Anda di halaman 1dari 6

PETANI

Tubuh liatmu hitam legam


Hanya terlihat sehasta guratan putih dipunggunggmu
Kurasa itu adalah Bagian kulitmu
yang tak terkena jilatan cahaya sang raja siang

kau bertelanjang dada membelah bumi


bersusah payah hingga napasmu tersengal
berharap-harap sang alam memunculkan tanaman yang menjadi asamu
dengan segala bentuk jerih payah yang kau lakukan

oh petani,
punggungmu kini tak lagi lurus
seperti sedia kala
ketika dirimu masih sangat muda
ketika tulang-tulang persendian masih tak berulah
ketika otot-otot tak menegang sepanjang waktu
dan ketika raga tak lebih cepat lelah dari biasanya

Riuh riuh riuh


Tak ada satupun bocah berseragam ini
Yang duduk dengan tenang
Diperaduan meja belajar mereka

Bocah-bocah ini
Layaknya seorang anak yang baru saja terbebas
dari kurungan ibu tirinya
bocah-bocah ini
layaknya seekor keledai
yang terbebas dari ikatannya
ASA DI UJUNG LANGIT
Sepagi ini aku telah siap menghadapi hari-hariku
Berseragam merah putih dan memanggul tas berisikan buku
Semangat menuntut ilmu begitu terasa
Di kala mentari pagi menyiratkan senyumnya
Untukku dan sahabat-sahabatku

Langkah-langkah kecil berderap mantap


Dengan riang serta canda tawa
menyelusuri medan menuju tempat pembelajaran
tak ada terganggu rasa
meski riuh kendaraan hilir mudik
menemani langkah-langkah kecil kami

kulihat di sekeliling
segerombol pelajar cilik
berseragam merah putih
dengan tentengan tas berisikan alat tulis
bercanda ria sambil menatap jauh di ujung jalan
sebuah sekolah yang menjadi tumpuan harapan
akan asa dan mimpi-mimpi
untuk sebuah cita-cita mulia
demi bangsa dan negara

melihat mereka
tak ada bedanya
seperti halnya kami di sini
yang menatap jauh ke depan
tak hanya di ujung jalan
tapi di ujung langit sana
yang terdapat mimpi besar
meraih cita besar
sebesar upaya dan kerja keras
demi ayah bunda
serta tanah air dan juga ibu pertiwi tercinta
RIUH

riuh riuh riuh


seketika kelas begitu riuh
mendengar kabar ibunda guru
tak bisa mengajar seperti biasa

riuh riuh riuh


mendadak ruang ini menjadi riuh
setelah selembar kertas keramat
datang dari seorang guru lainnya
yang mengabarkan bahwa ibunda guru sedang sakit

ibunda guru
lekaslah lah sehat
dan benahi kelakuan bocah berseragam
dengan segala kelakuannnya ini

ibunda guru
lekaslah sehat kembali
dan berada di ruang riuh ini
untuk kembali mengajar lagi
PEMANDANGAN DI KALA SENJA SEPULANG SEKOLAH
Saat ku berjalan pulang bersama sahabat
Kupandangi alam sekitar
Sungguh elok dipandang mata
Langit senja yang kemerahan
Dihiasi awan kemerahan yang amatlah cantik
Dihiasai kawanan burung yang hendak pulang ke saran

Kucoba menerawang ke arah yang lebih jauh


Kulihat dua buah bukit
Seolah hendak menelan bulat-bulat
Sang raja siang
Hingga hanya tersisa bagian tubuh benda langit itu
Yang memancarkan sinar indahnya

Tak berhenti mata ini memandang


Banyak orang hilir mudik hendak menuju tempat peraduan
Seakan tak peduli keindahan alam di sore ini
Seakan tak mengerti akan kebahagiaan besar
Dari hal-hal kecil disekeliling
Yang kelak akan hilang
Tak berbekas
Sebagaimana hidup ini
Yang nantinya akan sirna
Tak berbekas
ULANGAN HARIAN

Ulangan harian tiba


Di saat segala persiapan dirasa sangat kurang
Belumlah cukup membaca buku
Belumlah cukup mengulas materi
Belumlah cukup latihan soal itu
Namun kau tetap datang pada detik ini

Ulangan harian
Tak bisakah kau datang esok saja
Ketika aku dan teman-temanku telah banyak membaca
Ketika aku dan teman-temanku telah banyak mengulas materi
Ketika aku dan teman-teman telah banyak mengerjakan latihan
soal

Ulangan harian
Sungguh kau tak berbelas kasihan
Kau tetap datang tanpa mengerti yang kami rasakan
Ibunda guru hanya tersenyum tipis
Melihat kami kalah telak oleh sesuatu bernama
Ulangan harian
IBU

Ibu engkau yang melahirkanku

Tanpa pamrih membesarkanku

Sunggung mulia hatimu

Galak tawa dan senyuman

Selalu menghias bibirmu

Taka da keluhan dan penyesalan

Ibu aku bertekad

Aku harus berhasil

Kalau dewasa jadi orang berguna

Agar engkau bangga dengan anakmu

Anda mungkin juga menyukai