Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan pasar yang baik untuk berbisnis.
Banyak perusahaan yang berbisnis di Indonesia
Semakin banyak perusahaan maka dibutuhkan strategi untuk bertahan di pasar
Bermacam- macam strategi
Strategi pemasaran melalui merek
Pentingnya strategi pemasaran melalui merek
Definisi merek
Keuntungan menggunakan merek

Pasca diberlakukannya perdagangan bebas di Indonesia, persaingan antar

pengusaha kian ketat. Pengusaha - pengusaha dari berbagai negara pun

berkompetisi untuk dapat bertahan dan menguasai pasar. Salah satu aset untuk

dapat bertahan dalam persaingan pasar adalah melalui brand (merek). Brand telah

menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi

pemasaran, baik organisasi bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur maupun

penyedia jasa, dan organisasi local, regional, maupun global. Menurut UU Merek

No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar,

nama, kata, huruf, angka angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur unsur

tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang atau jasa”. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa

bentuk, suara, hologram dan bahkan aroma juga dimasukkan dalam lingkup

definisi merek (Tjiptono, 2011).

1
Fakta di negara- negara maju, seperti Amerika dan Inggris, membuktikan

bahwa merek merupakan “Intangible Capital Asset” yang nilainya paling besar

dibandingkan asset lainnya (Durianto, 2001 :126). Merek memegang peranan

yang sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada

saat pemasar menjanjinkan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat

diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan

perusahaan penghasil produk melalui merek (Durianto, 2001 : 2). Manfaat merek

dikelompokkan oleh Ambler (dalam Tjiptono, 2011 : 44) ke dalam tiga kategori :

raritas(manfaat ekonomik atau value for money), virtuositas (manfaat fungsional

atau kualitas) dan complacibiitas (manfaat psikologis atau kepuasan pribadi).

Globalisasi dan liberalisasi memicu banyak perusahaan untuk membangun

merek global (global brands) dan secara agresif berupaya mencari pasar potensial

di seluruh penjuru dunia. Daya tarik merek global bukan hanya menjadi fokus

perhatian di kalangan perusahaan multinasional (MNC), tetapi juga bagi

perusahaan- perusahaan yang semula berkecimpung di pasar domestik atau

regional. Hal yang pasti dari keadaan tersebut adalah dampak signifikannya

terhadap merek- merek lokal atau domestic (local brand) (Tjiptono, 2011 : 229).

Perusahaan dengan merek yang kuat cenderung memanfaatkan merek

tersebut secara global. Contohnya adalah seperti yang terjadi pada produk- produk

kosmetik yang beradaptasi dengan pasar lokal namun tetap menggunakan merek

global. Merek global memberikan keseragaman citra bagi perusahaan diseluruh

dunia yang dapat meningkatkan efisiensi dan penghematan biaya saat


2
memperkenalkan produk lain yang berhubungan dengan merek tersebut.

Bagaimana konsumen menilai merek global diteliti pada tahun 2002 yang

menidentifikasikan adanya tiga dimensi kunci. Pertama, symbol kualitas (quality

symbol) dimana konsumen merasa merek global adalah sebagai jaminan kualitas

tinggi. Konsumen selalu percaya bahwa merek global memiliki konotasi dengan

kualitas yang lebih baik dan menyajikan prestise yang lebih tinggi. Kedua,

Mythos Global (global myth) dimana konsumen menganggap merek global

sebagai budaya yang ideal. Merek global memberikan kepada konsumen rasa

memilki dan menjadi bagian dari sesuatu yang besar. Ketiga, tanggung jawab

sosial (social responsibility) dimana konsumen juga mengharap merek global

memiliki tanggung jawab khusus terhadap masalah sosial dan bertindak sebagai

waga negara yang baik.


Salah satu penelitian berjudul The Effect of Country of Origin on Foreign

Brand Name in the Indian Market menghasilkan kesimpulan bahwa orang India

melihat merek asing itu lebih di percaya dan lebih aman dibandingkan dengan

merek- merek domestik (Rusdianto, 2008).


Merek domestik lebih akrab disebut merek lokal. Perspektif terhadap merek

lokal sendiri terdiri dari empat kategori. Pertama, Original local brand, kategori

ini mencakup merek- merek yang berasal dari negara setempat/ lokal dan dimiliki

oleh orang atau perusahaan lokal. Contohnya kosmetik Sari Ayu Martha Tilaar.

Kedua, quasi local brands, kategori ini terdiri dari merek- merek yang berasal

dari negara lokal, namun dimiliki oleh orang/ perusahaan asing. Kategori ini

terdiri atas dua bentuk yaitu original local brands yang dibeli oleh perusahaan
3
multinasional, tetapi naman merek lokalnya dipertahankan contohnya air mineral

Ades dan merek lokal yang dikembangkan dan dipasarkan untuk pasar domestic

tertentu oleh perusahaan multinasional contohnya Citra hand and body lotion.

Ketiga, acquired local brands, kategori ini meliputi merek- merek yang berasal

dari negara lain, namun dimiliki oleh orang/ perusahaan lokal. Keempat, foreign

brands, kategori ini merupakan kebalikan dari original local brands. Foreign

brand berasal dari luar negri dan dimiliki oleh orang/ perusahaan asing.

Contohnya McDonald’s, The Body Shop dan Coca- Cola (Tjiptono, 2011 : 233).

Sejumlah riset empiris melaporkan bahwa merek- merek global lebih disukai

dibandingkan merek- merek lokal, setidaknya dikalangan segmen- segmen

tertentu. Sementara itu sejumlah riset lainnya menyimpulkan bahwa merek lokal

lebih disukai dibandingkan merek asing. (Tjiptono, 2011 : 235).


