tanda nonspesifik iritasi dan inflamasi laring biasanya ditemukan. Meskipun
bukan tanda patognomonik, tetapi penebalan, edema, dan kemerahan yang
terkonsentrasi di laring posterior atau posterior laringitis merupakan temuan
yang umum.
o Contact granuloma
o Tepi medial pita suara tampak terdapat indentasi linear akibat edema
infraglotik difus → pseudosulkus
o Reflux Finding Score menurut Belafsky, et al:

RFS lebih dari atau sama dengan 7 pasien dianggap memiliki LPR.
 Menegakkan Diagnosis Refluks
o Pengobatan empiris dan perubahan perilaku/gaya hidup
o Observasi endoskopik dari mukosa
o Studi monitor pH
o Radiografi
o Manometri esofageal
o Pengukuran spektrofotometri
o Biopsi mukosa

1.7 Penatalaksanaan
 Edukasi pasien dan perubahan gaya hidup
o Penurunan berat badan
o Menghentikan kebiasaan merokok
o Menghindari alkohol
o Membatasi konsumsi coklat, makanan berlemak, buah-buahan asam, minuman
berkarbonasi, makanan pedas, anggur merah, kafein, dan makan terlalu malam
o Mengkonsumsi obat-obatan secara teratur dan tepat waktu (30-60 menit
sebelum makan untuk PPI)
 Medikamentosa
o PPI: Omeprazole, Esomeprazole, Lansoprazole
o H2-receptor blocker: Ranitidine, Cimetidine
o Prokinetic agents: Tegaserod, Metoclopramide, Domperidone
o Mucosal cytoprotectants: Sucralfat
 Pembedahan
o Fundoplikasi, komplet (Nissen atau Rosetti) atau parsial (Toupet atau Bore)
o Laparoskopi
o Bertujuan untuk mengembalikan kompetensi LES dan mengurangi episode
refluks
1.8 Prognosis
Tujuan dari pengobatan LPR adalah meredakan gejala dan menjaga agar efek refluks
terkontrol dengan diet dan medikamentosa. Apabila diet dan medikamentosa tidak
berhasil, maka dibutuhkan rujukan ke ahli gastroenterologi atau bedah digestif. Pada
umumnya, prognosis LPR baik apabila gaya hidup sehat dapat diterapkan dan pengobatan
dilakukan secara teratur. Namun, apabila LPR tidak terdiagnosis atau gagal terapi, dapat
terjadi komplikasi seperti edema pita suara, ulkus pita suara, pembentukan massa di
tenggorokan, perburukan asma, emfisema, dan bronkitis. LPR yang tidak teratasi juga
dapat berperan dalam pembentukan kanker pada daerah pita suara.
DAFTAR PUSTAKA

________________________. Laryngopharyngeal Reflux. CCENT [online] 2004. Available


from http://www.ccent.com/webdocuments/LPR-CCENT-document.pdf

________________________. Laryngopharyngeal Reflux. Cleveland Clinic [online] 2012.


Available from http://my.clevelandclinic.org/disorders/laryngopharyngeal-reflux-
lpr/hic_laryngopharyngeal_reflux_lpr.aspx

________________________. Laryngopharyngeal Reflux. UCDavis Health System [online].


Available from http://www.ucdvoice.org/lpr.html

Ford, Charles N. Evaluation and Management of Laryngopharyngeal Reflux. JAMA 2005;


294(12): 1534-1540. doi:10.1001/jama.294.12.1534.

Nayyar, Supreet S. Laryngopharyngeal Reflux. Slideshare [online] 2012. Available from


http://www.slideshare.net/ssnayyar/lpr-laryngopharyngeal-reflux

Simpson, C.Blake. Laryngopharyngeal Reflux Disease (LPR). UT Health Science Center


[online] 2003. Available from http://www.uthscsa.edu/oto/lpr.asp

Untalan, Frederick M. Laryngopharyngeal Reflux (LPR). Slideshare [online] 2012. Available


from http://www.slideshare.net/tongmd/laryngopharyngeal-reflux-entards

Anda mungkin juga menyukai