Anda di halaman 1dari 61

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama berabad-abad manusia menganggap laut sebagai suatu permukaan
yang tidak tenang, yang mula-mula menghalangi, kemudian membantu usaha mereka
dalam menjelajah dunia. Sepanjang sejarah, ternyata manusia banyak menggunakan
lautan. Manusia menyadari bahwa laut adalah sumber daya makanan yang dapat
dipanen dengan susah payah, untuk menunjang hasil daratan dan hasil air tawar
(Odum, 1993: 401). Lautan merupakan habitat yang paling extensif untuk hidupnya
organisme. Hal ini tidak mengherankan, karena permukaan bumi kita sebagian besar (
± 71 % ) ditutupi oleh lautan.
Laut merupakan sebuah ekosistem besar yang di dalamnya terdapat interaksi
yang kuat antara faktor biotik dan abiotik. Interaksi yang terjadi bersifat dinamis dan
saling mempengaruhi. Suatu daur energi memberikan contoh nyata akan keberadaan
interaksi tersebut. Di laut terjadi transfer energi antar organisme pada tingkatan tropis
yang berbeda dengan demikian terjadi proses produksi. Hirarki proses produksi
membentuk sebuah rantai yang dikenal dengan rantai makanan. Untuk mempelajari
organisme di laut, tidak bisa diabaikan akan pengetahuan mengenai lingkungannya.
Dengan mengetahui kondisi lingkungan perairan, setidak-tidaknya kita dapat
mengetahui penyebaran dan sifat hidup dari suatu organisme. Dalam rangka
pengelolaan sumberdaya hayati perairan laut, pemahaman terhadap faktor-faktor fisik
laut dan pengaruhnya terhadap perkembangan biota laut merupakan suatu kebutuhan
yang mutlak. Faktor fisik laut, seperti cahaya, suhu salinitas, arus dan pasang surut
telah semenjak semula dipandang sebagai faktor abiotik pada ekosisitem laut yang
memiliki banyak kegunaan dalam proses kelangsungan hidup ikan, seperti
pertumbuhan dan distribusinya.
Temperatur merupakan faktor lingkungan yang dapat menembus dan
menyebar ke berbagai tempat di muka bumi. Perubahan temperatur berpengaruh
terhadap organisme yang ada di tempat tersebut, demikian pula perubahan kombinasi

1
faktor-faktor lingkungan abiotik yang ditimbulkan. Distribusi temperatur di
permukaan laut cenderung membentuk zonasi, bervariasi secara horisontal sesuai
garis lintang dan secara vertikal sesuai kedalaman. Temperatur juga penting dalam
mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Seperti kita ketahui bersama
bahwa organisme laut bersifat poikilotermik/ektotermik, artinya temperatur tubuhnya
dipengaruhi oleh temperatur masa air di sekitarnya.
Perubahan temperature dapat menyebabkan terbentuknya lapisan termoklin.
Termoklin merupakan lapisan di perairan di mana terjadi perubahan suhu yang cepat
pada arah kedalaman atau vertical. Perubahan kedalaman lapisan termoklin ternyata
mempunyai pengaruh besar terhadap produktivitas perairan. Lapisan termoklin yang
berada di perairan lebih dalam mengakibatkan terhambatnya pasokan zat hara ke
lapisan permukaan dari lapisan dalam. Sehingga berpengaruh terhadap tingkah laku
hewan dan hasil tangkapan para nelayan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah yang dimaksud buoyancy dan macam-macam buoyancy?
b. Bagaimana mekanisme terjadinya buoyancy?
c. Bagaimana stratifikasi ekologi laut?
d. Apakah yang dimaksud dengan Up Welling?
e. Apa yang dimaksud dengan termocline?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi buoyancy dan macam-macam buoyancy.
b. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya buoyancy.
c. Untuk mengetahui stratifikasi ekologi laut.
d. Untuk mengetahui pengertian dari up welling.
e. Untuk mengetahui pengertian dari termocline.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Buoyancy (Daya Apung)

2
Menurut definisi fisika, Buoyancy (daya apung) adalah daya tekan keatas dari
cairan terhadap sebuah benda yang berlawanan dengan massa benda dan efek
gravitasi. Ringkasnya Buoyancy adalah kemampuan mengapung dari sebuah benda
pada cairan tertentu (Hakim Simanjuntak, 2012).
Daya apung sangat dipengaruhi oleh perbandingan antara massa jenis benda
dan cairan. Massa jenis atau sering di sebut sebagai densitas adalah tingkat kerapatan
sebuah benda. Angka massa jenis / densitas didapat dari total massa benda dibagi
dengan total volumenya
Daya apung (buoyancy) adalah daya tekan ke atas dari fluida/cairan terhadap
suatu benda yg sebahagian atau seluruhnya dicelupkan di dalam fluida/cairan. Hal ini
terjadi karena adanya reaksi dari fluida/cairan terhadap massa/berat benda yg tercelup
ke dalam fluida. Daya apung sendiri merupakan kemampuan suatu benda yg berada
pada fluida untuk mengapung dengan massanya. Daya ini diperngaruhi oleh
perbandingan antara massa jenis benda dengan cairan. Massa jenis benda diperoleh
dari total massa benda dibagi dengan total volumenya. Daya apung sama dengan
berat air yang dipindahkan. Ukuran berat suatu benda hampir sama dengan berat air
yang dipindahkan. Bila tidak sama persis, tentu agak sama (Hakim Simanjuntak,
2012).
Sebuah benda yang tenggelam seluruhnya atau sebagian dalam suatu fluida
akan mendapatkan gaya angkat ke atas yang sama besar dengan berat fluida fluida
yang dipindahkan. Besarnya gaya ke atas menurut Hukum Archimedes ditulis dalam
persamaan :
Fa = ρ v g
Keterangan : :
Fa = gaya ke atas (N)
V = volume benda yang tercelup (m3)
ρ = massa jenis zat cair (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (N/kg)
Sebuah benda yang tercelup ke dalam zat cair akan mengalami dua gaya, yaitu
gaya gravitasi atau gaya berat (W) dan gaya ke atas (Fa) dari zat cair itu. Dalam hal
ini ada tiga peristiwa yang berkaitan dengan besarnya kedua gaya tersebut yaitu
seperti berikut.

3
a. Tenggelam
Sebuah benda yang dicelupkan ke dalam zat cair akan tenggelam jika berat

benda (w) lebih besar dari gaya ke atas (Fa). Volume bagian benda yang
tenggelam bergantung dari rapat massa zat cair (ρ).
b. Melayang
Sebuah benda yang dicelupkan ke dalam zat cair akan melayang jika berat
benda (w) sama dengan gaya ke atas (Fa) atau benda tersebut tersebut dalam
keadaan setimbang.
c. Terapung
Sebuah benda yang dicelupkan ke dalam zat cair akan terapung jika berat
benda (w) lebih kecil dari gaya ke atas (Fa) (Ahaznam, 2012).
Dalam ekosistem perairan, suatu keadaan daya apung netral seekor hewan air
dapat melayang tak bergerak di dalam air sehingga dapat menghemat sejumlah energi
pada waktu yang sama. Namun, kebanyakan hewan air memiliki ukuran struktur
jaringan yang relatif tinggi dan relatif padat sehingga daya apung netral ataupun
positif memerlukan perkembangan mekanisme daya apung yang akan memberikan
daya tekan ke atas untuk menetralkan daya tekan ke bawah dari berat hewan dalam
air.

4
2.1.1 Macam-Macam dan Faktor yang Mempengaruhi Buoyancy (Daya
Apung)
Jika daya apung sebuah benda (dalam hal ini adalah hewan air/akuatik) lebih
besar dari densitas air, maka benda akan tenggelam biasa disebut Buoyancy Negatif.
Jika lebih ringan, benda akan mengapung disebut Bouyancy Positif, dan jika sama
maka disebut Netral. Ada dua komponen yang berpengaruh. yang kaitannya dengan
daya apung.
Pertama adalah tubuh, pada dasarnya ada empat faktor tubuh yang
berpengaruh besar pada buoyancy :
1. Volume paru-paru : Semakin besar volume paru-paru, maka makin besar
daya apungnya.
2. Jumlah lemak tubuh : Semakin besar / banya volume lemaknya, maka akan
semakin besar daya apungnya. Ini menjelaskan mengapa orang gemuk
justru mudah mengapung.
3. Volume otot : Semakin besar volume otot, semakin kecil daya apungnya.
Jika anda seorang binaragawan, maka anda memiliki kecenderungan
memiliki buoyancy yang kurang positif
4. Massa tulang : Semakin besar massa tulangnya, semakin kecil daya
apungnya. Sehingga hampir semua anak-anak dan wanita memiliki
buoyancy positif

Komponen yang kedua adalah air. Air yang berdensitas tinggi (air laut) akan
membuat tubuh kita lebih mengapung dibanding dengan air yang berdensitas rendah
(air kolam renang). Oleh sebab itu, orang yang daya apungnya cenderung negatif di
kolam renang akan menjadi cenderung positif di air laut. (Hakim Simanjuntak, 2012).

2.1.2 Mekanisme Buoyancy (Daya Apung)


“Animals are denser than either fresh or sea water, and therefore tend to sink,
unless they have adaptations that give buoyancy” (R. Alexander, as qtd. in Reynolds).
Mungkin adaptasi yang paling jelas pada hewan nekton adalah kemampuannya
melayang dan bergerak dengan kecepatan tinggi dalam air. Hal itulah yang

5
diperhatikan karena merupakan ciri khas hewan nekton. Daya apung merupakan
hal yang utama diperlukan untuk hidup di epipelagik. Ini berlaku juga bagi
plankton, seperti yang telah diketahui (Daniela Wilner, 2012).
Konsep daya apung sangat ditentukan oleh berat jenis dari binatang
tersebut. Sesuatu dapat mengambang maupun tenggelam tergantung dari berat
jenisnya terhadap berat jenis air. Contohnya apabila air memiliki berat jenis
sebesar 1 kg/L dimana angka ini menunjukkan 1 liter dari air tersebut memiliki
berat sebesar 1 kg. Maka, apabila benda memiliki berat jenis lebih besar dari air
maka benda tersebut akan tenggelam, apabila berat jenis lebih rendah maka
benda akan mengapung, namun apabila nilainya sama maka benda akan
melayang tanpa tenggelam maupun mengapung. Untuk lebih jelasnya, dapat
dijelaskan melalui ilustrasi seperti dibwah ini.
Misalnya terdapat sebuah balok logam, dapat diketahui bahwa berat jenis
benda tersebut lebih besar dari air maka daya apungnya dapat dikatakan lebih
kecil dari berat atau gaya tarik kebawah sehingga benda tenggelam.

Dan apabila sebuah balok gabus diletakkan dalam air,maka benda


tersebut akan mengapung karena daya tarik berat ke bawah benda lebih kecil
dari daya tarik ke atas (daya apung) sehingga akan mengapung

6
Namun benda akan melayang seperi contohnya kubus plastik yang
memiliki berat jenis yang sama dengan air, dimana daya tarik kebawah adalah
sama dengan daya tarik ke atas

Kebanyakan hewan nekton mempunyai kerapatan yang hampir sama


dengan air laut. Walupun jaringan-jaringan hidup biasanya lebih rapat dari pada

7
air laut, tetapi ternyata hewan besar ini mempunyai daya apung secara alamiah,
karena ada bagian tubuhnya yang mempunyai kerapatan lebih rendah yang dapat
mengimbangi tingginya kerapatan kebanyakan jaringan (Daniela Wilner, 2012).
Kebanyakan ikan mempunyai gas atau gelembung renang dalam tubuhnya.
Struktur yang mengisi sekitar 5-10 persen dari volume tubuhnya ini berfungsi
mengimbangi daging yang lebih padat sehingga menyebabkan daya apung
menjadi netral. Kebanyakan ikan dapat mengatur jumlah gas dalam gelembung
renangnya dan mengubah tingkat apungnya. Diketahui dua macam gelembung
gas :
a. Fisostoma
Terdapat saluran terbuka antara gelembung gas dan esofagus ikan
fisostoma memasukkan dan mengeluarkan gas dari gelembung melalui
saluran dengan cara mengisap udara dari permukaan. Tetapi pengisian
gelembung gas biasanya melalui kelenjar gas dan sistem rete mirabile
(sekumpulan pembuluh-pembuluh darah kecil yang bercabang dari
pembuluh darah besar)
b. Fisoklis
Tidak terdapat saluran. Ikan fisoklis mensekresi gas kedalam
gelembung renang melalui kelenjar gas. Ikan-ikan fisoklis juga
mensekresi gas ke dalam gelembung renang melalui kelenjar gas dan
sistem rete mirabile, tetapi untuk membuang gaharus melalui organ
khusus yang dapat mengabsorpsi gas yang dinamakan oval.
Pada ikan perenang cepat (Sarda, Scomber) yang juga bergerak secara
vertikal pada badan air, gelembung gas tidak dapat cukup cepat disesuaikan
untuk mengimbangi perubahan tekanan dan mencapai daya apung netral. Bahwa
Ikan-ikan tercepat cendrung tidak memiliki gelembung gas dan mencapai daya
apung dengan cara lain.
Rongga-rongga berisi gas dalam bentuk paru-paru juga membantu
tercapainya daya apung netral untuk semua hewan nektonik yang bernafas dari
udara. Beberapa mamalia air mempunyai kantung udara tambahan. Dalam kasus