Penelitian berjudul “Pengaruh County of Origin terhadap Perceived Quality

dengan moderasi Etnosentris Konsumen” menjadi salah satu bukti masih

diminatinya merek lokal. Hasil penelitian tersebut menyatakan enam indikator

yang ditanggapi dengan nilai sangat tinggi yaitu membeli produk buatan

Indonesia maka menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga Indonesia, membeli

produk buatan Indonesia merupakan tindakan terbaik, semua produk impor harus

dibatasi walaupun membeli produk domestic merupakan beban tapi ini dilakukan

untuk mendukung produk dalam negeri Indonesia, produk asing harus dikenakan

pajak yang tinggi untuk menguranginya masuk ke Indonesia, produk buatan luar

4
negeri boleh dibeli hanya jika di Indonesia produk tersebut tidak tersedia

(Listiana, 2012).
Global brand dan local brand juga meramaikan pasar kosmetik. Banyaknya

merek kosmetik yang berada di pasar Indonesia, baik kosmetik buatan lokal

maupun asing membuat para konsumen memiliki banyak pilihan produk dan

merek serta bebas memilih produk dan merek yang disukai. Hal ini dapat dilihat

dari beragamnya cosmetic brand yang ada dalam survey yang dilakukan oleh

Frontier Consulting Group (2007) tentang Top Brand Award 2013 dalam berbagai

kategori salah satunya kategori perawatan pribadi. (www.topbrand-award.com, 9

Juni 2013). Dimana Top Brand Award diberikan kepada merek-merek di dalam

kategori produk tertentu yang memenuhi dua kriteria, yaitu merek-merek yang

memperoleh Top Brand Index minimum sebesar 10% dan merek-merek yang

menurut hasil survei berada dalam posisi top three di dalam kategori produknya.

Berikut adalah salah satu hasil survey oleh Frontier Consulting Group tahun 2013

pada kategori perawatan diri.


Tabel 1.1
Survey Result Top Brand Award 2013 Kategori Perawatan Diri
NO PRODUK MEREK TOP BRAND INDEKS
1 Bedak Muka Pixy 20,1 %
Viva 9,5 %
Sariayu 8,9 %
La Tulipe 7,8 %
Caring 7,3 %
2 Pelembab Pond’s 48,6 %
Sariayu 8,4 %
Wajah
Olay 6,9 %
Viva 6,9 %
Dove 3,3 %
3 Maskara Revlon 22,6 %
Maybelline 22,2 %

5
Oriflame 14,2 %
Sariayu 6,1 %
Pixy 4,5 %
4 Lipstick Revlon 16,6 %
Pixy 10,8 %
Viva 8,3 %
Mirabella 8,2 %
Sariayu 8,0 %
5 Hand & Body Citra 52,5 %
Marina 19,1 %
Lotion
Vaseline 9,1 %
Nivea 3,8 %
Viva 2,9 %

Sumber : Topbrand-award.com
Dari data Tabel 1.1 tampak bahwa adanya persaingan diantara beragam merek

di pasar Indonesia. Posisi merek- merek terkenal di Indonesia pada tahun 2013

ditempati tidak hanya oleh merek- merek asing namun juga oleh merek- merek

lokal.
Berdasar data Kementerian Perindustrian, penjualan kosmetik di Indonesia

tumbuh pesat per tahun. Tahun lalu penjualan mencapai Rp 9,76 triliun atau

tumbuh 14% daripada tahun sebelumnya. Tahun 2012 Kementerian Perindustrian

memprediksi penjualan meningkat 15% menjadi Rp 11,22 triliun. Dengan jumlah

penduduk yang besar, pasar kosmetik tersebut juga dinikmati kosmetik impor.

Pertumbuhan kosmetik lokal Indonesia kalah besar jika dibandingkan dengan

kosmetik impor dan kosmetik brand multinasional. Tahun lalu penjualan kosmetik

impor mencapai Rp 2,44 triliun atau naik 30% daripada 2011 sebesarRp 1,87

triliun. Tahun 2012 nilai diproyeksi naik 30% menjadi Rp 3,17 triliun. Angka

tersebut dua kali lipat dari penjualan kosmetik Indonesia (www.kemenperin.go.id,

10 Juni 2013).

6
Keadaan tersebut ini merupakan hal yang membutuhkan perhatian lebih.

Kosmetik bagi wanita adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hidupnya.

Pencitraan kepribadian seorang wanita seringkali dikompensasikan dengan

pemakaian kosmetik. Dalam memilih sebuah merek kosmetik, konsumen

memiliki pilihan untuk tertarik atau tidak. Hal ini sesuai dengan peranan penting

merek dalam menjembatani harapan konsumen pada saat suatu produk

menanjikan sesuatu kepada konsumen. Suatu merek kosmetik bisa saja

menawarkan produk yang sama, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji

emosional yang sama. Suatu produk yang dipersepsikan unggul oleh konsumen

dan meraih tingkat penjualan yang tinggi dapat dikatakan berhasil saat ini (Kuleh,

2012). Salah satu ukuran keberhasilan dalam pemasaran adalah kemampuan suatu

produk untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar (Kotler & Keller,

2006).
Terdapat beragam local cosmetic brand yang ada di Indonesia. Setiap brand

mempunyai penawaran melalui produk- produk mereka untuk perawatan tubuh,

mulai dari rambut, mata, bibir, kulit sampai kuku. Beberapa local cosmetic brand

yang ada di Indonesia adalah Martha Tilaar, Mustika Ratu dan Viva. Sementara

itu merek kosmetik global (Global Cosmetic Brand) yang beredar di pasar

Indonesia diantaranya The Body Shop, dan L’Oreal. Setiap tahun, brand-brand

kosmetik lokal rajin merilis tren-tren terkini untuk merebut pasar domestik dan

agar tetap dapat bertahan di persaingan pasar kosmetik.


Salah satu local cosmetic brand yang bertahan dipersaingan pasar kosmetik

adalah Martha Tilaar yang mengusung berbagai produk dengan nilai yang
7
menciptakan NET-I3. NET merupakan singkatan dari Natural (Alami), Eastern

(Ketimuran), dan Technology (Teknologi), sedangkan I3 adalah singkatan untuk

Icon (Ikon), Innovation (Inovasi), dan Intitution (Institusi).


Konsep NET terfokus pada keunikan brand dan konsep pengembangan bisnis

yang dipengaruhi oleh nilai-nilai adat ketimuran dan didesain dengan penggunaan

teknologi modern. Perusahaan ini yakin bahwa pengimplementasian konsep NET

akan memberikan keuntungan dalam meningkatkan keuntungan kompetitif baik

pada industri kosmetik lokal maupun global. Lebih dari itu, secara luas konsep ini

bertujuan untuk memberi manfaat pada para pemegang saham, karyawan,

konsumen, dan lingkungan. Konsep I3 terfokus pada tiga elemen dasar masing-

masing produk Martha Tilaar, yaitu Ikon, Inovasi, dan Institusi. Ikon mengacu

pada brand positioning Martha Tilaar sebagai ikon kecantikan, di mana citra DR.