8
ini, mereka dapat mengatur daya apungnya melalui sejumlah udara yang
terkandung di dalam paru-parunya.
Mekanisme lain untuk mencapai daya apung netral adalah dengan
mengganti ion kimia berat dalam cairan tubuh dengan yang lebih ringan. Hal ini
kita dapatkan juga pada plankton. Satu-satunya hewan nektonik yang mengalami
hal ini adalah cumi-cumi. Cumi-cumi cendrung mempunyai rongga tubuh di
mana ion natrium yang berat digantikan dengan ammonium yang lebih ringan.
Akibatnya, kerapatan cairan tubuh akan lebih kecil dari pada kerapatan air laut
pada volume yang sama.
Walaupun ini merupakan mekanisme yang banyak terdapat pada
plankton,tetapi jarang terdapat pada nekton, sebab supaya efektif, jumlah cairan
dengan kadar ammonium tinggi haruslah banyak. Rongga yang besar dan berisi
air memberikan bentuk bulat-gemuk bagi hewan dan akan mengurangi rongga
mantel, sehingga jelas mengurangi kemampuan bergerak cepat.
Peningkatan daya apung dengan mengurangi jumlah tulang atau bagian
yang keras lainnya bukan merupakan pilihan yang baik bagi hewan ini, karena
kerangka yang kuat dan kaku diperlukan agar sistem otot bekerja dengan efektif
sehingga hewan dapat bergerak di dalam air. Ini merupakan perbedaan yang
nyata dengan plankton.
Mekanisme lain untuk meningkatkan daya apung adalah dengan
menyimpan lipida (lemak atau minyak) di dalam tubuh. Kerapatan lipida lebih
kecil dari pada kerapatan air laut sehingga dapat turut mengatur daya apung.
Jumlah lipida yang besar banyak terdapat dalam ikan nektonik, terutama yang
tidak mempunyai gelembung renang seperti ikan hiu, mackerel (Scomber),
ikan biru (Pomatomus), dan bonito (Sarda). Agaknya lipida, paling tidak
sebagian, menggantikan fungsi gelembung renang.
Lipida dapat di simpan pada berbagai bagian tubuh seperti otot,
organinternal, rongga tubuh, atau terpusat pada satu organ. Contohnya pada ikan
hiu pelagik, lipida terkumpul pada hati yang ukurannya bertambah besar. Pada
banyak spesies ikan hiu, pembentukan lemak dalam hati merupakan proses

9
dalam perkembangannya. Jadi beberapa ikan hiu muda yang pada awalnya tidak
mempunyai daya apung, lambat laun dalam pertumbuhannya mempunyai daya
apung netral atau positif, sementara lemak menumpuk dihatinya. Pada
mamalia bahari, lipida biasanya terdapat sebagai lapisan lemak tepat di bawah
kulitnya. Fungsinya bukan saja untuk menjaga daya apung, tetapi juga sebagai
isolasi untuk mencegah kehilangan panas.

 Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik adalah berat kolom air yang biasa diukur dalam atmosfir
(atm). Anikouchine dan Sternberg (1981) mengatakan bahwa tekanan air pada setiap
arah pada suatu badan air memiliki besaran yang sama, air akan bergerak dari daerah
bertekanan tinggi ke daerah bertekanan lebih rendah.
Besar tekanan hidrostatik pada permukaan air laut cenderung berubah-ubah
setiap waktu yang disebabkan oleh adanya ombak, sedangkan pada bagian yang lebih
dalam tekanan secara konstan bertambah sesuai dengan bertambahnya kedalaman.
Tekanan hidrostatik berhubungan erat dengan mekanisme pengaturan daya apung
pada ikan. Ikan-ikan yang melakukan migrasi vertikal atau hidup dekat permukaan
harus mampu mengatur daya apungnya untuk mengimbangi perubahan tekanan
hidrostatik yang drastis.
Ikan yang hidup di laut dalam mengalami tekanan hidrostatik yang sangat
besar. Ikan-ikan yang hidup di laut pada kedalaman lebih dari 6000 m akan
mengalami tekanan sebesar 600 atm. Sehingga ikan-ikan tersebut harus melakukan
adaptasi morfologi maupun fisiologi agar mampu bertahan hidup. Perairan dekat
permukaan mengalami fluktuasi tekanan hidrostatik yang tinggi yang disebabkan oleh
perbedaan tinggi gelombang.
Ikan-ikan yang hidup di alam umumnya mengalami tekanan hidrostatik
berkisar 0,5 atm – 1100 atm. Ikan yang hidup di perairan dengan arus deras di daerah
dataran tinggi mengalami tekanan hidrostatik paling kecil, tekanan hidrostatik yang
sangat besar dialami oleh ikan-ikan yang hidup di daerah hadal ( lebih dari 6000m ).

10
Beberapa jenis ikan air tawar yang hidup di danau yang dalam ( lebih dari 400m )
mengalami tekanan lebih dari 40 atm. Ikan-ikan yang hidup di danau yang dalam
mengalami stratifikasi vertikal. Pada kedalaman 100-250m, lingkungan sudah
bersifat anaerobik.
Habitat dengan tekanan hidrostatik tinggi, Helfman et al (1997), mengatakan
bahwa secara vertikal kolom air laut terbagi dalam 4 zona, yaitu:
 Mesopelagic ( 200-1000m )
 Bathypelagic ( 1000-4000m )
 Abyssal ( 4000-6000m )
 Hadal ( >6000 m )
Pada kedalaman > 6000m masih ditemukan ikan, seperti: Grimaldichtys
(famili Brotulidae) ditemukan pada kedalaman 6035 m di lautan Atlantik, Basogigas
(famili Brotulidae) ditemukan pada kedalaman 7160 m di sunda Trench dan
Careproctus (famili liparidae) dietumkan pada kedalaman 7579 m di Jepang Trench
(Wolff (1960) dalam Hoar dan Randall (1970)).

 Dampak tekanan hidrostatik terhadap ikan


 Dampak fisik
Air murni dan larutan electrolit yang komplek seperti air laut
dengan salinitas hingga 41 ppm, memiliki kompresibilitas (penyusutan
volume yang diakibatkan tekanan hidrostatik) yang berbeda-beda. Pada
kisaran suhu 0°-25°C, penambahan tekanan sebesar 1-1000 atm akan
menyebabkan penurunan volume spesifik sebesar 3-4% (Newton dan
Kenndey (1965) dalam Hoar dan Randall (1970)).
 Dampak kimiawi
Tekanan hidrostatik yang tinggi mempengaruhi kemampuan
ikan dalam melakukan reaksi-reaksi fisiologis yang diperlukan untuk
membangun kerangka yang kuat. Sehingga ikan yang hidup di daerah
dengan tekanan hidrostatik tinggi seperti di laut dalam memiliki

11
kerangka yang lunak. Gelembung renang (gas bladder) pada umumnya
tidak dimiliki oleh ikan-ikan yang hidup pada kedalaman lebih dari
1000 m, sebagai gantinya ikan-ikan ini umumnya memiliki organ yang
mampu menghasilkan cahaya
Selain usaha statik dalam mencapai atau menambah daya apung ini,
beberapa hewan nektonik tertentu juga menunjukan mekanisme hidrodinamik
untuk menghasilkan daya apung tambahan selama pergerakan. Mungkin yang
paling umum adalah membentuk formasi untuk mengangkat permukaan bagian
anterior yang biasanya dilakukan oleh sirip dada atau flipper,serta adanya ekor
yang heteroserkal.

Bentuk Sirip pada Ekor Ikan


Pada ekor heteroserkal, cuping atas lebih besar dan berkembang. Pada
sistem ini, sirip atau flipper berfungsi sebagai kemudi guling seperti
pada pesawat terbang, dan jika dimiringkan pada sudut positif yang tepat, akan
menyebabkan hewan itu naik di dalam badan air, sementara ekornya melakukan
gerakan mendorong. Jika ekornya eriserkal, gerakannya juga menghasilkan
hentakan ke atas. Pada beberapa jenis pengangkatan,yang dilakukan oleh sirip
dan flipper, dibantu oleh seluruh bagian anterior tubuh, yang juga dapat
dicondongkan pada satu sudut untuk memberikan daya angkat (Daniela Wilner,
2012).

12
Perkembangan daya apung dinamik yang paling baik terjadi dalam bentuk
daya apung negatif. Secara umum, ada kecenderungan pada ikan-ikan yang lebih
primitif untuk mempunyai adaptasi hidrodinamik (pergerakan air) untuk
melakukan pengangkatan, sedangkan pada jenis yang lebih maju nampaknya
membentuk alat statik atau pasif untuk mendapatkan daya apung netral. Ini
disebabkan karena diperlukan energi yang lebih sedikit untuk mencapai daya
apun netral dari pada harus bergerak terus menerus agar tubuh tetap melayang
dalam air. Karena paru- paru berisi udara, mamalia yang bernafas di udara
cenderung mempunyai daya apung netral.
Secara umum, mekanisme buoyancy dapat dikelompokkan dalam 2 macam,
yaitu :

a. Sistem Buoyancy Static


Suatu mekanisme dari pemunculan suatu daya dorong atas yang mana hampir
tidak terikat pada tekanan dan akan tetap konstan selama pergerakan vertikal di dalam
lingkungan akuatik. Banyak spesies membentuk buonancy netral dengan meletakkan
reservoir yang besar dari energi tinggi lipids di dalam badan. Dalam beberapa jenis
lipids tersedia sebagai suatu penyimpan energi untuk metabolisme. Ukuran lipid yang
mungkin disimpan adalah setinggi 25% total berat badan yang menghasilkan suatu
substabsi meningkatkan resistansi untuk bergerak. Pada hewan akuatik buoyancy
yang statis melibatkan suatu pengurangan dalam komponen secara relatif tebal seperti
protein otot, mengandung zat kapur seperti pemasukan dan ion berat dengan suatu
peningkatan timbal balik di dalam isi air jaringan. Modifikasi seperti itu, walaupun
mengurangi daya tekan kebawah dapat menyebabkan suatu pengurangan di dalam
kekuatan struktural dan tenaga penggerak.
b. Sistem Buoyancy Adjustable
Dalam usaha untuk menjaga kemampuan memunculkan daya tekan ke atas di
kedalaman, tiap jenis gas pada hewan akuatik dilengkapi dengan suatu mekanisme
untuk menyesuaikan volumenya. Di semua binatang memiliki kantung gas yang dapat

13
diatur, kecuali mereka hidup dekat permukaan, komponen gas yang utama dirawat
pada tegangan parsial lebih tinggi dibandingkan di perairan. Energy yang digunakan
ini fleksibel, memilki hubungan yang relatif lebih kecil dari total proses vital, itu
mengakibatkan kerugian yang cukup signifikan ketika tekanan hidrostatis tinggi dan
ketersediaan makanan yang rendah.
2.1.3 Penerapan Bouyancy (Daya Apung) pada Hewan Akuatik
Ikan-ikan laut terlihat nyaman berenang kesana-kemari, menikmati indahnya
dunia air. Lumba-lumba dengan gembira mempertontonkan keahliannya berakrobat di
dalam air sambil sesekali muncul di permukaan dan mengundang decak kagum
semua yang menyaksikan atraksinya. Ikan hiu dan paus berlomba-lomba menjadi
yang paling ditakuti di kerajaan air dengan bermodalkan ukuran tubuh yang sangat
fantastis. Hal pertama yang paling jelas kaitannya antara binatang laut dengan
konsep-konsep fisika adalah kemampuan berenang yang sangat baik yang dimiliki
oleh binatang-binatang laut. Bentuk tubuh ikan-ikan laut dirancang sedemikian rupa
supaya mereka dapat berenang dengan cepat.
Pinguin dan paus tidak akan pernah tenggelam tanpa perlu berenang sama
sekali, sedangkan lumba-lumba dan hiu harus terus berenang supaya tidak tenggelam
ke dasar laut. Konsep fisika yang dapat menjelaskan fenomena ini adalah buoyancy
(adanya gaya keatas). Binatang laut yang memiliki massa jenis lebih besar dari massa
jenis air akan tenggelam ke dasar laut, sedangkan binatang yang memiliki massa jenis
lebih kecil dari massa jenis air akan terapung. Banyak ikan laut yang memiliki massa
jenis yang hampir sama dengan massa jenis air laut sehingga mereka dapat melayang.
Massa jenis binatang laut banyak dipengaruhi oleh jumlah udara yang terperangkap di
paru-paru, bulu-bulu, maupun sirip berenang. Semakin banyak udara yang dapat
ditampung semakin besar volume binatang sehingga massa jenisnya semakin kecil.
Manusia umumnya tetap tidak bisa terapung walaupun sudah menghirup napas
sebanyak mungkin, karena massa jenisnya masih lebih besar dari massa jenis air.
1. Penyu Belimping

14
Jumlah penyu di seluruh dunia ini banyak sekali diantaranya ada yang namanya
penu sisik, penyu hijau, penyu lekang dan seterusnya, untuk yang satu ini memang
beda karena memiliki kelebihan bila dibandingkan penyu lainnya. Penyu belimbing
yang memang badannya bergelombang seperti belimbing dan memiliki kelebihan bisa
mengatur daya apung.

Penyu Belimbing sedang merapat di pantai.


Penyu Belimbing memiliki kemampuan selam yang unik. Mereka dengan rutin
menyelam hingga kedalaman ratusan meter dan diketahui hingga mencapai 1250
meter. Penyu Belimbing diduga menempuh kedalaman untuk menghindari predator,
mencari mangsa dan menghindari panas di kawasan tropis. Namun, kemampuan
mereka dalam mengatur daya apung / buoyancy (baca: 'boyansi') masih
dipertanyakan.

15
Penyu Belimbing menuju ke kedalaman.

Sabrina Fossette dari Swansea University menjelaskan bahwa tidak ada orang
mengetahui sebelumnya bagaimana penyu menyelam: Apakah mereka
berenang/mengayuh langsung ke kedalaman, ataukah mereka menurunkan daya
apung mereka dan turun layaknya batu?. Penasaran akan cara penyu Belimbing turun
ke kedalaman, Rory Wilson dan kolaborator riset, Molly Lutcavage, mencoba
menempatkan data logger (alat perekam kondisi lingkungan) pada penyu Belimbing
betina saat mereka merapat untuk bertelur di St Croix, kepulauan US Virgin. Mereka
menemkan bahwa penyu Belimbing megatur daya apung dengan menyesuaikan
jumlah udara yang mereka ambil sesaat sebelum turun ke bawah

2. Anggang-Anggang

Anggang-anggang merupakan sekelompok seranggapemangsa yang semuanya


termasuk dalam suku Gerridae. Anggota-anggotanya, sekitar 340 jenis, banyak yang
sulit dibedakan. Dalam literatur dikenal juga secara salah kaprah sebagai "laba-laba
air", walaupun ia sama sekali bukan laba-laba. Nama "anggang-anggang" sendiri
berasal dari gerakannya yang maju-mundur sambil mengapung.
Hewan ini menjadi model dalam penelitian biofisika tentang kemampuan
tekanan permukaan dalam menyangga beban. Ada dua aspek yang menjadi perhatian:
kemampuan mengapung di permukaan dan kemampuannya bergerak ke depan secara
cepat.
Kemampuan mengapung berasal dari adanya rambut-rambut sangat kecil
(microsetae) tersusun dengan arah tertentu dengan lekukan-lekukan dalam ukuran
nanometer pada ujung tungkainya dan dilengkapi dengan lapisan malam (lilin), tetapi
efek hidrofobik lebih disebabkan oleh struktur fisik tungkai daripada lapisan malam
yang ada. Diketahui pula, terdapat sudut kontak efektif tungkai dengan air sebesar
167.6° ± 4.4°. Karena rapatnya rambut-rambut kecil serta lekukan-lekukan yang ada,
udara terperangkap pada struktur itu dan berfungsi sebagai "bantalan" pada
permukaan air.

16
Anggang-Anggang (Gerris sp.) Mengapung di Permukaan Air
Kemampuan bergerak secara cepat juga menarik perhatian ilmuwan. Untuk
bergerak, anggang-anggang menekan permukaan air dengan pasangan tungkai
tengahnya tanpa menembus permukaan, membentuk cekungan di permukaan.
Cekungan ini cukup dalam untuk mendorong tubuh serangga ke depan. Selain itu,
beberapa individu dapat menggunakan sayap yang kadang-kadang dimiliki oleh
serangga ini. Dalam kondisi hidup kurang menguntungkan, anggang-anggang
cenderung tidak bersayap.
Berdasarkan jenis hewan akuatik, maka ada hewan akuatik yang lunak (tanpa
dilingkupi cangkang keras) biasa menggunakan ruang daya apung yang fleksibel
sedangkan untuk hewan akuatik yang memiliki cangkang di bagian luar tubuhnya
biasa disebut dengan ruang daya apung yang keras.

a. Ruang Daya Apung Flexibel


 Gelembung Renang (Swimbladder) Pada Ikan
Gelembung renang terdiri dari dua kantung gas yang terletak pada bagian
dorsal, meskipun pada beberapa ikan primitif hanya memiliki satu gelembung renang.
Memiliki dinding yang fleksibel yang berkontraksi dan berkembang berdasarkan
tekanan ambien. Dinding gelembung renang memiliki sedikit pembuluh darah dan
dilapisi dengan kristal guanine yang membuatnya kedap udara (J. Bligh, 1976).

17
Swim Bladder pada Ikan

Penyesuaikan tekanan gas menggunakan kelenjar gas sehingga mendapatkan


daya apung netral dan dapat naik dan turun pada berbagai kedalaman. Pada tahap
embrio beberapa ikan telah kehilangan gelembung renang seperti ikan bertulang
rawan misalnya hiu dan pari. Ikan tersebut mengontrol kedalamn dengan berenang
(menggunakan lift dinamis). Kombinasi gas dalam gelembung renang bervariasi.
Pada ikan air dangkal, rasio perkiraan berhubungan dengan tekanan atmosfer,
sedangkan ikan laut dalam cenderung memiliki persentase oksigen lebih tinggi.
Misalnya, belut Synaphobranchus memiliki oksigen 75,1%, 20,5% nitrogen, 3,1%
karbon dioksida, dan argon 0,4%. Pada beberapa ikan, terutama spesies air tawar
(misalnya ikan mas dan lele), gelembung renang tersambung ke labirin telinga bagian
dalam dengan weberian, struktur bertulang yang berasal dari tulang belakang, yang

18
memberikan informasi yang tepat tentang tekanan air dan kedalaman serta
meningkatkan pendengaran.
Gelembung renang merupakan organ internal yang dipenuhi oleh gas yang
berfungsi memberi kemampuan ikan untuk mengendalikan daya apung sehingga
mampu menghemat energy untuk berenang . Fungsi lain gelembung renang adalah
digunakan sebagai ruang beresonansi untuk memproduksi atau menerima suara.
Selain itu gelembung renang juga berfungsi sebagai organ respiratori khusus untuk
jenis physostome.Bentuk physostome memilki gelembung renang yang terbuka dan
berhubungan dengan saluran pencernanaan. Sedangkan bentuk physoclists
merupakan gelembung renang tertutup karena tidak berhubungan dengan saluran
pencernaan. Gelembung renang terletak diantara peritoneum dan vertebrata. Disekitar
gelembung peritoneum terdapat epithelium yang tipis dan mengandung lapisan kristal
yang berwarna putih atau perak. Gelembung ini secara kuat menempel padavertebrata
dan berisi pembuluh darah sehingga dapat berfungsi sebagai organ respiratori (J.
Bligh, 1976).
Pengisian gelembung renang dengan udara dilakukan dengan cara mengalirkan
udara dari tractus pneumaticus sampai terjadi penggembungan. Sementara
pengosongan dilakukan dengan menekan gelembung ke usus. Pada gelembung
renang berbentuk physostome pengisisan gelembung renang dilakukan pertama kali
bersamaan dengan pigmentasi mata dan pembukaan mulut larva. Bentuk phsycolist
mengisi gelembung renang dengan memanfatkan udara yang berdifusi lewat
insang.Pada larva ikan kakap, gelembung renang diisi pertama kali pada saat larva
mulai memakan makanan dari luar.
Kasus kematian massal larva ikan kakap karena disebabkan oleh swimbladder
stress sindrom (SBSS) karena tidak berfungsinya gelembung renang. Gejala yang
ditimbulkan dapat dilihat dari perubahan tingkah lakuk ikan seperti, berenang miring
di permukaan, berenang di permukaan dengan bagian punggung mencuat, berenang
dengan menggling-gulingkan badan dan berenang dengan perut di bagian atas. SBSS
dapat disebabkan oleh berbagai factor baik pengaruh tunggal ataupun kombinasi dari

19
penanganan. Suhu yang terlalu tinggi, salinitas yang tinggi, pencahayaan, blooming
alga, deplesi oksigen dan bakteri.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeliharaan larva dalam
tangki kecil di dalam ruangan dengan sistem penggantian air secukupnya, suhu
konstan, pencahaayaan redup dan fitrasi air. Ikan teleostei yang hidup di air tawar
umumnya memiliki gelembung renang, kecuali beberapa jenis ikan yang hidup di
dasar. Ikan-ikan yang hidup di dasar tidak memiliki gelembung renang karena
mereka harus memerlukan berat tambahan agar bisa menetap di dasar perairan.
Sementara ikan-ikan pelagis yang berenang aktif umumnya dilengkapi gelembung
renang, sehingga dapat menghemat energi yang diperlukan untuk mengatur daya
apung.
Ada tiga kecenderungan adaptasi morfologi ikan-ikan laut dalam, terutama
kelompok gass bladders (ikan yang mempunyai gelembung renang), yaitu:

1. Bertambahnya panjang rete mirabile yang merupakan tempat sekresi gas,


dimana sekresi gas akan berlangsung lebih efektif jika permukaan rete
mirabile semakin luas. Sebagai contoh, ikan-ikan yang hidup pada zona
ephipelagic biasanya memiliki panjang rete mirabile kurang dari 1 mm, ikan
bagian atas mesopelagic 1-2 mm, ikan pada bagian bawah mesopelagic 3-7 mm
dan ikan-ikan pada zona bathypelagic memiliki panjang rete mirabile 15-20
mm. Dengan demikian ada kecenderungan bahwa rete mirabile ikan akan
semakin panjang sesuai dengan bertambahnya kedalaman.
2. Ikan-ikan yang hidup dengan kedalaman yang konstan ( tidak melakukan
migrasi vertikal ) pada zona bathypelagic tidak memiliki gas bladder, otot-otot
dan kerangkanya menjadi lebih kecil sehingga dapat mengurangi bobot tubuh.
Sementara ikan-ikan yang hidup dekat permukaan air dan ikan yang melakukan
migrasi secara vertikal pada zona mesopelagic biasanya masih memiliki gas
bladder. Ikan yang melakukan migrasi vertikal secara cepat dan berulang harus
mampu melakukan absorpsi dan sekresi gas dalam gas bladder secara cepat
untuk mengimbangi perubahan tekanan hidrostatik yang drastis.

20
3. Hiu benthic seperti Centrocymmus dan Etmopterus tidak memiliki gas
bladder, tetapi memiliki hati berukuran besar yang mencapai 25% dari bobot
total tubuhnya. Beberapa ordo Protacanthopterygii, Stenopterygii,
Cyclosquamata dan Scopelomorpha memiliki katup yang terletah diantara gas
bladder dengan lambung dan berguna untuk menjaga agar gas tidak dapat
keluar melalui mulut.
 Mantel Siphonophore
Pelampung yang terisi-gas siphonophores merupakan suatu yang penting
misalnya dalam proses buoyancy. Physalia physalis, mungkin yang terbaik yang
dikenal memiliki pelampung dan mengapung didekat permukaaan. Pada individu
yang telah diamati untuk dikaramkan di bawah permukaan air laut dan kepermukaan
kembali, menandakan menandakan adanya sistem buonancy dalam tubuh mereka.

Polyp Physalia
Polyp Physalia diselimuti suatu kantung yang terisi-gas untuk mengapung pada
permukaan laut dan mempunyai fungsi yang sekunder sebagai layar. Kantung tersebut
terdiri dari dua lapisan : suatu pneumatocodon yang lebih tebal yang merupakan
lapisan terluar yang mana terpisah dari yang bagian dalam yang disebut dengan
pneumatosaccus yang merupakan suatu perluasan rongga gastro-vascular dan kedua
lapisan tersebut terdapat jaringan otot yang pada waktu tertentu berkontraksi dan

21
menyebabkan pelampung itu untuk mengeriting di atas pada atas permukaan laut dan
menjaga pneumatocodon tetap lembab dan lembut.
Musculature juga berperan untuk mengatur tekanan gas di dalam pelampung.
Di tepi yang pelampung yang rapat ada suatu lubang yang dijaga oleh suatu otot
sphincter, disebut dengan pneuniatophore yang ketika terbuka oleh musculature
mengijinkan gas untuk berventilasi dari pelampung itu. Gas di dalam pelampung
berisi konsentrasi karbon monoksida antara 8-14%. Karbon monoksida adalah kedua-
duanya berkenaan dengan metabolisme racun dan berhubung pernapasan tetapi
konsentrasi nya di dalam pelampung nampak seperti di bawah tingkatan racun yang
kritis untuk cytochrome sistema dari Physalia di bawah kondisi-kondisi atmosfer. Gas
dikeluarkan dari tempat khusus dari pneumatosaccus yang disebut kelenjar. Nampak
bahwa sumber karbon monoksida adalah β karbon radikal dari L-serine. Fragmen
Karbon tunggal ini ditransfer ke asam folic untuk membentuk tetrafolates dari karbon
monoksida yang secepatnya dibentuk.Adanya konsentrasi asam folic yang tinggi dan
merupakan derivative jaringan kelenjar gas dan fakta bahwa aminopterin (suatu
musuh asam folic) mengurangi sintese karbon monoksida di dalam kelenjar gas
homogenates mendukung usul ini. Tingkat sintese hanya 150µl h-1 pada NTP yang
menyatakan bahwa Physalia memiliki penyesuaian buonancy kecil dan terjadi secara
periode relatif lama (J. Bligh, 1976).
Pemilihan karbon monoksida sebagai agen buonancy lebih baik, sebagai
contoh, semakin sedikit gas asam-arang beracun, dihubungkan dengan daya larut
rendah nya. adalah 40 kali lebih sedikit air dapat larut dibanding gas asam-arang dan
sebagai konsekwensi didifusikan lebih lambat melalui pneumatosaccus yang lembab
dan tipis. Karbon monoksida dihasilkan oleh metabolisme organisma sedangkan gas
buonancy yang digunakan oleh mencari ikan dan cephalopods diperoleh dari
atmospir. Sistem Siphonophore adalah suatu solusi biokimia untuk suatu masalah
buonancy dan, seperti kita lihat, ikan adalah menggunakan suatu strategi phisik,
penggunaan gas atmosfer yang tersedia dalam aliran darahnya (J. Bligh, 1976).
b. Ruang Buoyancy Keras

22
1. Cangkang Chepalopoda
Nautilus, Spirula dan Sepia merupakan Chepalopoda yang menahan
mekanisme buoyancy dalam bentuk ruang cangkang (chambered shell). Ketiga
hewan tersebut mempunyai cangkang yang kaku dan tersusun atas beberapa ruangan.
Mekanisme daya apung dilakukan dengan mengatur jumlah cairan dan udara dalam
ruangan tersebut (J. Bligh, 1976).