(H.C.) Martha Tilaar sebagai ikon wanita dalam dunia kecantikan tradisional dan

mode, sekaligus sebagai seorang wanita karier serta tokoh terkemuka dalam dunia

pendidikan dan kegiatan sosial diharapkan dapat menginspirasi masyarakat

Indonesia. Inovasi mengacu pada kemampuan melanjutkan pengembangan

produk dan pelayanan dengan lebih baik, seperti yang telah dibuktikan oleh

Martha Tilaar Group dalam menjaga kestabilan pemenuhan kepuasan terhadap

lini produk di antara industri kosmetik, seperti Sariayu Martha Tilaar, Biokos

Martha Tilaar, dan Dewi Sri Spa – Oil of Jawa Martha Tilaar. Institusi mengacu

pada kesuksesan Martha Tilaar Group sebagai brand kosmetik tradisional

terdepan dengan profesionalisme tinggi, serta kualitas produk dan layanan yang

8
Martha Tilaar berhasil menunjukkan kualitasnya melalui berbagai penghargaan 5-

Star Quality Product 2012 pada produk Mirabella dan Sariayu

(www.marthatilaargroup.com, 8 Juni 2013).


Sementara itu, global cosmetic brand yang menjadikan Indonesia sebagai

salah satu pangsa pasarnya adalah The Body Shop. Toko The Body Shop pertama

kali dibuka pada tanggal 26 Maret 1976 di Brighton, sebelah tenggara Inggris,

dan pendirinya adalah Anita Roddick. Pada saat itu, beliau berpikir bahwa

kecantikan manusia tidak hanya dari tempelan kosmetik, namun terpancar secara

alami dari dalam manusia itu sendiri, yang memberi keseimbangan antara

manusia dan alam. Oleh karena itu, Anita memikirkan untuk mengembangkan

produk kecantikan berkonsep Green, yaitu mengandung bahan-bahan alami

sehingga mengurangi pencemaran lingkungan namun berkhasiat. The Body Shop

memiliki lima nilai yang dianut. Pertama, against animal testing, yang bermakna

The Body Shop tidak pernah melakukan pengujian produknya pada hewan untuk

alasankosmetik. Kedua, support community Fair Trade, yang maknanya The

Body Shop membuat produknya dengan bahan- bahan terbaik dari empat penjuru

dunia dan diolah oleh para ahli untuk menciptakan produk yang efektif dan indah

untuk digunakan. Ketiga, activate self esteem, dimana The Body Shop percaya

bahwa kecantikan sejati berasal dari kepercayaan diri, vitalitas dan kesejahteraan

batin sehingga The Body Shop berusaha untuk membuat produk-produk yang

meningkatkan kecantikan alami agar dapat mengekspresikan diri. Keempat,

defend human right , yaitu melakukan kampanye dan penggalangan dana tentang

9
isu- isu global seperte kekerasan dalam rumah tangga dan HIV. Kelima, protect

the planet¸ yang dilakukan dengan cara mengurangi dampak terhadap lingkungan

melalui penghematan energy dan meminimalisir limbah (www.thebodyshop.com,

8 Juni 2013)
The Body Shop termasuk dalam delapan produk kosmetik favorit dunia

dengan alasan The Body Shop hadir sebagai pengamanan kulit dari kekeringan

dan kerusakan. Selain itu sejak 30 tahun yang lalu The Body Shop merupakan

brand kosmetik yang sangat dipercaya untuk perawatan tubuh (metrotvnews.com,

12 Juni 2013). Selain itu, The Body Shop berada di ranking ke 35 dalam Most

Valuable Cosmetics Brands in the World yang diadakan oleh Brand Finance

dengan nilai 1,063 USD (www.rangkingthebrand.com, 16 Juni 2013)


Kedua cosmetic brand sudah berusaha menciptakan nilai terbaik dalam

produknya. Namun pemeran utama dalam berhasil atau tidaknya suatu produk

adalah konsumen. Agar produk dari suatu merek dapat menjadi pilihan konsumen,

maka merek tersebut harus memiliki persepsi kualitas (perceived quality) yang

baik bagi konsumen.


Perceived Quality dapat didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap

keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jenis layanan berkaitan

dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Peceived Quality menentukan nilai

dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung pada keputusan

pembelian konsumen dan loyalitas konsumen terhadap merek. Perceived Quality

yang positif akan mendorong keputusan pembelian. Karena perceived quality

merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika perceived quality

10
konsumen negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama

dipasar. Sehubungan dengan hal tersebut, agar suatu brand berhasil dalam

kompetisi di pasar, maka para penghasil produk atau jasa perlu membangun

brand perceived quality (persepsi kualitas merek) (Durianto, 2001).


Mengingat Martha Tilaar dan The Body Shop adalah cosmetic brand yang

sama- sama berasal dari bahan- bahan alami, perlu bagi kedua merek tersebut

untuk membentuk perceived quality yang kuat agar tetap bertahan di pasar

kosmetik. Agar tidak “tersingkir” oleh merek asing dan konsumen beralih ke

merek asing, merek- merek lokal harus menjaga kualitasnya. Oleh karena itu,

peneliti melakukan penelitian mengenai perceived quality konsumen terhadap

brand, dengan Martha Tilaar sebagai local brand dan The Body Shop sebagai

global brand.
1.2Rumusan Masalah
Mengingat bahwa perceived quality yang kuat dibutuhkan untuk

mempertahankan suatu brand, maka permasalahan yang akan diungkap dalam

penelitian ini adalah :


a. Bagaimana perceived quality konsumen terhadap Martha Tilaar ?
b. Bagaimana perceived quality konsumen terhadap The Body Shop ?
1.6Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Mengetahui perceived quality konsumen terhadap Martha Tilaar
b. Mengetahui perceived quality konsumen terhadap The Body Shop
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
1) Bagi Penulis atau Peneliti
Penulisan dan penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan sebagai sumber

sumbangan yang cukup penting terhadap aplikasi langsung di masyarakat atas

pengetahuan secara teori yang didapat selama dibangku kuliah dengan praktis.

11
2) Bagi Pemilik dan Pengelola Merek Lokal serta Perusahaan Multinasional
Dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dan bahan acuan tentang

bagaimana faktor-faktor tertentu mempengaruhi perceived quality konsumen

terhadap suatu merek dan mempertimbangkan keputusan menyangkut

manajemen merek.
3) Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai suatu hasil karya dan sebuah karya yang dapat dijadikan

sebagai bahan wacana dan pustaka bagi mahasiswa atau pihak lain yang

memiliki ketertarikan meneliti dibidang yang sama.