Nautiluses sp.

Sepia sp.
Cangkang Nautilus terdiri dari 2 lapisan: materi lapisan luar, putih mencolok
warna-warni. Bagian dalam shell berwarna biru-abu-abu. Pewarnaan cangkang
merupakan suatu kamuflase, bila dilihat dari atas, cangkang lebih gelap dalam warna
dan garis-garis tidak teratur, yang membantu berbaur ke dalam air yang gelap. Bagian
bawah hampir sepenuhnya putih, membuat hewan dapat dibedakan dari perairan

23
cerah dekat permukaan. Hewan dalam kelompok ini menyesuaikan daya apung
dengan mengatur osmotik, memompa gas dan cairan ke dalam atau keluar dari
camerae sepanjang siphuncles. Hal ini membatasi mereka, mereka tidak dapat
beroperasi di bawah tekanan ekstrim hidrostatik, nautilus dapat ditemukan di
kedalaman lebih besar dari sekitar 800 meter. Di alam liar, biasanya mendiami
kedalaman laut sekitar 300 meter, meningkat menjadi sekitar 100 meter di malam
hari untuk makan, kawin dan meletakkan telur. Tulang sotongSepia memiliki ruang
kecil dan seperti kapal selam, mengisi atau melepaskan gas di dalamnya untuk
mengontrol daya apung (J. Bligh, 1976).

24
2.2 Stratifikasi Vertikal Laut
Ekologi laut merupakan ilmu yang mempelajari tentang ekosistem air laut.
Pada perairan yang tergenang yang mempunyai kedalaman air minimal 1,5 meter,
salah satunya adalah laut, biasanya akan terjadi pelapisan (stratifikasi) suhu.
Pelapisan ini terjadi karena suhu permukaan air lebih tinggi dibanding dengan suhu
air dibagian bawahnya. Stratifikasi suhu pada air laut dikelompokkan menjadi tiga
yaitu (Dwi, 2010) [online] :
1. Lapisan epilimnion yaitu lapisan sebelah atas perairan yang hangat dengan
penurunan suhu relatif kecil (dari 32° C menjadi 28° C).
2. Lapisan metalimnion yaitu lapisan tengah yang mempunyai penurunan suhu
sangat tajam (dari 28° C menjadi 21° C).
3. Lapisan hipolimnion yaitu lapisan paling bawah di mana pada lapisan ini
perbedaan suhu sangat kecil relatif konstan.

Stratifikasi suhu ini terjadi karena masuknya panas dari cahaya matahari ke
dalam kolom air yang mengakibatkan terjadinya gradien suhu yang vertikal.
Temperatur merupakan faktor lingkungan yang dapat menembus dan menyebar ke
berbagai tempat di muka bumi. Masuknya panas ke tempat tertentu akan mengubah
temperatur benda-benda di tempat tersebut, baik padat, cair, gas. Perubahan
temperatur itu selanjutnya akan mengubah faktor-faktor lingkungan abiotik lainnya,

25
sehingga di tempat tersebut terjadi perubahan kombinasi baru antara faktor-faktor
lingkungan abiotik. Perubahan temperatur itu sendiri berpengaruh terhadap organisme
yang ada di tempat tersebut, demikian pula perubahan kombinasi faktor-faktor
lingkungan abiotik yang ditimbulkan.
Distribusi temperatur di permukaan laut cenderung membentuk zonasi,
bervariasi secara horisontal sesuai garis lintang dan secara vertikal sesuai kedalaman.
Temperatur juga penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran
organisme. Seperti kita ketahui bersama bahwa organisme laut bersifat
poikilotermik/ektotermik, artinya temperatur tubuhnya dipengaruhi oleh temperatur
masa air di sekitarnya.

2.2.1 Karakteristik Air Laut


a. Kandungan Air Laut
Air merupakan gabungan dari hydrogen dan oksigen yang berhubungan
dengan covalen bond (covalen bond hubungan antara 2 atom dalam molekul hasil
pembagian dari electron). Masing-masing atom hydrogen dan oksigen memiliki
electron yang didistribusikan tidak sama, dengan cara itulah masing-masing atom
hydrogen bermuatan positif dan atom oksigen bermuatan negative. Air yang bersifat
positif dan negative secara bersama-sama memberikan struktur molekul dipolar (Dwi,
2010) [online].
b. Konduktivitas Air Laut
Konduktifitas merupakan kapasitas dari air laut untuk memindahkan arah
aliran elektris dan bergantung pada konsentrasi ion-ion dan kecepatannya. Muatan
atom disebut ion. Ion-ion yang lebih dalam setiap unit volume air. Teori kimia
konduktifitas : ketika garam (sodium klorida/UaCl) dilarutkan dalam air, ion klorida
negative menarik hydrogen positif dalam molekul air. Dengan cars ill,ion klorida atau
klorit(Cl%) sebagai basis dapat ditentukan dengan rumus : S%=1,8 X Cl% (Dwi,
2010)[online].

26
c. Salinitas Air Laut
Salinitas adalah kandungan garam yang ada dilaut dan biasanya
diperhitungkan sebagai jumlah gram garam terlarut pada 1000 gram air laut. Air laut
mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan
partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air
laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas
menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat
(viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua
sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar
listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%),
natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan
sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan
florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat,
gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di
laut dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam
gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur
salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau
komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada
tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika
semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi
titrasi untuk menentukan kandungan klorida (Anonim,2009) [online].
Sistem angin muson yang terjadi di wilayah Indonesia dapat berpengaruh
terhadap sebaran salinitas perairan, baik secara vertikal maupun secara horisontal.
Sistem angin muson menyebabkan terjadinya musim hujan dan panas yang akhirnya
berdampak terhadap variasi tahunan salinitas perairan. Perubahan musim tersebut
selanjutnya mengakibatkan terjadinya perubahan sirkulasi massa air yang bersalinitas
tinggi dengan massa air bersalinitas rendah. Interaksi antara sistem angin muson

27
dengan faktor-faktor yang lain, seperti run-off dari sungai, hujan, evaporasi, dan
sirkulasi massa air dapat mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat bervariasi.

Gambar 1. Kadar Salinitas Air Laut


d. Suhu Air Laut
Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya
pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun. Pemanasan tersebut
mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam kolom perairan yang disebabkan
oleh adanya gradien suhu. Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom
perairan, perairan menjadi 3 lapisan, yaitu (Dwi, 2010) [online] :
1. Lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan
permukaan tercampur
2. Lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin
3. Lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana
suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan.
Kedalaman setiap lapisan di dalam kolom perairan dapat diketahui dengan
melihat perubahan gradien suhu dari permukaan sampai lapisan dalam. Lapisan
permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03
o
C/m, sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan
sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m.

28
Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi,
evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang
terjadi di dalam kolom perairan.Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang
dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan
suhu permukaan akibat adanya aliran bahan dari udara ke lapisan permukaan
perairan.Perubahan suhu permukaan laut sangat tergantung pada termodinamika di
lapisan permukaan tercampur. Daya gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran
buoyancy, dan entrainment dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan
tercampur serta kandungan bahangnya.Adveksi vertikal dan entrainment dapat
mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu pada lapisan
permukaan.Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin yang bekerja
pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya Up Welling (Dwi, 2010)
[online].
Suhu juga dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk
mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat
menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung
yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi
distribusi fitoplankton. Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan
meningkatnya suhu perairan, tetapi akanmenurun secara drastis setelah mencapai
suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu
berdaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu. Temperature lautan ada 3 zone, yaitu
(Triyuli,2010) [online]:
1. Permukaan (campuran) lapisan dimana pantulan rata-rata temperature pada
lintang.
2. Kedalaman (bawah) lapisan yang memantul pada sumber air dilintang
tinggi.

29
3. Thermodhine antara 100-1500 m. kedalamannya yang temperatunya
berasal dari pengurangan dari berbagai macam-macam bentuk dari nilai
permukaan tinggi sampai nilai kedalaman rendah.
e. Densitas Air Laut
Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi densitas
secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara horisontal yang
disebabkan oleh arus. Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya
tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke
kedalaman tertentu. Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua
proses yang mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut
berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat
jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan (Dwi, 2010)[online].
f. Warna Air Laut
Warna air laut ditentukan oleh kekeruhan air laut itu sendiri dari kandungan
sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Pada laut yang keruh, radiasi sinar matahari
yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis tumbuhan laut akan kurang dibandingkan
dengan air laut jernih. Pada perairan laut yang dalam dan jernih, fotosintesis
tumbuhan itu mencapai 200 meter, sedangkan jika keruh hanya mencapai 15 – 40
meter.Laut yang jernih merupakan lingkungan yang baik untuk tumbuhnya terumbu
karang dari cangkang binatang koral.Air laut juga menampakan warna yang berbeda-
beda tergantung pada zat-zat organik maupun anorganik yang ada. Ada beberapa
warna-warna air laut karena beberapa sebab, diantaranya (Triyuli,2010)[online] :
1. Pada umumnya lautan berwarna biru, hal ini disebabkan oleh sinar
matahari yang bergelombang pendek (sinar biru) dipantulkan lebih banyak
dari pada sinar lain.
2. Warna kuning, karena di dasarnya terdapat lumpur kuning, misalnya sungai
kuning di Cina.

30
3. Warna hijau, karena adanya lumpur yang diendapkan dekat pantai yang
memantulkan warna hijau dan juga karena adanya planton-planton dalam
jumlah besar.
4. Warna putih, karena permukaannya selalu tertutup es seperti di laut kutub
utara dan selatan.
5. Warna ungu, karena adanya organisme kecil yang mengeluarkan sinar-sinar
fosfor seperti di laut ambon.
6. Warna hitam, karena di dasarnya terdapat lumpur hitam seperti di laut
hitam
7. Warna merah, karena banyaknya binatang-binatang kecil berwarna merah
yang terapung-apung.

2.2.2 Stratifikasi Ekologi Perairan Laut


Aspek-aspek laut yang menjadi perhatian utama dalam bidang ekologi
diantaranya karena laut itu luas mencakup 70% dari permukaan bumi, memiliki
kedalaman di mana kehidupan berlangsung pada setiap kedalaman. Laut juga
memiliki pola sambung-menyambung, tidak terpisah-pisah seperti habitat daratan
atau air tawar.Semua lautan saling berhubungan. Temperatur, salinitas, dan
kedalaman adalah hambatan utama untuk gerakan bebas organisme laut. Laut
didominasi oleh berbagai macam gelombang dan oleh pasang-surut yang terjadi
karena gaya tarik bulan dan matahari (Triyuli, 2010) [online].
Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka
daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan.Gerakan air dari
pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya,
sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung baik.
Salah satu kajian menarik yaitu kajian tentang ekologi laut tropis. Habitat air
laut (oceanic) ditandai oleh salinitas yang tinggi dengan ion Cl- mencapai 55%
terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar.Di daerah
tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi. Batas
antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah

31
disebut daerah termocline. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya
dan wilayah permukaannya secara horizontal.
1. Berdasarkan intensitas cahaya matahari yang masuk :
a. Daerah Fotik : Daerah laut yang masih dapat
d i t e m b u s c a h a y a matahari, kedalaman maksimum 200 m.
b. Daerah Twilight : Daerah remang- remang, tidak efektif untuk
kegiatan fotosintesis, kedalaman antara 200- 2000 m.
c. Daerah Afotik : daerah yang tidak tembus cahaya matahari. Jadi
gelap sepanjang masa.
2. Menurut kedalamannya, ekosistem air laut dibagi sebagai berikut.
a. Litoral merupakan daerah yang berbatasan dengan darat.
b. Neretik merupakan daerah yang masih dapat ditembus cahaya
matahari sampai bagian dasar dalamnya ± 300 meter.
c. Batial merupakan daerah yang dalamnya berkisar antara 200-2500
m
d. Abisal merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam dari
pantai (1.500-10.000 m).