1.4.2 Manfaat Teoritis
1) Sebagai bahan pembanding antara teori dan fakta atau kenyataan yang terjadi

di lapangan.
2) Sebagai salah satu bahan acuan dibidang penelitian yang sejenis dan

pengembangan penelitian selanjutnya.


3) Sebagai pengembangan terhadap teori perceived quality konsumen dan

strategi merek pada umumnya.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

Dalam bab ini akan diuraikan konsep-konsep pokok yang menjadi dasar

pemikiran dalam penelitian. Adapun konsep-konsep yang digunakan adalah sebagai

berikut:

2.1Perceived Quality
2.1.2 Definisi Perceived Quality
“Perceived Quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap

keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan

dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Karena perceived quality

12
merupakan persepsi dari pelanggan maka perceived quality tidak dapat

ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang

penting bagi pelanggan kerena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang

diukkur secara relatif) yang berbeda- beda terhadap suatu produk atau jasa.

Maka dapat dikatakan bahwa membahas perceived quality berarti akan

membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan (Durianto 2001 : 96)”.


Kemudian perceived quality adalah sebuah penilaian global berdasarkan

persepsi pelanggan atas apa inti dari kualitas produk dan seberapa baiknya

penilaian terhadap merek. Akan lebih sulit untuk mencapai level statisfaction

dari perceived quality bila perusahaan melakukan perbaikan dan penambahan

fitur- fitur baru pada produk secara terus- menerus karena hal itu membuat

ekspektasi pelanggan akan naik terhadap kualitas produk (Keller, 2003).


Sementara itu, Tjiptono (2011) mengatakan “perceived quality merupakan

penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara

keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan pada evaluasi

subjektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk.”


Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau

keunggulan suatu produk atau layanan ditinjau dari fungsinya secara

relatif dengan produk-produk lain (Simamora, 2001: 78).


Perceived Quality dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai

perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu dengan masuk

kedalam kategori produk baru. Sebuah merek dengan perceived quality yang

kuat akan sanggup meluaskan diri lebih jauh dan akan mempunyai

13
kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan merek yang lemah

(Susanto, 2004 : 130).


Menurut Susanto, perceived quality berbeda dengan konsep-konsep lain

tentang kualitas seperti :


a.Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality) :
kemampuanproduk atau layanan memberikan fungsi yang dijanjikan.
b. Kualitas produk (product-based quality): sifat dan kuantitas
kandungan, fitur, dan layanan tambahan.
c.Kualitas manufaktur (manufacturing quality): kesesuaian dengan
spesifikasi, hasil akhir yang tanpa cacat (zero defect)
David Aaker (dalam Handayani, 2010 :73) mendefinisikan perceived

quality sebagai “persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu

produk atau jasa sehubungan dengan tujuan yang diinginkannya, dibandingkan

dengan alternatif lain”.


Dari beberapa definisi diatas, dapat di simpulkan perceived quality adalah

persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas dan keunggulan produk dari

suatu merek dibanding produk dari merek lainnya.


2.1.2 Membangun Perceived Quality
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun perceived

quality menurut Aaker (dalam Durianto, 2001: 104 – 105)


a. Komitmen terhadap kualitas
Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta
memelihara kualitas secara terus- menerus. Upaya memelihara kualitas
bukan hanya basa- basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa
kompromi.
b. Budaya Kualitas
Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma
prilakunya, dan nilai—nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada
pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.
c. Informasi masukan dari pelanggan
Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang
mendefinisikan kualitas. Sering kali para pimpinan keliru dalam
memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Untuk
kartu kredit, misalnya para manajer memperkirakan bahwa kemudahan
memperoleh kartu kredit adalah yang paling penting bagi pelanggan,
14
padahal bagi pelanggan keamanan dan jaminan terhadap kartu hilang
adalah yang terpenting. Untuk itulah perusahaa perlu secara
berkesinambungan melakkan riset terhadap pelanggannya sehingga
diperoleh informasi yang akurat, relevan, dan up to date.
d. Sasaran/ Standar yang jelas
Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran
kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat.
Kuaitas juga harus memiliki standard yang jelas, dapat dipahami dan
diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan
tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan
membahayakan kelangsungan perusahaan itu sendiri.
e. Kembangkan karyawan yang berinisiatif
Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta
dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan
pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif
dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.
Dari uraian diatas, dalam membangun perceived quality yang baik

perusahaan harus memiliki komitmen terhadap kualitas dan membentuk budaya

kualitas yang baik. Informasi berupa kritik dan saran juga diperlukan. Selain itu

sasaran atau standar kualitas yang akan dibentuk pun harus jelas sehingga

perusahaan juga punya kesempatan untuk mengembangkan karyawan yang

berinisiatif.
2.1.3 Dimensi Percived Quality
Mencapai tingkat persepsi kualitas yang memuaskan menjadi sulit, karena

perbaikan produk terus menerus selama bertahun-tahun telah menyebabkan

harapan konsumen menjadi tinggi. Atribut spesifik kualitas produk dapat

bervariasi dari kategori ke kategori. Mengacu pada pendapat Keller (2008 :

195), dimensi umum perceived quality dibagi menjadi tujuh, yaitu :


a. Kinerja
Tingkat dimana karakteristik utama dari produk yang beroperasi (rendah,

sedang, tinggi, atau sangat tinggi)


b. Fitur
Elemen sekunder dari suatu produk yang melengkapi karakteristik utama
15
c. Kualitas Kesesuaian
Tingkat sampai di mana produk tersebut memenuhi spesifikasi dan bebas

dari cacat
d. Keandalan
Konsistensi kinerja dari waktu ke waktu dan dari pembelian untuk membeli
e. Daya Tahan
Kehidupan ekonomi yang diharapkan dari produk
f. Pelayanan
Kemudahan pelayanan produk
g. Gaya dan desain
Penampilan atau nuansa kualitas
Dari beberapa uraian diatas, perceived quality dipengaruhi oleh aspek

kinerja, kualitas kesesuaian, fitur, keandalan, daya tahan, pelayanan serta

gaya dan desain.


2.1.4 Perceived Quality Menghasilkan Nilai
Perceived Quality mempunyai peranan yang penting dalam membangun

suatu merek, dalam banyak konteks perceived quality sebuah merek dapat

menjadi alasan yang penting dalam pertimbangan konsumen untuk membeli

suatu merek. Seorang konsumen mungkin tidak memiliki informasi yang

cukup untuk menentukan kualitas suatu merek. Mungkin pula pelanggan tidak

termotivasi untuk memahami informasi, tidak punya kesanggupan dan sumber

daya untuk memperoleh dan memproses informasi sehingga dalam konteks ini

perceived quality menjadi sangat berperan dalam keputusan konsumen (Engel,

1998). Kerena perceived quality terkait erat dengan keputusan pembelian,

maka perceived quality dapat mengefektifkan semua elemen program

pemasaran khususnya promosi. Apabila perceived quality dari suatu merek

tinggi, makan kemungkinan besar program periklanan dan promosi yag

dijalankan akan efektif. Tetapi perceived quality dapat juga mengakibatkan


16
kesulitan yang berarti jika program pemasaran tidak dilaksanakan dengan baik

(Durianto, 2001).
Secara umum Durianto (2001 : 101- 102) menyatakan perceived quality

dapat menghasilkan nilai- nilai sebagai berikut :


Gambar 2.1
Nilai Perceived Quality

Alasan untuk membeli


Differensasi atau posisi
Percived Quality Harga Premium
Perluasan Saluran Distribusi
a. Alasan untuk membeli, keterbatasan Perluasan
informasi,merek
uang dan waktu membuat

keputusan pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh perceived quality

suatu merek yang ada di benak konsumen, sehingga sering kali alasan

keputusan pembeliannya hanya didasarkan kepada perceived quality dari

merek yang akan dibelinya.


b. Differensiasi atau posisi dan harga premium, salah satu keuntungan dari

perceived quality adalah memberikan ruang pilihan dalam menentukan

premium price (harga peremium) yang dapat meningkatkan laba secara

langsung sehingga berdampak pula pada peningkatan profitabilitas.

Peningkatan laba dapat mennjadi sumber daya dalam reinestaasi merek

tersebut. Nilai tambah ini akan menghasilkan basis pelanggan yang lebih

besar dengan loyalitas merek yang lebih tinggi disamping banyak lagi

program pemasaran yang efektif dan efisien. Perceived quality dapat

meningkatkan ROI (Return of Invesment) sejalan dengan pengembangan

17
dan perluasan merek yang inovatif sehingga dapat memenuhi keinginan

dan kebutuhan konsumen.


3. Perluasan saluran distribusi, perceived quality memiliki arti penting bagi

para pengecer, distributor dan saluran distribusi lainnya Karena bagi

pihak- pihak tersebut menyalurkan “produk berkualitas” merupakan faktor

penting. Dengan cara menyalurkan produk berkualitas, distributor dapat

menawarkan harga- harga yang menarik untuk selanjutnya mneguasai

niaga distribusi. Di pihak lain konsumen sangat berminat untuk membeli

produk yang memiliki perceived quality kuat sehingga secara umum

saluran distribusi termotivasi untuk menyalurkan merek- merek yang

memiliki perceived quality yang kuat.


4. Perluasan merek, suatu merek produk dengan perceived quality kuat dapat

dieksploitasi kearah perluasa merek. Merek dengan perceived quality kuat

dapat digunakan untuk memeperkenalkan kategori produk baru, yang

beraneka macam. Produk dengan merek yang perceived quality-nya kuat

mempunyai kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan

merek dengan perceived quality-nya lemah, sehingga perluasan produk

dari merek dengan perceived quality yang kuat memungkinakan perolehan

pangsa pasar yang lebih besar.


Beberapa nilai yang dihasilkan oleh perceived quality menunjukkan

pentingnya peranan perceived quality dalam membentuk suatu merek, dalam

banyak konteks perceived quality sebuah merek data menjadi alasan yang

18
penting dalam pembelian serta merek mana yang akan dipertimbangjan

konsumen untuk dibeli.


2.2 Merek ( Brand)
2.3.1 Definisi Merek (Brand)
“Merek merupakan nama, istilah, tanda, symbol desain, ataupun

kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk/jasa yang dihasilkan

oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk

membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing

“(Durianto, 2001 : 1).


Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, “merek adalah

tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka angka, susunan warna

atau kombinasi dari unsur unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Perkembangan

terakhir menunjukkan bahwa bentuk, suara, hologram dan bahkan aroma juga

dimasukkan dalam lingkup definisi merek (Tjiptono, 2011).


Menurut Simamora (2001 :3) “merek adalah nama, tanda, symbol,

desain, atau kombinasi hal- hal tersebut, yang ditujukan untuk

mengidentifikasi dan mendiferensiasi barang atau layanan suatu penjual dari

barang dan layanan penjual lain.”


Menurut Hermawan Kartajaya dalam Handayani (2010 : 62) “Merek

adalah aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan

meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas”.


Dari beberapa definisi diatas, merek (brand) dapat diartikan sebagai aset

berupa nama, istilah, simbol, desain ataupun kombinasinya yang menciptakan

19
value bagi pelanggan dan memberi identitas bagi produk/jasa agar dapat

dibedakan dalam kegiatan perdagangan atau jasanya.

2.2.2 Manfaat Merek


Keller (dalam Tjiptono, 2011) mengatan merek bermanfaat bagi

produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai :


a. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan

produk bagi perusahaan.


b. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur- fitur atau aspek produk yang unik.
c. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa

dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu.


d. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari

para pesaing.
e. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,

loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
f. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
Bagi konsumen, terdapat tujuh manfaat pokok, yaitu :
a. Sebagai identifikasi sumber produk
b. Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu
c. Pengurang resiko
d. Penekan biaya pencarian (search cost) internal dan eksternal
e. Janji atau ikatan khusus dengan produsen
f. Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri
g. Signal kualitas.
2.3 Merek Lokal (Local Brand)
Tjiptono (2011) dalam bukunya mengungkapkan tentang tipologi merek

lokal. Dalam studinya mengenai pengaruh asal lokal dan non- lokal merek

terhadap preferensi merek di India, Batra dkk (dalam Tjiptono, 2011)

mengukur brand localness / nonlocalness berdasarkan skala interval. Batra

dkk berargumen bahwa di sebagian besar negara berkembang, hampir semua

local origin brand dijual hanya di pasar domestik. Oleh sebab itu, merek-

20
merek yang dijual dan dikonsumsi di pasar domestik dan di negara lain dapat

diklasifikasikan sebagai non local origin brands.