Gambar 1. Wilayah kedalaman air laut.


3. Menurut wilayah permukaannya secara horizontal, berturut-turut dari tepi
lautsemakin ke tengah, laut dibedakan sebagai berikut :
a. Epipelagik merupakan daerah antara permukaan dengan
kedalaman air sekitar 200 m.

32
b. Mesopelagik merupakan daerah dibawah epipelagik dengan
kedalaman 200 1000 m. Hewannya misalnya ikan hiu.
c. Batiopelagik merupakan daerah lereng benua dengan kedalaman
200-2.500 m. Hewan yang hidup di daerah ini misalnya gurita.
d. Abisal pelagik merupakan daerah dengan kedalaman mencapai
4.000m; tidak terdapat tumbuhan tetapi hewan masih ada. Sinar
matahari tidak mampu menembus daerah ini.
e. Hadal pelagik merupakan bagian laut terdalam (dasar). Kedalaman
lebih dari 6.000 m. Di bagian ini biasanya terdapat lele laut dan
ikan Taut yang dapat mengeluarkan cahaya. Sebagai produsen di
tempat ini adalah bakteri yang bersimbiosis dengan karang
tertentu.

Gambar 2. Wilayah permukaannya secara horizontal


Di laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis sel
yang hampir sama dengan tekanan osmosis air laut. Hewan tingkat tinggi beradaptasi
dengan cara banyak minum air, pengeluaran urin sedikit, dan pengeluaran air dengan
cara osmosis melalui insang. Garam yang berlebihan diekskresikan melalui insang
secara aktif (Nybakken. 1993).

33
2.2.3 Biota Laut
Dalam ekologi, biota adalah keseluruhan kehidupan yang ada pada satu wilayah
geografi tertentu dalam suatu waktu tertentu.
Biota laut terbagi atas 2 kelompok yaitu:
a. kelompok hewan dan
b. kelompok tumbuhan.
Untuk mengenal biota laut lebih jauh, kita perlu mengetahui sifat-sifat dari
biota tersebut. Menurut Romimohtaro dan Juwana (1999) berdasarkan sifatnya, biota
laut dibagi menjadi 3 katagori, yaitu:
a. Planktonik: yaitu biota yang melayang-layang, mengapung dan berenang
mengikuti arus (karena tidak dapat melawan arus). Berdasarkan penelitian
diketahui bahwa plankton, merupakan biota laut yang memiliki
keanekaragaman tinggi di laut. Jenis plankton ini banyak dijumpai di kolom
permukaan air (mintakat pelagik).
Plankton terbagi 2 yaitu:
(a) Fitoplankton (plankton tumbuhan): algae biru, algae coklat, algae
merah, dinoglagellata dan lain-lain.
(b) Zooplankton (plankton hewan): lucifer, acetes (udang rebon),
ostracoda, cladocera dan lain-lain.
b. Nektonik: biota yang berenang-renang (hanya terdiri dari hewan saja): ikan,
uburubur, sotong, cumi-cumi dan lain-lain.
c. Bentik: biota yang hidup di dasar atau dalam substrat, baik tumbuhan maupun
hewan.
Biota dalam laut pergerakan atau cara mereka hidup terbagi dalam 3 macam,
yaitu:
(a) Menempel: sponge, teritip, tiram
(b) Merayap: kepiting, udang karang yang kecil-kecil dan lain-lain
(c) Meliang: cacing, kerang dan lain-lain
Jadi pada dasarnya pembagian biotabiota di laut bukan berdasarkan ukuran
besar atau kecil, tetapi berdasarkan pada kebiasaan atau sifat hidupnya secara umum,
seperti gerakan berjalan, pola hidup dan sebaranmenurut ekologi. Banyak biota laut

34
yang di dalam siklus hidupnya mempunyai lebih dari satu sifat, yaitu sewaktu larva
hidup sebagai planktonik dan berubah sifat menjadi nektonikatau bentik saat juvenile
(juwana) ataupun saat dewasa (contohnya udang, kepiting, ikan dan lain-lain)
(Nybakken, 1993).
1. Ikan
Jenis hewan ini merupakan penghuni laut yang paling banyak yaitu sekitar
42,6% atau sekitar 5000 jenis yang telah diidentifikasi, mempunyai keanekaragaman
jenis yang tinggi baik dalambentuk, ukuran, warna dan sebagian besarhidup di daerah
terumbu karang (Tjakrawidjaya, 1999).
Menurut Lagleret al., (1962), ikan dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu:
 Agnata, merupakan ikan primitif sepertiLampreys dan Hagfishes;
 Ikan bertulangrawan (Chondrichthyes), misalnya: ikan cucut(hiu) dan
ikan pari; dan
 Ikan bertulang sejati(Osteichthyes = Teleostei).
2. Crustacea.
Kelompok hewan ini terdiri dari udang dan kepiting umumnya hidup di
lubanglubang, celah-celah terumbu karang atau di balik bongkahan batu dan karang.
Aktivitas kelompok hewan ini dilakukan pada malam hari, misalnya waktu mencari
makan dan kegiatan lainnya, sedangkan siang hari dipergunakan untuk bersembunyi.
Banyak macam sifat kehidupan dalam kelompok hewan ini, diantaranya ada yang
hidup bersimbiose dengan hewan-hewan lain, misalnya dengan ikan, anemon, karang
batu dan "sponge" (Pratiwi, 1993).
Beberapa jenis krustasea memiliki nilai ekonomi yang penting yaitu "lobster"
atau udang karang (Panulirus sp), udang windu (Penaeus monodon) dan Ketam
kelapa (Birgus latro) (Gambar 3), selalu diburu karena merupakan sumberdaya laut
yang sangat potensial. Padahal di alam keberadaan jenis ini sudah semakin mendekati
kepunahan dan perlu dilindungi seperti juga halnya dengan mimi, Tachypleus gigas
(Horse shoe crab).
3. Ekhinodermata
Kelompok hewan ini biasanya mempunyai permukaan kulit yang berduri.
Duri-duri yang melekat di tubuhnya itu bermacam-macam ada yang tajam, kasar dan
atau hanya berupa tonjolan saja. Jenis yang termasuk kelompok ekhinodermata

35
adalah bintang laut (Linckia laevigata), bulu babi (Diadema setosum), timun laut atau
tripang (Holothuria nobilis), lili laut (Lamprometra sp), bintang mengular
(Ophiothrix fragilis), mahkota seribu atau mahkota berduri (Acanthaster planci)
(Lilley, 1999).
4. Koral
Koral atau yang lebih dikenal dengan sebutan karang batu termasuk kelompok
hewan, tetapi berbentuk bunga, sehingga seringkali mengecoh, dengan demikian
sering dianggap kelompok tumbuhan. Bagian yang keras sesungguhnya merupakan
cangkang dari hewan karang batu, yang tersusun dari zat kapur CaCO3. Bagian
tubuhyang lunak disebut polip karang dan berbentukseperti tabung dengan tentakel
yang berjumlah6 buah atau kelipatannya serta terletak dikeliling mulut. Tentakel
tesebut dapat ditarikdan dijulurkan (Lilley, 1999).
Karang batu termasuk dalam kelompok Coelenterata atau Cnidaria bersama-
samadengan karang api, karang lunak, kipas laut(sea fan), pena laut (sea pen),
anemon,ubur-ubur dan hydroid (hydrozoa) Karang batu dibagi dalam 2 kelompok:
a. hermatipik yaitu karang yang mampumembentuk terumbu karang dengan
bantuan sel algae (zooxanthelae) yang terdapat dalam jaringan tubuhnya.
Lilley (1999) menjelaskan bahwa zooxanthelae berperan sebagai
pensuplai makanan bagi karang batu.
b. ahermatipik adalah kelompok yang tidak mempunyai zooxanthella dan
hidup di tempat yang dalam serta tidak membentuk terumbu karang.
5. Moluska
Menurut Marwoto dan Sinthosari (1999), filum moluska ini terbagi dalam 7
kelas yaitu:
a. Monoplacophora: bercangkang keping tunggal dan sangat kecil, sehingga
jarang ditemukan
b. Polyplacophora: bercangkang kepingbanyak, misalnya Chiton (hidup di
daerahpasang surut, melekat dengan kuat di batubatu)
c. Aplacophora: tanpa keping cangkang, bersifat bentik, misalnya:
Archiannelida, cacing primitif (tubuhnya seperti cacing,tanpa cangkang).
d. Gastropoda: bercangkang tunggal,berjalan dengan perutnya, misalnya
jeniskeong (Turbo sp, Conus sp dan Charoniasp.)

36
e. Pelecypoda/Bivalvia: bercangkangsetangkup, misalnya jenis kerang-
kerangan(Tridacna sp atau Kima; Mytilus sp ataukerang hijau dan
Pinctada sp atau kerangmutiara)
f. Scaphopoda: bercangkang seperti tanduk/gading yang berlubang di kedua
ujungnya,misalnya Dentalium (hidup denganmenggali pasir)
g. Cephalophoda: bercangkang di dalam(internal), misalnya cumi-cumi,
sotong dangurita.
Habitat air laut (oceanic) ditandai oleh salinitas yang tinggi dengan ion Cl-
mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan
besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan
bawah tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang
dingin di bagian bawah disebut daerah termocline.
Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka
daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari
pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya,
sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung baik.

2.2 Up Welling
2.2.1 Pengertian Up Welling
Up Welling merupakan fenomena yang biasa terjadi di suatu wilayah perairan
yang salah satunya ada di lautan atau samudra dan dipengaruhi oleh wind-driven
motion (angin bergerak) yang kuat, dingin yang biasanya membawa massa air yang
kaya akan nutrien ke arah permukaan laut. Selain itu Up Welling juga dapat diartikan
sebagai fenomena naiknya massa air laut. Gerakan naiknya massa air ini juga
diakibatnya karena adanya stratifikasi seperti lapisan yang memiliki perbedaan
densitas pada setiap lapisannya karena dengan bertambahnya kedalaman perairan
maka suhunya akan semakin turun dan densitas meningkat hal ini menimbulkan
energi untuk menggerakkan massa air secara vertikal.

2.2.2 Proses Terjadinya Up Welling

37
Upwelling menggerakkan massa air dari kedalaman menuju ke permukaan. Air jarang
naik dari kedalaman lebih dari 200 m dan pada beberapa upwelling lebih rendah dan
berasal dari perairan yang cukup dangkal antara 20-40 m. Menurut Pond dan Pickard,
(1983) upwelling datang dari kedalaman tidak lebih dari 200 –300 m. Selama musim
upwelling arus balik turun di bawah 200 m yang bergerak menuju kutub dan kadang-
kadang arus balik permukaan yang terlihat sangat dekat dengan pantai juga bergerak
ke arah kutub.
Pada daerah upwelling yang terjadi karena adanya Ekman pump atau ekman
transport, angin betiup sejajar atau membentuk sudut yang kecil dengan garis pantai
dan karena gaya coriolis ,sebagai akibat pengaruh rotasi bumi, massa air bergerak
menajuhi pantai. Dibelahan bumi utara pembelokan mengarah kekanan dari arah arus
sedangkan pada belahan bumi selatan pembelokan mengarah ke kiri dari arah arus.
Karena air pada permukaan bergerak menjauhi pantai maka air dingin yang ada
dibawahnya bergerak naik mengisi kekosongan pada daerah permukaan (arahnya
dipengaruhi oleh gesekan dasar) maka terjadilah upwelling (Pond&Pichard, 1983).
Secara teoritis terjadinya upwelling karena adanya pengaruh angin dan adanya
proses divergensi Ekman. Angin menyebabkan pergerakan angin secara vertical
disamping arus permukaan yang horizontal. Transport netto lapisan permukaan
(dikenal dengan transport Ekman) adalah 90º ke arah kanan di belahan bumu utara.
Normalnya, air permukaan menanggapi gaya tersebut dengan bergerak seperti irisan.
Angin yang mendorong lapisan air permukaan mengakibatkan kekosongan dibagian
atas, akibatnya air yang berasal dari bawah menggantikan kekosongan yang ada di
atas. Oleh karena air yang dari kedalaman lapisan belum berhubungan dengan
atmosfer, maka kandungan oksigennya lemah dan suhu lebih dingin dari pada
permukaan lainnya.
Walaupun sedikit oksigen, arus ini mengandung larutan nutrien seperti nitrat
dan fosfat, sehingga cenderung banyak mengandung fitoplankton. Fitoplankton
merupakan bahan dasar rantai makanan jadi,secara tidak langsung maupun langsung
ikan akan banyak di wilayah tersebut. Selain fitoplankton diwilayah upwelling juga

38
banyak terdapat nutrien, yang mendukung pertumbuhan. Daerah upwelling ini
mendukung pertumbuhan organisme laut yang menyediakan sekitar setengan
perikanan dunia. Rendahnya temperature permukaan laut menyebabkan hilangnya
panas dan menyebabakan iklim lokal.
Adanya proses taikan air (upwelling) akan mempengaruhi kondisi kehidupan
fitoplankton, hidrologi dan pengayakan nutrisi di perairan tersebut. Kondisi
fitoplankton, seperti keanekaragaman dan distribusi fitoplankton di suatu perairan
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain factor atmosfer, faktor lokasi dan
factor kondisi lingkungan di pengetahuan baru akan kondisi plankton, khususnya
fitoplankton di perairan (Webber and Harold. 1991).