Kendati demikian, istilah origin mengandung arti “the point from which

something starts” (Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current

English). Artinya, origin berarti tempat asal. Oleh sebab itu merek lokal perlu

diklasifikasikan secara lebih sistematis dan akurat. Salah satu tipologi

sederhana yang mengacu pada dimensi asal (origin) da kepemilikan

(ownership). Berikut adalah empat kategorisasi perspektif merek lokal :


Gambar 2.2 Perspektif Local Brands
ORIGIN
Local Foreign

Original Acquired
P
I
H
S
R
E
N
W
O

Local Local Brands Local Brands


Quasi Foreign
Foreign Local Brands Brands

a. Original Local Brands. Kategori ini mencakup merek- merek yang berasal

dari negara setempat/ lokal dan dimiliki oleh orang/perusahaan lokal


b. Quasi Local Brands. Kategori ini terdiri dari merek- merek yang berasal

dari negara lokal, namun dimiliki oleh orang/ perusahaan asing. Kategori

ini dibagi menjadi dua bentuk, pertama original local brands yang dibeli

oleh perusahaan multinasional, tetapi nama merek lokalnya dipertahankan.

Kedua, merek lokal yang dikembangkan dan dipasarkan secara khusus

untuk pasar domestik tertentu oleh perusahaan multinasional.


c. Acquired Local Brands. Kategori ini meliputi merek- merek yang berasal

dari negara lain, namun dimiloki oleh orang/perusahaam lokal.


d. Foreign Brands. Kategori ini meliputi merek- merek yang berasal dari luar

negeri dan dimiliki oleh orang/ perusahaan asing.

21
Beberapa faktor yang berkontribusi pada preferensi terhadap merek lokal

dari sudut pandang perusahaan sebagaimana yang diuangkapkan Kapferer

(dalam Tjiptono, 2011 : 237) antara lain :


a. Faktor Sktrukural, diantaranya frekuensi pembelian berkenaan dengan

pemakaian merek lokal secara tutn- temurun, intensitas periklanan, ikatan

khusus antara wiraniaga dan pelanggan, kebutuhan akan adaptasi lokal

dan segmentasi pasar berbasis harga.


b. Ekuitas merek ( brand awareness, citra kinerja merek, dan emotional link

dengan konsumen lokal).


c. Kompetisi
d. Strategi korporat (isu- isu strategic portofolio bisnis dan merek)
e. Faktor organisasional (seperti budaya dan orientasi perusahaan)
f. Faktor lingkungan (nasionalisme, norma dan teknik lokal).
Penjelasan mengenai local brand yang telah disampaikan, membentuk suatu

kesimpulan mengenai perspektif pada local brand ditentukan oleh

pemilik/perusahaan dan asal suatu barang atau jasa diproduksi. Local brand

dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal perusahaan.


2.4 Merek Global (Global Brand)
“Merek global adalah merek – merek yang menggunakan nama merek yang

sama, sebuah positioning dan citra yang serupa di seluruh dunia” (Kristanto,

2011). Menurut Yip (dalam Tjiptono, 2011 : 229) “merek global adalah merek-

merek yang memiliki nama sama dan strategi pemasaran yang terkoordinasi

yang sama pula di banyak negara. Di samping itu, kriteria merek global juga

bervariasi, diantaranya penjualan (minimum 1 milyar USD), proporsi penjualan

dari kawasan di luar negara asal (berkisar antara 5 – 20%) dan market coverage

22
(harus tersedia di semua megamarket dunia, yakni Amerika, Asia dan Eropa

(Johansson, 2004).
Merek global pada umumnya didukung dengan sejumlah kelebihan, seperti

skala ekonomis, lingkup ekonomis, international recognition, jaringan pasokan

dan distribusi global dan kekuatan finansial perusahaan pemiliknya. Faktor-

faktor inilah yang menjadi basis keungguan kompetitif merek- erek global dalam

memasuki pasar domestik diberbagai negara (Tjiptono, 2011 : 230).


Kristanto menyatakan keuntungan – keuntungan sebuah merek global yaitu :
a. Skala ekonomis
b. Sebuah merek global memiliki visibilitas yang jauh lebih luas daripada merek

lokal
c. Adanya faktor gengsi (prestige)
d. Meningkatkan asosiasi sebuah negara dengan produk
Global Brands Study yang dilakukan Research International/ USA. Pada

tahun 2002 mengungkap bahwa konsumen di seluruh dunia mengasosiasikan

merek global dengan tiga dimensi utama yang dijadikan dasar evaluasi

keputusan pembelian yaitu, quality signal (jaminan kualitas prima), global myth

(symbol identitas), dan social responsibility (kepeduian tehadap isu lingkungan,

hak pekerja, kesehatan public, dan seterusnya) (Taylor, dalam Tjiptono 2011).
Studi tersebut juuga berhasil mengidentifikasi empat segmen konsumen

global, yaitu :
a. Global Citizen, yang terdiri atas mereka yang megandalkan kesuksesan global

sebuah perusahaan sebagai indicator kualitas san inovasi. Mereka sangat

memperduikan perilaku perusahaan berkenaan dengan isu- isu kesehatan

konsumen, lingkungan, dan hak pekerja.

23
b. Global Dreamers, yaitu kelompok konsumen yang sangat mengagumi

perusahaan transnational. Mereka mengaggap merek global merupakan cermin

produk berkualitas dan sangat bersedia membelinya.


c. Antiglobals, yakni orang- orang yang skeptic bahwa perusahaan transnasional

menghasilkan produk yang berkualitas lebih baik. Mereka tidak menyukai

merek- merek yang mengembangkan nilai- nilai Amerika dan tidak percaya

bahwa perusahaan global berprilaku secara bertanggungjawab.


d. Global Agnostics, yakni kelompok konsumen yang tidak mendasarkan keputusan

kembeliannya pada atribut sebuah merek. Mereka mengevaluasi produk global

menggunakan kriteria yang sama dengan penilaian merek- merek lokal yang

biasa mereka lakukan. Bagi mereka, karakteristik global sebuah merek bukanlah

sesuatu yang perlu mendapatkan pertimbangan khusus.


Penjelasan mengenai global brand sebagai suatu brand yang memiliki nama,

posisi, dan strategi yang sama diseluruh dunia. Global brand memiliki

keunggulan- keunggulan kompetitif dalam memasuki pasar domestic diberbagai

negara. Selain itu, konsumen telah mengasosiasikan global brand dengan

beberapa hal. Global brand memiliki empat segmen pasar yang ditentukan oleh

persepsi konsumen.
2.6 Kerangka Berpikir
Maraknya merek- merek lokal dan merek-merek global yang ada membuat

konsumen memiliki banyak pilihan, contohnya dalam memilih cosmetic brand.