2.2.3 Macam-macam Up-Welling


1. Coastal Up Welling
Di dekat pantai, angin berhembus sejajar dengan garis pantai menyebabkan
satu lapisan air permukaan yang tebalnya beberapa puluh meter untuk bergerak
menjauhi atau menuju pantai.Gesekan angin yang berhembus sepanjang permukaan
laut menyebabkan air mulai bergerak, efek Coriolis membelokkannya ke kanan (di
belahan bumi utara), dan transport Ekman menggerakkannya ke arah laut. Coastal
Up Welling terbentuk ketika air di permukaan tersebut digantikan oleh air dari
lapisan dalam yang naik di sepanjang pantai (James W.1992)

39
Gambar 8.Proses Coastal Up Welling (Apollo.lsc.vsc.edu).
Air yang dibawa naik juga kaya akan nutriens dan daerah pantai tersebut
menjadi daerah penangkapan ikan yang sangat penting. Pantai yang mengalami Up
Welling paling penting ditemukan di sebelah timur arus-arus batas subtropical gyres,
yakni Peru/Chili, California, Benguela, dan arus Canary.Arus Somalia, Arab Timur,
dan selatan Jawa menghasilkan Up Welling musiman.
Up Welling khususnya terlihat jelas pada sisi timur basin samudera, dimana
lapisan permukaan relatif tipis.Banyak Up Welling terjadi di dekat pantai, biasanya di
daerah sepanjang beberapa puluh kilometer, sering terletak di dekat tanjung atau garis
pantai yang tak teratur. Suatu bagian air yang terbawa naik sering memiliki plume air
dingin yang terbentang ke arah laut sepanjang beberapa kilometer. Plume tersebut
bergerak bersama dengan arus di pantai (James W.1992)
Coastal Up Welling adalah tipe yang paling banyak memiliki hubungan
dengan aktivitas manusia dan memberikan banyak pengaruh terhadapa produktivitas
perikanan di dunia, seperti ikan pelagis kecil (sardines, anchovies, dll.). Laut dalam
kaya akan nutrien termasuk nitrate and phosphate, yang merupakan hasil dari
dekomposisi materi organik (dead/detrital plankton) dari permukaan laut.

40
Phytoplankton -> Zooplankton -> Predatory zooplankton -> Filter feeders ->
Predatory fish.
Karena ini menjadi sebuah rantai makanan, ini berarti bahwa setiap spesies
adalah spesies kunci dalam zona Up Welling.Bagian kunci dari oseanografi fisika
yang menimbulkan coastal Up Welling adalah efek Coriolis yang didorong
oleh wind-driven yang derung diarahkan ke sebelah kanan di belahan bumi utara dan
ke arah kiri di belahan bumi selatan.
2. Equatorial Up Welling
Equatorial Up Welling merupakan fenomena yang sama terjadi di ekuator.
Apapun lokasinya ini merupakan hasil dari divergensi, massa air yang nutrien
terangkat dari lapisan bawah dan hasilnya ditandai oleh fakta bahwa pada daerah
ekuator di pasifik memiliki konsentrasi fitoplankton yang tinggi (Odum, E.P. 1997).

3. Southern Ocean Up Welling


Up Welling dalam skala besar juga terjadi di Southern Ocean. Di sana,
dipengaruhi angin yang kuat dari barat dan timur yang bertiup mengelilingi
Antarctika, yang mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap aliran massa air
yang menuju ke utara. Sebenarnya tipe ini masih termasuk ke dalam coastal Up
Welling. Ketika tidak ada daratan antara Amerika Selatan dengan Semenanjung
Antartika, sejummah massa air terangkat dari lapisan dalam. Dalam banyak
pengamatan dan sintesis model numerik, Up Welling samudra bagian Selatan

41
merupakan sarana utama untuk mengaduk material lapisan dalam ke
permukaan.Beberapa model sirkulasi laut menunjukkan bahwa dalam skala luas Up
Welling terjadi di daerah tropis, karena didorong tekanan air mengalir berkumpul ke
arah lintang rendah dimana terdifusi dengan lapisan hangat dari permukaan.
4. Tropical cyclone Up Welling
Up Welling juga bisa disebabkan oleh tropical cyclone yang melanda suatu
wilayah laut, biasanya apabila bertiup dengan kecepatannya kurang dari 5 mph (8
km/h).
5. Non-oceanic Up Welling
Up Wellings juga terjadi di lingkungan lainnya, seperti danau, magma dalam
mantel bumi. Biasanya akibat dari konveksi.(Odum, E.P. 1997)
6. Down welling
Air yang digerakkan ke arah garis pantai akan menyebabkan lapisan
permukaan menjadi tebal dan dipaksa bergerak turun, dan kembali ke arah laut
melalui paparan benua, prosesnya dinamakan downwelling. Pada kasus ini, slope
permukaan laut yang dihasilkan menciptakan arus yang tegak lurus garis
pantai).Downwelling tersebut membantu mensuplai gas terlarut pada air di lapisan
dalam dan membantu dalam distribusi organisme.Tidak seperti Up Welling,
downwelling ini tidak memiliki efek langsung pada iklim atau produktivitas pada
pantai di dekatnya (Pangerang, U.K., 1998).

Gambar 9. Up Welling dan DownWelling

42
Secara ekologis, efek dari Up Welling berbeda-beda, namun ada dua akibat
utama yang patut diperhatikan.
Pertama, Up Welling membawa air yang dingin dan kaya nutrien dari lapisan
dalam, yang mendukung pertumbuhan seaweed dan blooming phytoplankton.
Blooming phytoplankton tersebut membentuk sumber energi bagi hewan-hewan laut
yang lebih besar termasuk ikan laut, mamalia laut, serta burung laut.Walaupun Up
Welling di daerah pantai hanya mencakup 1 persen dari permukaan laut, namun
memberikan kontribusi sebesar 50 persen dari perikanan dunia.
Akibat kedua dari Up Welling adalah pada pergerakan hewan.Kebanyakan
ikan laut dan invertebrata memproduksi larva mikroskopis yang melayang-layang di
kolom air.Larva-larva tersebut melayang bersama air untuk beberapa minggu atau
bulan tergantung spesiesnya.Untuk spesies dewasa yang hidup di dekat pantai, Up
Welling dapat memindahkan larvanya jauh dari habitat asli, sehingga mengurangi
harapan hidupnya.Up Welling memang dapat memberikan nutrien pada perairan
pantai untuk produktifitas yang tinggi, namun juga dapat merampas larva ekosistem
pantai yang diperlukan untuk mengisi kembali populasi pantai tersebut
(oceanexplorer.noaa.gov).

2.2.4 Daerah Up Welling di Indonesia


Gejala Up Welling dapat dipantau oleh satelit cuaca NOAA dan dijadikan
sebagai tanda akan dimulainya musim panen ikan 14 hari setelah Up Welling terjadi.
Bagi nelayan modern dapat memanfaatkan informasi NOAA untuk persiapan
panen.Pencurian ikan di berbagai laut di Indonesia umumnya para pencuri memantau
gejala Up Welling. Pada saat Up Welling mereka pura-pura mencari ikan di daerah
yang jauh dari perairan laut.

43
Gambar 10.Daerah Up Welling di Indonesia (www.e-dukasi.net).
Akan tetapi 14 hari kemudian mereka meluncur dengan kekuatan penuh
menuju perairan Indonesia. Dengan gesit mereka mengeruk ikan yang lagi banyak-
banyaknya. Mereka lolos dari pengejaran patroli perairan Indonesia karena
perlengkapan kita belum dapat melacak keberadaan mereka (US Research project,
NSF and Oregon State University).

2.2.5 Proses El-Nino


Bertahun-tahun, nelayan Peru tahu bahwa masuknya air hangat tiap beberapa
tahun akan mengakibatkan berkurangnya populasi ikan Anchovy, sumber perikanan
utama mereka dan sumber makanan bari burung-burung laut. Fenomena masuknya air
hangat tersebut biasanya terjadi di dekat waktu Natal dan diberikan nama El-Nino,
The Child. (Harold, 1994). Salah satu proses kelautan diubah selama tahun El Nino
adalah upwelling, yang naik air yang lebih dalam dingin sampai kedalaman dangkal.
Diagram di bawah menunjukkan bagaimana upwelling terjadi di sepanjang pantai
Peru.

Karena tekanan gesekan yang ada antara lapisan laut, air permukaan diangkut
pada sudut 90 derajat ke kiri angin di belahan bumi selatan, 90 derajat ke kanan angin
di belahan bumi utara. Inilah sebabnya mengapa angin bertiup ke utara sejajar dengan

44
garis pantai Peru air "seret" permukaan ke arah barat dari pantai. Kaya nutrisi air naik
dari level yang lebih untuk menggantikan air permukaan yang telah melayang pergi
dan nutrisi ini bertanggung jawab untuk mendukung populasi ikan besar yang biasa
ditemukan di daerah-daerah. Efektivitas upwelling dan kemampuannya untuk
mendukung kehidupan yang melimpah laut sangat tergantung pada kedalaman
termoklin.
Selama tahun 1920, G.T.Walker mengidentifikasi apa yang disebutnya
Southern Oscillation (SO), berhubungan dengan kondisi dimana system tekanan
tinggi selama musim panas di Pasifik selatan terjadi bersamaan dengan terbentuknya
system tekanan rendah di atas daerah Indo-Australia. Perbedaan tekanan tersebut
berkurang ketika angin pasat melemah, temperatur air permukaan di bagian timur
Pasifik bertambah, dan aliran Equatorial Counter Current bartambah. Periode rata-
rata osilasi tersebut adalah 3 tahun, namun rangenya dari 2 hingga 10 tahun. Saat
ditemukan bahwa El-Nino rupanya berhubungan dengan Southern Oscillation, maka
kejadian yang ada mulai disebut sebagai peristiwa El-Nino Southern Oscillation
(ENSO). Telah ada 9 peristiwa ENSO selama 1950-1993 (Harold, 1994).
El-Nino merupakan sirkulasi anomali udara dan samudera. Saat dorongan
angin pasat terputus atau melemah, air equator yang hangat yang seharusnya secara
normal mengalir ke arah barat di equator Pasifik, berbalik mengalir ke timur.
Kebanyakan alirannya secara alami adalah equatorial counter current yang diperkuat,
namun para oseanografer telah menemukan bahwa equatorial under current di Pasifik
juga bertambah volumenya selama El-Nino (Tom Garrison, 1993).
Aliran normal ke arah utara dari arus Peru yang dingin terpecah atau
tergantikan dengan air hangat. Arus yang kaya akan nutrien yang terbawa ke
permukaan tersebut berperan dalam produktivitas biologis yang tinggi di lepas pantai
Peru dan Chili. Saat arus Peru melemah, ikan dan burung laut yang tergantung pada
kehidupan yang dikandungnya, mati atau berpindah ke tempat lain (Tom Garrison,
1993).

45
Normalnya, Southern Oscillation mempengaruhi angin pasat tenggara, yang
berkumpul di sel tekanan rendah di Indo-Australia, dan menghasilkan laju presipitasi
tinggi di daerah dengan tekanan rendah. Suatu massa air paling hangat di lautan dunai
dengan skala besar yang berada di bawah sel tekanan rendah tersebut terdorong ke
sana oleh angin pasat. Termoklin di daerah hangat tersebut tidak terbentuk hingga
kedalaman lebih dari 100 meter. Sebaliknya, termoklin terbentuk pada kedalaman 30
m di sebelah timur equator Pasifik. Udara kering turun di sel dengan tekanan tinggi di
Pasifik bagian selatan, di pantai barat Amerika Selatan, dan pantai tersebut ditandai
dengan laju evaporasi tinggi. Namun bagaimanapun, kondisi-kondisi tersebut berubah
saat terjadi ENSO (Harold, 1994).
Satu tanda awal terjadinya ENSO adalah pergerakan sel dengan tekanan
rendah di Indo-Australia ke arah timur yang dimulai dari Oktober atau November.
Pada kasus yang ekstrim, kekeringan yang hebat dapat terjadi di Australia karena sel
dengan tekanan rendah bergerak terlalu jauh ke timur.
Bersamaan terjadinya dengan pergeseran sel dengan tekanan rendah Indo-
Australia ke arah timur, equator meteoroligis, atau zona konvergensi intertropical
(ITCZ), dimana angin pasat timur laut dan angin pasat tenggara bertemu dan naik,
bergerak ke selatan. Perpindahan musiman tersebut normalnya terjadi dari 100 lintang
utara pada bulan Agustus hingga 30 lintang utara pada bulan Februari, namun saat
ENSO, perpindahan ke arah selatan akan terjadi hingga ke selatan ekuator di Pasifik
bagian timur. Berkaitan dengan perpindahan tersebut, adalah melemahnya angin
pasat, berkurangnya upwelling di Pasifik bagian equator, beberapa bulan setelah
dimulai, dan disertai dengan kembalinya kondisi normal secara berangsur-angsur
yang dimulai dari daerah tropis di Pasifik bagian tenggara dan menyebar ke arah barat
(Harold, 1994).
Selama terjadi El-Nino, tinggi muka air laut dan temperaturnya naik pada
bagian tengah batas timur Pasifik. Air hangat menyebabkan evaporasi meningkat dan
tekanan udara rendah akan terbentuk di sekitar 2000 km sebelah barat Peru. Udara
lembab yang naik pada daerah ini menyebabkan persipitasi tinggi pada daerah yang

46
biasanya kering. Habitat darat dan laut dapat terpengaruh dengan perubahan ini (Tom
Garrison, 1993).
Di akhir peristiwa El-Nino, temperatur rata-rata berada di bawah normal
terjadi di Pasifik bagian timur. Pendinginan tersebut dinamakan La Nina dan
dikaitkan sebagai fenomena cuaca kebalikan dari El-Nino. Contohnya, angin munson
di samudera Hindia menjadi lebih kering daripada biasanya saat terjadi El-Nino, dan
menjadi lebih basah daripada biasanya saat terjadi La Nina.
ENSO sangat parah terjadi pada 1982-1983 yang menyebabkan kekeringan
yang parah di Australia dan Indonesia.Pada November 1982, 17 juta burung dewasa
yang biasanya mendiami Kiritimati telah meninggalkan tempatnya. Kejadian tersebut
menunjukkan parahnya ENSO yang terjadi di Pasifik tengah (Harold, 1994).

2.3 Termoclin
Stratifikasi air terjadi ketika air yang tinggi dan salinitas rendah (halocline),
oksigenasi (chemocline), kerapatan (pycnocline), suhu (termoklin), membentuk
lapisan yang berfungsi sebagai penghalang pencampuran air. Termoklin adalah
lapisan transisi antara lapisan campuran di permukaan dan lapisan air yang dalam.
Definisi lapisan ini didasarkan pada suhu. Termoklin adalah lapisan transisi antara
mixed layer di permukaan dan lapisan air dalam. Mixed layer dekat dengan
permukaan dimana temperaturnya kira-kira sama dengan permukaan. Di lapisan
thermoklin, temperatur berkurang dengan drastis dari temperatur mixed layer hingga
temperatur air dalam yang lebih dingin. Mixed layer dan deep water memiliki
temperatur yang relative seragam, sedangkan termoklin merepresentasikan zona
transisi antara dua lapisan itu. Perbedaan-perbedaan antara lapisan ini didasarkan
pada suhu perairan.

47
Terjadi perbedaan suhu yang tinggi bagian atas dan bawah. Batas antara
lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah disebut
daerah termocline. Sebagian besar tergantung pada musim, lintang dan angin. Dengan
adanya angin yang bertiup di atas permukaan perairan, apalagi bila bertiup dengan
tetap dan dalam jangka waktu cukup lama, maka bisa menstimulasi proses
pengadukan (Up Welling) yang dimulai dari lapisan paling terdekat dengan
permukaan, hingga secara perlahan-lahan merambat ke kedalaman tertentu. Karena
proses pengadukan inilah, suhu di lapisan atas perairan menjadi relatif lebih sama.
Lapisan dengan permukaan suhu lebih seragam ini kadang disebut lapisan permukaan
atau lapisan teraduk, Di bawah lapisan teraduk ini kadang masih terdapat sisa lapisan
dengan perubahan suhu yang besar, yang disebut termoklin.
Matahari juga menentukan adanya perubahan suhu di perairan tersebut,
namun sinar matahari hanya dapat menembus sampai kedalaman tertentu saja,
Perubahan suhu yang hingga kini masih dijadikan patokan adalah kurang dari minus
0,1 derajat Celcius per satu meter kedalaman. Jadi makin ke dalam makin dingin suhu
air. lapisan termoklin dapat terbentuk karena adanya proses pemanasan oleh surya
dan proses pengadukan di lapisan permukaan oleh angin. Adanya proses pemanasan
tersebut mengakibatkan adanya perbedaan gradien suhu, mulai dari permukaan laut

48
hingga batas bawah di mana energi surya menghilang. Akibatnya, suhu di permukaan
laut menjadi titik suhu paling tinggi, lalu makin menurun secara teratur dengan
bertambahnya kedalaman. Sedangkan suhu di lapisan dalam perairan tidak berubah
banyak, karena tidak ada sumber panas yang memanasi lapisan ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kedalaman dan ketebalan dari termoklin
yaitu variasi cuaca musiman, lintang, dan kondisi lingkungan setempat, seperti ombak
dan arus.

Gambar 7. Lapisan Termoklin

Sebagai akibat daeri perbedaan suhu dan salinitas serta pengaruhnya terhadap
kerapatan, air laut di samudra dapat dibagi menjadi beberapa massa air, antar alain
massa air permukaan (upper water mass) yang meliputi seluruh massa air yang
terdapat di daerah termoklin serta massa air dalam (deep water mass) yang terdapat di
bawah termoklin dan meluas sampai ke dasar laut. Massa air permukaan selalu dalam
keadaan bergerak. Gerakan ini ditimbulkan terutama oleh kekuatan angin yang
bertiup melintasi permukaan air. Angin ini menghasilkan dua macam gerakan, yaitu
gelombang dan arus.

49
Arus dapat didefinisikan sebagai pergerakan air yang mengakibatkan
perpindahan horizontal massa air. Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang
terjadi pada seluruh lautan di dunia. Selain disebabkan oleh angin, arus juga dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bentuk topografi dasar laut dan pulau-
pulau yang ada di sekitarnya, adanya gaya Coriolis, perbedaan tekanan dan
penyebaran kerapatan air laut serta pengaruh peristiwa pasang surut.
Arus meupakan pergerakan air yang disertai pergerakan material atau
pergerakan massa air laut. Adanya tekanan dapat menimbulkan arus yang
besar(termohaline circulation)
Adanya panas mengakibatkan udara dan rapat massa mengecil sehingga
tekanan udara menjadi kecil. Sementara itu udara yang tidak terkena panas
tekanannya tinggi. Tekanan akan bergerak dari udara yang mempunyai tekanan tinggi
ke udara yang tekanannya rendah. Semakin banyak jumlah partikel, makin besar
tekanan. Tekanan dapat didefinisakan sebagai jumlah partikel per satuan luas.
Kedalaman di mana tingkat penurunan suhu dengan kedalaman kenaikan
terbesar. Secara umum suhu air laut berkurang dari permukaan ke tingkat terdalam,
kecuali di lintang tinggi di mana konfigurasi dapat lebih kompleks. Ada di sebagian
besar wilayah laut (terlepas dari kutub dan sub-kutub samudra) zona di mana tingkat
penurunan suhu jauh lebih besar dibandingkan dengan yang di atas dan di bawah,
maka definisi. Tergantung pada lokasi geografis, termoklin berkisar pada kedalaman
dari sekitar 50m ke 1000m. Sebuah pandangan sederhana untuk mempertimbangkan
termoklin sebagai zona pemisahan antara lapisan campuran di atas, banyak
dipengaruhi oleh fluks atmosfer, dan laut dalam. Di daerah tropis, termoklin dapat
sangat dangkal, seperti di bagian timur Pasifik (50m), atau lebih dalam di bagian
barat (160-200m). Ekstra-tropis di daerah yang permanen (atau utama) termoklin
ditemukan antara 200m dan 1000m. Namun kedalaman termoklin musiman
bervariasi, terutama di daerah pertengahan lintang sekunder dan termoklin jauh lebih
dangkal (di atas 50m) terjadi di musim panas. Termoklin juga dapat bervariasi dari
satu tahun ke depan, seperti di Pasifik tropis di mana perpindahan vertikal termoklin

50
memainkan peran penting selama ENSO. Dalam banyak situasi, termoklin dapat
diidentifikasi dengan pycnocline yaitu ketika salinitas yang kecil.
Terdapat dua gerakan air laut yaitu arus laut dan gelombang laut.
1. Arus Laut
Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke
tempat lain baik secara vertikal (gerak ke atas) maupun secara horizontal (gerakan ke
samping). Contoh-contoh gerakan itu seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang
membelok arah arus dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan itu akan mengarah ke kanan
di belahan bumi utara dan mangarah ke kiri di belahan bumi selatan. Gaya ini yang
mengakibatkan adanya aliran gyre yang searah jarum jam (ke kanan) pada belahan
bumi utara dan berlawanan dengan arah jarum jam di belahan bumi selatan.
Perubahan arah arus dari pengaruh angin ke pengaruh gaya coriolis dikenal dengan
spiral ekman (Odum, 1997).
Menurut letaknya arus dibedakan menjadi dua yaitu arus atas dan arus bawah:
a. Arus atas adalah arus yang bergerak di permukaan laut.
b. Arus bawah adalah arus yang bergerak di bawah permukaan laut.
Faktor pembangkit arus permukaan disebabkan oleh adanya angin yang
bertiup diatasnya. Tenaga angin memberikan pengaruh terhadap arus permukaan
(atas) sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang
sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin
tidak berpengaruh pada kedalaman 200 meter(Odum, 1997).
Oleh karena dibangkitkan angin, arah arus laut permukaan (atas) mengikuti
arah angin yang ada. Khususnya di Asia Tenggara karena arah angin musim sangat
kentara perubahannya antara musim barat dan musim timur maka arus laut
permukaan juga banyak dipengaruhinya. Arus musim barat ditandai oleh adanya
aliran air dari arah utara melalui laut Cina bagian atas, laut Jawa, dan laut Flores.
Adapun pada musim timur sebaliknya mengalir dari arah selatan (Odum, 1997).

51
Berikut ini adalah persebaran arus laut di dunia, coba Anda perhatikaan nama-
nama arus yang terdapat di samudra-samudra, dan perhatikan pula arah gerakannya
dibelahan bumi utara dan belahan bumi selatan berbeda:
 Di Samudera Pasifik
1) Di sebelah utara khatulistiwa
a) Arus Khatulistiwa Utara, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke arah
barat sejajar dengan garis khatulistiwa dan ditimbulkan serta didorong oleh angin
pasat timur laut.
b) Arus Kuroshio, merupakan lanjutan arus khatulistiwa utara karena setelah sampai
di dekat Kepulauan Filipina, arahnya menuju ke utara. Arus ini merupakan arus
panas yang mengalir dari utara Kepulauan Filipina, menyusur sebelah timur
Kepulauan Jepang dan terus ke pesisir Amerika Utara (terutama Kanada). Arus
ini didorong oleh angin barat.
c) Arus Kalifornia, mengalir di sepanjang pesisir barat Amerika Utara ke arah
selatan menuju ke khatulistiwa. Arus ini merupakan lanjutan arus kuroshio,
termasuk arus menyimpang (pengaruh daratan) dan arus dingin.
d) Arus Oyashio, merupakan arus dingin yang didorong oleh angin timur dan
mengalir dari selat Bering menuju ke selatan dan berakhir di sebelah timur
Kepulauan Jepang karena ditempat ini arus tersebut bertemu dengan arus
Kuroshio (terhambat oleh kuroshio). Di tempat pertemuaan arus dingin Oyashio
dengan arus panas Kuroshio terdapat daerah perikanan yang kaya, sebab
plankton-plankton yang terbawa oleh arus Oyashio berhenti pada daerah
pertemuaan arus panas Kuroshio yang hangat dan tumbuh subur.
2) Di sebelah selatan khatulistiwa
a) Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat
sejajar dengan garis khatulistiwa. Arus ini ditimbulkan atau didorong oleh angin
pasat tenggara.