Konsumen akan membandingkan keunggulan dan kualitas antara produk local

brand dan produk global brand secara keseluruhan. Suatu brand harus memiliki

persepsi kualitas (Perceived quality) yang baik bagi konsumen. Perceived

24
quality adalah salah satu elemen yang penting dalam penentuan keputusan

pembelian konsumen Perceived quality terdiri dari tujuh dimensi yaitu kinerja,

pelayanan, ketahanan, keandalan, karakteristik produk, kesesuaian dengan

spesifikasi dan hasil. Atribut yang digunakan untuk setiap pengukuran perceived

quality tentu berbeda. Bagi produk cosmetic brand atribut yang digunakan

adalah kinerja, kandungan dalam kosmetik, kesesuaian kualitas, keandalan, daya

tahan, pelayanan serta gaya dan desain. Uraian tersebut dapat digambarkan

menjadi bagan sebagai berikut :


Gambar 2.3
Kerangka Berpikir
Perceived Quality 1. Kinerja 1. Kinerja
Kosmetik
2. Fitur 2. Kelengkapan Produk
3. Kesesuaian Kosmetik
3. Kesesuaian Kualitas
Kualitas
4. Keandalan
4. Keandalan
5. Daya Tahan
5. Daya tahan 6. Pelayanan
6. Pelayanan 7. Gaya dan Desain
2.1Hipotesis
7. Gaya
Hipotesis penelitian Local dan
ini adalah “Terdapat perbedaan perceived quality
Cosmetic
Cosmetic Brand desain
Brand
konsumen terhadap local cosmetic dan global cosmetic “
Global Cosmetic
Brand

25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis pendekatan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis pendekatan

penelitian kuantitatif, karena data yang diperoleh berupa angka dan diproses

secara statistik. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang data-datanya

berhubungan dengan angka-angka baik yang diperoleh dari pengukuran

maupun dari nilai suatu data yang diperoleh dengan jalan mengubah

kualitatif ke dalam data kuantitatif (Sugiyono, 2009).


3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian komparatif, yaitu “sebuah

penelitian yang bersifat membandingkan” (Sugiyono, 2009). Menurut Aswarni

(Dalam Arikunto, 2006 : 267) “penelitian komparasi merupakan penelitian yang

dapat menemukan persamaan- persamaan dan perbedaan- perbedaan tentang

objek yang diteliti. Selain itu juga dapat membandingkan kesamaan- kesamaan

pandangam atau perubahan- perubahan pandangan orang atau kelompok terhadap

suatu ide”.
Pada penelitian ini, akan membandaingkan perceived quality konsumen

terhadap local cosmetic brand dan global cosmetic brand. Local cosmetic brand

yang akan diambil sebagai perbandingan pada penelitian ini adalah Martha Tilaar

26
dan global cosmetic brand yang diambil sebagai perbandingan dalam penelitian

ini adalah The Body Shop.


3.3 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2006) “variabel penelitian

adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”.

Sedangkan menurut Sugiyono (2009) “Variabel peneltian merupakan suatu atribut

atau sifat dari orang maupun obyek yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya”. Penelitian

ini memiliki satu variabel bergantung (dependent) dan dua variabel bebas

(independent) untuk dibandingkan.


3.3.1 Identifikasi Variabel
a. Variabel dependent (X1) : Local cosmetic (Martha Tilaar)
Variabel dependent (X2) : Global cosmetic (The Body Shop)
b. Variabel Independent : Perceived Quality
3.3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional berarti batasan masalah secara operasional yang

merupakan penegasan arti dari konstruk atau variabel yang akan diteliti. Definisi

penelitian melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel dengan cara

menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan- tindakan yang perlu untuk

mengukur konstruk atau variabel itu, atau dengan kata lain definisi operasional

memberikan batasan atau arti suatu variabel (Artikunto, 2006 :51).


Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah perceived quality. Perceived

Quality adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas dan keunggulan

produk dari suatu merek dibanding produk dari merek lainnya.


3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi

27
“Populasi adalah wlayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan” (Sugiyono, 2009). Populasi

bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi

seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek tersebut.
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita pengguna cosmetic brand Martha

Tilaar dan pengguna cosmetic brand The Body Shop yang berdomisili di kota

Semarang dan berusia 20 – 40 tahun.


3.4.2 Sampel
“Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti” (Arikunto,

2006). Karena jumlah populas yang jumlahnya belum diketahui, maka teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental

sampling. Dimana skala diberikan kepada subjek yang berada di lokasi saat

pengumpulan data.

3.5Metode dan Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpul data (instrument) pada penelitian ini dengan menggunakan

skala psikologi. Bentuk skala psikologi dalam peneltian ini adalah skala Likert.

Subjek diminta untuk menyatakan kesetujuan dan ketidaksetujuan sesuai dengan

kondisi yang subjek alami. Skala terdiri dari aitem favorable yang mendukung

prilaku yang diukur dan aitem unfavorable yang tidak mendukung prilaku yang

diukur.
Skala yang digunakan untuk pengukuran adalah skala Perceived Quality.

Skala ini bertujuan untuk mengukur persepsi kualitas konsumen terhadap

28
cosmetic brand. Pemberian skala pada resopnden pengguna brand cosmetic

Martha Tilaar dan responden pengguna The Body Shop dibedakan, namun aspek

yang akan diungkap tetap sama.


Skala Perceived Quality Konsumen

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur adalah skala Perceived Quality

konsumen. Perceived Quality adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan

kualitas dan keunggulan produk dari suatu merek dibanding produk dari merek

lainnya. Kualitas dan keunggulan produk kosmetik dinilai dari aspek kinerja produk

kosmetik sesuai dengan harapan, merek tersebut dapat memenuhi kebutuhan

kosmetik, keyakinan saat menggunakan karena kosmetik bebas dari cacat,

kepercayaan bahwa produk tersebut efektif digunakan, memungkinkan untuk terus

digunakan, pelayanan dan gaya dan desain menarik.

Skala disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori item

yaitu item yang favourable dan item yang unfavourable, serta menyediakan empat

alternative yang terdiri dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak

Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian skor bergerak dari 5

sampai 1 item untuk item yang favourable dan 1 sampai 5 untuk item yang

unfavourable.