52
b) Arus Humboldt atau Arus Peru, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin
barat yang mengalir di sepanjang barat Amerika Selatan menyusur ke arah utara.
Arus ini merupakan arus menyimpang serta didorong oleh angin pasat tenggara
dan termasuk arus dingin.
c) Arus Australia Timur, merupakan lanjutan arus khatulistiwa selatan yang
mengalir di sepanjang pesisir Australia Timur dari arah utara ke selatan (sebelah
timur Great Barrier Reef).
d) Arus Angin Barat, merupakan lanjutan dari sebagian arus Australia timur yang
mengalir menuju ke timur (pada lintang 30 ° - 40 °LS) dan sejajar dengan garis
ekuator. Arus ini didorong oleh angin barat.
 Di Samudera Atlantik
1) Di sebelah utara khatulistiwa
a) Arus Khatulistiwa Utara, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat
sejajar dengan garis khatulistiwa. Arus ini ditimbulkan dan didorong angin pasat
timur laut.
b) Arus Teluk Gulfstream, merupakan arus menyimpang yang segera diperkuat oleh
dorongan angin besar dan merupakan arus panas. Arus khatulistiwa utara
(ditambah dengan sebagian arus khatulistiwa selatan) semula masuk ke Laut
Karibia terus ke Teluk Mexiko dan keluar dari teluk ini melalui Selat
Florida(sebagai Arus Florida). Arus Florida yang segera bercampur dengan Arus
Antillen merupakan arus besar yang mengalir di sepanjang pantai timur Amerika
Serikat ke arah Timur. Arus inilah yang disebut arus teluk sebab sebagian dari
arus ini keluar dari teluk Meksiko.
c) Arus Tanah Hijau Timur atau Arus Greenland Timur, merupakan arus dingin
yang mengalir dari laut Kutub Utara ke selatan menyusur pantai timur Tanah
Hijau. Arus ini didorong oleh angin timur (yang berasal dari daerah kutub).
d) Arus Labrador, berasal dari laut Kutub Utara yang mengalir ke selatan
menyusuri pantai timur Labrador. Arus ini didorong oleh angin timur dan

53
merupakan arus dingin, yang pada umumnya membawa “gunung es” yang ikut
dihanyutkan.
e) Arus Canari, merupakan arus menyimpang dan termasuk arus dingin. Arus ini
merupakan lanjutan sebagian arus teluk yang mengubah arahnya setelah
pengaruh daratan Spanyol dan mengalir ke arah selatan menyusur pantai barat
Afrika Utara.
2) Di sebelah selatan khatulistiwa
a) Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke
barat, sejajar dengan garis khatulistiwa. Sebagian dari arus ini masuk ke utara
(yang bersama-sama dengan arus Khatulistiwa Utara ke Laut Karibia) sedangkan
yang sebagian lagi membelok ke selatan. Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh
angin pasat tenggara.
b) Arus Brazilia, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat yang mengalir
ke arah selatan menyusuri pantai timur Amerika Selatan (khususnya Brazilia).
Arus ini termasuk arus menyimpang dan merupakan arus panas.
c) Arus Benguela, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat, yang
mengalir ke arah utara menyusuri pantai barat Afrika Selatan. Arus ini
merupakan arus dingin, yang akhirnya kembali menjadi Arus Khatulistiwa
Selatan.
d) Arus Angin Barat, merupakan lanjutan dari sebagian Arus Brazilia yang mengalir
ke arah timur (pada lintang 30o - 40oLS) sejajar dengan garis ekuator. Arus ini
didorong oleh angin barat dan merupakan arus dingin.
 Di Samudera Hindia
1. Di sebelah utara khatulistiwa.
Arus laut samudera ini keadaannya berbeda dengan samudera lain, sebab arah
gerakan arus tak tetap dalam setahun melainkan berganti arah dalam ½ tahun,
sesuai dengan gerakan angin musim yang menimbulkannya. Arus-arus tersebut
adalah sebagai berikut :

54
a) Arus Musim Barat Daya, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke timur
menyusuri Laut Arab dan Teluk Benguela. Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh
angin musim barat daya. Arus ini berjalan kurang kuat sebab mendapa hambatan
dari gerakan angin pasat timur laut.
b) Arus Musim Timur Laut, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat
menyusuri Teluk Benguela dan Laut Arab. Arus ini ditimbulkan dan didorong oleh
angin musim timur laut. Arus yang terjadi bergerak agak kuat sebab di dorong oleh
dua angin yang saling memperkuat, yaitu angin pasat timur laut dan angin musim
timur laut.

2. Di sebelah selatan khatulistiwa


a) Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat
sejajar dengan garis khatulistiwa yang nantinya pecah menjadi dua (Arus
Maskarena dan Arus Agulhas setelah sampai di timur Madagaskar). Arus ini
ditimbulkan dan didorong oleh angin pasat tenggara.
b) Arus Maskarena dan Arus Agulhas, merupakan arus menyimpang dan merupakan
arus panas. Arus ini juga merupakan lanjutan dari pecahan Arus Khatulistiwa
Selatan. Arus Maskarena mengalir menuju ke selatan, menyusuri pantai Pulau
Madagaskar Timur. Arus Agulhas juga mengalir menuju ke selatan menyusuri
pantai Pulau Madagaskar Barat.

55
c) Arus Angin Barat, merupakan lanjutan dari sebagian arus angin barat, yang
mengalir ke arah utara menyusur pantai barat Benua Australia. Arus ini termasuk
arus menyimpang dan merupakan arus dingin yang akhirnya kembali menjadi Arus
Khatulistiwa Selatan. Gambar 8 memberikan ilustrasi gerakan arus-arus laut di
samudera-samudera (Odum, 1997).

Di dalam mekanisme pergerakan suhu di permukaan laut intensitas insolasi


(radiasi matahari yang benar-benar sampai ke permukaan bumi) terutama tergantung
pada sudut dimana sinar matahari mengenai permukaan. Distribusi temperatur di
permukaan bumi bervariasi terhadap lintang dan musim karena sumbu bumi
mengikuti orbitnya mengitari matahari.
Temperatur permukaan laut tergantung pada insolasi dan penentuan jumlah
panas yang kembali diradiasikan ke atmosfer. Temperatur rata-rata laut adalah 3,8 OC,
namun pada daerah ekuator temperatur rata-rata lebih rendah dari 4,9OC. Pada lapisan
perairan dimana terjadi perubahan suhu secara drastis pada kedalaman perairan,
dengan temperatur 8-15OC disebut sebagai lapisan termoklin. Pada daerah tropis,
lapisan termoklin terjadi pada kedalaman 150-400 meter, sedangkan pada daerah
subtropis, lapisan ini terjadi pada kedalaman 400 - 1000 meter.
Panas juga ditransfer di sepanjang permukaan laut melaui konduksi dan
konveksi serta pengaruh penguapan. Jika permukaan laut lebih panas dari udara di
atasnya maka panas dapat ditransfer dari laut ke udara. Panas yang hilang dari laut ke
udara di atasnya terjadi melalui proses konduksi. Namun demikian, kehilangan panas
tersebut tidak penting untuk total panas lautan dan pengaruhnya dapat diabaikan
kecuali untuk percampuran konvektif oleh angin yang memindahkan udara hangat
dari permukaan laut. Penguapan (transfer air ke atmosfer sebagai uap air) yaitu
mekanisme utama dimana laut kehilangan panasnya sekitar beberapa magnitude
dibandingkan yang hilang melalui konduksi dan percampuran konvektif. Laju
kehilangan panas dalam proses penguapan merupakan perkalian antara panas laten
penguapan dan laju penguapan.

56
BAB 3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
 Buoyancy adalah kemampuan mengapung dari sebuah benda pada cairan
tertentu. Daya apung (buoyancy) adalah daya tekan ke atas dari fluida/cairan
terhadap suatu benda yg sebahagian atau seluruhnya dicelupkan di dalam

57
fluida/cairan. Daya apung sebuah benda (dalam hal ini adalah hewan
air/akuatik) lebih besar dari densitas air, maka benda akan tenggelam biasa
disebut Buoyancy Negatif. Jika lebih ringan, benda akan mengapung disebut
Bouyancy Positif, dan jika sama maka disebut Netral. Faktor yang
mempengaruhi daya apung adalah tubuh, pada dasarnya ada empat faktor tubuh
yang berpengaruh besar pada buoyancy yaitu volume paru-paru, jumlah lemak
tubuh, volume otot, dan massa tulang. Sedangkan factor komponen yang kedua
adalah air.
 Mekanisme buoyancy (daya apung) adalah Sistem Buoyancy Static yaitu suatu
mekanisme dari pemunculan suatu daya dorong atas yang mana hampir tidak
terikat pada tekanan dan akan tetap konstan selama pergerakan vertikal di
dalam lingkungan akuatik dan Sistem Buoyancy Adjustable yang
merupakanusaha untuk menjaga kemampuan memunculkan daya tekan ke atas
di kedalaman, tiap jenis gas pada hewan akuatik dilengkapi dengan suatu
mekanisme untuk menyesuaikan volumenya.
 Penerapan konsep daya apung (buoyancy) dapat ditemukan pada beberapa
hewan akuatik, misalnya swim bladder pada ikan, penyu belimbing, dan
anggang-anggang yang mempunyai rambut-rambut sangat kecil (microsetae)
tersusun dengan arah tertentu dengan lekukan-lekukan dalam ukuran nanometer
pada ujung tungkainya dan dilengkapi dengan lapisan malam (lilin) untuk
mengatur kemampuan mengapung. Selain itu berdasarkan ruang daya apung
dibagi menjadi dua macam, yaitu ruang daya apung fleksibel (untuk hewan air
tidak bercangkang) dan ruang daya apung keras (untuk hewan air bercangkang).
 Hambatan yang dihadapi antara lain : saat tubuh hewan air adalah tidak lebih
padat daripada lingkungan berairdan jika kecepatan di dalam air jauh lebih
tinggi daripada udara, yang hampir dapat diabaikan pada kecepatan rendah.
 Laut dalam adalah lapisan terbawah dari lautan, berada dibawah lapisan
thermocline pada kedalaman lebih dari 1828 m. Sangat sedikit atau bahkan
tidak ada cahaya yang dapat masuk ke area ini, dan sebagian besar organisme
bergantung pada material organik yang jatuh dari zona fotik. Karena alasan

58
inilah para saintis mengira bahwa kehidupan di tempat ini akan sangat sedikit,
namun dengan adanya peralatan yang dapat menyelam ke kedalaman,
ditemukan bahwa ditemukan cukup banyak kehidupan di arena ini.
 Stratifikasi air terjadi ketika air yang tinggi dan salinitas rendah (halocline),
oksigenasi (chemocline), kerapatan (pycnocline), suhu (termoklin),
membentuk lapisan yang berfungsi sebagai penghalang pencampuran air.
 Thermoklin adalah lapisan transisi antara mixed layer di permukaan dan
lapisan air dalam. Mixed layer dekat dengan permukaan dimana
temperaturnya kira-kira sama dengan permukaan.
 Suatu proses penting yang disebut penaikan air (upwelling) terjadi di mana
angin secara tetap menggerakkan permukaan air men¬jauhi lereng pantai yang
terjal, dan membawa ke permukaan air dingin yang kaya zat hara yang telah
terkumpul di tempat dalam.
 Secara umum, temperatur di laut akan berkurang dengan bertambahnya
kedalaman. Pada kedalaman 200-300 meter dan 1000 meter, temperatur akan
turun dengan cepat. Daerah ini dikenal sebagai termoklin permanen. Pada
lapisan 1000 meter kebawah menuju dasar laut tidak mengalami variasi
musiman dan temperatur turun perlahan antara 0 oC dan 3oC. Di atas termoklin
pemanen, distribusi temperatur terhadap kedalaman menunjukkan variasi
musiman terutama di lintang tengah.
 Temperatur permukaan laut tergantung pada insolasi dan penentuan jumlah
panas yang kembali diradiasikan ke atmosfer.

3.2. Saran
Sebaiknya dalam menyusunan makalah disertai dengan literature yang
kompleks. Literature yang digunakan sulit untuk dicari sehingga penulis
mengalami sedikit kesulitan. Semoga dalam pembuatan makalah selanjutnya
akan lebih baik dari makalah sebelumnya.

59
DAFTAR PUSTAKA

Ahaznam. 2012. Kemampuan Daya Apung, http://ahanzam/2012/buoyancy/html.


Diakses : 2 April 2015
Anonim. 2009. Oseanografi. http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/kimia-
oseanografi/412-salinitas-air-laut [25 Maret 2015]
Blight, J. 1976. Enviromental Physiology of Animals. London : Blackwell Scientific
Publications
Dwi, Ichwan. 2010. I-Geography. http://one-geo.blogspot.com/2010/01/
karakteristik-air-laut-ii.html. [25 Maret 2015]
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo.
Laut Kita. 2010, Penyu Belimbing, http://lautkita.blogspot.com/2010/12/diver-sejati-
penyu-belimbing-yang.html. Diakses : 2 April 2015.

60
Nybakken, James W.1992.Biologi Laut. Jakarta: Gramedia.
Odum, E.P. 1997. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan. Samingan, T. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Pangerang, U.K., 1998. Bahan Ajar Mata Kuliah konservasi Sumberdaya Perairan.
S. Fossette, A. C. Gleiss, A. E. Myers, S. Garner, N. Liebsch, N. M. Whitney, G. C.
Hays, R. P. Wilson, M. E. Lutcavage. Behaviourand buoyancy regulation in
the deepest-diving reptile: the leatherback turtle. Journal of Experimental
Biology, 2010; 213 (23): 4074 DOI: 10.1242/jeb.048207.

Simanjuntak, Hakim. 2010. Hukum Archimedes ,http://hakimsimanjuntak .Blogspot.


com/ 2010 /11/hukum-archimedes.html. Diakses : 2 April 2015.

Surya, Yohane. 2010. Daya Apung, http://www.yohanessurya.com/download /penulis/


Asyik Fisika_02.pdf. Diakses : 2 April 2015.

Triyuli, Kurnia. 2010. Ekologi Laut Tropis. http://kurnia-geografi.blogspot.com/


2010/07/resume-mata-kuliah-ekologi-laut-tropis.html\ [25 Maret 2015]
Wilner, Daniela. 2012. Size, Speed and Buoyancy Adaptations in Aquatic Animals. [Dalam
http://ffden2.phys.uaf.edu/104_2012_web_projects/Daniela_Wilner/Buoyancy.html
]. Diakses 2 April 2015

61

Anda mungkin juga menyukai