Tabel 3.1
Aspek dan Indikator
No Aspek Indikator
1. Kinerja a. Produk kosmetik bekerja secara efektif
b. Konsumen puas dengan kinerja produk
2. Kelengkapan produk a. Penggunaan produk kosmetik diikuti
penggunaan produk yang lain dari merek

29
yang sama
b. Cara pemakaian produk kosmetik dirasa
praktis oleh konsumen
3. Kesesuaian Kualitas a. Hasil penggunaan produk kosmetik sesuai
dengan fungsi yang dicatumkan
b. Konsumen percaya pada produk kosmetik
karena bebas dari cacat
4. Keandalan a. Produk kosmetik memberikan hasil yang
semestinya pada tiap pemakaian
b. Konsumen merasa produk kosmetik
bekerja secara konsisten pada tiap
pemakaian
c. Konsumen merasa produk dapat
digunakan oleh berbagai usia
5. Daya Tahan a. Produk kosmetik tidak mudah rusak
b. Konsumen memperkirakan dapat terus
membeli produk kosmetik
6. Pelayanan a. Kemudahan yang dirasakan konsumen
dalam hal konsultasi produk sebelum,
saat dan setelah pembelian produk
7. Gaya dan desain a. Penampilan produk yang dinilai menarik
b. Bentuk kemasan produk kosmetik terlihat
berkualitas

Tabel 3.2
Jumlah dan Bobot Aitem
No. Aspek Jumlah Aitem Bobot
1. Kinerja 6 15 %
2. Kelengkapan Produk 6 15 %
3. Kualitas Kesesuaian 5 12,5 %
4. Keandalan 6 15 %
5. Daya Tahan 6 15%
6. Pelayanan 5 12, 5 %
7. Gaya dan Desain 6 15 %
JUMLAH 40 100 %

Tabel 3.3
Sebaran Aitem
Aitem
No Aspek Favorable Unfavorable

1. Kinerja 1, 15, 29 8, 22, 36

30
2. Kelengkapan produk 2, 16, 30 9, 23, 37
3. Kualitas Kesesuaian 3, 17, 31 10, 24
4. Keandalan 4, 18, 32 11, 25,38
5. Daya Tahan 5, 19, 33 12, 26, 39
6. Pelayanan 6, 20, 34 13, 27
7. Gaya dan Desain 7, 21, 35 14, 28, 40
JUMLAH 21 19

3.6 Metode Analisis Data


3.6.1 Uji Validitas Instrumen
“Validitas instrumen merujuk pada mampu tidaknya instrumen tersebut

untuk mengukur objek yang diukur” (Sudarmanto, 2005). Uji validitas

instrumen dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh instrumen penelitian

mampu mencerminkan isi sesuai dengan hal dan sifat yang diukur. Artinya,

setiap butir instrumen telah benar-benar menggambarkan keseluruhan isi

atau sifat bangun konsep (konstruk teori) yang menjadi dasar penyusunan

instrumen. Uji validitas adalah uji tentang kemampuan suatu skala

sehingga benar-benar mengukur apa yang ingin diukur. Sebuah instrumen


valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap
data dari variabel yang diteliti secara tepat.
a. Validitas Isi
Pengujian validitas isi dilakukan dengan cara meminta pendapat dari

ahli. Dalam hal ini, peneliti meminta professional judgement untuk

memastikan apakah item yang disusun oleh peneliti sudah sesuai dengan

blue-print dan indikator perilaku yang akan diungkap, serta apakah

sudah ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang benar, dan tidak

mengandung social desirability yang tinggi. Dalam penelitian ini, peneliti

meminta pendapat dari dosen pembimbing.


b. Analisis Item

31
Proses analisis item dilakukan untuk memilih item mana yang layak

dimasukan menjadi item final dan mana yang tidak. Proses ini dilakukan

dengan menggunakan korelasi item total. Setelah data terkumpul dilakukan

analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang

merupakan jumlah skor tiap butir (Sugiyono, 2009).


Sebagai kriteria pemilihan item berdasar korelasi item total dengan

menggunakan rix > 0,30, semua item yang mencapai koefisien korelasi

minimal daya pembedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2010:65). Namun

Azwar melanjutkan (2010:65), apabila item yang lolos masih tidak

mencukupi jumlah yang diinginkan, kita dapat mempertimbangkan untuk

menurunkan sedikit batas kriteria dari 0,30 menjadi 0,25, sehingga jumlah item

yang diinginkan dapat tercapai. Hal yang tidak disarankan adalah jika

menurunkan batas kriteria koefisien korelasi di bawah 0,2. Perhitungan untuk

mencari koefisien korelasi dilakukan dengan rumus Pearson Product Moment

menggunakan bantuan software SPSS versi 16.0.


Rumus:

3.6.2 Uji Reliabilitas


“Reliabilitas instrumen menggambarkan pada kemantapan dan keajegan

alat ukur yang digunakan” (Sudarmanto, 2005). Untuk menguji nilai

reliabilitas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus Alfa Cronbach.


Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas (r) yang angkanya berada

dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin koefisien reliabilitas mendekati

1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, semakin mendekati angka

32
0 berarti semakin rendah reliabilitasnya. Perhitungan reliabilitas item-item

pernyataan pada instrumen perceived quality menggunakan bantuan program

SPSS 17.0 for windows.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : PT. Rineka Cipta
Durianto, Darmadi. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas
dan Perilaku Merek. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Engel, F. James, Roger D., and Paul, W. Minard. 1998. Consumer Behavior. The
Dryden Press
Johanssson, J.K. and Ronkainen. 2004.Consider implications of local brand
Kotler, Philip & Keller, Kevin L. 2006. Marketing Management, 13th Edition.
New Jersey: Pearson Education.
Kuleh, Yohanes. 2012. Pengaruh Brand Loyalty dan Perceived Quality terhadap
Keputusan Pembelian Handphone Nokia. Jurnal Kinerja Volume 9
Listiana, Erna. 2012. Pengaruh Country of Origin terhadap Perceived Quality
Dengan Moderasi Etnosentris Konsumen. Jurnal Administrasi Bisnis. UNPAR :FISIP
Bilson, Simamora. 2001. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan
Profitabel. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D.
Bandung : Alfabeta
Tjiptono. 2011. Strategi dan Manajemen Merek.
www.topbrand-award.com (9 Juni 2013)
www.kemenprin.go.id (10 Juni 2013)
www.marthatilaargroup.com (8 Juni 20013)
www.thebodyshop.com (8 Juni 2013)

33
www.metrotvnews.com (12 Juni 2013)
www.rangkingthebrand.com (16 Juni 2013)

34

Anda mungkin juga menyukai